Anda di halaman 1dari 19

PENDAHULUAN

Penyakit tuberkulosis saat ini menjadi masalah kesehatan utama di berbagai


Negara di dunia. Penanganan TB yang substandard (di bawah standard) akan
berakibat terjadinya kegagalan pengobatan, transmisi kuman TB yang
berkelanjutan kepada anggota keluarga dan masyarakat yang lain serta
menimbulkan resistensi obat yang dikenal sebagai kasus Multi Drug Resistance
Tuberculosis (TB MDR).1 Badan kesehatan dunia (World Health Organization /
WHO) menyatakan bahwa pada tahun 2008 terdapat sekitar 440.000 kasus TB
yang resisten terhadap INH rifampisin (TB MDR) dan pada tahun 2011 sekitar
500.000 kasus TB MDR dengan angka kematian sekitar 150.000 setiap tahunnya.
Dari jumlah tersebut baru 10 % yang telah ditemukan dan diobati.2,3
Resistensi terhadap Obat Anti Tuberkulosis (OAT) terlebih lagi multi drug
resistant tuberculosis (MDR TB) telah menjadi masalah kesehatan yang serius di
beberapa negara termasuk Indonesia.3 Indonesia telah melakukan beberapa survey
resistensi OAT di berbagai wilayah yang ada di Indonesia dengan mendapatkan
angka persentasi yang berbeda-beda. WHO tahun 2011 untuk memperkirakan
jumlah kasus TB MDR di Indonesia menggunakan angka 2 % untuk data kasus
TB MDR diantara kasus baru, dan 12 % untuk kasus TB MDR pada TB yang
pernah diobati sebelumnya.4
Resistensi obat terjadi akibat penggunaan Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
yang tidak tepat dosis pada pasien yang masih sensitif terhadap rejimen OAT.
Ketidaksesuaian ini bisa ditimbulkan oleh berbagai sebab seperti pemberian
rejimen yang tidak tepat oleh tenaga kesehatan atau karena kegagalan dalam
memastikan pasien menyelesaikan seluruh tahapan pengobatan. Dengan demikian,
kejadian resistensi obat banyak meningkat di wilayah dengan kendali program TB
yang kurang baik.1
Angka resistensi TB-MDR paru dipengaruhi oleh kinerja program
penanggulangan TBC paru terutama ketepatan diagnosis mikroskopik untuk
menetapkan kasus dengan BTA (+), dan penanganan kasus termasuk peran

1
pengawas minum obat (PMO) yang dapat berpengaruh pada tingkat kepatuhan
penderita untuk minum obat dan ketersediaan OAT yang cukup dan berkualitas.

2
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. K

Tanggal lahir : 21 Juni 1972

Umur : 46 tahun

Agama : Islam

Suku : Jawa

Jenis kelamin : Laki - Laki

Alamat : Kampung Baru

No. Rekam Medis : 1985533

Tanggal MRS : 16-3-2019

Tanggal Pemeriksaan : 18-3-2019

ANAMNESA
Keluhan Utama
Batuk lama
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Sidoarjo pada tanggal 18 maret 2019
keluhan batuk lama sejak ± 3 bulan yang lalu batuk disertai dengan lendir
yang berwarna putih terkadang berwarna kehijauan tanpa adanya bercak
darah dan terkadang disertai sesak nafas, sesak tidak dipengaruhi saat
beraktivitas, sesak juga tidak dipengaruhi oleh cuaca dingin, tidak ada

3
bunyi mengi. Keluhan ini dirasakan semakin lama semakin memberat
sejak 1 minggu sebelum pasien datang ke rumah sakit untuk menjalani
pengobatan.
Pasien juga mengeluh badan sumer dan sering berkeringat dingin
terutama pada malam hari. Selain itu, pasien juga mengeluh berat badan
turun akibat penurunan nafsu makan yang dialami. Pasien mengaku
mengalami penurunan berat badan sebanyak 5 kilogram dalam kurun
waktu ± 3 bulan terakhir.
Pasien mengaku pernah menjalani pengobatan paru 6 bulan yang
di nyatakan berhasil dan sembuh, setelah itu pasien tidak pernah kontrol
kembali. Beberapa bulan sebelum MRS pasien sempat batuk, dan saat
diperiksakan ke Puskesmas hanya dikatakan batuk biasa dan diberikan
obat batuk. Batuk tidak kunjung hilang dan semakin memberat hingga
akhirnya MRS.

Riwayat Penyakit Dahulu

-Pada tahun 2014 pasien pernah mendapatkan pengobatan tuberculosis


paru kategori 1 selama enam bulan, selesai dengan tuntas, dan dinyatakan
sembuh.
- Riwayat DM disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


- Riwayat penyakit TB paru disangkal
- Riwayat penyakit diabetes disangkal.

Riwayat Pengobatan
- Pengobatan TB paru kategori 1 : RHZE

PEMERIKSAAN FISIK
 Keadaan umum : Lemah
 Kesadaran : Compos Mentis

4
 BB : 50 kg (awal 55 kg)
 TB : 150 cm
 IMT : 22,2 (normal)

Tanda Vital
TD : 110/70 mmHg
Nadi : 88 x/menit/Reguler
Suhu : 36,9 0C
Respiratory Rate : 22 x/ menit
SpO2 : 95%

Status Generalis
Kepala dan Leher
a. Kepala
- Deformitas : Tidak ada
- Bentuk : Normocephal
- Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
- Mulut : Lidah kotor (-)
b. Leher
- Kelenjar GB : Pembengkakan (-)
- Tiroid : Mengikuti gerakan menelan, pembesaran (-)
- Massa lain : Tidak ada
Thoraks
Jantung
 Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
 Palpasi : iktus kordis tidak teraba, thrill (-), heave (-)
 Perkusi : batas jantung kanan : SIC IV Linea parasternal dekstra
batas jantung kiri : SIC V Linea midklavikula sinistra
 Auskultasi:
Suara 1: tunggal regular
Suara 2: tunggal regular
Murmur (-), Gallop (-)

Paru
 Inspeksi: simetris kanan kiri
 Palpasi: gerakan nafas simetris, fremitus vokal tidak ada lateralisasi
 Perkusi: sonor di seluruh lapang paru
 Auskultasi: suara nafas vesikuler (+/+), rhonki (+/+), wheezing (-/-)
Abdomen

5
 Inspeksi: Bentuk simetris, cembung (-), spider angioma (-), caput
medusa (-)
 Auskultasi: bising usus (+).
 Perkusi: timpani (+), asites (-), shifting dullness (-), undulasi (-),
flank test (-)
 Palpasi: Supel, nyeri tekan epigastrium (-) , nyeri tekan
hipocondriac kanan (-), nyeri tekan hipocondriac kiri (-), distended
(-), meteorismus (-). Hepar, lien dan ren tidak teraba.

Ektremitas
Superior:
Akral hangat kering merah +/+
Edema -/-
Icterus pada telapak tangan -/-
Pemeriksaan Motorik: Stage 5
Inferior:
Akral hangat kering merah +/+
Edema -/-
Pemeriksaan Motorik: Stage 5

HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG


 Tanggal 16 Maret 2019
 Darah Lengkap :
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

WBC 8.81 /Ul 4.50 - 11.50 /Ul N

RBC 4,7 /Ul 4.2 - 6.1/Ul N

HGB 12,4 g/dL 12.3 - 15.3 g/dL N

HCT 38,7% 37.0 - 52.0 % N

PLT 451 /Ul 157 - 393 /Ul

GDP 80 mg/dL 65-110 mg/dL N

GD2JPP 89 <= 140 mg/dL N 6

BUN 6.4 6.0 – 23.0 mg/dL N


HASIL FOTO THORAX

Foto thorax:
- Bercak dengan garis fibrosis pada kedua lapangan paru
- Tampak perselubungan di daerah lobus atas paru kanan
- Cor normal
- Sinus dan diafragma baik
- Tulang-tulang intak
Kesan: KP dupleks lama aktif

HASIL EKG

7
PEMERIKSAAN MIKROBIOLOGIS
Tidak dilakukan

PEMERIKSAAN GEN EXPERT SPUTUM


Hasil pemeriksaan geneXpert didapatkan hasil MTB detected high and
Rifampisin resistance detected.

Analyte Ct EndPT Analyte Probe


name Result check
result
Probe D 0.0 6 Negatif PASS
Probe C 15.4 314 Positif PASS
Probe E 16.7 156 Positif PASS
Probe B 17.6 123 Positif PASS
SPC 31.8 255 NA PASS
Probe A 15.3 165 Positif PASS
QC-1 0.0 0 Negatif PASS
QC-2 0.0 0 Negatif PASS
Konsultasi VCT
HIV (-)
Konsultasi THT
Saat ini pendengaran dalam batas normal

Konsultasi Jantung

Saat ini tidak ditemukan kelainan pada jantung.

Konsultasi Spesialis Kesehatan Jiwa

Saat ini tidak ditemukan tanda tanda gangguan jiwa

8
RESUME

Pasien Laki-laki datang sadar diantar oleh keluarganya ke IGD


RSUD SIDOARJO pada tanggal 18 Maret 2019 dengan keluhan batuk
lama. Dari anamnesis didapatkan batuk lama sejak ± 3 bulan yang lalu
batuk disertai dengan lendir yang berwarna putih terkadang berwarna
kehijauan tanpa adanya bercak darah dan terkadang disertai sesak nafas,
sesak tidak dipengaruhi saat beraktivitas, sesak juga tidak dipengaruhi
oleh cuaca dingin, tidak ada bunyi mengi. Keluhan ini dirasakan semakin
lama semakin memberat sejak 1 minggu sebelum pasien datang ke rumah
sakit untuk menjalani pengobatan.Pasien juga mengeluh badan sumer dan
sering berkeringat dingin terutama pada malam hari. Selain itu, pasien juga
mengeluh berat badan turun akibat penurunan nafsu makan yang dialami.
Pasien mengaku mengalami penurunan berat badan sebanyak 5 kilogram
dalam kurun waktu ± 3 bulan terakhir. Pada tahun 2014 pasien pernah
menjalani pengobatan TB selama 6 bulan dan sudah dinyatakan sembuh.
Dari permeriksaan fisik didapatkan keadaan umum lemah, berat
badan 50 kg, tinggi badan 150cm, tekanan darah 110/70 mmhg, nadi
88x/menit, suhu 36,9 0C, frekuensi nafas 22x/menit, SPO2 95%. Pada
pemeriksaan thoraks paru dari inspeksi didapatkan pengembangan dada
simetris bilateral, tidak ada retraksi. Pada palpasi vokal fremitus kiri sama
dengan kanan kesan normal. Pada perkusi sonor di seluruh lapangan paru.
Pada auskultasi suara pernapasan vesikuler di kedua lapangan paru,
ditemukan rhonki di kedua paru, tidak ditemukan adanya wheezing.
Pada pemeriksaan radiologi ditemukan adany aperelubungan
didaerah apex paru kanan dan bercak dengan garis fibrosis di kedua
lapang paru , sehingga memberikan kesan KP dupleks lama aktif dengan
ateletaksis paru kanan. Hasil pemeriksaan geneXpert didapatkan hasil
MTB detected high and Rifampisin resistance detected.

DIAGNOSA KERJA

9
Tuberculosis paru Rifampisin Resisten

PENATALAKSANAAN
- IVFD ringer laktat 14 tetes per menit
- Injeksi ranitidine 50 mg / 12 jam / IV
PO:
- Codein 3x10 mg
- Kanamycin 1x750 mg
- Moxifloxacin 1x600 mg
- Clafazimin 1x100 mg
- Ethambutol 1x800 mg
- Pirazinamid 1x1000 mg
- INH 1x450 mg
- Ethionamid 1x500mg

PEMBAHASAN KASUS

10
Berdasarkan anamnesis didapatkan batuk lama sejak ± 3 bulan yang lalu
batuk disertai dengan lendir yang berwarna putih terkadang berwarna kehijauan
tanpa adanya bercak darah dan terkadang disertai sesak nafas, sesak tidak
dipengaruhi saat beraktivitas, sesak juga tidak dipengaruhi oleh cuaca dingin,
tidak ada bunyi mengi. Keluhan ini dirasakan semakin lama semakin memberat
sejak 1 minggu sebelum pasien datang ke rumah sakit untuk menjalani
pengobatan.Pasien juga mengeluh badan sumer dan sering berkeringat dingin
terutama pada malam hari. Selain itu, pasien juga mengeluh berat badan turun
akibat penurunan nafsu makan yang dialami. Pasien mengaku mengalami
penurunan berat badan sebanyak 5 kilogram dalam kurun waktu ± 3 bulan
terakhir. Hal ini sesuai dengan Pada tahun 2014 pasien pernah menjalani
pengobatan TB selama 6 bulan dan sudah dinyatakan sembuh. Gejala tersebut
sesuai dengan gejala TB menurut Konsensus PDPI tahun 2006 yaitu :

1. Gejala respiratorik

- batuk > 2 minggu

- batuk darah

- sesak napas

- nyeri dada

Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala
sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang
pasien terdiagnosis pada saat medical check up. Bila bronkus belum
terlibat dalam proses penyakit, maka pasien mungkin tidak ada
gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan
selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar.

2. Gejala Sistemik

- Demam

- Gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia

11
dan berat badan menurun

3. Gejala tuberkulosis ekstraparu

Gejala tuberkulosis ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat,


misalnya pada limfadenitis tuberkulosis akan terjadi pembesaran
yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah bening, pada
meningitis tuberkulosis akan terlihat gejala meningitis, sementara
pada pleuritis tuberkulosis terdapat gejala sesak napas dan kadang
nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.

Diagnosis TB MDR dipastikan berdasarkan uji kepekaan M.tuberculosis


baik secara konvensional dengan menggunakan media padat atau cair, maupun
metode cepat (rapid test). Semua fasilitas pelayanan kesehatan yang terlibat dalam
pelaksanaan manajemen terpadu pengendalian TB resisten obat akan merujuk
semua suspek TB MDR ke Rumah Sakit Rujukan TB MDR untuk selanjutnya
akan dirujuk ke laboratorium yang telah ditunjuk oleh Kemenkes RI untuk
diperiksa dahaknya dan selanjutnya dilakukan pemeriksaan biakan dan uji
kepekaan. Jika hasil uji kepekaan terdapat yang resisten minimal terhadap
rifampisin dan INH, maka dapat ditegakkan diagnosis TB MDR.
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah:
a. Pemeriksaan mikroskopik BTA dengan pewarnaan Ziehl Neelsen
b. Biakan M.tuberculosis dapat dilakukan pada media padat maupun media cair.
Masing-masing media tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan masing-
masing.
c. Uji kepekaan M.tubeculosis terhadap OAT. Ketepatan uji kepekaan tergantung
pada jenis obat yang diuji. Untuk lini pertama ketepatan tertinggi dimulai dari
rifampisin, INH, sterptomisin dan etambutol. Sedangkan pirazinamid tidak
dianjurkan karena tingkat kepercayannya masih rendah. Untuk lini kedua,
aminoglikosida dan floroquinolon memiliki tingkat kepercayaan dan
keterulangan yang baik. Metode yang tersedia yang sudah direkomendasikan
oleh WHO ialah Line Probe Assay (LPA) dan geneXpert test. Berdasarkan
pemeriksaan penunjang dari pasien ini didapatkan hasil foto Thorak yang

12
menunjukan kesan KP dupleks lama aktif dengan ateletaksis paru kanan. Hasil
pemeriksaan geneXpert didapatkan hasil MTB detected high and Rifampisin
resistance detected.

Berdasarkan Guidelines for the programmatic management of drug


resistant tuberculosis: emergency update oleh WHO (2008) Terdapat enam jenis
kategori resistensi terhadap OAT, yaitu:
1. Mono resisten yakni TB paru yang resisten terhadap satu obat lini pertama
2. Poli resisten yakni TB paru yang resisten terhadap lebih dari satu OAT lini
pertama selain kombinasi isoniazid dan rifampisin.
3. Multi drug resistant (MDR) yakni TB paru yang resisten terhadap sekurang-
kurangnya isoniazid dan rifampisin.
4. Extensively drug resistant (XDR) yakni TB-MDR ditambah kekebalan
terhadap salah satu obat golongan flourokuinolon dan sedikitnya salah satu
dari OAT injeksi lini kedua (kapreomisin, kanamisin dan amikasin).
5. Total Drug Resistance(TDR) yakni TB paru yang resisten baik dengan lini
pertama maupun lini kedua. Pada kondisi ini tidak ada lagi obat yang bisa
dipakai.
6. TB Resisten Rifampisin (TB RR): resisten terhadap rifampisin (monoresisten,
poliresisten, MDR-TB, TB XDR) yang terdeteksi menggunakan metode
fenotip atau genotip dengan atau tanpa resisten OAT lainnya.

Tipe pasien yang ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya :

a. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau
sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.
b. Kasus kambuh (relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat

13
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan
lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak
BTA positif atau biakan positif.

Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran radiologi


dicurigai lesi aktif / perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus
dipikirkan beberapa kemungkinan :
- Lesi nontuberkulosis (pneumonia, bronkiektasis, jamur, keganasan dll)
- TB paru kambuh yang ditentukan oleh dokter spesialis yang
berkompeten menangani kasus tuberkulosis.
c. Kasus defaulted atau drop out
Adalah pasien yang telah menjalani pengobatan > 1 bulan dan tidak
mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa
pengobatannya selesai.
d. Kasus gagal
Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi
positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau
akhir pengobatan.
e. Kasus kronik
Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai
pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan pengawasan yang
baik.

f. Kasus Bekas TB:


- Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan
gambaran radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto
serial menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT
adekuat akan lebih mendukung
- Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah mendapat
pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada perubahan
gambaran radiologi.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan


penunjang diagnosa pasien ini adalah Tuberculosis paru (TB paru) relaps

14
Rifampisin Resistensi. Beberapa penelitian menyatakan bahwa ada
hubungan antara pengobatan menggunakan paduan standar jangka pendek
(SCC: short course chemotherapy) yang diberikan kepada pasien TB
monoresisten atau poliresisten dengan peningkatan resiko terjadinya
kegagalan pengobatan maupun terjadinya kekebalan lebih lanjut terhadap
OAT (TB MDR/XDR).

Pilihan paduan baku OAT untuk pasien TB dengan MDR saat ini adalah
paduan standar (standardized treatment) yaitu:16

4–6 Km – Mfx – Eto (Pto) – HDT – Cfz – E – Z / 5 Mfx –


Cfz – E – Z
Tahap awal Tahap lanjutan

Paduan ini diberikan pada pasien yang sudah terkonfirmasi TB MDR secara
laboratoris dan dapat disesuaikan bila: 16
 Etambutol tidak diberikan bila terbukti telah resisten atau riwayat
penggunaan sebelumnya menunjukkan kemungkinan besar terjadinya
resistensi terhadap etambutol.
 Panduan OAT disesuaikan paduan atau dosis pada :
o Pasien TB MDR yang diagnosis awal menggunakan Rapid test,
kemudian hasil konfirmasi DST menunjukkan hasil resistensi yang
berbeda.
o Bila ada riwayat penggunaan salah satu obat tersebut diatas
sebelumnya sehingga dicurigai telah ada resistensi.
o Terjadi efek samping yang berat akibat salah satu obat yang dapat
diidentifikasi penyebabnya.
o Terjadi perburukan klinis.

Tabel Paduan OAT Sesuai Pola Resistensi


Pola Paduan yang Lama Catatan
Resistensi direkomendasikan Pengobatan
H REZ (Pasien baru) 6 Bulan Quinolon disarankan
9 Bulan bila sakit berat dan

15
lama pengobatan
dapat diperpanjang.
HS RQEZ 9 Bulan
HE 3 SRQZ / 6 RQZ 9 Bulan Pengobatan yang lebih
lama (maksimal 12
bulan) diberikan bila
sakit berat.
HES 3 KmRQZ / 9 RQZ 12 Bulan Obat injeksi bisa
diberikan sampai 6
bulan bila sakit berat.
R 3 HQEZ / 9 HQE 12 Bulan
atau
3 SHEZ/ 9 HEZ
RS 3 KmHEZ / 15 HEZ 18 Bulan Injeksi Km bisa
diberikan sampai 6
bulan bila sakit berat.
RE 3 SHQZ / 15 HQZ 18 Bulan Injeksi S bisa
diperpanjang sampai 6
bulan bila sakit berat.
RES 3 KmHQZ / 15 HQZ 18 Bulan Injeksi Km bisa
diperpanjang sampai 6
bulan bila sakit berat.
Ket :
H : INH R : Rifampisin Z : Pirazinamid E : Etambutol
Eto : Etionamid Q : Quinolon Km : Kanamisin S : Streptomisin

Fase-fase Pengobatan TB-MDR


I. Fase Pengobatan intensif
Fase intensif adalah fase pengobatan dengan menggunakan obat injeksi
(kanamisin atau kapreomisin) yang digunakan sekurang-kurangnya selama 6
bulan atau 4 bulan setelah terjadi konversi biakan
a. Fase rawat inap di RS 2-4 minggu
Pada fase ini pengobatan dimulai dan pasien diamati untuk:
 Menilai keadaan pasien secara cermat
 Tatalaksana secepat mungkin bila terjadi efek samping

16
 Melakukan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) yang intensif
Dokter menentukan kelayakan pasien untuk rawat jalan berdasarkan:
 Tidak ditemukan efek samping
 Pasien sudah mengetahui cara minum obat dan suntikan sesuai dengan
pedoman pengobatan TB MDR

b. Fase rawat jalan


Selama fase intensif baik obat injeksi dan obat minum diberikan oleh petugas
kesehatan dengan disaksikan PMO kepada pasien. Pada fase rawat jalan ini obat
oral ditelan di rumah pasien hanya pada libur
II. Fase pengobatan lanjutan
 Fase setelah pengobatan injeksi dihentikan
 Fase lanjutan minimum 18 bulan setelah konversi biakan
 Pasien yang memilih menjalani pengobatan di RS Rujukan TB MDR
mengambil obat setiap minggu dan berkonsultasi dengan dokter setiap 1
bulan

PROGNOSIS

Ada beberapa hal yang dapat menjadi petanda untuk mengetahui prognosis
pada penderita TB-MDR. Dari beberapa studi yang ada menyebutkan bahwa
adanya keterlibatan ekstrapulmoner, usia tua, malnutris, infeksi HIV, riwayat
mengunakan OAT dengan jumlah cukup banyak sebelumnya, terapi yang tidak
adekuat (<2 macam obat yang aktif) dapat menjadi petanda prognosis buruk pada
penderita tersebut.18

Dengan mengetahui beberapa petanda diatas dapat membantu klinisi untuk


mengamati penderita lebih seksama dan dapat memperbaiki hal yang menjadi
penyebab seperti malnutrisi.18

17
KESIMPULAN

Prevalensi kasus TB dengan resistensi OAT terutama TB-MDR terus


meningkat. Factor penyebab terbanyak adalah akibat pengobatan TB yang tidak
adekuat dan penularan dari pasien TB-MDR. Oleh karena itu pada setiap pasien
harus dilakukan penilaian resiko kemungkinan terjadinya resistensi OAT.
Selanjutnya terapi empiris harus segera diberikan pada pasien dengan resiko
tinggi resistensi OAT, terutama pada pasien dengan keadaan penyakit yang berat.
Pemilihan regimen OAT yang tepat sangat diperlukan untuk keberhasilan
pengobatan dan mencegah bertambah banyaknya kasus TB-MDR maupun TB-
XDR dan TB-TDR.

Terapi yang dianjurkan dengan memberikan 4 sampai 6 macam obat.


Pilihan obat yang diberikan yaitu obat lini pertama yang masih sensitif disertai
obat lini kedua berdasarkan aktivitas intrinsik terhadap kuman M.tuberculosis.
Pembedahan perlu dipertimbangkan bila setelah 3 bulan terapi OAT tidak terjadi
konversi negatif sputum. Pemberian nutrisi yang baik dapat membantu
keberhasilan terapi.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Guidelines for the programmatic management of drug-resistant


tuberculosis: emergency update 2008. Geneva, World Health Organization,
2008 (WHO/HTM/TB/2008.402)
2. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis Pedoman Diagnosis
dan Penatalaksanaan di Indonesia. 2011.
3. Riyanto BS, Wilhan. Management of MDR TB Current and Future dalam
Buku Program dan Naskah Lengkap Konferensi Kerja Pertemuan Ilmiah
Berkala. PERPARI. Bandung. 2006.
4. Kementrian Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Dan
Penyehatan Lingkungan. 2011. Pedoman Nasional Pengendalian
Tuberkulosis.

19

Anda mungkin juga menyukai