Anda di halaman 1dari 11

DASAPE

Manusia dan Pendidikan

Dalam membahas hubungan antara manusia dan pendidikan terlebih dahululu kita bahas
mengenai :

Hakikat Manusia : dalam hal ini ada 11 bahasan pokok mengenai hakikat manusia yang pertama
mengenai hakikat manusia yaitu :

Manusia adalah makhluk Tuhan YME :

Ada dua aliran filsafat yang mengatakan tentang asal-usul manusia yaitu Evolusianisme dan
kreasionisme . menurut evolinisme , manusia adalah hasil puncak dari mata rantai evolusi yang
terjadi di alam semesta. Sedangkan menurut kreasionisme mengatakan asal-usul manusia adalah
ciptaan Tuhan YME. Secara filosofi penolakan terhadap paham evolusionisme antara lain
didasarkan kepada empat argumen:

Argument antologis yaitu semua manusia memiliki ide tentang TUHAN

Argument kosmologis yaitu segala sesuatu yang ada mesti mempunyai suatu sebab

Argument teleogis yaitu segala sesuatu mempunyai tujuan

Argument moral yaitu manusia itu bermoral ia, dapat membedakan perbuatan yang baik dan
jahat.

Manusia sebagai kesatuan badani dan rohani

Menurut Schumacher (1980) masnusia adalah kesaruan dari yang bersifat badani dan rohani
yang secara prinsip berbeda daipada benda, tumbuhan, hewan maupun tuhan. Sejalan dengan ini
abdurahman sholih Abdullah (1991) menegaskan:

Meski manusia merupakan perpaduan dua unsur yan berbeda roh dan badan namun ia
merupakan pribadi yang internal. Manusia mempunyai potensi untuk beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan YME dan potensi untuk berbuat baik namun, disamping itu karena hawa nafsunya
. ia pun memiliki ppotensi untuk berbuat jahat.

Individualitas/ personalitas

Mengapa demikian, karena manusia adalah suatu kesatuan yang tidak dapat dibagi, memiliki
perbedaan dengan yang lainnya sehingga besifat unik, dan merupakan subyek / pribadi yang
atonom.

Sosialitas
Sekalipun setiap manusia adalah individual / personal tetapi ia tidak hidup sendirian, tidak
mungkin hidup sendirian dan tidak mungkin hidup hanya untuk dirinya sendiri, melainkan ia
juga hidup dalam keterpautan dengan sesamanya. Karena setiap manusia adalah pribadi /
individu dank arena terdapat hubungan pengaruh timbal balik anatara individu dengan
sesamanya, maka idealnya situasi hubungan anatara individu dengan sesamanya itu tidk
merupakan hubungan anatara subjek dengan objek melainkan subjek dengan subjek yang di
kemukakan oleh Martin buber disebut hubungan I-Thou/ aku engkau (maurie s. friedman).

Kebudayaan

Manusia memiliki inisiatif dalam menciptakan kebudayaan, ia hidup berbudaya dan membudaya.
Karena itu kebudayaan bukan sesuatu yang ada diluar manusia, melainkan meliputi perbuatan
manusia itu sendiri. Didalam kebudayaan dan dengan kebudayaan itu manusia dapat menemukan
dan memwujudkan diri.

Moralitas

Manusia memiliki dimensi moralitas karena ia memiliki kata hati yang dapat membedakan anatar
baik dan jahat. Karena manusia mempunyai kebebasan memilih untuk bertindak / berbuat maka
selalu ada penilaian moral atau tuntutan pertanggungjawaban atas setiap perbuatanya.

Keberagaman

Dalam keberagaman ini manusia dapat meraskan hidupnya menjadi bermakna. Ia memperoleh
kejelasan tentang asal-usulnya, dasar hidupnya, tata carahidupnya, dan menjadi jelas pula
kemana arah tujuan hidupnya.

Historitas

Eksistensi manusia memiliki dimensi historistas , artinya bahwa keberadaan manusia pada saat
ini terpaut kepada masa lalunya, ia belum selesai mewujudkan dirinya sebagai manusia, ia
mengarah ke masa depan untuk mencapai tujuan hidupnya.

Komunikasi / interaksi

Dalam rangka mencapai tujuan hidupnya, manusia berinteraksi / berkomunikasi. Komunikasi /


interaksi ini dilakukan nya baik secara vertical, yaitu dengan Tuhannya secara horizontal yaitu
dengan alam dan sesame manusia serta budayanya.

Dinamika

Adapun dinnamika itu adalah untuk penyempurnaan diri baik dalam hubungan nya dengan
sesame, dunia dan Tuhan. Manusia adalah subjek , sebab itu ia dapat mengontrol dinamikanya.
Idealnya manusia harus secara sengaja dan secara prinsip menguasai dirinya agar dinamikanya
itu betul-betul sesuai dengan arah yang seharusnya.
Eksistensi

Manusia adalah untuk menjadi manusia, adapun manusia ideal yang dimagsud adalah manusia
yang mampu mewujudkan berbagai potensinya secara optimal, sehingga beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan YME. Berakhlak mulia, sehat, cerdas, berperasaan, berkemauan, dan mampu
berkarya, mampu memenuhi berbagai kebutuhannya secara wajar, mampu mengendalikan hawa
nafsunya berkepribadian bermasyarakat dan berbudaya.

B prinsip antropologi keharusan pendidikan

Manusia sebagai mahluk yang perlu di didik dan perlu mendidik diri .

Prinsip historitas

Manusia berada dalam perjalanan hidup,dalam perkembangan dan pengembangan diri .

Prinsip idealitas

Manusia mengemban tugas untuk menjadi manusia ideal. Sosok ideal merupakan gambaran
manusia yang dicita-citakan atau yang seharusnya.

Prinsip pobillitas / aktualitas

Perkembangan manusia bersifat terbuka. Manusia telah dibekali berbagai potensi untuk mampu
menjadi manusia. Berbagai kemampuan yang seharusnya dilakukan manusia tidak di bawa sejak
kelahirannya melainkan harus di proleh setelah kelahirannya dalam perkembangannya menuju
kedewasaannya.

Sebaik dan sekuat apapun upaya yang di berikan pihak lain (pendidik) kepada seseorang (peserta
didik) untuk membatunya menjadi manusia, tetapi apabila seseorang tersebut tidak mau
mendidik diri, maka upaya bantuan tersebut tidak akan memberikan kontribusi bagi
kemungkinan seseorang tadi untuk menjadi manusia.

Menurut Immanuel Kant dalam teori pendidikannya, menyimpulkan manusia dapat menjadi
manusia hanya melalui pendidikan.

Berdasarkan uraian terdahulu dapat disimpulkan, bahwa manusia adalah mahluk yang perlu didik
dan mendidik diri. Terdapat 3 prinsip antropologis yang menjadi asumsi, perlunya manusia
mendapat pendidikan dan perlu mendidik diri yaitu :

Prinsip historitas

Prinsip idealitas

Prinsip posibilitas
C Prinsip antropologis

Kemungkinan pendidikan manusia sebagai makhluk yang dapat di didik manusia perlu di didik
dan mendidik diri.

Bedasarkan hal tersebut dapat ditemukan 5 prinsip antropologis yang melandasi kemungkinan
manusia akan dapat di didik yaitu :

Prinsip potensialitas

Pendidikan bertujuan agar seseorang menjadi manusia ideal, sosok manusia ideal tersebut antara
lain adalah manusia yang beriman dan bertaqwa kepada tuhan YME, bermoral/berakhlak mulia,
cerdas, berperasaan, berkemauan, mampu berkarya, dsb.

Oleh karena itu, manusia akan dapat dididik karena ia memiliki potensi untuk menjadi manusia
ideal.

Prinsip dinamika

Ditinjau dari sudut pendidik, pendidikan diupayakan dalam rangka memfasilitasi peserta didik
agar menjadi manusia ideal.

Dinamika manusia mengimplikasi bahwa ia akan dapat didik

Prinsip individualitas

Praktek pendidikan merupakan upaya pendidik memfasilitasi peserta didik (manusia) yang antara
lain diarahkan agar mampu menjadi dirinya sendiri. Sebab itu, individualitas mengimplikasi
bahwa peserta didik (manusia) akan dapat dididik.

Prinsip sosialitas

Pendidikan hakikatnya berlangsung dalam pergaulan (interaksi/komunikasi) antar sesame


manusia (pendidik dan peserta didik).

Prinsip moralitas

Pendidikan bersifat normative, artinya dilaksanakan berdasarkan system norma dan nilai
tertentu. Disamping itu, pendidikan bertujuan agar manusia berakhlak mulia, agar manusia
berprilaku sesuai dengan nilai nilai dan norma – norma yang bersumber dari agama, masyarakat,
dan budayanya. Dipihak lain, manusia berdimensi moralitas, manusia mampu membedakan yang
baik dan yang tidak baik. Sebab itu, dimensi moralitas mengimplikasi bahwa manusia dapat
dididik.

D. pendidikan sebagai humanisasi


Devinisi pendidikan

Manusia adalah makhluk yang perlu dididik dan dapat dididik. Eksitansi manusia tiada lain
adalah untuk menjadi manusia. Manusia akan dapat menjadi manusia hanya melalui pendidikan.

Implikasinya maka pendidikan tiada lain adalah humanisasi (upaya memanusiakan manusia).

Sasaran pendidikan hakikatnya adalah manusia sebagai kesatuan yang terintegrasi.

Mengacu kepada konsep hakikat manusia sebagaimana telah kita pahami melalui uraian dimuka,
maka sosok manusia yang dicita-citakan atau menjadi tujuan pendidikan itu tiada lain adalah
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, cerdas,
berprasaan, berkemauan, dan mampu berkarya, mampu memenuhi berbagai kebutuhan secara
wajar, mampu mengendalikan hawa nafsunya, berkepribadian, bermasyarakat dan berbudaya.

Pendidikan perlu dilaksanakan pada setiap tahap perkembangan manusia. Pentingnya pendidikan
bukan hanya pada masa kekanak-kanakan saja, melainkan sepanjang hayat.

Peserta didik hakikatnya adalah subjek otonom, sesuai dengan prinsip itu, bahwa yang berupaya
mewujudkan potensi kemanusiaan itu adalah peserta didik itu sendiri.

Implikasinya, peran pendidik bukanlah membentuk peserta didik, melainkan membantu atau
memfasilitasi peserta didik untuk mewujudkan dirinya dengan mengacu kepada semboyan
ingarso sung tulodo (memberikan teladan), ing madya mangun karso (membangkitkan semangat,
kemauan), dan tut wuri handayani (membimbing/memimpin)

Sifat pendidik yang normative dan dimensi moralitas mengiplikasikan bahwa pendidikan
hanyalah bagi manusia, tidak ada pendidikan bagi hewan.

Kalau dicermati secara seksama, pendidikan merupakan suatu

kegiatan yang melibatkan dua pihak sekaligus. Pihak pertama adalah

subjek pendidikan, yakni pihak yang melaksanakan pendidikan, sedangkan

pihak kedua adalah objek pendidikan, yakni pihak yang menerima

pendidikan.

Dalam mendidik juga dibutuhkan keikhlasan dalam memberikan

arahan. Ikhlas adalah kondisi rohani yang melahirkan niat tulus dalam
berbuat semata-mata karena Allah, tidak karena motif dan kepentingan

lainnya. Pada dasarnya manusia diciptakan oleh tuhan untuk belajar

sepanjang hidupnya, yaitu mempelajari kedudukan dirinya sebagai

makhluk ciptaan Allah yang terbaik, mulia, dan multi dimensi. Mempelajari

peranannya sebagai khalifah, mempelajari dan mengevaluasi proses-

proses belajar yang dilaluinya. Mengorek kesalahan yang lalu, meneliti

kekurangan sekarang, dan mempredeksikan kemajuan yang akan

datang. [1]

Maka dapat dikatakan bahwa, Manusia sebagai pendidik adalah

Setiap orang yang dengan sengaja mempengaruhi orang lain untuk

mencapai tingkat kemanusiaan yang lebih tinggi. Ini sesuai dengan nilai-

nilai Pancasila. Bahkan dalam pandangan agama, yang dianggap sebagi

agama monoteisme, manusia merupakan sosok yang sentral dalam

penciptaan. Segala sesuatu dicipta untuk manusia. Tuhan mencipta terang,

cakrawala, laut, darat, semua jenis tumbuh-tumbuhan, matahari, bulan,

bintang, semua mahluk hidup di laut seperti ikan, dan di darat, dan segala

jenis burung di udara, dan terakhir Ia menciptakan Manusia.[2]

Secara formal mendidik memang tanggung jawab guru atau dosen,

akan tetapi secara moral mendidik adalah tanggung jawab semua umat

manusia. Pendidik yang pertama ialah pendidik yang disebabkan karena


tanggung jawab, pendidik yang kedua ialah pendidik yang memperoleh

tugas karena orang tua untuk sementara tidak dapat untuk melakukan

pendidikan. Yang dalam hal ini pendidik harus mempunyai kelebihan dalam

ilmu pengetahuan, mampu mengimplisitkan nilai dalam ilmu pengetahuan

yang dimilikinya itu, dan bersedia menularkan nilai beserta pengetahuan

yang dimilikinya itu.[3]

B. Peran Manusia sebagai Pendidik

Peran manusia sebagai pendidik merupakan peran yang berkaitan

dengan tugas-tugas dalam member bantuan dan dorongan (supporter).

Tugas-tugas pengawasan dan pembinaan (supervisor), serta tugas-tugas

yang berkaitan dengan mendisiplinkan anak agar anak itu menjadi patuh

terhadap aturan-aturan sekolah dan norma hidup dalam keluarga dan

masyarakat. Tugas-tuga itu berkaitan dengan meningkatkan pertumbuhan

dan perkembangan anak untuk memperoleh pengalaman-pengalaman

lebih lanjut seperti, penggunaan kesehatan jasmani, bebas dari orang tua,

dan orang dewasa lainnya. Moralitas tanggung jawab kemasyarakatan,

pengetahuan dan keterampilan dasar, persiapan untuk perkawinan dan

hidup berkeluarga, pemilihan jabatan dan hal-hal yang bersifat personal


dan spiritual. Oleh karena itu, tugas manusia sebagai pendidik (khususnya

Guru) dapat disebut sebagai pendidik dan pemelihara.

Adapun peran guru sebagai pendidik adalah seperti yang dipaparkan

pada UU No. 14 tahun 2005 yaitu sebagai pendidik, pembimbing,

penasehat, pengajar, pelatih, dan sebagai contoh suri tauladan.

Dalam Al-Qur’an (surah Ar-Rahman 1-4) dijelaskan:

a. sifat-sifat pendidik adalah yang murah hati, penyayang dan lemah lembut,

santun dan berakhlak mulia kepada anak didiknya.

b. Seorang guru hendaknya memiliki potensi Paedagogis yang baik

sebagaimana Allah mengajarkan Al-Qur’an kepada Nabi-Nya.

c. Al-Qur’an menunjukkan sebagai materi yang diberikan kepada anak didik

adalah kebenaran atau ilmu dari Allah (kompetensi professional)

d. Keberhasilan pendidik adalah ketika anak didik mampu menerima dan

mengembangkan ilmu pengetahuan yang diberikan, sehingga anak didik

menjadi generasi yang memiliki kemampuan spiritual dan intelektual.

Dalam surah Al-Luqman juga dapat diambil beberapa pokok pikiran

sebagai berikut:
a. Orang tua wajib member pendidikan kepada anak-anaknya. Sebagaimana

tugasnya, mulai dari melahirkan samapi Akil baligh.

b. Perioritas pertama adalah penanaman akidah dan akhlak.

c. Dalam mendidik hendaknya menggunakan pendekatan yang bersifat

kasih saying, sesuai makna seruan Luqman kepada anak-anaknya “Yaa

Bunayya” (wahai anak-anakku). Seruan tersebut menyiaratkan sentuhan

kasih saying, tetapi dalam koridor ketegasan dan kedisiplinan.[4]

C. Hakekat Manusia sebagai pendidik

a. Pendidik sebagai agen pembaharuan

b.Pendidik adalah pendukung dan pemimpin nilai masyarakat

c. Pendidik sebagai fasilitator

d.Pendidik bertanggung jawab atas tercapainya hasil belajar peserta didik

e.Pendidik dituntut untuk menjadi contoh yang baik

f. Pendidik menjujung tinggi kode etik professional

Secara formal manusia sebagai pendidik dikatakan sebagai

Guru/Dosen, dalam UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Guru

adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik mengajar,

membimbing, mengajar, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik,


pada pendidikan usia dini, jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan

menengah.

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Dalam dunia pendidikan baik formal maupun nonformal, manusia

sangat dibutuhkan dalam mendidik peserta didik. Dimana dalam hal ini

pendidik harus dituntut untuk berlaku jujur, disiplin, menaungi, dan member

cobtoh yang baik terhadap anak didiknya. Dalam Al-Qur’an telah dijelaskan

dengan sangat rinci bahwasanya manusia diciptakan untuk mengajari

anak-anak mereka sejak ia lahir sampai anak tersebut memasuki usia akil

baligh.

[1] Ismail Thoib, Filsafat Pendidikan Islam (mataram, LEPPIM, 2012)


[2] http//manusia sebagai pendidik/slideshare, 19:24 15-4-2014

[3]http//manusia sebagai focus pendidikan, 19:51 15-4-2014

[4] http//dalilAl-qur’an tentang pendidikan.com (20 april 2014, 10:27)

Anda mungkin juga menyukai