Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

Cairan amnion mempunyai peran penting selama kehamilan, yaitu


perkembangan musculoskeletal, perkembangan saluran ceran dan paru. Cairan amnion
juga berperan untuk melindungi umbilical cord dari kompresi dan janin dari trauma
dan bahkan cairan amnion bersifat bakteriositik. Cairan amnion dapat ditemukan
abnormal yang disebabkan oleh gangguan produksi dan sirkulasi sebagai akibat dari
kelainan janin maupun plasenta. Hal ini berkorelasi dengan peningkatan resiko hasil
akhir kehamilan yang buruk.1
Gangguan dari volume cairan amnion ini mencerminkan ada masalah dari
produksi cairan maupun sirkulasinya. Peningkatan volume mungkin dihubungkan
dengan resiko terhadap kehamilan.1,2 Polihidramnion merupakan kondisi yang
menjelaskan kelebihan cairan amnion pada kantong amnion dimana dapat muncul pada
1-2% wanita.
Sekitar 750 kehamilan dilaporkan penemuan polihidramnion. Perkiraan dari
berbagai studi sekitar 0,2-3,9% insidensi polihidramnion, terlepas dari etiologic yang
mendasarinya. Rata-rata 50-60% kasus bersifat idiopatik dengan tidak diketahui
penyebabnya secara pasti. Polihidramnion dilaporkan menjadi salah satu penyebab
meningkatnya angka kejadian morbiditas maternal dan perinatal. Beberapa factor
resiko yang menjadi penyebab terjadinya polihidramnion meliputi berbagai kondisi ibu
dan janin seperti diabetes gestasional, abnormalitas plasenta, isoimunisasi, kehamilan
multiple, anomaly kongenital, dan kelianan kromosom. 2,3

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Cairan Amnion

Volume cairan amnion pada awal kehamilan meningkat 25 ml pada usia


kehamilan 10 minggu menjadi 400 ml pada usia kehamilan 20 minggu. Cairan
amnion 98% terdiri dari air. Penurunan volume cairan secara abnormal disebut
olighidramnion, sedangkan peningkatan volume cairan secara abnormal disebut
hidramnion atau polihidramnion.1

2.1.1 Fisiologi

Awal masa kehamilan, kantong amnion terisi cairan yang memiliki


komposisi yang sama dengan cairan ekstraseluler. Pada paruh awal kehamilan
terjadi aliran air dan molekul kecil terlarut lainnya melintasi selaput amnion (aliran
transmembran), melintasi pembuluh darah janin pada permukaan plasenta (aliran
intramembran) dan melintasi kulit janin. Pada minggu ke-8 dan ke-11 urin janin
sudah diproduksi namun masih belum menjadi komponen utama produksi cairan
amnion hingga masuk trimester ke-2. Aliran air melintasi kulit janjin terus
berlanjut hingga kulit janin mengalami keratinisiasi pada minggu ke-20 sampai
minggu ke-25.

Pada tahap lanjut masa kehamilan, terdapat 4 lajur utama regulasi volume
cairan amnion. Pertama adalah urinasi janin yang menjadi sumber utama produksi
cairan amnion pada paruh kedua masa kehamilan. Produksi urin janin ini dapat
mencapai hingga 1 liter perhari, maka dari itu terjadi resirkulasi cairan amnion
secara menyeluruh. Osmolalitas urin janin isotonic dengan cairan amnion jauh
lebih hipotonik dibandingkan osmolalitas plasma janin dan maternal. Osmolalitass
plasma janin dan maternal sekitar 280mOsm/ml sedangkan cairan amnion sekitar
260mOsm/l. Hipotonitas dari cairan urin dan amnion menyebabkan cairan masuk
ke dalam janin melalui aliran yang melintasi pembuluh darah janin di permukaan

2
plasenta. Aliran ini mencapao 400 ml perhari dan merupakan regulasi volume
cairan amnion yang kedua.

Regulasi volume cairan amnion yang ketiga berasal dari saluran nafas. Paru
setidak memproduksi sekitar 350 ml cairan perhari namun setengahnya langsung
ditelan oleh janin. Terakhir, saluran cerna merupakan mekanisme utama resporsi
cairan amnion sekitar 500-1000 ml perhari melalui mekanisme menelan.
Gangguan fungsi menelan yang disebabkan oleh abnormalitas system saraf pusat
maupun obstruksi saluran cerna mengakibatkan hidramnion atau polihidramnion.

Tabel 2.1 Regulasi Volume Cairan Amnion pada Masa Kehamilan Tahap Lanjut4,5,6

2.2 Polihidramnion
2.2.1 Definisi
Polihidramnion atau yang biasa juga disebut hidramnion merupakan
peningkatan abnormal dari volume cairan amnion. Peningkatan volume cairan
amnion dapat didiagnosa biasanya dalam masa trimester kedua ataupun ketiga7.
Peningkatan abnormal pada cairan amnion merupakan komplikasi 1-2% pada
kehamilan1. Kondisi klinis ini dihubungkan dengan tingginya resiko prognosis
kehamilan yang buruk.

2.2.2 Epidemiologi
Angka kejadian polihidramnion tidak diketahui secara pasti dikarenakan
kasus ringan dan asimtomatik hanya dapat ditemukan saat persalinan dan tidak
dilaporkan. Seringnya kasus polihidramnion yaitu ringan dan tidak dihubungkan

3
dengan kejadian sekuele. Namun, 35% kasus dari polihidramnion dapat
diklasifikasikan sebagai kasus sedang hingga berat sehingga membutuhkan
diagnosis dan terapi lebih lanjut.8
Menurut American Journal of Obstetrics and Gynecology telah
melaporkan prevalensi polihidramnion 1-2%. 40-50% kasus tidak ada etiologi
yang terlihat saat prenatal dan dikalsifikasikan sebagai idiopatik, meskipun
sekitar 10% kelainan diidentifikasi postnatal.9

2.2.3 Etiologi

Secara klinis, polihidramnion merupakan hasil dari produksi berlebihan


cairan amnion ataupun terganggunya eliminasi cairan dari rongga amnion.
Walaupun seringnya polihidramnioin yang ringan idiopatik, namun 2 penyebab
tersering dari polihidramnion adalah diabetes mellitus maternal dan anomaly
janin. Polihidramnion juga mungkin dapat disebabkan oleh infeksi kongenital
dan alloimunization7. Literatur mengatakan etiologi-etiologi yang berpotensial
menyebabkan polihidramnion sebagai berikut:10, 11, 12
 malformasi janin dan kelainan genetik (8-45%)
 Diabetes melitus pada ibu (5-26%)
 Kehamilan multipel (8-10%)
 Anemia janin (1-11%)
 Penyebab lainnya, seperti infeksi virus, Bartter Syndrome, gangguan
neuromuskular, hiperkalsemia pada ibu. Infeksi virus yang dapat
menyebabkan polihidramnion meliputi parvovirus B19, rubella,
cytomegalovirus. Infeksi lainnya seperti toxoplasmosis dan sifilis dapat juga
menyebabkan polihidramnion.10

2.2.4 Patofisiologi

Dibawah kondisi fisiologis terdapat kesimbangan dinamis antara produksi


dan reabsorbsi cairan amnion. Jumlah cairan dipengaruhi oleh urinasi janin dan

4
produksi cairan paru janin. Cairan amnion diserap dengan cara ditelan oleh janin
danpenyerapan intramembran dan intravaskular. Hubungan relatif dari masing-
masing mekanisme ini bervariasi selama kehamilan. Gangguan keseimbangan
dapat menyebabkan gangguan fungsi menelan atau meningkatnya urinasi dan
menyebabkan polhidramnion.10
Polihidramnion dihasilkan dari kelebihan produksi cairan amnion atau
gangguan dalam pemindahan cairan dari rongga amnion. Penyebab dapat dibagi
menjadi berasal dari ibu ataupun berasal dari janin (tabel 2.2). Penyebab
polihidramnion utama dari ibu adalah diabetes melitus, dimana berkontribusi
hingga 25 % dari kasus. Penyebab yang pasti pada diabetes ibu tampaknya pada
peningkatan gradien osmotik pada aliran darah janin dari plasenta disebabkan
hiperglikemia.

Tabel 2.2 Penyebab Polihidramnion8


Fetal Disorders
Structural malformations
 Central neurvous system structural defects
 Obstruction or atresia of portions of the gastrointestinal tract
 Abdominal wall defects
Aneuploides
Neuromuscular disorder
Materal disorders
 Diabetes mellitus
Combines Disorders
 Isoimmunization
 Congenital infections
 Congenital anemias
Idiopathic

5
Penyebab yang berasal dari janin dapat dibagi menjadi dua kategori:
gangguan neurologi pada mekanisme menelan pada janin dan obstruksi mekanik
atau gangguan menelan dan penyerapan sistem gastrointestinal (tabel 2.3).
Gangguan neurologi pada mekanisme menelan dan kemungkinan hambatan dari
mekanisme regulasi homeostasis cairan amnion, bisa diakibatkan kelainan
kongenital seperti pada aneuploid atau kelainan neuromuskular atau kondisi-
kondisi didapat seperti infeksi virus uterus yang bermanifestasi pada sistem saraf
pusat. Penyebab yang paling umum adalah obstruksi mekanik pada menelan,
seperti atresia pada esofagus atau usus atau obstruksi pada saluran
gastrointestinal oleh massa intraabdomen. Penyebab yang jarang pada
polihidramnion adalah anemia janin yang berat dihubungkan hidrops fetalis
biasanya disebabkan oleh isoimunisasi atau perdarahan fetal-maternal.
Peningkatan cairan amnion dapat terjadi akibat tingginya cardiac output dari
ginjal, dengan peningkatan produksi urinatau dari gagal ginjal dan berkurangnya
mekanisme menelan. 40%-60% kasus polihidramnion tidak mempunyai
penyebab yang jelas selama kehamilan, sehingga disebut polihidramnion
idiopatik dapat terjadi pada janin yang sehat, walaupun evaluasi neonatal secara
hati-hati telah dilakukan.8

Tabel 2.3 Temuan dalam Polihidramnion8


Increase in Fetal Urine Output
 Hydrops
 Some central nervous system lesions associated with decrease antidiuretic
hormone output
 Maternal diabetes
Decreased Fetal Swallowing
 Some central nervous system lesions
 Aneuploidies
 Neuromuscular disorder

6
Decreased Gastrointestinal Absorption of Fluid
 Gastrointestinal obstruction or atresia
 Nongastrointestinal obstructive masses
Fetal Structural Disorders Associated With Large Volume Transudates
 Open neural tube defects
 Abdominal wall defects

2.2.5 Diagnosis

2.2.5.1 Anamnesis

Pasien-pasien menderita polihidramnion sering dirujuk ke rumah sakit


dengan keluhan tidak nyaman pada perut dan gangguan pernapasan.2 Jika
polihidramnion berat atau berkembang dengan cepat, gejala pada ibu jarang
terjadi. Pada polihidramnion kronik, akumulasi cairan bertahap, dan seorang
wanita mungkin mentolerir distensi perut yang berlebihan dengan sedikit
ketidaknyamanan. Pada polihidramnion akut cenderung berkembang lebih awal
pada kehamilan.1
2.2.5.2 Pemeriksaan Fisik

Besarnya uterus abnormal (dibandingkan usia gestasi) disertai kesulitan


menyentuh bagian janin dan masalah yang berhubungan dengan auskultasi pada
janin (kesulitan mendengar denyut jantung janin) dapat diamati pada pemeriksan
fisik.2

7
Gambar 2.1 Hidramnion Berat-5500 ml Cairan Amnion1
2.2.5.3 Pemeriksaan Penunjang

Amniosintesis untuk penilaian kariotipe janin sangat dianjurkan, terutama


adanya kelainan struktural. Disamping itu, skrining pada ibu untuk tanda
perdarahan ibu-janin, infeksi kongenital dan kemungkinan anemia herediter
dapat dipertimbangkan. Hasil pemeriksaan laboratorium prenatal rutin harus
ditinjau, terutama skrining gula darah, isoimunisasi dan pemeriksaan darah ibu.8
Diagnosis klinis polihidramnion harus selalu dikonfirmasi menggunakan
ultrasonografi. Metode yang digunakan adalah mengukur single deepest pocket
dan mengukur indeks cairan amnion (Aminiotic Fluid Index/AFI).12 USG dan
penilaian subjektif atau semikuantitatif adalah yang digunakan untuk
mengevaluasi volume cairan amnion. Dengan metode subjektif, pemeriksa
memperkirakan volume cairan amnion berdasarkan pengalaman pribadi.
Pengalaman sonografer memainkan peranan yang penting dalam hal ini.
a. Pengukuran Cairan Amnion
1) Ultrasonografi
Evaluasi volume cairan amnion merupakan salah satu pemeriksaan standar
yang dilakukan menggunakan USG pada trimester ketiga. Volume cairan dinilai
secara semikuantitatif dengan mengukur kantong tunggal (single pocket) dan

8
indeks cairan amnion (AFI). Perkiraan secara kualitatif atau subjektif dapat
dipertimbangkan jika dilakukan oleh pemeriksa yang berpengalaman.
Kekurangan dari perkiraan secara subjektif adalah tidak memungkinkannya
untuk melakukan penilaian longitudinal terhadap kecenderungan dalam jumlah
atau ke cukupan volume cairan.

Gambar 2.2 Sonogram pada hidramnion berat pada usia kehamilan 35 minggu.
Kantong pada cairan amnion terukur lebih dari 15 cm dan indeks cairan amnion (AFI)
terukur mendekati 50 cm1

2) Single deepest pocket (kantong tunggal terdalam)


Disebut juga kantong vertikal maksimum. Tranduser USG diarahkan tegak
lurus terhadap dasar dan paralel terhadap aksis panjang dari wanita hamil. Pada
potongan sagital, kantong vertikal terbesar dari cairan diidentifikasi. Kantong
cairan dapat terdiri dari bagian fetus atau korda umbilikal, namun kedua hal
tersebut tidak termasuk dalam pengukuran.

9
Rentang normal untuk kantong tunggal terdalam umumnya adalah 2 cm
sampai 8 cm, dengan nilai diatas atau dibawah secara berurutan menunjukkan
polihidramnion atau oligohidramnion.
Rentang yang kurang umum digunakan untuk menentukan kecukupan
volume cairan amnion adalah menggunakan pengukuran kantong tunggal secara
vertikal dan transversal. Kecukupan volume cairan amnion didefinisikan sebagai
kantong 2x1 cm, kantong 2x2cm atau kantong dengan ukuran 15 cm2 Ketika
mengevaluasi kehamilan ganda atau multigravida, tiap kantong harus diukur
masing-masing dengan rentang normal 2 cm-8 cm.13, 14
3) Indeks cairan amnion (AFI)
Pengukuran dilakukan dengan cara yang sama dengan pengukuran kantong
tunggal terdalam, yaitu Tranduser USG diarahkan tegak lurus terhadap dasar dan
paralel terhadap aksis panjang dari wanita hamil. Uterus dibagi menjadi 4
kuadran sama besar, yaitu atas kanan dan kiri dan bawah kanan dan kiri. AFI
merupakan penjumlahan dari hasil pengukuran kantong tunggal terdalam dari 4
kuadaran. Kantong cairan dapat terdiri dari bagian fetus atau korda umbilikal,
namun kedua hal tersebut tidak termasuk dalam pengukuran. Color doppler
biasanya digunakan untuk memastikan bahwa umbilikal kord tidak ikut terukur.
Namun penggunaan color dopler dapat memberikan hasil pengukuran yang lebih
rendah sehingga dapat menyebabkan overdiagnosis pada oligohidramnion.6
Terdapat variasi yang besar ketika volume cairan berada diatas normal. AFI
umumnya sekitar 3 kali lipat dari cairan kantong tunggal terdalam yang ditemui.
Rentang normal AFI yang umum digunakan adalah 5 cm – 24 cm dengan
nilai diatas dan dibawah berturut-turut menunjukkan hidramnion dan
oligohidramnion. Terdapat peningkatan risiko hasil akhir kehamilan yang buruk
pada pasien dengan AFI diluar rentang normal. Kurva normal untuk nilai AFI
berdasarkan penelitian cross sectional pada 800 kehamilan tanpa komplikasi.
Penelitian lain juga mempublikasikan normogram dengan nilai rata-rata yang
sama.15, 16
b. Tes Diagnostik Lebih Lanjut jika ditemukan Polihidramnion10

10
1) Ultrasound
Janin harus dievaluasi secara hati-hati selama skrining organ janin. Jika
kelainan janin ditemukan, pemeriksaan fetal karyotiping direkomendasikan
setelah mendapatkan inform consent orangtua. Di jerman, pemeriksaan
ultrasound secara detail telah diterapkan di renatal centerdan direkomendasikan
jika terdapat kecurigaan yang tinggi terhadap malformasi janin. Beberapa
penyebab, seperti gangguan menelan dan tracheoseophageal fistula atau atresia
belum dapat dipastikan dengan ultrasound. Pada kasus ini MRI pada janin dapat
memberikan alternatif yang lebih baik pada diagnosis tracheoesophageal fistula
atau atresia pada janin.
2) Tes Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium untuk mengidentifikasi penyebab
polihidramnion harus meliputi:
 75 gr tes toleransi glukosa oral (TTGO) untuk mengekslusikan diabetes
gestasional
 Pemeriksaan diagnostik pada ibu untuk infeksi (TORCH serologi)
Jika terdapat kecurigaan adanya anemia fetal atau hidrops fetalis, pemeriksaan untuk
mengekslusikan penyebab imunologi (pemeriksaan darah ibu, faktor rhesus, skrining
antibodi) dan kelainan hematologi (tes Kleihauer-Betke untuk mengeksklusikan
fetomaternal hemoragi).

2 .2.6 Tatalaksana

Etiologi polihidramnion bermacam-macam, dan pengobatan berdasarkan


pada berbagai penyebab yang mendasarinya.1 Tatalaksana teridiri dari
mengurangi volume cairan amnion untuk memperbaiki kesehatan ibu dan
mempertahankan kehamilan. Metode yang dapat digunakan untuk mengurangi
cairan amnion berupa:
1. Amnioreduksi
Sebagian besar kasus polihidramnion, tidak ada intervensi atau terapi
agresif yang dianjurkan. Namun, berdasarkan tingkat kelebihan cairan

11
amnion, kehamilan mungkin berisiko untuk terjadi PPORM (premature
rupture of membranes), kelahiran prematur, sesak pada ibu. Selain itu,
terdapat peningkatan risiko kematian janin, kemungkinan terkait dengan
penyebab kelainan cairan. Kehamilan dengan kelebihan cairan amnion
harus di pantau dengan hati-hati, dengan skrining untuk tanda dan gejala
kelahiran prematur serta kondisi ibu. Gejala-gejala yang muncul pada ibu
merupakan alasan yang paling umum untuk dilakukannya intervensi
teraupetik. Jika pasien menjadi bergejala, baik dengan iritabilitas uterus,
gangguan bernapas, atau tidak nyaman, pengobatan mungkin perlu untuk
menyelamatkan kehamilan. Berdasarkan usia gestasi, dua pilihan yang ada
berupa : aminoreduksi atau penggunaan prostaglandin inhibitor untuk
mengurangi cairan amnion. Pada beberapa kasus, amnioreduksi telah
disarankan sebagai terapi intervensi yang bertujuan untuk mengurangi
nyeri dan sesak.9, 17, 18
Amnioreduksi harus dilakukan oleh seseorang yang sudah familiar dengan
prosedur ini. USG digunakan sebagai panduan, sebuah jarum besar
ditempatkan di rongga amnion, dan cairan dipindahkan dengan pompa
suction. Tujuannya adalah untuk memindahkan cairan secara lambat,
mengurangi volume cairan sehingga mendekati normal AFI kurang dari 25
cm. Beberapa pasien memerlukan sedasi, analgesik atau tocolitik dalam
prosedur ini, walaupun kebanyakan bertoleransi terhadap amnioreduksi.
Volume cairan amnion harus di evaluasi lebih sering (minimal dua kali
seminggu) dan prosedur ini diulang ketika gejala kembali atau volume
mulai meningkat secara signifikan. Beberapa pasien memerlukan prosedur
serial untuk mempertahankan kehamilan.8
Aminoreduksi memberikan manfaat klinis yang jelas jika dilakukan setelah
evaluasi diagnostik secara tepat. Tetapi tidak ada konsensus yang
menetapkan jumlah cairan amnion yang di aspirasi, kecepatan aspirasi dan
penggunaan tocolitik atau antibiotik. Pada beberapa kasus, intervensi harus
dihentikan karena ketidaknyamanan ibu atau abrupsi plasenta prematur.

12
Tokolitik secara rutin digunakan sebagai profilaksis untuk mencegah onset
kelahiran preterm. Komplikasi terjadi sekitar 1-3% kasus dan dapat
meliputi kelahiran prematur, abrupsi plasenta, ketuban pecah dini,
hiperproteinemia dan sindrom infeksi amnion setelah prosedur dilakukan,
monitoring secara reguler pada volume cairan amnion direkomendasikan,
dengan pemantauan dilakukan setiap 1 sampai tiga minggu.10
2. Prostaglandin Synthetase Inhibitor
Prostaglandin sythetase inhibitor menstimulasi janin mensekresikan
arginine vasopresin, hal ini menghasilkan antidiuretik yang diinduksi
vasopresin. Berkurangnya aliran darah ginjal janin mengurangi produksi
urin pada janin. Susbtansi tesebut dapat juga menghambat produksi cairan
paru janin atau meningkatkan reabsorbsi.
Prostaglandin synthetase inhibitor digunakan sebagai anlagesik atau
antiinfamasi pada usia kehamilan trimester pertama dan kedua, pasien
disarankan untuk tidak menggunakan substansi ini setelah usia kehamilan
28 minggu. Perlu diperhatikan bahwa penggunaan obat-obat tersebut
umumnya tidak dianjurkan dalam kehamilan.10
Beberapa data menunjukkan bahwa prostaglandin inhibitor, seperti
indometasin atau ibuprofen dapat mengurangi produksi urin janin. Studi
acak membandingkan metode terapi, terapi medis dipertimbangkan,
terutama ketika polihidramnion berkembang pada usia gestasi awal.
Indometasin adalah inhibitor sintesis prostaglandin yang telah digunakan
sebagai tokolitik sejak tahun 1970an dan baru-baru ini sebagai pilihan
pertama di Canada. Indometasin berperan sebagai kompetitif dengan asam
arakidonat (cyclooxygenase/COX). Indometasin menyebabkan efek
samping minimal pada ibu, meliputi mual, muntah dan dispepsia. Secara
hematologi, indometasin menyebabkan pemanjangan waktu perdarahan,
tetapi tidak mempengaruhi prothrombin time dan activated partial
thromboplastin. Reaksi hipersensitifitas yang berat (sesak, bronkospasme
dan kerusakan hepar), reaksi alergi pada indometasin jarang terjadi.

13
Indometasin menghalangi produksi prostaglandin vasoaktif, sehingga
mendorong beberapa ahli untuk mengevaluasi pengaruhnya terhadap aliran
darah rahim.20 Karena kemampuannya untuk mengurangi volume cairan
amnion, indometasin telah digunakan dalam pengobatan polihidramnion
simptomatik. Penelitian oleh Cabrol et al melaporkan 8 wanita dengan
polihidramnion simptomatik yang diobati dengan 2,2-3 mg/kg/hari dengan
indometasin untuk 2-11 minggu menunjukkan pengurangan signifikan
pada cairan amnion. Dosis optimal indometasin dalam pengobatan
polihidramnion belum diketahui, tetapi berbagai laporan menggunakan 25
mg peroral setiap 6 jam atau 2-3 mg/kgBB/hari.
2.2.7 Komplikasi

Komplikasi pada ibu yang dihubungkan dengan polihidramnion meliputi


abrupsio plasenta, disfungsi uterus, dan perdarahan postpartum.1 Polihidramnion
dikaitkan dengan meningkatnya risiko morbiditas dan mortalitas pada janin
meliputi kelahiran preterm, aneuploid, persalinan secara seksio cesarea, kelainan
janin, ketuban pecah dini, kelainan presentasi janin, prolaps tali pusar dan
perdarahan post partum serta mortalitas pada perinatal.19
Sebuah penelitian prospektif pada kehamilan tunggal yang normal,
komplikasi yeng berpotensial terjadi berupa:8
 Tingginya angka seksio sesarea untuk indikasi janin
 Tingginya angka perawatan NICU pada naonatus
 Apgar skor yang rendah pada menit ke-5
2.2.8 Prognosis

Risiko komplikasi obstetrik berikut meningkat saat polihidramnion muncul


akibat pelebaran uterus:10
 Sesak pada ibu
 Kelahiran preterm
 Ketuban pecah dini
 Kelainan presentasi janin

14
 Prolaps tali pusar
 Perdarahan postpartum
 Makrosomia akibat diabetes melitus pada ibu
 Hipertensi kehamilan
 Infeksi saluran kemih
Berbagai risiko tersebut tergantung dari keparahan dan etiologi dari
polihidramnion. Mortalitas perinatal meningkat 13 kali lipat ketika single deepest
pocket < 2 cm dan ketika SDP < 1 cm mortalitas pada perinatal meningkat 47
kali lipat.10
pada suatu studi yang diikuti oleh 85000 kehamilan, dimana 3900
kehamilan mempunyai peningkatan AFI, ditemukan polihidramnion merupakan
faktor risiko independen untuk mortalitas perinatal. Kecil usia gestasi dengan
polihidramnion memiliki prognosis paling buruk.10

15
BAB III
PENUTUP

Polihidramnion merupakan kelainan peningkatan volume cairan amnion.


Polihidramnion seringnya bersifat idiopatik akan tetapi juga dapat dihubungan dengan
beberapa factor etiologic. Factor yang dapat menyebabkan polihidramnion dapat
berasa dari janin maupun dari ibu. Penegakan diagnosis polihidramnion harus selalu
ditegakkan dengan menggunakan ultrasonografi. Metode pengukuran cairan amnion
yang sering digunakan ialah single deepest pocket dan Amnion Fluid Index (AFI).

Penatalaksanaan dari polihidramnion adalah dengan mengurangi volume cairan


amnion untuk memperbaiki kesehatan ibu dan mempertahankan kehamilan. Ada
beberapa metode yang dapat digunakan yaitu amnioreduksi dan Prostaglandin
Synthese Inhibitor. Polihidramnion sendiri dapat menimbulkan komplikasi pada ibu
dan janin.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham GF, et al. Obstetri Williams. 24 ed. New York: McGraw-Hill


Education. 2014.
2. Fardiazar Z, Soltanpour L, Ghatrehsamani. Maternal and Fetal Outcomes in
Pregnant Woman With Polyhydramnios Treated Based on Maternal and Fetal
Distress and Preterm Delivery. Int J of Woman’s Health and Repro Scienc
2017.
3. Asadi N, Khalili A, Azimi A, et al. Perinatal Outcome in Pregnancy with
Polyhydramnios in Comparison with Normal Pregnancy in Department of
Obstetrics at Shiraz University of Medical Sciences. The J of Maternal-Fetal
and Neonatal Medicine 2017
4. Moore TR: Amniotic fluid dynamics reflect fetal and maternal health and
disease. Obstet Gynecol. 2010.
5. Modena AB, Fieni S: Amniotic fluid dynamics. Acta Bio Medica Ateneo
Parmanese, 2004
6. Magann EF, Chauhan CP, Hitt WC, et al: Borderline or marginal amniotic fluid
index and peripartum outcomes: a review of the literature. J Ultrasound Med,
2011
7. Dashe JS, Pressman EK, Hibbard JU: Society for Maternal-Fetal Medicine
Consult Series #46: Evaluation and Managemen of polyhidramnions. 2018.
8. Yeast JD. Polyhydramnios: Etiology, Diagnosis, and Treatment. Am Ac of
Pediatrics 2006.
9. Dickinson JE, Tjioe YY, Jude E, et al. Amnioreduction in the management of
polyhydramnios complicating singleton pregnancies. Am J Obstet Gynecol
2014
10. Hamza A, Herr D, Solomayer, Solomayer GM. Polyhydramnios: Causes,
Diagnosis and Therapy. Gebfra Science 2013
11. Dashe JS, McIntire DD, Ramus RM et al. Hydramnios: anomaly prevalence
and sonographic detection. Obstet Gynecol 2002.

17
12. Dorleijn DM, Cohen-Overbeek TE, Groenendaal F et al. Idiopathic
polyhydramnios and postnatal findings. J Matern Fetal Neonatal Med 2009
13. Gramellini D, Fieni S, Verrotti C, et al: Ultrasound evaluation of amniotic fluid
volume: methods and clinical accuracy. Acta Bio Medica Ateneo Parmanese,
2004
14. Magann EF, Sanderson M, Martin JN, et al: The amniotic fluid index, single
deepest pocket, and two-diameter pocket in normal human pregnancy. AmJ
Obstet Gynecol. 2000
15. Hinh ND, Ladinsky JL: Amniotic fluid index measurements in normal
pregnancy after 28 gestational weeks. Int J Gynaecol Obstet 2005
16. Machado MR, Cecatti JG, Krupa F, et al: Curve of amniotic fluid index
measurements in low risk pregnancy. Acta Obstet Gynecol Scand. 2007
17. Kleine RT, Bernardes LS, Carvalho MA, et al. Pernancy Outcomes in
Polyhydramnios: no increase in risk in patients needing amnioreduction for
maternal pain or respiratory distress. The Journal of Maternal-Fetal and
Neonatal Medicine 2016.
18. Thompson A, Mone F, McComiskey M, Ong S. Amnioreduction in a singleton
pregnancy: a systematic review. J Obstet Gynaecol 2013
19. Khan S dan Donnelly J. Outcome of Pregnancy in Woman Diagnosed With
Idiopathic Polyhydramnios. Aust N Z J Obstet Gynaecol 2017

18

Anda mungkin juga menyukai