Artikel
KATA PENGANTAR i
BAB I PENDAHULUAN 1
1.2 TUJUAN 1
BAB II ISI 2
3.1 KESIMPULAN 20
3.2 SARAN 20
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,
termasuk bangunan pelengkap jalan, dan perlengkapannya yang diperuntukkan
bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah,
dibawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan
kereta api, jalan lori, dan jalan kabel (UU RI No. 38 Tahun 2004).
1.2
TUJUAN
Tujuannya adalah untuk mendesain suatu penampang jalan yang memadai untuk
keperluan lalu lintas, tidak saja memperhatikan keamanan dan ekonomisnya
biaya, tetapi juga nilai strukturalnya. Kita harus lebih teliti dalam memilih lokasi
perencanaan geometrik sehingga suatu jalan menjadi nyaman dan aman akan
stabilitas.
BAB II
ISI
3
2.1
PENGERTIANALINYEMEN VERTIKAL
2.2
FAKTOR – FAKTOR YANG HARUS DIPERTIMBANGKAN
a. Kecepatan rencana
Kecepatan rencana yang diambil harus disesuaikan dengan ketetapan yang telah
dipakai pada alinyemen horizontal. Dengan demikian klasifikasi medan yang telah
ditetapkan untuk alinyemen horizontal berikut wilayah-wilayah kecepatan
rencananya harus dijadikan pegangan untuk menghitung tikungan-tikungan pada
alinyemen vertikal. Kalau hal ini tidak dijaga akan diperoleh ketidak seimbangan,
misalnya disatu pihak kita mempunyai kecepatan rencana yang tinggi untuk
alinyemen horizontal, sedangkan alinyemen vertikalnya hanya mempunyai
kecepatan rencana yang lebih rendah atau sebaliknya. Ini berarti akan merugikan
pemakai jalan atau bahkan bias membahayakan pemakai jalan.
b. Topography
4
Keadaan topography ini earat hubungannya dengan volume pekerjaan tanah.
Untuk terrain yang berat sering kita terpaksa harus menggunakan angka-angka
kelandaian maksimum pada alinyemen vertikal agar volumem pekerjaan tanah
dapat dikurangi. Pada perencanaan jalan baru kita harus agak berhati-hati dalam
menetapkan alinyemen vertikal. Sebab sekali kita kurang bijaksana dalam
menetapkan kelandaian jalan, perbaikannya akan menuntut biaya yang sangat
besar. Disamping itu penetapan kelandaian harus sedemikian sehingga tinggi
galian atau dalamnya timbunan masih dalam batas-batas kemampuan pelaksanaan.
c. Fungsi jalan
Dalam merencanakan jalan (terutama didaerah perkotan) sering kita hadapi bahwa
rencana jalan kita akan crossing dengan existing road. Sebelum menetapkan
bentuk tersebut kita harus mengetahui betul, apa sebetulnya fungsi jalan kita
maupun fungsi jalan yang dicross oleh kita jalan tersebut. Sehingga dengan
demikian dapat kita tentukan bentuk-bentuk crossing tersebut. Dari bentuk-bentuk
crossing tersebut baru dapat kita tentukan alinyemen vertikalnya.
e. Tanah dasar
Kadang-kadang kita terpaksa membuat jalan diatas tanah dasar yang sering kena
banjir. Disini kita harus hati-hati artinya jangan sampai alinyemen vertikal kita
tidak cukup tinggi. Kedudukan alinyemen vertikal harus sedemikian sehingga :
Permukaan air banjir tidak mencapai lapis-lapis perkerasan. Cukup tinggi sampai
kita dapat memasang culvert yang betul-betul bisa berfungsi.
2.3
KELANDAIAN MAKSIMUM
5
kelandaian diperbolehkan mengikuti nilai-nilai yang ditunjukkan pada tabel
tersebut. Bila anggaran tidak dapat menampung biaya untuk mendapatkan
kelandaian maksimum sepanjang suatu bagian jalan yang pendek, maka
kelandaian pada bagian itu dapat dinaikkan sampai nilai kelandaian maksimum
mutlak.
Patokan untuk kelandaian maksimum yang diperlihatkan pada tabel dibawah ini,
ialah bahwa sebuah kendaraan dimungkinkan bergerak terus tanpa kehilangan
kecepatan yang berarti pada tanjakan. Untuk jarak yang cukup jauh, patokan
tersebut :
Didasarkan pada kecepatan truk yang bermuatan penuh yang mampu bergerak
dengan penurunan kecepatan tidak lebih dari separoh kecepatan semula tanpa
menggunakan gigi rendah.Dalam menanjak, truk yang bermuatan penuh dapat
melakukan pergerakan dengan waktu perjalanan tidak lebih dari satu menit.
Harus ada suatu batas untuk panjang kelandaian yang tidak melebihi kemampuan
maksimum, ditandai bahwa kecepatan sebuah truk bermuatan penuh akan lebih
rendah dari separuh kecepatan rencana atau jika gigi “rendah” terpaksa dipakai.
Keadaan kritis demikian tidak boleh berlangsung terlalu lama dan ditetapkan
tidak lebih dari satumenit. Panjang kritis tersebut dapat dilihat pada tabel di
bawah ini.
Untuk jalan perkotaan dapat dilihat pada tabel seperti dibawah ini untuk landai
maksimum.
6
Kelandaian yang lebih besar dari kemiringan maksimum yang disebutkan diatas
pada jalan perkotaan dapat digunakan apabila panjang kelandaian lebih
kecil dari padapanjang kritis yang ditetapkan dalam tabel di bawah ini sesuai
dengan kecepatan rencana.
2.4
LENGKUNG VERTIKAL
Pada setiap penggantian landai harus dibuat lengkung vertikal yang memenuhi
keamanan dan kenyamanan. Adapun lengkung vertikal yang digunakan adalah
lengkung parabola sederhana seperti gambar di bawah ini.
Rumus Parabola :
Untuk jalan perkotaan dengan dasar pada panjang pergerakan selama 3 detik
dapat digunakan Nilai pada tabel seperti di bawah ini.
7
2.5
LENGKUNG VERTIKAL CEMBUNG
Ø Untuk S>L
8
Ø Untuk S>L
Lengkung vertikal cembung yang panjang dan relatif datar dapat menyebabkan
kesulitan dalam masalah drainase jika di sepanjang jalan dipasang kereb. Air di
samping jalan tidak mengalir dengan lancar. Untuk menghindari hal tersebut,
panjang lengkung vertikal biasanya dibatasi untuk tidak melebihi L = 50 A
2.6
LENGKUNG VERTIKAL CEKUNG
9
Jangkauan lampu depan kendaraan pada lengkung vertikal cekung merupakan
batas jarak pandangan yang dapat dilihat oleh pengemudi pada malam hari. Di
dalam perencanaan umumnya tinggi lampu depan diambil setinggi 60 cm, dengan
sudut penyebaran sebesar 1o. Letak penyinaran lampu dengan kendaraan dapat
dibedakan atas 2 keadaan yaitu:
Jarak pandangan bebas pengemudi pada jalan raya yang melintasi bangunan –
bangunan lain seperti jalan lain, jembatan penyeberangan, dan lain sebagainya
seringkali terhalangi oleh bagian bawah bangunan tersebut. Panjang lengkung
vertikal cekung minimum dengan mengambil tinggi mata pengemudi truk yaitu
1,80 m dan tinggi objek 0,50 m, ruang bebas vertikal minimum 5 m, disarankan
mengambil lebih besar untuk perencanaan yaitu ± 5,5 m, untuk memberi
kemungknan adanya lapisan tambahan dikemudian hari.
Adanya gaya sentrifugal dan gaya gravitasi pada lengkung vertikal cekung
menimbulkan rasa tidak nyaman kepada pengemudi. Panjang lengkung vertikal
cekung minimum yang dapat memenuhi syarat kenyamanan adalah
Dimana :
10
L = panjang lengkung vertikal cekung
2.7
JARI-JARI RENCANA LENGKUNG VERTIKAL
2.8
JALUR PENDAKIAN
Jalur pendakian bertujuan untuk menampung truk bermuatan berat atau kendaraan
lain yang lebih lambat agar supaya kendaraan lain dapat mendahului kendaraan
yang lebih lambat itu tanpa menggunakan jalur lawan.
Jalur pendakian harus disediakan pada ruas jalan raya yang mempunyai
kelandaian tinggi dan menerus, dan pada saat yang bersamaan mempunyai lalu
lintas yang padat.
Kriteria ini diterapkan secara longgar atau ketat tergantung pada keadaan di
lapangan.
Lebar lajur pendakian adalah sama dengan lajur utama, dan panjang lajur
pendakian harus 200 m atau lebih. Kedua ujung jalur harus berakhir seperti
terlihat dalam gambar 6- 6. dan 6-7.Jalur pendakian dimulai 30 meter dari awal
perubahan kelandaian dengan serongan sepanjang 45 meter dan berakhir 50 meter
sesudah puncak kelandaian dengan serongan sepanjang 45 meter seperti terlihat
pada gambar di bawah ini.
11
Jarak minimum antara 2 lajur pendakian adalah 1,5 km diperlihatkan seperti
gambar berikut.
2.9
KOORDINASI ALINYEMEN
· Tikungan yang tajam pada bagian bawah lengkung vertikal cekung atau
pada bagian atas lengkung vertikal cembung harus dihindarkan
· Lengkung vertikal cekung pada kelandaian jalan yang lurus dan panjang
harus dihindarkan
· Dua atau lebih lengkung vertikal dalam satu lengkung horizontal harus
dihindarkan
· Tikungan yang tajam di antar 2 bagian jalan yang lurus dan panjang harus
dihindarkan.
Koordinasi yang ideal antara alinyemen horizontal dan alinyemen vertikal yang
berhimpit
12
Koordinasi yang harus dihindarkan, dimana alinyemen vertikal menghalangi
pandangan pengemudi pada saat mulai memasuki tikungan pertama
Koordinasi yang harus dihindarkan, di mana pada bagian yang lurus pandangan
pengendara terhalang oleh puncak alinyemen vertikal sehingga pengemudi sulit
memperkirakan arah alinyemen dibalik puncak tersebut
BAB III
Penutup
13
3.1
KESIMPULAN
· Jalur pendakian adalah jalur khusus untuk kendaraan berat yang dibuatkan
pada jalan berlandai cukup tinggi dan panjang
3.2
SARAN
Dari penjeasan dalam makalah ini, kami dapat menyarankan beberapa hal seperti
berikut ini:
14
15
Artikel
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menentukan trase diantaranya
yaitu :
1. Perencanaan Garis trase dibuat sependek mungkin.
2. Dipilih Route rencana jalan dipilih sedatar mungkin mengikuti garis kontur atau
transis.
3. Syarat antara sudut belokan pertama dan sudut belokan kedua diusahakan
sepanjang – panjangnya. (4,0 cm pada gambar dengan skala 1 : 10.000).
4. Perencanaan sudut belok pada masing-masing tikungan disesuaikan dengan
kecepatan rencana kendaraan (Vr)
.
Walaupun kita tahu bahwa jarak yang tersingkat untuk menghubungkan dua
tempat adalah merupakan garis lurus, tetapi dalam hai ini tidak mungkin untuk
membuat centre line selurus – lurusnya karena banyak menghadapi rintangan –
rintangan yang berupa bukit, lembah, sungai yang sukar dilalui, maka trase jalan
dibuat sedemikian rupa dengan memperhatikan faktor keamanan dan kenyamanan
pemakai jalan.
16
Minggu, 13 Mei 2012
17
Artikel
PERENCANAAN TIKUNGAN
PERENCANAAN TIKUNGAN
I. Perencanaan Tikungan 1R
1. Menentukan Kelas Jalan
Berdasarkan tabel II.8 Tata Cara Perencanan Geometrik Jalan Antar Kota 1997 hal
17
Ditentukan fungsi jalan arteri, kelas IIIA lebar lajur ideal 3,75.
Berdasarkan tabel II.15 Tata Cara Perencanan Geometrik Jalan Antar Kota 1997
hal 27
Panjang bagian lurus maksimum arteri datar 3000 m.
f = -0,0125 v + 0,24
= -0,00125 x 100 + 0,24
18
= 0,115
e max = 10%
R min =
=
= 366,233m
Dapat pula dilihat pada tabel 4.1 hal.76 Dasar-dasar Perencanaan Geometrik Jalan
R butuh = 366,233 m
Rpakai = 409 m
Ls = 90 m
D = 3,50
19
4. Penentuan Bentuk Tikungan
Dilihat dari tabel 4.6 hal 112 Dasar-dasar Perencanaan Geometrik R=409 terletak
di bawah garis tabel maka tikungan berbentuk SCS atau SS
Δ = 23,3730
Ls Hitung =
=
= 13,396 m
Kontrol :
Ls Hitung< Ls tabel
Ls pakai = 90 m
Kontrol SCS
Δ’ = Δ-2 Θs
= 23,373 – (2 x 6,3014)
= 10,7702
L’ = 76,9129
L’ > 20 m… (SCS)
6. Menghitung Komponen Tikungan
Xs = Ls ( )
= 90 ( )
= 89,891 m
Ys = =
= 3,3007 m
Θs = 6,3014 0
p = - Rc(1-cos Θs)
= Θs)
= 0,8297 m
k = Ls - - Rc sin Θs
= 90 - - 409 sin 6,3014
= 44,9998 m
20
= x π x Rc
= 76,913 m
L total = Lc +2Ls
= 76,913 + 2 90 = 256,913 m
7. Mencari Posisi titik – titik tikungan
Posisi A awal Proyek
Sta A = 0 + 000
Sta PI = Sta A + dA-PI
= (0+000) + 200,422
= 200,422 m
Sta TS = Sta A + dA-PI – Ts
= (0+000) + 200,422 – 129,7708
= 70,6512 m
Sta SC = Sta TS + LS
= 70,6512 + 90
= 160,6512 m
Sta CS = Sta SC + LC
= 160,6512+ 76,913
= 237,5642
Sta ST = Sta CS + LS
= 237,5642 + 90
= 327,5642
Sta B = Sta ST – TS + dPI-B
= 327,5642 -129,7708 + 237,857
= 435,6504
Jadi panjang Jalan rencana A – B = 435,6504 m
Berdasarkan tabel II.8 Tata Cara Perencanan Geometrik Jalan Antar Kota 1997 hal
17
Ditentukan fungsi jalan arteri, kelas IIIA lebar lajur ideal 3,75.
Berdasarkan tabel II.15 Tata Cara Perencanan Geometrik Jalan Antar Kota 1997
hal 27
21
Panjang bagian lurus maksimum arteri datar 3000 m.
f = -0,0125 v + 0,24
= -0,00125 x 100 + 0,24
= 0,115
e max = 10%
R min =
=
= 366,233m
Dapat pula dilihat pada tabel 4.1 hal.76 Dasar-dasar Perencanaan Geometrik Jalan
1. Diketahui :
Rmin = 366,233 m ;
Dari tabel 4.6 hal 112 Dasar-dasar Perencanaan Geometrik Jalan :
ditentukan Rc = 477 m ; e = 0,094 ; Ls = 90 m
diketahui dari tabel (terletak di bawah garis) bahwa bentuk tikungan berupa SCS
atau SS
VR = 100 km / jam
22
=
= 200,42 m
dPI-B =
=
= 371,65 m
dB-C =10750-10550 = 200 m
Θs = = = 5,405 0
Δ1’ = Δ-2 Θs
= 23,373 – (2 x 5,405)
= 12,563o
L1’ = 104,5897 m
L1’ > 20 m (SCS)…OK!
Δ2’ = Δ-2 Θs
= 19,654 – (2 x 5,405)
= 8,844
L2’ = 73,6282 m
L2’ > 20 m (SCS)…OK!
Menghitung Komponen Tikungan
Xs = Ls ( )
= 90 ( )
= 89,92 m
Ys = =
= 2,8302 m
Θs = 5,405 0
p = - Rc(1-cos Θs)
= Θs)
= 0,7093 m
k = Ls - - Rc sin Θs
= 90 - - 477 sin 5,405
= 44,9888 m
Ts1 = (Rc + p) tan 1/2Δ1+ k
= (477 + 0,7093) tan ½ 23,373 + 44,9888
= 143,8003 m
23
Ts2 = (Rc + p) tan 1/2Δ2 + k
= (477 + 0,7093) tan ½ 19,654 + 44,9888
= 127,7354 m
Kontrol jarak Ts agar terdapat jarak lurus diantara kedua tikungan:
Ts1+Ts2 < dPI-B => 143,8003+127,7354 < 371,65
271,5357 < 371,65…OK!
Es1 = (Rc + p) sec1/2Δ1 – Rc
= (477 + 0,7093) sec ½ 23,373 – 477
= 10,8216 m
24
Dengan menganggap Sta PI sbg titik awal R2 (R2 pakai = R1 pakai)
Sta PI = 0 + 000
Sta B = Sta PI + dPI-B
= (0+000) + 371,65
= 371,65 m
Sta TS = Sta PI + dPI-B– Ts2
= (0+000) + 371,65 – 127,7354
= 243,9146 m
Sta SC = Sta TS + Ls
= 243,9146 + 90
= 333,9146 m
Sta CS = Sta SC + Lc2
= 333,9146 + 73,6282
= 407,5428m
Sta ST = Sta CS + Ls
= 407,5428 + 90
= 497,5428m
Sta C = Sta ST – Ts2 + dB-C
= 497,5428 -127,7354 + 200
= 569,8074m
Jadi panjang Jalan rencana PI-C = 569,8074 m
Jadi panjang Jalan rencana A-PI-B-C = (PI-C)+(A-B) – dPI-B
= 569,8074 + 569,0924 – 371,65
= 767,2498 m
25
Artikel
Perencanaan geometrik jalan juga merupakan bagian dari perencanaan jalan yang
dititik beratkan pada perencanaan bentuk fisik sehingga dapat memenuhi
fungsi dasar dari jalan yaitu memberikan pelayanan yang optimal pada arus
lalu-lintas. Jadi tujuan dari perencanaann geometrik jalan adalah menghasilkan
infrastruktur yang aman dan efisien pelayanan arus lalu lintas serta
memaksimalkan biaya pelaksananaan ruang, bentuk dan ukuran. Jalan dapat
dikatakan baik apabila dapat memberikan rasa aman dan nyaman kepada
pemakai jalan.
Pada bagian yang relatif lurus dan panjang, jangan sampai terdapat tikungan
yang tajam yang akan mengejutkan pengemudi.
26
Dalam hal kita terpaksa menghadapi tikungan dengan lengkung majemuk
harus diusahakan agar R1 > 1,5 R2.
Full Circle – FC (Lengkung Penuh) yaitu, Lengkung yang hanya terdiri dari
bagian lengkung tanpa adanya peralihan. Yang dimaksud disini adalah hanya
ada satu jari2 lingkaran pada lengkung tersebut. (lihat perbedaan dengan SCS)
27
Spiral-Spiral – SS yaitu, Lengkung yg hanya terdiri dari spiral-spiral saja
tanpa adanya circle. Ini merupakan model SCS tanpa circle. Lengkung ini biasanya
terdapat di tikungan dengan kecepatan sangat tinggi. (lihat perbedaan dengan SCS)
Sedapat mungkin menghindari broken back, grad line atinya jangan sampai
kita mendesaign lengkung vertikal searah (cembung maupun cekung) yang hanya
dipisahkan oleh tangen yang pendek.
Menghindari hidden dip, artinya kalau kita mempunyai alinymen vertikal yang
relatif datar dan lurus, jangan sampai didalamnnya terdapat lengkung-lengkung
cekung yang pendek yang dari jauh kelihatannya tidak ada atau tersembunyi.
Landai penurunan yang tajam dan panjang harus diikuti oleh pendakian agar
secara otomatis kecepatan yang besar dari kendaraan dapat dikurangi.
Kalau pada suatu potongan jalan kita menghadapi alinyemen vertikal dengan
kelandaian yang tersususun dari prosentase kecil sampai besar, maka kelandaian
28
yang paling curam harus ditaruh pada bagian permulaan landai, berturut-turut
kemudian kelandaian yang lebih kecil. Sampai akhirnya yang paling kecil.
Kecepatan rencana
Kecepatan rencana yang diambil harus disesuaikan dengan ketetapan yang telah
dipakai pada alinyemen horizontal. Dengan demikian klasifikasi medan yang
telah ditetapkan untuk alinyemen horizontal berikut wilayah-wilayah kecepatan
rencananya harus dijadikan pegangan untuk menghitung tikungan-tikungan
pada alinyemen vertikal. Kalau hal ini tidak dijaga akan diperoleh ketidak
seimbangan, misalnya disatu pihak kita mempunyai kecepatan rencana yang
tinggi untuk alinyemen horizontal, sedangkan alinyemen vertikalnya hanya
mempunyai kecepatan rencana yang lebih rendah atau sebaliknya. Ini berarti
akan merugikan pemakai jalan atau bahkan bias membahayakan pemakai
jalan.
Topography
Keadaan topography ini earat hubungannya dengan volume pekerjaan tanah. Untuk
terrain yang berat sering kita terpaksa harus menggunakan angka-angka
kelandaian maximum pada alinyemen vertikal agar volumem pekerjaan tanah
dapat dikurangi. Pada perencanaan jalan baru kita harus agak berhati-hati
dalam menetapkan alinyemen vertikal. Sebab sekali kita kurang bijaksana
dalam menetapkan kelandaian jalan, perbaikannya akan menuntut biaya yang
sangat besar. Disamping itu penetapan kelandaian harus sedemikian sehingga
tinggi galian atau dalamnya timbunan masih dalam batas-batas kemampuan
pelaksanaan.
Fungsi jalan
Dalam merencanakan jalan (terutama didaerah perkotan) sering kita hadapi bahwa
rencana jalan kita akan crossing dengan existing road. Sebelum menetapkan
bentuk tersebut kita harus mengetahui betul, apa sebetulnya fungsi jalan kita
maupun fungsi jalan yang dicross oleh kita jalan tersebut. Sehingga dengan
demikian dapat kita tentukan bentuk-bentuk crossing tersebut. Dari bentuk-
bentuk crossing tersebut baru dapat kita tentukan alinyemen vertikalnya.
Untuk design jalan baru, tebal perkerasan tidak mempengaruhi penarikan alinyemen
vertikal. Tapi untuk design yang sifatnya betterment, tebal perkerasan akan
memegang peranan penting. Dalam hal ini penarikan alinyemenvertikal harus
29
sudah sedemikian sehingga kedudukannya terhadap permukaan jalan lama
mendekati atau sesuai dengan yang telah diperhitungkan.
Tanah dasar
Kadang-kadang kita terpaksa membuat jalan diatas tanah dasar yang sering kena
banjir. Disini kita harus hati-hati artinya jangan sampai alinyemen vertikal kita
tidak cukup tinggi. Kedudukan alinyemen vertikal harus sedemikian sehingga :
Permukaan air banjir tidak mencapai lapis-lapis perkerasan. Cukup tinggi
sampai kita dapat memasang culvert yang betul-betul bisa berfungsi.
Macam-macam contoh bentuk dalam alinyemen vertikal
Artikel
30
BANGKINANGISTI
Monday, 11 January 2010
2.1. Pengertian
Perencanaan geometrik adalah bagian dari perencanaan jalan dimana geometrik
atau dimensi nyata jalan beserta bagian-bagiannya disesuaikan dengan tuntutan
serta sifat-sifat lalu lintas. Melalui perencanaan geometrik ini perencana berusaha
menciptakan sesuatu hubungan yang baik antara waktu dan ruang sehubungan
dengan kendaraan yang bersangkutan, sehingga dapat menghasilkan efisiensi
keamanan serta kenyamanan yang paling optimal dalam pertimbangan ekonomi
yang paling layak.Perencanaan geometrik pada umumnya menyangkut aspek
perencanaan jalan seperti lebar, tikungan, landai, jarak pandang dan juga
kombinasi dari bagian-bagian tersebut.Perencanaan geometrik ini berhubungan
erat dengan arus lalu lintas, sedangkan perencanaan konstruksi jalan lebih
bersangkut paut dengan beban lalu lintas tersebut.
Dilihat dari sudut tahapan pembangunan, perencanaan geometrik merupakan fase
lanjutan dari over all plan yang selanjutnya diikuti oleh fase pembangunan.
Sedangkan tujuan akhirnya adalah menyediakan jalan standar tertinggi dan sesuai
dengan fungsinya.
31
Sifat lalu lintas meliputi cepat dan lambatnya kendaraan yang bersangkutan,
sedangkan komposisi lalu lintas menggambarkan jenis kendaraan yang
melaluinya. Dalam penggunaannya hanya dipakai kendaraan bermotor saja yang
dibagi dalam 2 kelompok
Kendaraan penumpang (P), termasuk jenis mobil penumpang dan truk
ringan seperti pick up dengan ukuran dan sifat operasinya sesuai/serupa
dengan mobil penumpang.
Kendaraan truk (T), termasuk truk tunggal, truk gandengan (berat kotor
3,5 ton) dan kendaraan bis.
Demikian pula untuk sifat-sifat kendaraan dari berbagai macam ukuran yang
mempergunakan jalan akan mempengaruhi perencanaan geometrik, sehingga
perlu memeriksa semua type dan kelas jalannya.
Adapun kelas umum dari kendaraan yang biasa dipakai adalah :
Kelas kendaraan penumpang
Dimensi (ukuran)
Cuaca
32
Kecepatan rencana adalah kecepatan untuk menentukan elemen-elemen geometrik
jalan raya, seperti jari–jari lengkung, super elevasi dan jarak pandang langsung
yang bersangkutan dengannya. Penampang seperti lebar jalan atau jumlah jalur
mempengaruhi kecepatan. Oleh karena itu penampang dan kecepatan rencana
harus direncanakan secara bersama. Dipandang dari segi pengemudi, kecepatan
rencana dinyatakan sebagai kecepatan yang memungkinkan seorang pengemudi
untuk mengemudikan kendaraan dengan aman dan nyaman dalam kondisi
keadaan cerah, lalu lintas lengang dan tanpa pengaruh lain yang serius.
Dipandang dari kondisi lingkungan pada umumnya peran jalan raya dan
karakteristik fisik kendaraan yang menggunakan jalan raya, kecepatan rencana
maksimum 80 km/jam adalah layak bagi jalan raya tanpa pengawasan jalan
masuk. Kecepatan rencana minimum 30km/jam merupakan volume lalu lintas
rencana rendah. Kecepatan rencana 80–30 km/jam cocok untuk jalan kelas 1–5,
untuk kondisi kelas 5 cocok untuk lalu lintas yang cukup rendah dan kondisi
medan curam.
Golongan medan
Datar (D)
Bukit (B)
0 sampai 9,9 %
10 sampai 24,9 %
25 % keatas
33
Adapun pengaruh medan meliputi hal-hal seperti :
Tikungan, jari-jari tikungan dan pelebaran perkerasan diambil sedemikian
rupa sehingga terjamin keamanan jalannya kendaraan dan pandangan
bebas yang cukup luas.
Trase.
34
Analisa ini diperlukan untuk membuat trase jalan (garis tujuan) yang didasarkan
atas :
Biaya pembangunan
Biaya pemeliharaan
Biaya operasi jalan yang menyangkut bahan bakar, bahan pelumas ataupun
pemeliharaan kendaraan yang bersangkutan.
Dengan adanya analisa inilah suatu trase dibuat sependek mungkin dan
diusahakan lurus. Bila segi pembiayaan terbatas maka jalan diusahakan mengikuti
permukaan tanah asli sehingga tidak banyak galian dan timbunan. Bila dilihat dari
segi kemampuan kendaraan, maka :
Perlu pembatas dari segi kemampuan kendaraan yang lewat
Kecepatan kendaraan.
35
Besarnya jarak PIEV dapat ditentukan dengan rumus:
dp = 0,278 V t
dengan: dp = jarak PIEV (meter)
V = kecepatan rencana (km/jam)
t = waktu PIEV (detik)
Dalam penentuan jarak mengerem, gesekan antara rem dan tromolnya atau gaya
mekanisme rem dianggap cukup besar. Untuk daerah datar, jarak mengerem dapat
ditentukan dengan rumus :
dr = V2 / 254 fn
dengan : dr = jarak mengerem (meter)
V = kecepatan awal (km/jam)
fn = koefisien gesekan normal antara ban dengan permukaan gesekan
Untuk daerah-daerah dengan kelandaian tertentu digunakan rumus :
dr = V2 / 254 (fn l )
dimana : l = besarnya landai jalan, tanda (-) untuk penurunan, sedangkan tanda (+)
untuk pendakian
Jadi rumus untuk jarak pandang henti adalah :
D = dp + dr
36
Kebebasan
Reaksi
Kecepatan pengemudi
Besar atau panjangnya jarak pandang menyiap dapat dihitung berdasarkan rumus
berikut :
D = d1 + d2 + d3 + d4
Dimana :
D = jarak pandang menyiap (m)
d1 = jarak pandang PIEV (Percepatan, Intellection, Emotion, Volition )
= 0,278 t1 (V - m + (at1/2))
d2 = jarak yang ditempuh dalam penyiapan
= 0,276 V t2
d3 = jarak bebas
= (30 – 100)m
d4 = jarak yang ditempuh dari arah lawan
= 2/3 d2
Catatan :
V = kecepatan rata–rata kendaraan menyiap
t1 = waktu PIEV
m = perbedaan kecepatan kendaraan yang disiap dan menyiap = 15 km/ jam
t2 = waktu kendaraan menyiap berjalan dijalan kanan
Jarak pandangan menyiap secara umum dibagi 2 :
* jarak menyiap total : D = d1 + d2 + d3 + d4
* jarak menyiap minimum : Dm = d2 + d3 + d4
Pembagian jarak pandang menyiap di atas secara tabelaris dilihat sebagai berikut :
kecepatan rencana (km/jam) 80 60 50 40 30 20
jarak pandangan menyiap total 550 350 250 150 150 100
Jarak pandangan minimum yang diperlukan 350 250 200 150 100 70
37
Artikel
38
BAB I
I. STANDAR PERENCANAAN
1. Lalu lintas
1. Topografi
Topografi merupakan faktor penting dalam menentukan lokasi jalan raya dan pada
umumnya mempengaruhi alignement sebagai standart perencanaan geometrik,
seperti jalan landai, jarak pendangan, penampang melintang dll.
Untuk melihat klasifikasi medan dan besarnya kelerengan melintang, maka dapat
dilihat pada tabel berikut ini :
Adalah garis proyeksi sumbu jalan yang tegak lurus bidang gambar, dikenal juga
dengan sebutan “ Trase Jalan “.
39
Alinemen horisontal Terdiri dari :
– Full Circle
– Spiral – Spiral
Full Circle
Untuk menggunakan bentuk ini adalah tergantung dari kecepatan rencana, jika
sudah memenuhi yaitu dengan melihat tabel sebagai berikut :
Kecepatan Rencana
120 100 80 60 40 30
( Km / Jam )
Jari-jari lengkung
2000 1500 1100 700 300 180
Minimum ( m )
– Tc = R tan ½ b
– Ec = Tc tan ¼ b
– Lc = ( b / 360 ) 2R = 0.017453 R
Ls’ = B ( em + E ) ————-
40
Dimana : B = Lebar perkerasan ( m )
– Dc < 0 Dc = D – 2q s
– Lc > 20 meter
qs = 90 Ls / p R
p = Ls² / 6R – R ( 1-cos qs )
Dc = D – 2qs
Lc = 0.017453 Dc . R
Tt = ( R + p ) tan 0.5 qs + k
Et = {( R + p ) sec 0.5 qs } – R
R.c c
K = Super elevasi
41
Spiral – spiral
– s = 0.5
Ls = ( qs . R ) / 28.648
Tt = {( R + p ) tan 0.5 qs } + k
Et = {( R + p ) sec 0.5 qs } – R
P = p* . Ls
K = k* . Ls
Alinyemen vertikal adalah bidang tegak yang melalui sumbu jalan atau proyeksi
tegak lurus bidang gambar. Profil ini menggambarkan tinggi rendahnya jalan
terhadap muka tanah asli, sehingga memberikan gambaran terhadap kemampuan
kendaraan dalam keadaan naik dan bermuatan penuh ( Truck digunakan sebagai
kendaraan standart ).
Landai
3 4 5 6 7 8 10 12
Max %
Panjang
480 330 250 200 170 150 135 120
Kritis
(m)
42
Landai maksimum hanya digunakan bila pertimbangan biaya sangat memaksa dan
hanya untuk jarak yang pendek. Panjang kritis landai dimaksudkan adalah
panjang yang masih diterima tanpa mengakibatkan gangguan arus lalu lintas
( Panjang ini menyebabkan pengurangan kecepatan maksimum sebesar 25 Km /
Jam ). Bila pertimbangan biaya memaksa, maka panjang kritis dapat dilampaui
dengan syarat ada jalur khusus untuk kendaraan berat.
1. b. Lengkung Vertikal
Pada setiap penggantian landai harus dibuat lengkung vertikal yang memenuhi
keamanan, kenyamanan dan Drainase yang baik.
y’ = Ev = ( A x L )
800
A = g2 – g1
Dimana :
Y’ = + ( g2 – g1 ) x ²
43
200L
Jarak pendangan adalah : jarak dimana pengemudi dapat melihat bebas ke depan.
Jarak ini dibagi atas dua, yaitu :
–t = t1 + t2 > 25 detik
dimana : t1 = Waktu sadar ( Perception Time ) yakni waktu pertama melihat benda
yang ada pada jalurnya sampai keputusan harus mengerem ( Harga diambil t1 =
1,5 detik ).
44
D1 = Jarak yang ditempuh selama pengamatan
= 30 – 100 meter
t2 = Waktu selama kendaraan yang menyiap berada pada jalur kendaran arah
berlawanan
= Sudut tikungan
V = Kecepatan rencana
B = n ( b’ + c ) + ( n – 1 ) . Td + Z
= R – ( R² – p ) ^ ½ + 2.4
45
c = Kebebasab samping ( 0.4 – 0.8 m )
= { R² – A ( 2P + A )}^ ½ – R
= 0.105 V/R
p = 6.1 m
A = 1.2 m
BAB II
TEBAL PERKERASAN
Perkerasan jalan adalah lapis – lapis material yang dipilih dan dikerjakan menurut
peraturan tertentu sesuai dengan macam dan fungsinya untuk menyebarkan beban
rodakendaran sedemikian rupa sehingga dapat ditahan oleh tanah dasar sesuai
daya dukungnya.
46
B2 = Lapisan Pondasi bawah (Sub–Base)
C = Tanah Dasar
1. 1. TANAH DASAR
Tanah dasar adalah permukaan tanah asli, permukaan tanah galian atau permukaan
tanah timbunan yang merupakan permukan dasar untuk perlerakn bagian – bagian
perkerasan lainnya. Kekuatan dan keawetan dari konstruksi perkerasan jalan ini
tergantung dari sifat – sifatnya dan daya dukung dari tanah dasar.
Adalah bagian perkerasan yang terletak antara lapisan pondasi dan tanah dasr.
Umumnya tanah setempat yang relatif lebih baik dari tanah dasar dapat digunakan
sebagai bahan dasar pondasi bawah. Campuran –campuran tanah setempat dengan
dengan kapur atau kerikil.
1. 3. LAPIS PONDASI
Adalah bagian perkerasan yang terletak antara lapis permukaan dan lapis pondasi
bawah. Bahan – bahan untuk lapis pondasi umumnya dibutuhkan keawetan dan
kekuatan tertentu agar mampu mendukung beban dari roda kendaraan. Bermacam
– macam bahan alam atau bahan setempat dapat digunakan sebagai bhn lapis
pondasi, antara lain: batu pecah, kerikil, pasir ataupn campuran – campuran
daripadanya dengan ataupun bahan stabilisasi ( aspal, kapur, PC ) yang masing –
masing akan bervariasi pula dari segi derajat kekuatannya.
1. 4. LAPIS PERMUKAAN
Adalah bagian perkersan yang paling atas. Bahan – bahan untuk lapis permukaan
umumnya sama dengan bahan – bahan untuk lapis pondasi, hanya pada lapis
permukaan membutuhkan persyaratan mutu yang lebih tinggi serta panambahan
aspal agar lapisan tersebut dapat bersifat kedap air dan memberikan tegangan tarik
yang berarti mempertinggi daya dukung lapisan terhadap beban roda lalu lintas.
1. 1. Jalur Rencana
——–Salah satu jalur lalu lintas dari suatu sistim jalan raya yang menampung lalu
lintas terbesar. Umumnya jalur ini adalah salah satu dari jalan raya dua jalur atau
jalur tepi luar dari jalan raya berjalur banyak.
47
1. 2. Umur rencana
———Jumlah waktu dalam tahun dihitung dari mulai dibukanya jalan raya
tersebut sampai saat diperlukan perbaikan yang bersifat struktural atau dianggap
perlu untuk memberikan lapisan permukaan yang baru agar jalan tersebut tetap
berfungsi dengan baik sebagaimana direncanakan.
1. 3. Indeks Permukaan ( IP )
———Jumlah rata – rata dari lalu lintas berjenis – jenis kendaran bermotor dari
yang beroda empat sampai pada jenis kendaraan berat yang dicatat selama 24 jam
sehari untuk kedua jurusan.
1. 5. Angka Ekivalen ( E )
———–jumlah lintas ekivalen rat – rata dari as tunggal sebarat 8,2 ton pada jalur
rencana yang diduga terjadi pada permulaan umur rencana.
———–jumlah lintas ekivalen harian rata – rata dari as tunggal seberat 8,2 ton
pada jalur rencana yang diduga terjadi pada akhir umur rencana.
1. 9. Faktor Regional ( FR )
48
————-Faktor setempat sehubungan dengan iklim, curah hujan dan kondisi
lapangan secara umum yang akan terpengaruh terhadap daya dukung tanah dasar.
13. As Tunggal
14. As Tandem
———–As yang berdekatan, yang berjarak paling dekat 100 cm, paling jauh 240
cm dan dilengkapi sedemikian rupa sehingga keduanya bekerja sama dan
merupakan satu kesatuan.
BAB III
Langkah awal untuk memulai pkerjaan jalan adalah melakukan survey kembali.
Hal ini untuk menentukan titik dasar atau menentukan ketinggian dari pekerjaan
selanjutnya. Kemudian dibuat BM ( Brench Mark ) dan CL ( Centre Line ).
49
Apabila telah selesai atau telah diketahui hal – hal yang perlu, maka pekerjaan
baru dapat dilanjutkan.
1. Galian – Cut
2. Timbunan – Fill
1. 1. GALIAN – CUT
Tanah galian yang akan digunakan untuk timbunan pertama harus dibersihkan dari
tumbuh – tumbuhan dan lapisan humus. Dapat atau tidaknya material ini dipakai
untuk timbunan dilakukan dengan pengetesan di laboratorium. Teknis
penggaliannya adalah sebagai berikut : Setiap akn berhenti pakerjaan, diusahakan
agar apabila turun hujan , air tidak akan tergenang. Setelah sampai pada
permukaan yang dikehendaki ( Sub Grade ) dilakukan pengecekan elevasi dan
dipadatkan, kemudian di test oleh Soil Material Enginer ( Sub Grade
Preparation ) dan kemudin dapat di teruskan ke lapisan Sub Grade.
Materialnya dapat dipakai dari hasil galian ( Cut ) yang termasuk dalam rencana
(Common Excavation ), atau material / bahan galian yang didatangkan dari luar
daerah pekerjaan ( Borrow Excavation ). Dapat tidaknya material ini dipakai
untuk badab jalan / Embarkment harus di test di laboratorium atau mendapat
persetujuan dari Soil Material Engineer. Sebelum dilakukan penimbunan harus
dibuat profil ( Patok – patok, ketinggian, kemiringan 0 dari daerah yang akan
dikerjakan.
Setelah diketahui dengan pasti daerah yang akan dikerjakan serta siap segala
peralatannya, maka dapat dilakukan pekrjaan :
Yaitu pembuangan humus dan lapisan atas akar kayu, biasanya setebal 10 – 30 cm
50
Compaction Of Fondation Of Embarkment
B. SUB BASE
Sesudah lapisan Sub Grade betul – betul telah memenuhi syarat elevasi dan
kepadatan, kita memulai pekerjaan Sub Base Course.
b. Dengan cara peralatan berjalan ( mobil ) : setelah bahan untuk tiap lapis
dihampar dengan mesin penebar agregat atau mesin lain yang telah disetujui oleh
direksi, pencampuran dilakukan dengan mesin pencampur berjalan sehingga
campuran merata. Selam pencampuran jumlah air harus sesuai dengan yang
disyaratkan.
51
1. c. Dengan cara pencampuran di tempat : setelah bahan untuk setiap lapis
di hampar, sambil menakar kadar airnya, bahan dicampur dengan Motor
Grader atau mesin alih yang disetujui direksi.
Bahan lapis pondasi bawah harus dihamparkan dan dipadatkan lapis demi lapis
sdemikian rupa sehingga dapat dicapai kepadatan maksimum yang disyaratkan.
Tebal lapisan tidak boleh lebih dari 25 cm. Apabila diperlukan pemadatan –
pemadatn lebih dari satu lapis, penghamparan lapis selanjutnya dilakukan setelah
lapis sebelumnya selesai dipadatkan. Penghamparan bahan harus menggunakan
alat yang memberikan hasil yang seragam. Penempatan bahan yang akan
dihampar harus dengan jumlah dan jarak yang tepat agar pemadatan dapat
dilakukan sesuai dengan gambar rencana. Apabila dilakukan pembongkaran
lapisan pada suatu tempat yang selesai dipadatkan, maka pembongkaran tersebut
harus dilakukan pada seluruh lebar dan tebal lapisan agar tidak menimbulkan
kepadatan yang tidak seragam.
1. 2. Pemadatan :
Prinsip pemadatan harus dimulai dari pinggir yang terendah ke tengah / tinggi.
Setelah diratakan permukaannya dengan Road Roller ( Mac Adam Roller atau
Tandem Roller ). Sesudah cukup padat dilihat dengan pandangan mata, sebelum
meneruskan pekerjaan selanjutnya, elevasi oleh surveyor dan kepadatannya di test
( density test oleh Soil Material Engineer / Laboratorium ).
Apabila telah memenuhi syarat untuk kedua hal ini ( Elevasi dan kepadatan )
secara tertulis, baru dapat dilaksanakan pekerjaan selanjutnya yaitu Base Course.
C. BASE COURSE
Seperti pada pekerjan Sub Base Course, pekerjaan Base Course pada prinsipnya
sama saja, yaitu :
5 patok dan dalam arah memanjang dengan jarak maksimum setiap 25 meter).
D. PRIMING
52
Apabila pekerjaan priming ini akan dilaksanakan, base course nya harus
memenuhi syarat yang dikehendaki, baik ketinggian maupun kepadatannya. Perlu
dijaga hal sebagai berikut : permukaan harus bersih dari kotoran sert kering. Alat
untuk membersihkan adalah kompresor, sapu lidi dan karung goni, power blow.
Pemakiannya dilihat dari kotoran yang melekat pada Base Course tersebut.
Setelah ini selesai baru dipersiapkan alat – alat untuk priming berupa distribusi
aspal. Langkah selanjutnya adalah penyemprotan ( Priming ) dengan aspal ( MC
70 ).
Sudah kering dan permukaan prime coat itu bersih dari kotoran tau debu. Sesudah
kita mengetahui berapa lebar jalan yang akan dikerjakan, kemudian kita
membentuk form ( bentuk / mal ). Alat – alat harus lengkap, seperti : finisher, mac
adam Roller, Tandem Roller, Mobil Tangki Air, AMP ( Asphalt Concrete Plant ),
dump Truck harus dalam kondisi baik. Sebelum penghamparan finisher diatur
sedemikian rupa sehingga didapat tabel Asphalt Concrete yang diperlukan.
Asphalt Concrete ( A/C ) dapat dihampar setelah sampai di lapangan dalam
keadan utuh / tidak basah dan panasnya memenuhi syarat.
Campuran hanya boleh dihampar apabila permukan jalan benar – benar kering,
cuaca tidak berkabut atau hujan serta apabila permukaan jalan dalam kondisi yang
memenuhi syarat. Pekerjaan tidak boleh diteruskan apabila peralatan
pengangkutan, mesin penghmpr atau mesin gilas tidak menjamin unit
pencampuran dapat bekerja dengan kecepatan minimum 60 % dari kapasitasnya.
Pemadatan
53
Pemadatan Ketiga : Disebut Finishing Rolling, apabila A/C itu temperaturnya 50
°C – 70 °C dan alatnya adalah Tandem Roller. Sewaktu pemadatan roda Roller
harus disiram air secukupnya.
Cara Pemadatan
1. Peralatan Pencampur
Alat yang digunakan untuk mengolah campuran dengan pemanasan terpisah yang
terdiri dari :
54
– Tipe Batch Plant
Dari kedua tipe ini, perbedaannya terletak pada cara pemasukannya bahan ke
dalam alat pencampur. Untuk tipe pertama berdasarkan timbangan berat material
campuran atau dengan kata lain berat tiap ukuran fraksi agregat di dalam suatu
Batch. Juga aspal ditimbang sesuai kebutuhan pada tiap kali pengadukan
campuran dalam suatu mixer.
Alat ini digunakan untuk pekerjaan penggilasan pertama dan penggilasan terakhir.
1. Dump Truck
Adalah sebuah truck dimana bak meterialnya dapat menuang sendiri dengan
dikendalikan supir dari dalam truck. Funsi alat ini untuk mengangkut campuran
dari AMP ke lokasi penghamparan.
55
1. Asphalt Sprayer
1. Compresor
Fungsinya untuk membersihkan permukan yang akan dilapisi dari kotoran dan
debu atau bahan pengotor lainnya.
Komponen ini dapat terdiri dari beberapa corong ( Hopper ) dan merupakan
tempat penimbunan agregat menurut fraksi – fraksi. Cold Bin memiliki fungsi
yang sangat penting terutama pada bagian bukaan pintunya ( Feeder ). Bila terjadi
kesalahan bukaan akan terjadi kekacauan pada gradasi agregat, misalnya dari bin
yang satu terjadi kelebihan agegat pada bin yang lainnya. Sebelum pelaksanaan di
mulai, maka feeder harus di kalibrasi sedemikian rupa sehingga untuk
mendapatkan proporsi agregat yang sesuai dengan komposisi campuran yang
direncankan.
1. b. Dryer ( pengering )
1. c. Screen ( saringan )
Komponen sanringan terletak pada bagian yang peling atas, terdiri dari beberapa
saringan dengan ukuran yang berbeda – beda. Bentuk saringan tergantung dari
kapasitas pengolahan, untuk AMP dengan produksi kecil, bentuk saringan berupa
silinder berputar disusun berderetan dari saringan yang berukurn halus sampai
dengan ukuran kasar. Untuk produksi yang besar, saringan disusun secara
56
bertingkat dimulai dari saringan yang berukuran kasar sampai ukuran yang paling
halus. Gerakan saringan dilakukan dengan sistim getaran ( Vibrating ), agar
memudahkan pemisahan agregat menurut diameter lubang saringan dengan fungsi
sebagai berikut :
Hot Bin agregat merupakan kamar yang terpisah, berisi gregat dengan fraksi
tertentu, sesuai dengan diameter saringan yang di diatasnya. Tiap kamar Hot Bin
dilengkapi dengan alat pembuang yang bekerja baik bila telah penuh.
Pada AMP yang berkapasitas besar biasanya filter binnya terbuat dari silo, sedang
AMP yang berkapasitas kecil materialnya langsung ditumpah pada elevator filter.
1. f. Aspal Tank
Bagian ini digunakan untuk menyimpan aspal yang dilengkapi dengan pemanas
dengan menggunakan pipa – pipa minyak yang panas, atau dengan pipa api
( burner ). Aspal yang telah dipanaskan dengan temperatur tertentu disemprotkan
dengan menggunakan pompa. Pemanas aspal yang dikontrol dengan termometer
tertentu tergantung pada tingkat penetrasinya seperti yang tercantum pada tabel
dibawah ini.
Temperatur
Pen aspal
°F °C
315 – 345 160 – 175
40 – 50
300 – 330 150 – 165
60 – 70
290 – 320 140 – 160
80 – 100
280 – 310 135 – 155
130 – 150
57
Untuk mengetahui jumlah aspl yang diperlukan, disediakan alat – alat yang
bekerja dengan sistim timbangan atau meteran. Setiap alat tersebut harus diperiksa
agar kecepatan pengaliran atau jumlah aspal tetap dalam batas – batas spesifikasi.
1. g. Mixer
58
digunakan apakah masih memenuhi spesifikasi yang disyaratkan /
ditetapkan.
4. Agregat yang telah melalui penyaringan masuk ke dalam Hot Bin. Ukuran
Hot Bin haruslah sedemikian rupa, sehingga dapa memenuhi berat agregat
yang dibutuhkan untuk satu kali pengolahan campuran. Bilamana
jumlahnya berlebihan maka secar otomatis agregat tersebut terbuang.
5. Filter Bin yang akan ditambahkan harus memperhitungkan kadar filter
yang ada pada hot bin.
6. Bila berat material campuran sudah memenuhi komposisi campuran maka
pintu Hot Bin, Filter Bin dan aspal Weight Hopper akan menutup secara
otomatis dan material – material campuran akan dituang ke dalam Mixer.
Material diaduk sedemikian rupa sehingga agregat terselimuti aspal secara
merata. Hal yang perlu diperhatikan adalah temperatur campuran pda saat
keluar dari mixer untuk dituang ke dalam Dump Truck harus mencapai
140 °C sampai 160 °C. Usahakan agar jarak jatuhnya campuran sedekat
mungkin dan tidak membentuk kerucut yang tinggi, ini dapat dilakukan
dengan menggerakkan kendaran secar mengagetkan untuk mencegah
Segregasi. Untuk mencegah penurunan temperatur yang terlalu besar pada
saat campuran diangkut ke lapangan maka Dump Truck harus dilengkapi
dengan penutup terpal.
Umumnya jalan luar yang akan penting kita beri kulit aspal, atau bidang
dikerjakan dengan adukan minyak aspal. Cara yang pertama disebut pengerjaan
bidang muka, jalan digaruk dengn brsih dengn gundar – gundar baja. Bagian –
bagian yang terlepas disapu dengan sapu lidi, abu halus dikipas dengan karung
hingga permukaannya bersih.
59
Waktu menyapu pekerja – pekerja harus memperhatikan arah angin. Bagian yang
tidak berdebu sekarang mempunyai permukaan dengan ujung – ujung tajam
dimana aspal dpt melekat dengan baik.
Dari tengah – tengah puncaknya aspal dituangkan dengan lapisan – lapisan tipis
dan dengan sapu dan sikat karet bertangkai panjang dihapus setipis mungkin.
Sesudah itu dengan seger seregu pekerja menyebarkan secara merata pasir tajm
atau batu abu kira – kira setebal 0.5 cm.
Lapisan ini digiling sebentar, sesudah itu jalan dapat digunakan oleh lalu lintas,
selama satu bulan pasir yang dipindahkn lalu lintas ketepi – tepi selalu disapu
kembali sama rata pada seluruh bidang muka.
Dengan pekerjaan bidang muka ini tidak saja terdapt penghindaran dari
pembentukan debu dan lumpur, akan tetapi biaya pemeliharaan juga berkurang.
Jika kita berbicara tentang aspal, yang kita maksudkan adlah aspal minyak tanah,
karena ini yang paling banyak dipakai. Tentang kwalitetnya tidak banyak
perbedaan dengan aspal alam ( misalnya asbuton ), hanya persiapannya agak
berlainan. Dalam asbuton misalnya, sudah ada tepung batu kapur, sehingga pada
waktu memasak harus diaduk terus. Aspal ini cepat sekali membeku, sehingga
harus cepat dituangkan.
Penambalan jalan dilakukan dengan memacul lubang – lubang yang terjadi dan
mengisinya dengan batu – batu pecah, kemudiandituangi dengan aspal cair.
Diatasnya disebarkan abu batu dan seluruhnya ditumbuk, bila terjadi pengausan
dari kulitnya, dengan lekas harus dibuat kulit aspal yang baru.
Artikel
60
Perencanaan Geometrik Jalan
Perencanaan geometrik jalan juga merupakan bagian dari perencanaan jalan yang
dititik beratkan pada perencanaan bentuk fisik sehingga dapat memenuhi fungsi
dasar dari jalan yaitu memberikan pelayanan yang optimal pada arus lalu-lintas.
Jadi tujuan dari perencanaann geometrik jalan adalah menghasilkan infrastruktur
yang aman dan efisien pelayanan arus lalu lintas serta memaksimalkan biaya
pelaksananaan ruang, bentuk dan ukuran. Jalan dapat dikatakan baik apabila dapat
memberikan rasa aman dan nyaman kepada pemakai jalan.
61
Untuk menetapkan alinyemen horizontal pada suatu rute, section ataupun segment
dari suatu jalan, perlu diketahui terlebih dahulu ‘Topography” yang akan dilalui
oleh trase jalan yang akan di design. Keadaan topograpi tersebut kemudian akan
dijadikan dasar dalam menetapkan besarnya kecepatan rencana dari jalan yang
akan direncanakan, setelah kelas jalan tersebut ditentukan.
62
Spiral-Spiral – SS yaitu, Lengkung yg hanya terdiri dari spiral-spiral
saja tanpa adanya circle. Ini merupakan model SCS tanpa circle. Lengkung
ini biasanya terdapat di tikungan dengan kecepatan sangat tinggi. (lihat
perbedaan dengan SCS)
63
Tinjauan alinyemen vertikal secara keseluruhan
64
Alinyemen vertical direncanakan dengan mempertimbangkan antara lain hal-hal
sebagai berikut :
Kecepatan rencana
Kecepatan rencana yang diambil harus disesuaikan dengan ketetapan yang telah
dipakai pada alinyemen horizontal. Dengan demikian klasifikasi medan yang telah
ditetapkan untuk alinyemen horizontal berikut wilayah-wilayah kecepatan
rencananya harus dijadikan pegangan untuk menghitung tikungan-tikungan pada
alinyemen vertikal. Kalau hal ini tidak dijaga akan diperoleh ketidak seimbangan,
misalnya disatu pihak kita mempunyai kecepatan rencana yang tinggi untuk
alinyemen horizontal, sedangkan alinyemen vertikalnya hanya mempunyai
kecepatan rencana yang lebih rendah atau sebaliknya. Ini berarti akan merugikan
pemakai jalan atau bahkan bias membahayakan pemakai jalan.
Topography
Fungsi jalan
Dalam merencanakan jalan (terutama didaerah perkotan) sering kita hadapi bahwa
rencana jalan kita akan crossing dengan existing road. Sebelum menetapkan
bentuk tersebut kita harus mengetahui betul, apa sebetulnya fungsi jalan kita
maupun fungsi jalan yang dicross oleh kita jalan tersebut. Sehingga dengan
demikian dapat kita tentukan bentuk-bentuk crossing tersebut. Dari bentuk-bentuk
crossing tersebut baru dapat kita tentukan alinyemen vertikalnya.
Tanah dasar
65
Kadang-kadang kita terpaksa membuat jalan diatas tanah dasar yang sering kena
banjir. Disini kita harus hati-hati artinya jangan sampai alinyemen vertikal kita
tidak cukup tinggi. Kedudukan alinyemen vertikal harus sedemikian sehingga :
Permukaan air banjir tidak mencapai lapis-lapis perkerasan. Cukup tinggi sampai
kita dapat memasang culvert yang betul-betul bisa berfungsi.
66
Artikel
Parameter
Perencanaan Geometrik Jalan
• Perencanaan geometrik jalan
1. Fisik Jalan :
a. Pemilihan lokasi yang tepat
b. Syarat perancangan sesuai dengan kebutuhan
c. Tipe jalan yang tepat, sesuai tuntutan lalu lintasnya
2. Pemakai Jalan :
67
1) kendaraan rencana
2) kecepatan kendaraan
3) volume lalu lintas
c. Jarak pandangan
Daerah datar :
– geometrik mudah,
– drainasi perlu mendapat perhatian.
Daerah perbukitan / pegunungan :
– geometrik agak terbatas, sebab sumbu jalan sudah agak tertentu.
– drainasi mudah.
– Kadang perlu ditambah lajur pendakian (climbing lane) untuk
menampung kendaraan yang berjalan lambat (truk).
Keadaan daerah yang dilalui
– Daerah industri : banyak truk besar
– Daerah perumahan : banyak persimpangan
– Daerah pertokoan : banyak pejalan kaki, tempat parkir
–
68
memiliki variasi ukuran dari kecil sampai besar
berkecepatan rendah sampai cepat.
• Kendaraan bermotor
adalah alat angkut yang digerakkan oleh peralatan teknik yang ada
pada alat angkut tersebut, untuk mengangkut barang atau orang yang
berjalan di jalan, tetapi tidak termasuk alat angkut yang berjalan di atas
rel.
• Alat untuk membelokkan kendaraan adalah setir.
• Jejak roda setiap kendaraan pada saat membelok akan selalu lebih
besar dari lebar kendaraannya sendiri.
• Roda belakang akan mempunyai jejak yang berbeda dengan roda depan
(disebut off tracking).
• Lebar maksimum jejak roda tersebut terjadi pada jari-jari minimum
saat membelok dengan kecepatan 10 Km/jam
• Maka konsep kendaraan rencana sangat diperlukan.
• Kendaraan rencana / kendaraan standar (design vehicle) :
adalah kendaraan yang berat, dimensi, dan radius putarnya dipilih
sebagai acuan dalam perencanaan geometrik jalan, agar dapat
menampung kendaraan dari tipe yang telah ditentukan.
• Lebar kendaraan, berpengaruh thd :
– penentuan lebar dan jumlah lajur,
– penentuan lebar bahu jalan
– area parkir.
• Panjang kendaraan berpengaruh thd :
– Penentuan alinemen horizontal (tikungan)
– Penentuan jarak pandangan
– lebar median dimana kendaraan diperkenankan untuk membelok (U-
turn).
• Tinggi kendaraan, berpengaruh thd :
– clearance / ruang bebas : 4,5 m dari permukaan perkerasan
– bawah jembatan
• Berat kendaraan, berpengaruh thd :
– Alinemen vertikal
– Input bagi perencanaan jembatan
– Tebal perkerasan
– Kerusakan yang timbul pada perkerasan
• Kendaraan rencana (kendaraan standar) merupakan ukuran standar
terbesar yang mewakili setiap kelompoknya.
• Kendaraan Rencana dikelompokkan ke dalam 3 kategori:
(1) Kendaraan Kecil, diwakili oleh mobil penumpang;
(2) Kendaraan Sedang, diwakili oleh truk 3 as tandem atau bus besar 2
as;
(3) Kendaraan Besar, diwakili oleh truk-semi-trailer.
69
• Kendaraan rencana yang akan dipilih sebagai dasar perencanaan
geometrik jalan ditentukan berdasarkan :
– fungsi jalan
– jenis kendaraan yang dominan memakai jalan tersebut
– biaya
• Jenis dan ukuran kendaraan yang digunakan sebagai kendaraan
standar untuk setiap negara berbeda-beda.
• Amerika Serikat dalam AASHTO 1984 mengenal 7 jenis kendaraan
standar yaitu : Passenger vehicle, Single unit, Bus, Articulated Bus, WB-
12, WB-18.
• Sedangkan dalam AASHTO 1994 kendaraan standar bertambah menjadi
15 jenis, dengan menambahkan WB-19,WB-20, WB-29, Recreation vehicle
yang terdiri atas Motor Home, Car and Camper Trailer, Car and Boat
Trailer, serta Motor Home and Boat Trailer.
• Inggris mengenal 3 jenis kendaraan standar yaitu : Car, Rigid vehicle,
dan Articulated bus.
• Kanada mengenal 5 jenis kendaraan standar yaitu : Passenger vehicle,
Single unit, Bus, WE-12, WB15.
• Australia menggunakan 3 jenis kendaraan standar yaitu : Passenger
vehicle, Bus/Single unit. Articulated Truck.
70
• Kondisi medan ruas jalan yang diproyeksikan harus diperkirakan untuk
keseluruhan panjang jalan.
Perubahan medan untuk bagian kecil ruas jalan dapat diabaikan.
b. sifat dan tingkat penggunaan daerah
• Untuk jalan arteri mempunyai vR yang lebih tinggi dibandingkan dengan
jalan kolektor maupun jalan lokal.
• Jalan raya untuk daerah luar kota akan mempunyai vR yang lebih tinggi
bila dibandingkan dengan jalan di dalam kota.
Lalu lintas Harian Rata-rata Tahunan ( LHRT) atau Average Annual Daily
Traffic (AADT)
adalah jumlah kendaraan rata-rata yang melewati satu jalur jalan
selama 24 jam dan diperoleh dari data selama satu tahun penuh.
LHRT = (jumlah lalin dalam 365 hari / (365 hari)
Satuan :
- Untuk jalan 2 jalur 2 arah :
SMP / hari / 2 arah atau kendaraan / hari / 2 arah
- Untuk jalan berlajur banyak dengan median :
SMP / hari / 1 arah atau kendaraan / hari / 1 arah
LHR & LHRT adalah vol lalin dalam 1 hari, tdk dpt memberikan
gambaran perubahan yang terjadi pada berbagai jam dalam 1 hari yang
71
nilainya bervariasi antara 0 -100 % LHR. Karena itu LHR tidak dapat
langsung digunakan dalam perencanaan geometrik.
Arus lalin bervariasi dari jam ke jam berikutnya dalam 1 hari, maka
cocok jika vol. lain dalam 1 jam digunakan untuk perancangan
geometrik
(ii) Volume Jam Perencanaan (VJP)
adalah volume lalu lintas dalam satu jam yang digunakan sebagai
dasar untuk perencanaan jalan.
VJP ditentukan dengan :
• mencacah kendaraan tiap jam yang lewat
• volume lalu lintas tiap jam dinyatakan dalam % LHR
• dalam 1 tahun didapat data sebanyak 365 x 24 = 8760 jam
• data diurutkan dari yang terbesar sampai yang terkecil
• dimulai dari data terbesar disebut dengan jam ke -1, ke – 2, dst
• digambarkan hubungan antara jam ke .......... dan volume lalu lintas
(dalam % LHR), maka akan didapat garis lengkung.
• Menurut AASHTO :
– garis lengkung tersebut bentuknya tetap dari tahun ke tahun.
– vol. yang memberikan perbandingan antara pelayanan yang akan
diberikan dan besarnya biaya pembangunan jalan yang paling
menguntungkan adalah volume pada “tumit”.
– Pada jalan arteri, volume lalin dalam 1 jam yang digunakan untuk
perencanaan jalan adalah volume pada jam ke 30 dari 1 tahun dengan
volume lalu lintas = 15 % LHR yang VJP diambil pada timit garis
lengkung yang terjadi pada VJP = 15 % LHR.
– Pada jalan yang kurang penting, volume lalin dalam 1 jam yang
digunakan untuk perencanaan jalan dapat diambil pada jam ke 100 -
200 untuk menghemat biaya. Berarti antara 100 – 200 jam dalam 1
tahun jalan mengalami kemacetan.
72
Kondisi ideal :
Lebar lajur : 3,75 m
Jalan harus dapat dilalui kendaraan dengan v = 120 km/jam tanpa ada
gangguan apapun.
Hanya mobil penumpang saja yang lewat
Bahu jalan & kebebasan samping cukup lebar.
– Kapasitas mungkin ( possible capacity )
adalah jumlah kendaraan maksimum yang dapat melewati satu
penampang pada satu lajur / jalan selama 1 jam dalam keadaan yang
sedang berlaku pada jalan tsb.
Kapasitas ini sudah mempertimbangkan kondisi jalan maupun
lainnya akibat kondisi ideal tidak terpenuhi.
– Kapasitas rencana ( design capacity)
adalah jumlah kendaraan maksimum yang dapat melewati satu
penampang pada satu lajur / jalan selama 1 jam dalam keadaan yang
sedang berlaku sedemikian rupa shg kepadatan lalin ybs
mengakibatkan kelambatan, bahaya & ganggguan pada kelancaran lain
yang masih ada dalam batas-batas yang ditetapkan.
Kapasitas ini diturunkan dari possible capacity, dengan
mempertimbangkan tingkat pelayanan yang diinginkan.
3. c. Jarak Pandangan
(sight distance)
4. Definisi :
a. adalah jarak yang diperlukan oleh seorang pengemudi
pada saat mengemudi, sehingga pengemudi melihat suatu
halangan yang membahayakan dan dapat menghindari
halangan tersebut.
b. adalah panjang bagian jalan di depan pengemudi yang
masih dapat dilihat dengan jelas, diukur dari titik
kedudukan pengemudi tsb.
Fungsi :
Menghindari terjadinya tabrakan yang dapat membahayakan kendaraan
dan manusia akibat adanya benda yang berukuran cukup besar seperti:
kendaraan berhenti, pejalan kaki atau hewan pada lajur lainnya.
Memberikan kemungkinan untuk menghindari kendaraan yang lain
dengan menggunakan lajur di sebelahnya.
Menambah efisien jalan, dan volume pelayanan dapat maksimal.
Sebagai pedoman bagi pengatur lalu lintas dalam menempatkan rambu-
rambu lalu lintas yang diperlukan pada segmen jalan.
73
Faktor-faktor yang mempengaruhi panjang jarak pandangan yang
dibutuhkan :
waktu sadar & reaksi pengemudi (waktu PIEV).
waktu untuk menghindari keadaan bahaya.
kecepatan kendaraan.
P : Perception
Pengemudi perlu menelaah rangsangan yang diterima (melalui
mata, telinga, maupun badan).
Proses ini perlu waktu (perception time).
Besarnya waktu yang pasti sukar ditentukan, bervariasi
tergantung keadaan pengemudi & rangsangannya.
• I : Intelection
Penelaahan terhadap rangsangan sering tidak begitu saja
langsung berhasil, tetapi memerlukan proses pemikiran /
pembandingan dengan ingatan yang lalu (intelection process).
• E : Emotion
Merupakan proses penanggapan terhadap rangsangan setelah
proses perception & intelection.
Reaksi yang akan diambil pengemudi sering sangat dipengaruhi
proses emosi.
• V : Volition
• Definisi
adalah jarak pandangan minimum yang diperlukan oleh seorang
pengemudi untuk menghentikan kendaraannya dengan aman begitu
melihat adanya halangan di depannya.
adalah suatu jarak yang memungkinkan kendaraan yang berjalan
dengan kecepatan maksimum untuk jalan tsb dapat diberhentikan
sebelum mencapai suatu penghalang yang ada pada lintasannya.
Jarak pandang henti (jph) terdiri atas :
a. Jarak tanggap / jarak yang ditempuh selama waktu sadar / jarak
PIEV (d1) :
74
jarak yang ditempuh oleh kendaraan dari saat pengemudi melihat
suatu penghalang yang mengharuskan kendaraan untuk berhenti
sampai saat pengemudi mulai menginjak rem.
Besarnya : dari 0,5 detik (untuk rangsangan sederhana) s/d 4 detik
(untuk rangsangan yang sukar).
Faktor yang berpengaruh terhadap besarnya waktu reaksi :
• Keadaan cuaca & penerangan
• Jarak obyek
• Kemampuan melihat pengemudi
• Kecepatan reaksi alamiah pengemudi
• Kondisi jalan
• Tipe, warna, & kondisi penghalang
• untuk perencanaan ditetapkan waktu sadar :
2,5 detik (rural)
1,5 detik (urban)
d1 = 0,278 v x t
dengan :
d1 = jarak dari saat melihat rintangan sampai
menginjak pedal rem (m).
v = kecepatan kendaraan (km/jam).
t = waktu reaksi, diambil = 2,5 detik
• Untuk jalan dengan lalu lintas 2 arah, pengaruh landai diabaikan (jarak
pandangan dari kedua arah saling memberikan koreksi) digunakan
jph pada jalan datar.
• Untuk jalan raya terpisah (dual carriageway), jarak pandangan masing-
masing lajur diberi koreksi akibat landai jalan.
Definisi :
75
adalah jarak pandangan minimum yang dibutuhkan sejak
pengemudi memutuskan untuk menyiap kendaraan lain, kemudian
menyiap dan kembali ke lajur semula dengan aman dalam keadaan
normal.
Anggapan dasar :
1. Kendaraan yang disiap berjalan dengan kecepatan yang tetap.
2. Pada saat memasuki daerah penyiapan, kendaraan yang akan
menyiap telah mengurangi kecepatannya dan mengikuti
kendaraan yang akan disiap.
3. Pada saat permulaan berada di daerah penyiapan, pengemudi
memerlukan waktu untuk melihat/memikirkan amannya daerah
penyiapan dan memulai gerakan menyiap.
4. Jika pengemudi sudah yakin benar & menguasai segala
sesuatunya, maka penyiapan dilaksanakan dengan yang
diistilahkan start kelambatan (delay start). Selama gerakan
menyiap kendaraan yang menyiap tsb mempercepat
kendaraannya sedemikian shg kecepatan rata-rata selama pada
lajur lawan +15 km/jam lebih tinggi dari kendaraan yang disiap.
5. Setelah menyiap, kendaraan yg menyiap segera kembali ke lajur
asal tepat berada di antara kendaraan yg disiap & kendaraan
yang datang dari arah berlawanan dengan suatu jarak bebas ttt.
6. Kendaraan yang datang dari arah berlawanan berjalan dengan
kecepatan sama dengan kecepatan kendaraan yang menyiap.
7. d1 : jarak yang ditempuh selama pengamatan dan waktu reaksi
serta waktu mulai masuk daerah penyiapan (lajur lain).
dengan:
76
= 6,56 + 0,048.v
• d3 : jarak antara kendaraan yang selesai melakukan gerakan menyiap
dengan kendaraan dari arah yang berlawanan.
d3 = 30 -100 m
• d4 : jarak yang ditempuh kendaraan yang datang dari arah
berlawanan selama gerakan menyiap dilakukan.
d4= 2/3.d2
( diasumsikan kec. kend. yang datang = kec. kend. yang menyiap )
• Jarak pandangan menyiap standar adalah :
d = d1 + d2 + d3 + d4
• Dalam perencanaan seringkali kondisi jarak pandangan menyiap
standar ini terbatasi oleh kekurangan biaya, sehingga jarak pandangan
menyiap yang dipergunakan dapat menggunakan jarak pandangan
minimum (dmin).
dmin = 2/3 d2 + d3 + d4
Artikel
JALAN
• Disain jalan membutuhkan elemen-elemen perancangan yang spesifik
seperti jumlah lajur, lebar lajur, type dan lebar median, panjang lajur
77
pendakian untuk truk dalam menerima perubahan kelandaian
(superelevasi), dan jari-jari tikungan.
• karakteristik kendaraan (performance dan dimensi) yang lewat sangat
mempengaruhi .
C. SEJARAH JARINGAN JALAN DI INDONESIA
• Jaringan jalan yang pertama dibangun di Indonesia : pada masa
kerajaan Mataram oleh Sultan Agung.
• Tahun 1811 Gubernur Jenderal Daendeles merintis pembangunan jalan
Anyer sampai Banyuwangi yang merupakan jaringan jalan terpanjang
yang pernah dibangun pada waktu itu.
• Pemerintah kolonial Belanda melaksanakan pembangunan berbagai
jaringan jalan, antara lain:
• Jalan Lintas Selatan dari Jakarta ke Surabaya melalui kota-kota di
Selatan pulau Jawa,
• Jalan Lintas Timur dari Surabaya ke Banyuwangi melalui Probolinggo,
Klakah dan Jember,
• jalan penghubung seperti Krawang – Padalarang, Cirebon – Bandung,
Wangon – Cilacap, Semarang – Solo, dan Cepu – Ngawi.
• Di luar Jawa pembangunan jaringan jalan pada masa itu masih sangat
terbatas dan dibangun untuk kepentingan pemerintah, antara lain:
• Jalan Banda Aceh-Bireun-Medan-Balige-Taruntung-Bukit Tinggi-Muara
Tebo-Jambi,
• Jalan Bireuh-takengon,
• Blangkejeren-Kotacane-Kabanjahe,
• Bukit Tinggi-Padang,
• Bengkulu-Curup-Muara Enim, dan
• Pelembang-Telukbetung (dibuka tahun 1941).
78
tentang ketentuan umum untuk menggunakan mobil di jalan umum,
antara lain:
a. Melarang semua pengguna kendaraan bermotor di jalan umum, kecuali
mendapat ijin dari Kepala Daerah.
b. Kecepatan maximum mobil adalah 20 Km/jam.
c. Ketentuan mengenai Surat Ijin Mengemudi.
• Pada periode antara tahun 1900 sampai dengan tahun 1965 terdapat
beberapa peraturan termuat di beberapa Lembaran Negara :
Lembaran Negara tahun 1910 mengatur penggunaan sepeda di jalan
umum yaitu :
larangan bagi sepeda yang berjalan di jalan umum sehingga dapat
membahayakan lalu lintas di jalan,
adanya ketentuan tentang perlengkapan sepeda.
Lembaran Negara No. 465 tahun 1910 tentang Rijwiel Reglement (RR –
Aturan ttg Kereta api).
Lembaran Negara No. 73 tahun 1917 tentang Motor Reglement (MR)
menggantikan LN tahun 1899, berisi antara lain :
Pengemudi wajib menghindar ke kiri jika bepapasan atau disusul oleh
kendaraan lain, dan menghindar ke kanan jika menyusul kendaraan
lain.
Kemungkinan pengemudi menghentikan kendaraannya, jika keamanan
lalu lintas menghendaki.
Ketentuan tentang : SIM, penerangan, rem, dsb.
• Sejak tahun 1920 mulai ada peningkatan lalu lintas di jalan umum.
• Dengan adanya bus dan mobil pengangkut di jalan maka perlu segera
meninjau kembali MR. Pada tanggal 9 Juli 1925 dibentuk komisi dengan
tugas :
menyelidiki besarnya lalu lintas,
memberikan usulan tentang tindakan yang perlu dilakukan oleh
Pemerintah.
Pada tahun 1933 dikeluarkan Lembaran Negara no. 86 dan 451 tentang
peraturan pelaksanaannya, dan kemudian MR dan RR dicabut .
Pada tahun 1965 dikeluarkan UU no. 3 tahun 1965 tentang lalu lintas
dan angkutan jalan raya
(sebagai pengganti Lembaran Negara no. 86 tahun 1933).
• Thn 1980 berlaku UU no. 13 /1980 tentang jalan.
• Thn 1985 berlaku Peraturan Pemerintah no. 26 /1985 tentang Jalan,
• Thn 1992 berlaku UU no. 14 / 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan Raya.
• Tahun 2004 ada pembaharuan UU jalan menjadi no 38 tahun 2004
dengan adanya beberapa istilah baru menggantikan istilah yang sudah
ada.
• Thn 2006 berlaku Peraturan Pemerintah no. 34 /2006 tentang Jalan,
• UU No 22 tahun 2009 tentang lalu lintas angkutan jalan
79
A. PENGERTIAN
TENTANG JALAN
1) Menurut Undang Undang No. 13 Tahun 1980
jalan adalah suatu prasarana penghubung darat dalam bentuk
apapun, tidak terbatas pada bentuk jalan yang konvensional yaitu jalan
pada permukaan tanah, akan tetapi juga jalan yang melintasi sungai
besar/danau/laut, di bawah permukaan tanah dan air (terowongan)
dan di atas permukaan tanah (jalan layang), meliputi segala bagian
jalan termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang
diperhitungkan bagi lalu lintas (kendaraan, orang atau hewan).
• Dalam pengertian ini tidak termasuk jalan rel (jalan kereta api, jalan
lori, dan jalan kabel).
• Bangunan pelengkap jalan :
adalah bangunan yang tidak dapat dipisahkan dari jalan, antara
lain :
– jembatan,
– lintas atas (overpass),
– lintas bawah (underpass),
– tempat parkir,
– gorong-gorong,
– tembok penahan tanah, dan
– saluran air jalan.
– Perlengkapan jalan meliputi:
– rambu-rambu lalu lintas,
– tanda-tanda jalan (marka),
– pagar pengaman lalu lintas,
– pagar dan patok-patok Ruang Milik Jalan,
– patok hektometer dan patok kilometer,
– lampu penerangan jalan,
– lampu pengatur lalu lintas (traffic light)
80
– lintas umum serta dikelola oleh satu instansi tersendiri,
– misalnya :
– * jalan inspeksi saluran pengairan, minyak, atau gas
– * jalan perkebunan, pertambangan, Perhutani
– * jalan komplek perumahan bukan untuk umum,
– * jalan di kompleks sekolah atau perguruan tinggi, serta
– * jalan untuk daerah-daerah keperluan militer.
1. Jalan Arteri
2. Jalan Kolektor
81
dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata
rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
Jalan Lingkungan
jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan
kecepatan rata-rata rendah.
• Penentuan kelas jalan menjadi Jalan Arteri, Jalan Kolektor ataupun
Jalan Lokal dilakukan berdasar pada kebutuhan akan penggunaannya
sesuai dengan survai asal tujuan.
• Jalan berdasarkan fungsinya tidak akan dapat melayani lalu lintas
secara mandiri, tetapi terdapat dalam suatu jaringan jalan (road
network).
. Berdasarkan statusnya, jalan dibedakan menjadi:
Jalan Nasional, Jalan Provinsi, Jalan Kabupaten,
Jalan Kota, dan Jalan Desa
1. Jalan Nasional :
jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang
menghubungkan antara ibu kota provinsi dan jalan strategis nasional
serta jalan tol.
Penyelenggaraan jalan : wewenang Mentri Pekerjaan Umum
2. Jalan Provinsi :
82
. Berdasarkan kelasnya, jalan dibedakan menjadi:
Jalan bebas hambatan, jalan raya, jalan sedang,
dan jalan kecil.
• JALAN TOL
• adalah jalan umum yang kepada pemakainya dikenakan kewajiban
membayar tol.
• Tol ialah sejumlah uang tertentu yang dibayar langsung oleh
pemakaian jalan pada saat melewati jalan tersebut.
• Syarat :
– Tetap merupakan satu kesatuan dengan jaringan jalan yang ada.
– Merupakan jalan alternatif dari jalan yang sudah ada.
Dengan demikian sebelum dibuat Jalan tol harus ada lintas jalan umum
lain yang mempunyai asal dan tujuan yang sama, sehingga pemakai
jalan bebas menentukan pilihan untuk menggunakan atau tidak
menggunakan Jalan tol.
• Menurut aturan lama, kepemilikan dan hak penyelenggaraan jalan tol
ada pada Pemerintah dan oleh Pemerintah diserahkan kepada Badan
Hukum Usaha Negara Jalan Tol (PT. Jasa Marga).
• Menurut UU No 38/2004 tentang Jalan, penyelenggaraan jalan tol
dilakukan oleh Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT), yakni suatu badan
yang dibentuk oleh Menteri, berada di bawah, dan bertanggung jawab
kepada Menteri.
83
• Penyelenggaraan Jalan tol meliputi semua kegiatan perwujudan
sasaran pembinaan jalan tol dan kegiatan operasinya yakni:
• peraturan pemakaian,
• pengamanan jalan tol, serta
• usaha lain yang sesuai dengan maksud dan tujuan penyelenggaraan
Jalan tol.
• Atas usul Menteri Pekerjaan Umum, Presiden menetapkan suatu ruas
jalan sebagai jalan tol dengan didasarkan atas rencana umum jangka
menengah dan program perwujudan jaringan jalan.
• Untuk menarik minat agar masyarakat memakai jalan tol, maka :
• Biaya Operasi Kendaraan (BOK) jika melalui jalan tol ditambah dengan
biaya tol harus lebih rendah dari BOK jika melalui jalan umum yang
ada.
• Jalan tol harus menpunyai spesifikasi yang lebih tinggi daripada jalan
umum yang ada seperti :
• tidak mempunyai persilangan yang sebidang dengan jalan lain,
• tidak mempunyai jalan masuk secara langsung kecuali yang terkendali.
• Jalan tol juga harus memberi keandalan yang lebih tinggi (keamanan
dan kenyamanan) kepada para pemakainya.
84
Menurut Pasal 11 UU no 38 tahun 2004 tentang Jalan, bagian-bagian
jalan dibedakan menjadi:
1. Ruang Manfaat Jalan (RUMAJA) meliputi badan jalan, saluran tepi
jalan dan ambang pengaman.
2. Ruang Milik Jalan (RUMIJA) meliputi Ruang Manfaat Jalan dan
sejalur tanah tertentu di luar Ruang Manfaat Jalan.
3. Ruang Pengawasan Jalan (RUWASJA) merupakan sejalur tanah
tertentu di luar Ruang Milik Jalan yang ada di bawah pengawasan
penyelenggara jalan .
4. Ruang Manfaat Jalan dibatasi oleh
• Ruang Milik Jalan dibatasi oleh lebar yang sama dengan RUMAJA
ditambah ambang pengaman konstruksi jalan dengan tinggi 5 meter
dan kedalaman 1,5 meter.
• Ruang Pengawasan Jalan : ruang sepanjang jalan di luar RUMAJA yang
dibatasi oleh tinggi dan lebar tertentu, diukur dari sumbu jalan sbb:
(1) jalan Arteri minimum 20 meter,
(2) jalan Kolektor minimum 15 meter,
(3) jalan Lokal minimum 10 meter.
Untuk keselamatan pemakai jalan, Ruwasja di daerah tikungan
ditentukan oleh jarak pandang bebas.
Artikel
Bagian-Bagian
dari
Penampang Melintang Jalan
• Badan Jalan
• Badan jalan terdiri atas :
a. Jalur lalu lintas (Carriageway / travelled way):
85
Bagian jalan yang terletak ditepi jalur lalulintas
Lajur lalu lintas adalah bagian dari jalur lalu lintas yang
yang digunakan untuk dilewati oleh satu rangkaian
kendaraan beroda empat atau lebih dalam 1 arah.
Keamanan
Penelitian menunjukkan bahwa jumlah kecelakaan akan menurun bila
lebar jalan ditambah.
Penelitian lain menunjukkan bahwa naiknya lebar lajur sampai dengan
3,5 meter jumlah kecelakaan menurun tajam.
Jika lebar > 3,5 meter jumlah kecelakaan hampir tetap.
Kenyamanan
ditentukan oleh rasa lega yang dialami oleh pengemudi, terutama saat
keadaan kritis, misal : berpapasan dengan kendaraan lain, memasuki
jembatan sempit & under pass.
Rasa lega akan tetap ada apabila pada daerah kritis tsb tersedia
kebebasan yang cukup.
Penelitian di AS : lebar lajur > 3,5 m.
Jarak antara bila kendaraan berpapasan
Lebar lajur kendaraan = lebar kendaraan + jarak antara bila kendaraan
berpapasan.
Lebar lajur jalan di beberapa negara:
1. Amerika Serikat : 10, 11, 13 ft
2. Inggris : 9 – 12 ft (urban)
86
1. Kanada : 3 – 3,25 m (tanah),
3,75 m
2. Indonesia :
87
m. Bahan yang digunakan : agregat sedikit bercampur lempung.
n. Bahu yang diperkeras (hard shoulder):
o. dibuat dengan menggunakan bahan pengikat sehingga lapisan
tersebut lebih
p. kedap air dibandingkan dengan bahu yang tidak diperkeras.
q. Jenis ini digunakan pada jalan-jalan dimana kendaraan yang
akan berhenti &
r. memakai bagian tersebut besar jumlahnya, misal : sepanjang
jalan tol, jalan
s. arteri dalam kota, dan di tikungan yang tajam.
88
dari tanah asli maka landai dasar saluran tidak dibuat mengikuti landai
jalan tetapi bertingkat.
Hal ini dilakukan untuk menghindari gerusan air ke dasar
saluran.
89
– adalah kereb yang direncanakan untuk membentuk sistem drainase
perkerasan jalan.
– Tinggi : antara 20-30 cm.
• Pengaman Tepi
• Fungsi :
– untuk memberikan ketegasan tepi badan jalan.
– Jika terjadi kecelakaan, dapat mencegah kendaraan keluar dari badan
jalan.
Pengaman tepi umumnya dipergunakan di :
– sepanjang jalan yang menyusur jurang,
– tanah timbunan dengan tikungan yang tajam,
– tepi jalan dengan tinggi timbunan > 2,5 meter, dan
– pada jalan-jalan dengan kecepatan tinggi.
90
Artikel
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dengan melihat besarnya jumlah kecelakaan yang ada di Indonesia
keselamatan jalan harus dipandang secara komprehensif dari semua aspek
perencanaan, pekerjaan pembuatan suatu jalan. Perencanaan Geometrik jalan
merupakan salah satu persyaratan dari perencanaan jalan yang merupakan
rancangan arah dan visualisasi dari trase jalan agar jalan memenuhi persyaratan
selamat, aman, nyaman, efisien. Tidak selalu persyaratan itu bisa terpenuhi karena
adanya faktor – faktor yang harus menjadi bahan pertimbangan antara lain
keadaan lokasi, topografi, geologis, tata guna lahan dan lingkungan. Semua faktor
ini bisa berpengaruh terhadap penetapan trase jalan karena akan mempengaruhi
penetapan Alinyemen Horisontal, Alinyemen Vertikal dan penampang melintang
sebagai bentuk efisiensi dalam batas persyaratan yang berlaku.
Berbagai penelitian tentang pengaruh geometrik terhadap keamanan
berkendara telah dilakukan di beberapa Negara namun menghasilkan kesimpulan
yang berbeda sehingga mendorong peneliti untuk mengetahui lebih jauh
hubungan geometri jalan dan keamanan berkendara beserta karakteristiknya yang
terjadi di Indonesia. Dalam makalah ini kami akan coba mengangkat tema “
91
Tinjauan Alinyemen Horisontal pada Pertigaan Jalan Brigjen Sudiarto – Terminal
Bus Pucang Gading Surabaya“.
1.3 TUJUAN
Tujuan yang ingin dicapai dalam penyusunan makalah ini antara lain :
1. Memahami pengertian Geometrik jalan
2. Memahami pengertian alinyemen horisontal
3. Memahami contoh perhitungan keamanan alinyemen horisontal
BAB II
LANDASAN TEORI
92
Geometrik jalan raya mencakup berbagai hal / ketentuan yang telah ditetapkan
diantaranya tentang Alinemen Vertikal jalan, Alinemen Horizontal jalan,
Klasifikasi jalan, bagian-bagian jalan serta hal-hal yang menyangkut teknis jalan
lainnya didasarkan pada UU No. 38/2004 tentang Jalan.
a. Alinyemen Horisontal
b. Alinyemen Vertikal
93
Alinyemen Vertikal atau penampang memanjang jalan disini akan terlihat
apakah jalan tersebut tanpa kelandaian, mendaki atau menurun. Pada perencanaan
alinyemen Vertikal ini mempertimbangkan bagaimana meletakkan sumbu jalan
sesuai kondisi medan dengan memperhatikan sifat operasi kendaraan, keamanan,
jarak pandang, dan fungsi jalan.
Pada jalan – jalan berlandai dan volume yang tinggi, seringkali kendaraan –
kendaraan berat yang bergerak dengan kecepatan di bawah kecepatan rencana
menjadi penghalang kendaraan lain yang bergerak dengan kecepatan sekitar
kecepatan rencana, jenis kendaran yang sering menjadi penghalang adalah jenis
truk. Dalam perencanaan jalan prosentase turunan / kelandaian yang disarankan
menggunakan landai datar untuk jalan – jalan diatas tanah timbunan yang tidak
mempunyai kereb. Lereng melintang jalan dianggap cukup untuk mengalirkan air
di atas badan jalan dan kemudian ke lereng jalan. Landai 15 % dianjurkan untuk
jalan – jalan diatas tanah timbunan dengan medan datar dan menggunakan kereb.
Kelandaian ini cukup membantu mengalirkan air hujan ke inlet atau saluran
pembuangan. Landai minimum sebesar 3 – 5 % dianjurkan dipergunakan untuk
jalan – jalan di daerah galian atau jalan yang memakai kereb. Lereng melintang
hanya cukup untuk mengalirkan air hujan yang jatuh diatas badan jalan,
sedangkan landai jalan dibutuhkan untuk membuat kemiringan dasar saluran
samping.
94
BAB III
PEMBAHASAN
Alinyemen Horisontal
95
* Lengkung full circle Station PH1 0+541,75
- Sudut tangen = 31 º 00 ’
- Tc = 132 m
- Rc = Tc = 132 = 476 m
tan1/ 2β. tan1/ 2.31
BAB IV
KESIMPULAN
Hubungan lebar jalan, alinyemen horisontal dan vertikal serta jarak
pandang dasarnya memberikan efek besar pada keamanan berkendara. Umumnya
lebih peka bila mempertimbangkan faktor – faktor ini bersama – sama karena
mempunyai efek psikologis pada para pengemudi dan mempengaruhi pilihannya
pada kecepatan gerak. Misalnya memperlebar alinyemen jalan yang tadinya
sempit dan tidak memenuhi persyaratan akan dapat mengurangi kecelakaan bila
kecepatan tetap sama setelah perbaikan jalan. Akan tetapi, kecepatan biasanya
semakin besar karena adanya rasa aman, sehingga laju kecelakaanpun meningkat.
Perbaikan superelevasi dan perbaikan permukaan jalan serta alinyemen yang
dilaksanakan secara terisolasi juga mempunyai kecenderungan yang sama untuk
memperbesar laju kecelakaan. Dari pertimbangan keselamatan, sebaiknya
dilakukan penilaian kondisi kecepatan yang mungkin terjadi setelah setiap jenis
perbaikan jalan dan mengecek lebar jalur, jarak pandang dan permukaan jalan
semuanya memuaskan untuk menaikkan kecepatan yang diperkirakan.
96
Pemilihan bahan untuk lapisan jalan yang sesuai dengan kebutuhan lalu
lintas dan menghindari kecelakaan selip tidak kurang pentingnya dibanding
pemilihan untuk tujuan – tujuan konstruksi. Tempat – tempat yang mempunyai
permukaan dengan bagian tepi yang rendah koefisien gayanya beberapa kali lipat
akan mudah mengalami kecelakaan selip dibanding lokasi – lokasi lain yang
sejenis yang mempunyai nilai – nilai yang tinggi. Hal ini penting bila pengereman
atau pembelokan sering terjadi , misalnya pada bundaran jalan melengkung dan
persimpangan pada saat mendekati tempat pemberhentian bis, penyeberang dan
pada jalan jalan miring, maka perlu diberi permukaan jalan yang cocok.
Dalam menganalisis sebaiknya dilakukan secara bersamaan antara
pengaruh Lengkung Horisontal dan Naik Serta Turun Vertikal, sehingga pengaruh
terhadap angka kecelakaan bisa didapatkan suatu hubungan yang signifikan /
dapat ditekan seminimal mungkin.
Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pola hubungan Angka
Kecelakaan dengan berbagai karakteristik kecelakaan yang ada. Untuk
memperkaya studi empiris perlu diadakan studi sejenis pada wilayah yang
berbeda.
Saran
Sebagai seorang calon tenaga ahli teknik sipil yang professional, harus
dipahami bahwa menata suatu konstruksi ruas jalan dibutuhkan berbagai
perhitungan yang matang, akurat dan ketelitian yang tinggi agar faktor-faktor
yang dipersyaratkan dalam perencanaan pembangunan maupun peningkatan jalan
serta pelaksananaan pekerjaan dapat terpenuhi. Hal ini untuk menjaga kualitas
jalan dan faktor keselamatan sesuai dengan standard yang telah ditetapkan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Direktorat Jenderal Bina Marga, Peraturan Perencanaan Geometrik untuk Jalan
Antar Kota No 038/T/BM/1997.
2. Sukirman, S., (1994), Dasar Dasar Perencanaan Geometrik Jalan, Nova,
Bandung.
3. Fachrurrozy.(2001), Keselamatan Lalu Lintas ( Traffic Safety ), Universitas
Gadjah Mada,Yogyakarta.
97
4. Hamirhan Saodang ., (2004), Geometrik Jalan, Nova, Bandung.
Yudi Wahyudin di 05.09
98
Artikel 1
BAGIAN-BAGIAN JALAN
Bagian yang bermanfaat untuk lalu lintas, terdiri dari: jalur lalu lintas, lajur lalu
lintas, bahu jalan, trotoar, median
Bagian yang bermanfaat untuk drainase jalan, terdiri dari: ditch, kemiringan
melintang jalan maupun bahu, kemiringan lereng
Bagian pelengkap, terdiri dari: kerb, guard rail atau parapet
Bagian konstruksi jalan, terdiri dari: lapisan surface, lapisan pondasi atas
maupun bawah, lapisan tanah dasar
Ruang manfaat jalan (Rumaja)
Ruang milik jalan (Rumija)
Ruang pengawasan jalan (Ruwasja)
99
ataupun tanpa diperkeras
Trotoar (side walk) adalah jalur yang terletak bersisian dengan jalur lalu lintas
yang khusus diperuntukkan bagi pejalan kaki (pedestrian)
PARAMETER DESAIN
Kendaraan rencana
Kecepatan
Volume lalu lintas
Tingkat pelayanan
Jarak pandang
ALINEMEN HORISONTAL
Alinemen horisontal (trase jalan) adalah proyeksi sumbu jalan pada bidang
horisontal. Alinemen horisontal tersusun atas garis lurus dan garis lengkung
(busur) atau lebih dikenal dengan istilah tikungan. Busur terdiri atas busur
lingkaran saja (full-circle), busur peralihan saja (spiral-spiral), atau gabungan
busur lingkaran dan busur peralihan (spiral-circlespiral).
F=ma
F = (G.V^2)/(g.R)
Dimana :
F = gaya sentrifugal
m = massa kendaraan
a = percepatan sentrifugal
G = berat kendaraan
g = gaya gravitasi
100
V = kecepatan kendaraan
R = jari-jari tikungan
D = (25/π.R) . 360
D = 1432.39 / R
Radius lengkung (R) sangat dipengaruhi oleh besarnya superelevasi (e) dan
koefisien gesek (f) serta kecepatan
rencana (V) yang ditentukan. Untuk nilai superelevasi dan koefisien gesek
melintang maksimum pada suatu kecepatan yang telah ditentukan akan
meghasilkan lengkung tertajam dengan radius minimum (Rmin).
Pada jalan lurus dimana radius lengkung tidak berhingga perlu direncanakan super
elevasi (en) sebesar 2 – 4 persen
untuk keperluan drainase permukaan jalan.
Secara teori pada tikungan akan terjadi perubahan dari radius lengkung tidak
berhingga (R~) pada bagian lurus menjadi radius lengkung tertentu (Rc)pada
bagian lengkung dan sebaliknya. Untuk mengimbangi perubahan gaya sentrifugal
secara bertahap diperlukan lengkung yang merupakan peralihan dari R~ menuju
Rc dan kembali R~
Lengkung peralihan ini sangat dipengaruhi oleh sifat pengemudi, kecepatan
kendaraan, radius lengkung dan superelevasi jalan. Pencapaian superelevasi dari
en menjadi emaks dan kembali menjadi en dilakukan pada awal sampai akhir
lengkung secara bertahap. Panjang lengkung peralihan (Ls) diperhitungkan dari
101
superelevasi sebesar en sampai superelevasi mencapai emaks.
Panjang lengkung peralihan (Ls) yang digunakan dalam perencanaan adalah yang
terpanjang dari pemenuhan persyaratan untuk:
• Kelandaian relatif maksimum
Berdasarkan panjang perjalanan selama waktu tempuh 3 detik (Bina Marga) atau
2 detik (AASHTO)Ls = (V/3.6) . T
Diagram Superelevasi
102
Merupakan penggambaran pencapaian superelevasi dari lereng normal (en)
sampai lereng maksimal (e maks), sehingga dapat ditentukan diagram penampang
melintang setiap titik (stationing) pada suatu tikungan yang direncanakan.
Bentuk Tikungan
Full Circle,
Spiral – Circle – Spiral,
Spiral – Spiral,
Full Circle
103
Karena hanya terdiri dari lengkung sederhana saja, maka perlu adanya lengkung
peralihan fiktif (Ls`) untuk mengakomodir perubahan superelevasi secara
bertahap. Bina marga menempatkan ¾ Ls` pada bagian lurus dan ¼ Ls` pada
bagian lengkung • AASHTO menmpatkan 2/3 Ls` pada bagian lurus dan 1/3 Ls`
pada bagian lengkung.
104
Lc untuk lengkung type S – C – S sebaiknya ≥ 20 meter
Spiral – Spiral
105
Rc yang dipilih harus sedemikian rupa sehingga Ls yang diperlukan dari Ls
berdasarkan landai relatif lebih besar dari
pada Ls berdasarkan modifikasi SHORT serta Ls berdasarkan panjang perjalanan
selama 3 detik (Bina Marga) atau selama 2 detik (AASHTO).
106
Z = lebar tambahan akibat kesukaran mengemudi di tikungan
Bn = lebar total perkerasan pada bagian lurus
Bt = lebar total perkerasan di tikungan
n = jumlah lajur
Bt = n(Bt + C) + Z
Db= tambahan lebar perkerasan di tikungan = Bt - Bn
ALINEMEN VERTIKAL
Kelandaian
107
Vr (Km/jam) 120 110 100 80 60 50 40 <40
Kelandaian Max (%) 3 3 4 5 8 9 10 10
Kelandaian
Vr (Km/jam) (%)
4 5 6 7 8 9 10
80 630 460 360 270 230 230 200
60 320 210 160 120 110 90 80
Pada jalan berlandai dengan LHR yang tinggiperlu dibuat lajur pendakian untuk
menampung kendaraan (khususnya kend berat) yang sering mengalami penurunan
kecepatan agar tidak mengganggu lalu lintas dengan kecepatan yang lebih tinggi.
108
109
Artikel 2
BAB I
PENDAHULUAN
110
* Persyaratan Yang Dituntut
Perencanaan geometri adalah bagian dari perancangan jalan raya,
dimana geometri suatu jalan dan bagian harus diselesaikan sesuai
dengan tuntutan serta sifat lalu lintas. Dalam perencanaan tersebut
diharapkan memperoleh hubungan yang baik antara waktu dan ruang
sehubungan dengan kendaraan yang akan melewatinya.
A. AMAN
Aman dimaksudkan bahwa perancangan trase jalan didasarkan
pada kecepatan tertentu / design speed, sehingga dapat
memberikan jaminan keselamatan bagi pemakai jalan.
Perencanaan tikungan, tanjakan dan turunan harus dirancang
sebaik – baiknya dengan dasar kecepatan rencana tersebut. Maka
harus dihindari tikungan tajam, tanjakan yang curam dan turunan
yang curam.
B. NYAMAN.
Selain memberikan keamanan, jalan harus memberikan
kenyamanan bagi pemakainya. Hal ini berarti menyajikan
111
rancangan yang estetika, sehingga pemakai jalan tidak merasakan
kejenuhan dalam Perjalanan.
C. EKONOMIS
Pembangunan jalan baru maupun yang sudah rusak
membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Oleh karena itu
perancang geometrik jalan selain ditujukan untuk keamanan dan
kenyamanan yang semaksimal mungkin tetap dibatasi dengan
biaya yang ada.
Perencanaan biaya harus seminimal dan seefisien mungkin
tanpa mengurangi keamanan dan kenyamanan yang
direncanakan. Dalam perencanaan geometrik jalan, usaha
meminimalkan biaya dengan menurunkan jumlah volume
pekerjaan tanah yang meliputi pekerjaan galian dan timbunan
serta pemadatan.
112
ANALISA PERENCANAAN GEOMETRI JALAN
PERHITUNGAN LHR
Mobil Penumpang : 1750 Kd/Hari
Bus : 750 Kd/Hari
Truk 2 As : 500 Kd/Hari
Truk 3 As : 250 Kd/Hari
Apabila pertumbuhan lalu lintas ( i ) = 3% dan umur rencana ( n ) = 10 tahun
maka LHR menjadi :
LHR = x ( 1 + i )n
Mobil Penumpang = 1750 .( 1 + 0,03 )10 = 1750.(1,03)10 = 2.352 Kd/Hari
Bus = 750 .( 1 + 0,03 )10 = 750.(1,03)10 = 1008 Kd/Hari
Truk 2 As = 500 .( 1 + 0,03 )10 = 500.(1,03)10 = 672 Kd/Hari
Truk 3 As = 250 .( 1 + 0,03 )10 = 250.(1,03)10 = 336 Kd/Hari
113
Hambatan samping = rendah
Ukuran kota = 0,5 – 2,0 juta
Komposisi lalu lintas = kendaraan ringan (Lv) : 54 %
Kendaraan berat (Hv) : 46 %
Faktor K = K = 0,09 (arus jam rencana 0,09 x LHRT )
Pemisah arah = 50/50
A. KECEPATAN RENCANA
Kecepatan rencana yang disyaratkan sebagai jalan untuk daerah :
o Datar = 60-90 km/jam diambil 90 km/jam
o Perbukitan = 50-60 km/jam diambil 60 km/jam
o Gunung = 30-50 km/jam diambil 50 km/jam
B. KEMIRINGAN MEDAN
Tipe medan
o Datar < 3%
o Perbukitan 3 – 25 %
o Gunung > 3%
C. ELINEMEN HORISONTAL
1. Perhitungan kelengkungan pada tikungan
Ketentuan menurut tabel II.1 PP. No.43/1993
Kelas jalan =I
Vr = 60 km/jam
R minimum = 220 m
Rc digunakan = 400 m
ep = 0,008
en (super elevasi normal) =2%
re ( tingkat pencapaian perubahan kelandaian melintang jalan )
sebagai berikut :
Vr < 70 km/jam re maks = 0,035 m/m/detik
114
Vr > 80 km/jam re maks = 0,025 m/m/detik
Maka diambil re = 3,50 m
B ( lebar perkerasan ) = 3,50 m
Lc (panjang busur lingkaran ) = 25 m
60 2
= = 110 m
127 (0,1 0,153)
60
= 3,6 . 3
= 50 m
b. Berdasarkan antisipasi gaya sentrifugal digunakan rumus
Vr 3 Vr . e
Ls = 0,022 - 2,727
R .C C
60 3 60 . 0,098
= 0,022 - 2,727
400 . 0,4 0,4
= 51,297 m
115
(em - en)
Ls = . Vr
3,6 . re
(0,1 - 0,02)
= . 60
3,6 . 0,035
= 53.34 m
Dari ketiga hitugan diatas maka Ls diambil 60 m
d. Perhitungan kelengkungan pada tikungan
C. A
x = 3100
x = 580 y = 2000
y = 500
B
?
x = 2800
y = 270
116
2
d A-B = XB - XA 2 YB Y A
= 1755,82 cm = 17,56 m
Skala 1: 100
Jadi jarak A – B = 17,56 x 100
= 1756 m
d B-C = X C - X B 2 YC YB 2
= 580 - 2800 2 500 270
2
= 2231,88 cm = 22,32 m
Skala 1 : 100
Jadi jarak B – C = 22,32 x 100
= 2232 m
TITIK A B C
X 3100 2800 580
Y 2000 270 500
X 0 -300 -2220
Y 0 -1730 230
Arc tg 9,84 -84,08
azimuth 9,84 95,92
940
60 2
= 60 1 - = 59,96 m
40 . 400 2
117
Ys = ordinat titik Sc pada garis tegak lurus garis tengah, jarak tengah
lurus ketitik Sc pada lengkung
Ls 2 60 2
Ys = = = 1,5 m
6 . Rc 6 . 400
90 Ls 90 60
s = . = . = 4,300
Rc 400
c = - s
= 94 – 4,30
= 89,7
Ls 2
P = - Rc ( 1- cos s )
6 . Rc
60 2
= - 400 ( 1- cos 4,30 )
6 . 400
= 0,37 m
Ls 2
K = Ls - - Rc sin s
40 . Rc 2
60 2
= 60 - - 400 sin 4,30
40 . 4002
= 30
Ts = (Rc + P ) tg ½ + K
= (400 + 0,37) tg (0,5 . 94) + 30
= 459,34 m
Es = (Rc + P ) Sec ½ - Rc
= (400 + 0,37) Sec 0,5 . 94 – 400
= 187,05 m
- 2s . . Rc
Lc =
180
94 - 2 . 4,3 . . 400
=
180
118
= 596,20 m
L total = Lc + 2 . Ls
= 596,20 + 2 . 60
= 716,20 m
Ts ?
xs Es
k
Sc Cs
P ST
Ts
Rc Rc
?s ?c ?s
?
Gambar lengkung
S-C-S di titik B
Skala 1 : 2000
119
120
DIAGRAM SUPERELEVASI TIKUNGAN
Bagian lurus Bagian lengkung peralihan Bagian lengkung penuh Bagian lengkung peralihan Bagian lurus
TS Sc Lc Cs ST
e = 0%
2% -2% -2% 2%
-2% 0% 0% -2%
2% 2%
Sisi dalam Tikugan
10% 10%
121
4. Cek Kebebasan Samping
Vr = 60 km/jam
Jh min = 75 m
Landai =6%
60 60 2
Jh = . 2,5
3,6 254 (0,3 - 0,05)
= 41,67 + 56,69
= 88,91 m
Lt = 2 . Ls + Lc
= 2 . 60 + 596,20
= 716,20
Jh < Lt
90 . Jh
E = R 1 - cos
. R
90 . 88,91
= 200 1 - cos
. 200
= 4,92 m
122
Jh = 88,91 m
39
562,
LT =
garis pandang
123
GAMBAR TIPE JALAN 2/2 UD
350
700
trotoar
saluran drainase
WK WK
WC
124
1
C
70
1 ,9
4
4m
A
6 m
6 ,6
III 5
13
I
2
3
596,20 M
II
B
125
PANJANG KELANDAIAN KRITIS
STANDARD PERENCANAAN GEOMETRIK UNTUK JALAN
PERKOTAAN
KECEPATAN RENCANA KELANDAIAN PANJANG KRITIS DARI KELANDAIAN
(km/jam) (%) (m)
4 700
100 5 500
6 400
5 600
80 6 500
7 400
6 500
60 7 400
8 300
7 500
50 8 400
9 300
8 400
40 9 300
10 200
KELANDAIAN
Daerah I
97 136
g1 =
900
= -0,043 %
Daerah II
136 115
g2 =
1100
= 0.019 %
126
Elevasi = + 97,00 m
2. Sta = 0+100
Elevasi = +97,00 + (-0,043% x 900)
= +96,61 m
3. Sta = 1+000
Elevasi = +136,00 + (0.019% x 1100)
= +136,21 m
ALINEMEN VERTIKAL
Untuk kecepatan rata-rata (Vr) = 60 km/jam, kelandaian max 8 %
a. Jarak pandang henti
a.Dari tabel perencanaan 75 m (jarak pandang henti minimum)
b. Jh hitungan
Jarak pada waktu sadar dan reaksi mengerem (d1)
d1 = 0,278 . V . t
= 0,278 . 60 . 2,5
= 41,7 m
Jarak yang diperlukan untuk berhenti setelah menginjak rem (d2)
Vr 2
d2 =
254 (f L)
60 2
=
254 (0,3 0,04)
= 41,69 m
Jadi Jh = d 1 + d2
= 41,7 + 41,69
= 83,3 m
Dari hasil diatas diambil Jh terbesar / maksimum = 125 m
127
b. Jd hitungan
Jarak yang ditempuh selama waktu tanggap (d1)
a . T1
d1 = 0,278 . T1 Vr - m
a
2,268 . 3,68
= 0,278 . 3,68 60 - 10
2
= 55,42 m
= 0,019 0,043
128
= -0,024 %
Mencari L
a. Berdasarkan jarak pandang henti
A . Jh 2
Jh = 125 < L L =
399
- 0,024 . 125 2
=
399
= -0,940 tidak memenuhi
399
Jh = 125 > L L = 2 . Jh -
A
399
= 2 . 125 -
- 0.024
= -16375 m memenuhi
b. Berdasar pada jarak pandang mendahului
A . Jd 2
Jd = 350 < L L =
884
- 0,024. 350 2
=
884
= -3,326 tidak memenuhi
840
Jd = 350 > L L = 2 . Jd -
A
840
= 2 . 350 - - 0,024
= -34300 memenuhi
Syarat keamanan
1. keluasan bentuk
Lv = 0,6 . Vr
= 0,6 . 60 = 36 m
2. syarat drainase
Lv = 40 . A
= 40 . 0,005
= 0,2 m
3. syarat kenyamanan
129
A . Vr 2 - 0,024 . 60 2
Lv = = = -0,222 m
389 389
Dimbil Lv = 80 m
A.L - 0,024 . 80
Ev = = = -0,0024 m
800 800
130
5,4 3,2 . 100
L14 = = 430 m2
2
3,2 0 . 100
L15 = = 160 m2
2
0 2,8 . 100
L16 = = 140 m2
2
2,8 4,6 . 100
L17 = = 370 m2
2
4,6 4,4 . 100
L18 = = 450 m2
2
4,4 3,2 . 100
L19 = = 380 m2
2
3,2 0 . 100
L20 = = 160 m2
2
2. FILL /TIMBUNAN
0 2,2 . 100
L11 = = 110 m2
2
2,2 0 . 35
L12 = = 38,5 m2
2
131
MARKA JALAN
* PENGERTIAN / DEFINISI
- Marka Jalan adalah suatu tanda yang berupa garis, simbol angka, huruf atau
tanda lainnya yang digambarkan.
- Marka jalan berfungsi sebagai penuntun / pengarah pengemudi selama
perjalanan.
- Warna marka jalan umumnya putih, terdiri dari :
1. Marka garis
132
2. Marka huruf
3. Marka simbol
- Pemakaian warna marka jalan selain warna putih harus sesuai petunjuk / ijin
pembina jalan.
- Keputusan menteri perhubungan NO.KM.al / oT . 002 / Phh . 80 . No . KM . 164
/ oT 002 / PHB – 80 dan No : KM . 210 / HK 601 / Phb – 87 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Departemen Perhubungan Terlampir.
133