Anda di halaman 1dari 15

PEMBAHASAN

1. Sejarah dan Perkembangan Demokrasi


Istilah "demokrasi" berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno
pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah
sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini
telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-
18, bersamaan dengan perkembangan sistem "demokrasi" di banyak negara. Kata
"demokrasi" berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein
yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau
yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
Kata demokrasi merujuk kepada konsep kehidupan negara atau masyarakat,
dimana warga negara dewasa turut berpartisipasi dalam pemerintahan melalui wakilnya
yang diplih melalui pemilu. Pemerintahan di Negara demokrasi juga mendorong dan
menjamin kemerdekaan berbicara, beragarna, berpendapat, berserikat setiap warga
Negara, menegakan rule of law, adanya pemerintahan menghormati hak-hak kelompok
minoritas; dan masyarakat warga Negara memberi peluang yang sama untuk
mendapatkan kehidupan yang layak.
Dapat disimpulkan bahwa pengertian demokrasi adalah bentuk pemerintahan
yang berasal dari rakyat, dilakukan oleh rakyat, dan dipergunakan untuk kepentingan
rakyat.
Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu
politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebutsebut sebagai indikator
perkembangan politik suatu negara. Demokrasi menempati posisi vital dalam kaitannya
pembagian kekuasaan dalam suatu negara (umumnya berdasarkan konsep dan prinsip
trias politica) dengan kekuasaan negara yang diperoleh dari rakyat juga harus digunakan
untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
Prinsip semacam trias politica ini menjadi sangat penting untuk diperhitungkan
ketika fakta-fakta sejarah mencatat kekuasaan pemerintah (eksekutif) yang begitu besar
ternyata tidak mampu untuk membentuk masyarakat yang adil dan beradab, bahkan
kekuasaan absolut pemerintah seringkali menimbulkan pelanggaran terhadap hak-hak
asasi manusia.
Demikian pula kekuasaan berlebihan di lembaga negara yang lain, misalnya
kekuasaan berlebihan dari lembaga legislatif menentukan sendiri anggaran untuk gaji dan
tunjangan anggota-anggotanya tanpa mempedulikan aspirasi rakyat, tidak akan membawa
kebaikan untuk rakyat. Intinya, setiap lembaga negara bukan saja harus akuntabel
(accountable), tetapi harus ada mekanisme formal yang mewujudkan akuntabilitas dari
setiap lembaga negara dan mekanisme ini mampu secara operasional (bukan hanya secara
teori) membatasi kekuasaan lembaga negara tersebut (Jailani, 2015).

2. Ciri-Ciri Sistem Demokrasi

Ciri-ciri sistem demokrasi dimaksudkan untuk membedakan penyelenggaraan


pemerintahan Negara yang demokratis, yaitu:

1. Memungkinkan adanya pergantian pemerintahan secara berkala


2. Anggota masyarakat memiliki kesempatan yang sama menempati kedudukan
dalam pemerintahan untuk masa jabatan tertentu, seperti; presiden, menteri,
gubemur dsb
3. Adanya pengakuan dan anggota masyarakat terhadap kehadiran tokoh-tokoh
yang sah yang berjuang mendapatkan kedudukan dalam pemerintahan; sekaligus
sebagai tandingan bagi pemerintah yang sedang berkuasa
4. Dilakukan pemilihan lain untuk memilih pejabat-pejabat pemerintah tertentu
yang diharapkan dapat mewakili kepentingan rakyat tertentu
5. Agar kehendak masing-masing golongan dapat diketahui oleh pemenntah atau
anggota masyarakat lain, maka harus diakui adanya hak menyatakan pendapat
(lisan, tertulis, pertemuan, media elektronik dan media cetak, dsb);
6. Pengakuan terhadap anggota masyarakat yang tidak ikut serta dalam pemilihan
umum (Nugroho, 2012).
3. Prinsip Demokrasi

Suatu Negara dikatakan demokratis apabila system pemerintahannya mewujudkan


prinsip-pnnsip demokrasi. Robert. Dahi (Sranti, dkk; 2008) menyatakan terdapat
beberapa prinsip demokrasi yang harus ada dalam system pemerintahan Negara
demokrasi, yaltu:

1. Adanya control atau kendali atas keputusan pemerintah. Pemerintah dalam


mengambil keputusan dikontrol oleh lembaga legislative (DPR dan DPRD).
2. Adanya pemilihan yang teliti dan jujur. Demokrasi dapat berjalan dengan baik
apabila adanya partisipasi aktif dan warga Negara dan partisipasi tersebut
dilakukan dengan teliti dan jujur.Warga Negara diberi informasi pengetahuan
yang akurat dan dilakukan dengan jujur.
3. Adanya hak memilih dan dipilih. Hak untuk memilih, yaitu memberikan hak
pengawasan rakyat terhadap pemerintahan, serta memutuskan pilihan terbaik
sesuai tujuan yang ingin dicapai rakyat. Hak dipilih yaitu memberikan
kesempatan kepada setiap warga Negara untuk dipilih dalam menjalankan
amanat dari warga pemilihnya.
4. Adanya kebebasan menyatakan pendapat tanpa ancaman. Demokrasi
membutuhkan kebebasan dalam menyampaikan pendapat, bersenkat dengan rasa
aman.
5. Adanya kebebasan mengakses informasi. Dengan membutuhkan informasi yang
akurat, untuk itu setiap warga Negara harus mendapatkan akses informasi yang
memadai. Setiap keputusan pemerintah harus disosialisasikan dan mendapatkan
persetujuan DPR, serta menjadi kewajiban pemenntah untuk memberikan
inforrnasi yang benar.
6. Adanya kebebasan berserikat yang terbuka. Kebebasan untuk berserikat ini
memberikan dorongan bagi warga Negara yang merasa lemah, dan untuk
memperkuatnya membutuhkan teman atau kelompok dalam bentuk serikat.
Untuk mengukur pelaksanaan pemerintahan demokrasi, perlu diperhatikan beberapa
parameter demokrasi, yaitu:

1. Pembentukan pemerintahan melalui pemilu. Pembentukan pemerintahan


dilakukan dalam sebuah pemilihan umum yang dilaksanakan dengan teliti dan
jujur.
2. Sistem pertanggungjawaban pemerintah. Pemerintahan yang dihasilkan dan
pemilu harus mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan dalam
periode tertentu.
3. Penganturan system dan distribusi kekuasaan Negara. Kekuasaan Negara
dijalankan secara distributive untuk menghindari penumpukan kekuasaan dalam
satu tangan (legislative, eksekutiv, dan yudikatif).
4. Pengawasan oleh rakyat. Demokrasi membutuhkan system pengawasan oleh
rakyat terhadap jalannya pemerintahan, sehingga terjadi mekanisme yang
memungkinkan chek and balance terhadap kekuasaan yang dijalankan eksekutif
dan legislative.
4. Manfaat Demokrasi
Demokrasi dapat memberi manfaat dalam kehidupan masyarakat yang
demokratis, yaitu:
1. Kesetaraan sebagai warga Negara. Disini demokrasi memperlakukan semua orang
adalah sama dan sederajat. Prinsip kesetaraan menuntut perlakuan sama terhadap
pandangan-pandangan atau pendapat dan pilihan setiap warga Negara.
2. Memenuhi kebutuhan-kebutuhan umum. Kebijakan dapat mencerminkan keinginan
rakyatnya. Semakin besar suara rakyat dalam menentukan semakin besar pula
kemungkinan kebijakan itu menceminkan keinginan dan aspirasi rakyat.
3. Demokrasi mengisyaratkan kebhinekaan dan kemajemukan dalam masyarakat
maupun kesamaan kedudukan diantara para warga Negara. Dalam demokrasi untuk
mengatasi perbedaan-perbedaan adalah lewat diskusi, persuasi, kompromi, dan bukan
dengan paksanaan atau pameran kekuasaan.
4. Menjamin hak-hak dasar. Demokrasi menjamin kebebasan-kebebasan dasar tentang
hak-hak sipil dan politis; hak kebebasan berbicara dan berekspresi, hak berserikat dan
berkumpul, hak bergerak, dsb. Hak-hak itu memungkinkan pengembangan diri setiap
individu dan memungkinkan terwujudnya keputusan-keputusan kolektif yang lebih
baik.
5. Pembaruan kehidupan social. Demokrasi memungkinkan terjadinya pembawan
kehidupan social. Penghapusan kebijakan-kebijakan yang telah usang secara rutin dan
pergantian para politisi dilakukan dengan cara yang santun, dan damai. Demokrasi
memuluskan proses alih generasi tanpa pergolakan (Sulisworo dkk, 2012).

5.Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia

Dalam perjalanan sejarah bangsa, ada empat macam demokrasi di bidang politik yang
pernah diterapkan dalam kehidupan ketatanegaraan Indonesia, yaitu:

1. Demokrasi Parlementer (liberal)

Demokrasi ini dipraktikan pada masa berlakunya UUD 1945 periode pertama
(1945-1949) kemudian dilanjutkan pada bertakunya Konstitusi Republik Indonesia
Serikat (UUD RIS) 1949 dan UUDS 1950. Demokrasi ini secara yuridis resmi berakhir
pada tanggal 5 Juti 1959 bersamaan dengan pemberlakuan kembal UUD 1945.

Pada masa berlakunya demokrasi parlementer (1945-1959), kehidupan politik dan


pemerintahan tidak stabil, sehingga program dari suatu pemerintahan tidak dapat
dijalankan dengan baik dan berkesinambungan. Timbulnya perbedaan pendapat yang
sangat mendasar diantara partai politik yang ada pada saat itu.

2. Demokrasi Terpimpin

Mengapa lahir demokrasi terpimpin?, yaitu lahir dari keinsyafan, kesadaran, dan
keyakinan terhadap keburukan yang diakibatkan oleh praktik demokrasi parlementer
(liberal) yang melahirikan terpecahnya masyarakat, baik dalam kehidupan politik maupun
dalam tatanan kehidupan ekonomi.

Demokrasi terpimpin tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945 serta
budaya bangsa Indoesia. Namun dalam praktiknya, konsep-konsep tersebut tidak
direalisasikan sebagaimana mestinya, sehingga seringkali menyimpang dan nilai-riilai
Pancasila, UUD 1945, dan budaya bangsa. Penyebabnya adalah selain terletak pada
presiden, juga karena kelemahan legislative sebagai patner dan pengontrol eksekutiI serta
situasi social poltik yang tidak menentu saat itu (Purba, 2015).

3. Demokrasi Pancasila Pada Era Orde Baru

Demokrasi Pancasila mengandung arti bahwa dalam menggunakan hak-hak


demokrasi haruslah disertai rasa tanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa menurut
agama dan kepercayaan masing-masing, menjunjung tinggi nilal-nilal kemanusiaan
sesuai dengan martabat dan harkat manusia, haruslah menjamin persatuan dan kesatuan
bangsa, mengutamakan musyawarah dalam menyelesaian masalah bangsa, dan harus
dimanfaatkan untuk mewujudkan keadilan social. Demokrasi Pancasila berpangkal dari
kekeluargaan dan gotong royong. Semangat kekeluargaan itu sendiri sudah lama dianut
dan berkembang dalam masyarakat Indonesia, khususnya di masyarakat pedesaan.

Mengapa lahir demokrasi Pancasila? Munculnya demokrsi Pancasila adalah


adanya berbagai penyelewengan dan permasalahan yang di alami oleh bangsa Indonesia
pada berlakunya demokrsi parlementer dan demokrasi terpimpin. Kedua jenis demokrasi
tersebut tidak cocok doterapkan diindonesia yang bernapaskan kekeluargaan dan gotong
royong.

4. Demokrasi Pancasila Pada Era Orde Reformasi

Demokrasi yang dijalankan pada masa reformasi ini masih tetap demokrasi
pancasila. Namun perbedaanya terletak pada aturan pelaksanaan. Berdasarkan peraturan
perundang-undangan dan praktik pelaksanaan demokrasi, terdapat beberapa perubahan
pelaksanaan demokrasi pancasila dari masa orde baru pelaksanaan demokrasi pada masa
orde reformasi sekarang ini yaitu :

a. umum lebih demokratis


b. Partai politik lebih mandiri
c. Lembaga demokrasi lebih berfungsi
d. Konsep trias politika (3 Pilar Kekuasaan Negara) masing-masing bersifat otonom
penuh.
Adanya kehidupan yang demokratis, melalui hukum dan peraturan yang dibuat
be\rdasarkan kehendak rakyat, ketentraman dan ketertiban akan lebih mudah diwujudkan.
Tata cara pelaksanaan demokrasi Pancasila dilandaskan atas mekanisme konstitusional
karena penyelenggaraan pemeritah Negara Republik Indonesia berdasarkan konstitusi.

Demokrasi pancasila hanya akan dapat dilaksanakandengan baik apabila nilai-


nilai yang terkandung didalamnya dapat dipahami dan dihayati sebagai nilai-nilai budaya
politik yang mempengaruhi sikap hidup politik pendukungnya (Purnaweni, 2014).

Catatan penting : kegagalan Demokrasi Pancasila pada zaman orde baru, bukan
berasal dari konsep dasar demokrasi pancasila, melainkan lebih kepada praktik atau
pelaksanaanya yang mengingkari keberadaan Demokrasi Pancasila.

6. Demokrasi di Indonesia
Semenjak kemerdekaan 17 agustus 1945, Undang Undang Dasar 1945
memberikan penggambaran bahwa Indonesia adalah negara demokrasi.Dalam
mekanisme kepemimpinannya Presiden harus bertanggung jawab kepada MPR dimana
MPR adalah sebuah badan yang dipilih dari Rakyat. Sehingga secara hirarki seharusnya
rakyat adalah pemegang kepemimpinan negara melalui mekanisme perwakilan yang
dipilih dalam pemilu.
Indonesia sempat mengalami masa demokrasi singkat pada tahun 1956 ketika
untuk pertama kalinya diselenggarakan pemilu bebas di indonesia, sampai kemudian
Presiden Soekarno menyatakan demokrasi terpimpin sebagai pilihan sistem
pemerintahan. Setelah mengalami masa Demokrasi Pancasila, sebuah demokrasi semu
yang diciptakan untuk melanggengkan kekuasaan Soeharto, Indonesia kembali masuk
kedalam alam demokrasi pada tahun 1998 ketika pemerintahan junta militer Soeharto
tumbang. Pemilu demokratis kedua bagi Indonesia terselenggara pada tahun 2004 Bisa
dikatakan bahwa Indonesia sangat berpotensi menjadi kiblat demokrasi di kawasan Asia,
berkat keberhasilan mengembangkan dan melaksanakan sistem demokrasi.
Menurut Ketua Asosiasi Konsultan Politik Asia Pasifik (APAPC), Pri Sulisto,
keberhasilan Indonesia dalam bidang demokrasi bisa menjadi contoh bagi negara-negara
di kawasan Asia yang hingga saat ini beberapa di antaranya masih diperintah dengan
‘tangan besi’. Indonesia juga bisa menjadi contoh, bahwa pembangunan sistem
demokrasi dapat berjalan seiring dengan upaya pembangunan ekonomi. Ia menilai,
keberhasilan Indonesia dalam bidang demokrasi yang tidak banyak disadari itu, membuat
pihak luar termasuk Asosiasi Internasional Konsultan Politik (IAPC), membuka mata
bangsa Indonesia, bahwa keberhasilan tersebut merupakan sebuah prestasi yang luar
biasa.
Prestasi tersebut juga menjadikan Indonesia sangat berpotensi mengantar
datangnya suatu era baru di Asia yang demokratis dan makmur. Dalam kesempatan yang
sama, Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono yang akrab disapa SBY
menerima anugerah medali demokrasi. SBY pun memaparkan panjang lebar perjalanan
demokrasi Indonesia. Menurutnya, demokrasi Indonesia merupakan jawaban terhadap
skeptisme perjalanan demokrasi di negeri ini. Beliau pun mencontohkan beberapa nada
skeptis yang ditujukan kepada Indonesia. Pertama, demokrasi akan membawa situasi
kacau dan perpecahan. Demokrasi di Indonesia hanyalah perubahan rezim, demokrasi
akan memicu ekstrimisme dan radikalisme politik di Indonesia. Beliau pun
menambahkan bahwa demokrasi di Indonesia menunjukkan Islam dan moderitas dapat
berjalan bersama.
Dan terlepas dari goncangan hebat akibat pergantian 4 kali presiden selama
periode 1998-2002, demokrasi Indonesia telah menciptakan stabilitas politik dan
pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Selain itu, Indonesia juga telah berhasil menjadi
sebuah negara demokrasi terbesar di dunia dan melaksanakan pemilu yang kompleks
dengan sangat sukses. Meski pada awalnya banyak yang meragukan pelaksanaan
demokrasi di Indonesia, kenyataannya demokrasi di Indonesia saat ini telah berusia 10
tahun dan akan terus berkembang.
Sebagian orang pernah berpendapat bahwa demokrasi tidak akan berlangsung
lama di Indonesia, karena masyarakatnya belum siap. Mereka juga pernah mengatakan
bahwa negara Indonesia terlalu besar dan memiliki persoalan yang kompleks. Keraguan
tersebut bahkan menyerupai kekhawatiran yang dapat membuat Indonesia chaos yang
dapat mengakibatkan perpecahan (Nihaya, 2011).
ANALISIS MASALAH

Demokrasi Digital: Pemicu Isu Hoaks Pemilu 2019

Perkembangan teknologi informasi dari tiga dekade yang lalu hingga hari ini telah
memberikan optimisme baru dan telah memberikan berbagai kemudahan dalam berbagai dimensi
kehidupan, termasuk kehidupan berdemokrasi. Teknologi informasi yang berkembang saat ini
diharapkan menjadi kekuatan baru dalam menciptakan iklim demokrasi yang lebih baik serta
menjadi ruang publik (public space) yang ideal dalam kerangka demokratisasi.

Pada era globalisasi, perkembangan teknologi dapat membantu mendukung proses


partisipasi kita dalam berdemokrasi dan munculah istilah Demokrasi Digital.

Demokrasi digital adalah praktik maupun upaya menuju demokrasi dengan


mendayagunakan perangkat, media, ataupun teknologi digital baik secara online dan juga offline.
Namun kemudahan ini dapat menuai beberapa konflik salah satunya adalah hoax atau berita
bohong. Penyebaran hoax atau berita bohong ini semakin marak terjadi sejak mendekati Pemilu
2019 dan cukup memanaskan suhu politik kita.

Dari beberapa kasus hoax yang terjadi , penyelenggara pemilu banyak dilaporkan ke
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) karena telah dianggap menyalahi aturan
kode etik penyelenggara.Isu hoaks ini ternyata dinilai mampu memberikan pengaruh yang cukup
signifikan terhadap integritas dan netralitas penyelenggara pemilu. Selain itu, hoaks juga
berpengaruh kepada masyarakat dan kelompok tertentu sehingga dapat memunculkan konflik.

Kondisi seperti ini tentu akan dimanfaatkan oleh beberapa aktor tertentu sebagai
kesempatan berharga untuk meraih kemenangan dan akan semakin melemahkan penyelenggara
pemilu. Perbuatan keji ini tentu tidak boleh dibiarkan begitu saja. Perlu ada upaya dan tindakan
preventif untuk melawan segala macam hal hoaks yang dimungkinkan akan terjadi beberapa
waktu kemudian. Apabila tidak solusi tepat untuk mencegah dan memutus isu hoaks pada Pemilu
2019, ini akan berpotensi terus menyebar luas di kalangan masyarakat dan dapat menimbulkan
ujaran kebencian khususnya hoaks di media sosial. Publik seakan menjadi tidak waras atas
produksi hoaks terus menerus dan berulang–ulang. Sejatinya, momentum politik ini mampu
dilewati dengan penuh kegembiraan oleh seluruh rakyat Indonesia dalam merayakan pesta
demokrasi yang diselenggarakan selama lima tahun sekali. Momentum ini menjadikan kampanye
politik sebagai sarana untuk memberikan pendidikan politik kepada masyarakat, meskipun
nyatanya semua yang terjadi tak sesuai dengan harapan. Mestinya ini menjadi bahan evaluasi dan
koreksi oleh peserta pemilu, bagaimana memanfaatkan kampanye dengan mengedepankan dan
mengutamakan kewarasan publik dan lebih edukatif.
SOLUSI MASALAH

Ada empat hal penting yang bisa dilakukan untuk melawan isu hoaks,

Pertama, mendorong dan mengajak publik untuk tidak mudah percaya terhadap informasi
yang diterima, terutama di media sosial. Upayakan sikap kritis dan bijak dalam menilai sebuah
pemberitaan. Kenali situsnya, isi pemberitaannya serta siapa yang menyampaikannya. Hati-hati
dengan judul yang provokatif. Usahakan jangan hanya membaca judul saja karena kadang publik
hanya membaca judulnya saja tanpa membaca secara menyeluruh isi berita yang disampaikan.
Jika terindikasi pemberitaan tersebut adalah hoaks, jangan mencobanya untuk membagikan situs
tersebut kepada yang lain. Ini bisa membahayakan semua pihak. Laporkan kepada pihak yang
berwenang atau komunitas anti hoaks. Jika bisa lakukan klarifikasi seluas-luasnya kepada
masyarakat bahwa telah terjadi pemberitaan yang tidak benar.

Dengan demikian, publik yang sudah terlanjur menerima berita hoaks tidak akan
menerima informasi hanya dari satu arah. Ada informasi berimbang yang mampu memberikan
penilaian terhadap isi pemberitaan. Jalankan prinsip verifikasi karena salah satu instrumen dalam
mencari kebenaran adalah verifikasi (Manan, 2018).

Kedua, adanya kesadaran dari peserta pemilu. Tim kampanye masing – masing pasangan
capres cawapres, partai politik serta calon Dewan Perwakilan Daerah untuk mengupayakan
semaksimal mungkin dalam menciptakan isi pemberitaan yang memiliki nilai edukatif.

Contohnya dengan menampilkan gagasan dan visi misi yang benar-benar mampu
menjawab segala persoalan rakyat. Lakukan metode kampanye yang inovatif di media sosial
untuk bisa meraih simpati pemilih. Adu gagasan yang sehat antar para kontestan. Hindarkan hal
yang mengarah pada ujaran kebencian.

Ketiga, peran aparat penegak hukum juga menjadi hal yang tak kalah pentingnya dalam
melawan hoaks. Aparat hukum memiliki kewajiban untuk memberikan perlindungan dan
penegakan hukum secara adil. Usut tuntas oknum yang membuat dan menyebarkan hoaks.
Berikan hukuman setimpal kepada pelaku sesuai dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Keempat, penyelenggara pemilu dalam hal ini, Komisi Pemilihan Umum dan Badan
Pengawas Pemilu untuk menjalankan aturan seusai dengan perundang-undangan. Sampaikan
lebih awal kepada publik atas isu krusial tahapan yang akan dihadapi agar publik mendapatkan
informasi awal sebelum isu hoaks muncul ke permukaan. Hal itu perlu karena sejauh ini isu
hoaks yang beredar telah berhasil meneror penyelenggara pemilu agar publik menjadi semakin
tidak percaya terhadap kinerja yang telah dilakukan oleh para penyelenggara.

Oleh karenanya, tindakan preventif ini perlu dilakukan oleh penyelenggara untuk
menyampaikan informasi yang benar. Semoga kita semua mampu membuktikan bahwa
penyelenggaraan Pemilu 2019 dapat berjalan secara berkualitas dan berintegritas baik itu proses
maupun hasilnya sehingga menciptakan peradaban demokrasi yang jauh lebih baik lagi, bukan
hoaks dan ujaran kebencian.
DAFTAR PUSTAKA

Jailani. 2015. Sistem Demokrasi Di Indonesia Ditinjau Dari Sudut Hukum Ketatanegaraan.
Jurnal Inovatif, Volume VIII Nomor I Januari 2015, (Online). Diakses Tanggal 17
Mei 2019, Pukul 13:36 WIB.

Nihaya, M. 2011. Demokrasi Dan Problematikanya Di Indonesia. Jurnal Sulesana Vol:6


Nomor 2 Tahun 2011, (Online). Diakses Tanggal 17 Mei 2019, Pukul 13:42 WIB.

Nugroho, Heru. 2012. Demokrasi Dan Demokratisasi: Sebuah Kerangka Konseptual Untuk
Memahami Dinamika Sosial-Politik Di Indonesia. Jurnal Pemikiran Sosiologi Vol:
1 No.1 , Mei 2012, (Online). Diakses Tanggal 17 Mei 2019 Pukul 13:45 WIB.

Purba, Ardyantha. 2015. Potret Pandangan Akademisi Di Jurnal Ilmu Sosial Dan Ilmu
Politik UGM (JSP) Mengenai Permasalahan Demokrasi Di Indonesia. Jurnal Poli
tik Muda, Vol. 4 No. 1, Januari - Maret 2015, 1 – 12, (online). Diakses tanggal 17
mei 2019 pukul 13: 47 WIB.

Purnaweni, Hartuti. 2014. Demokrasi Indonesia Dari Masa Ke Masa. Jurnal Administrasi
Publik, Vol. 3, No.2, 2014, (Online). Diakses Tanggal 17 Mei 2019 Pukul 13:52 WIB.

Sulisworo, Dwi, dkk. 2012. Demokrasi. Hibah Materi Pembelajaran Non Konvensional 2012,
(online). Diakses tanggal 17 mei 2019 pukul 13:56 WIB.
TUGAS PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
Demokrasi di Indonesia

Disusun Oleh :
Amrika 05011181722014
Dwinanda Farizka Ramadhani 04031381823054
Windi Septriani 04031381823052

Dosen Pengampu :

UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2018/2019

Anda mungkin juga menyukai