Polihidramnion
Polihidramnion
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Fisiologi
Pada tahap lanjut masa kehamilan, terdapat 4 lajur utama regulasi volume
cairan amnion. Pertama adalah urinasi janin yang menjadi sumber utama produksi
cairan amnion pada paruh kedua masa kehamilan. Produksi urin janin ini dapat
mencapai hingga 1 liter perhari, maka dari itu terjadi resirkulasi cairan amnion
secara menyeluruh. Osmolalitas urin janin isotonic dengan cairan amnion jauh
lebih hipotonik dibandingkan osmolalitas plasma janin dan maternal. Osmolalitass
plasma janin dan maternal sekitar 280mOsm/ml sedangkan cairan amnion sekitar
260mOsm/l. Hipotonitas dari cairan urin dan amnion menyebabkan cairan masuk
ke dalam janin melalui aliran yang melintasi pembuluh darah janin di permukaan
2
plasenta. Aliran ini mencapao 400 ml perhari dan merupakan regulasi volume
cairan amnion yang kedua.
Regulasi volume cairan amnion yang ketiga berasal dari saluran nafas. Paru
setidak memproduksi sekitar 350 ml cairan perhari namun setengahnya langsung
ditelan oleh janin. Terakhir, saluran cerna merupakan mekanisme utama resporsi
cairan amnion sekitar 500-1000 ml perhari melalui mekanisme menelan.
Gangguan fungsi menelan yang disebabkan oleh abnormalitas system saraf pusat
maupun obstruksi saluran cerna mengakibatkan hidramnion atau polihidramnion.
Tabel 2.1 Regulasi Volume Cairan Amnion pada Masa Kehamilan Tahap Lanjut4,5,6
2.2 Polihidramnion
2.2.1 Definisi
Polihidramnion atau yang biasa juga disebut hidramnion merupakan
peningkatan abnormal dari volume cairan amnion. Peningkatan volume cairan
amnion dapat didiagnosa biasanya dalam masa trimester kedua ataupun ketiga7.
Peningkatan abnormal pada cairan amnion merupakan komplikasi 1-2% pada
kehamilan1. Kondisi klinis ini dihubungkan dengan tingginya resiko prognosis
kehamilan yang buruk.
2.2.2 Epidemiologi
Angka kejadian polihidramnion tidak diketahui secara pasti dikarenakan
kasus ringan dan asimtomatik hanya dapat ditemukan saat persalinan dan tidak
dilaporkan. Seringnya kasus polihidramnion yaitu ringan dan tidak dihubungkan
3
dengan kejadian sekuele. Namun, 35% kasus dari polihidramnion dapat
diklasifikasikan sebagai kasus sedang hingga berat sehingga membutuhkan
diagnosis dan terapi lebih lanjut.8
Menurut American Journal of Obstetrics and Gynecology telah
melaporkan prevalensi polihidramnion 1-2%. 40-50% kasus tidak ada etiologi
yang terlihat saat prenatal dan dikalsifikasikan sebagai idiopatik, meskipun
sekitar 10% kelainan diidentifikasi postnatal.9
2.2.3 Etiologi
2.2.4 Patofisiologi
4
produksi cairan paru janin. Cairan amnion diserap dengan cara ditelan oleh janin
danpenyerapan intramembran dan intravaskular. Hubungan relatif dari masing-
masing mekanisme ini bervariasi selama kehamilan. Gangguan keseimbangan
dapat menyebabkan gangguan fungsi menelan atau meningkatnya urinasi dan
menyebabkan polhidramnion.10
Polihidramnion dihasilkan dari kelebihan produksi cairan amnion atau
gangguan dalam pemindahan cairan dari rongga amnion. Penyebab dapat dibagi
menjadi berasal dari ibu ataupun berasal dari janin (tabel 2.2). Penyebab
polihidramnion utama dari ibu adalah diabetes melitus, dimana berkontribusi
hingga 25 % dari kasus. Penyebab yang pasti pada diabetes ibu tampaknya pada
peningkatan gradien osmotik pada aliran darah janin dari plasenta disebabkan
hiperglikemia.
5
Penyebab yang berasal dari janin dapat dibagi menjadi dua kategori:
gangguan neurologi pada mekanisme menelan pada janin dan obstruksi mekanik
atau gangguan menelan dan penyerapan sistem gastrointestinal (tabel 2.3).
Gangguan neurologi pada mekanisme menelan dan kemungkinan hambatan dari
mekanisme regulasi homeostasis cairan amnion, bisa diakibatkan kelainan
kongenital seperti pada aneuploid atau kelainan neuromuskular atau kondisi-
kondisi didapat seperti infeksi virus uterus yang bermanifestasi pada sistem saraf
pusat. Penyebab yang paling umum adalah obstruksi mekanik pada menelan,
seperti atresia pada esofagus atau usus atau obstruksi pada saluran
gastrointestinal oleh massa intraabdomen. Penyebab yang jarang pada
polihidramnion adalah anemia janin yang berat dihubungkan hidrops fetalis
biasanya disebabkan oleh isoimunisasi atau perdarahan fetal-maternal.
Peningkatan cairan amnion dapat terjadi akibat tingginya cardiac output dari
ginjal, dengan peningkatan produksi urinatau dari gagal ginjal dan berkurangnya
mekanisme menelan. 40%-60% kasus polihidramnion tidak mempunyai
penyebab yang jelas selama kehamilan, sehingga disebut polihidramnion
idiopatik dapat terjadi pada janin yang sehat, walaupun evaluasi neonatal secara
hati-hati telah dilakukan.8
6
Decreased Gastrointestinal Absorption of Fluid
Gastrointestinal obstruction or atresia
Nongastrointestinal obstructive masses
Fetal Structural Disorders Associated With Large Volume Transudates
Open neural tube defects
Abdominal wall defects
2.2.5 Diagnosis
2.2.5.1 Anamnesis
7
Gambar 2.1 Hidramnion Berat-5500 ml Cairan Amnion1
2.2.5.3 Pemeriksaan Penunjang
8
indeks cairan amnion (AFI). Perkiraan secara kualitatif atau subjektif dapat
dipertimbangkan jika dilakukan oleh pemeriksa yang berpengalaman.
Kekurangan dari perkiraan secara subjektif adalah tidak memungkinkannya
untuk melakukan penilaian longitudinal terhadap kecenderungan dalam jumlah
atau ke cukupan volume cairan.
Gambar 2.2 Sonogram pada hidramnion berat pada usia kehamilan 35 minggu.
Kantong pada cairan amnion terukur lebih dari 15 cm dan indeks cairan amnion (AFI)
terukur mendekati 50 cm1
9
Rentang normal untuk kantong tunggal terdalam umumnya adalah 2 cm
sampai 8 cm, dengan nilai diatas atau dibawah secara berurutan menunjukkan
polihidramnion atau oligohidramnion.
Rentang yang kurang umum digunakan untuk menentukan kecukupan
volume cairan amnion adalah menggunakan pengukuran kantong tunggal secara
vertikal dan transversal. Kecukupan volume cairan amnion didefinisikan sebagai
kantong 2x1 cm, kantong 2x2cm atau kantong dengan ukuran 15 cm2 Ketika
mengevaluasi kehamilan ganda atau multigravida, tiap kantong harus diukur
masing-masing dengan rentang normal 2 cm-8 cm.13, 14
3) Indeks cairan amnion (AFI)
Pengukuran dilakukan dengan cara yang sama dengan pengukuran kantong
tunggal terdalam, yaitu Tranduser USG diarahkan tegak lurus terhadap dasar dan
paralel terhadap aksis panjang dari wanita hamil. Uterus dibagi menjadi 4
kuadran sama besar, yaitu atas kanan dan kiri dan bawah kanan dan kiri. AFI
merupakan penjumlahan dari hasil pengukuran kantong tunggal terdalam dari 4
kuadaran. Kantong cairan dapat terdiri dari bagian fetus atau korda umbilikal,
namun kedua hal tersebut tidak termasuk dalam pengukuran. Color doppler
biasanya digunakan untuk memastikan bahwa umbilikal kord tidak ikut terukur.
Namun penggunaan color dopler dapat memberikan hasil pengukuran yang lebih
rendah sehingga dapat menyebabkan overdiagnosis pada oligohidramnion.6
Terdapat variasi yang besar ketika volume cairan berada diatas normal. AFI
umumnya sekitar 3 kali lipat dari cairan kantong tunggal terdalam yang ditemui.
Rentang normal AFI yang umum digunakan adalah 5 cm – 24 cm dengan
nilai diatas dan dibawah berturut-turut menunjukkan hidramnion dan
oligohidramnion. Terdapat peningkatan risiko hasil akhir kehamilan yang buruk
pada pasien dengan AFI diluar rentang normal. Kurva normal untuk nilai AFI
berdasarkan penelitian cross sectional pada 800 kehamilan tanpa komplikasi.
Penelitian lain juga mempublikasikan normogram dengan nilai rata-rata yang
sama.15, 16
b. Tes Diagnostik Lebih Lanjut jika ditemukan Polihidramnion10
10
1) Ultrasound
Janin harus dievaluasi secara hati-hati selama skrining organ janin. Jika
kelainan janin ditemukan, pemeriksaan fetal karyotiping direkomendasikan
setelah mendapatkan inform consent orangtua. Di jerman, pemeriksaan
ultrasound secara detail telah diterapkan di renatal centerdan direkomendasikan
jika terdapat kecurigaan yang tinggi terhadap malformasi janin. Beberapa
penyebab, seperti gangguan menelan dan tracheoseophageal fistula atau atresia
belum dapat dipastikan dengan ultrasound. Pada kasus ini MRI pada janin dapat
memberikan alternatif yang lebih baik pada diagnosis tracheoesophageal fistula
atau atresia pada janin.
2) Tes Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium untuk mengidentifikasi penyebab
polihidramnion harus meliputi:
75 gr tes toleransi glukosa oral (TTGO) untuk mengekslusikan diabetes
gestasional
Pemeriksaan diagnostik pada ibu untuk infeksi (TORCH serologi)
Jika terdapat kecurigaan adanya anemia fetal atau hidrops fetalis, pemeriksaan untuk
mengekslusikan penyebab imunologi (pemeriksaan darah ibu, faktor rhesus, skrining
antibodi) dan kelainan hematologi (tes Kleihauer-Betke untuk mengeksklusikan
fetomaternal hemoragi).
2 .2.6 Tatalaksana
11
amnion, kehamilan mungkin berisiko untuk terjadi PPORM (premature
rupture of membranes), kelahiran prematur, sesak pada ibu. Selain itu,
terdapat peningkatan risiko kematian janin, kemungkinan terkait dengan
penyebab kelainan cairan. Kehamilan dengan kelebihan cairan amnion
harus di pantau dengan hati-hati, dengan skrining untuk tanda dan gejala
kelahiran prematur serta kondisi ibu. Gejala-gejala yang muncul pada ibu
merupakan alasan yang paling umum untuk dilakukannya intervensi
teraupetik. Jika pasien menjadi bergejala, baik dengan iritabilitas uterus,
gangguan bernapas, atau tidak nyaman, pengobatan mungkin perlu untuk
menyelamatkan kehamilan. Berdasarkan usia gestasi, dua pilihan yang ada
berupa : aminoreduksi atau penggunaan prostaglandin inhibitor untuk
mengurangi cairan amnion. Pada beberapa kasus, amnioreduksi telah
disarankan sebagai terapi intervensi yang bertujuan untuk mengurangi
nyeri dan sesak.9, 17, 18
Amnioreduksi harus dilakukan oleh seseorang yang sudah familiar dengan
prosedur ini. USG digunakan sebagai panduan, sebuah jarum besar
ditempatkan di rongga amnion, dan cairan dipindahkan dengan pompa
suction. Tujuannya adalah untuk memindahkan cairan secara lambat,
mengurangi volume cairan sehingga mendekati normal AFI kurang dari 25
cm. Beberapa pasien memerlukan sedasi, analgesik atau tocolitik dalam
prosedur ini, walaupun kebanyakan bertoleransi terhadap amnioreduksi.
Volume cairan amnion harus di evaluasi lebih sering (minimal dua kali
seminggu) dan prosedur ini diulang ketika gejala kembali atau volume
mulai meningkat secara signifikan. Beberapa pasien memerlukan prosedur
serial untuk mempertahankan kehamilan.8
Aminoreduksi memberikan manfaat klinis yang jelas jika dilakukan setelah
evaluasi diagnostik secara tepat. Tetapi tidak ada konsensus yang
menetapkan jumlah cairan amnion yang di aspirasi, kecepatan aspirasi dan
penggunaan tocolitik atau antibiotik. Pada beberapa kasus, intervensi harus
dihentikan karena ketidaknyamanan ibu atau abrupsi plasenta prematur.
12
Tokolitik secara rutin digunakan sebagai profilaksis untuk mencegah onset
kelahiran preterm. Komplikasi terjadi sekitar 1-3% kasus dan dapat
meliputi kelahiran prematur, abrupsi plasenta, ketuban pecah dini,
hiperproteinemia dan sindrom infeksi amnion setelah prosedur dilakukan,
monitoring secara reguler pada volume cairan amnion direkomendasikan,
dengan pemantauan dilakukan setiap 1 sampai tiga minggu.10
2. Prostaglandin Synthetase Inhibitor
Prostaglandin sythetase inhibitor menstimulasi janin mensekresikan
arginine vasopresin, hal ini menghasilkan antidiuretik yang diinduksi
vasopresin. Berkurangnya aliran darah ginjal janin mengurangi produksi
urin pada janin. Susbtansi tesebut dapat juga menghambat produksi cairan
paru janin atau meningkatkan reabsorbsi.
Prostaglandin synthetase inhibitor digunakan sebagai anlagesik atau
antiinfamasi pada usia kehamilan trimester pertama dan kedua, pasien
disarankan untuk tidak menggunakan substansi ini setelah usia kehamilan
28 minggu. Perlu diperhatikan bahwa penggunaan obat-obat tersebut
umumnya tidak dianjurkan dalam kehamilan.10
Beberapa data menunjukkan bahwa prostaglandin inhibitor, seperti
indometasin atau ibuprofen dapat mengurangi produksi urin janin. Studi
acak membandingkan metode terapi, terapi medis dipertimbangkan,
terutama ketika polihidramnion berkembang pada usia gestasi awal.
Indometasin adalah inhibitor sintesis prostaglandin yang telah digunakan
sebagai tokolitik sejak tahun 1970an dan baru-baru ini sebagai pilihan
pertama di Canada. Indometasin berperan sebagai kompetitif dengan asam
arakidonat (cyclooxygenase/COX). Indometasin menyebabkan efek
samping minimal pada ibu, meliputi mual, muntah dan dispepsia. Secara
hematologi, indometasin menyebabkan pemanjangan waktu perdarahan,
tetapi tidak mempengaruhi prothrombin time dan activated partial
thromboplastin. Reaksi hipersensitifitas yang berat (sesak, bronkospasme
dan kerusakan hepar), reaksi alergi pada indometasin jarang terjadi.
13
Indometasin menghalangi produksi prostaglandin vasoaktif, sehingga
mendorong beberapa ahli untuk mengevaluasi pengaruhnya terhadap aliran
darah rahim.20 Karena kemampuannya untuk mengurangi volume cairan
amnion, indometasin telah digunakan dalam pengobatan polihidramnion
simptomatik. Penelitian oleh Cabrol et al melaporkan 8 wanita dengan
polihidramnion simptomatik yang diobati dengan 2,2-3 mg/kg/hari dengan
indometasin untuk 2-11 minggu menunjukkan pengurangan signifikan
pada cairan amnion. Dosis optimal indometasin dalam pengobatan
polihidramnion belum diketahui, tetapi berbagai laporan menggunakan 25
mg peroral setiap 6 jam atau 2-3 mg/kgBB/hari.
2.2.7 Komplikasi
14
Prolaps tali pusar
Perdarahan postpartum
Makrosomia akibat diabetes melitus pada ibu
Hipertensi kehamilan
Infeksi saluran kemih
Berbagai risiko tersebut tergantung dari keparahan dan etiologi dari
polihidramnion. Mortalitas perinatal meningkat 13 kali lipat ketika single deepest
pocket < 2 cm dan ketika SDP < 1 cm mortalitas pada perinatal meningkat 47
kali lipat.10
pada suatu studi yang diikuti oleh 85000 kehamilan, dimana 3900
kehamilan mempunyai peningkatan AFI, ditemukan polihidramnion merupakan
faktor risiko independen untuk mortalitas perinatal. Kecil usia gestasi dengan
polihidramnion memiliki prognosis paling buruk.10
15
BAB III
PENUTUP
16
DAFTAR PUSTAKA
17
12. Dorleijn DM, Cohen-Overbeek TE, Groenendaal F et al. Idiopathic
polyhydramnios and postnatal findings. J Matern Fetal Neonatal Med 2009
13. Gramellini D, Fieni S, Verrotti C, et al: Ultrasound evaluation of amniotic fluid
volume: methods and clinical accuracy. Acta Bio Medica Ateneo Parmanese,
2004
14. Magann EF, Sanderson M, Martin JN, et al: The amniotic fluid index, single
deepest pocket, and two-diameter pocket in normal human pregnancy. AmJ
Obstet Gynecol. 2000
15. Hinh ND, Ladinsky JL: Amniotic fluid index measurements in normal
pregnancy after 28 gestational weeks. Int J Gynaecol Obstet 2005
16. Machado MR, Cecatti JG, Krupa F, et al: Curve of amniotic fluid index
measurements in low risk pregnancy. Acta Obstet Gynecol Scand. 2007
17. Kleine RT, Bernardes LS, Carvalho MA, et al. Pernancy Outcomes in
Polyhydramnios: no increase in risk in patients needing amnioreduction for
maternal pain or respiratory distress. The Journal of Maternal-Fetal and
Neonatal Medicine 2016.
18. Thompson A, Mone F, McComiskey M, Ong S. Amnioreduction in a singleton
pregnancy: a systematic review. J Obstet Gynaecol 2013
19. Khan S dan Donnelly J. Outcome of Pregnancy in Woman Diagnosed With
Idiopathic Polyhydramnios. Aust N Z J Obstet Gynaecol 2017
18