Anda di halaman 1dari 19

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.

R DENGAN OBSTRUKSI ILEUS


Di RUANG ANGGREK RSUD SOEWONDO PATI

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ileus obstruksi adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang traktus
intestinal. Obstruksi usus dapat akut atau kronis, parsial atau total (komplit), keperahannya
tergantung pada usus yang terkena, derajat dimana lumen tersumbat dan khususnya derajar
dimana sirkulasi darah dalam dinding usus terganggu.
Ileus obstruktif adalah blok saluran usus yang menghambat pasase cairan, flatus, dan
makanan, dapat secara mekanis atau fungsional. Ileus obstruktif adalah kerusakan parsial atau
komplit ke arah depan dari isi usus. Obstruksi pada ileus sering terjadi karena mempunyai
segmen yang paling sempit. Ileus obstruksi adalah keadaan dimana usus terjadi sumbatan
mencegah aliran normal dari susu melalui saluran usus yang dapat bersifat parsial atau
komplit. Abstrak Ileus obstruktif merupakan gangguan pasase usus oleh sebab adanya
sumbatan atau obstruksi dan sebab lain yang menyebabkan menyempitnya atau tersumbatnya
lumen usus.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari ileus obstruksi?

C. Tujuan Penulisan
1. Agar mahasiswa tahu dan mengerti tentang ileus obstruksi
2. Agar mahasiswa tahu dan mengerti patofisiologi ileus obstruksi
3. Agar mahasiswa tahu dan mengerti tentang cara penanganan terhadap pasien dengan
penyakit ileus obstruksi
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

1. Definisi
a. Ileus obstruksi adalah gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal isi usus pada
traktus intestinal (Price & Wilson, 2007).
b. Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana
c. merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi usus
(Sabara, 2007 dikutip dari (http://www.Files-of-DrsMed.tk ).
d. Ileus obstruksi terjadi ketika ada gangguan yang menyebabkan terhambatnya aliran
normal isi usus sedangkan peristaltiknya normal (Reeves, 2005 dikutip dari
(http://www.Files-of-DrsMed.tk).
e. Obstruksi Ilius adalah gangguan aliran isi usus yang bisa disebabkan oleh adanya
mekanik dan non mekanik sehingga terjadi askumuli cairan dan gas di lumen usus.
2. Etiologi
a. Adhesi (perlekatan usus halus)
merupakan penyebab tersering ileus obstruktif, sekitar 50-70% dari semua kasus.
Adhesi bisa disebabkan oleh riwayat operasi intraabdominal sebelumnya atau proses
inflamasi intraabdominal. Obstruksi yang disebabkan oleh adhesi berkembang sekitar
5% dari pasien yang mengalami operasi abdomen dalam hidupnya. Perlengketan
kongenital juga dapat menimbulkan ileus obstruktif di dalam masa anak-anak.
b. Hernia inkarserata eksternal ( inguinal, femoral, umbilikal,
insisional, atau parastomal ) merupakan yang terbanyak kedua sebagai penyebab
ileus obstruktif, dan merupakan penyebab tersering pada pasien yang tidak
mempunyai riwayat operasi abdomen. Hernia interna (paraduodenal, kecacatan
mesentericus, dan hernia foramen Winslow) juga bisa menyebabkan hernia.
c. Neoplasma.Tumor primer usus halus dapat menyebabkan obstruksi intralumen,
sedangkan tumor metastase atau tumor intra abdominal dapat menyebabkan obstruksi
melalui kompresi eksternal.
d. Intususepsi usus halus menimbulkan obstruksi dan iskhemia terhadap bagian usus
yang mengalami intususepsi. Tumor, polip, atau pembesaran limphanodus
mesentericus dapat sebagai petunjuk awal adanya intususepsi.
e. Penyakit Crohn dapat menyebabkan obstruksi sekunder sampai inflamasi akut selama
masa infeksi atau karena striktur yang kronik.
f. Volvulus sering disebabkan oleh adhesi atau kelainan kongenital,
seperti malrotasi usus. Volvulus lebih sering sebagai penyebab obstruksi usus besar.
g. Batu empedu yang masuk ke ileus. Inflamasi yang berat dari kantong e
mpedu menyebabkan fistul dari saluran empedu ke duodenum atau usus halus yang
menyebabkan batu empedu masuk ke traktus gastrointestinal. Batu empedu yang
besar dapat terjepit di usus halus, umumnya pada bagian ileum terminal atau katup
ileocaecal yang menyebabkan obstruksi.
h. Striktur yang sekunder yang berhubungan dengan iskhemia, inflamasi, terapi
radiasi, atau trauma operasi.
i. Penekanan eksternal oleh tumor, abses, hematoma, intususepsi, atau penumpukan
cairan.
j. Benda asing, seperti bezoar.
k. Divertikulum Meckel yang bisa menyebabkan volvulus, intususepsi, atau hernia
Littre.
l. Fibrosis kistik dapat menyebabkan obstruksi parsial kronik pada ileum distalis dan
kolon kanan sebagai akibat adanya benda seperti mekonium
(Sabara, 2007 dikutip dari (http://www.Files-of-DrsMed.tk)

4. Patofisiologi
Semua peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa
memandang apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau non mekanik.
Perbedaan utama adalah pada obstruksi paralitik peristaltik dihambat dari permulaan,
sedangkan pada obstruksi mekanik peristaltik mula-mula diperkuat, kemudian intermitten,
dan akhirnya hilang. Sekitar 6-8 liter cairan diekskresikan ke dalam saluran cerna setiap hari.
Sebagian besar cairan diasorbsi sebelum mendekati kolon. Perubahan patofisiologi utama
pada obstruksi usus adalah adanya lumen usus yang tersumbat, ini menjadi tempat
perkembangan bakteri sehingga terjadi akumulasi gas dan cairan (70% dari gas yang
tertelan). Akumulasi gas dan cairan dapat terjadi di bagian proksimal atau distal usus.
Apabila akumulasi terjadi di daerah distal mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan
intra abdomen dan intra lumen. Hal ini dapat meningkatkan terjadinya peningkatan
permeabilitas kapiler dan ekstravasasi air dan elektrolit di peritoneal. Dengan peningkatan
permeabilitas dan ekstravasasi menimbulkan retensi cairan di usus dan rongga peritoneum
mengakibatakan terjadi penurunan sirkulasi dan volume darah. Akumulasi gas dan cairan di
bagian proksimal mengakibatkan kolapsnya usus sehingga terjadi distensi abdomen. Terjadi
penekanan pada vena mesenterika yang mengakibatkan kegagalan oksigenasi dinding usus
sehingga aliran darah ke usus menurun, terjadilah iskemi dan kemudian nekrotik usus. Pada
usus yang mengalami nekrotik terjadi peningkatan permeabilitas kapiler dan pelepasan
bakteri dan toksin sehingga terjadi perforasi. Dengan adanya perforais akan menyebabkan
bakteri akan masuk ke dalam sirkulasi sehingga terjadi sepsis dan peritonitis.
Masalah lain yang timbul dari distensi abdomen adalah penurunan fungsi usus dan
peningkatan sekresi sehingga terjadi peminbunan di intra lumen secara progresif yang akan
menyebabkan terjadinya retrograde peristaltic sehingga terjadi kehilangan cairan dan
elektrolit. Bila hal ini tidak ditangani dapat menyebabkan syok hipovolemik. Kehilangan
cairan dan elektrolit yang berlebih berdampak pada penurunanan curah jantung sehingga
darah yang dipompakan tidak dapat memenuhi kebutuhan seluruh tubuh sehingga terjadi
gangguan perfusi jaringan pada otak, sel dan ginjal. Penurunan perfusi dalam sel
menyebabkan terjadinya metabolisme anaerob yang akan meningkatkan asam laktat dan
menyebabkan asidosis metabolic. Bila terjadi pada otak akan menyebabkan hipoksia jaringan
otak, iskemik dan infark. Bila terjadi pada ginjal akan merangsang pertukaran natrium dan
hydrogen di tubulus prksimal dan pelepasan aldosteron, merangsang sekresi hidrogen di
nefron bagian distal sehingga terjadi peningaktan reabsorbsi HCO3- dan penurunan
kemampuan ginjal untuk membuang HCO3. Hal ini akan menyebabkan terjadinya alkalosis
metabolic. (Price &Wilson, 2007)
4. Pathway
5. Manifestasi Klinik
a. Mekanik sederhana – usus halus atas
b. Kolik (kram) pada abdomen pertengahan sampai ke atas, distensi, muntah,
peningkatan bising usus, nyeri tekan abdomen.
c. Mekanik sederhana – usus halus bawah
d. Kolik (kram) signifikan midabdomen, distensi berat, bising usus meningkat, nyeri
tekan abdomen.
e. Mekanik sederhana – kolon
f. Kram (abdomen tengah sampai bawah), distensi yang muncul terakhir, kemudian
terjadi muntah (fekulen), peningkatan bising usus, nyeri tekan abdomen.
g. Obstruksi mekanik parsial
h. Dapat terjadi bersama granulomatosa usus pada penyakit Crohn. Gejalanya kram
nyeri abdomen, distensi ringan dan diare.
i. Strangulasi
j. Gejala berkembang dengan cepat: nyeri hebat, terus menerus dan terlokalisir, distensi
sedang, muntah persisten, biasanya bising usus menurun dan nyeri tekan terlokalisir
hebat. Feses atau vomitus menjadi berwarna gelap atau berdarah atau mengandung
darah samar. (Price &Wilson, 2007)
Terdapat 4 tanda kardinal gejala ileus obstruktif (Winslet, 2002; Sabiston,1995)
1. Nyeri abdomen
2. Muntah
3. Distensi
4. Kegagalan buang air besar atau gas(konstipasi).
Gejala ileus obstruktif tersebut bervariasi tergantung kepada (Winslet,2002;
Sabiston,1995).
1. Lokasi obstruksi
2. Lamanya obstruksi
3. Penyebabnya
4. Ada atau tidaknya iskemia usus

6. Penatalaksanaan
Dasar pengobatan ileus obstruksi adalah koreksi keseimbangan elektrolit dan cairan,
menghilangkan peregangan dan muntah dengan dekompresi, mengatasi peritonitis dan syok
bila ada, dan menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus
kembali normal.
a. Resusitasi
Dalam resusitasi yang perlu diperhatikan adalah mengawasi tanda - tanda vital, dehidrasi
dan syok. Pasien yang mengalami ileus obstruksi mengalami dehidrasi dan gangguan
keseimbangan ektrolit sehingga perlu diberikan cairan intravena seperti ringer laktat.
Respon terhadap terapi dapat dilihat dengan memonitor tanda - tanda vital dan jumlah urin
yang keluar. Selain pemberian cairan intravena, diperlukan juga pemasangan nasogastric
tube (NGT). NGT digunakan untuk mengosongkan lambung, mencegah aspirasi
pulmonum bila muntah dan mengurangi distensi abdomen.
b. Farmakologis
Pemberian obat - obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan sebagai profilaksis.
Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi gejala mual muntah.
c. Operatif
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk mencegah sepsis
sekunder. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan teknik bedah yang
disesuaikan dengan hasil eksplorasi selama laparotomi. Berikut ini beberapa kondisi atau
pertimbangan untuk dilakukan operasi: Jika obstruksinya berhubungan dengan suatu
simple obstruksi atau adhesi, maka tindakan lisis yang dianjurkan. Jika terjadi obstruksi
stangulasi maka reseksi intestinal sangat diperlukan. Pada umumnya dikenal 4 macam
cara/tindakan bedah yang dilakukan pada obstruksi ileus:
1. Koreksi sederhana (simple correction).
Hal ini merupakan tindakan bedah sederhana untuk membebaskan usus dari jepitan,
misalnya pada hernia incarcerata non-strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada
volvulus ringan.
2. Tindakan operatif by-pass.
Membuat saluran usus baru yang “melewati” bagian usus yang tersumbat, misalnya pada
tumor intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya.
3. Membuat fistula entero-cutaneus
Pada bagian proximal dari tempat obstruksi, misalnya pada Ca stadium lanjut.
4. Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-ujung usus
untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada carcinoma colon,
invaginasi, strangulata, dan sebagainya. Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang
dilakukan tindakan operatif bertahap, baik oleh karena penyakitnya sendiri maupun
karena keadaan penderitanya, misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula
dilakukan kolostomi saja, kemudian hari dilakukan reseksi usus dan anastomosis.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. R DENGAN OBSTRUKSI ILEUS


Di RUANG ANGGREK RSUD SOEWONDO PATI

1. Pengkajian
Identitas klien
Nama : Ny. R
Umur : 36 tahun
Jenis kelamin : perempuan
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SMU
Alamat : Jl. A. Yani No. 33, Ngagul, Winong, Pati
Tanggal masuk RS : 28 Mei 2003
Tanggal Keluar : Mei 2003
Diagnosa medis : Ileus obstruksi
No. RMIK : 11101139330
Penanggung jawab : Tn. H(suami)

Identitas Penanggung Jawab


Nama : Tn. H
Umur : 40 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Status : Suami
Pekerjaan : PNS

2. Keluhan utama pasien


Nyeri pada daerah luka post operasi.
3. Riwayat penyakit sekarang (sesuai pola PQRST)

Klien masuk RS tanggal 28 Mei 2003 jam 18.00 WIB dan langsung dilakukan operasi cyto
jam 21.00 WIB. Saat pengkajian tanggal 29 Mei 2003 klien mengeluh nyeri pada daerah
luka post operasi seperti diiris-iris dan ditusuk-tusuk, nyeri terasa sampai ke samping kiri/
kanan perut nyeri lebih terasa apabila klien melakukan pernafasan perut. Nyeri ilang
apabila klien tenang dan tidak merasa tegang pada daerah perut. Intensitas nyeri ± 3 – 5
menit.

4. Riwayat penyakit dahulu.

Klien pernah menderita penyakit yang sama dengan riwayat operasi 2 kali yaitu pada
tahun 2001 di RSUD Soewondo, 2002 di RS Islam dan yang terakhir di RSUD Soewondo,
tidak ada riwayat hypertensi, penyakit menular ataupun keganasan.

5. Riwayat penyakit keluarga

Tidak ada diantara anggota keluarga yang mengalami sakit seperti klien, tidak ada diantara
keluarga yang mempunyai riwayat hypertensi, penyakit menular atau keganasan.

Diagnostik Test
1. Pemeriksaan sinar X: akan menunjukkan kuantitas abnormal dari gas dan cairan
dalam usus.
2. Pemeriksaan simtologi
3. Hb dan PCV: meningkat akibat dehidrasi
4. Leukosit: normal atau sedikit meningkat
5. Ureum dan eletrolit: ureum meningkat, Na+ dan Cl- rendah
6. Rontgen toraks: diafragma meninggi akibat distensi abdomen
7. Rontgen abdomen dalam posisi telentang: mencari penyebab (batu empedu, volvulus,
hernia).
8. Sigmoidoskopi: menunjukkan tempat obstruktif. (Doenges, Marilynn E, 2000)

Pemeriksaan fisik pada pasien ileus obstruksi


1. Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup
kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen
harus dilihat adanya distensi, parut abdomen, hernia dan massa abdomen.
Terkadang dapat dilihat gerakan peristaltik usus (Gambar 2.4) yang bisa
bekorelasi dengan mulainya nyeri kolik yang disertai mual dan muntah.
Penderita tampak gelisah dan menggeliat sewaktu serangan kolik (Sabiston, 1995; Sabara,
2007)
2. Palpasi
Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum
apapun atau nyeri tekan, yang mencakup ‘defance musculair’ involunter
atau rebound dan pembengkakan atau massa yang abnormal (Sabiston, 1995; Sabara,
2007).
3. Auskultasi
Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar kehadiran episodik
gemerincing logam bernada tinggi dan gelora (rush’) diantara masa
tenang. Tetapi setelah beberapa hari dalam perjalanan penyakit dan usus
di atas telah berdilatasi, maka aktivitas peristaltik (sehingga juga bising
usus) bisa tidak ada atau menurun parah. Tidak adanya nyeri usus bisa
juga ditemukan dalam ileus paralitikus atau ileus obstruksi strangulata
(Sabiston, 1995).
Bagian akhir yang diharuskan dari pemeriksaan adalah pemeriksaan rektum
dan pelvis. Ia bisa membangkitkan penemuan massa atau tumor serta tidak
adanya feses di dalam kubah rektum menggambarkan ileus obstruktif usus
halus. Jika darah makroskopik atau feses postif banyak ditemukan di dalam
rektum, maka sangat mungkin bahwa ileus obstruktif didasarkan atas lesi
intrinsik di dalam usus (Sabiston, 1995). Apabila isi rektum menyemprot;
penyakit Hirdchprung (Anonym, 2007).

2. Diagnosa Keperawatan
a. Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang tidak
adequat dan ketidakefektifan penyerapan usus halus yang ditandai dengan adanya
mual, muntah, demam dan diaforesis.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrisi.
c. Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen
d. Gangguan pola eliminasi: konstipasi berhubungan dengan disfungsi motilitas usus.
e. Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen
f. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

3. Perencanaan Keperawatan

a. Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang tidak
adequat dan ketidakefektifan penyerapan usus halus yang ditandai dengan adanya
mual, muntah, demam dan diaforesis.
- Tujuan :
Kebutuhan cairan dan elektrolit terpenuhi, Mempertahankan hidrasi adekuat dengan bukti
membran mukosa lembab, turgor kulit baik, dan pengisian kapiler baik, tanda-tanda vital
stabil, dan secara individual mengeluarkan urine dengan tepat.

- Kriteria hasil:
1. Tanda vital normal (N:70-80 x/menit, S: 36-370 C, TD: 110/70 -120/80 mmHg)
2. Intake dan output cairan seimbang
3. Turgor kulit elastic
4. Mukosa lembab
5. Elektrolit dalam batas normal (Na: 135-147 mmol/L, K: 3,5-5,5 mmol/L, Cl: 94-111
mmol/L).
Intervensi Rasional
- Kaji kebutuhan cairan pasien - Mengetahui kebutuhan cairan pasien.
- Observasi tanda-tanda vital: N, - Perubahan yang drastis pada tanda-tanda
TD, P, S vital merupakan indikasi kekurangan cairan.
- Observasi tingkat kesadaran dan - Kekurangan cairan dan elektrolit dapat
tanda-tanda syok mempengaruhi tingkat kesadaran dan
- Observasi bising usus pasien mengakibatkan syok.
tiap 1-2 jam - Menilai fungsi usus
- Monitor intake dan output - Menilai keseimbangan cairan
secara ketat - Menilai keseimbangan cairan dan elektrolit
- Pantau hasil laboratorium serum - Meningkatkan pengetahuan pasien dan
elektrolit, hematokrit keluarga serta kerjasama antara perawat-
- Beri penjelasan kepada pasien pasien-keluarga.
dan keluarga tentang tindakan - Memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit
yang dilakukan: pemasangan pasien.
NGT dan puasa.
- Kolaborasi dengan medik untuk
pemberian terapi intravena

b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrisi.
- Tujuan : Berat badan stabil dan nutrisi teratasi.
- Kriteria hasil :
1. Tidak ada tanda-tanda mal nutrisi.
2. Berat badan stabil.
3. Pasien tidak mengalami mual muntah.

Intervensi Rasional
- Tinjau faktor-faktor individual yang - Mempengaruhi pilihan
mempengaruhi kemampuan untuk intervensi.
mencerna makanan, mis: status puasa, - Menentukan kembalinya
mual, ileus paralitik setelah selang peristaltik ( biasanya dalam 2-4
dilepas. hari ).
Intervensi Rasional
- Auskultasi bising usus; - Meningkatkan kerjasama pasien
palpasi abdomen; catat pasase flatus. dengan aturan diet.
- Identifikasi kesukaan / ketidaksukaan Protein/vitamin C adalah
diet dari pasien. Anjurkan pilihan kontributor utuma untuk
makanan tinggi protein dan vitamin C. pemeliharaan jaringan dan
- Observasi terhadap terjadinya diare; perbaikan. Malnutrisi adalah
makanan bau busuk dan berminyak. fator dalam menurunkan
- Kolaborasi dalam pemberian obat- pertahanan terhadap infeksi.
obatan sesuai indikasi: Antimetik, mis: - Sindrom malabsorbsi dapat
proklorperazin (Compazine). Antasida terjadi setelah pembedahan usus
dan inhibitor histamin, mis: simetidin halus, memerlukan evaluasi
(tagamet). lanjut dan perubahan diet, mis:
diet rendah serat.
- Mencegah muntah. Menetralkan
atau menurunkan pembentukan
asam untuk mencegah erosi
mukosa dan kemungkinan
ulserasi.

c. Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen


- Tujuan :
pola nafas menjadi efektif
- Kriteria hasil :
pasien memiliki pola pernafasan: irama vesikuler, frekuensi: 18-20x/menit

Intervensi Rasional
- Observasi TTV: P, TD, N,S - Perubahan pada pola nafas
- Kaji status pernafasan: pola, frekuensi, akibat adanya distensi abdomen
kedalaman dapat mempengaruhi
- Kaji bising usus pasien peningkatan hasil TTV.
- Tinggikan kepala tempat tidur 40-60
derajat
Intervensi Rasional
- Observasi adanya tanda-tanda hipoksia - Adanya distensi pada abdomen
jaringan perifer: cianosis dapat menyebabkan perubahan
- Monitor hasil AGD pola nafas.
- Berikan penjelasan kepada keluarga - Berkurangnya/hilangnya bising
pasien tentang penyebab terjadinya usus menyebabkan terjadi
distensi abdomen yang dialami oleh distensi abdomen sehingga
pasien mempengaruhi pola nafas.
- Laksanakan program medic pemberian - Mengurangi penekanan pada
terapi oksigen paru akibat distensi abdomen.
- Perubahan pola nafas akibat
adanya distensi abdomen dapat
menyebabkan oksigenasi
perifer terganggu yang
dimanifestasikan dengan
adanya cianosis.
- Mendeteksi adanya asidosis
respiratorik.
- Meningkatkan pengetahuan dan
kerjasama dengan keluarga
pasien.
- Memenuhi kebutuhan
oksigenasi pasien

d. Gangguan pola eliminasi: konstipasi berhubungan dengan disfungsi motilitas usus.


- Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola eliminasi kembali normal.
- Kriteria hasil:
Pola eliminasi BAB normal: 1x/hari, dengan konsistensi lembek, BU normal: 5-35 x/menit,
tidak ada distensi abdomen.
Intervensi Rasional
- Kaji dan catat frekuensi, warna - Mengetahui ada atau tidaknya kelainan
dan konsistensi feces yang terjadi pada eliminasi fekal.
- Auskultasi bising usus - Mengetahui normal atau tidaknya
- Kaji adanya flatus pergerakan usus.
- Kaji adanya distensi abdomen - Adanya flatus menunjukan perbaikan
- Berikan penjelasan kepada fungsi usus.
pasien dan keluarga penyebab - Gangguan motilitas usus dapat
terjadinya gangguan dalam menyebabkan akumulasi gas di dalam
BAB lumen usus sehingga terjadi distensi
- Kolaborasi dalam pemberian abdomen.
terapi pencahar (Laxatif) - Meningkatkan pengetahuan pasien dan
keluarga serta untuk meningkatkan
kerjasana antara perawat-pasien dan
keluarga.
- Membantu dalam pemenuhan kebutuhan
eliminasi

e. Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen


- Tujuan :
rasa nyeri teratasi atau terkontrol

- Kriteria hasil:
pasien mengungkapkan penurunan ketidaknyamanan; menyatakan nyeri pada tingkat dapat
ditoleransi, menunjukkan relaks.

Intervensi Rasional
- Observasi TTV: N, TD, HR, S - Nyeri hebat yang dirasakan pasien akibat
tiap shif adanya distensi abdomen dapat
- Kaji keluhan nyeri, menyebabkan peningkatan hasih TTV.
karakteristik dan skala nyeri - Mengetahui kekuatan nyeri yang
yang dirasakan pesien dirasakan pasien dan menentukan
Intervensi Rasional
sehubungan dengan adanya tindakan selanjutnya guna mengatasi
distensi abdomen nyeri.
- Berikan posisi yang nyaman: - Posisi yang nyaman dapat mengurangi
posisi semi fowler rasa nyeri yang dirasakan pasien
- Ajarkan dan anjurkan tehnik - Relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri
relaksasi tarik nafas dalam - Mengurangi nyeri yang dirasakan pasien.
saat merasa nyeri - Analgetik dapat mengurangi rasa nyeri
- Anjurkan pasien untuk
menggunakan tehnik
pengalihan saat merasa nyeri
hebat.
- Kolaborasi dengan medic
untuk terapi analgetik

f. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.


- Tujuan:
Kecemasan teratasi.
- Kriteria hasil :
pasien mengungkapkan pemahaman tentang penyakit saat ini dan mendemonstrasikan
keterampilan koping positif.
Intervensi Rasional
- Observasi adanya peningkatan - Rasa cemas yang dirasakan pasien
kecemasan: wajah tegang, gelisah dapat terlihat dalam ekspresi wajah
- Kaji adanya rasa cemas yang dan tingkah laku.
dirasakan pasien - Mengetahui tingkat kecemasan
- Berikan penjelasan kepada pasien pasien.
dan keluarga tentang tindakan yang - Dengan mengetahui tindakan yang
akan dilakukan sehubungan dengan akan dilakukan akan mengurangi
keadaan penyakit pasien tingkat kecemasan pasien dan
- Berikan kesempatan pada pasien meningkatkan kerjasama
untuk mengungkapkan rasa takut
atau kecemasan yang dirasakan
Intervensi Rasional
- Pertahankan lingkungan yang tenang - Dengan mengungkapkan kecemasan
dan tanpa stres. akan mengurangi rasa takut/cemas
- Dorong dukungan keluarga dan pasien
orang terdekat untuk memberikan - Lingkungan yang tenang dan nyaman
support kepada pasien dapat mengurangi stress pasien
berhadapan dengan penyakitnya
- Support system dapat mengurani rasa
cemas dan menguatkan pasien dalam
memerima keadaan sakitnya.
BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan
Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana
merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi
usus. Peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa
memandang apakah obtruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau fungsional.
Perbedaan utamanya pada obstruksi paralitik dimana peristaltik dihambat dari permulaan,
sedangkan pada obstruksi mekanis peristaltik mula-mula diperkuat, kemudian intermitten,
dan akhirnya hilang.
Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan dana gas (70 % dari
gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intra lumen, yang menurunkan pengaliran air
dan natrium dari lumen usus ke darah.
DAFTAR PUSTAKA

Anonym. Mechanical Intestinal Obstruction. http://www.Merck.com. ( Diakses 20 Agustus


2011)
Author :Nova Faradilla, S. Ked Files of DrsMed – FK UNRI, ileus obstruksi.
http://www.Files-of-DrsMed.tk. (Diakses 20 Agustus 2011)
Alief. M, dkk, (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: FKUI.
Black & Hawk, (2005). Medical Surgical Nursing Clinical Managemen for Positive
Outcomes. Fifth Edition, Vol 1. St. Louis Missouri: Mosby.
Brunner & Suddarth, (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Alih bahasa Agung
Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC.
Donna Ignatavician, (2006). Medical Surgical Nursing. Volume 2. St. Louis Missouri:
Elsevier Sounders
Lewis Heitkemper Diksen, (2007). Medical Surgical Nursing. Volume 2. St. Louis Missouri:
Mosby Elsevier.
Price &Wilson, (2007). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6,
Volume1. Jakarta: EGC.
Rahayu Rejeki handayani, bahar asril. Buku ajar ilmu penyakit Dalam. Jakarta : Departemen
Pendidikan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jilid III edisi
IV ; 2007. 1405-1410
(Doengoes, Marilynn E. 2000) dan ( Sabara, 2007 dikutip dari (http://www.Files-of-
DrsMed.tk )

Anda mungkin juga menyukai