Anda di halaman 1dari 24

BAB I

KONSEP DASAR
MEDIS HEPATITIS C
A. Pengertian
1. Menurut Harnawatiaj :
a. Hepatitis adalah suatu peradangan pada hati yang terjadi karena toksin seperti : kimia atau obat
atau agen penyakit infeksi (Asuhan keperawatan pada anak, 2002; 131)
b. Hepatitis adalah keadaan radang/cisera pada hati, sebagai reaksi terhadap virus, obat atau
alcohol (Patofisiologi untuk keperawatan, 2000; 145)
2. Hepatitis merupakan semua jenis peradangan pada hati (liver). Penyebabnya dapat berbagai
macam, mulai dari virus sampai dengan obat-obatan, termasuk obat tradisional. Virus hepatitis
juga ada beberapa jenis, hepatitis A, B,C, D, E, F, dan G.
3. Penyakit Hepatitis C adalah penyakit hati yang disebabkan oleh virus Hepatitis C (HCV=
Hepatitis C virus). Virus Hepatitis C masuk ke sel hati, menggunakan mesin genetik dalam sel
untuk menduplikasi virus Hepatitis C, kemudian menginfeksi banyak sel lainnya.
4. Hepatitis C adalah penyakit infeksi yang bisa tak terdeteksi pada seseorang selama puluhan
tahun dan perlahan-lahan merusak organ hati (lever). Biasanya orang-orang yang menderita
penyakit hepatitis C tidak menyadari bahwa dirinya mengidap penyakit ini, karena memang tidak
ada gejala-gejala khusus.

B. Etiologi
Menurut Soemohardjo dan Gunawan (1999:1), penyebab hepatitis C adalah virus
hepatitis tipe C, agen hepatitis C berupa virus dengan ukuran 50 nm (nano meter). Masa
inkubasinya sangat bervariasi, 2 - 26 minggu, bisa juga lebih.Dua puluh tahun lalu, VHC lebih
dikenal sebagai virus non-A, non-B (penyakitnya pun lalu disebut hepatitis non-A, non-B). Baru
pada tahun 1989 virus ini diidentifikasi dan pada tahun 1990 tes antibodi (anti-VHC) mulai
dilakukan di seluruh dunia guna membantu menyingkap penderita hepatitis C ini.
Penularan VHC pada dasarnya sama seperti VHB, tapi dalam kenyataan di negara
berkembang seperti Indonesia, VHC tidak hanya ditemukan di lingkungan masyarakat dengan
tingakt sosio- ekonomi lemah, tetapi di semua lapisan masyarakat. "Selain faktor higienitas,
tertukar atau saling pinjam barang pribadi seperti pisau cukur, sikat gigi, dapat menjadi penyebab
lain, walaupun penularannya tidak semudah virus hepatitis B," tambah Sulaiman.
Virus Hepatitis C sangat pandai merubah dirinya dengan cepat. Sekarang ini ada
sekurang-kurangnya enam tipe utama dari virus Hepatitis C (yang sering disebut genotipe) dan
lebih dari 50 subtipenya.
Hal ini merupakan alasan mengapa tubuh tidak dapat melawan virus dengan efektif dan
penelitian belum dapat membuat vaksin melawan virus Hepatitis C. Genotipe tidak menentukan
seberapa parah dan seberapa cepat perkembangan penyakit Hepatitis C, akan tetapi genotipe
tertentu mungkin tidak merespon sebaik yang lain dalam pengobatan.

C. Patofisiologi
Hati merupakan salah satu target organ virus hepatitis pada manusia. Diduga hati
merupakan tempat utama bahkan mungkin tempat satu-satunya bagi replika virus hepatitis.
Menurut Underwood (1999), mula-mula virus tersebut melekatkan diri pada reseptor-
reseptor spesifik yang terletak pada membran sel hepar. Setelah perlekatan tersebut, virus
melakukan penetrasi dan memasukkan sitoplasma sel hepar. Di dalam sitoplasma, sel hepar virus
melepaskan kapsulnya dan terbentuk nukleo kapsid. Selanjutnya nukleokapdis menembus
dinding sel hati sampai memasuki inti hati tersebut. Di dalam inti sel hati, asam nukleat virus
akan keluar dari nukleokapsid dan menempel pada DNA. DNA akan merangsang hepar untuk
membentuk protein dan asam nukleat bagi virus. Pada akhirnya terbentuk virus baru dan akibat
nekrosis sel-sel hati, maka virus baru akan dilemparkan ke dalam peredaran darah.
Gejala ikterus pada hepatitis timbul sebagai akibat adanya obstruksi duktus bilser
maupun kerusakan sel-sel parenkim, sehingga terdapat peningkatan bilirubin direk maupun
indirek. Bukti lain menandakan adanya obstruksi bilser adalah peningkatan serum alkali
fosfatase,s-nukleotidase atau glutamil transpeptidase. Pelepasan enzim-enzim dari hati yang
rusak ke dalam aliran darah ikut menentukan luasnya infeksi.
Transaminase serum digunakan untuk tujuan ini, SGPT memberi petunjuk lebih khusus
dari infeksi sel hati dibanding SGOT sebab adanya kelainan pada sel-sel lain seperti eritrosit, sel
otot skeletal dan miokard juga menyebabkan peningkatan dari SGOT. Peningkatan waktu
protrombin dapat disebabkan oleh ketidak mampuan sel-sel hati membentuk protein yang
diperlukan bagi pembekuan disertai adanya penurunan absorpsi vitamin K atau keduanya.
Adanya obstruksi dapat mengurangi ekskresi garam empedu ke usus halus, dimana
biasanya digunakan untuk absorpsi lemak termasuk vitamin K yang dapat larut dalam lemak.

D. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik dari semua jenis hepatitis virus secara umum sama. Manifestasi klinik
dapat dibedakan berdasarkan stadium. Adapun manifestasi dari masing – masing stadium
menurut Arif Mansjoer,dkk (1999) adalah sebagai berikut :
Stadium praicterik berlangsung selama 4 – 7 hari. Pasien mengeluh sakit kepala, lemah,
anoreksia, muntah, demam, nyeri pada otot dan nyeri diperut kanan atas urin menjadi lebih
coklat.
1. Stadium icterik berlangsung selama 3 – 6 minggu. Icterus mula –mula terlihat pada sklera,
kemudian pada kulit seluruh tubuh. Keluhan – keluhan berkurang, tetapi klien masih lemah,
anoreksia dan muntah. Tinja mungkin berwarna kelabu atau kuning muda. Hati membesar dan
nyeri tekan.
2. Stadium pascaikterik (rekonvalesensi). Ikterus mereda, warna urin dan tinja menjadi normal
lagi. Penyebuhan pada anak – anak menjadi lebih cepat pada orang dewasa, yaitu pada akhir
bulan ke 2, karena penyebab yang biasanya berbeda.

E. Pemeriksaan Diagnostik
1. Laboratorium
a. Pemeriksaan pigmen
- Urobilirubin direk
- Bilirubun serum total
- Bilirubin urine
- Urobilinogen urine
- Urobilinogen feses
b. Pemeriksaan protein
- Protein totel serum
- Albumin serum
- Globulin serum
- Hbsag
c. Waktu protombin
Respon waktu protombin terhadap vitamin K
d. Pemeriksaan serum transferase dan transaminase
- AST atau SGOT
- ALT atau SGPT
- LDH
- Amonia serum
2. Radiologi
- foto rontgen abdomen
- pemindahan hati denagn preparat technetium, emas, atau rose bengal yang berlabel radioaktif
- kolestogram dan kalangiogram
- arteriografi pembuluh darah seliaka
3. Pemeriksaan tambahan
- laparoskopi
- biopsi hati

F. Komplikasi
1. Kanker hepatoseluler
2. Gagal hati
3. Anemia aplastik
4. Sitosis
5. Hepatitis berat
6. Nekrosis hepatik masif
7. Status karier (infeksi virus persisten tanpa gejala)
8. Penyakit hati kronik (pada 50% pasien dengan hepatitis C)
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan terdiri dari :
1. Istirahat
1.Pada periode akut dan keadaan lemah diharuskan cukup istirahat. Istirahat mutlak tidak terbukti
dapat mempercepat penyembuhan. Kekecualian diberikan kepada mereka dengan umur tua dan
keadaan umum yang buruk
2. Diet
Penderita juga dianjurkan melakukan diet dengan gizi seimbang. Makanan berkarbohidrat tinggi,
berprotein atau berlemak tinggi memang tidak dilarang secara khusus, tapi hendaknya dibatasi.
Demikian juga garam. Pengurangan konsumsi garam dimaksudkan untuk mencegah akumulasi
cairan dalam rongga peritoneal serta mencegah pembengkakan pergelangan kaki. Penderita juga
tidak dilarang mengkonsumsi suplemen vitamin dan mineral sepanjang belum terjadi kerusakan
hati. Untuk mengkonsumsi obat apa pun dan melakukan olahraga, hendaknya dikonsultasikan
terlebih dahulu pada dokter.
3. Medikamentosa
Seperti VHB, VHC juga dicoba dibasmi dengan interferon alfa-2b. Dokter biasanya
memberikannya seminggu tiga kali selama enam bulan. Setelah enam bulan diobati, menurut ahli
AS, 40% menunjukkan perbaikan kadar ALT (serum alanine aminitransferase). Namun dari
angka tersebut, 60% kambuh kembali setelah pemberian interferon dihentikan. Jadi, hanya
sekitar 10 - 15% yang benar-benar dikatakan sembuh.
"Timing pemberian interferon harus tepat," tegas Sulaiman. "Kalau virusnya sedang 'ngumpet',
akan percuma hasilnya. Jadi, sewaktu dites virusnya sedang aktif (kadar SGOT-SGPT tinggi),
bisa langsung 'ditembak' dengan interferon. Dengan begitu hasilnya menjadi lebih responsif.
Sebab, pada saat tepat ini imun tubuh menyadari bahwa virus sebagai musuh, bukan teman."
Penderita bisa saja diobati untuk kedua kalinya. Efek sampingan sementara dari pemakaian
interferon antara lain adanya rasa seperti sakit flu, depresi, sakit kepala, dan nafsu makan
berkurang. Efek sampingan seperti gejala flu ini sebenarnya bisa dikurangi dengan minum obat
penurun panas.
Interferon memang bukan tanpa efek sampingan lain karena, selain efek sampingan sementara,
dikhawatirkan dapat mendesak sumsum tulang sehingga timbul masalah pada sel darah putih dan
platelet (trombosit). Sebab itu, selagi mendapat pengobatan interferon, jumlah sel darah putih,
platelet, dan enzim hati perlu terus dipantau. Sebenarnya, biopsi hati (pengambilan jaringan hati
tanpa pembedahan) perlu dilaksanakan sebelum pengobatan, agar tingakt kerusakan hati
diketahui dengan tepat.
H. Prognosis

- Pengobatan pada penderita Hepatitis C memerlukan waktu yang cukup lama bahkan pada
penderita tertentu hal ini tidak dapat menolong, untuk itu perlu penanganan pada stadium
awalnya.
- Sebanyak 85% dari kasus, infeksi Hepatitis C menjadi kronis, sekitar 20% pasien penyakitnya
berkembang sehingga menyebabkan sirosis hati atau kanker hati.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Identitas px, meliputi : nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa, pekerjaan, pendidikan,
alamat, tanggal MRS, diagnosa medis, no. register.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama

pasien mengatakan suhu tubuhnya tinggi dan nyeri perut kanan atas

b. Riwayat penyakit sekarang

Gejala awal biasanya sakit kepala, lemah anoreksia, mual muntah, demam, nyeri perut

kanan atas

3. Riwayat kesehatan masa lalu berkaitan dengan penyakit yang pernah diderita sebelumnya,

kecelakaan yang pernah dialami termasuk keracunan, prosedur operasi dan perawatan

rumah sakit.

4. Riwayat penyakit keluarga

Berkaitan erat dengan penyakit keturunan, riwayat penyakit menular khususnya berkaitan

dengan penyakit pencernaan.

5. Pemeriksaan Fisik

 Review Of Sistem (ROS)

1. Kedaan umum : kesadaran composmentis, wajah tampak menyeringai kesakitan,

konjungtiva anemis, Suhu badan 38,50 C

2. Sistem respirasi : frekuensi nafas normal (16-20x/menit), dada simetris, ada tidaknya

sumbatan jalan nafas, tidak ada gerakan cuping hidung, tidak terpasang O2, tidak ada

ronchi, whezing, stridor.


3. Sistem kardiovaskuler : TD 110/70mmHg , tidak ada oedema, tidak ada pembesaran

jantung, tidak ada bunyi jantung tambahan.

4. Sistem urogenital : Urine berwarna gelap

5. Sistem muskuloskeletal : kelemahan disebabkan tidak adekuatnya nutrisi (anoreksia)

6. Abdomen :

 Inspeksi : abdomen ada benjolan

 Auskultasi : Bising usus (+) pada benjolan

 Palpasi : pada hepar teraba keras

 Perkusi : hypertimpani

6. Pengkajian fungsional Gordon

a) Persepsi dan pemeliharaan kesehatan

Pasien mengatakan kesehatan merupakan hal yang penting, jika ada keluarga yang sakit

maka akan segera dibawa ke pelayanan kesehatan terdekat.

b) Pola nutrisi dan metabolik

Makan : Tidak nafsu makan, porsi makan tidak habis, habis 3 sendok disebabkan

Mual muntah .

Minum : minum air putih tidak banyak sekitar 400-500cc

c) Pola eliminasi

BAK : urine warna gelap,encer seperti teh

BAB : Diare feses warna tanah liat

d) Pola aktivitas dan latihan


Pasien tidak bisa melakukan aktivitas seperti biasanya karena pasien lemah terkulai di

atas tempat tidur, lelah ,malaise dan membutuhkan bantuan orang lain untuk memenuhi

kebutuhan dasarnya,

e) Pola istirahat tidur

Pasien tidak bisa istirahat total seperti biasanya karena ada nyeri pada abdomen, mialgia,

atralgia, sakit kepala dan puritus.

f) Pola persepsi sensori dan kognitif

Pasien sudah mengerti tentang keadaanya dan merasa harus segera berobat

g) Pola hubungan dengan orang lain

Pasien dapat berhubungan dengan orang lain secara baik tetapi akibat kondisinya pasien

malas untuk keluar dan memilih untuk istirahat.

h) Pola reproduksi / seksual

pola hidup/perilaku meningkatkan risiko terpejan (contoh homoseksual aktif/biseksual

pada wanita).

i) Pola persepsi diri dan konsep diri

Pasien ingin cepat sembuh dan tidak ingin mengalami penyakit seperti ini lagi

j) Pola mekanisme koping

Pasien apabila merasakan tidak nyaman selalu memegangi perutnya dan meringis

kesakitan

k) Pola nilai kepercayaan / keyakinan

Pasien beragama islam dan yakin akan cepat sembuh menganggap ini merupakan cobaan

dari Allah SWT.


7. Pemeriksaan Penunjang

a. Tes fungsi hati.


b. AST (SGOT)/ALT (SGPT).
c. Darah lengkap.
d. Leukopenia.
e. Diferensial darah lengkap.
f. Alkali fosfatase.
g. Feses.
h. Albumin serum.
i. Gula darah.
j. Anti – HAV IgM.
k. Hbs Ag.
l. Billirubin serum.
m. Tes ekskresi BSP.
n. Biopsi hati.
o. Scan hati.
p. Urinalisa.
B. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan rasa nyaman (Nyeri) berhubungan dengan pembengkakan hepar.

b. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia.

c. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan penurunan kekuatan / ketahanan tubuh.

d. Resiko Tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Gatal sekunder dengan

akumulasi garam empedu pada jaringan.

e. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual – muntah.

f. Hipetermi berhubungan dengan infasi agen dalam sirkulasi darah sekunder terhadap inflamasi

hepar
C. Intervensi Keperawatan

DX 1 : Gangguan rasa nyaman (Nyeri) berhubungan dengan pembengkakan hepar.

Tujuan : Setelah dilakukan proses keperawatan selama 4 x 24 diharapkan pasien nyeri hilang, dengan

KH :

 TTV : dalam batas normal

 Pasien mengungkapkan rasa nyeri berkurang.

 Pasien mampu mengendalikan nyeri dengan teknik relaksasi dan distraksi.

 Skala nyeri 0-3

 Wajah pasien rileks

Intervensi Rasional

1) Kolaborasi dengan individu untuk


1) nyeri yang berhubungan dengan

menentukan metode yang dapat hepatitis sangat tidak nyaman, oleh

digunakan untuk intensitas nyeri karena terdapat peregangan secara

kapsula hati, melalui pendekatan

kepada individu yang mengalami

perubahan kenyamanan nyeri

diharapkan lebih efektif mengurangi

nyeri.

2) Observasi TTV 2) Untuk mengetahui keadaan umum

klien

3) Tunjukkan pada klien penerimaan


3. klienlah yang harus mencoba
tentang respon klien terhadap nyeri meyakinkan pemberi pelayanan

kesehatan bahwa ia mengalami

nyeri.

4) Berikan informasi akurat dan 4. klien yang disiapkan untuk mengalami

a) Jelaskan penyebab nyeri nyeri melalui penjelasan nyeri yang

b) Tunjukkan berapa lama nyeri akan sesungguhnya akan dirasakan

berakhir, bila diketahui (cenderung lebih tenang dibanding

klien yang penjelasan kurang/tidak

terdapat penjelasan)

5) Bahas dengan dokter penggunaan


5) kemungkinan nyeri sudah tak bisa

analgetik yang tak mengandung efek dibatasi dengan teknik untuk

hepatotoksi mengurangi nyeri.

DX 2 :Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan Anoreksia

Tujuan : Setelah dilakukan selama 5 x 24 jam diharapkan nutrisi klien terpenuhi, dengan

KH :

 Nafsu makan pasien meningkat

 Porsi makan habis

 Pasien mampu mengungkapkan bagaimana cara mengatasi malas makan

 Pasien tidak lemas

 BB naik
INTERVENSI RASIONAL

Mandiri

1. Awasi pemasukan diet / jumlah kalori.


1. Makan banyak sulit untuk mengatur bila

Berikan makan sedikit dalam pasien anoreksi. Anoreksi juga paling

frekuensi sering dan tawarkan makan buruk selama siang hari, membuat

pagi paling besar masukan makanan yang sulit pada sore

hari

2. Berikan perawatan mulut sebelum


2. Menghilangkan rasa tak enak dapat

makan meningkatkan nafsu makan

3. Anjurkan makan pada posisi duduk


3. Menurunkan rasa penuh pada abdomen

tegak dan dapat meningkatkan nafsu makan

4. Dorong pemasukan sari jeruk, minuman


4. Bahan ini merupakan ekstra kalori dan

karbonat dan permen berat sepanjang dapat lebih mudah dicerna / toleran bila

hari makanan lain ini

Kolaborasi

5. Konsul pada ahli gizi, dukung 5.


tim Berguna dalam membuat program diet

nutrisi untuk memberikan diet sesuai untuk memenuhi kebutuhan individu.

kebutuhan pasien, dengan masukan Metabolisme lemak bervariasi

lemak dan protein sesuai toleransi tergantung pada produksi dan

pengeluaran empedu dan perlunya

masukan normal atau lebih protein akan

membantu regenerasi hati

6. Berikan obat sesuai indikasi 6. : Diberikan ½ jam sebelum makan, dapat


Antiematik, contoh metalopramide menurunkan mual dan meningkatkan

(Reglan) ; trimetobenzamid (Tigan) toleransi pada makanan.

DX 3:Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan penurunan kekuatan / ketahanan tubuh.

Tujuan : Setelah dilakukan proses keperawatan selama 4 X 24 jam pasien diharapkan mampu

beraktivitas dengan baik, dengan

KH :

 Tonus otot 5 5

 Pasien mampu melakukan aktivitas sendiri

 Pasien mampu memenuhi kebutuhannya sendiri

INTERVENSI RASIONAL

Mandiri

1. Tingkatkan tirah baring / duduk. Berikan


1. Meningkatkan istirahat dan

lingkungan tenang; batasi pengunjung ketenangan. Menyediakan energi

sesuai keperluan yang digunakan untuk

penyembuhan. Aktivitas dan posisi

duduk tegak diyakini menurunkan

aliran darah ke kaki, yang mencegah

sirkulasi optimal ke sel hati

2. Ubah posisi dengan sering. Berikan


2. Meningkatkan fungsi pernafasan dan

perawatan kulit yang baik meminimalkan tekanan pada area

tertentu untuk menurunkan resiko


kerusakan jaringan

3. Lakukan tugas dengan cepat dan sesuai


3. Memungkinkan periode tambahan

toleransi istirahat tanpa gangguan

4. Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi,


4. Tirah baring lama dapat menurunkan

bantu melakukan latihan rentang gerak kemampuan. Ini dapat terjadi karena

sendi pasif / aktif keterbatasan aktivitas yang

mengganggu periode istirahat.

5. Dorong penggunaan teknik manajemen


5. Meningkatkan relaksasi dan

stres, contoh relaksasi progresif, penghematan energi, memusatkan

visualisasi, bimbingan imajinasi, kembali perhatian, dan dapat

berikan aktivitas hiburan yang tepat, meningkatkan koping

contoh menonton TV, radio, membaca

6. Awasi terulangnya anoreksia dan nyeri


6. Menunjukkan kurangnya resolusi /

tekan pembesaran hati eksaserbasi penyakit, memerlukan

istirahat lanjut, mengganti program

terapi

Kolaborasi

7. Berikan antidot atau bantu dalam


7. Membuang agen penyebab pada

prosedur sesuai indikasi (contoh lavase, hepatitis toksik dapat membatasi

katarsis, hiperventilasi) tergantung pada derajat kerusakan jaringan

pemajanan

8. Berikan obat sesuai indikasi : sedatif,


8. Membantu dalam manajemen

agen antiansietas, contoh diazepam kebutuhan tidur. Catatan :


(Valium); lorazepam (Ativan) penggunaan berbiturat dan

tranquilizer seperti Compazine dan

Thorazine, dikontraindikasikan

sehubungan dengan efek

hepatotoksik

9. Awasi kadar enzim hati 9. Membantu menentukan kadar aktivitas

tepat, sebagai peningkatan prematur

pada potensial risiko berulang

Dx 4 : Resiko Tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan denganGatal sekunder dengan

akumulasi garam empedu pada jaringan.

Tujuan : Setelah dilakukan proses keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan gatal pada pasien hilang.

KH :

 Pasien merasa nyaman

 Tubuh pasien tidak gatal lagi

 Tubuh pasien tidak lecet

Intervensi Rasional

- Mulai tindakan kenyamanan : 1. Tindakan ini meningkatkan istirahat.

- Mandi pancuran dingin Istirahat menurunkan kebutuhan

- Gosokan punggung energi yang menghasilkan tegangan


- Air hangat pada hepar.

- Aktivitas hiburan rendah (membaca,

menonton TV, permainan papan)

- Kompres dingin pada dahi untuk sakit

kepala

- Lingkungan tenang

2. Berikan antipiretik yang diresepkan dan


2. Untuk mengatasi demam. Demam

evaluasi keefektifan berhubungan dengan peningkatan

kehangatan dan berkeringat saat

demam membaik. Hangat disertai

dengan lembab meningkatkan rasa

gatal.

3. Pertahankan linen dan pakaian kering 3. Pakaian basah dari berkeringat adalah

sumber ketidaknyamanan

4. Dorong kunjungan dari keluarga dan


4. Isolasi dapat menyebabkan kebosanan

teman yang mencetuskan depresi dan

meningkatkan ketidaknyamanan.

5. Mulai tindakan untuk menghilangkan


5. Suhu dingin membatasi vasodilatasi

puritus : jadi menurunkan pengeluaran garam

- Berikan mandi pancuran dingin empedu ke permukaan kulit. Soda

- Gunakan soda kue atau tepung sagu kue dan sagu membantu menetralkan

pada air asam pada permukaan kulit. Sabun

- Hindari sabun alkalin alkalin mempunyai efek


- Berikan losin Caladryl mengeringkan, yang meningkatkan

- Gunakan pakaian yang longgar rasa gatal. Losion Caladryl

- Pertahankan suhu kamar dingin mengandung antihistamin, benadryl

yang juga menetralkan keasaman

permukaan kulit, dan menekan ujung

saraf sensori yang mencetuskan

sensasi gatal

6. Pertahankan kuku pasien terpotong


6. Untuk menurunkan resiko kerusakan

pendek. Instruksikan pasien kulit bila buruk

menggunakan bantalan jari untuk

menggaruk kulit atau menggunakan

ujung jari untuk menekan pada kulit

bila sangat perlu menggaruk.

Dx 5 : Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan denganmual – muntah.

Tujuan : Setelah dilakukan selama 2 x 24 jam diharapkan volume cairan pasien terpenuhi, dengan

KH :

 TTV : Dalam batas normal

 Turgor Kulit kembali < 2 Detik

 Mukosa Bibir lembab

 Mata tidak Cowong

 Konjungtiva tidak Anemis

 Muntah tidak terjadi


INTERVENSI RASIONAL

Mandiri

1. Awasi masukan dan haluaran,


1. Memberikan informasi tentang

bandingkan dengan berat badan harian. kebutuhan penggantian / efek terapi.

Catat kehilangan melalui usus, contoh

muntah dan diare

2. Kaji tanda vital, nadi periver, pengisian


2. Indikator volume sirkulasi / perfusi

kapiler, turgor kulit, dan membran

mukosa

3. Periksa asites atau pembentukan edema.


3. Menurunkan kemungkinan perdarahan

Ukur lingkar abdomen sesuai indikasi kedalam jaringan

4. Biarkan pasien menggunakan lap katun


4. / Menghindari trauma dan perdarahan

spon dan pembersih mulut untuk sikat gusi

gigi

5. Observasi tanda perdarahan, contoh


5. Kadar protombin menurun dan waktu

hematuria / melena, ekimosis, koagulasi memanjang bila absorbsi

perdarahan terus menerus dari gusi / vitamin K terganggu pada traktus GI

bekas injeksi dan sintesis protrombin menurun

karena mempengaruhi hati

Kolaborasi

6. Awasi nilai laboratorium, contoh Hb/Ht,


6. Menunjukkan hidrasi dan

Na+ albumin, dan waktu pembekuan mengidentifikasi retensi natrium /


kadar protein yang dapat

menimbulkan pembekuan edema.

Defisit pada pembekuan potensial

beresiko perdarahan

7. Berikan cairan IV (biasanya glukosa),


7. Memberikan cairan dan penggantian

elektrolit elektrolit

Dx 6 : Hipetermi berhubungan dengan infasi agen dalam sirkulasi darah sekunder terhadap inflamasi

hepar

Tujuan: selelah dilakukan tindakan selama 3x24 suhu tubuh Pasien kembali normal, dengan

KH:

 Klien tidak mengeluh panas

 Suhu tubuh Normal 36,50 – 37,50C

 Keluarga pasien mampu mengatasi panas dengan melakukan kompres hangat.

Intervensi Rasional

1. Kaji adanya keluahan tanda – tanda


1. sebagai indikator untuk mengetahui

peningkatan suhu tubuh status hypertermi

2. Berikan kompres hangat pada lipatan


2. menghambat pusat simpatis di

ketiak dan femur hipotalamus sehingga terjadi

vasodilatasi kulit dengan

merangsang kelenjar keringat untuk

mengurangi panas tubuh melalui

penguapan
3. Berikan HE kepada keluarga pasien
3. keluarga mampu melakukan kompres

tentang pemberian kompres yang benar kepada pasien secara mandiri

4. Anjurkan klien untuk memakai pakaian


4. kondisi kulit yang mengalami lembab

yang menyerap keringat memicu timbulnya pertumbuhan

jamur. Juga akan mengurangi

kenyamanan klien, mencegah

timbulnya ruam kulit.


DAFTAR PUSTAKA

Akbar,N. 2000. Hepatitis 100 kali lebih menularkan dibanding HIV/ AIDS. Terdapat pada
"http://suarakarya-online.com.Diakses" Diakses Pada tanggal 20 Juni 2008.
Betz, Cecily L. 2002. Buku saku Keperawatan Pediatri. Edisi 3. Jakarta : EGC.
Corwin, Elizabeth.J. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.
Harrison. 2000. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Edisi 3 Volume 2
Jakarta : EGC.
Mansjoer, Arif. 1999. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid I. Jakarta :
Media Aesculapius.
Mulyono,D. 2004. Bahaya Hepatitis. Terdapat pada "http://www.rumahsakitmitra
keluargagroup.htm.diakses" pada tanggal 20 Juni 2008.
NANDA,2001. Diagnosa Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi 2001-2001.
Penerjemah Mahasiswa PSIK-B UGM : Yogyakarta
.No Name. 2005. Waspadai Serangan Hepatitis (online). Terdapat pada
http:/www.dinkesjatim.co.id.diakses pada tanggal 20 Juni 2008.
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan
Kriteria Hasil NOC. Jakarta : EGC.
Wong, Donna L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik Edisi 4. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai