oleh
Pungki Wahyuningtyas, S.Kep
NIM 182311101115
Laporan Tugas Program Profesi Ners Stase Keperawatan Bedah yang disusun
oleh:
Hari :
Tanggal :
TIM PEMBIMBING
.......................................................... ..........................................................
........................................................... ...........................................................
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN
Laporan Tugas Program Profesi Ners Stase Keperawatan Bedah yang disusun
oleh:
Hari :
Tanggal :
Jember, April 2019
TIM PEMBIMBING
.......................................................... .......................................................
........................................................... .......................................................
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi
B. Anatomi Fisiologi
Otak merupakan sistem saraf pusat dan merupakan organ utama sistem
saraf. Pengalaman sadar seseorang didasarkan pada aktivitas saraf di otak.
Regulasi homeostasis diatur oleh daerah khusus di otak (RICE, 2013).
Bagian- bagian otak menurut RICE (2013) adalah sebagai berikut:
1. Cerebrum
Cerebrum atau otak besar membentuk sebagian besar massa otak. Bagian
yang keriput adalah korteks serebral, dan sisa struktur berada di bawah lapisan
luar itu. Pemisah antara kedua sisi serebrum disebut fisura longitudinal. Ini
memisahkan otak menjadi dua bagian yang berbeda, belahan otak kanan dan kiri.
Fungsi neurologis pada cerebrum yaitu ingatan, emosi, dan kesadaran. Serebrum
terdiri dari materi abu-abu luar (korteks) dan beberapa nukleus dalam yang
termasuk dalam tiga kelompok fungsional penting. Nukleus ini berfungsi dalam
fungsi kognitif dan pengaturan gerak. Otak basal berfungsi dalam pembelajaran
dan memori. Korteks limbik adalah wilayah korteks serebral yang merupakan
bagian dari sistem limbik, kumpulan struktur yang terlibat dalam emosi, memori,
dan perilaku (RICE, 2013).
Gambar 3. Gambar otak lateral dan anterior
C. Epidemiologi
Cedera otak terjadi setiap 15 detik di AS, menghasilkan 1,7 juta korban
cedera kepala baru per tahun. Peristiwa ini bertanggung jawab atas 50.000
kematian, meninggalkan 80.000 orang dengan cacat tetap dan biaya rata-rata
lebih dari 77miliar US $ per tahun. Frekuensi cedera otak saat ini lebih tinggi
daripada penyakit lainnya, termasuk penyakit kompleks seperti kanker payudara,
AIDS, penyakit parkinson dan multiple sclerosis (Prins, 2013)
Epidural Hematom terjadi pada 2% dari semua cedera kepala dan hingga 15%
dari semua trauma kepala fatal. Laki-laki lebih sering terkena daripada
perempuan. Selain itu, insidensinya lebih tinggi di kalangan remaja dan dewasa
muda. Usia rata-rata pasien yang terkena adalah 20 hingga 30 tahun, dan jarang
terjadi setelah 50 hingga 60 tahun. Seiring bertambahnya usia individu, dura
mater menjadi lebih melekat pada tulang di atasnya. Ini mengurangi
kemungkinan bahwa hematoma dapat berkembang di ruang antara cranium dan
dura (Khairat, 2018).
D. Etiologi
1. Trauma tumpul
Kecepatan tinggi : tabrakan motor dan mobil
Kecepatan rendah : terjatuh atau dipukul
2. Trauma tembus
Luka tembus peluru dari cedera tembus lainnya
3. Jatuh dari ketinggian
4. Cedera akibat kekerasan
5. Cedera otak primer
Adanya kelainan patologi otak yang timbul segera akibat langsung dari
trauma. Dapat terjadi memar otak dan laserasi
6. Cedera otak sekunder
Kelainan patologi otak disebabkan kelainan biokimia metabolisme,
fisiologi yang timbul setelah trauma (Tarwoto, 2007). Epidural hematom
umumnya disebabkan oleh pukulan atau tumbukan langsung pada kalvarium yang
menyebabkan terlepasnya perlekatan durameter dari permukaan dalam kalvarium
yang disertai terputusnya atau robeknya pembuluhnya darah baik disertai dengan
atau tanpa adanya fraktur tulang cranium (Purwirantono, 2002). Pada epidural
hematoma yang terjadi ketika pecahnya pembuluh darah umumnya arteri yang
kemudian mengalir ke dalam ruang antara durameter dan tengkorak.
E. Klasifikasi
Berdasarkan mekanisme terjadinya, cedera otak dibedakan menjadi:
1. Cedera percepatan (aselerasi) terjadi jika benda yang sedang bergerak
membentur kepala yang diam, seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau
karena kena lemparan benda tumpul.
2. Cedera perlambatan (deselerasi) adalah bila kepala membentur objek yang
secara relatif tidak bergerak, seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini
mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa
kontak langsung, seperti yang terjadi bila posisi badan diubah secara kasar dan
cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada
kepala, yang menyebabkan trauma regangan dan robekan pada substansi alba dan
batang otak.
3. Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada
permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi.
4. Cedera sekunder, sebagai akibat dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi
serebral. Konsekuensinya meliputi hiperemi (peningkatan volume darah) pada
area peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua
menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan
intrakranial (TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak
sekunder meliputi hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi (Nasir Muhammad, dkk
2012.
Klasifikasi berdasarkan keparahan ini dibagi menurut GCS atau tingkat kesadaran.
Klasifikasinya adalah sebagai berikut.
a. Cedera Otak Ringan (COR) : GCS 13- 15, dapat terjadi kehilangan kesadaran
(pinsan) kurang dari 30 menit atau mengalami amnesia retrograde. Tidak ada
fraktur tengkorak, tidak ada kontusio cerebral maupun hematoma.
b. Cedera Otak Sedang (COS) : GCS 9- 12, kehilangan kesadaran atau amnesia
retrograd lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur
tengkorak.
c. Cedera Otak Berat (COB) : GCS 3-8, kehilangan kesadaran dan atau terjadi
amnesia lebih dari 24 jam. Dapat mengalami kontusio cerebral, laserasi atau
hematoma intracranial.
F. Patofisiologis
Peningkatan tekanan
Defisien volume
intra kranial Hipoksia
cairan
H. Pemeriksaan Diagnostik
1. CT Scan: tanpa/dengan kontras) mengidentifikasi adanya hemoragik,
menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
2. Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral,
seperti pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma.
3. X-ray: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur
garis (perdarahan/edema), fragmen tulang.
4. Analisa gas darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan
(oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
5. Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan tekanan intrakranial (Batticaca, 2008).
I. Kemungkinan Komplikasi
1. Peningkatan tekanan intrakranial, yaitu tekanan yang terjadi pada ruang
serebral akibat bertambahnya volume otak melebihi ambang toleransi
dalam ruang kranium. Hal ini dapat disebabkan karena edema serebri
dan perdarahan serebral.
2. Edema serebri, merupakan keadaan gejala patologis, radiologis, maupun
tampilan intraoperatif dimana keadaan ini mempunyai peranan yang
sangat bermakna pada kejadian pergeseran otak (brain shift) dan
peningkatan tekanan intrakranial
3. Kompresi batang otak sehingga mengakibatkan kematian (Muttaqin,
2008).
J. Penatalaksanaan Medis
1. Penanganan darurat :
a. Dekompresi dengan trepanasi sederhana
b. Kraniotomi untuk mengevakuasi hematom
2. Terapi medikamentosa
a. Memperbaiki/mempertahankan fungsi vital
Usahakan agar jalan nafas selalu babas, bersihkan lendir dan darah
yang dapat menghalangi aliran udara pemafasan. Bila perlu dipasang
pipa naso/orofaringeal dan pemberian oksigen. Infus dipasang
terutama untuk membuka jalur intravena.
b. Mengurangi edema otak
Beberapa cara dapat dicoba untuk mengurangi edema otak:
1) Hiperventilasi, bertujuan untuk menurunkan paO2 darah
sehingga mencegah vasodilatasi pembuluh darah.
2) Cairan hiperosmoler, umumnya digunakan cairan Manitol per
infus untuk menarik air dari ruang intersel ke dalam ruang
intra-vaskular untuk kemudian dikeluarkan melalui diuresis.
3) Barbiturat, digunakan untuk membius pasien sehingga
metabolisme otak dapat ditekan serendah mungkin, akibatnya
kebutuhan oksigen juga akan menurun; karena kebutuhan yang
rendah, otak relatif lebih terlindung dari kemungkinan
kerusakan akibat hipoksi, walaupun suplai oksigen berkurang.
3. Operasi di lakukan bila terdapat :
b. Volume hamatom > 30 ml
c. Keadaan pasien memburuk
d. Fraktur tengkorak terbuka, dan fraktur tengkorak depres dengan
kedalaman >1 cm
e. EDH dan SDH ketebalan lebih dari 5 mm dan pergeseran garis
tengah dengan GCS 8 atau kurang
f. Tanda-tanda lokal dan peningkatan TIK > 25 mmHg (Sidharta, 2005)
Ketidakefektifan pola
nafas
K. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Nama, umur, agama, pendidikan, status, perkawinan
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Pada umumnya klien mengalami penurunan kesadaran baik biasanya
mengeluh sakit atau nyeri kepala, pusing, mual muntah.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Kaji penyebab trauma : biasanya karena kecelakaan lalu lintas atau
sebab lain tanyakan kapan dimana apa penyebab serta bagaimana
proses terjadinya trauma. Apakah saat trauma pingsan, disertai muntah
perdarahan atau tidak. Riwayat amnesia setelah cedera kepala
menunjukkan derajat kerusakan otak.
3) Primary Survey
- Airway apakah ada sumbatan jalan nafas seperti darah secret lidah
dan benda sing lainnya, suara nafas normal/tidak, apakah ada
kesulitan bernafas
- Breathing : pola nafas teratur, observasi keadaan umumdengan
metode : look : liat pergerakan dada pasien,teratur, cepat dalam
atau tidak. Listen : dengarkan aliranudara yang keluar dari hidung
pasien. Feel : rasakanaliran udara yang keluar dari hidung pasien
- Sirkulasi : akral hangat atau dingin, sianosis atau tidak,nadi teraba
apakah ada.
4) Secondary
- Disability apakah terjadi penurunan kesadaran, nilai GCS, pupil
isokor, nilai kekuatan otot, kemampuan ROM.
- Eksposure ada atau tidaknya trauma kepala ada atau tidaknya luka
lecet ditangan atau dikaki. Fareinhead ada atau tidaknya trauma
didaerah kepala, ada tau tidaknya peningkatan suhu yang
mendadak, demam.
5) Riwayat kesehatan terdahulu
Apakah klien pernah mengalami cedera kepala atau penyakit
persyarafan maupun system lain yang dapat memperburuk keadaan
klien. Riwayat trauma yang lalu hipertensi, jantung dan sebagainya.
6) Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada salah satu anggota keluarga yang mengalami penyakit
hipertensi jantung dan sebagainya.
7) Riwayat psikososial
Bagaimana mekanisme klien terhadap penyakit danperubahan
perannya, pola persepsi dan konsep diri sebagairasa tidak berdaya
tidak ada harapan, mudah marah dantidak kooperatif, kondisi ekonomi
klien seperti dampak biaya perawatan dan pengobatan yang besar.
c. Pemeriksaan Fisik Keperawatan
1) Keadaan umum
Tergantung berat ringannya cedera, keadaan umum biasanya lemah
2) Kesadaran
Pada cedera ringan biasanya tidak sadar kurang dari 10 menit,
kemudian sadar. Compas mentis: pada cedera sedang umumnya tidak
sadar lebih dari 10 menit, perubahan kesadaran sampai koma. Pada
cidera berat, tidak sadar lebih dari 24 jam. Perubahan kesadaran
sampai koma.
3) Tanda-tanda vital
Tekanan darah hipertensi bila ada peningkatan Tekanan IntraCranial
dan bisa normal pada keadaan yang lebih ringan, nadi bisa terjadi
bradicardi, tachicardi.
4) Kepala
Kulit kepala: pada trauma tumpul terdapat hematom, bengkak dan
nyeritekan. Pada luka terbuka terdapat robekan dan perdarahan
5) Wajah
Pada cedera kepala sedang, cedera kepala berat yang terjadi
contusion cerebri, terjadi mati rasa pada wajah
6) Mata
Terjadi penurunan fungsi penglihatan, reflek cahayamenurun,
keterbatasan lapang pandang. Dapat terjadi perubahan ukuran
pupil, bola mata tidak dapat mengikuti perintah.
7) Telinga
Penurunan fungsi pendengaran pada trauma yang mengenai lobus
temporal yang menginterprestasikan pendengaran,drainase cairan
spinal pada fraktur dasar tengkorak, kemungkinan adanya
perdarahan dari tulang telinga.
8) Hidung
Pada cedera kepala yang mengalami lobus oksipital yang
merupakan tempat interprestassi penciuman dapat terjadipenurunan
fungsi penciuman. Bisa juga terdapat drainasecaran serebro spinal
pada fraktur dasar tengkorak yang mengenai sinus paranasal
9) Mulut
Gangguan menelan pada cedera kepala yang menekanreflek serta
gangguan pengecapan pada cedera kepala dan berat.
10) Leher
Dapat terjadi gangguan pergerakan pada cedera kepala sedang dan
berat yang menekan pusat motorik, kemungkinan didapatkan kaku
kuduk.
11) Dada.
Inspeksi : biasanya bentuk simetris, terjadi perubahan irama,
frekuensi dan kedalaman pernafasan terdapat retraksi dinding dada
Palpasi : biasanya terjadi nyeri tekan apabila terjadi traumac.
Perkusi : bunyi resonan pada seluruh lapang paru, terkecuali daerah
jantung dan hepar bunyi redup
Auskultasi : biasanya bunyi nafas normal (vesikuler), bisa ronchi
apabila terdapat gangguan, bunyi S1 dan S2 bisa teratur bisa tidak,
perubahan frekuensi dan irama
12) Abdomen
Jika terdapat trauma maka akan timbul jejas ataupun perdarahan
intraabdomen
13) Ekstremitas
Perubahan pada tonus otot ataupun fraktur, hemiparase, hemiplegi
N. Discharge Planning
Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk discharge planning bagi klien dengan
cidera kepala antara lain
Dewanto, George dkk. 2009. Panduan Praktis Diagnosis & Tata Laksana
Penyakit Saraf. Jakarta :EGC
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
Nasir Muhammad, dkk. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Ny. A. Dengan Cedera
Kepala Sedang (CKS) Di Instalasi Gawat Darurat RSUD Sragen.
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Purwiranto. 2002. Akurasi Beberapa Tanda dan Gejala Klinik dalam Menegakkan
Diagnosa Hematoma Epidural pada Kasus Cedera Kepala. Semarang:
Universitas Diponegoro
Smeltzer, Bare. 2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Brunner &
Suddarth. Jakarta : EGC