Anda di halaman 1dari 5

Pendidikan Karakter

BAB II
ISI

Pendidikan adalah hal yang sangat dianggap penting di dunia, karena dunia butuh
akan orang-orang yang berpendidikan agar dapat membangun Negara yang maju. Tapi selain
itu karakter pun sangat diutamakan karena orang-orang pada zaman ini tidak hanya melihat
pada betapa tinggi pendidikan ataupun gelar yang telah ia raih, melainkan juga pada karakter
dari pribadi dari setiap orang. Proses pendidikan di sekolah masih banyak yang
mementingkan aspek kognitifnya ketimbang psikomotoriknya, masih banyak guru-guru di
setiap sekolah yang hanya asal mengajar saja agar terlihat formalitasnya, tanpa mengajarkan
bagaimana etika-etika yang baik yang harus dilakukan.

Pendidikan Karakter antara lain bertujuan untuk mengurangi perilaku destruktif pada
anak, remaja dan orang dewasa. Hal ini merespons meningkat meningkatnya berbagai
perilaku destruktif berkaitan dengan kurangnya keteladanan yang menyebabkan perilaku
menyimpang pada anak dan remaja. Contohnya perilaku ugal-ugalan di jalan, dan
premanisme di lingkungan sekolah. Pendidikan karakter sebaiknya ditanamkan sejak dini
melalui penerapan nilai-nilai keteladanan tentang nilai-nilai kebajikan. Nilai-nilai kebajikan
ini dapat berakar pada agama, budaya, dan kewarganegaraan. Kementrian Pendidikan
Nasional sangat menekankan nilai-nilai kejujuran pendekatan inter-dan intra-personal dalam
hubungan antar manusia serta keinginan untuk memberikan yang terbaik atau berprestasi. Hal
ini sejalan dengan enam pilar karakter global, yaitu kepercayaan, saling menghargai,
bertanggung jawab, keadilan, kepedulian dan kewarganegaraan yang aktif

A) Pengertian Pendidikan Karakter

1. T. Ramli

Menurut T. Ramli, pengertian pendidikan karakter adalah pendidikan yang


mengedepankan esensi dan makna terhadap moral dan akhlak sehingga hal tersebut akan
mampu membentuk pribadi peserta didik yang baik.

2. Thomas Lickona

Menurut Thomas Lickona, pengertian pendidikan karakter adalah suatu usaha yang
disengaja untuk membantu seseorang sehingga ia dapat memahami, memperhatikan, dan
melakukan nilai-nilai etika yang inti.

3. John W. Santrock
Menurut John W. Santrock, character education adalah pendidikan yang dilakukan
dengan pendekatan langsung kepada peserta didik untuk menanamkan nilai moral dan
memberi kan pelajaran kepada murid mengenai pengetahuan moral dalam upaya mencegah
perilaku yang yang dilarang.

4. Elkind

Menurut Elkind, pengertian pendidikan karakter adalah suatu metode pendidikan yang
dilakukan oleh tenaga pendidik untuk mempengaruhi karakter murid. Dalam hal ini terlihat
bahwa guru bukan hanya mengajarkan materi pelajaran tetapi juga mampu menjadi seorang
teladan.

Bagi Indonesia sekarang ini, pendidikan karakter juga berarti melakukan usaha
sungguh-sungguh, sitematik, dan berkelanjutan untuk membangkitkan dan menguatkan
kesadaran serta keyakinan semua orang Indonesia bahwa tidak akan ada masa depan yang
lebih baik tanpa membangun dan menguatkan karakter rakyat Indonesia. Dengan kata lain,
tidak ada masa depan yang lebih baik yang bisa diwujudkan tanpa kejujuran, tanpa
meningkatkan disiplin diri, tanpa kegigihan, tanpa semangat belajar yang tinggi, tanpa
mengembangkan rasa tanggung jawab, tanpa memupuk persatuan di tengah-tengah
kebhinekaan, tanpa semangat berkontribusi bagi kemajuan bersama, serta tanpa rasa percaya
diri dan optimisme. Inilah tantangan kita bangsa Indonesia, sanggup?

Theodore Roosevelt mengatakan “To educate a person in mind and not in morals is to
educate a menace to society.” Artinya, mendidik seseorang dalam aspek kecerdasan otak dan
bukan aspek moral adalah ancaman mara-bahaya kepada masyarakat.

Fungsi Pendidikan Karakter :

1. Untuk mengembangkan potensi dasar dalam diri manusia sehingga menjadi individu
yang berpikiran baik, berhati baik, dan berperilaku baik.
2. Untuk membangun dan memperkuat perilaku masyarakat yang multikultur.
3. Untuk membangun dan meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam
hubungan internasional

Konsep Pendidikan Karakter :

Kata karakter berasal dari Bahasa Yunani yang berarti to mark (menandai) dan
memfokuskan pada bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau
tingkah laku (Wynn, 1991). Dalam bahasa Inggris, character bermakna hampir sama dengan
sifat, perilaku, akhlak, watak,

tabiat dan budi pekerti ( Taryana & Rinaldi) oleh karena itu, seseorang yang
berperilaku tidak jujur, kejam dan rakus dikatakan sebagai orang yang berkarakter jelek.
Sementara orang yang berperilaku jujur dan suka menolong dapat dikatakan sebagai orang
yang berkarakter mulia. Jadi istilah karakter sangat berkaitan erat dengan personality (
Kepribadian ), yang mana seseorang disebut orang yang berkarakter jika tingkah lakunya
sesuai dengan kaidah moral
Individu yang berkarakter baik atau unggul adalah seseorang yang berusaha
melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa
dan negara serta dunia internasional pada umumnya dengan mengoptimalkan potensi
(pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi dan motivasinya (perasaannya).

Pendidikan karakter berpijak dari karakter dasar manusia, yang bersumber dari nilai
moral universal (bersifat absolut) yang bersumber dari agama yang juga disebut sebagai the
golden rule. Pendidikan karakter dapat memiliki tujuan yang pasti, apabila berpijak dari nilai-
nilai karakter dasar tersebut. Menurut para ahli psikolog, beberapa nilai karakter dasar
tersebut adalah: cinta kepada Allah dan ciptaann-Nya (alam dengan isinya), tanggung jawab,
jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli, dan kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja
keras, dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah hati, toleransi,
cinta damai, dan cinta persatuan. Pendapat lain mengatakan bahwa karakter dasar manusia
terdiri dari: dapat dipercaya, rasa hormat dan perhatian, peduli, jujur, tanggung jawab;
kewarganegaraan, ketulusan, berani, tekun, disiplin, visioner, adil, dan punya integritas.
Penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah harus berpijak kepada nilai-nilai karakter
dasar, yang selanjutnya dikembangkan menjadi nilai-nilai yang lebih banyak atau lebih tinggi
(yang bersifat tidak absolut atau bersifat relatif) sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan
lingkungan sekolah itu sendiri.

Dewasa ini banyak pihak menuntut peningkatan intensitas dan kualitas pelaksanaan
pendidikan karakter pada lembaga pendidikan formal. Tuntutan tersebut didasarkan pada
fenomena sosial yang berkembang, yakni meningkatnya kenakalan remaja dalam masyarakat,
seperti perkelahian massal dan berbagai kasus dekadensi moral lainnya. Bahkan di kota-kota
besar tertentu, gejala tersebut telah sampai pada taraf yang sangat meresahkan. Oleh karena
itu, lembaga pendidikan formal sebagai wadah resmi pembinaan generasi muda diharapkan
dapat meningkatkan peranannya dalam pembentukan kepribadian peserta didik melalui
peningkatan intensitas dan kualitas pendidikan karakter.

Para pakar pendidikan pada umumnya sependapat tentang pentingnya upaya


peningkatan pendidikan karakter pada jalur pendidikan formal. Namun demikian, ada
perbedaan-perbedaan pendapat di antara mereka tentang pendekatan dan modus
pendidikannya. Berhubungan dengan pendekatan, sebagian pakar menyarankan penggunaan
pendekatan-pendekatan pendidikan moral yang dikembangkan di negara-negara barat,
seperti: pendekatan perkembangan moral kognitif, pendekatan analisis nilai, dan pendekatan
klarifikasi nilai. Sebagian yang lain menyarankan penggunaan pendekatan tradisional, yakni
melalui penanaman nilai-nilai sosial tertentu dalam diri peserta didik.

Berdasarkan pembahasan di atas dapat ditegaskan bahwa pendidikan karakter


merupakan upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu
peserta didik memahami nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang
Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam
pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum,
tata krama, budaya, dan adat istiadat.
Fungsi Guru dalam Pendidikan Karakter

Profesi guru sangat identik dengan peran mendidik seperti membimbing, membina,
mengasuh, ataupun mengajar. Ibaratnya seperti suatu contoh lukisan yang akan dipelajari
oleh anak didiknya. Baik buruk hasil lukisan tersebut tergantung dari contoh yang diberikan
sang guru, sebagai sosok yang digugu dan ditiru. Melihat peran tersebut, sydah menjadi
kemutlakan bahwa guru harus memiliki integritas dan kepribadian yang baikdan benar. Hal
ini sangat mendasar karena tugas guru bukan hanya mengajar tetapi juga menanamkan nilai-
nilai dasar pengembangan karakter peserta didik (Menjadi Guru Profesional)

Guru sebagai pendidik karakter. Dalam menjalankan fungsinya, guru bisa memiliki
berbagai macam tugas, misalnya menjadi pengajar bidang mata pelajaran tertentu, entah itu
Bahasa Indonesia, Matematika, Biologi. Dalam waktu yang bersamaan, guru juga dapat
memikul tugas sebagai wali kelas, pendamping kegiatan ekstrakulikuler, ketua panitia
perpisahan, dll. Guru bahkan dapat dipercaya menjadi staff dan pemimpin pendidikan (
educational leader), baik itu sebagai kepala sekolah, wakil kepala sekolah (bidang
pengajaran, pengembangan kurikulum, kesiswaan, saran prasarana, dll). Terlepas dari
berbagai macam posisi yang bisa disandangnya, sadar atau tidak, perilaku dan tindakan guru
dalam melaksanakan tugas-tugas tersebut merupakan wahana utama pembelajaran karakter.
Perilaku dan sikap guru sehari-hari merupakan praksis moral yang menyampaikan nilai
khusus terhadap siswa (Inlay,2003). Guru adalah pendidik karakter, entah ia menyadarinya
atau tidak. Guru sebagai pendidik karakter kiranya tepat menggambarkan bagaimana relasi
antarindividu dalam dunia pendidikan sebab menjadi guru itu pada hakikatnya menempatkan
diri sebagai teladan kehidupan bagi para siswa. (Pendidikan Karakter di Zaman Keblinger )

Pendidikan Karakter memiliki makna yang lebih tinggi daripada pendidikan moral, karena
bukan sekadar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah melainkan menanamkan
kebiasaan tentang yang baik sehingga siswa didik menjadi paham, mampu merasakan, dan
mau melakukan yang baik.

B. Nilai-Nilai Karakter

C. Tahapan Pengembangan Karakter


Daftar Pustaka

Susarno, Lamijan Hadi. 2016, Teori dan Praktek Pendidikan. Surabaya, Fakultas Ilmu
Pendidikan UNESA

Wibowo, Thomas Gunawan. 2016, Menjadi Guru Kreatif. Media Maxima

Anwar, Muhammad. 2018, Menjadi Guru Profesional. Prenada Media

Tim Penulis Rumah Kitab. 2014, Pendidikan Berbasis Tradisi Pesantren. Tim Penulis
Rumah Kitab. Jakarta Selatan

Anda mungkin juga menyukai