Anda di halaman 1dari 6

Farmakokinetik

Oksitosin (pitocin,syntocinon) diabsorbsi dengan baik oleh mukosa hidung ketika diberikan secara
intranasal untuk mengeluarkan ASI. Kemampuan untuk mengikat proteinnya rendah, dan waktu
paruhnya 1-9 menit. Dimetabolisasi dengan cepat dan diekskresikan oleh hati.

Bersama dengan faktor faktor lainnya, oksitosin memainkan peranan yang sangat penting dalam
persalinan dan ejeksi ASI. Oksitosin bekerja pada reseptor oksitosin bekerja pada reseptor oksitosik
untuk menyebabkan:

 Kontraksi uterus pada kehamilan aterm yang terjadi lewat kerja langsung pada otot polos
maupun lewat peningkatan produksi prostaglandin.
 Konstriksi pembuluh darah umbilikus
 Kontraksi sel-sel mioepitel (refleks ejeksi ASI)

Oksitosin bekerja pada reseptor hormon antidiuretik (ADH) untuk menyebabkan

 Peningkatan atau penurunan yang mendadak pada tekanan darah (khususnya diastolik)
karena terjadinya vasodilatasi
 Retensi air

Kerja oksitosin yang lain meliputi: kontraksi tuba uterina (falopi) untuk menbantu pengangkutan
sperma; luteolisis (involusi korpus luteum);peranan neurotransmiter yang lain dalam sistem saraf
pusat. Oksitosin di sintesis di dalam hipotalamus, kelenjar Gonad, plasenta dan uterus. Mulai dari
usia kehamilan 32 minggu dan selanjutnya., konsentrasi oksitosin dan demikian pula aktivitas uterus
akan lebih tinggi pada malam harinya. (Hirst et al,1993).

Pelepasan oksitosin endogenus di tingkatkan oleh:

 Persalinan. Pelepasan endogenus oksitosin bersifat pulsatil. Kontrol umpan balik yang positif
dari persalinan akan mencapai puncaknya pada saat terjadi gelombang pelepasan oksitosin.
 Stimulasi serviks,vagina atau payudara;
 Estrogen yang beredar dalam darah;
 Peningkatan osmolalitas/ konsentrasi plasma (glosarium);
 Volume caiaran yang rendah dalam sirkulasi darah;
 Sterss. Stress dalam persalinan dapat memicu partus presipitatus yang dikenaldengan istila
‘refleks ejeksi fetus’. Stress yang di sebabkan oleh tangisan bayi akan menstimulasi produksi
ASI.

Pelepasan oksitosin disupresi oleh:

 Alkohol. Hal ini dapat mengganggu awal pemberian ASI


 Relaksin
 Penurunan osmolalitas (konsentrasi0 plasma
 Volume cairan yang tinggi dalam sirkulasi darah ( Graves, 1996).
Farmakodinamik

Awitan kerja dari oksitosin yang diberikan secara intramuskular timbul 3-5 menit, waktu untuk
mencapai puncak konsentrasi belum di ketahui, dan lama kerjanya adalah 2-3 jam. Awitan kerja dari
oksitosin yang di berikan intravena terjadi segera, waktu untuk mencapai puncak konsentrasinya
tidak di ketahui,dan lama kerjanya adalah 20 menit.

Obat di berikan secara intravena untuk menginduksi kehamilan atau mempercepat persalinan.
Pitocin di cairkan dalam 1000 mL larutan Ringer laktat sampai konsentrasinya 10mU/mL. Cairan
campuran ini diberikan melalui jalur IV kedua dari cairan IV kontrol. Dosis awal adalah 0,5 mU setiap
15- 30 menit sampai kontraksi kira kira terjadi setiap 3 menit dengan kualitas yang cukup.

Untuk pencegehan dan pengendalian perdarahan karena atoni uterus, 10 U oksitosin di tambahkan
ke dalam 1 L larutan dekstrose atau elektrolit (10 mU/mL) diinfuskan dengan kecepatan yang dapat
mengendalikan atoni. Oksitosin diberikan secara intramuskular (10 U) setelah plasenta lahir.

Efek samping oksitosin

Bila oksitosin di berikan, kerja fisiologis hormon ini akan bertambah sehingga dapat timbul efek
samping yang potensial berbahaya. Efek samping tersebut:

 Stimulasi berlebih pada uterus


selama sembilan bulan terakhir kehamilan,daya reaksi otot rahim terhadap oksitosin
meningkat sebesar delapan kali lipat (Graves,19960. Bila di lakukan pemberian oksitosin,
baik frekuensi maupun kekuatan kontraksi otot polos rahim akan meningkat sehingga rasa
nyeri perslinan semakin hebat (Olah & Gee,1996). Pasien melaporkan bahwa kontraksi yang
diinduksi oleh pemberian oksitosin terasa lebih nyeri daripada kontraksi pada persalinan
spontan. Penguatan persalinan dengan oksitosin membawa resiko hiperstimulasi uterus;
karena beberapa individu hipersensitif terhadap oksitosin, pemberian infus oksitosin selalu
mengandung bahaya kontraksi uterus yang tetanik atau spasmodik sekalipun dosis yang
diberikan sudah rendah (BNF,2000).
Pemberian oksitosin akan mengganggu masuknya kepala janin ke dalam serviks. Jika
serviks tidak melunak atau mengalami dilatasi, proses persalinan tidak dapat berlangsung
dan dalam keadaan ini, kontraksi uterus yang keras, lama serta kuat dapat menimbulkan
konsekuensi yang serius:
a. Trauma pada neonatus dan ibu. Jika bayi di paksa lahir lewat serviks yang masih belum
berdilatasi secara lengkap, jaringan lunak ibu dapat mengalami laserasi yang luas
b. Ruptura uteri. Kemungkinan terjadinya ruptura lebih kecil pada ibu yang multipara
kendati peristiwa tersebut pernh terjadi.
c. Perdarahan post partum. Keadaan ini sudah pernah terjadi, tetapi mungkin berkaitan
dengan komplikasi obstetrik atau ruptura uteri dan bukan karena hiperstimulasi uterus.
d. Hematoma pelvik. Keadaan ini dapat terjadi karena kontraksi yang kuat. Jika
hematomanya luas, deplesi faktor-faktor pembekuan dapat terjadi sehingga timbul
koagulopati intravaskuler diseminata, kegagalan koagulasi dan perdarahan.
e. Solusio plasenta. Solusio plasenta berkaitan dengan kontraksi uterus yang kuat dan turut
terlibat dalam peristiwa kematian ibu (DoH,1991)
f. Emboli cairan amnion. Keadaan ini dapat di timbulkan oleh proses persalinan yang sulit,
khususnya jika didalam cairan amnion terlihat noda-noda mekonium atau bila sudah
terjadi kematian janin in utero.
g. Hiposia fetal. Pada saat kontraksi uterus terjadi kompresi pembuluh darah yang
mengganggu pengangkutan oksigen ke dalam uterus, plasenta dan janin. Normalnya
oksigenasi akan pulih kembali setelah terjadi relaksasi uterus dan pemulihan keadaan ini
mencegah penunpukan asam laktat. Akan tetapi, jika uterus mengalami stimulasi yang
berlebihan dan relaksasinya terlalu singkat, maka akan terjadi hipoksia serta asidosis
pada janin. Penelitian di Negara berkembang menunjukkan bahwa peningkatan risiko
terjadinya perdarahan intrakranial pada janin memiliki kaitan dengan pemberian
oksitosin di rumah sakit dengan fasilitas pemantauan janin dan uterus yang kurang
optimal.
 Vasokonstriksi pembuluh darah umbilukus
Jika mekanisme proteksi ini di aktifkan sebelum waktunya, janin akan mengalami
kekurangan oksigen. Hipoksia janin dapat menimbulkan bradi kardia, dan bahkan kematian.
Setiap keadaan gawat janin yang sudah ada sebelumnya cenderung menjadi semakin berat
dengan pemberian infus oksitosin.
 Kerja hormon antidiuretik dan SIADH
Kerja utama hormon antidiuretik adalah untuk menyimpan air dengan bekerja (terutama)
pada duktus kolektivus tubulus renalis (lewat reseptor V2). Karena keasaman struktural,
oksitosin juga menyebabkan retensi air sehingga terjadi:
a. Penurunan haluaran urine
b. Peningkatan osmolalitas (dan berat jenis) urine
c. Pengenceran plasma
d. Hiponatremia (glosarium)
 Kerja oksitosin pada pembuluh darah
Oksitosin dapat menaikkan atau menurnkan tekanan darah dan efek ini bergantung
pada cairan infusnya dan respons individual.
Pemberian oksitosin mungkin lebih bersifat menurunkan tekanan darah ketimbang
menaikkannya dan sifat ini berpotensi untuk menimbulkan akibat dengan fatalitas yang
sama, yang meliputi henti jantung. Pemberian oksitosin dengan jumlah besar dapat
mengakibatkan vasodilatasi yang nyata dan mendadak sehingga terjadi penurunan tekanan
darah, khususnya tekanan distolik. Curah jantung dapat berkurang dan penurunan curah
jantung dapat memicu refleks takikardia.
 Mual dan muntah
Mual dan muntah dapat disebabkan oleh kontraksi otot polos usus atau kerja
langsung oksitosin pada zona pemicu kemoreseptor dan pusat muntah dalam medula
oblongata.
 Reaksi anafilaksis
Reaksi hipersensitivitas yang meliputi anafilaksis sudah pernah di laporkan.

Interaksi obat oksitosin


Obat obat vasopresor
Jika oksitosin di berikan bersama preparat vasokonstriktor lainnya, maka akan terdapat
bahaya peningkatan tekanan darah yang dapat menyebabkan serangan stroke. Keadaan
ini dapat terjadi jika adrenalin (epinefrin) di tambahkan pada obat anastesi lokal, misal
pada anastesi blok kaudal, atau jika efedrin di berikan untuk memperbaiki hipotensi
yang ditimbulkan oleh anestesi epidural ergometrin dan oksitosin bekerja secara sinergis
dan kerapkali di resepkkan bersama dalam penatalaksanaan kala tiga persalinan.

Alkaloid ergot
Ergot merupakan jamur (fungus) yang tumbuh pada tanaman rye (gandum hitaam),
gandum hitam dan pepadian yang lainnya. Sejak zaman pertengahan, keracunan ergot
yang terjadi setelah memakan roti gandum hitam yang terinveksi jamur tesebut akan di
sertai dengan abortus, gangguan jiwa dan gangren. Jika di gunakan tunggal,ergometrin
merupakan preparat yang penting dalam penatalakasaan perdarahan akut postpartum
atau perdarahan pasca abortus. Sebagai salah satu unsur dalam obat syntometrine,
preparat ini sering digunakan sebagai tindakan profilaksis dalam penatalaksanaan aktif
kala tiga persalinan. Preparata oralnya tidak bisa di andalkan karena kesulitan dalam
penyimpanan dan bioavailabilitas (Glosarium).

Kerja egometrie dan efek sampingnya


Seperti halnya dengan preparat ergot yang lain, ergometrine berinteraksi dengan
reseptor serotoninergik, noradrenergik, dan dopaminergik dengan cara yang kompleks.
Kerjanya pada reseptor serotonin serta alfa 1 di perkirakan melandasi kontraktilitas
yterus dan usus yang di timbulkan oleh ergometrin.

Kontraksi uterus
Ergometrin memiliki efek stimulan yang bekerja cepat terhadap uterus, khususnya pada
saat aterm. Kontraksi uterus yang di akibatkannya tidak terkoordinasi dan berlangsung
berturutan dengan cepat. Kontraksi uterus dapat begitu terasa sakit atau seperti
keadaan kram sehingga ibu hamil memerlukan analgesia postpartum, kontraksi dapat
terjadi begitu kuat sehingga resiko retensio plasenta akan meningkat. Keadaan ini dapat
disebabkan oleh kontraksi segmen bawah uterus yang terjadi berturutan sehingga
pelepasan plasenta terhalang.

Diare dan muntah


Kerja egometrin menyerupai kerja dopamin yang kerapkali menimbulkan mual dan
muntah pada 20-30 persen ibu yang melahirkan, gejala mual dan muntah ini bergantung
pada takaran ergometrin yang di berikan. Diare yang ringan atau yang sedang dapat
terjadi karena peningkatan kontraktilitas traktus GI.
Vasokontriksi
Egometrin bekerja pada reseptor alfa 1 (noradrenergik) dalam pembuluh darah arteriole
dan vena untuk menimbulkan vasokontriksi serta venokonstriksi. Konstriksi pembuluh
darah ini akan menaikkan tahanan tepi sehingga terjadi hipertensi (tekanan diastolik >95
mmHg) pada 5 persen ibu-ibu yang melahirkan dengan pemberian ergometrin intravena.
Keadaan ini dapat menyebabkan:
1. Refleks bradikardia dan penurunan curah jantung
2. Krisis hipertensi dan perdarahan otak
3. Serangan eklampsia postpartum
4. Kenaikan tekanan vena sentralis
5. Spasme arteri koronaria

Efek egometrin pada neonatus

Pemberian ergometrin memiliki kaitan dengan hipertermia, peningkatan ketegangan


otot, masalah respirasi dan konvulsi pada neonatus. Di laporkan adanya sejumlah kasus kekeliruan
penyutikan intra muskuler ergometrine atau sintometrine yang tidak di sengaja pada neonatus yang
seharusnya mendapatkan suntikan vitamin K. Semua bayi yang mendapatkan suntikan tersebut
mengalami konvulsi,dan sebagian besar di antaranya memerlukan dukungan kardiorespiratorik
dalam unit perawatan khusus. Pemberian ASI pada awalnya menimbulkan masalah. Namun,
sebagian besar bayi pulih kembali dalam waktu empat hari, dan tidak ada gejala sisa jangka panjang
yang di laporkan.

Kewaspadaan dan kontraindikasi

Ssifat vasokonstriktor yang di miliki oleh preparat ergometrin membuatnya tidak cocok untuk di
gunakan pada ibu hamil dengan kelainan paru,jantung atau vaskular yang meliputi eklampsia,
migrain serta fenomena Raynaud yang sudah ada sebelumnya. Jika ada gejala sepsis, kegagalan renal
atau hepatik, maka sensitivitas terhadap ergometrin akan meningkat. Pemberian egometrin yang
berkali kali jarang dapat di benarkan mengingat adanya resiko efek samping yang meningkat.

Interaksi dengan egometrin

Keefektifan ergometrin dapat terganggu jika ibu hamil yang menggunakannya berada dalam
keadaan hipokalsemia, keadaan ini dapat di koreksi dengan penyuntikan intravena garam kalsium.
Nikotin, beberapa preparat oksitosik yang lain, obat obat anestesi umum, penyekat beta,
sumatriptan dan eritromisin akan menguatkan kerja ergometrin. Kepada ibu hamil yang memakai
ergometrin harus disarankan untuk tidak merokok selama tiga jam sesudah pemberiannya.

Kerja dan efek samping prostaglandin

Prostaglandin bekerja pada sejumlah reseptor prostaglandin yang berlainan. Substansi ini
mempengaruhi banyak sistem dan dapat menyebabkan berbagai efe samping:

a. Kontraksi otot polos


Kontraksi uterus yang semakin kuat
Kontraksi uterus mungkin menjadi abnormal dan terlalu kuat sehingga timbul rasa nyeri,
gangguan pada janin atau ruptura uterus atau serviks dengan atau tanpa riwayat seksio
caesarea, semua masalah ini semakin bertambah serius jika dinoproston digantikan dengan
misoprostol. Permasalahan pada janin serupa dengan yang ditimbulkan oleh pemberian
oksitosin, yaitu: peningkatan frekuensi detak jantung sebesar dua kali lipat, hipertonus dan
tetani.
b. Konstriksi bronkiolus
Keadaan ini dapat menimbulkan mengi, batuk dan serangan asma, ibu hamil yang menderita
asma terutama sensitif terhadap PGF2α .
kontraindikasi dan kewaspadaan
induksi persalinan dengan prostaglandin merupakan kontraindikasi jika sudah terdapat
ruptura membran amnion. Pemberian prostaglandin harus dilakukan dengan hati-hati pada
saat keadaan berikut ini yang cenderung menghalangi proses kelahiran pervagina atau
merupakan predisposisi untuk terjadinya ruptura uteri:
a. Adanya riwayat sikatriks pada uterus, sikatriks yang vertikal merupakan kontraindikasi
b. Disproporsi sefalopelvik yang berat
c. Plasenta previa
d. Malpresentasi khususnya letak lintang
e. Grand multipara (melahirkan anak 4x/ lebih)
f. Kehamilan kembar
g. Riwayat melahirkan yang sulit atau traumatik, atau riwayat kontraksi uterus yang
hipertonik
h. Polihidramnios atau oligohidramnios

Anda mungkin juga menyukai