Anda di halaman 1dari 9

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertumbuhan dan perkembangan terjadi pada setiap orang sejak dari

dalam kandungan. Seseorang akan terus menerus tumbuh dan berkembang

sesuai dengan berjalannya waktu dan bertambahnya usia. Pertumbuhan dan

perkembangan juga akan menentukan status gizi dan status kesehatan

seseorang. Gizi merupakan salah satu faktor penting yang menentukan

tingkat kesehatan dan keserasian antara perkembangan fisik dan

perkembangan mental. Pertumbuhan serta perkembangan fisik memiliki

hubungan yang erat dengan status gizi anak dan konsumsi makanan

merupakan salah satu faktor utama penentu status gizi seseorang. Status gizi

yang baik terjadi bila tubuh memperoleh zat-zat gizi yang cukup dan

digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik,

pertumbuhan otak, kemampuan kerja, dan kesehatan anak seoptimal

mungkin (Budianto, 2002)

Permasalahan gizi akan timbul pada saat anak memasuki usia sekolah

yang berusia sekitar 5 sampai 12 tahun. Pada tahap ini, anak – anak

mempunyai interaksi yang tinggi dengan lingkungan sekolah, teman-teman

dan media massa. Anak-anak usia sekolah dengan sangat mudah dapat

dipengaruhi oleh lingkungan untuk memilih makanan, mereka biasanya

menyukai makanan yang disukai teman-temannya (Nuraini Heny, 2007). Jajan

bagi anak sekolah merupakan fenomena yang menarik untuk ditelaah karena

jajan sekolah merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan energi karena


1
2

aktivitas fisik di sekolah yang tinggi (apalagi bagi anak yang tidak sarapan

pagi), pengenalan berbagai jenis makanan jajanan akan menumbuhkan

kebiasaan penganekaragaman pangan sejak kecil, dan jajanan memberikan

perasaan meningkatnya gengsi anak dimata teman – temannya di sekolah

(Khomsan Ali, 2003).

Meskipun demikian, jajanan yang semula mempunyai dampak positif

bagi anak – anak yaitu sebagai pengganti sarapan pagi dan pengenalan

berbagai jenis ragam pangan jajanan, kini jajan juga mempunyai dampak

negatif bagi anak – anak. Jajan akan memiliki dampak positif jika bahan –

bahan dan cara pengolahan dilakukan dengan baik. Tetapi jajan yang dijual di

sekolah merupakan jajan-jajan yang telah tercemar zat-zat aditif. Zat-zat aditif

makanan atau bahan tambahan makanan merupakan semua bahan kimia yang

dimasukkan dalam makanan. Contoh bahan – bahan aditif adalah MSG

(Monosodium Glutamat), tartazin, gom arab, garam alginat. Bahan – bahan tersebut

tidak akan berbahaya jika di gunakan sesuai dengan batasannya. Akan tetapi

makanan jajanan akan menjadi beracun bagi tubuh anak jika dicampurkan

dengan bahan-bahan non pangan seperti boraks dan formalin.

Hal tersebut telah dibuktikan oleh Dewantri Tri (2008) pada

penelitian THP FTP Unibraw bahwa makanan yang pada umumnya terdapat

disekolah diantaranya memiliki kandungan Bahan Tambahan Pangan (BTP)

yang ilegal maupun yang melebihi batas normal penggunaan. Contohnya

adalah rhodamin B dan amarant serta Na Benzoat > 1000 ppm terdapat pada

saos tomat, kerupuk, dan minuman rasa buah, pemanis sakarin terdapat pada

minuman rasa buah, dan boraks terdapat pada cilok, bakso, dan kerupuk.
3

Pada makanan jajanan yang mengandung BTP legal seperti MSG juga

akan menimbulkan dampak yang negatif bagi anak-anak meskipun jajanan

tersebut masih tergolong aman untuk dikonsumsi. Jajanan yang mengandung

MSG dan BTP legal lainnya jika dikonsumsi akan menimbulkan rasa

ketagihan untuk terus mencobanya karena peningkatan rasa gurih dalam

jajanan tersebut membuat anak-anak menyukai rasanya. Jika dikonsumsi

secara terus menerus maka anak akan lebih menyukai makanan yang

mengandung tinggi garam dan tinggi lemak sehingga menyebabkan anak

menjadi over weigth atau obesitas. Selain itu anak juga menjadi pilih- pilih

makanan, sehingga anak hanya akan makan makanan yang dia sukai saja. Jika

makanan yang dipih dan disukai anak tidak memenuhi standar pemenuhan

gizi, maka anak akan menjadi kurus karena kebutuhan gizinya tidak tercukupi.

Peredaran makanan jajanan anak di sekolah yang tidak higienis dan

memakai bahan kimia bukan untuk makanan masih banyak beredar. Hal ini

membahayakan kesehatan jutaan murid sekolah dasar sehingga pengelola

sekolah perlu terlibat memperbaiki mutu jajanan di sekolah. Sebagai upaya

melindungi konsumen, Badan Pengawas Obat – Obatan dan Makanan

(Badan POM) menguji makanan jajanan di 195 sekolah dasar di 18 provinsi.

Di antaranya Jakarta, Surabaya, Semarang, Bandar Lampung, Denpasar, dan

Padang. Hasil uji menunjukkan 39,95 persen (344 sampel dari 861 sampel)

tidak memenuhi syarat keamanan pangan. Es sirup atau buah (48,19 persen)

dan minuman ringan (62,50 persen) juga mengandung bahan berbahaya dan

tercemar bakteri patogen. Jenis lain yang tidak memenuhi syarat adalah saus

dan sambal (61,54 persen) serta kerupuk (56,25 persen). Sebesar 10,45 persen

dari total sampel tersebut mengandung pewarna yang dilarang, yakni rhodamin
4

B, methanil yellow, dan amaranth. Sebagaian sampel mengandung boraks,

formalin, siklamat, sakarin, dan benzoat melebihi batas (Kompas, 2006).

Berdasarkan hasil observasi peneliti pada bulan September terhadap

jajanan yang dijual dilingkungan sekolah diantaranya adalah cilok, es sirup,

batagor, bakso, berbagai jenis snack yang tidak memiliki ijin dari Badan POM.

Observasi yang dilakukan peneliti adalah dengan melihat dan mengamati serta

mendokumentasikan melalui foto jenis jajanan – jajanan yang dijual di

lingkungan sekolah. Untuk hasil wawancara dengan 7 orang tua siswa, 5

(71,42%) orang tua diantaranya mengatakan bahwa ragam jenis jajanan yang

dijual di lingkungan sekolah mengkhawatirkan, karena mereka tidak

mengetahui kandungan gizi yang terdapat dalam makanan jajanan tersebut. 2

orang tua lainnya (28,57%) mengatakan bahwa tidak perlu khawatir terhadap

jajan yang di beli anak di sekolah, sebab meskipun suka membeli jajan anak

mereka tetap sehat – sehat saja dan mereka juga menganggap bahwa anak

yang gemuk memiliki badan yang sehat. Padahal, kegemukan dan obesitas

merupakan hal berbahaya bagi kesehatan anak yang menjadi faktor resiko

penyakit jantung, DM (Diabetes Mellitus), dan kanker.

Kota Malang memiliki 196 Sekolah Dasar Negeri dan 73 Sekolah

Dasar Swasta. Berdasarkan data yang diperoleh peneliti dari Dinas Pendidikan

dan Kebudayaan Kota Malang, Kecamatan Klojen terdapat 19 Sekolah Dasar

Negeri dan 24 Sekolah Dasar Swasta, Kecamatan Lowokwaru terdapat 46

Sekolah Dasar Negeri dan 12 Sekolah Dasar Swasta, Kecamatan Sukun

terdapat 42 Sekolah Dasar Negeri dan 14 Sekolah Dasar Swasta, Kecamatan

Blimbing terdapat 44 Sekolah Dasar Negeri dan 13 Sekolah Dasar Swasta,

Kecamatan Kedung Kandang terdapat 45 Sekolah Dasar Negeri dan 10


5

Sekolah Dasar Swasta. Siswa di 10 Sekolah Dasar Negeri di Kota Malang

inilah yang nantinya akan diukur status gizinya dengan alat ukur antropometri.

Siswa yang menjadi perhatian peneliti adalah siswa – siswa yang

mengkonsumsi jajanan yang dijual oleh penjaja makanan diluar pagar sekolah.

Sehingga, diharapkan dengan adanya penelitian tentang status gizi pada siswa

ini dapat menjadi masukan bagi Sekolah Dasar di kota Malang untuk lebih

memperhatikan status gizi anak didiknya.

Berdasarkan permasalahan di atas maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian tentang “hubungan pola konsumsi jajanan di sekolah

terhadap status gizi siswa Sekolah Dasar Negeri di Kota Malang”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti dapat merumuskan

masalah penelitian tentang :

1. Bagaimana pola konsumsi jajanan di sekolah menurut umur dan jenis

kelamin pada siswa SD Negeri di Kota Malang?

2. Bagaimana status gizi siswa SD Negeri di Kota Malang menurut jenis

kelamin dan umur?

3. Adakah hubungan antara pola konsumsi jajanan di sekolah terhadap

status gizi siswa SD Negeri di Kota Malang?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan antara pola konsumsi jajanan disekolah

terhadap status gizi siswa SD Negeri di Kota Malang.


6

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui pola konsumsi jajanan menurut jenis kelamin dan

umur pada siswa SD Negeri di kota Malang.

2. Mengetahui status gizi menurut jenis kelamin dan umur pada

siswa SD Negeri di kota Malang.

3. Mengetahui hubungan antara pola konsumsi jajanan di sekolah

terhadap status gizi siswa SD Negeri di Kota Malang.

1.4 Manfaat Penelitian

Sesuai dengan latar belakang perumusan masalah dan tujuan

penulisan yang hendak dicapai, maka manfaat yang diharapkan dari penelitian

ini adalah :

1.4.1 Manfaat Bagi Sekolah

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi untuk

meningkatkan pengawasan terhadap kebiasaan jajan siswa di sekolah,

khususnya untuk mengoptimalkan status gizi siswa dan

mengantisipasi munculnya masalah gizi dalam menjaga keseimbangan

status gizi siswa.

1.4.2 Manfaat Bagi Siswa

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi

siswa untuk mengetahui status gizinya, sehingga siswa dapat menjaga

pola konsumsi jajanan di sekolah dengan mengurangi atau


7

menghindari makanan jajanan yang dijual di luar sekolah seperti cilok,

tempura, ciki-ciki dan lain sebagainya. Sebab tidak semua makanan

yang dijual diluar sekolah memenuhi standar gizi anak usia sekolah.

1.4.3 Manfaat Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan

pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti tentang hubungan pola

konsumsi jajanan disekolah terhadap status gizi siswa SD. Selain itu,

dapat dijadikan sebagai bahan penelitian lebih lanjut dalam

pengembangan keilmuan keperawatan.

1.4.4 Manfaat Bagi Lembaga Pendidikan Keperawatan

Dapat memberikan sumbangan ilmu bagi ilmu keperawatan

khususnya ilmu keperawatan anak.

1.1.5 Manfaat Bagi Petugas Kesehatan

Manfaat penelitian ini bagi petugas kesehatan setempat adalah

memberikan informasi bahwa upaya keseimbangan status gizi anak

sekolah perlu lebih diberikan perhatian, sehingga petugas kesehatan

dapat membuat suatu program kesehatan dalam upaya

penyeimbangan status gizi anak sekolah.

1.5 Keaslian Penelitian

Penelitian yang dilakukan oleh Yunita Syafitri pada tahun 2009

dengan judul Kebiasaan Jajan Siswa Sekolah Dasar (Studi Kasus di SDN
8

Lawanggintung 01 Kota Bogor). Penelitian tersebut menggunakan desain cross

sectional. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2009. Sampel

diambil secara acak (simple random sampling ) dengan sampel berjumlah 50

orang siswa.

Hasil penelitian diatas melaporkan bahwa kebiasaan jajan siswa

sekolah dasar tidak perlu dihilangkan karena memberikan kontribusi yang

berarti terhadap konsumsi sehari dan kecukupan gizi siswa. Kebiasaan jajan

meliputi jumlah jenis makanan jajanan dan frekuensi jajanan. Sebanyak 50,0%

siswa membeli makanan utama 2-3 jenis/minggu. Sebesar 46,0% siswa

membeli makanan ringan 6-7 jenis/minggu, dan 46,0% siswa membeli

minuman 4-5 jenis/minggu. Frekuensi jajan makanan utama siswa (3-5

kali/minggu) sebesar 44,0%. Sebesar 66,0% siswa memiliki frekuensi jajan >

11 kali/minggu, dan 30,0% siswa memiliki frekuensi jajan minuman 6-8

kali/minggu. Hasil penelitian tersebut juga menyatakan bahwa sebesar 34,0%

siswa memiliki tingkat kecukupan energi dalam katergori defisit tingkat berat

badan normal. Sedangkan tingkat kecukupan protein dan lemak berada dalam

kategori kelebihan masing – masing sebesar 46,0% dan 56,0%. Berdasarkan

hasil uji korelasi Pearson, terdapat hubungan positif dan signifikan (p<0,01)

antara alokasi uang saku dengan kebiasaan jajan. Variabel independen yang

berpengaruh secara signifikan terhadap jumlah jenis makanan jajanan dan

frekuensi jajan adalah alokasi uang saku untuk membeli jajanan.

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Bondika Ariandani Aprillia

dalam penelitiannya yang berjudul Faktor Yang Berhubungan dengan

Pemilihan Makanan Jajanan Pada Anak Sekolah Dasar di Semarang.

Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2011 yang merupakan penelitian
9

observasional dengan desain cross sectional atau belah lintang. Subjek diambil

dengan menggunakan metode simple random sampling menggunakan tabel angka

random yang dilakukan berdasarkan data siswa yang tersedia. Berdasarkan

perhitungan besar sampel, jumlah sampel yang dibutuhkan dalam penelitian

ini sejumlah 71 orang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada berbagai item pemilihan

makanan jajanan sebagian besar subjek termasuk dalam kategori kadang-

kadang. Pengetahuan anak mengenai gizi dan makanan jajanan yang masuk

kategori baik hanya sebesar 24,7%, sebagian besar masuk dalam kategori

sedang (45,2%). Seluruh ibu berpendidikan cukup dengan sebagian besar

menempuh pendidikan tingkat SMA (37%). Besar uang jajan di sekolah

mayoirtas (95,9%) berkisar antara Rp 500 – Rp 5000 dengan rerata Rp 3611,1

± 1789,136. Besar uang jajan di rumah sebagian besar berkisar antara Rp 500

– Rp 2500. Frekuensi sarapan pagi setiap hari terdapat pada sebagian besar

anak (71,2%), sedangkan frekuensi membawa bekal sebagian besar (69,9%)

termasuk dalam kategori kadang-kadang (1-3 kali/minggu). Jajanan sehat

banyak ditemukan di rumah, sedangkan jajanan tidak sehat banyak ditemukan

di luar rumah terutama di sekitar sekolah. Frekuensi membawa bekal

makanan ke sekolah merupakan faktor yang paling berhubungan dengan

pemilihan makanan jajanan pada anak sekolah dasar.

Anda mungkin juga menyukai