Bab V
Bab V
HASIL PENELITIAN
5.1 Deskripsi Karakteristik Responden
Responden penelitian ini adalah balita dengan rentang usia 0-59 bulan yang bertempat
di wilayah Puskesmas Tembuku II, Desa Yangapi dan Peninjoan Kabupaten Bangli. Balita
berjumlah 80 orang dipilih melalui sistem random sampling yang sudah memenuhi kriteria
inklusi dan eksklusi serta orang tua dari balita tersebut sudah menyetujui untuk menjadi
responden dengan menandatangani informed consent. Karakteristik responden terdiri dari
status gizi, pendapatan orang tua, pendidikan orang tua, dan pekerjaan ibu yang diperoleh dari
pengisian kuisioner. Deskripsi karakteristik responden dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Berdasarkan tabel di atas balita dengan pendapatan orang tua <Rp.500.000 jumlah yang
memiliki gizi baik 11 orang (13,8%), 9 orang (11,3%) gizi kurang dan tidak terdapat balita
yang memiliki gizi buruk. Dengan pendapatan Rp.500.000 sampai Rp.1.000.000 terdapat gizi
baik 20 orang (25%), tidak terdapat balita dengan gizi kurang, dan tidak terdapat balita dengan
gizi buruk. Pendapatan >Rp.1.000.000, terdapat gizi baik 27 orang (33,8%), tidak terdapat gizi
kurang, dan gizi buruk 3 orang (3,8%). Mayoritas anak yang memiliki gizi baik dengan orang
tua dengan pendapatan >Rp.1.000.000. Dari analisis bivariat hubungan status gizi dengan
pendapatan orang tua diperoleh nilai p = 0,013 ( 0,05) yang artinya terdapat hubungan yang
signifikan.
Tabel 5.3 Hubungan Status Gizi dengan Pendidikan Orang Tua
Kategori Kategori Status Gizi
Pendidikan Baik Kurang Buruk Total
r p
Orang Tua N % N % N % N %
SD 17 21.3 9 11.3 0 0.0 26 32.5
SMP 18 22.5 9 11.3 1 1.3 28 35.0
SMA 13 16.3 1 1.3 2 2.5 16 20.0
Sarjana 10 12.5 0 0.0 0 0.0 10 12.5
Total 58 72.5 19 23.8 3 3.8 80 100 0.200 0.076
Berdasarkan tabel diatas balita dengan orang tua yang tingkat pendidikan sampai SD, 17 orang
(21,3%) dengan gizi baik, 9 orang (11,3%) gizi kurang dan tidak ada yang memiliki gizi buruk.
Orang tua yang tingkat pendidikan sampai SMP, 18 orang (22,5%) dengan gizi baik, 9 orang
(11,3%) dengan gizi kurang dan gizi buruk 1 orang (1,3%). Orang tua yang tingkat pendidikan
sampai SMA, 13 orang (16,3%) dengan gizi baik, gizi kurang 1 orang (1,3%) dan gizi buruk 2
orang (2,5%). Orang tua dengan tingkat pendidikan sampai sarjana, 10 orang (12,5%) dengan
gizi baik, tidak terdapat balita dengan gizi kurang dan buruk. Dari analisis bivariat hubungan
status gizi dengan pendidikan orang tua, diperoleh nilai p = 0,076 (> 0.05) yang artinya tidak
terdapat hubungan yang signifikan.
Berdasarkan tabel diatas balita dengan ibu yang bekerja memiliki gizi baik 30 orang (37,5%),
gizi kurang 6 orang (7,5%), gizi buruk 2 orang (2,5%). Dengan ibu yang tidak bekerja, gizi
baik 28 orang (28,5%), gizi kurang 13 orang (16,3%) dan gizi buruk 1 orang (1,3%). Dari
analisis bivariat hubungan status gizi dan pekerjaan ibu, diperoleh nilai p = 0,279 (> 0,05) yang
artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan.
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Gambaran Status Gizi Balita 0-59 Bulan
Status gizi dinilai berdasarkan baku antropometri yang sering digunakan di Indonesia yaitu
World Health Organization-National Centre for Health Statistik (WHO-NCHS). Indikator
yang digunakan yaitu IMT/U (Sinaga dan Meyanta, 2017). Pada balita pemantauan
pertumbuhan dan kesehatan dapat menggunakan Kartu Menuju Sehat (KMS), status gizi
dilihat melalui berat badan berdasarkan usia pada penimbangan yang pertama dan ada
tidaknya kecenderungan kenaikan berat badan pada penimbangan berikutnya.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 80 balita 0-59 bulan di wilayah kerja
Puskesmas Tembuku II, Desa Yangapi dan Peninjoan, Kabupaten Bangli, dari hasil KMS,
terdapat gizi baik 58 orang (72,5%), gizi kurang 19 orang (23,8%) dan gizi buruk 3 orang
(3,8%). Dari data tersebut, sesuai asumsi, status gizi berhubungan dengan tingkat sosial
ekonomi.
6.2 Gambaran Sosial Ekonomi Orang Tua
Status sosial ekonomi merupakan kedudukan atau posisi seseorang dalam masyarakat.
Sosial ekonomi adalah gambaran tentang keadaan seseorang yang mancakup tiga faktor
yaitu, pendapatan, pendidikan dan pekerjaan. Hal tersebut kemungkinan besar merupakan
pembentuk gaya hidup keluarga (Fariza,2013).
Berdasarkan data yang diperoleh untuk sosial ekonomi orang tua menunjukkan,
pendapatan orang tua <Rp.500.000 20 orang (25%), pendapatan Rp.500.000 sampai
Rp.1.000.000 30 orang (37,5%) dan >Rp.1.000.000 30 orang (37,5%). Orang tua yang
tingkat pendidikan sampai SD 26 orang (32,5%), tingkat pendidikan sampai SMP 28 orang
(35%), tingkat pendidikan sampai SMA 16 orang (20%) dan sarjana 10 orang (12,5%).
Ibu yang bekerja 38 orang (47,5%) dan tidak bekerja 42 orang (52,5%). Dari data tersebut
sebagian pendapatan orang tua dengan tingkat ekonomi menengah cukup untuk
memberikan nutrisi yang optimal bagi balitanya. Berdasarkan pendidikan sebagian besar
tingkat pendidikan sampai SD dan SMP hal ini menyebabkan sulitnya penerimaan
informasi mengenai gizi sehingga dapat mempengaruhi dalam hal pemilihan nutrisi bagi
balita. Berdasarkan pekerjaan ibu, lebih banyak ibu yang tidak bekerja. Keadaan balita
lebih banyak dikontrol oleh seorang ibu, ibu yang tidak bekerja lebih banyak memiliki
waktu untuk memperhatikan makanan balitanya.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi
balita dengan pendapatan orang tua. Berdasarkan tabel 5.5 diperoleh nilai p = 0,013 (
0,05). Sesuai dengan penelitian Ferbrianto ID (2012), bahwa semakin tinggi pendapatan
orang tua, maka semakin baik pula status gizi balita, sebaliknya semakin rendah tingkat
penghasilan orang tua, status gizi balita kurang baik. Hal ini juga sesuai dengan pendapat
Suhendri (2012), orang tua dengan pendapatan rendah mempunyai kemungkinan kurang
dapat memenuhi kebutuhan makanan sejumlah yang diperlukan, keanekaragaman
makanan kurang dapat dijamin sehingga gizi balita kurang tercukupi, orang tua biasanya
memberikan asupan makanan seadanya tanpa mempertimbangkan kualitas gizi.
Sedangkan orang tua dengan pendapatan yang tinggi cukup untuk memenuhi kebutuhan
pangan, baik jumlah maupun mutunya. Orang tua dapat menyediakanan semua kebutuhan
balita baik primer maupun sekunder, sehingga setiap memberikan makanan akan
memberikan yang terbaik bagi balitanya. Ini sesuai dengan penelitian Mulazimah (2017)
yaitu hubungan pendapatan keluarga dengan status gizi balita di Desa Ngadiluwih
Kecamatan Ngadiluwih Kabupaten Kediri, terdapat hubungan yang signifikan p= 0,019 (
0,05).
Tetapi hasil penelitian, orang tua dengan pendapatan >Rp.1.000.000 terdapat balita
dengan gizi buruk 3 orang (3,8%), kemungkinan orang tua dengan pendapatan tinggi dapat
membeli berbagai jenis makanan yang diinginkan dalam segi kuantitas, tetapi belum tentu
makanan tersebut sudah baik dalam segi kualitas dan memenuhi gizi seimbang. Sesuai
dengan pendapat Apriaji (2009) walaupun seseorang memiliki penghasilan yang tinggi,
tetapi tanpa memiliki pengetahuan untuk memilah bahan makanan yang bergizi, maka
pertumbuhan balita kurang maksimal karena tidak adanya keseimbangan antara zat gizi
yang diperlukan dengan zat gizi yang diterima oleh tubuhnya.
7.2 SARAN
7.2.1 Bagi pihak Puskesmas Tembuku II penelitian ini dapat menjadi informasi, sebagai
bahan kajian untuk meningkatkan pelayanan, karena masih terdapat balita dengan
status gizi kurang dan buruk, dengan memberikan penyuluhan dan memantau
orang tua supaya lebih memperhatikan gizi balita, serta memberikan penjelasan
akan pentingnya KMS bagi orang tua untuk memantau pertumbuhan dan
perkembangan balita, mengingat banyak terdapat KMS balita yang hilang.
7.2.2 Bagi orang tua penelitian dapat menambah pengetahuan tentang gizi bagi
balitanya, dan faktor-faktor yang mempengaruhi gizi balita, orang tua hendaknya
memperhatikan pola makan dan memberikan asupan yang baik untuk balita.
7.2.3 Bagi peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian sejenis, penelitian ini
dapat menjadi sumber referensi. Peneliti selanjutnya diharapkan untuk meneliti
secara lebih terperinci untuk variabel yang digunakan atau melakukan penelitian
berdasarkan faktor lain, dengan menitikberatkan pada pengetahuan orang tua
karena pada penelitian ini sebagian besar faktor dipengaruhi oleh pengetahuan
dan agar faktor yang mempengaruhi status gizi balita dapat teridentifikasi lebih
luas.