PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud
mencapai hasil yang pasti dalam meningkatkan mutu kehidupan pasien. Pelayanan
cedera dan bahaya yang dapat dihindari dalam sistem pelayanan kesehatan di
seluruh dunia. Oleh karena itu, rumah sakit diminta untuk mematuhi peraturan
akreditasi rumah sakit baik milik pemerintah maupun swasta, yang tujuan
Akreditasi Rumah Sakit telah disusun standar pelayanan yang salah satunya
pasien sehingga organisasinya harus efektif dan efisien, serta bukan hanya
tanggung jawab apoteker, tetapi juga profesional pemberi asuhan dan staf klinis
1
pemberi asuhan lainnya. Pengaturan pembagian tanggung jawab bergantung pada
selesai. Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi pelayanan kefarmasian dan
hal mutu, keamanan, manfaat dan khasiat obat dan alat kesehatan. Struktur
Keselamatan pasien sebagai suatu tujuan dalam akreditasi rumah sakit diharapkan
merupakan inti dari pelayanan kesehatan rumah sakit menurut Peraturan Menteri
2
rumah sakit mengatur bahwa Instalasi farmasi di rumah sakit harus memenuhi
standar akreditasi. Di Indonesia hanya 51% rumah sakit yang telah melakukan
standar akreditasi dari 1667 rumah sakit, lebih dari separuhnya hanya
Kendari menunjukkan bahwa pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit belum
begitu efektif, hal ini terjadi karena beberapa kendala antara lain kurangnya
tenaga farmasis yang bekerja dirumah sakit, sarana dan prasarana yang belum
perlu dilakukan evaluasi secara rutin agar diperoleh standar yang sesuai dengan
penilaian standar akreditasi antara manajemen dan penggunaan obat staf IFRS
selisih hasil penilaian standar akreditasi antara manajemen dan penggunaan obat
staf IFRS (74,28%) dengan hasil observasi (79,5%). Berdasarkan hasil dari data
tersebut maka RSUD perlu melakukan peningkatan kinerja sesuai dengan standar
3
Instalasi Farmasi BLUD Rumah Sakit Kabupaten Konawe dituntut untuk
menjadi orientasi pasien. Untuk itu kompetensi apoteker perlu ditingkatkan secara
koordinasi yang lebih baik antara managemen, organisasi profesi serta seluruh
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
4
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti
2. Bagi institusi
sebagai bahan referensi. Selain itu bagi BLUD Rumah Sakit Konawe
pelayanan yang lebih efektif dan efisien di Instalasi Farmasi Rumah Sakit
4. Bagi masyarakat
dengan baik.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Rumah Sakit
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit
masyarakat, sumber daya manusia dan rumah sakit (Depkes RI, 2009).
melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan
serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan
fungsi:
6
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis
Tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit, Rumah Sakit
pemerintah pusat dan daerah diklasifikasikan menjadi rumah sakit umum kelas A,
a. Rumah Sakit Umum kelas A, yaitu rumah sakit umum yang mempunyai
belas) pelayanan medik spesialis lain dan 13 (tiga belas) pelayanan medik
subspesialis lain.
b. Rumah sakit umum kelas B, yaitu rumah sakit umum yang mempunyai
subspesialis dasar.
7
c. Rumah sakit umum kelas C, yaitu rumah sakit umum yang mempunyai
medik.
d. Rumah sakit umum kelas D, yaitu rumah sakit umum yang mempunyai
menjadi:
a. Rumah sakit umum (general hospitalI), yaitu rumah sakit yang memberikan
b. Rumah sakit khusus (special hospital), yaitu rumah sakit yang memberikan
misalnya: rumah sakit jiwa, rumah sakit kusta, dan rumah sakit jantung.
BLUD Rumah Sakit Konawe merupakan salah satu Rumah Sakit Umum
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Konawe didirikan pada tahun 1987 dan
8
No.1240/MENKES/SK/X/1997, sejak awal tahun 2004 seiring dengan perubahan
RSU Unaaha yang awalnya dengan nama RSU Unaaha Kabupaten Kendari
Otonomi Daerah telah menempatkan RSU Unaaha sebagai salah satu aset daerah
yang harus ditangani secara profesional untuk menunjang Pendapatan Asli Daerah
dengan berbagai kemampuan dan tantangan sudah cukup layak untuk menerapkan
sehingga diharapkan RSUD Kabupaten Konawe dapat fleksibel dan leluasa untuk
kepada masyarakat.
9
perubahan yang begitu cepat dengan cara melaksanakan prinsip-prinsip ekonomi
yang efektif dan efisien namun tidak meninggalkan jati dirinya dalam mengemban
“Bekerja Jujur dan Ikhlas menuju Konawe Sejahtera, Mandiri dan Berdaya
Saing ”.
10
d. Alamat : Jl, Diponegoro No, 301 Kel, Tuoy
e. Kecamatan : Unaaha
2. Letak Geografis
c. Lingkungan Fisik
jalan, rawat inap, Unit Gawat Darurat, Kamar Operasi (OK), ICU Unit Penunjang
ditunjang oleh sarana dan prasarana serta anggaran yang memadai dalam
pencapaian Visi, Misi, tujuan dan sarana tetapi juga ditunjang dengan tenaga yang
berkualitas baik tenaga medis, paramedis non perawatan maupun tenaga non
medis.
11
C. Instalasi Farmasi BLUD Rumah Sakit Konawe
dipimpin oleh seorang apoteker dan dibantu oleh beberapa orang apoteker, tenaga
ahli madya farmasi (D-3) dan tenaga menengah farmasi (AA) yang memenuhi
departemen atau unit atau bagian dari rumah sakit dibawah pimpinan seorang
apoteker dan dibantu oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi persyaratan
atau sediaan farmasi, dispending obat berdasarkan resep bagi penderita rawat inap
seluruh perbekalan kesehatan di rumah sakit, pelayanan farmasi klinik umum dan
farmasi pada jumlah dan waktu yang tepat sehingga dalam pengelolaannya
12
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 72 Tahun 2016 tentang
Sakit yaitu:
seluruh kegiatan pelayanan farmasi klinis yang optimal dan profesional serta
Bahan Medis Habis Pakai yang efektif, aman, bermutu dan efisien.
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai guna memaksimalkan efek
mengacu pada pedoman survey akreditas rumah sakit yang digunakan secara
13
1. Sumber Daya Manusia
yang sesuai dengan beban kerja dan petugas penunjang lain agar tercapai sasaran
dan tujuan instalasi farmasi BLUD Rumah Sakit Kabupaten Konawe. Uraian
tugas tertulis dari masing-masing staf Instalasi Farmasi harus ada dan sebaiknya
dilakukan peninjauan kembali paling sedikit setiap tiga tahun sesuai kebijakan dan
sebagai berikut:
Kefarmasian
pelaksana.
Untuk menghasilkan mutu pelayanan yang baik dan aman, maka BLUD
a. Persyaratan SDM
14
BLUD RS Konawe dapat terlaksana dengan baik, perlu adanya pengaturan
supervisor pelayanan kefarmasian oleh seorang Apoteker yang akan diatur lebih
Rumah Sakit Konawe diatur menurut kebutuhan organisasi dan sesuai dengan
tahun.
1) Sarana
Fasilitas ruang harus memadai dalam hal kualitas dan kuantitas agar dapat
Konawe.
15
Fasilitas utama dalam kegiatan pelayanan di Instalasi Farmasi, terdiri dari:
a. Ruang kantor/administrasi
b. Ruang distribusi sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai
e. Ruang produksi.
2) Peralatan
peracikan dan penyiapan baik untuk sediaan steril, non steril, maupun cair untuk
a. Peralatan kantor
c. Peralatan produksi
d. Peralatan penyimpanan
e. Peralatan pendistribusian/pelayanan
f. Peralatan konsultasi
mempunyai kesempatan lebih besar untuk dipilih oleh pelanggan. Persepsi positif
16
Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) memegang peranan penting dalam
proses solusi akhir pelayanan kesehatan di rumah sakit, karena kira-kira 80%
situasi ini, IFRS terlibat bukan saja dalam menyediakan obat, namun juga
diterima/ disetujui oleh Komite Farmasi dan Terapi untuk digunakan di rumah
sakit dan dapat direvisi pada setiap batas waktu yang ditentukan dimana
(IPTEK).
dan Terapi. Adanya formularium diharapkan dapat menjadi pedoman para dokter
staf medis fungsional dalam memberi pelayanan kepada pasien sehingga tercapai
penggunaan obat yang efektif dan efisien serta mempermudah upaya menata
b. Sebagai bahan edukasi bagi staf medik tentang terapi obat yang benar
c. Memberi ratio manfaat yang tinggi dengan biaya yang minimal (siregar dan
Amalia, 2004).
17
E. Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit
jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud
mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Pelayanan
kefarmasian di rumah sakit merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem
penyediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang
dan tujuan akhir pengobatan, agar pengobatan dapat diterima untuk terapi,
agar diterapkan penggunaan secara rasional, memantau efek samping obat dan
pengobatan.
pasien.
18
5. Menyediakan dan memelihara serta memfasilitasi pengujian pengobatan bagi
dana, prasarana, sarana dan metode tatalaksana yang sesuai dalam upaya
menjadi orientasi pasien. Untuk itu kompetensi apoteker perlu ditingkatkan secara
Apoteker harus dapat memenuhi hak pasien agar terhindar dari hal-hal yang tidak
kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di rumah sakit yang menjamin seluruh
rangkaian kegiatan perbekalan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta memastikan kualitas,
19
manfaat, dan keamanannya. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai merupakan suatu siklus kegiatan, dimulai dari
ketersediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang
terjaminnya ketersediaan obat dengan mutu yang baik, kelancaran distribusi dan
keterjangkauan obat, serta ketersediaan jenis dan jumlah obat untuk memenuhi
kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di rumah sakit yang menjamin seluruh
rangkaian kegiatan perbekalan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta memastikan kualitas,
Bahan Medis Habis Pakai merupakan suatu siklus kegiatan, dimulai dari
20
Adapun kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi meliputi :
proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah dan harga perbekalan farmasi
sumbangan/droping/hibah.
bentuk dan pengemasan kembali sediaan farmasi steril dan nonsteril untuk
kefarmasian.
21
6. Menyimpan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di rumah sakit yang
kebutuhan.
persediaan lengkap, sistem resep perseorangan, sistem unit dose dan sistem
kombinasi oleh satelit farmasi), pasien rawat jalan (sentralisalisasi dan atau
desentralisasi dengan sistem resep perseorangan oleh apotek rumah sakit) dan
sakit/satelit farmasi yang dibuka 24 jam dan ruang rawat yang menyediakan
proses yang efektif untuk menjamin kendali mutu dan kendali biaya. Dalam
dan Bahan Medis Habis Pakai di Rumah Sakit harus dilakukan oleh Instalasi
dan Bahan Medis Habis Pakai yang bertujuan untuk mengutamakan kepentingan
22
pasien melalui Instalasi Farmasi. Dengan demikian semua Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang beredar di Rumah Sakit
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di Rumah Sakit
2. Standarisasi Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
3. Penjaminan mutu Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai
4. Pengendalian harga Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai
7. Kemudahan akses data Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
pegawai.
23
b. Pelayanan Farmasi Klinik
keselamatan pasien (patient safety) sehingga kualitas hidup pasien (quality of life)
terjamin.
Obat; Pemantauan Efek Samping Obat; Pemantauan Kadar Obat dalam Darah
(PKOD)
11. Melaksanakan Pelayanan Informasi Obat (PIO) kepada tenaga kesehatan lain,
24
F. Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit (SNARS)
Akreditasi adalah proses dimana suatu lembaga, yang terpisah dan berbeda
Akreditasi standar biasanya diyakini sebagai sesuatu yang optimal dan dapat di
harus dipenuhi oleh rumah sakit dalam meningkatkan mutu pelayanan dan
risiko bagi para pasien dan staf rumah sakit. Dengan demikian akreditasi
diperlukan sebagai cara efektif untuk mengevaluasi mutu suatu rumah sakit, yang
25
Akreditasi Rumah Sakit di Indonesia dilaksanakan untuk menilai kepatuhan
rumah sakit terhadap standar akreditasi. Akreditasi rumah sakit yang sudah mulai
penilaian, sehingga selama ini belum pernah ada Standar Nasional Akreditasi
Rumah Sakit di Indonesia, sedangkan status akreditasi saat ini ada status
akreditasi nasional dan status akreditasi internasional, maka di Indonesia perlu ada
ditetapkan oleh KARS dan sudah mulai diberlakukan pada 1 Januari 2018 di
seluruh Indonesia. Mengacu pada pada beberapa pedoman yang terdiri dari
konsep dan prosedur akreditasi internasional yang ditetapkan oleh ISQua atau The
pemerintah mengenai profesi di Indonesia, standar akreditasi JCI edisi 4 dan edisi
5, standar akreditasi rumah sakit KARS versi 2012, serta mengacu pada kajian
hasil survey standar dan elemen yang belum diterapkan di rumah sakit Indonesia,
SNARS 2018 yang telah disesuaikan dengan kondisi rumah sakit di Indonesia.
26
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (HIPPI), dan Persatuan Pengendalian
Infeksi (Perdalin).
1. Pedoman untuk mengelola organisasi rumah sakit agar efisien dan efektif
sakit
3. Sarana untuk memahami apa saja standar yang harus dipenuhi seluruh
4. Sarana untuk menilai seberapa jauh suatu organisasi belum atau telah
memenuhi standar
serta prosesnya.
organisasi rumah sakit itu sendiri. Pengelompokan berdasarkan fungsi, saat ini
organisasi rumah sakit yang aman, efektif, dan terkelola dengan baik. Fungsi-
fungsi tersebut tidak hanya berlaku untuk rumah sakit secara keseluruhan tetapi
juga untuk setiap unit, departemen, atau layanan yang ada dalam organisasi rumah
sakit tersebut. Lewat proses survei dikumpulkan informasi sejauh mana seluruh
27
akreditasinya didasarkan pada tingkat kepatuhan terhadap standar di seluruh
Sakit Edisi 1 salah satunya yaitu berkaitan dengan Standar Pelayanan Berfokus
Pasien, meliputi:
pelayanan kesehatan yang diharapkan dapat meringankan beban pasien saat harus
sehingga pasien harus terinformasi dengan cukup dan benar, dan bersama dengan
proses penyembuhan.
28
G. Pelayanan Kefarmasian Dan Penggunaan Obat (PKPO)
rehabilitatif terhadap penyakit dan berbagai kondisi, serta mencakup sistem dan
a. Pengorganisasian (PKPO 1)
1) Seberapa baik sistem telah bekerja terkait dengan: seleksi dan pengadaan obat,
29
2) Pendokumentasian dan pemantauan efek obat;
Dengan kajian ini rumah sakit dapat memahami kebutuhan dan prioritas
peningkatan mutu serta keamanan penggunaan obat. Sumber informasi obat yang
sakit, kebutuhan pasien, dan jenis pelayanan yang diberikan. Seleksi obat adalah
karena keterlambatan pengiriman, stok nasional kurang, atau sebab lain yang
kepada profesional pemberi asuhan dan staf klinis pemberi asuhan lainnya tentang
30
kekosongan obat tersebut serta saran substitusinya atau mengadakan perjanjian
stok di rumah sakit atau sumber di dalam atau di luar rumah sakit.
PKPO 2.1 Rumah sakit menetapkan proses pengadaan sediaan farmasi, alat
undangan.
PKPO 2.1.1 Rumah sakit menetapkan regulasi untuk mendapatkan obat bila
c. Penyimpanan (PKPO 3)
Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai disimpan di
tempat yang sesuai, dapat di gudang logistik, di instalasi farmasi, atau di satelit
penyimpanan.
31
PKPO 3.1 Rumah sakit mengatur tata kelola bahan berbahaya, seta obat
perundang-undangan.
atau kadaluwarsa.
terbaca, dan tidak lengkap dapat membahayakan pasien serta menunda kegiatan
32
Peresepan dan penyalinan terdiri dari empat standar, yaitu:
PKPO 4.2 Rumah sakit menetapkan individu yang kompeten yang diberi
pengobatan.
PKPO 4.3 Obat yang diresepkan dan diberikan tercatat di rekam medis pasien
disiapkan dan diserahkan pada pasien maka rumah sakit diminta menyiapkan dan
menyerahkan obat dalam lingkungan yang aman bagi pasien, petugas, dan
lingkungan serta untuk mencegah kontaminasi tempat penyiapan obat harus sesuai
obat kemoterapi harus dilakukan di dalam ruang yang bersih (clean room) yang
dilengkapi dengan cytotoxic handling drug safety cabinet dengan petugas sudah
terlatih dengan teknik aseptik serta menggunakan alat perlindung diri yang sesuai.
bersih.
PKPO 5.1 Rumah sakit menetapkan regulasi yang mengatur semua resep atau
ketepatannya.
33
f. Pemberian Obat (PKPO 6)
spesifik dan pengalaman. Rumah sakit bertanggung jawab menetapkan staf klinis
PKPO 6 Rumah sakit menetapkan staf klinis yang kompeten dan berwenang
PKPO 6.1 Proses pemberian obat termasuk proses verifikasi apakah obat yang
PKPO 6.2 Ada regulasi tentang obat yang dibawa oleh pasien ke rumah sakit
g. Pemantauan/monitoring (PKPO 7)
Standar ini bertujuan agar apabila timbul efek samping obat dapat
dilaporkan oleh profesional pemberi asuhan (PPA) kepada tim farmasi dan terapi
efek obat untuk memantau secara ketat respons pasien dengan melakukan
PKPO 7 Efek obat dan efek samping obat terhadap pasien dipantau.
PKPO 7.1 Rumah sakit menetapkan proses pelaporan serta tindakan terhadap
34
H. Instrumen Akreditasi SNARS
yang dipergunakan KARS untuk menilai kepatuhan rumah sakit terhadap SNARS
yaitu standar pelayanan berfokus pada pasien untuk meningkatkan mutu dan
KARS mencakup harapan kinerja, struktur atau fungsi yang harus diterapkan agar
Maksud dan tujuan dari suatu standar akan membantu menjelaskan makna
tujuannya. Maksud dan tujuan juga berguna bagi rumah sakit untuk menyusun
poin-poin yang harus ada didalam regulasi rumah sakit (SNARS, 2018).
Elemen Penilaian (EP) dari suatu standar akan menuntun rumah sakit dan
surveyor terhadap apa yang akan ditinjau dan dinilai selama proses survei. EP
rumah sakit untuk memenuhi sepenuhnya ketentuan yag ada, untuk membantu
mengedukasi pimpinan dan tenaga kesehatan mengenai standar yang ada serta
35
Setiap Elemen Penilaian (EP) dari sebuah standar diberi skor 10 (terpenuhi
penuh), skor 5 (terpenuhi sebagian) dan skor 0 (tidak tetpenuhi). Dalam setiap
elemen penilaian dilengkapi dengan (R) atau (D), atau (W) atau (O) atau (S), atau
yang disusun oleh rumah sakit yang dapat berupa kebijakan, prosedur (SPO),
kegiatan atau pelayanan yang dapat berbentuk berkas rekam medis, laporan
dan atau notulen rapat dan atau hasil audit dan atau ijazah dan bukti dokumen
3. (O) = Observasi, yang dimaksud dengan observasi adalah bukti kegiatan yang
surveior.
yang dilakukan oleh staf rumah sakit yang diminta oleh surveior.
profesional pemberi asuhan (PPA), staf klinis, staf non klinis, pasien,
36
I. Ketentuan pencapaian standar akreditasi
Keterangan :
37
J. Kerangka Konsep
Instalasi Farmasi
Evaluasi
Keterangan: Hasil
: Variabel bebas
: Variabel terikat
38
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2019 di BLUD Rumah Sakit
Kabupaten Konawe.
B. Jenis Penelitian
dapat dipakai. Pada penelitian ini menggunakan desain studi kasus. Studi kasus
cermat suatu program, peristiwa, aktivitas, proses, atau sekelompok individu serta
C. Informan Penelitian
1. Kesesuaian (Appropriateness)
39
2. Kecukupan (Adequacy)
cukup mengetahui topik penelitian (Renate, 2011). Pada penelitian ini informan
yang dipilih adalah berdasarkan instrumen PKPO yang termasuk didalam telusur.
D. Instrumen Penelitian
Rumah Sakit (SNARS) yang berisi beberapa elemen penilaian dari 7 standar
E. Definisi Operasional
pemantauan.
40
3. Evaluasi PKPO adalah evaluasi standar pelayanan kefarmasian dan
penggunaan obat berdasarkan standar dan elemen penilaian.
6. SOP atau standar operasi prosedur merupakan suatu dokumen yang berisi
aturan atau tatacara yang telah ditetapkan dan harus dilakukan untuk
menyelesaikan suatu proses kerja tertentu serta telah ditetapkan oleh direktur
7. Kebijakan adalah suatu keputusan yang telah ditetapkan oleh direktur rumah
sakit dengan bukti penandatanganan dokumen dan didasarkan pada peraturan
perundang-undangan.
F. Pengumpulan Data
1. Observasi
41
2. Wawancara
hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat seperti dalam konsep. Analisis
data yang dilakukan dalam penelitian yaitu dengan menggunakan analisis data
kualitatif. Dalam analisis ini, elemen penelitian disusun secara deskriptif dan
berdasarkan metode pengumpulan data baik itu melalui informan kunci, informan
42
BAB IV
instrumen PKPO sesuai Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit (SNARS) edisi
1 tahun 2018, yaitu terdiri atas 21 standar dan 80 elemen penilaian. Tujuan
melalui observasi SOP dan dokumen juga wawancara. Observasi dilakukan untuk
untuk mendukung data yang diperoleh secara mendalam. Setiap elemen penilaian
diberi skor 10, 5, dan 0. Jika terpenuhi lengkap (TL) maka diberi skor 10
(sepuluh), jika terpenuhi sebagian (TS) diberi skor 5 (lima), dan jika tidak
terpenuhi (TT) maka diberi skor 0 (nol). Dari hasil instrumen penilaian yang
pencapaian standar.
Jumlah nilai (n) diperoleh dari penjumlahan skor dari semua elemen
penilaian pada masing-masing standar. Sedangkan untuk nilai persentase (%) pada
masing-masing standar adalah jumlah nilai (n) dibagi dengan jumlah elemen
43
penilaian standar tersebut dikalikan 10 (sepuluh), kemudian dikalikan dengan
44
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua standar yang terdiri dari 7
standar PKPO telah memenuhi standar akreditasi sesuai dengan SNARS Edisi 1
Tahun 2018 berdasarkan nilai rata-rata persentase pencapaian standar. Untuk lebih
Obat di Instalasi Farmasi RSUD Kota Kendari dengan hasil pencapaian pada
MPO. 4. (66,7%), MPO.5.5 (41,1%), MPO.6. (44,4%) dan MPO.7. (42,5%). Hasil
yang diperoleh menunjukkan bahwa Instalasi Farmasi RSUD Kota Kendari belum
perlu dilakukan evaluasi agar diperoleh hasil yang sesuai dengan standar yang
ditentukan.
penggunaan obat yang telah ditelitinya, terdapat 7 standar yang belum memenuhi
45
identifikasi petugas untuk memberikan obat, monitoring efek obat, identifikasi
produk nutrisi, penyiapan produk steril, dan pecatatan atau pelaporan obat yang
PKPO di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Aulia Ladoyo Blitar belum sepenuhnya
(67,2%), seleksi dan pengadaan (63,3%), penyimpanan (77, 1%), peresepan dan
berupaya mengurangi resiko bagi para pasien dan staf. Dengan demikian
akreditasi diperlukan sebagai cara efektif untuk mengevaluasi mutu suatu Rumah
46
Pengaturan pembagian tanggung jawab bergantung pada struktur
organisasi dan juga staffing. Struktur organisasi dan operasional sistem pelayanan
habis pakai, pelayanan farmasi klinik dan manajemen mutu, dan bersifat dinamis
serta dapat direvisi sesuai kebutuhan dengan tetap menjaga mutu pelayanan. Agar
semua aktivitas pelayanan kefarmasian selain mempunyai izin akan lebih baik
juga apabila sudah terlatih atau memiliki pengalaman serta sering mengikuti
pelatihan dalam bidang manajemen rumah sakit atau pelayanan kefarmasian, agar
Dari hasil observasi yang dilakukan di Instalasi Farmasi BLUD Rumah Sakit
47
b. Standar PKPO.2 (seleksi dan pengadaan)
PKPO. 2 terkait seleksi dan pengadaan obat yang terdiri atas 4(empat)
persentase sebesar 100%. Dimana berdasarkan hasil telusur pada setiap elemen
48
Farmasi BLUD Rumah Sakit Konawe telah terpenuhi lengkap. BLUD RS
Konawe membentuk panitia Farmasi dan Terapi (PFT) yang merupakan unit kerja
kebijakan penggunaan obat di rumah sakit. PFT diketuai oleh seorang dokter yang
mewakili semua spesialisasi yang ada di rumah sakit, Apoteker Instalasi Farmasi
sebagai sekertarisnya dan anggotanya terdiri dari tenaga kesehatan lainnya yaitu
perawat dan bidan. Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) harus dapat membina
hubungan kerja dengan komite lain di dalam Rumah Sakit yang berkaitan dengan
Obat agar dihasilkan Formularium Rumah Sakit yang selalu mutakhir dan dapat
PKPO. 2.1 tentang proses pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
bahan medis habis pakai yang aman, bermutu, bermanfaat, dan berkhasiat sesuai
49
dengan peraturan perundang-undangan. PKPO. 2.1 terdiri dari 4 (empat) elemen
atau dari instalasi farmasi itu sendiri. Adapun Alur pengadaan sediaan farmasi
konsumsi obat dan melakukan evaluasi seleksi obat (lihat dilampiran.6 pada EP.2)
obat tidak tersedia. PKPO. 2.1 terdiri dari 3 (tiga) elemen penilaian berdasarkan
hasil telusur telah terpenuhi lengkap dengan hasil pencapaian standar sebesar
yang dialami pasien. Kondisi pasien yang tidak dapat menunggu obat disarankan
kepada dokter penulis resep untuk melakukan subtitusi yang memiliki efek atau
indikasi yang sama dengan obat tersebut. Sedangkan untuk kondisi pasien yang
bisa menunggu hingga 1 jam maka akan diupayakan pengadaannya melalui dinas
kesehatan atau puskesmas dan juga apotek di sekitar wilayah Kabupaten Konawe.
50
Upaya dalam mengatasi kekosongan obat tersebut dilakukan berdasarkan standar
3. Penyimpanan (PKPO. 3)
51
PKPO. 3.5 Penarikan Sediaan farmasi, Alat
Rumah sakit memiliki sistem Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
penarikan kembali (recall), dilakukan terhadap produk yang izin
pemusnahan sediaan edarnya dicabut oleh Badan Pengawas
farmasi, alat kesehatan, dan Obat dan Makanan (BPOM). Penarikan
bahan medis habis pakai Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
tidak layak digunakan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan oleh
karena rusak, mutu BPOM atau pabrik asal. Penarikan
substandar, atau kembali dilakukan secara rutin atau sesuai
kadaluwarsa. Rumah sakit 100% kejadian untuk menghindari penggunaan
menetapkan dan obat yang kadaluwarsa, berlebih atau
melaksanakan identifikasi ditarik oleh pabrik. Untuk proses
dalam proses penarikan pemusnahan dilakukan apabila produk
kembali (recall) oleh tidak memenuhi persyaratan mutu; telah
Pemerintah, pabrik, atau kadaluwarsa; tidak memenuhi syarat
pemasok. untuk dipergunakan dalam pelayanan
kesehatan atau kepentingan ilmu
pengetahuan; dan telah dicabut izin
edarnya.
alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang baik, benar, serta aman.
menempatkan obat dan perbekalan kesehatan yang diterima pada tempat yang
dinilai aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat
dan perbekalan farmasi (Kemenkes RI, 2010). PKPO. 3 terdiri dari 5 (lima)
elemen penilaian berdasarkan hasil telusur telah terpenuhi lengkap dengan rata-
Penyimpanan obat juga dilakukan dengan melihat jenis obatnya. Obat tablet,
injeksi, obat luar dan alat kesehatan disimpan ditempat terpisah. Obat-obat ditata
dengan rapi di rak, lemari pendingin, dan ada pula yang disimpan pada lemari
khusus. Seluruh tempat penyimpanan obat di inspeksi secara berkala oleh petugas
52
dari instalasi farmasi untuk memastikan obat disimpan secara benar dan tidak
PKPO. 3.1 tentang tata kelola bahan berbahaya, serta obat narkotika
dan psikotropika yang baik, benar, dan aman sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. PKPO. 3.1 terdiri dari 4 (empat) elemen penilaian berdasarkan hasil
telusur telah memenuhi standar atau terpenuhi lengkap dengan hasil pencapaian
psikotropika disimpan dalam lemari khusus dengan double pintu dan double
kunci, dimana kunci dipegang oleh penanggung jawab narkotika dan psikotropika
atau yang didelegasikan. Sedangkan untuk obat atau bahan berbahaya dan bahan
yang mudah terbakar disimpan dalam ruangan khusus terpisah dari gudang induk.
baik, benar, dan aman sesuai dengan peraturan perundang-undangan terdiri dari 3
berwarna merah, diberi label berupa stiker yang bertuliskan “elektrolit tinggi”
seperti misalnya di ruang ICU dan kebidanan pada tempat penyimpanan khusus.
53
PKPO. 3.3 tentang pengaturan penyimpanan dan pengawasan
penggunaan obat tertentu terdiri dari 6 (enam) elemen penilaian berdasarkan hasil
telusur telah terpenuhi sebagian dengan hasil pencapaian sebesar 58,33%. Dari
keenem elemen penilaian tersebut masih ada beberapa elemen yang belum bahkan
penyimpanan produk nutrisi hanya tersedia untuk nutrisi parenteral saja tidak
untuk nutrisi enteral. Sedangakan untuk elemen penilaian 3 dan juga elemen
penilaian enam yaitu terkait tempat penyimpanan bahan radioaktif dan tempat
ada atau termasuk dalam kategori Tidak Dapat Diterapkan (TDD). Untuk
tersimpan di dalam maupun di luar unit farmasi tersedia, tersimpan aman, dan
dimonitor terdiri dari 3 (tiga) elemen penilaian berdasarkan hasil telusur telah
54
PKPO. 3.5 tentang sistem penarikan kembali (recall), pemusnahan sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai tidak layak digunakan
karena rusak, mutu substandar, atau kadaluwarsa. Standar terdiri dari 3 (tiga)
elemen penilaian berdasarkan hasil telusur telah memenuhi standar akreditasi atau
terpenuhi lengkap dengan hasil pencapaian standar sebesar 100%. Recall atau
distributor yang dilakukan jika terdapat perbekalan farmasi yang rusak atau
mendekati waktu kadaluarsa. Untuk bahan farmasi yang rusak atau kadaluarsa
karena perubahan warna sehingga tidak lagi dapat memberikan daya guna, baik
dari segi ekonomi maupun teknis dengan jalan dihapuskan untuk menghindari
biaya yang tinggi dan juga agar dapat menjamin mutu perbekalan farmasi yang
dipakai dan yang didistribusikan ke pasien. Salah satu proses penarikan kembali
pengecekan terhadap fisik perbekalan farmasi dan juga tanggal kadaluarsa obat
serta alat kesehatan. Barang yang rusak akan dikeluarkan dari tempat
55
4. Peresepan dan Penyalinan (PKPO 4)
pengobatan terdiri dari 4 (empat) elemen penilaian berdasarkan hasil telusur telah
memenuhi standar akreditasi atau telah terpenuhi lengkap dengan hasil pencapaian
dalam konsultasi pasien dan dokter. Obat yang diresepkan oleh dokter harus
memenuhi kriteria peresepan obat yang rasional. Peresepan obat yang rasional
56
pengumpulan data pasien melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium atau penunjang lainnya. Dari situ dokter akan membuat hipotesis
atau diagnosis kerja yang selanjutnya akan menuntun dia untuk menentukan
langkah terapi yang diambil termasuk obat-obat yang akan diberikan ke pasien.
dan syarat kelengkapan resep atau pemesanan. Standar terdiri dari 4 (empat)
tata cara peresepan, pemesanan dan pencatatan resep. Karena peresepan obat yang
pengobatan.
Standar terdiri dari 3 (tiga) elemen penilaian berdasarkan hasil telusur telah
bahwa dalam tata laksana penulisan resep tenaga kesehatan yang berkompeten
57
atau berwenang dalam menuliskan resep atau pesanan obat adalah Dokter yang
memiliki Surat Izin Praktek (SIP) yang terdiri dari Dokter umum, Dokter spesialis
PKPO. 4.3 tentang Obat yang diresepkan dan diberikan tercatat di rekam
medis pasien, terdiri dari 2 (dua) elemen penilaian berdasarkan hasil telusur telah
Dimana, untuk catatan obat yang telah diresepkan terdapat Catatan Penggunaan
Obat (CPO), transfer pasien antar ruangan, resume pulang dan juga checklist
aman dan bersih, dimana terdiri dari 4 (empat) elemen penilaian berdasarkan hasil
telusur terdapat beberapa elemen penilaian yang masih terpenuhi sebagian dan
58
juga elemen penilaian yang tidak dapat diterapkan (TDD). Untuk elemen
kemoterapi, dimana obat kemoterapi termasuk dalam jenis obat yang tidak dapat
praktik profesi dalam hal ini apoteker atau tenaga teknik kefarmasian yang
berwenang. Akan tetapi untuk prosesnya itu sendiri masih dilakukan oleh perawat
dan instruksi pengobatan obat ditelaah ketepatannya. Standar terdiri dari 6 (enam)
penyiapan dan penyerahan obat bahwa penyiapan dan penyerahan obat yang tepat
adalah penentu utama dari ketepatan dalam pemberian obat sehingga dapat
mengatur bahwa setiap resep yang diberikan kepada pasien harus disiapkan dan
59
diberikan secara baik dan rasional, sebelum obat diserahkan kepada pasien maka
petugas farmasi (apoteker dan tenaga teknik kefarmasian) harus melakukan telaah
resep terlebih dahulu. Telaah resep dilakukan sesuai kebijakan yaitu meliputi
persyaratan administrasi (nama, tanggal lahir, nomor rekam medis, tanggal resep),
persyaratan farmasetik (kejelasan tulisan resep, tepat obat, tepat dosis, tepat rute,
tepat waktu, duplikasi), persyaratan klinis (interaksi obat, alergi, berat badan
untuk pasien anak, kontra indikasi). Telaah resep tetap dilakukan ketika apoteker
tidak hadir, yaitu dapat dilakukan oleh tenaga teknik kefarmasian yang ditunjuk
60
PKPO. 6 tentang penetapan staf klinis yang kompeten dan berwenang
BLUD RS Konawe telah menerapkan sistem pemberian obat yang baik dan benar
telah ditetapkan, rumah sakit memberikan obat sesuai kewenangan dari masing-
masing staf klinis. Dimana terdapat kebijakan yang mengatur tentang penyiapan
petugas farmasi yang diberi kewenangan untuk penyiapan dan penyerahan obat.
100%.
apakah obat yang akan diberikan telah sesuai resep/permintaan obat. Standar
terdiri dari 3 (tiga) elemen penilaian berdasarkan hasil telusur telah memenuhi
standar akreditasi dengan pencapaian standar sebesar 100%. Dimana dalam proses
pemberian obat, sebelum obat diberikan kepada pasien terlebih dahulu dilakukan
verifikasi terhadap resep. Proses verifikasi dilakukan pada lembar resep yang telah
61
disiapkan memuat tahapan validasi farmasi meliputi interaksi obat, telaah resep
PKPO. 6.2 regulasi tentang obat yang dibawa oleh pasien ke rumah
sakit untuk digunakan sendiri. Standar terdiri dari 3 (tiga) elemen penilaian
kegiatan yang dilakukan dalam membandingkan antara daftar obat yang sedang
digunakan atau obat yang dibawa dari rumah oleh pasien dan obat yang akan
diresepkan, serta daftar obat yang dapat menimbulkan alergi pada pasien baik
berupa obat resep, obat bebas maupun obat herbal. Dimana untuk proses
tersebut tercatat dalam rekam medis dengan mencatat daftar obat sebelum
perawatan/dibawa dari rumah dan juga daftar obat pemberian dari BLUD RS
Konawe.
7. Monitoring (PKPO 7)
62
terhadap kesalahan 100% juga membuat formulir laporan
penggunaan obat monitoring efek samping obat dengan
(medication error) serta menyertakan tindakan atau upaya yang
upaya menurunkan dilakukan untuk mengatasi reaksi efek
angkanya. samping yang ditimbulkan.
PKPO. 7 tentang efek obat dan efek samping obat terhadap pasien
atau pengawasan. Kegiatan ini juga bermanfaat sebagai masukan guna dalam
rumah sakit agar dapat ditingkatkan secara optimal. PKPO. 7 terdiri dari 3 (tiga)
elemen penilaian berdasarkan hasil telusur yang dilakukan bahwa instalasi farmasi
mengenai pengobatan yang telah dilakukan pasien, apoteker mengambil data yang
dibutuhkan dengan metode wawancara kepada pasien terkait terapi obat. Rumah
sakit melakukan pemantauan setelah pemberian obat kepada pasien guna melihat
efek terapi obat yang ditimbulkan. Jika timbul efek obat yang tidak diharapakan
63
PKPO. 7.1 tentang penetapan dan penerapan proses pelaporan serta
hasil telusur telah memenuhi standar akreditasi atau terpenuhi lengkap dengan
obat yang dilakukan di BLUD RS Konawe yaitu sesuai dengan standar prosedur
operasional dimana perawat yang memberikan obat mengamati kejadian atau efek
yang timbul setelah 30 menit pemberian obat, kemudian mencatat efek yang
rekam medis pasien, setelah itu melakukan pelaporan terkait efek yang
ditimbulkan kepada dokter yang merawat, membuat laporan kejadian pada lembar
Informasi Obat (PIO) atau Komite Farmasi dan Terapi (KFT) paling lama 2x24
jam setelah kejadian. Formulir MESO berisi catatan terkait tindakan yang akan
langsung oleh Direktur BLUD RS Konawe yang didampingi oleh ketua tim
akan tetapi terdapat berbagai kendala yang menyebabkan akreditasi dimulai pada
saat gedung baru BLUD RS Konawe telah selesai dibangun. Setelah melakukan
64
berbagai persiapan, BLUD RS Konawe akhirnya berhasil mendapatkan lima
bintang dan dinyatakan lulus akreditasi SNARS dengan kategori paripurna dari
Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS). BLUD RS Konawe kini menjadi salah
satu dari dua rumah sakit di Sulawesi Tenggara yang berakreditasi paripurna,
selain RS Bahteramas.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
65
sebesar 100%, PKPO.5 (persiapan dan penyerahan) sebesar 62,5%, PKPO. 6
(pemberian obat) sebesar 100% dan PKPO. 7 (monitoring) sebesar 100%. Dari 21
standar dan 80 elemen penilaian yang dilakukan bahwa tingkat kesesuaian sistem
Nasional Akreditasi Rumah Sakit (SNARS) telah memenuhi kriteria standar yang
ditetapkan oleh Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS) dengan rata-rata hasil
B. Saran
Konawe dapat menjadi rumah sakit rujukan bagi masyarakat kabupaten konawe
baik, bukan hanya pada sistem pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat,
DAFTAR PUSTAKA
Ade Sukma H., Asri L.R., Gunawan P.W., 2017. Development Strategy of
Pharmacy Departement Based Accreditation Evaluation in RSUD Dr.
Moewardi Surakarta by Hanlon Method. Thesis, Pharmacy Faculty, Setia
Budi University Surakarta. JISIP; 1(2).
66
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 51 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta.
Evi Sa’adah, 2015. Pengaruh Mutu Pelayanan Farmasi terhadap Kepuasan dan
Loyalitas Pasien Rawat Jalan dengan Cara Bayar Tunai. Jurnal Aplikasi
Manajemen (JAM); 13(1).
Fransisca D.K., Lia A., Yusi A., 2016. Analisis Mutu Pelayanan Farmasi di Unit
Rawat Jalan Rumah Sakit X di Bogor. Social Clinical Pharmacy Indonesia
Journal; 1(1).
67
Noval, R.A. Oetari, Gunawan P.W ., 2016. Strategi Pengembangan Instalasi
Farmasi Berbasis Evaluasi Akreditasi Manajemen Penggunaan Obat (MPO)
Rumah Sakit. Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi; 6(3).
Siregar, C.J.P dan Amalia., 2004. Farmasi Rumah Sakit Teori dan Terapan.
Jakarta: Penerbit Buku Kedoktderan EGC.
Ulfah M., Chairun W., Dwi E., 2018. Evaluasi Pengelolaan Obat Tahap
Perencanaan dan Pengadaan di RSUD Muntilan Kabupaten Magelang
Tahun 2015 – 2016. JMPF; 8(1).
68