KELOMPOK III
Disusun oleh :
1. Khory khoirunnisah (AKX. 16. 061)
2. M.Wahyu Pradana (AKX. 16. 064)
3. Meriyati Simanungkalit (AKX. 16. 067)
4. Melinda Siringo ringo (AKX.16. 066)
5. Nindi Putri Pandeuri (AKX. 16. 080)
6. Neng Triska (AKX. 16. 076)
7. Niken Levia Rosa (AKX. 16. 079)
8. Nisrina Nur Naufal (AKX. 16. 082)
9. Nizara Zulma (AKX. 16. 083)
10. Okta Fitriani (AKX. 16. 089)
Tingkat 1A
1
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “aspek hokum penyakit menular”
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah yang berjudul “ aspek hokum penyakit
menular" ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan teknologi kedokteran menyebabkan
diketahuinya bakteri, protozoa, jamur, dan virus sebagai penyebab penyakit hubungan
seksual. Sebagian besar penyakit tersebut bisa disembuhkan kecuali AIDS. Di indonesia
penyakit ini sudah banyak menjalar dengan perkembangan penularan yang sangat cepat,
penyakit ini dapat melumpuhkan semua kemampuan daya tahan tubuh terhadap berbagai
bkateri,protozoa,jamur,dan virus lainyya.
Dalam penelitian lebih lanjut dijumpai bahwa makin bertambah penyakit yang timbul akibat
hubungan sekssual, dari sudut etimologi ternyata penyakit hubungan seksual berkembang
sangat cepat berkaitan dengan pertambahan dan terjadinya migrasi penduduk, bertambahnya
kemakmuran, serta terjadi perubahan perilaku seksual yang makin bebas tanpa batas.
Demikian untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat dan keluarga telah ditemukan lima
penyakit hubungan seksual yang banyak dijumpai sebagai upaya untuk lebih memperhatikan
kesehatan reproduksi sehingga lebih menjamin peningkatan sumber daya manusia.
1.3 Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk pemenuhan tugas mata kuliah etika dan
hokum kesehatan terutama tentang wabah penyakit memnular dan penyakit hubungan seksual
serta aspek hokum yang mengaturnya, agar mahasiswa mampu memahami lebih detail
tentang PHS dan menambah semangat belajar dengan adanya makalah ini.
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
a. Penyakit Menular :
Adalah penyakit yang disebabkan oleh agen infeksi atau toksisnya yang berasal dari sumber
penularan atau reservoir, yang ditransmisikan kepa host yang rentan
5
2. Adanya peningkatan kejadian kesakitan/kematian dua kali lipat atau lebih dibandingkan
kejadian sebelumnya.
3. Adanya peningkatan kesakitan secara terus menerus selama 3 kurun waktu (
jam,hari,minggu )
6
3. Penularan melalui vector.
Vector penularan penyakit yang tersering adalah nyamuk (nyamuk Aedes menularkan DBD
dan chikungunya, nyamuk Anopheles menularkan penyakit malaria), pinjal untuk penyakit
pes, dan anjing, kucing atau kera untuk penyakit rabies.
g. Surveilans Epdemiologi :
Merupakan kegiatan untuk mengumpulkan data atau informasi melalui pengamatan terhadap
kesakitan atau kematian dan penyebarannya serta faktor-faktor yang mempengaruhinya
secara sistematik, terus menerus dengan perencanaan suatu program, mengevaliasi hasil
program dan SKD
7
mengenai penyakit hubungan seksuil karena penyakit ini yang banyak mengandung
permasalahan hukum bila para dokter dan kalangan kesehatan tidak berhati-hati
menghadapinya.
Permasalahan yang timbul seputar PHS ini (termasuk penyakit AIDS) misalnya bagaimana
sikap dokter menghadapi salah seorang pasangan suami isteri (pasutri) atau pasangan
tetapnya yang menderita penyakit kelamin, pembantu rumah tangga/pengasuh anak (baby-
sitter) yang menderita PHS atau menerima dan mengobati pasien penderita HIV positif atau
AIDS.
8
tifoid (penyakit tivus), penyakit leptospirosis, dan flu burung. Penyakit DBD disebabkan oleh
nyamuk aides aegypti, sedang demam tifoid ditularkan melalui makanan atau minuman yang
telah terkontaminasi bakteri. Adapun penyakit leptospirosis disebabkan disebabkan oleh
bakteri Leptospira, sementara penyakit flu burung (Avian Influenza) disebabkan oleh virus
influenza yang menular melalui ternak maupun manusia (zoonosis).
2. Endemi
Endemi adalah penyakit yang umum terjadi pada laju konstan namun cukup tinggi
pada suatu populasi. Berasal dari bahasa Yunani “en” yang artinya di dalam dan “demos”
yang artinya rakyat. Terjadi pada suatu populasi dan hanya berlangsung di dalam populasi
tersebut tanpa adanya pengaruh dari luar.
Contoh penyakit endemik adalah malaria di sebagian Afrika (misalnya, Liberia). Di
tempat seperti itu, sebagian besar populasinya diduga terjangkit malaria pada suatu waktu
dalam masa hidupnya.
3. Pandemi
Pandemi atau epidemi global atau wabah global adalah kondisi dimana terjangkitnya
penyakit menular pada banyak orang dalam daerah geografi yang luas. Berasal dari bahasa
Yunani “pan” yang artinya semua dan “demos” yang artinya rakyat.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), suatu pandemi dikatakan terjadi bila ketiga
syarat berikut telah terpenuhi :
• Timbulnya penyakit bersangkutan merupakan suatu hal baru pada populasi bersangkutan,
• Agen penyebab penyakit menginfeksi manusia dan menyebabkan sakit serius,
• Agen penyebab penyakit menyebar dengan mudah dan berkelanjutan pada manusia.
Suatu penyakit atau keadaan tidak dapat dikatakan sebagai pandemic hanya karena
menewaskan banyak orang. Sebagai contoh, kelas penyakit yang dikenal sebagai kanker
menimbulkan angka kematian yang tinggi namun tidak digolongkan sebagai pandemi karena
tidak ditularkan. Karena perkembangan teknologi , ilmu pengetahuan dan lalulintas
internasional, serta perubahan lingkungan hidup dan lain-lain, undang-undang diatas ternyata
kurang mampu memenuhi kebutuhan upaya penaggulangan wabah dewasa ini dan
perkembagannya dimasa mendatang.
Contoh wabah yang cukup dikenal termasuk wabah pes yang terjadi di Eropa pada
zaman pertengahan yang dikenal sebagai the Black Death ("kematian hitam"), pandemi
influensa besar yang terjadi pada akhir Perang Dunia I, dan epidemi AIDS dewasa ini, yang
oleh sekalangan pihak juga dianggap sebagai pandemi.
9
2.4. Penyakit Hubungan Seksual
Penyakit menular seksual, atau PMS adalah berbagai infeksi yang dapat menular dari
satu orang ke orang yang lain melalui kontak seksual. Menurut the Centers for Disease
Control (CDC) terdapat lebih dari 15 juta kasus PMS dilaporkan per tahun. Kelompok
remaja dan dewasa muda (15-24 tahun) adalah kelompok umur yang memiliki risiko paling
tinggi untuk tertular PMS, 3 juta kasus baru tiap tahun adalah dari kelompok ini.
Hampir seluruh PMS dapat diobati. Namun, bahkan PMS yang mudah diobati seperti gonore
telah menjadi resisten terhadap berbagai antibiotik generasi lama. PMS lain, seperti herpes,
AIDS, dan kutil kelamin, seluruhnya adalah PMS yang disebabkan oleh virus, tidak dapat
disembuhkan. Beberapa dari infeksi tersebut sangat tidak mengenakkan, sementara yang
lainnya bahkan dapat mematikan. Sifilis, AIDS, kutil kelamin, herpes, hepatitis, dan bahkan
gonore seluruhnya sudah pernah dikenal sebagai penyebab kematian. Beberapa PMS dapat
berlanjut pada berbagai kondisi seperti Penyakit Radang Panggul (PRP), kanker serviks dan
berbagai komplikasi kehamilan. Sehingga, pendidikan mengenai penyakit ini dan upaya-
upaya pencegahan penting untuk dilakukan.
Penting untuk diperhatikan bahwa kontak seksual tidak hanya hubungan seksual melalui alat
kelamin. Kontak seksual juga meliputi ciuman, kontak oral-genital, dan pemakaian “mainan
seksual”, seperti vibrator. Sebetulnya, tidak ada kontak seksual yang dapat benar-benar
disebut sebagai “seks aman” . Satu-satunya yang betul-betul “seks aman” adalah
abstinensia. Hubungan seks dalam konteks hubungan monogamy di mana kedua individu
bebas dari IMS juga dianggap “aman”. Kebanyakan orang menganggap berciuman sebagai
aktifitas yang aman. Sayangnya, sifilis, herpes dan penyakit-penyakit lain dapat menular
lewat aktifitas yang nampaknya tidak berbahaya ini. Semua bentuk lain kontak seksual juga
berisiko. Kondom umumnya dianggap merupakan perlindungan terhadap IMS. Kondom
sangat berguna dalam mencegah beberapa penyakit seperti HIV dan gonore. Namun kondom
kurang efektif dalam mencegah herpes, trikomoniasis dan klamidia. Kondom memberi
proteksi kecil terhadap penularan HPV, yang merupakan penyebab kutil kelamin.
Istilah PHS yang kita kenal sekarang ini sebenarnya relatif masih baru, juga
bagi kalangan medis di Indonesia. Sebab yang umum kita kenal, juga bagi kalangan
sebelumnya adalah “Penyakit Kelamin” atau yang dalam istilah medis disebut Venereal
Diseases (VD) yang lebih diartikan sebagai bagian dari penyakit kulit. Kemajuan dunia
kedokteran kemudian bisa membuktikan bahwa ternyata penyakit yang bisa
ditimbulkan dari hubungan seksual terutama yang menyimpang, apalagi hubungan
10
seksual bukan dengan istri sendiri sehngga lahirlah istilah Sexually Transmitted
Disease (STD) yang kemudian di Indonesia akan menjadi “Penya kit Hubungan
Seksual”.
Cara Penularan
Secara umum, PHS memang bisa ditularkan lewat hubungan seksual. Akan
tetapi, karena hubungan seksual ternyata banyak ragamnya dan setiap cara juga bisa
saja mengundang resiko penyakit yang tersendiri, maka para medis menguraikan sebab-
sebab atau cara-cara yang sering mengakibatkan penularan PHS.
1. Heteroseksual
: hubungan seksual antara pria dan wanita (suami-istri)
2. Homoseksual : hubungan seksual antara pria dengan pria
3. Lesbian : hubungan seksual antara wanita dengan wanita
4. Biseksual : hubungan seksual antara sesama jenis dan juga dengan lain jenis
(baik pria dengan pria, pria dengan wanita atau wanita dengan wanita)
Organ yang digunakan :
1.Gento-genital (vagina sex) : antara organ genital (alat kelamin)
2. Oro-genital (oral sex): antar-organ genital dengan mulut
3. Ano-genital sodomi : antar-organ genital dengan anus
Cara-cara kontak atau hubungan seksual tersebut menetukan masuknya kuman ke
dalam tubuh dan juga menentukan kelainan awal pada organ yang sakit, shingga
memudahkan di dalam menentukan diagnosis.
Isitilah lain dalam penyakit hubungan seksual :
a. Promiskuitas adalah sebutan untuk seorang yang melakukan hubungan seksual
dengan banyak paliter.
b. Prostitusi adalah suatu kegiatan seksual dengan banyak padangan tanpa seleksi
dan menerima bayaran, yang di dalam bahasa Indonesia disebut Pekerja Sek Komers il
(PSK)
Pada masa kini pasien yang menderita penyakit kelamin makin sering dihadapi dokter.
Bahkan banyak pula yang masih di bawah umur. Bagi dokter, menghadapi pasien penderita
PHS dari aspek kesehatan tidak akan banyak masalah karena banyak pilihan pengobatan
dapat diberikan. Namun sebagai dokter yang diajarkan untuk bertindak holistik, masalahnya
menjadi tidak sederhana apabila yang dihadapi adalah salah satu pasutri, pasangan
11
tetap/pacar.apalagi untuk pasien yang menderita HIV positif atau AIDS masalahnya akan
menjadi lebih rumit, karena menyangkut masyarakat luas.
Berbeda dengan PHS seperti gonorea, sifilis atau herpes genitalis yang penularannya
terutama karena hubungan seksuil, penularan penyakit AIDS bisa pula karena transfusi darah,
melalui jarum suntik yang terkontaminasi oleh virus dan melalui placenta. Penyebaran
penyakit HIV/AIDS lebih berbahaya karena tidak saja menggangu kesehatan, tetapi
mengundang kematian.
Oleh karena itu dalam menghadapi penderita PHS dan atau HIV/AIDS, para dokter dan
kalangan kesehatan lainya selain memahami aspek medis juga harus memahami aspek hukum
yang terkait dengan penyakit ini, karena perbedaan demikian, pembahasan aspek hukum PHS
dan penderita dengan HIV/AIDS dipisahkan, dalam arti apabila yang dibicarakan tentang
aspek hukum PHS, maka didalamnya sudah termasuk masalah penyakit AIDS. Pembahasan
tentang aspek hukum Penyakit AIDS lainnya dibahas tersendiri lebih jauh.
12
Saknsi hukum terhadap pelanggaran ini terdapat pada KUHP pasal 332,KUH perdata 1366
dan sanksi administratif seperti dijelaskan dalam UU keshatan pasal 23 tahun 1992 ayat 1:
“ Terhadap tenaga kesahatan yang melekukan kesalahan atau kelalaian dalam melaksanakan
profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin .”
Selain sanksi hukum atau sanksi adminstratif yang bisa menyebabkan dicabutnya izin
menjalankan praktek, masyarakatpun dapat menjatuhi hukuman dengan menjahui dokter
yang tidak hati-hati dalam menjaga rahasia pasien.
13
penderita cukup diisi dengan nama kabupatennya saja tampaknya kebijakan yang ditempuh
seperti diatas juga dianut 0leh banyak negara lain dalam mengahadapi dan menangani
penderiat ODHA dimana yang utama adalah pelayanan kesehatan tanpa penderita mengalami
deskriminasi dilingkungan tempat tinggalnya,tempat kerjanya dan dijaga kerahasiannya
penyakitnya kepada orang lain. Dengan menghindari masalah hukum ini, diharapkan kwalitas
hidup orang dengan HIV/AIDS(ODHA) dapat diperbaiki.
Sementara dilain pihak,masyarakat dilindungi terhadap bahaya penularan,terutama melalui
komunikasi, informasi dan edukasi(KIE) tentang masalah AIDS dan HIV.
DiIndonesia kebijaksanaan ini dapat terlihat dari strategi nasional penanggulangan
HIV/AIDS sebagai berikut :
a. Setiap orang berhak untuk mendapatkan informasi yang baru mengenai
HIV/AIDS, baik untuk melindungi diri sendiri maupun mencegah penularan
kepada orang lain.
b. Tetap menghormati harkat dan martabat para penderita HIV/AIDS dan
keluarganya.
c. Mencegah perlakuan diskriminatif kepada pengidap HIV/ penderita AIDS dan
keluarganya.
UNDANG-UNDANG TENTANG WABAH PENYAKIT MENULAR NO.6 TAHUN 1962
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
a. Wabah penyakit menular yang selanjutnya disebut wabah adalah kejadian
berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah
penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan yang
lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan
malapetaka.
b. Sumber penyakit adalah manusia, hewan, tumbuhan, dan benda-benda
yang mengandung dan/atau tercemar bibit penyakit, serta yang dapat
menimbulkan wabah.
c. Kepala Unit Kesehatan adalah Kepala Perangkat Pelayanan Kesehatan
Pemerintah.
d. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang kesehatan
14
Pasal 2
Maksud dan tujuan Undang-Undang ini adalah untuk melindungi penduduk
dari malapetaka yang ditimbulkan wabah sedini mungkin, dalam rangka
meningkatkan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat.
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
a. Wabah penyakit menular yang selanjutnya disebut wabah adalah kejadian
berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah
penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan yang
lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan
malapetaka.
b. Sumber penyakit adalah manusia, hewan, tumbuhan, dan benda-benda
yang mengandung dan/atau tercemar bibit penyakit, serta yang dapat
menimbulkan wabah.
c. Kepala Unit Kesehatan adalah Kepala Perangkat Pelayanan Kesehatan
Pemerintah.
d. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang kesehatan.
Pasal 2
Maksud dan tujuan Undang-Undang ini adalah untuk melindungi penduduk
dari malapetaka yang ditimbulkan wabah sedini mungkin, dalam rangka
meningkatkan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat.
15
2.7. DASAR HUKUM : UNDANG UNDANG KESEHATAN RI NO:23 TAHUN 1992
Pasal 28
Tentang Pemberantasan penyakit
Ayat 1
Pemberantasan Penyakit diselenggarakana untuk menurunkan angkaq kesakitan dan atau
kematian
Ayat 2
Pemeberantasan penyakit dilaksanakan terhadap penyakit menular dan tidak menular
Pemberanatasan penyakit menular yang dapat menimbulkan angka kesakitan dan angka
kematian yang tinggi dilaksanakan sedini mungkin
Pasal 29
Pemberantasan penyakit tidak menular dilaksanakan untuk mencegah dan mengurangi
penyakit dengan perbaikan dan perubahan perilaku masyarakatdan denganb cara lain
Pasal 30
Pemeberantasan penyakit menular dilaksanakan dengan upaya penyuluhan, pe3nyelidikan,
pengebalan,menghilangkan sumber perantara penmyakit, tindakan karantina dan upaya lain
yang diperlukan
Pasal 31
Pemeberanatasan penyakit menular yang dapat menimbuilkan wabah dan penyakit karantina
dilaksanakan seasuai dengan ketentuan undang undang yang berlaku
Penularan dan penyebaran HIV dan AIDS sangat berhubungan dengan perilaku beresiko,
oleh karena itu penanggulangan harus memperhatikan faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap perilaku tersebut. Bahwa kasus HIV dan AIDS diidap sebagian besar oleh kelompok
perilaku resiko tinggi yang merupakan kelompok yang dimarginalkan, maka program-
16
program pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS memerlukan pertimbangan
keagamaan, adat-istiadat dan normanorma masyarakat yang berlaku disamping pertimbangan
kesehatan. Perlu adanya program-program pencegahan HIV dan AIDS yang efektif dan
memiliki jangkauan layanan yang semakin luas dan program-program pengobatan, perawatan
dan dukungan yang komprehensif bagi ODHA maupun OHIDA untuk meningkatkan kualitas
hidupnya. Dengan latar belakang pemikiran tersebut, maka kebijakan penanggulangan HIV
dan AIDS di Indonesia disusun sebagai berikut:
· Upaya penanggulangan HIV dan AIDS harus memperhatikan nilai-nilai agama dan
budaya/norma kemasyarakatan dan kegiatannya diarahkan untuk mempertahankan dan
memperkokoh ketahanan dan kesejahteraan keluarga;
· Upaya penanggulangan HIV dan AIDS diselenggarakan oleh masyarakat,pemerintah, dan
LSM berdasarkan prinsip kemitraan. Masyarakat dan LSM menjadi pelaku utama sedangkan
pemerintah berkewajiban mengarahkan, membimbing dan menciptakan suasana yang
mendukung terselenggaranya upaya penanggulangan HIV dan AIDS;
· Upaya penanggulangan harus didasari pada pengertian bahwa masalah HIV dan AIDS
sudah menjadi masalah sosial kemasyarakatan serta masalah nasional dan
penanggulangannya melalui “Gerakan Nasional Penanggulangan HIV and AIDS”;
· Upaya penanggulangan HIV and AIDS diutamakan pada kelompok masyarakat
berperilaku risiko tinggi tetapi harus pula memperhatikan kelompok masyarakat yang rentan,
termasuk yang berkaitan dengan pekerjaannya dan kelompok marginal terhadap penularan
HIV and AIDS;
· Upaya penanggulangan HIV and AIDS harus menghormati harkat dan martabat manusia
serta memperhatikan keadilan dan kesetaraan gender;
· Upaya pencegahan HIV dan AIDS pada anak sekolah, remaja dan masyarakat umum
diselenggarakan melalui kegiatan komunikasi, informasi dan edukasi guna mendorong
kehidupan yang lebih sehat;
· Upaya pencegahan yang efektif termasuk penggunaan kondom 100% pada setiap
hubungan seks berisiko, semata-mata hanya untuk memutus rantai penularan HIV;
· Upaya mengurangi infeksi HIV pada pengguna napza suntik melalui kegiatan pengurangan
dampak buruk (harm reduction) dilaksanakan secara komprehensif dengan juga
mengupayakan penyembuhan dari ketergantungan pada napza.
· Upaya penanggulangan HIV and AIDS merupakan upaya-upaya terpadu dari peningkatan
perilaku hidup sehat, pencegahan penyakit, pengobatan dan perawatan berdasarkan data dan
fakta ilmiah serta dukungan terhadap ODHA.
17
· Setiap pemeriksaan untuk mendiagnosa HIV and AIDS harus didahuluidengan penjelasan
yang benar dan mendapat persetujuan yang bersangkutan (informed consent). Konseling yang
memadai harus diberikan sebelum dan sesudah pemeriksaan, dan hasil pemeriksaan
diberitahukan kepada yang bersangkutan tetapi wajib dirahasiakan kepada pihak lain.
· Diusahakan agar peraturan perundang-undangan harus mendukung dan selaras dengan
Strategi Nasional Penanggulangan HIV and AIDS disemua tingkat.
· Setiap pemberi pelayanan berkewajiban memberikan layanan tanpa diskriminasi kepada
ODHA dan OHIDA.
18
Kelompok tertular adalah mereka yang sudah terinfeksi HIV. Pencegahan ditujukan untuk
menghambat lajunya perkembangan HIV, memelihara produktifitas individu dan
meningkatkan kwalitas hidup.
19
hidup sehat dan melaksanakan tugas dan fungsi pemerintahan khususnya pemerintah di
Kabupaten Enrekang.
Olehnya itu dalam penelitian ini akan diukur atau dioperasionalkan dalam berbagai
kosep-konsep penelitian. Sebagaimana yang telah diuraikan pada rumusan masalah dan
tujuan penelitian, maka mengoperasionalkan konsep-konsep yang terdapat dalam
pelaksanaan penelitian ini. Dalam pelaksanaan upaya pemberantasan penyakit HIV-AIDS
tersebut, dilakukan dengan mengikutsertakan masyarakat secara aktif. Mengingat frekuensi
HIV-AIDS semakin meningkat serta dapat mengakibatkan perpindahan yang tinggi, maka
perlu dilakukan penanggulangan.
Kegiatan penanggulangan AIDS dikomandoi oleh Komisi Penanggulangan AIDS
(KPA) yang diketuai oleh Menko Kesra dan di daerah oleh KPA Wakil Bupati. Kegiatannya
meliputi pencegahan, pelayanan, pemantauan, pengedalian dan penyuluhan.
Prinsip-prinsip dasar penanggulangan HIV/AIDS.
1. Upaya penanggulangan HIV/AIDS dilaksanakan bersama oleh masyarakat dan
pemerintah.
2. Setiap upaya penanggulangan harus mencerminkan nilai-nilai agama dan budaya yang
ada di Indonesia.
3. Setiap kegiatan diarahkan untuk mempertahankan dan memperkukuh ketahanan dan
kesejahteraan keluarga, serta sistem dukungan sosial yang mengakar dalam masyarakat.
4. Pencegahan HIV/AIDS diarahkan pada upaya pendidikan dan penyuluhan untuk
memantapkan perilaku yang baik dan mengubah perilaku yang berisiko tinggi.
5. Setiap orang berhak untuk mendapat informasi yang benar untuk melindungi diri dan
orang lain terhadap infeksi HIV.
6. Setiap kebijakan, program, pelayanan dan kegiatan harus tetap menghormati harkat
dan martabat dari para pengidap HIV/penderita AIDS dan keluarganya.
7. Setiap pemeriksaan untuk mendiagnosa HIV/AIDS harus didahului dengan penjelasan
yang benar dan mendapat persetujuan yang bersangkutan (informed consent), sebelum
dan sesudahnya harus diberikan konseling yang memadai dan hasil pemeriksaan wajib
dirahasiakan.
8. Diusahakan agar peraturan perundang-undangan mendukung dan selaras dengan
Strategi Nasional Penanggulangan HIV/AIDS di semua tingkat.
9. Setiap pemberi pelayanan kepada pengidap HIV/penderita AIDS berkewajiban
memberikan pelayanan tanpa diskriminasi.
20
BAB III
KESIMPULAN
A. KESIMPULAN
Penyakit Menular :
Adalah penyakit yang disebabkan oleh agen infeksi atau toksisnya yang berasal dari sumber
penularan atau reservoir, yang ditransmisikan kepa host yang rentan
Wabah Penyakit Menular
Kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya
meningkat secara nyata melebihi kedaan yang lazim pada waktu da daerah tertentu serta
dapat menimbulkan malapetak ( UU. Wabah1984
Penyakit menular seksual adalah infeksi yang di tularkan dari satu orang ke orang lain
saat berhubungan badan. Semua orang, pria, wanita (bahkan bahkan anak-anak) bisa tertular
penyakit kelamin ini. Penyakit yang umum terjadi adalah: gonore, sifilis, herpes, HIV/Aids ,
Trikomoiasis. Pencegahan penularan infeksi penyakit di komunitas :
Tanyakan kepada wanita yang ada rawat mengenai infeksi penyakit kelamin yang mungkkin
dialaminya atau dialami pasanganny. Mungkin wanita itu merasa malu untuk
membicarakannya, tapi semakin banyak informasi yang anda ketahui, semakin jiwanya
tertolong
Undang yang mengatur tentang penyakit emnular yaitu
1. Undang-undang no.6 tahun 1962 tentang wabah.
2. Undang-undang no.7 tahun 1968 tentang perubahan pasal 3 undang-undang no.6 tahun
1962 tentang wabah.
3. Undang-undang RI no.4 tahun 1984 tentang wabah penyakit menular.
B. SARAN
Setelah mengetahui beberapa pengertian penyakit menular seksual diatas, saya sebagai
penulus mengharapkan agar para pembaca lebih berhati-hati terhadap penyakit ini, dan dapat
mengetahui dengan jelas beberapa faktor penyebab, cara mengatasi dan cara penularanya
21
penyakit menular sseksual. Oleh karena itu,saya sebagai penulis meminta kritik dan saranya
untuk menyempurnakan makalah yang saya buat.
DAFTAR PUSTAKA
· http://midwifeipeah.blogspot.com/2009/11/pms-penyakit-menular-seksual.html
· http://books.google.co.id/books?id=3UeW24_pnIkC&pg=PA138&lpg=PA138&dq=etika+
dan+aspek+hukum+penyakit+menular,+wabah+penyakit+menular+seksual&source
· http://id.wikipedia.org/wiki/Penyakit_menular_seksual
· http://www.scribd.com/doc/4819072/Penyakit-Hubungan-Seksual
· www.penyakitmenularseksual.com/
· Buku etika kedokteran dan hukum kesehatan edisi 4.
· Buku etika kedokteran dan hukum kesehatan edesi 3.
22