Anda di halaman 1dari 5

Kategori Akhlak

Rabu, 2 Februari 2005 10:39:12 WIB

TIDAK ADA YANG PERLU DIBINGUNGKAN


DALAM MENGHADAPI PERBEDAAN
PENDAPAT DI KALANGAN PARA ULAMA

Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

Pertanyaan:
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
ditanya : Saya mahasiswa tahun-tahun
pertama di fakultas Syari'ah, kami banyak
menemukan permasalahan yang
mengandung perbedaan pendapat, dan
terkadang pendapat yang rajih dalam
sebagian masalah, ternyata bertolak
belakang dengan sebagian pendapat ulama
sekarang. Atau kadang kami menemukan
masalah-masalah tapi tidak ada satu pun
yang rajih, sehingga kami bingung dalam hal
ini. Apa yang harus kami lakukan berkenaan
dengan masalah yang mengandung
perbedaan pendapat atau ketika kami
ditanya oleh orang lain? Semoga Allah
memberi kebaikan pada Syaikh.

Jawaban.
Pertanyaan semacam ini tidak hanya dialami
oleh para penuntut ilmu syari'at, tapi
merupakan masalah umum setiap orang.
Jika seseorang mendapati perbedaan
pendapat tentang suatu fatwa, ia akan
kebingungan. Tapi sebenarnya tidak perlu
dibingungkan, karena seseorang itu, jika
mendapatkan fatwa yang berbeda, maka
hendaknya ia mengikuti pendapat yang
dipandangnya lebih mendekati kebenaran,
yaitu berdasarkan keluasan ilmunya dan
kekuatan imannya, sebagaimana jika
seseorang sakit, lalu ada dua dokter yang
memberikan resep berbeda, maka
hendaknya ia mengikuti perkataan dokter
yang dipandangnya lebih benar dalam
memberikan resep obat. Jika ada dua
pendapat yang dipandangnya sama, atau
tidak dapat menguatkan salah satu pendapat
yang berbeda itu, maka menurut para ulama,
hendaknya ia mengikuti pendapat yang lebih
tegas, karena itu lebih berhati-hati. Sebagian
ulama lainnya mengatakan, hendaknya ia
mengikuti yang lebih mudah, karena
demikianlah dasar hukum dalam syari' at
Islam. Ada juga yang berpendapat, boleh
memilih di antara pendapat yang ada.

Yang benar adalah mengikuti yang mudah,


karena hal itu sesuai dengan konsep
mudahnya agama Islam, berdasarkan firman
Allah Subhanahu wa Ta'ala.

"Artinya : Allah menghendaki kemudahan


bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran
bagimu." [Al-Baqarah: 185]

Dan firmanNya.

sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu


dalam agama suatu kesempitan."[Al-Hajj: 78]
Serta sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam

"Artinya : Bersikap mudahlah kalian dan


jangan mempersulit. "[1]

Lain dari itu, karena pada mulanya manusia


adalah "bebas dari tanggung jawab"
sehingga ada sesuatu yang mengubah
status dasar ini. Kaidah ini berlaku bagi
orang yang tidak dapat mengetahui yang
haq dengan dirinya sendiri. Namun bagi
yang bisa, seperti halnya thalib 'Urn
(penuntut ilmu syar'i) yang bisa membaca
pendapat-pendapat seputar masalah
dimaksud, maka hendaknya memilih
pendapat yang dipandangnya lebih benar
berdasarkan dalil-dalil yang ada padanya.
Dalam hal ini ia harus meneliti dan membaca
untuk mengetahui pendapat yang lebih
benar di antara pendapat-pendapat yang
diungkapkan oleh para ulama.

[Kitabud Da'Wah (5), haL. 45-47, SyaikH


Ibnu Utsaimin]
[Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah
Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama
Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-
Fatwa Terkini-2, Darul Haq]
_________
Foote Note
[1]. HR. AI-Bukhari dalam Al-'Ilm (69).

Sumber
: http://www.almanhaj.or.id/content/1330/slas
h/0

Anda mungkin juga menyukai