Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa
disertai gangguan kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan oleh kuman clostridium
tetani, tetapi akibat toksin (tetanospasmin) yang dihasilkan kuman. Tetanus
adalah penyakit infeksi yang ditandai oleh kekakuan dan kejang otot, tanpa
disertai gangguan kesadaran, sebagai akibat dari toksin kuman closteridium tetani
Penyakit ini tersebar di seluruh dunia, terutama pada daerah resiko tinggi
dengan cakupan imunisasi DPT yang rendah. Reservoir utama kuman ini adalah
tanah yang mengandung kotoran ternak sehingga resiko penyakit ini di daerah
peternakan sangat tinggi. Spora kuman Clostridium tetani yang tahan kering
dapat bertebaran di mana-mana.
Kuman C. tetani tersebar luas ditanah, terutama tanah garapan, dan dijumpai
pula pada tinja manusia dan hewan. Perawatan luka yang kurang baik di samping
penggunaan jarum suntik yang tidak steril (misalnya pada pecandu
narkotik).merupakan beberapa faktor yang sering dijumpai sebagai pencetus
tirribulnya tetanus. Tetanus dapat menyerang semua golongan umur, mulai dari
bayi (tetanus neonatorum), dewasa muda (biasanya pecandu narkotik) sampai
orang-orang tua. Dari Program Nasional Surveillance Tetanus di Amerika serikat
diketahui rata-rata usia pasien tetanus dewasa berkisar antara 50-57 tahun.
Berdasar tingkat kejadian (epidemiologi) tersebut maka kelompok tertarik
untuk membahas tentang ASKEP pada tetanus.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Penyakit Tetanus
2. Apa saja Klasifikasi Penyakit Tetanus
3. Apa saja Etiologi Penyakit Tetanus
4. Patofisiologi Penyakit Tetanus
5. Patway Penyakit Tetanus
6. Apa saja Pemeriksaan Diagnostik Penyakit Tetanus
7. Bagaimana Penatalaksanaan Penyakit Tetanus
8. Apa saja Komplikasi Penyakit Tetanus
9. Asuhan Keperawatan pada Penyakit Tetanus

C. Tujuan
1. Untuk mengetahiu Pengertian Penyakit Tetanus
2. Untuk mengetahiu Klasifikasi Penyakit Tetanus
3. Untuk mengetahiu Etiologi Penyakit Tetanus
4. Untuk mengetahiu Patofisiologi Penyakit Tetanus
5. Untuk mengetahiu Patway Penyakit Tetanus
6. Untuk mengetahiu Pemeriksaan Diagnostik Penyakit Tetanus
7. Untuk mengetahiu Penatalaksanaan Penyakit Tetanus
8. Untuk mengetahiu Komplikasi Penyakit Tetanus
9. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Penyakit Tetanus

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa
disertai gangguan kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan oleh kuman clostridium
tetani, tetapi akibat toksin (tetanospasmin) yang dihasilkan kuman. Tetanus
adalah penyakit infeksi yang ditandai oleh kekakuan dan kejang otot, tanpa
disertai gangguan kesadaran, sebagai akibat dari toksin kuman closteridium tetani
Tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium
tetani, bermanifestasi sebagai kejang otot paroksismal, diikuti kekakuan otot
seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu tampak pada otot masseter dan
otot-otot rangka.
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa tetanus adalah penyakit
infeksi yang diakibatkan oleh toksin kuman Clostridium tetani,yang ditandai
dengan gejala kekakuan dan kejang otot.

B. Klasifikasi
1. Tetanus lokal (lokalited Tetanus)
Pada lokal tetanus dijumpai adanya kontraksi otot yang persisten, pada
daerah tempat dimana luka terjadi (agonis, antagonis, dan fixator). Hal inilah
merupakan tanda dari tetanus lokal. Kontraksi otot tersebut biasanya ringan,
bisa bertahan dalam beberapa bulan tanpa progressif dan biasanya menghilang
secara bertahap.
Lokal tetanus ini bisa berlanjut menjadi generalized tetanus, tetapi
dalam bentuk yang ringan dan jarang menimbulkan kematian. Bisajuga lokal
tetanus ini dijumpai sebagai prodromal dari klasik tetanus atau dijumpai
secara terpisah. Hal ini terutama dijumpai sesudah pemberian profilaksis
antitoksin.

3
2. Cephalic tetanus
Cephalic tetanus adalah bentuk yang jarang dari tetanus. Masa
inkubasi berkisar 1 –2 hari, yang berasal dari otitis media kronik (seperti
dilaporkan di India ), luka pada daerah muka dan kepala, termasuk adanya
benda asing dalam rongga hidung.
3. Generalized Tetanus
Bentuk ini yang paling banyak dikenal. Sering menyebabkan
komplikasi yang tidak dikenal beberapa tetanus lokal oleh karena gejala
timbul secara diam-diam. Trismus merupakan gejala utama yang sering
dijumpai ( 50 %), yang disebabkan oleh kekakuan otot-otot masseter,
bersamaan dengan kekakuan otot leher yang menyebabkan terjadinya kaku
kuduk dan kesulitan menelan.
Gejala lain berupa Risus Sardonicus (Sardonic grin) yakni spasme
otot-otot muka, opistotonus ( kekakuan otot punggung), kejang dinding perut.
Spasme dari laring dan otot-otot pernafasan bisa menimbulkan sumbatan
saluran nafas, sianose asfiksia. Bisa terjadi disuria dan retensi urine,kompressi
frak tur dan pendarahan didalam otot. Kenaikan temperatur biasanya hanya
sedikit, tetapi begitupun bisa mencapai 40 C. Bila dijumpai hipertermi
ataupun hipotermi, tekanan darah tidak stabil dan dijumpai takhikardia,
penderita biasanya meninggal. Diagnosa ditegakkan hanya berdasarkan gejala
klinis.
4. Neonatal tetanus
Biasanya disebabkan infeksi C. tetani, yang masuk melalui tali pusat
sewaktu proses pertolongan persalinan. Spora yang masuk disebabkan oleh
proses pertolongan persalinan yang tidak steril, baik oleh penggunaan alat
yang telah terkontaminasi spora C.tetani, maupun penggunaan obat-obatan
Wltuk tali pusat yang telah terkontaminasi.

4
Kebiasaan menggunakan alat pertolongan persalinan dan obat
tradisional yang tidak steril,merupakan faktor yang utama dalam terjadinya
neonatal tetanus.

C. Etiologi
Tetanus disebabkan oleh bakteri gram positif; Cloastridium tetani Bakteri
ini berspora, dijumpai pada tinja binatang terutama kuda, juga bisa pada manusia
dan juga pada tanah yang terkontaminasi dengan tinja binatang tersebut. Spora ini
bisa tahan beberapa bulan bahkan beberapa tahun, jika ia menginfeksi luka
seseorang atau bersamaan dengan benda daging atau bakteri lain, ia akan
memasuki tubuh penderita tersebut, lalu mengeluarkan toksin yang bernama
tetanospasmin.
Pada negara belum berkembang, tetanus sering dijumpai pada neonatus,
bakteri masuk melalui tali pusat sewaktu persalinan yang tidak baik, tetanus ini
dikenal dengan nama tetanus neonatorum.
Clostridium tetani yang sering kali tempat masuk kuman sukar diketahui
teteapi suasana anaerob seperti pada luka tusuk, lukakotor, adanya benda asing
dalam luka yang menyembuh , otitis media, dan cairies gigi, menunjang
berkembang biaknya kuman yang menghasilkan endotoksin.
Port of entry tak selalu dapat diketahui dengan pasti, namun dapat diduga
melalui:
1. Luka tusuk, gigitan binatang, luka bakar
2. Luka operasi yang tidak dirawat dan dibersihkan dengan baik
3. OMP, caries gigi
4. Pemotongan tali pusat yang tidak steril.
5. Penjahitan luka robek yang tidak steril.
6. Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen

5
D. Tanda dan Gejala
1. Masa inkubasi tetanus berkisar antara 2-21 hari
2. Ketegangan otot rahang dan leher (mendadak)
3. Kesukaran membuka mulut (trismus)
4. Kaku kuduk (epistotonus), kaku dinding perut dan tulang belakang
5. Saat kejang tonik tampak risus sardonikus
6. Gambaran umum yang khas pada tetanus:
a. Badan kaku dengan epistotonus
b. Tungkai dalam ekstensi
c. Lengan kaku dan tangan mengepal
d. Biasanya keasadaran tetap baik
e. Serangan timbul proksimal dan dapat dicetuskan oleh karena: Rangsang
suara, rangsang cahaya, rangsang sentuhan, spontan
Karena kontriksi sangat kuat dapat terjadi aspiksia, sianosis, retensi urine,
fraktur vertebralis (pada anak-anak), demam ringan dengan stadium akhir. Pada
saat kejang suhu dapat naik 2-4 derakat celsius dari normal, diaphoresis,
takikardia dan sulit menelan.

E. Patofisiologi
Bentuk spora dalam suasana anaerob dapat berubah menjadi kuman vegetatif
yang menghasilkan eksotoksin. Toksin ini menjalar intrakasonal sampai
ganglin/simpul saraf dan menyebabkan hilangnya keseimbanngan tonus otot
sehingga terjadi kekakuan otot baik lokal maupun mnyeluruh. Bila toksin banyak,
selain otot bergaris, otot polos dan saraf otak juga terpengaruh.
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah
menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan
dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal
membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat
sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-).
Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah,

6
sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan
konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial
membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga
keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K
ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :

1. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular


2. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran
listrik dari sekitarnya
3. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada
orang dewasa sirkulasi otak mencapai 15 % dari seluruh tubuh. Oleh karena itu
kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron
dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium
akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya
sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan
bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang yang berlangsung lama
(lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen
dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia,
hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi
artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang
disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme
otak meningkat.

7
F. Patway

8
G. Penaatalaksanaan
1. Umum
Tetanus merupakan keadaan darurat, sehingga pengobatan dan perawatan
harus segera diberikan :
a. Netralisasi toksin dengan injeksi 3000-6000 iu immunoglobulin tetanus
disekitar luka 9tidak boleh diberikan IV)
b. Sedativa-terapi relaksan ; Thiopental sodium (Penthotal sodium) 0,4% IV
drip; Phenobarbital (luminal) 3-5 mg/kg BB diberikan secara IM, iV atau
PO tiap 3-6 jam, paraldehyde 9panal) 0,15 mg/kg BB Per-im tiap 4-6 jam.
c. Agen anti cemas ; Diazepam (valium) 0,2 mg/kg BB IM atau IV tiap 3-4
jam, dosis ditingkatkan dengan beratnya kejang sampai 9,5 mg/kg BB/24
jam untuk dewasa.
d. Beta-adrenergik bolcker; propanolol 9inderal) 0,2 mg aliquots, untuk total
dari 2 mg IV untuk dewasa atau 10 mg tiap 8 jam intragastrik, digunakan
untuk pengobatan sindroma overaktivitas sempatis jantung.
e. Penanggulangan kejang; isolasi penderita pada tempat yang tenang,
kurangi rangsangan yang membuat kejang, kolaborasi pemeberian obat
penenang.
f. Pemberian Penisilin G cair 10-20 juta iu (dosis terbagi0 dapat diganti
dengan tetraciklin atau klinamisin untuk membunuh klostirida vegetatif.
g. Pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit.
h. Diit TKTP melalui oral/ sounde/parenteral
i. Intermittent positive pressure breathing (IPPB) sesuai dengan kondisi
klien.
j. Indwelling cateter untuk mengontrol retensi urine.
k. Terapi fisik untuk mencegah kontraktur dan untuk fasilitas kembali fungsi
optot dan ambulasi selama penyembuhan.
2. Pembedahan
a. Problema pernafasan ; Trakeostomi (k/p) dipertahankan beberapa minggu;
intubasi trakeostomi atau laringostomi untuk bantuan nafas.

9
b. Debridemen atau amputasi pada lokasi infeksi yang tidak terdeteksi

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Diagnosa didasarkan pada riwayat perlukaan disertai keadaan klinis kekakuan
otot rahang.
2. Laboratorium ; leukositosis ringan, peninggian tekanan otak, deteksi kuman
sulit
3. Pemeriksaan ECG dapat terlihat gambaran aritmia ventrikuler

I. Komplikasi
Komplikasi pada tetanus yaang sering dijumpai: laringospasm, kekakuan otot-
otot pematasan atau terjadinya akumulasi sekresi berupa pneumonia dan
atelektase serta kompressi fraktur vertebra dan laserasi lidah akibat kejang. Selain
itu bisa terjadi rhabdomyolisis dan renal failure

10
BAB III
(Asuhan Keperawatan pada Tetanus)

A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Biodata klien mencakup nama, umur, jenis kelamin, agama, suku/bangsa,
pendidikan, pekerjaan, penghasilan, alamat.
2. Keluhan Utama
Kejang
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang ditanyakan :
1) Apakah disertai demam ?
Dengan mengetahui ada tidaknya demam yang menyertai kejang,
maka diketahui apakah infeksi. Infeksi memegang peranan dalam
terjadinya bangkitan kejang. Jarak antara timbulnya kejang dengan
demam..
2) Lama serangan
Lama bangkitan kejang kita dapat mengetahui kemungkinan
respon terhadap prognosa dan pengobatan.
3) Pola serangan
a) Perlu diusahakan agar diperoleh gambaran lengkap mengenai
pola serangan apakah bersifat umum, fokal, tonik, klonik ?
b) Apakah serangan berupa kontraksi sejenak tanpa hilang
kesadaran seperti epilepsi mioklonik ?
c) Apakah serangan berupa tonus otot hilang sejenak disertai
gangguan kesadaran seperti epilepsi akinetik ?
d) Apakah serangan dengan kepala dan tubuh mengadakan flexi
sementara tangan naik sepanjang kepala, seperti pada spasme
infantile ?

11
e) Pada kejang demam sederhana kejang ini bersifat umum.
4) Frekuensi serangan
Apakah penderita mengalami kejang sebelumnya, umur berapa
kejang terjadi untuk pertama kali, dan berapa frekuensi kejang per
tahun. Prognosa makin kurang baik apabila kejang timbul pertama
kali pada umur muda dan bangkitan kejang sering timbul.
5) Keadaan sebelum, selama dan sesudah serangan
Sebelum kejang perlu ditanyakan adakah rangsangan tertentu yang
dapat menimbulkan kejang, misalnya lapar, lelah, muntah, sakit
kepala dan lain-lain. Dimana kejang dimulai dan bagaimana
menjalarnya. Sesudah kejang perlu ditanyakan apakah penderita
segera sadar, tertidur, kesadaran menurun, ada paralise, dan
sebagainya ?
6) Riwayat penyakit sekarang yang menyertai
Apakah muntah, diare, truma kepala, gagap bicara (khususnya
pada penderita epilepsi), gagal ginjal, kelainan jantung, DHF,
ISPA, OMA, Morbili dan lain-lain.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan
apakah penderita pernah mengalami kejang sebelumnya, umur berapa
saat kejang terjadi untuk pertama kali ?
Apakah ada riwayat trauma kepala, luka tusuk, lukakotor,
adanya benda asing dalam luka yang menyembuh , otitis media, dan
cairies gigi, menunjang berkembang biaknya kuman yang
menghasilkan endotoksin.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Kebiasaan perawatan luka dengan menggunakan bahan yang kurang
aseptik.
d. Pola Aktivitas
Ditanyakan keadaan sebelum dan selama sakit bagaimana ?

12
Pola kebiasaan dan fungsi ini meliputi :
a. Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat
1) Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan, pengetahuan
tentang kesehatan, pencegahan dan kepatuhan pada setiap
perawatan dan tindakan medis ?
2) Bagaimana pandangan terhadap penyakit yang diderita,
pelayanan kesehatan yang diberikan, tindakan apabila ada
anggota keluarga yang sakit, penggunaan obat-obatan
pertolongan pertama.
b. Pola nutrisi
1) Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi Ditanyakan
bagaimana kualitas dan kuantitas dari makanan yang
dikonsumsi oleh klien ?
2) Makanan apa saja yang disukai dan yang tidak ?
3) Bagaimana selera makan anak ?
4) Berapa kali minum, jenis dan jumlahnya per hari ?
c. Pola Eliminasi :
1) BAK : ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara
makroskopis ditanyakan bagaimana warna, bau, dan apakah
terdapat darah ? Serta ditanyakan apakah disertai nyeri saat
kencing.
2) BAB : ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak ?
Bagaimana konsistensinya lunak,keras,cair atau berlendir ?
d. Pola aktivitas dan latihan
e. Pola tidur/istirahat
Berapa jam sehari tidur ? Berangkat tidur jam berapa ? Bangun
tidur jam berapa ? Kebiasaan sebelum tidur, bagaimana dengan
tidur siang ?

13
4. Pemeriksaan Head To Toe
a. Pemeriksaan umum
Pertama kali perhatikan keadaan umum vital : tingkat
kesadaran, tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu. Pada kejang
demam sederhana akan didapatkan suhu tinggi sedangkan kesadaran
setelah kejang akan kembali normal seperti sebelum kejang tanpa
kelainan neurologi.
b. Pemeriksaan Fisik
1. Kepala
a) Rambut
Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain
rambut. Pasien dengan malnutrisi energi protein mempunyai
rambut yang jarang, kemerahan seperti rambut jagung dan
mudah dicabut tanpa menyebabkan rasa sakit pada pasien.
b) Muka/ Wajah.
Adakah tanda rhisus sardonicus, opistotonus, trimus ? Apakah
ada gangguan nervus cranial ?
c) Mata
Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa
pupil dan ketajaman penglihatan. Apakah keadaan sklera,
konjungtiva ?
d) Telinga
Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda
adanya infeksi seperti pembengkakan dan nyeri di daerah
belakang telinga, keluar cairan dari telinga, berkurangnya
pendengaran.
e) Hidung

14
Apakah ada pernapasan cuping hidung? Polip yang
menyumbat jalan napas ? Apakah keluar sekret, bagaimana
konsistensinya, jumlahnya ?
f) Mulut
Adakah tanda-tanda sardonicus? Adakah cynosis? Bagaimana
keadaan lidah? Adakah stomatitis? Berapa jumlah gigi yang
tumbuh? Apakah ada caries gigi ?
g) Tenggorokan
Adakah tanda-tanda peradangan tonsil ? Adakah tanda-tanda
infeksi faring, cairan eksudat ?
2. Leher
Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid ?
Adakah pembesaran vena jugulans ?
3. Thorax
Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak
pernapasan, frekwensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi
Intercostale ? Pada auskultasi, adakah suara napas tambahan ?
4. Jantung
Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya ?
Adakah bunyi tambahan ? Adakah bradicardi atau tachycardia ?
5. Abdomen
Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen ?
Bagaimana turgor kulit dan peristaltik usus ? Adakah tanda
meteorismus? Adakah pembesaran lien dan hepar ?
6. Kulit
Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya?
Apakah terdapat oedema, hemangioma ? Bagaimana keadaan
turgor kulit ?
7. Ekstremitas

15
Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama setelah terjadi
kejang? Bagaimana suhunya pada daerah akral ?
8. Genetalia
Adakah kelainan bentuk oedema, tanda-tanda infeksi ?
B. Analisa Data

C. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas, singkat, dan pasti
tentang masalah pasien/klien serta penyebabnya yang dapat dipecahkan atau
diubah melalui tindakan keperawatan.
Diagnosa keperawatan yang muncul adalah :
1. Risiko terjadinya cedera fisik berhubungan dengan serangan kejang
berulang.
2. Risiko terjadinya ketidak efektifan jalan nafas berhubungan dengan
sekunder dari depresi pernafasan
3. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan produksi sekret
yang berlebihan pada ajalan nafas atas.
4. Kurangnya pengetahuan keluarga tentang penanganan penyakitnya
berhubungan dengan keterbatasan informasi yang ditandai
5. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan reaksi eksotoksin

D. Intervensi
Perencanaan merupakan keputusan awal tentang apa yang akan
dilakukan, bagaimana, kapan itu dilakukan, dan siapa yang akan melakukan
kegiatan tersebut. Rencana keperawatan yang memberikan arah pada
kegiatan keperawatan. (Santosa. NI, 1989;160)
1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
Peningkatan kebutuhan kalori yang tinggi, makan tidak adekuat.

16
Tujuan : nutrisi dan cairan dapat dipertahankan sesuai dengan berat
badan dan pertumbuhan normal.
Kriteria hasil :
a. Tidak terjadi dehidrasi
b. Tidak terjadi penurunan BB
c. Hasil lab tidak menunjukkan penurunan albumin dan Hb
d. Tidak menunjukkan tanda-tanda malnutrisi
Intervensi:
a. Catat intake dan output secara akurat.
b. Berikan makan minum personde tepat waktu.
c. Berikan perawatan kebersihan mulut.
d. Gunakan aliran oksigen untuk menurunkan distress nafas.
e. Berikan formula yang mengandung kalori tinggi dan protein tinggi
dan sesuaikan dengan kebutuhan.
f. Ajarkan dan awasi penggunaan makanan sehari-hari.
g. Tegakkan diet yang ditentukan dalam bekerja sama dengan ahli gizi.
2. Ketidak efektifan jalan nafas berhubungan dengan terkumpulnya liur di
dalam rongga mulut (adanya spasme pada otot faring)
Tujuan : kelancaran lalu lintas udara (pernafasan) terpenuhi secara
maksimal.
Kriteria hasil :
a. Tidak terjadi aspirasi
b. Bunyi napas terdengar bersih
c. Rongga mulut bebas dari sumbatan
Intervensi:
a. Berikan O2 nebulizer
b. Ajarkan pasien tehnik batuk yang benar.
c. Ajarkan pasien atau orang terdekat untuk mengatur frekuensi batuk.
d. Ajarkan pada orang terdekat untuk menjaga kebersihan mulut.
e. Berikan perawatan kebersihan mulut.

17
f. Lakukan penghisapan bila pasien tidak dapat batuk secara efektif
dengan melihat waktu
3. Risiko terjadinya cedera fisik berhubungan dengan kejang berulang
Tujuan : Klien tidak mengalami cedera selama perawatan
Kriteria hasil :
a. Klien tidak ada cedera akibat serangan kejang
b. klien tidur dengan tempat tidur pengaman
c. Tidak terjadi serangan kejang ulang.
d. Suhu 36 – 37,5 º C , Nadi 60-80x/menit (bayi), Respirasi 16-20
x/menit
e. Kesadaran composmentis
Intervensi:
a. Identifikasi dan hindari faktor pencetus
b. Tempatkan klien pada tempat tidur yang memakai pengaman di
ruang yang tenang dan nyaman
c. Anjurkan klien istirahat
d. Sediakan disamping tempat tidur tongue spatel dan gudel untuk
mencegah lidah jatuh ke belakng apabila klien kejang
e. Lindungi klien pada saat kejang dengan :
1) longgarakn pakaian
2) posisi miring ke satu sisi
3) jauhkan klien dari alat yang dapat melukainya
4) kencangkan pengaman tempat tidur
5) lakukan suction bila banyak secret
f. Catat penyebab mulainya kejang, proses berapa lama, adanya
sianosis dan inkontinesia, deviasi dari mata dan gejala-hgejala
lainnya yang timbul.
g. Sesudah kejang observasi TTV setiap 15-30 menit dan obseervasi
keadaan klien sampai benar-benar pulih dari kejang
h. Observasi efek samping dan keefektifan obat

18
i. Observasi adanya depresi pernafasan dan gangguan irama jantung
j. Lakukan pemeriksaan neurologis setelah kejang
4. Kurang pengetahuan klien dan keluarga tentang penanganan penyakitnya
berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan : Pengetahuan klien dan keluarga tentang penanganan penyakitnya
dapat meningkat.
Kriteria Hasil :
a. Klien dan keluarga dapat mengerti proses penyakit dan
penanganannya
b. klien dapat diajak kerja sama dalam program terapi
c. klien dan keluarga dapat menyatakan melaksanakan penejlasan dna
pendidikan kesehatan yang diberikan.
Intervensi
a. Identifikasi tingkat pengetahuan klien dan keluarga
b. Hindari proteksi yang berlebihan terhadap klien , biarkan klien
melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuannya.
c. ajarkan pada klein dan keluarga tentang peraawatan yang harus
dilakukan sema kejang
d. jelaskan mempertahankan status kesehatan yang optimal dengan diit,
istirahat, dan aktivitas yang dapat menimbulkan kelelahan.
e. jelasakan tentang efek samping obat (gangguan penglihatan, nausea,
vomiting, kemerahan pada kulit, synkope dan konvusion)
f. jaga kebersihan mulut dan gigi secara teratur

E. Implementasi
Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai
dengan rencana yang telah ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan dapat
bersifat mandiri dan kolaboratif. Selama melaksanakan kegiatan perlu diawasi
dan dimonitor kemajuan kesehatan klien ( Santosa. NI, 1989;162 )

19
F. Evaluasi
Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan
data subyektif dan obyektif yang akan menunjukkan apakah tujuan pelayanan
keperawatan sudah dicapai atau belum. Bila perlu langkah evaluasi ini
merupakan langkah awal dari identifikasi dan analisa masalah selanjutnya (
Santosa.NI, 1989;162).

20
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman
Clostridium tetani, bermanisfestasi dengan kejang otot secara proksimal dan
diikuti kekakuan otot seluruh badan. Kekakuan tonus otot massater dan otot-otot
rangka.
Clostridium tetani adalah kuman berbentuk batang, ramping, berukuran 2-5 x
0,4 – 0,5 milimikron yang berspora termasuk golongan gram positif dan hidupnya
anaerob. Kuman mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik.
Penyakit tetanus terjadi karena adanya luka pada tubuh seperti luka tertusuk
paku, pecahan kaca, atau kaleng, luka tembak, luka bakar, luka yang kototr dan
pada bayi dapat melalui tali pusat. Organisme multipel membentuk 2 toksin yaitu
tetanuspasmin yang merupakan toksin kuat dan atau neurotropik yang dapat
menyebabkan ketegangan dan spasme otot, dan mempngaruhi sistem saraf pusat.
Pencegahan pada tetanus meliputi antara lain: Anak mendapatkan imunisasi
DPT diusia 3-11 Bulan, Ibu hamil mendapatkan suntikan TT minimal 2 X,
Pencegahan terjadinya luka & merawat luka secara adekuat, Pemberian anti
tetanus serum

B. Saran

21

Anda mungkin juga menyukai