Anda di halaman 1dari 30

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seiring semakin berkembangnya perusahaan peternakan dan juga

kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi serta daya beli masyarakat yang

meningkat maka oleh karena itu konsumsi daging meningkat dari tahun ke tahun,

Sementara pemenuhan akan kebutuhan daging selalu kurang, makin banyak

perusahaan peternakan, khususnya perusahaan bidang feedlot (penggemukan)

(Sulaiman, 2009).

Tiga hal yang perlu diperhatikan dalam pemeliharaan ternak yaitu

breeding (bibit/bakalan), feeding (pakan), dan management (manajemen)

(Sulaiman, 2009). Pakan memiliki pengaruh yang paling besar yaitu sekitar 60%.

Hal ini menunjukan bahwa walupun potensi genetik ternak tinggi, namun apabila

pemberian pakan tidak memenuhi maka produksi yang tinggi tidak akan tercapai.

Selain itu, pakan juga merupakan komponen produksi dengan biaya yang terbesar.

Yaitu dapat mencapai 60-80% dari total biaya produksi (Agustini, 2010).

Usaha peternakan sapi potong penyediaan pakan relative sulit, antara lain

disebabkan karena luasan lahan untuk penanaman hijauan semakin sempit.

Soewardi (1974) menyebutkan bahwa pada prinsipnya pemberian pada ternak

perlu memperhitungkan efisiensi ekonomis. Efisiensi ekonomis dapat dihitung

berdasarkan perbandingan antara pendapatan dengan ratio output input dan juga

dapat diukur berdasarkan ukuran sederhana yaitu income over feed cost yang

merupakan selisih antara pendapatan dan pengeluaran (Syukur dan Afandi, 2009).
2

Pakan ternak mempunyai peranan yang sangat penting bagi ternak sapi.

Pakan ternak sapi potong dapat di golongkan atas a) pakan sumber serat kasar

yang umumnya dalam penyediaan sumber tenaga (energi) bagi ternak. Bahan

pakan tersebut dapat berupa hijauan pakan ternak (rumput-rumputan, baik rumput

segar, rumput kering atau rumput yang sudah diawetkan), jerami padi,

Leguminosa (daun lamtoro, daun turi, daun gamal), daun-daunan (daun ketela

pohon, daun ubi jalar, daun pisang, pucuk tebu). Hijauan yang sudah diawetkan

atau disimpan, biasanya digunakan pada masa paceklik, misalnya silase dan hay.

Jumlah pemberian makanan hijauan dapat disesuaikan dengan bobot badan

yaitu sekitar 10% dari bobot badan ternak per ekor per hari. b) pakan penguat

(kosentrat), merupakan campuran bahan pakan yang disusun dari bahan-bahan

yang murah dan mudah didapat, antara lain: dedak padi, jagung, bungkil inti

sawit, bungkil kelapa, bungkil kacang tanah, gaplek tepung ubi kayu, tepung ikan

atau ampas ikan, tepung tulang, biasanya pada pakan penguat tersebut

mengandung serat kasar yang rendah dan mudah dicerna. Jumlah pemberian

kosentrat sekitar 1% dari bobot badan, yaitu sekitar 2-5 kg ekor-1hari-1.

Produksi ternak yang optimal diperoleh oleh peternak melalui pemahaman

dan pengetahuan manajemen pakan yang baik. Manajeman pemberian pakan

ternak yang perlu diketahui antara lain adalah: bahan pakan, zat-zat yang

terkandung pada bahan pakan, ransum dan penyusunan komposisi ransum

(Siregar, 2003; Kuswandi, 2011).

Mengingat pentingnya mempelajari dan memperhatikan manajemen

pemberian pakan sapi potong dalam usaha feedlot, maka perlu dilakukan kegiatan
3

Praktek Kerja Lapangan (PKL) di peternakan rakyat Kecamatan Samarinda Utara

Kota Samarinda.

1.2. Tujuan

a. Tujuan dari PKL ini adalah untuk mengetahui tatalaksana pemberian pakan

sapi Bali.

b. Menyelaraskan teori-teori yang diperoleh selama perkuliahan kedalam ruang

lingkup masyarakat dan dapat menjalin kerjasama dengan peternak.

1.3. Manfaat

Manfaat dari PKL adalah mendapat pengalaman secara langsung, untuk

memperoleh pengetahuan lapangan dalam melaksanakan pemeliharaan sapi Bali

di peternakan rakyat dengan menekankan kepada pemberian pakannya.


4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sapi Bali

Sapi Bali (Bibos sondaicus) merupakan salah satu plasma nutfah yang

perlu di pertahankan kelestarianya. Sapi Bali adalah sapi asli Indonesia sebagai

hasil domestik dari banteng. Kapan dimulainya proses penjinakan banteng belum

jelas diketahui dengan jelas, demikian dengan mengapa lebih terkenal di

Indonesia sebagai sapi Bali dan bukanya sapi banteng mengingat dalam keadaan

liar dikenal sebagai banteng. Pendapat yang bisa dirujuk adalah dijinakkan di

Jawa dan Bali dan dalam perkembangannya ternyata kondisi di Bali lebih sesuai

bagi bangsa sapi ini karena adanya budaya orang Bali yang memuliakan ternak

sapi (Talib, 2002).

Penyebaran sapi Bali hampir meliputi seluruh wilayah Indonesia, kecuali

provinsi DKI Jakarta. Empat provinsi yang memiliki jumlah sapi Bali terbesar di

Indonesia adalah Provinsi Sulawesi Selatan, NTB, Bali dan NTT. Mengingat

jumlah yang cukup besar dan penyebaran yang cukup luas maka sapi Bali

merupakan bangsa ternak sapi yang cukup penting dalam penyediaan daging

Nasional (Handiwirawan dan Subandriyo, 2004).

Sapi Bali memiliki ciri-ciri sebagai berikut warna putih dan pada bagian

belakang paha, pinggiran bibir atas kuku, bulu pada ujung ekor hitam, bulu pada

bagian dalam telinga putih, terdapat garis belut (garis hitam) yang jelas pada

bagian atas punggung, bentuk tanduk pada jantan yang paling ideal disebut tanduk

silak congklok tanduk berwarna hitam. Ciri lain dari sapi Bali yaitu bulunya

ketika dilahirkan berwarna merah bata pada jantan dan betina. Pada saat dewasa,
5

pada sapi Bali jantan warna bulu berubah menjadi hitam, sedangkan sapi Bali

betina tetap berwarna merah (Wahyu, 2011).

2.2. Bahan Pakan

Bahan pakan ternak adalah suatu yang dapat dimakan oleh ternak yang

dapat dicerna sebagian atau seluruhnya dengan tidak menggangu kesehatan ternak

yang bersangkutan. Pada dasarnya, sumber pakan sapi dapat disediakan dalam

bentuk hijauan dan konsentrat, dan yang terpenting adalah pakan harus memenuhi

kebutuhan protein, kabohidrat, lemak, dan vitamin serta mineral. Secara alamiah

pakan utama ternak sapi baik potong maupun perah adalah hijauan, dapat berasal

dari rumput alam atau lapangan, rumput unggul, leguminosa dan limbah pertanian

serta tanaman hijauan. Permasalahan hijauan didaerah tropis seperti wilayah

Indonesia mempunyai kualitas yang kurang baik sehingga tidak dapat memenuhi

kebutuhan gizi ternak tersebut, perlu ditambahkan dengan pemberian pakan

kosentrat (Siregar, 1996).

2.3. Konsentrat

Konsentrat merupakan pakan penguat yang terdiri dari bahan pakan yang

kaya karbohidrat dan protein seperti dedak padi, jagung kuning dan bungkil-

bungkilan. Menurut Darmono (1993) bahwa Pakan penguat atau konsentrat adalah

pakan yang berasal dari biji-bijian dan mengandung protein yang cukup tinggi dan

mengandung serat kasar kurang dari 18% (Hartadi et al.,1997) menambahkan

bahwa konsentrat adalah suatu bahan pakan yang dipergunakan bersama bahan

pakan lain untuk meningkatkan keserasian gizi dari keseluruhan makanan dan

dimaksudkan untuk disatukan dan dicampur sebagai suplemen (pelengkap) atau


6

makanan pelengkap. Penambahan konsentrat dalam ransum ternak merupakan

suatu usaha untuk mencukupi kebutuhan zat-zat makanan, sehingga akan

diperoleh produksi yang tinggi. Selain itu dengan penggunaan konsentrat dapat

meningkatkan daya cerna bahan kering ransum, pertambahan bobot badan serta

efisien dalam penggunaan ransum (Koddang, 2008).

Konsentrat sumber protein dapat diperoleh dari hasil samping

penggilingan berbagai biji-bijian, bahan pakan sumber protein hewani dan hijauan

sumber protein, sedangkan konsentrat sumber energi dapat diperoleh dari dedak

dan biji-bijian seperti jagung (Parakkasi, 1999). Bahan pakan penguat ini meliputi

bahan makanan yang berasal dari biji-bijian seperti jagung giling, menir, bulgur,

dedak, bekatul, bungkil kelapa, tetes dan berbagai umbi. Fungsi pakan penguat ini

adalah meningkatkan dan memperkaya nilai gizi pada bahan pakan lain yang nilai

gizinya rendah. Sapi yang sedang tumbuh ataupun yang sedang dalam periode

penggemukan harus diberikan pakan penguat yang cukup, sedangkan sapi yang

digemukkan dengan sistem dry lot fattening justru sebagian besar pakan berupa

pakan berbutir atau penguat (Darmono, 1993; Kuswandi, 2011).

Konsentrat dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu konsentrat sumber protein

dan konsentrat sumber energi. Konsentrat dikatakan sebagai sumber energi

apabila mempunyai kandungan protein kasar kurang dari 20% dan serat kasar

18%, sedangkan konsentrat dikatakan sebagai sumber protein karena mempunyai

kandungan protein lebih besar dari 20% (Hartadi et al., 1997).

Perbandingan hijauan dan konsentrat untuk mutu pakan yang baik

berdasarkan bahan keringnya adalah 60 : 40% sehingga akan diperoleh koefisien


7

cerna yang tinggi dan untuk pakan yang mutunya kurang baik imbangannya

menjadi 55 : 45% dan bila mutu pakan sangat baik imbangannya menjadi 64 :

36% guna memberikan energi sebanyak mungkin (Blakely dan Bade, 1994).

2.4. Hijauan

Hijauan pakan ternak adalah segala macam hijauan dari tumbuh-

tumbuhan atau tanaman yang dapat dimakan oleh ternak tanpa menggangu

kesehatan ternak tersebut, serta dapat dimanfaatkan untuk proses pertumbuhan,

bereproduksi, dan dan berproduksi. Hijauan pakan ternak merupakan salah satu

bahan pakan ternak yang sangat diperlukan dan besar manfaatnya bagi kehidupan

ternak terutama ternak ruminansia. Sofyan (2010) menyebutkan bahwa ternak

ruminansia, hijauan merupakan pakan utamanya. Kebutuhan pokok konsumsi

hijauan makanan ternak untuk setiap harinya 10% dari bobot badan ternak.

Hijauan pada umumnya merupakan sumber energi yang relatif murah. Akan

tetapi sapi perah yang berproduksi susu tinggi belum tentu mampu mengkonsumsi

sejumlah hijauan untuk memenuhi zat-zat makanan yang dibutuhkannya. Oleh

karena itu perlu mendapat tambahan sejumlah konsentrat. Banyaknya bahan

kering (BK) hijauan dalam ransum sebaiknya tidak lebih dari 2% bobot badan

(Siregar, 1996).

2.5. Manajemen Pemberian pakan

2.5.1. Jumlah Pemberian

Pemberian pakan pada sapi potong dapat dilakukan secara ad libitum dan

restricted (dibatasi). Pemberian secara ad libitum sering kali tidak efisien karena

akan menyebabkan bahan pakan banyak terbuang dan pakan yang tersisa menjadi
8

busuk sehingga ditumbuhi jamur dan sebagainya akan membahayakan ternak bila

temakan (Santosa, 2002).

2.5.2. Teknik Pemberian

Teknik Pemberian pakan yang baik untuk mencapai pertambahan bobot

badan yang lebih tinggi pada penggemukan sapi potong adalah dengan mengatur

jarak waktu antara pemberian konsentrat dengan hijauan. Pemberian kosentrat

dapat dilakukan dua atau tiga kali sehari semalam. Hijauan diberikan sekitar dua

jam setelah pemberian kosentrat pada pagi hari dan dilakukan secara bertahap

minimal empat kali dalam sehari semalam ( Siregar, 2003).

2.5.3. Sistem Pemberian

Pemberian konsentrat sebaiknya dalam bentuk kering (tidak dicampur air),

namun pemberian bentuk basah juga bisa dilakukan. Pemberian konsentrat dalam

bentuk basah (combroan) perlu diperhatikan karena konsentrat tersebut harus

habis dalam sekali pemberian sehingga tidak terbuang. Perubahan jenis pakan,

yang secara mendadak dapat berakibat ternak stress, sehingga tidak mau makan.

Oleh karena itu cara pemberiannya dilakukan sedikit demi sedikit agar ternak

beradaptasi dahulu (Parakkasi, 1994).

Menurut Cherkawski (1986), bahwa partikel pakan berbentuk halus seperti

kosentrat akan lebih cepat meninggalkan rumen. Sedangkan efek negatifnya

adalah bahwa pemberian pakan konsentrat dalam bentuk basah akan lebih cepat

keluar bersama feses sehingga absorbsinya menjadi tidak optimal. Hal ini tidak

terjadi pada pemberian konsentrat dalam bentuk kering karena pakan lebih
9

tersedia untuk mikroorganisme rumen sehingga banyak yang tidak di manfaatkan

oleh indukan semang.

Frekuensi pemberian pakan konsentrat dan hijauan 2 kali bahkan lebih

(untuk hijauan) dapat memperbaiki ekologi rumen sehingga fermentasi pakan

berserat (hijauan) berjalan lancar. Pemberian hijauan dalam bentuk terpotong-

potong dapat meningkatkan efisiensi penggunaan hijauan karena dapat

mengurangi efek seleksi oleh ternak (Umiyasih dkk, 2008).


10

III. TATALAKSANA PELAKSANAAN

3.1. Waktu dan Tempat

Kegiatan PKL ini dilaksanakan pada Juni sampai dengan Juli 2014 di

Kelompok Tani Subur Jl.Sukarejo Lempake Kecamatan Samarinda Utara Kota

Samarinda.

3.2. Materi dan Metode

3.2.1. Materi

Alat yang digunakan yaitu: 1) Alat pengambilan data antara lain alat tulis,

kertas, meteran, timbangan, plastik, arit, grobak dorong,dan kamera. 2) Pakan

yang meliputi Pakan Kosentrat dan hijauan.

3.2.1. Metode

Pelaksanaan PKL mengamati tentang manajemen pakan, meliputi dari

pakan yang diberikan, cara memperoleh pakan, jumlah pakan yang diberikan, cara

pemberian pakan, pemberian air minum dan penimbangan feses.

3.3. Cara Pengambilan Data

Cara pengambilan data yang digunakan untuk memperoleh data yang

diperlukan yaitu:

1. Pemberian pakan

Pemberian pakan dilakukan dengan menimbang pakan yang akan diberikan

dan penimbang sisa pakan sehingga dengan dapat diketahui konsumsi hijauan.

2. Pertumbuhan berat badan ( PBB)

Pengukuran pertumbuhan berat badan dilakukan dengan rumus schoorl.

Pengukuran ini di lakukan dengan cara mengukur lingkar dada.


11

BB = (LD + 22)2
100
Ket
BB = Berat Badan (kg)
LD = Lingkar Dada (cm)

3. Pemberian air minum

Pemberian air minum dilakukan dengan memberikan air sebanyak 30 liter

kemudian dikurang dengan sisa air minum sehingga dapat diketahui berapa liter

air yang dikonsumsi.

4. Penimbangan feses

Penimbangan feses dilakukan untuk mengetahui berapa banyak feses yang

dikeluarkan ternak meliputi feses segar dan kering.

5. Wawancara

Wawancara dilakukan dengan tanya jawab secara langsung dengan responden.

Responden yang dimaksud dalam kegiatan PKL adalah ketua kelompok ternak

dan anggota Kelompok.

3.4. Sumber Data

Sumber data yang digunakan untuk mengumpulkan data ada dua jenis

diantaranya 1) data primer 2) data sekunder.

1. Data primer diperoleh melalai wawancara dengan ketua kelompok dengan

menggunakan alat bantu berupa kuesioner.

2. Data sekunder diperoleh dari Kecamatan Lempake.


12

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Tata Letak Kelompok Tani Subur

Kelompok Tani Subur berlokasi di Jl. Sukarejo, Desa Lempake,

Kecamatan Samarinda Utara, Kota Samarinda Kalimantan Timur. Jarak dari kota

Samarinda ke Kelurahan Lempake ± 4 km atau sekitar 20 menit perjalanan.

Wilayah Kelurahan Lempake berbatasan dengan :

 Sebelah Utara : Kel. Sungai Siring

 Sebelah Selatan : Kel. Mugirejo/ Gn. Lingai

 Sebelah Timur : Kel. Tanah Merah

 Sebelah Barat : Kel. Gn. Lingai/ Sempaja Utara

Kondisi lingkungan di Kelurahan Lempake sama halnya dengan kondisi

iklim di Kalimantan Timur yaitu beriklim tropika basah dengan curah hujan

tinggi. Suhu udara pada musim hujan dan kemarau antara 20,2-33 oC. Lokasi

Kelompok Tani Subur terletak di Jl. Sukarejo, Desa Lempake, Kecamatan

Samarnda Utara. Luas Lelompok Tani Subur 500 m2. Berdirinya peternakan ini

tanggal 20 Juli 2012.

4.1.1. Struktur Organisasi

Keberhasilan suatu peternakan tidak terlepas dari suatu perencanaan yang

terorganisasi. Maka untuk menunjang suatu kegiatan sebuah perusahaan sangat

dibutuhkan struktur organisasi. Fungsi dari struktur organisasi adalah untuk

menentukan seorang tenaga kerja yang bertanggung jawab terhadap pekerjaan dan

melaporkan hasil kegiatannya. Hal ini sangat diperlukan agar setiap tenaga

mengetahui hak dan kewajibannya.


13

Kelompok Tani Subur dipimpin langsung oleh Bapak Suminto sebagai

ketua Kelompok, dalam menjalankan tugas Kelompok sebagai ketua atau

pemimpin membawahi beberapa anggota. Bagan struktur organisasi Kelompok

Tani Subur seperti terliat pada Gambar 1.

Ketua
Suminto

Sekertaris Bendahara
Jum’at Wasisno

1. Slamet M 6. Surahman 11. Taha 16.Wahyudi


2. Musadik 7. Rusdianto 12. Badawi 17. Basuni
3. Sigit 8.Sudar 1 13.Yudi 18. Patresno
4. Khori 9.Arifin 1 14.Wagi 19. Mujiono
5. M. Shaleh 10.Subadi 15.Muhyadi 20. Khairul

Gambar 1. Struktur Organisasi di Kelompok Tani Subur

4.1.2. Keadaan Lingkungan Lokasi Peternakan

Lokasi Kelompok Tani Subur terletak pada daerah dataran tinggi dengan

topografi sebagian besar datar dan selebihnya landai. Batas wilayah sebelah

Timur lahan pertanian, Barat adalah pemukiman penduduk, sedangkan sebelah

Selatan dan Utara pegunungan.

Sekitar areal peternakan terdapat lahan pertanian dan kolam ikan. Lokasi

peternakan Kelompok Tani Subur yang berada dalam radius 500 m dari

pemukiman penduduk, berdasarkan UU No.18 Tahun 2009 Pasal 4, untuk

menjamin kepastian terselenggaranya peternakan dan kesehatan hewan diperlukan

penyediaan lahan yang memenuhi persyaratan teknis peternakan dan kesehatan

hewan.
14

Menurut pernyataan Santoso (2000), bahwa lokasi peternakan

sebaiknya jauh dari lokasi pemukiman penduduk serta dekat dengan sarana transp

ortasi, dekat dengan sumber air dan dekat dengan sumber pakan. Pemilihan lokasi

peternakan sapi tergantung diantaranya pada geografi dan topografi, ketersediaan

tenaga kerja, ketersediaan bahan pakan, ketersediaan air dan dekat dengan jalan.

4.1.3. Luas Area Peternakan

Total areal Kelompok Tani Subur ±500 m2 yang terdiri dari bangunan

penunjang, bangunan kandang, bangunan penumpukan limbah, bangunan

pengolahan pupuk kompos. Jenis-jenis bangunan yang ada dilokasi antara lain

seperti terlihat Tabel 1.

Table 1. Bangunan-bangunan penunjang di Kelompok Tani Subur


No Jenis Penggunaan Ukuran Bangunan Keterangan
1. Bangunan Kandang Ternak
a. Bangunan a 24x10 m2
b. Bangunan b 16x10 m2
c. Bangunan c 18x3 m2
2. Tempat Penumpukan Limbah 12x3 m2
3. Bangunan Pengolahan Kompos 16x3 m2

4.1.4. Pakan

Pakan yang diberikan di Kelompok Tani Subur berupa hijauan yang terdiri

atas rumput kumpai (Hymenachine amplexicaulis) dan rumput gajah (Pennisctum

purpureum) dan rumput paitan. Menurut Sarwono (2002), pada dasarnya, sumber

pakan sapi dapat disediakan dalam bentuk hijauan dan konsentrat, dan yang

terpenting adalah pakan yang memenuhi kebutuhan protein, karbohidrat, lemak,

dan vitamin serta mineral.


15

Pemberian pakan dalam usaha penggemukan bertujuan untuk memenuhi

kebutuhan hidup pokok, kebutuhan untuk pertumbuhan dan kebutuhan untuk

reproduksi. Kebutuhan hidup pokok yaitu kebutuhan pakan yang mutlak

dibutuhkan dalam jumlah minimal. Pada hakekatnya kebutuhan hidup pokok

adalah kebutuhan sejumlah minimal nutrient untuk menjaga keseimbangan dan

mempertahankan kondisi tubuh ternak. Kebutuhan tersebut digunakan untuk

bernafas, bergerak, dan pencernaan makanan, sedangkan kebutuhan untuk

pertumbuhan, yaitu kebutuha pakan yang diperlukan ternak sapi untuk proses

pembentukan jaringan tubuh dan menambah berat badan dan kebutuhan untuk

reproduksi, yaitu kebutuhan pakan yang diperlukan ternak sapi untuk proses

reproduksi.

4.1.5. Perkandangan

Lokasi kandang di Kelompok Tani Subur sangat strategis karena selain

berdekatan dengan sumber air, kandang juga sangat mudah diakses karena

berdekatan dengan jalan. Bangunan kandang dibangun menghadap Timur ke

Barat dengan atap kandang dari seng dan dinding kandang dari kayu dan bambu

dengan kondisi terbuka. Hal ini memungkinkan sinar matahari pagi bisa masuk ke

dalam ruangan atau lantai kandang. Sinar pagi besar artinya bagi kehidupan

ternak, karena membantu proses pembentukan vitamin D di dalam tubuh unsur

ultraviolet berfungsi sebagai desinfektan dan pembasmi bibit penyakit, serta

mempercepat proses pengeringan lantai kandang yang basah akibat air kencing

ataupun air pembersih (Sudarmono dan Sugeng, 2008).


16

Terdapat tiga bangunan kandang di Kelompok Tani Subur yang masing

masing kandang berkapasitas 20 ekor. Kandang sudah bersifat semi permanen

sehingga layak dipakai dalam jangka 4-5 tahun. Setiap kandang dilengkapi

dengan tempat pakan, dengan sistem head to head atau saling berhadapan.

Tempat pakan ditempatkan pada sisi depan kandang. Tempat pakannya sendiri

terbuat dari kayu dan untuk pemberian air menggunakan ember.

Peralatan yang digunakan dalam kandang antara lain gerobak dorong, sapu

lidi, serokan, garu, sikat, selang air, sekop, ember. Sarana penunjang lainnya

adalah tempat pengolahan pupuk kompos, tempat penampungan feses.

Pembersihan kandang dilakukan setiap hari. Biasanya pembersihan kandang

dilakukan pada pagi dan sore sebelum peternak merlakukan aktivitas di ladang.

Limbah padat dibersihkan menggunakan garu dan diangkut dengan gerobak

dorong untuk ditampung di tempat penampungan limbah padat untuk dijadikan

pupuk kompos maupun untuk dijual berupa feses. Pembersihan selanjutnya

disiram air agar sisa feses langsung mengalir ke saluran pembuangan limbah cair

yang nantinya dialirkan ke drainase.

4.1.6. Penanganan Kesehatan

Penyakit yang sering menyerang sapi di Kelompok Tani Subur adalah

kudisan, penyakit filek atau flu dan kutu Babi. Sapi yang terkena kudis di berikan

obat Invervet dengan dosis 66 mL ekor-1 untuk jenis ternak dewasa dan kecil,

apabila terjadi luka pada sapi yang diakibatkan gesekan dengan benda sekitar

kandang, penanganan dengan diberikan obat Gusanex dengan cara disemprotkan

jarak semprot kurang lebih 10 cm. Sedangkan penyakit pilek atau flu yang
17

ditandai dengan keluar cairan atau lendir dari hidung dan nafsu makan turun. Hal

ini disebabkan karena gangguan sistem pernapasan ternak dan perubahan cuaca.

Pengobatan dilakukan dengan pemberian vitamin B komplek untuk meningkatkan

nafsu makan, dengan dosis pemberian 10 - 20 mL ekor-1 dengan cara disuntikan

intramaskular pada bagian punggung.

4.1.7. Penanganan Limbah

Limbah ternak merupakan sisa hasil pencernaan dan metabolisme pakan

yang berupa feses dan limbah cairnya berupa urine. Limbah padat yang berupa

feses diolah menjadi pupuk organik yang kemudian dijual maupun dipake sendiri

untuk pemupukan perkebunan. Sedangkan untuk limbah cairnya yang berupa

urine belum diolah dan hanya di tamping dengan ember dan digunakan untuk

pemupukan kebun.

4.2. Uraian Kegiatan

4.2.1. Jenis Pakan

Kelompok Tani Subur memenuhi kebutuhan pakan ternak dengan cara

mencari hijauan. Hijauan yang digunakan berupa hijauan segar, hijauan segar

yang diberikan berupa hijauan segar seperti rumput kumpai, rumput gajah dan

rumput paitan karena hijauan segar mempunyai kandungan vitamin dan mineral

yang diperlukan tubuh ternak.

4.2.2. Jumlah Pemberian Pakan

Hijauan yang diberikan di Kelompok Tani Subur seperti rumput kumpai,

rumput gajah dan rumput paitan. Pemberian hijauan dilakukan berdasarkan bobot

badan sapi. Sapi Bali dengan berat ≤ 250 diberikan sebanyak 40 kg ekor-1hari-1.
18

Pemberian hijauan sebanyak 40 kg ekor-1hari-1 di Kelompok Tani Subur

disebabkan karena peternak setiap memberikan pakan hijauan hanya dengan cara

dikira-kira, sehingga tanpa disadari jumlah hijauan yang diberikan mencapai 40

kg ekor-1hari-1. Kemungkinana lainnya peternak memberikan hijauan sebanyak 40

kg ekor-1hari-1 agar ternak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sekaligus untuk

pertumbuhan dan reproduksi. Menurut Sofyan (2010) menyebutkan bahwa ternak

ruminansia, hijauan merupakan pakan utamanya. Kebutuhan pokok konsumsi

hijauan makanan ternak untuk setiap harinya 10% dari bobot badan ternak.

Jumlah pemberian pakan berupa hijauan segar di Kelompok Tani Subur

rata-rata 36,53 kg ekor-1 hari-1, sedangkan sisa pakan 10 ekor ternak dalam

kandang rata-rata 5,99 kg ekor-1 hari-1, lebih lengkap terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Konsumsi Pakan di Kelompok Tani Subur


No Jumlah Pakan yang di berikan Konsumsi Sisa Pakan
-1 -1
(kg ekor hari ) (kg ekor hari ) (kg ekor-1hari-1 )
-1 -1

1 40 36,5 3,5
2 40 34,7 5,3
3 40 38 2
4 40 36,8 3,2
5 40 38 2
6 40 37 3
7 40 35 5
8 40 37,6 2,4
9 40 34,7 5,3
10 40 37 3
Jumlah 365,3 59,9
Rata-rata 36,53 5,99
Sumber: Hasil perhitungan

4.2.3. Frekuensi Pemberian Pakan

Pemberian pakan di Kelompok Tani Subur pada pagi hari pukul 07:30

hijauan yang akan di berikan dipotong ±5-10 cm, hal ini untuk memudahkan
19

ternak makan atau membantu pencernaan, kemudian pada pukul 05:30 sore ternak

diberi hijauan kembali dan pemberian hijauan terakhir pada pukul 08:30 malam.

Manajeman pemberian pakan di Kelompok Tani Subur belum baik, hal ini

dikarenakan ternak hanya diberikan hijauan. Menurut Siregar (2003), sapi yang

akan digemukkan dan memperoleh ransum yang terdiri dari hijauan dan

konsentrat harus diatur pemberiannya agar tercapai hasil yang memuaskan.

Pemberian hijauan pada sapi yang digemukkan sebaiknya dihindari pemberian

yang sekaligus dan dalam jumlah yang banyak. Pemberian yang demikian akan

berakibat pada banyaknya hijauan yang terbuang dan tidak dimakan sapi,

sehingga tidak efisien.

4.2.4. Sistem Pemberian Pakan

Pemberian pakan di Kelompok Tani Subur dengan cara di jatah (kereman)

pemberian pakan di lakukan tiga kali pagi, siang, dan malam. Teknik pemberian

pakan yang baik untuk mencapai pertambahan bobot badan yang lebih tinggi pada

penggemukan sapi potong adalah dengan mengatur jarak waktu antara pemberian

pakan pengauat pengganti konsentrat dengan hijauan. Hijauan diberikan sekitar

dua jam setelah pemberian pakan penguat pengganti konsentrat pada pagi hari dan

dilakukan secara bertahap minimal empat kali dalam sehari semalam. Menurut

(Rianto dan Purbowati, 2009) frekuensi pemberian ransum dilakukan secara

periodik dan tidak dilakukan sekaligus, pemberian hijauan dipagi hari dapat

merangsang pengeluaran saliva yang dapat berfungsi sebagai buffer atau

penyangga di dalam rumen sehingga menjaga kestabilan pH rumen.


20

4.2.5. Pertambahan Berat Badan Harian (PBBH)

Pertambahan bobot badan harian yang berbeda juga dipengaruhi oleh

jumlah konsumsi pakan yang diberikan. Karena pakan yang diberikan memiliki

kandungan nutrien yang berbeda. Selain itu, yang lebih utama lagi adalah faktor

genetic. Kemampuan sapi ataupun ternak lainnya dalam mengkonsumsi ransum

adalah terbatas. Keterbatasan ini dipengaruhi oleh banyak faktor yang mencakup

ternak itu sendiri, keadaan ransum dan faktor luar lainnya seperti suhu udara yang

tinggi dan kelembapan udara yang rendah. Karena banyaknya faktor yang

mempengaruhi maka tidak mungkin mendapatkan angka yang tepat dan akurat

untuk menentukan kemampuaan sapi dalam mengkonsumsi ransum (Siregar,

1996).

Pertambahan bobot badan harian dihitung dari selisih bobot badan akhir

dikurangi bobot badan awal kemudian dibagi dengan lama periode penggemukan

(Rasyaf, 1993). Atau dapat ditulis dengan rumus sebagai berikut :

PBBH = Berat badan akhir – Berat badan awal


Lama Penggemukan
21

Tabel 3. Pertambahan Bobot Badan Harian Ternak di Kelompok Tani Subur


No Berat Awal Berat Akhir PBB PBBH
(kg) (kg) (kg bulan ) (kg hari-1)
-1

1 275 285 10 0,33


2 295 306 11 0,36
3 252 262 10 0,33
4 264 275 11 0,36
5 265 272 7 0,23
6 264 271 7 0,23
7 262 272 10 0,33
8 275 282 7 0,23
9 246 256 10 0,33
10 275 282 7 0,23
Sumber: Hasil perhitungan

Tabel diatas dapat diketahui bahwa pertambahan bobot badan harian ternak

paling tinggi 0,36 kg ekor-1 hari-1, sedangkan yang paling rendah 0,23 kg ekor-1

hari-1. Rendahnya pertambahan bobot badan tersebut kemungkinan lebih

diakibatkan dari ternak yang masih dalam masa pertumbuhan, sehingga asupan

nutrien dalam pakan lebih banyak dipergunakan untuk keperluan pertumbuhan

dan bukan sebagai penimbunan cadangan lemak dan otot. Kemungkinan lainnya

ternak tidak diberikan konsentrat atau nilai nutrien dalam pakan belum memenuhi

kebutuhan hidup pokok maupun produksi, hal tersebut tidak terdeteksi karena

belum melakukan analisis kandungnan nutrien pada pakan yang diberikan di

Kelompok Tani Subur.

Pertambahan bobot badan harian yang berbeda pada dasarnya dipengaruhi

oleh kualitas nutrien yang terdapat dalam pakan dan berapa besar kemampuan

konsumsi masing-masing ternak, selain itu faktor yang berpengaruh adalah faktor

genetik (walaupun hanya sebesar 30%). Kemampuan sapi ataupun ternak lainnya

dalam mengkonsumsi ransum adalah terbatas. Menurut Parakkasi, (1999)

keterbatasan konsumsi dipengaruhi oleh banyak faktor yang mencakup antara


22

lain: 1) jenis dan bangsa ternak; 2) komposisi nutrien ransum yang diberikan;

3) faktor luar lainnya seperti suhu udara yang tinggi dan kelembapan udara yang

rendah.

4.2.6. Pemberian Air Minum


Pemberian air minum di kelompok Tani Subur diberikan secara libitum,

dimana ketersediaanya tidak selalu tersedia. Air yang akan diberikan terlebih

dahulu diambil dengan menggunakan ember. Air minum sebaiknya disediakan

sesaat sebelum pakan diberikan untuk menghindari terjadinya kembung. Untuk

mengetahui konsumsi air minum dapat mengunakan rumus :

Konsumsi Air Minum = Air yang disediakan dikurangi denganm air yang

tersisa dengan satuan L ekor-1hari-1

Tabel 4. Konsumsi Air Minum Ternak di Kelompok Tani Subur


No Jenis Ternak Jumlah yang diberikan Konsumsi air
(L) (L ekor-1 hari-1)
1 Sapi Bali 30 20
2 Sapi Bali 30 20
3 Sapi Bali 30 26
4 Sapi Bali 30 23
5 Sapi Bali 30 20
6 Sapi Bali 30 20
7 Sapi Bali 30 19
8 Sapi Bali 30 19
9 Sapi Bali 30 25
10 Sapi Bali 30 20
Sumber: Hasil perhitungan

Tabel diatas diketahui konsumsi air minum di Kelompok Tani Subur

paling sedikit 19 L ekor-1 hari-1, sedangkan paling banyak 26 L ekor-1 hari-1.

Menurut Setiadi (2001), Air minum sangat dibutuhkan bagi kesehatan sapi.

Kebutuhan air minum sapi lebih 20-40 L ekor-1 liter-1 yang harus disediakan

dalam kandang.
23

4.2.7. Penimbangan Feses

Jumlah feses sapi yang dihasilkan ekor-1 hari-1 rata-rata 20,97 kg berat

basah, sehingga selama satu hari 10 ekor sapi dalam kandang mampu

menghasilkan feses sekitar 209,7 kg hari-1 berat basah. Feses tersebut kemudian di

keringkan selama dua hari dengan bantuan sinar matahari dan rata-rata mengalami

penyusutan 9,3 kg ekor-1 2 hari-1, lebih jelas terlihat Tabel 5.

Tabel 5. Jumlah feses Ternak di Kelompok Tani Subur


No Jenis Ternak Jumlah feses Penyusutan feses
(kg ekor-1 hari-1) (kg ekor-1 2 hari-1)
1 Sapi Bali 20 8
2 Sapi Bali 20 7
3 Sapi Bali 23 10
4 Sapi Bali 21,3 10
5 Sapi Bali 17,5 8
6 Sapi Bali 19,9 10,5
7 Sapi Bali 24 10,5
8 Sapi Bali 22 10
9 Sapi Bali 22 11
10 Sapi Bali 20 8
Jumlah 209,7 93
Rata-rata 20,97 9,3
Sumber : Hasil perhitungan
24

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil praktek kerja lapangan di Kelompk Tani Subur yang di

tuangkan dalam laporan, maka dapat disimpulkan hal-hal berikut:

1. Hijauan yang diberikan di Kelompok Tani Subur terdiri dari rumput

kumpai (Hymenachine amplexicaulis), rumput gajah (Pennisctum

purpureum) dan rumput paitan.

2. Jumlah pemberian pakan sapi Bali di Kelompok Tani Subur sebanyak

40 kg ekor-1 hari-1.

3. Frekuensi pemberian pakan di Kelompok Tani Subur tiga kali sehari

yaitu pada pukul 07:30 pagi kemudian pukul 05:30 sore dan terakhir

pukul 08:30 malam.

4. Sistem pemberian pakan sapi Bali dengan cara di jatah.

5.2. Saran

1. Hijauan yang akan diberikan hendaknya di layukan terlebih dahulu

untuk mengurangi kadar air.

2. Kelompok Tani Subur hendaknya dapat memberikan konsentrat

sebagai pakan imbangan.


25

DAFTAR PUSTAKA

Agustini, N. 2010. Petunjuk Praktis Manajemen Pengelolaan Limbah Pertanian


Untuk Pakan Ternak Sapi. Kementerian Pertanian: NTB.

Bambang , S. Y. 2005. Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta.

Blakely, J., D.H Bade. 1994. Ilmu Peternakan. Gajah Mada University Press.

Cherkawski. 1986. An Introduction to rumen Studies. Pergamon Press. London.


Darmono, 1993. Tata Laksana Usaha Sapi Kerema,. Kanisius Yogyakarta.

Djarijah, A.S. 1996. Usaha Ternak Sapi. Kanisius.Yogyakata.


Handiwirawan dan Subandriyo. 2004. Potensi keragaman Sumberdaya Genetik
Sapi Bali. Wartazoa Vol. 14 No.3.

Hartadi, H., S. Reksodiprodjo dan A.D. Tillman. 1997. Tabel Komposisi Bahan
Makanan Ternak Untuk Indonesia. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.

Koddang, M.Y.K. 2008. Pengaruh tingkat pemberian konsentrat terhadap daya


cerna bahan kering dan protein kasar ransum pada sapi Bali jantan yang
mendapatkan Rumput Raja. Jurnal Agroland 15 (4): 343-348.

Nasution, A. 2009. Pengaruh Penggantian Rumput Gajah (Pennisetum


Purpureum) Dengan Rumput Kumpai (Hymenachne Amplixicaulis)
Terhadap Kecernaan Bahan Kering Dan Bahan Organic Dan Konsumsi Air
Minum Domba Local Jantan. Universitas Jambi. Jambi.

Kuswandi. 2011. Teknologi pemanfaatan pakan lokal untuk menunjang


peningkatan produksi ternak ruminansia. Jurnal Pengembangan Informasi
pertanian 4(3):189-204.

Nuschati, U. 2003. Penggunaan kaliandra (Calliandra calotyrsus) untuk substitusi


konsentrat pabrik dalam pakan untuk penggemukan sapiFrisian Holstein
jantan. Thesis Magister Sain. Jurusan Nutrisi Ternak, Fakultas Pasca
Sarjana, Universitas Diponegoro Semarang.

Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Universitas


Indonesia Press, Jakarta.
26

Rianto, E dan E. Purbowati. 2009. Panduan Lengkap Sapi Potong. Penebar


Swadaya. Jakarta.

Santosa, U. 2002. . Tata Laksana Pemeliharaan Ternak Sapi. Penebar Swadaya.

Sarwono, B. 2002. Penggemukan Sapi Secara Cepat. Penebar Swadaya. Jakarta.

Setiadi, B. 2001. Beternak Sapi Daging dan Masalahnya. Aneka Ilmu. Semarang.

Siregar, S. B. 1996. Ransum Ternak Ruminansia. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sireger, S.B. 2003. Penggemukan Sapi. Penebar Swadaya. Jakarta.

Soewardi, B. 1974. Ilmu Makanan Ternak Ruminansia. Departemen Ilmu


Makanan Ternak Ruminansia, Fakultas Peternakan Institut Pertanian
Bogor. Bogor.

Sofyan A. 2010. Pedoman Teknis Perluasan Areal Kebun Hijauan Makanan


Ternak. Kementerian Pertanian, Jakarta.

Sudarmono dan Sugeng. 2008. Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sulaiman, N. 2009. Manajemen Pakan Perusahaan Peternakan Sapi Potong. CV


Sumber Baja Perkasa: Surakarta.

Syukur dan Afandi. 2009. Perbedaan Waktu Pemberian Pakan Pada Sapi Jantan
Terhadap Income Over Feed Cost. Fakultas Pertanian Tadulako
University: Sulawesi Tengah.

Talib, C. 2002. Sapi Bali Di Daerah Sumber Bibit dan peluang


Pengembangannya. Vol.12 No.3.

Umiyasih,U., Anggraeny dan Yenny N. 2008. Evaluasi Tatalaksana Pemberian


pakan dan Pemanfaatan Limbah Tanaman Pangan Sebagai pakan Serat
Pengaruhnya Terhadap Produktivitas Sapi Potong. Seminar Nasional
Sistem Integrasi Tanaman-ternak. Jawa Timur.

Wahyu, H.P. 2011. Deversitas Genetic Intra Dan Inter Spesies Sapi Bali Dari
Sumbawa Dan Sapi Aceh Berdasarkan Analisis Mikrosatelit. Universitas
Sebelas Maret. Surakarta.
27

Lampiran 1. Jadwal Kegiatan

No Rencana Kegiatan Bulan


April Juni Juli
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Observasi Tempat Pkl
2 Konsultasi dengan Dosen
Pembimbing

3 Penyusunan Proposal
4 Perizinan
5 Pelaksanaan PKL
6 Penyusunan Laporan
28

Lampiran 2: Foto kegiatan

1. Kondisi Kelompok Tani Subur

Plang Nama Kelompok Tani

Kandang Kelompok
29

2. Pemberian pakan

Penimbangan Pakan

Pemberian Pakan
30

Hijauan Yang Diberiakan

3. Pengukuran lingkar dada

Pengukuran Lingkar Dada

Anda mungkin juga menyukai