Dalam perjalanan sejarah bangsa, ada empat macam demokrasi di bidang politik yang
pernah diterapkan dalam kehidupan ketatanegaraan Indonesia, yaitu:
Demokrasi ini dipraktikan pada masa berlakunya UUD 1945 periode pertama
(1945-1949) kemudian dilanjutkan pada bertakunya Konstitusi Republik Indonesia
Serikat (UUD RIS) 1949 dan UUDS 1950. Demokrasi ini secara yuridis resmi berakhir
pada tanggal 5 Juti 1959 bersamaan dengan pemberlakuan kembal UUD 1945.
2. Demokrasi Terpimpin
Mengapa lahir demokrasi terpimpin?, yaitu lahir dari keinsyafan, kesadaran, dan
keyakinan terhadap keburukan yang diakibatkan oleh praktik demokrasi parlementer
(liberal) yang melahirikan terpecahnya masyarakat, baik dalam kehidupan politik maupun
dalam tatanan kehidupan ekonomi.
Demokrasi terpimpin tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945 serta
budaya bangsa Indoesia. Namun dalam praktiknya, konsep-konsep tersebut tidak
direalisasikan sebagaimana mestinya, sehingga seringkali menyimpang dan nilai-riilai
Pancasila, UUD 1945, dan budaya bangsa. Penyebabnya adalah selain terletak pada
presiden, juga karena kelemahan legislative sebagai patner dan pengontrol eksekutiI serta
situasi social poltik yang tidak menentu saat itu (Purba, 2015).
Demokrasi yang dijalankan pada masa reformasi ini masih tetap demokrasi
pancasila. Namun perbedaanya terletak pada aturan pelaksanaan. Berdasarkan peraturan
perundang-undangan dan praktik pelaksanaan demokrasi, terdapat beberapa perubahan
pelaksanaan demokrasi pancasila dari masa orde baru pelaksanaan demokrasi pada masa
orde reformasi sekarang ini yaitu :
Catatan penting : kegagalan Demokrasi Pancasila pada zaman orde baru, bukan
berasal dari konsep dasar demokrasi pancasila, melainkan lebih kepada praktik atau
pelaksanaanya yang mengingkari keberadaan Demokrasi Pancasila.
6. Demokrasi di Indonesia
Semenjak kemerdekaan 17 agustus 1945, Undang Undang Dasar 1945
memberikan penggambaran bahwa Indonesia adalah negara demokrasi.Dalam
mekanisme kepemimpinannya Presiden harus bertanggung jawab kepada MPR dimana
MPR adalah sebuah badan yang dipilih dari Rakyat. Sehingga secara hirarki seharusnya
rakyat adalah pemegang kepemimpinan negara melalui mekanisme perwakilan yang
dipilih dalam pemilu.
Indonesia sempat mengalami masa demokrasi singkat pada tahun 1956 ketika
untuk pertama kalinya diselenggarakan pemilu bebas di indonesia, sampai kemudian
Presiden Soekarno menyatakan demokrasi terpimpin sebagai pilihan sistem
pemerintahan. Setelah mengalami masa Demokrasi Pancasila, sebuah demokrasi semu
yang diciptakan untuk melanggengkan kekuasaan Soeharto, Indonesia kembali masuk
kedalam alam demokrasi pada tahun 1998 ketika pemerintahan junta militer Soeharto
tumbang. Pemilu demokratis kedua bagi Indonesia terselenggara pada tahun 2004 Bisa
dikatakan bahwa Indonesia sangat berpotensi menjadi kiblat demokrasi di kawasan Asia,
berkat keberhasilan mengembangkan dan melaksanakan sistem demokrasi.
Menurut Ketua Asosiasi Konsultan Politik Asia Pasifik (APAPC), Pri Sulisto,
keberhasilan Indonesia dalam bidang demokrasi bisa menjadi contoh bagi negara-negara
di kawasan Asia yang hingga saat ini beberapa di antaranya masih diperintah dengan
‘tangan besi’. Indonesia juga bisa menjadi contoh, bahwa pembangunan sistem
demokrasi dapat berjalan seiring dengan upaya pembangunan ekonomi. Ia menilai,
keberhasilan Indonesia dalam bidang demokrasi yang tidak banyak disadari itu, membuat
pihak luar termasuk Asosiasi Internasional Konsultan Politik (IAPC), membuka mata
bangsa Indonesia, bahwa keberhasilan tersebut merupakan sebuah prestasi yang luar
biasa.
Prestasi tersebut juga menjadikan Indonesia sangat berpotensi mengantar
datangnya suatu era baru di Asia yang demokratis dan makmur. Dalam kesempatan yang
sama, Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono yang akrab disapa SBY
menerima anugerah medali demokrasi. SBY pun memaparkan panjang lebar perjalanan
demokrasi Indonesia. Menurutnya, demokrasi Indonesia merupakan jawaban terhadap
skeptisme perjalanan demokrasi di negeri ini. Beliau pun mencontohkan beberapa nada
skeptis yang ditujukan kepada Indonesia. Pertama, demokrasi akan membawa situasi
kacau dan perpecahan. Demokrasi di Indonesia hanyalah perubahan rezim, demokrasi
akan memicu ekstrimisme dan radikalisme politik di Indonesia. Beliau pun
menambahkan bahwa demokrasi di Indonesia menunjukkan Islam dan moderitas dapat
berjalan bersama.
Dan terlepas dari goncangan hebat akibat pergantian 4 kali presiden selama
periode 1998-2002, demokrasi Indonesia telah menciptakan stabilitas politik dan
pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Selain itu, Indonesia juga telah berhasil menjadi
sebuah negara demokrasi terbesar di dunia dan melaksanakan pemilu yang kompleks
dengan sangat sukses. Meski pada awalnya banyak yang meragukan pelaksanaan
demokrasi di Indonesia, kenyataannya demokrasi di Indonesia saat ini telah berusia 10
tahun dan akan terus berkembang.
Sebagian orang pernah berpendapat bahwa demokrasi tidak akan berlangsung
lama di Indonesia, karena masyarakatnya belum siap. Mereka juga pernah mengatakan
bahwa negara Indonesia terlalu besar dan memiliki persoalan yang kompleks. Keraguan
tersebut bahkan menyerupai kekhawatiran yang dapat membuat Indonesia chaos yang
dapat mengakibatkan perpecahan (Nihaya, 2011).
ANALISIS MASALAH
Perkembangan teknologi informasi dari tiga dekade yang lalu hingga hari ini telah
memberikan optimisme baru dan telah memberikan berbagai kemudahan dalam berbagai dimensi
kehidupan, termasuk kehidupan berdemokrasi. Teknologi informasi yang berkembang saat ini
diharapkan menjadi kekuatan baru dalam menciptakan iklim demokrasi yang lebih baik serta
menjadi ruang publik (public space) yang ideal dalam kerangka demokratisasi.
Dari beberapa kasus hoax yang terjadi , penyelenggara pemilu banyak dilaporkan ke
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) karena telah dianggap menyalahi aturan
kode etik penyelenggara.Isu hoaks ini ternyata dinilai mampu memberikan pengaruh yang cukup
signifikan terhadap integritas dan netralitas penyelenggara pemilu. Selain itu, hoaks juga
berpengaruh kepada masyarakat dan kelompok tertentu sehingga dapat memunculkan konflik.
Kondisi seperti ini tentu akan dimanfaatkan oleh beberapa aktor tertentu sebagai
kesempatan berharga untuk meraih kemenangan dan akan semakin melemahkan penyelenggara
pemilu. Perbuatan keji ini tentu tidak boleh dibiarkan begitu saja. Perlu ada upaya dan tindakan
preventif untuk melawan segala macam hal hoaks yang dimungkinkan akan terjadi beberapa
waktu kemudian. Apabila tidak solusi tepat untuk mencegah dan memutus isu hoaks pada Pemilu
2019, ini akan berpotensi terus menyebar luas di kalangan masyarakat dan dapat menimbulkan
ujaran kebencian khususnya hoaks di media sosial. Publik seakan menjadi tidak waras atas
produksi hoaks terus menerus dan berulang–ulang. Sejatinya, momentum politik ini mampu
dilewati dengan penuh kegembiraan oleh seluruh rakyat Indonesia dalam merayakan pesta
demokrasi yang diselenggarakan selama lima tahun sekali. Momentum ini menjadikan kampanye
politik sebagai sarana untuk memberikan pendidikan politik kepada masyarakat, meskipun
nyatanya semua yang terjadi tak sesuai dengan harapan. Mestinya ini menjadi bahan evaluasi dan
koreksi oleh peserta pemilu, bagaimana memanfaatkan kampanye dengan mengedepankan dan
mengutamakan kewarasan publik dan lebih edukatif.
SOLUSI MASALAH
Ada empat hal penting yang bisa dilakukan untuk melawan isu hoaks,
Pertama, mendorong dan mengajak publik untuk tidak mudah percaya terhadap informasi
yang diterima, terutama di media sosial. Upayakan sikap kritis dan bijak dalam menilai sebuah
pemberitaan. Kenali situsnya, isi pemberitaannya serta siapa yang menyampaikannya. Hati-hati
dengan judul yang provokatif. Usahakan jangan hanya membaca judul saja karena kadang publik
hanya membaca judulnya saja tanpa membaca secara menyeluruh isi berita yang disampaikan.
Jika terindikasi pemberitaan tersebut adalah hoaks, jangan mencobanya untuk membagikan situs
tersebut kepada yang lain. Ini bisa membahayakan semua pihak. Laporkan kepada pihak yang
berwenang atau komunitas anti hoaks. Jika bisa lakukan klarifikasi seluas-luasnya kepada
masyarakat bahwa telah terjadi pemberitaan yang tidak benar.
Dengan demikian, publik yang sudah terlanjur menerima berita hoaks tidak akan
menerima informasi hanya dari satu arah. Ada informasi berimbang yang mampu memberikan
penilaian terhadap isi pemberitaan. Jalankan prinsip verifikasi karena salah satu instrumen dalam
mencari kebenaran adalah verifikasi (Manan, 2018).
Kedua, adanya kesadaran dari peserta pemilu. Tim kampanye masing – masing pasangan
capres cawapres, partai politik serta calon Dewan Perwakilan Daerah untuk mengupayakan
semaksimal mungkin dalam menciptakan isi pemberitaan yang memiliki nilai edukatif.
Contohnya dengan menampilkan gagasan dan visi misi yang benar-benar mampu
menjawab segala persoalan rakyat. Lakukan metode kampanye yang inovatif di media sosial
untuk bisa meraih simpati pemilih. Adu gagasan yang sehat antar para kontestan. Hindarkan hal
yang mengarah pada ujaran kebencian.
Ketiga, peran aparat penegak hukum juga menjadi hal yang tak kalah pentingnya dalam
melawan hoaks. Aparat hukum memiliki kewajiban untuk memberikan perlindungan dan
penegakan hukum secara adil. Usut tuntas oknum yang membuat dan menyebarkan hoaks.
Berikan hukuman setimpal kepada pelaku sesuai dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Keempat, penyelenggara pemilu dalam hal ini, Komisi Pemilihan Umum dan Badan
Pengawas Pemilu untuk menjalankan aturan seusai dengan perundang-undangan. Sampaikan
lebih awal kepada publik atas isu krusial tahapan yang akan dihadapi agar publik mendapatkan
informasi awal sebelum isu hoaks muncul ke permukaan. Hal itu perlu karena sejauh ini isu
hoaks yang beredar telah berhasil meneror penyelenggara pemilu agar publik menjadi semakin
tidak percaya terhadap kinerja yang telah dilakukan oleh para penyelenggara.
Oleh karenanya, tindakan preventif ini perlu dilakukan oleh penyelenggara untuk
menyampaikan informasi yang benar. Semoga kita semua mampu membuktikan bahwa
penyelenggaraan Pemilu 2019 dapat berjalan secara berkualitas dan berintegritas baik itu proses
maupun hasilnya sehingga menciptakan peradaban demokrasi yang jauh lebih baik lagi, bukan
hoaks dan ujaran kebencian.
DAFTAR PUSTAKA
Jailani. 2015. Sistem Demokrasi Di Indonesia Ditinjau Dari Sudut Hukum Ketatanegaraan.
Jurnal Inovatif, Volume VIII Nomor I Januari 2015, (Online). Diakses Tanggal 17
Mei 2019, Pukul 13:36 WIB.
Nugroho, Heru. 2012. Demokrasi Dan Demokratisasi: Sebuah Kerangka Konseptual Untuk
Memahami Dinamika Sosial-Politik Di Indonesia. Jurnal Pemikiran Sosiologi Vol:
1 No.1 , Mei 2012, (Online). Diakses Tanggal 17 Mei 2019 Pukul 13:45 WIB.
Purba, Ardyantha. 2015. Potret Pandangan Akademisi Di Jurnal Ilmu Sosial Dan Ilmu
Politik UGM (JSP) Mengenai Permasalahan Demokrasi Di Indonesia. Jurnal Poli
tik Muda, Vol. 4 No. 1, Januari - Maret 2015, 1 – 12, (online). Diakses tanggal 17
mei 2019 pukul 13: 47 WIB.
Purnaweni, Hartuti. 2014. Demokrasi Indonesia Dari Masa Ke Masa. Jurnal Administrasi
Publik, Vol. 3, No.2, 2014, (Online). Diakses Tanggal 17 Mei 2019 Pukul 13:52 WIB.
Sulisworo, Dwi, dkk. 2012. Demokrasi. Hibah Materi Pembelajaran Non Konvensional 2012,
(online). Diakses tanggal 17 mei 2019 pukul 13:56 WIB.
TUGAS PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
Demokrasi di Indonesia
Disusun Oleh :
Amrika 05011181722014
Dwinanda Farizka Ramadhani 04031381823054
Windi Septriani 04031381823052
Dosen Pengampu :
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2018/2019