Sleep Apneu PDF
Sleep Apneu PDF
3 September 2015
Abstract
Obstructive sleep apnea (OSA) is a disease characterized by periodic upper
airway collapse during sleep, which could result in either apnea, hypopnea or both.
OSA is very often undetected but it is strongly associated with variety of medical
complication, among others cardiovascular diseases. A good understanding can help
physicians to diagnose, manage and prevent cardiovascular complication that
caused by OSA.
fungsi kontrol neuromuskular pada otot antaranya memiliki lebih dari satu
dilator faring berperan terhadap kolapsnya penyempitan saluran napas atas.4,6
saluran napas. Defek kontrol ventilasi di Periode apnea adalah terjadinya
otak menyebabkan kegagalan atau henti napas selama 10 detik atau lebih.
terlambatnya refleks otot dilator faring, Periode hipopnea adalah terjadinya
saat pasien mengalami periode keadaan reduksi aliran udara sebanyak
apneahipopnea. 4,6 lebih-kurang 30% selama 10 detik yang
berhubungan dengan penurunan saturasi
oksigen darah sebesar 4%. Apnea terjadi
karena kolapsnya saluran napas atas
secara total, sedangkan hipopnea
kolapsnya sebagian, namun jika terjadi
secara terusmenerus dapat menyebabkan
apnea.2
Gejala Klinis OSA
Gambar 1.Saluran napas atas normal OSA sering tidak terdeteksi karena
dibandigkan dengan penderita terjadi saat pasien tidur. Gejala OSA
OSA
dikelompokkan menjadi gejala malam dan
Faktor ketiga adalah kelainan gejala siang hari. Gejala utama OSA
kraniofasial mulai dari hidung sampai adalah daytimehypersomnolence. Gejala
hipofaring yang dapat menyebabkan ini tidak dapat dinilai secara kuantitatif
penyempitan pada saluran napas atas. karena pasien sering sulit membedakan
Kelainan daerah ini dapat menghasilkan rasa mengantuk dengan kelelahan. Hampir
tahanan yang tinggi. Tahanan ini juga 30% pria dan 40% wanita dewasa dengan
merupakan predisposisi kolapsnya saluran nilai AHI >5x/jam mengeluh tidak segar
napas atas. Kolaps nasofaring ditemukan saat bangun. Dilaporkan 25% pria dan
pada 81% dari 64 pasien OSA dan 75% di 30% wanita dewasa mengeluh mengalami
rasa mengantuk yang berlebihan di siang jantung dan stroke juga dilaporkan
hari.3,5,6 meningkat pada penderita OSA.2,3,5,6
Epworth sleepiness scale (ESS)
dan Standford sleepiness scale (SSS)
adalah kuisioner yang mudah dan cepat Diagnosis OSA
untuk menilai gejala rasa mengantuk. Diagnosis OSA ditegakkan dengan
Skala ini tidak berhubungan secara melakukan anamnesis mengenai pola
langsung dengan indeks apnea-hipopnea. tidur, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
Penyebab daytime hypersomnolence radiologi dan pemeriksaan penunjang
adalah karena adanya tidur yang terputus- khusus. Gabungan data yang akurat dari
putus, berhubungan dengan respons saraf anamnesis dan pemeriksaan fisik yang
pusat yang berulang karena adanya baik dapat mengarahkan kepada indikasi
gangguan pernapasan saat tidur.3,5,6 untuk melakukan pemeriksaan baku emas
Tabel 2. Gejala klinis OSA1 OSA.3,5-7
Gejala Klinis Insidensi (%) Kuisioner EES dan SSS dapat
Suara dengkur 95 digunakan untuk menanyakan keluhan
Mengantuk 75 yang berhubungan dengan gejala OSA.
Restless sleep 99
Mental abnormal 58 ESS digunakan untuk menilai bagaimana
Perubahan personaliti 48 kebiasan tidur dan rasa mengantuk pasien
Impotensi 40
Sakit kepala siang hari 35 dalam kegiatan sehari-hari, sedangkan
Nokturia 30 SSS untuk mengetahui seberapa
Enuresis Tidak diketahui
Nocturnal choking Tidak diketahui mengantuknya pasien pada kegiatan
tersebut. Multiple sleep latency testing
Dilaporkan 50% penderita OSA
(MSLT) adalah pemeriksaan yang bersifat
mempunyai tekanan darah di atas normal,
objektif untuk mengevaluasi derajat
meskipun tidak diketahui apakah hal
beratnya rasa mengantuk yang berlebihan
tersebut merupakan penyebab atau sebagai
di siang hari. Pemeriksa juga harus
akibat apnea tidur. Risiko serangan
menanyakan kepada pasien tentang
13 Mariani Rasjid HS & M. Yogiarto, Obstructive Sleep Apnea (OSA)
MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol.2 No.3 September 2015
tanpa mengeluarkan lidah, dilakukan obstruksi jalan napas saat pasien tidur.
observasi: derajat I, seluruh uvula Ada lima daerah yang perlu diperhatikan,
tervisualisasi; derajat II, uvula yaitu: palatum mole, dinding faring
tervisualisasi tetapi tonsil tidak terlihat; lateral, tonsil palatina, tonsil lingua/dasar
derajat III, palatum mole tervisualisasi, lidah dan epiglotis. Derajat obstruksi
tetapi uvula tidak terlihat; derajat IV, dibagi 7 menjadi empat kategori. Simple
hanya palatum durum yang tervisualisasi. palatal snoring, suara mendengkur berasal
Pemeriksaan ini dapat memprediksi ada dari getaran palatum mole, dinding
tidaknya OSA.9 sfingter velofaring dan orofaring bagian
Pemeriksaan perasat Mueller yang atas. Lateral wall collapse, penyebab
dilakukan saat terjaga, dapat obstruksi berasal dari area orofaring dan
mencerminkan keadaan mendengkur tonsil palatina. Tounge base/epiglotis,
pasien OSA saat tidur dan dapat fungsi sfingter velofaring baik, obstruksi
digunakan untuk memprediksi terdapat pada dasar lidah atau karena
keberhasilan dari operasi hipertrofi tonsil lingua. Epiglotis mungkin
uvulopalatopharyngealplasty (UPPP). memiliki kontribusi terhadap dengkuran.
Caranya adalah dalam posisi duduk, Multi segmental collapse, tampak
dilakukan nasoendoskopi dan pasien obstruksi pada beberapa tingkatan
diinstruksikan untuk melakukan inspirasi anatomi.9
kuat sambil menutup hidung dan mulut. Pemeriksaan sefalometri dan foto
Pada pemeriksaan ini dilakukan penilaian polos saluran napas atas dapat digunakan
luas saluran napas atas pada ruang untuk mengevaluasi kelainan anatomi
retropalatal dan retroglosal. Penyempitan kraniofasial. Komputer tomografi dan
pada ruang ini dapat terjadi magnetic resonance imaging (MRI) juga
anteroposterior, laterolateral atau dapat memfasilitasi untuk
konsentrik.9,10 memahami hubungan antara kelainan
Pemeriksaan sleep endoscopy anatomi kraniofasial dengan gangguan
digunakan untuk memvisualisasikan pernapasan.6,8
15 Mariani Rasjid HS & M. Yogiarto, Obstructive Sleep Apnea (OSA)
MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol.2 No.3 September 2015
Tujuan terapi bedah pada OSA dasar lidah. Keberhasilan teknik ini dalam
adalah untuk memperbaiki volume dan memperbaiki AHI dan saturasi oksigen
bentuk saluran napas atas. Indikasi harus mencapai angka 66-85%.3,4,16
jelas dan dipersiapkan dengan baik. Teknik maksila-mandibular
Indikasi pembedahan OSA adalah AHI osteotomi dapat dilakukan pada pasien
>20x/jam, saturasi O2 <90%, tekanan yang tidak mengalami kemajuan pasca-
esofagus di bawah -10 cmH2O, adanya UPPP dan genioglosus advancement
gangguan kardiovaskuler (seperti aritmia setelah dievaluasi selama enam bulan
dan hipertensi), gejala neuropsikiatri, dengan PSG. Teknik ini mempunyai
gagal dengan terapi non-bedah dan adanya angka keberhasilan 97-100% dalam
kelainan anatomi yang menyebabkan menurunkan AHI dan meningkatkan
obstruksi jalan napas. Tidak ada satu saturasi oksigen darah.3,4,16
teknik yang benar-benar baik untuk Muskukus genioglosus, geniohioid
OSA.6,14,17 dan konstriktor faringeal media berinsersi
Uvulopalatopharyngoplasty pada os hioid. Obstruksi yang terjadi pada
(UPPP) merupakan salah satu teknik hipofaring dapat diperbaiki dengan teknik
operasi dengan melakukan eksisi pada operasi miotomi hioid dengan suspensi.17
margo inferior palatum mole termasuk Laser-assisted uvuloplasty
uvula dan tonsil. Menurut penelitian meta- (LAUP) adalah teknik yang mirip seperti
analisis yang pernah dilakukan, UPPP, namun menggunakan laser (CO2,
dinyatakan UPPP secara signifikan dapat argon). Teknik ini dapat dilakukan dengan
menurunkan AHI dan meningkatkan anastesi lokal dalam 1-3 sesi rawat jalan.
saturasi oksigen. UPPP kurang efektif LAUP tidak direkomendasikan pada
pada pasien usia lanjut dan IMT yang pasien yang memiliki obstruksi pada
tinggi. Genioglosus advancement dapat daerah tonsil, penebalan mukosa faring,
memperbaiki obstruksi retroglosal. Teknik hipertrofi tonsil dan AHI >30. LAUP
ini dilakukan pada pasien dengan AHI sudah sekarang jarang dikerjakan.3,4,16
>30 yang disebabkan oleh obstruksi pada
17 Mariani Rasjid HS & M. Yogiarto, Obstructive Sleep Apnea (OSA)
MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol.2 No.3 September 2015
dengan kelompok kontrol. Ada beberapa besar untuk menjadi hipertensi dalam
mekanisme pada OSA yang memberikan empat tahun ke depan.18-21
kontribusi terhadap peningkatan tekanan Penggunaan terapi CPAP pada
darah. Pada saat terjadinya fase apnea, pasien OSA dilaporkan dapat menurunkan
tidak ada aliran udara ke paru, kadar aktivitas refleks 10 saraf simpatik dan
oksigen darah akan turun dan kadar CO2 tekanan darah malam hari. Penelitian lain
darah naik. Pada awal periode ini, tekanan melaporkan penggunaan CPAP pada
darah akan turun untuk selanjutnya naik pasien OSA dan hipertensi,
secara signifikan sebagai akibat dari menyimpulkan bahwa terapi CPAP
mekanisme refleks simpatis dan usaha mampu menurunkan tekanan darah pada
melawan keadaan obstruksi jalan napas. pasien OSA terutama yang memiliki
Penderita OSA mengalami peningkatan keluhan klinis, tetapi kurang efektif pada
aktivitas saraf simpatik sampai dua kali pasien OSA yang memiliki gejala klinis
normal pada fase apneahipopnea. Repetisi minimal atau yang nonsimtomatis. 2,16,18-21
dari hipoksemia dan arousal yang terjadi OSA, gagal jantung kongestif dan
penyakit koroner
secara terus-menerus pada OSA diduga
menjadi kunci peningkatan tekanan Penderita gagal jantung kongesti
darah. Patofisiologi OSA juga biasanya memiliki faktor sentral sleep
dihubungkan dengan patogenesis apnea atau obstructive sleep apnea.
kerusakan endotel dan gangguan Krieger dan Caples mengutip dari Sin,
kemampuan vasodilatasi pembuluh menyatakan dari 450 penderita gagal
darah.1,2,16,19,20 jantung kongesti (CHF), 32% memiliki
Penelitian Wisconsin Sleep Cohort OSA. Menurut Chan seperti yang dikutip
Study mendapatkan hubungan independen oleh Cramer et al.11 menyatakan 50%
antara OSA dan peningkatan tekanan penderita gagal jantung diastolik memiliki
darah pada siang hari. Penelitian tersebut nilai AHI yang abnormal. Beberapa
menyatakan bahwa orang dewasa dengan penelitian mengindikasikan bahwa OSA
AHI >15 memiliki risiko tiga kali lebih merupakan predisposisi gagal jantung
19 Mariani Rasjid HS & M. Yogiarto, Obstructive Sleep Apnea (OSA)
MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol.2 No.3 September 2015
Penelitian mendapatkan nilai abnormal bulan pada pasien OSA dengan gagal
nokturnal oksimetri (71%) pada pasien jantung, didapatkan penurunan aktivitas
dengan kardiomiopati hipertrofik yang saraf simpatis pada otot jantung, tekanan
berkaitan dengan OSA. Penelitian lain darah dan denyut jantung dibanding yang
juga melaporkan bahwa pasien dengan tidak mendapat terapi. Penelitian RCT
kardiomiopati hipertrofikmengalami skala kecil menyatakan pasien yang
penurunan gejala dan obstruksi jalan mendapat terapi CPAP setelah 1–3 bulan,
napas setelah OSA yang ada diterapi menunjukkan peningkatan aliran dari
dengan CPAP.21-23 ventrikel kiri. Pemberian CPAP pada
Peningkatan aktivitas simpatis pasien OSA juga dapat mengurangi stres
yang juga terjadi pada OSA dapat oksidatif, meningkatkan oksida nitrat
mengakibatkan gangguan hemostasis endotelial dan mediator vasodilatasi
seperti takikardi, kerusakan endotelial. CPAP juga mengurangi
kardiovaskuler, disfungsi endotel, dan frekuensi depresi ST dan angina selama
inflamsi sistemik. Pada penderita OSA, tidur. Dari data yang ada, tanpa pemberian
gangguan hemostasis ini terus terjadi obat-obatan, pemakaian CPAP dapat
walaupun pasien sedang terjaga dan menurunkan tekanan darah, denyut
belum terdeteksi sebagai penderita jantung, dan aktivitas saraf simpatis,
penyakit kardiovaskuler.24 sehingga bisa menurunkan angka
morbiditas dan mortalitas gagal jantung.
Tatalaksana OSA dan penyakit Selain CPAP dapat dilakukan terapi lain
kardiovaskuler
seperti operasi untuk memperbaiki
Terapi yang bertujuan struktur anatomi dan perbaikan pola hidup
memperbaiki aktivitas simpatis akan dengan tujuan memperbaiki IMT serta
memberikan perbaikan pada penyakit lingkar leher pasien.16,21-23
kardiovaskuler. Somers et al.25 mengutip The American Society of
dari hasil penelitian Usui, yang Anesthesiologist mempublikasikan
memberikan terapi CPAP selama satu algoritma terbaru tentang tatalaksana peri-
21 Mariani Rasjid HS & M. Yogiarto, Obstructive Sleep Apnea (OSA)
MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol.2 No.3 September 2015