Makalah Fix
Makalah Fix
UNIVERSITAS JEMBER
JEMBER
2018
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT, atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehungga penulis dapat menyelesaikan
makalah agama yang berjudul “Kerukunan Antar Umat Beragama”.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
Halaman Sampul
Daftar Isi.................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.3 Tujuan.....................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
2.4 Solusi......................................................................................................6
3.1 Kesimpulan...........................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
Islam menjunjung tinggi toleransi untuk memiliki sifat terbuka dan mau
mengakui adanya berbagai macam perbedaan. Hal ini merupakan fitrah dan
sunnatullah yang menjadi ketetapan Allah SWT. Ada istilah tasamuh yang dekat
dengan kerukunan umat beragama. Perilaku tasamuh yaitu tidak saling melanggar
2
batasan, terutama yang berkaitan dengan batasan keimanan atau aqidah. Toleransi
Islam antar umat beragama hanya menyentuh kehidupan sosial.
Kita tidak boleh memaksa seorang pun untuk masuk Islam. Karena, agama
Islam telah jelas semua ajaran dan bukti kebenarannya. Siapa yang mendapat
hidayah, akan dilapangkan dadanya dan terang hatinya, sehingga ia pasti masuk
Islam dengan bukti yang kuat. Meskipun agama Islam mengajarkan toleransi,
3
namun setiap Muslim harus tetap bersikap tegas untuk mempercayai sepenuhnya
bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar dan sempurna.
2. Kepentingan Politik
Faktor Politik, Faktor ini terkadang menjadi faktor penting sebagai kendala
dalam mncapai tujuan sebuah kerukunan antar umat beragama khususnya di
Indonesia, jika bukan yang paling penting di antara faktor-faktor lainnya. Bisa
4
saja sebuah kerukunan antar agama telah dibangun dengan bersusah payah selama
bertahun-tahun atau mungkin berpuluh-puluh tahun, dan dengan demikian kita
pun hampir memetik buahnya.
3. Sikap Fanatisme
Di kalangan Islam, pemahaman agama secara eksklusif juga ada dan
berkembang. Bahkan akhir-akhir ini, di Indonesia telah tumbuh dan berkembang
pemahaman keagamaan yang dapat dikategorikan sebagai Islam radikal dan
fundamentalis, yakni pemahaman keagamaan yang menekankan praktik
keagamaan tanpa melihat bagaimana sebuah ajaran agama seharusnya
diadaptasikan dengan situasi dan kondisi masyarakat. Mereka masih
berpandangan bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar dan dapat
menjamin keselamatan menusia. Jika orang ingin selamat, ia harus memeluk
Islam. Segala perbuatan orang-orang non-Muslim, menurut perspektif aliran ini,
tidak dapat diterima di sisi Allah.
5
juga ada kelompok eksklusif seperti ini. Kelompok Evangelis, misalnya,
berpendapat bahwa tujuan utama gereja adalah mengajak mereka yang percaya
untuk meningkatkan keimanan dan mereka yang berada “di luar” untuk masuk
dan bergabung. Bagi kelompok ini, hanya mereka yang bergabung dengan gereja
yang akan dianugerahi salvation atau keselamatan abadi. Dengan saling
mengandalkan pandangan-pandangan setiap sekte dalam agama teersebut, maka
timbullah sikap fanatisme yang berlebihan.
Dari uraian diatas, sangat jelas sekali bahwa ketiga faktor tersebut adalah
akar dari permasalahan yang menyebabkan konflik sekejap maupun
berkepanjangan.
2.4 Solusi
1.Dialog Antar Pemeluk Agama
Sejarah perjumpaan agama-agama yang menggunakan kerangka politik
secara tipikal hampir keseluruhannya dipenuhi pergumulan, konflik dan
pertarungan. Karena itulah dalam perkembangan ilmu sejarah dalam beberapa
dasawarsa terakhir, sejarah yang berpusat pada politik yang kemudian disebut
sebagai “sejarah konvensional” dikembangkan dengan mencakup bidang-bidang
kehidupan sosial-budaya lainnya, sehingga memunculkan apa yang disebut
sebagai “sejarah baru” (new history). Sejarah model mutakhir ini lazim disebut
sebagai “sejarah sosial” (social history) sebagai bandingan dari “sejarah politik”
(political history). Penerapan sejarah sosial dalam perjumpaan Kristen dan Islam
di Indonesia akan sangat relevan, karena ia akan dapat mengungkapkan sisi-sisi
lain hubungan para penganut kedua agama ini di luar bidang politik, yang sangat
boleh jadi berlangsung dalam saling pengertian dan kedamaian, yang pada
gilirannya mewujudkan kehidupan bersama secara damai (peaceful co-existence)
di antara para pemeluk agama yang berbeda.
Hampir bisa dipastikan, perjumpaan Kristen dan Islam (dan juga agama-
agama lain) akan terus meningkat di masa-masa datang. Sejalan dengan
peningkatan globalisasi, revolusi teknologi komunikasi dan transportasi, kita akan
6
menyaksikan gelombang perjumpaan agama-agama dalam skala intensitas yang
tidak pernah terjadi sebelumnya. Dengan begitu, hampir tidak ada lagi suatu
komunitas umat beragama yang bisa hidup eksklusif, terpisah dari lingkungan
komunitas umat-umat beragama lainnya. Satu contoh kasus dapat diambil: seperti
dengan meyakinkan dibuktikan Eck (2002), Amerika Serikat, yang mungkin oleh
sebagian orang dipandang sebagai sebuah “negara Kristen,” telah berubah
menjadi negara yang secara keagamaan paling beragam. Saya kira, Indonesia,
dalam batas tertentu, juga mengalami kecenderungan yang sama. Dalam
pandangan saya, sebagian besar perjumpaan di antara agama-agama itu,
khususnya agama yang mengalami konflik, bersifat damai. Dalam waktu-waktu
tertentu ketika terjadi perubahan-perubahan politik dan sosial yang cepat, yang
memunculkan krisis pertikaian dan konflik sangat boleh jadi meningkat
intensitasnya. Tetapi hal ini seyogyanya tidak mengaburkan perspektif kita,
bahwa kedamaian lebih sering menjadi feature utama. Kedamaian dalam
perjumpaan itu, hemat saya, banyak bersumber dari pertukaran (exchanges) dalam
lapangan sosio-kultural atau bidang-bidang yang secara longgar dapat disebut
sebagai “non-agama.”
2. Bersikap Optimis
Walaupun berbagai hambatan menghadang jalan kita untuk menuju sikap
terbuka, saling pengertian dan saling menghargai antaragama, saya kira kita tidak
perlu bersikap pesimis. Sebaliknya, kita perlu dan seharusnya mengembangkan
optimisme dalam menghadapi dan menyongsong masa depan dialog.Paling tidak
ada tiga hal yang dapat membuat kita bersikap optimis.
7
Pertama, pada beberapa dekade terakhir ini studi agama-agama, termasuk
juga dialog antaragama, semakin merebak dan berkembang di berbagai
universitas, baik di dalam maupun di luar negeri. Selain di berbagai perguruan
tinggi agama, IAIN dan Seminari misalnya, di universitas umum seperti
Universitas Gajah Mada, juga telah didirikan Pusat Studi Agama-agama dan
Lintas Budaya. Meskipun baru seumur jagung, hal itu bisa menjadi pertanda dan
sekaligus harapan bagi pengembangan paham keagamaan yang lebih toleran dan
pada akhirnya lebih manusiawi. Juga bermunculan lembaga-lembaga kajian
agama, seperti Interfidei dan FKBA di Yogyakarta, yang memberikan sumbangan
dalam menumbuhkembangkan paham pluralisme agama dan kerukunan
antarpenganutnya.
8
aktor politik di negeri kita untuk tidak memakai agama sebagai instrumen politik
dan tidak lagi menebar teror untuk mengadu domba antarpenganut agama.
Jika tiga hal ini bisa dikembangkan dan kemudian diwariskan kepada
generasi selanjutnya, maka setidaknya kita para pemeluk agama masih
mempunyai harapan untuk dapat berkomunikasi dengan baik dan pada gilirannya
bisa hidup berdampingan lebih sebagai kawan dan mitra daripada sebagai lawan.
Agama islam adalah agama yang allah turunkan sejak manusia pertama,
nabi pertama yaitu nabi adam as. Agama islam itu kemudian allah turunkan secara
berkisenambungan pada para nabi dan rasul rasulnya. Aknir proses penurunan
agama islam itu baru menjadi pada masa kerasulan nabi Muhammad pada awal
abad ke-v11 masehi. Islam sbagai nama agama yang allah turunkan belum
dinyatakan secara eksplisit pada masa kerasulan sebelum nabi Muhammad saw.
Tetapi makna yang substansi ajaranya secara implicit memiliki persamaan yang
dapat dipahami yang dapat dipahami dari penyataan sikap para rasul.
Sebagaimana firman allah dalam surah al- baqarah ayat 132 yang artinya:
"hai anak anakku (kata Ibrahim )sesungguhnya allah telah memilih agama ini
bagimu maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama islam." (Q S
al-baqarah 132)
9
‘’dan tidaklah kami mengutus kamu, melainkan untuk menjadi rahmat bagi
semesta alam’’(QS al- anbiya ‘ayat 107)"
10
2. Kekurangan pengetahuan pemeluk agama akan agamanya atau sendiri atau
agama pihak lain
3. Para pemwluk agamma tidak mampu menahan diri, sehingga kurang
menghormati bahkan memandang renda agama lain.
4. Kaburnya batas antara sikap memegang teguh keyakinan agama dan toleransi
dalam dalam kehidupan masayarakat
5. Kecurigaan masing masing akan kejujuran pihak lain, baik intern ummat,
beragama maupun antara ummat beragama dengan pemerintah
6. Kurangnya saling pengertian dalam menghadapi masalah perbedaan pendapat
Dalam pembinaan ummat beragama, para pemimpin dan tokoh dalam mempunyai
peranan yang besar, yaitu:
1. Menerjemahkan nilai nilai dan norma norma agama dalam masyarakat
2. Menerjemahkan gagasan pembangunan kedalam bahasa yang di mengerti
masyarakat
3. Memberikan pendapat, saran dan kritik yang sehat terhadap ide ide dan cara
cara yang di lakukan untuk tugasnyanya pembangunan
4. Mendorong pembangunan dan membimbing masyarakat dan ummat beragama
untuk serta dalam usaha
11
di sebut orang watsani, dan orang orang ahli kitab baik orang yahudi maupun
orang nasrani.
Bentuk amar ma’ruf dan nahi munkar yang bersistem diantaranya adalah:
1. Mendirikan mesjid
2. Menyelenggarakan pengajian
3. Mendirikan lembaga wakaf
12
4. Mendirikan lembaga pendidikan islam
5. Mendirikan lembaga keuangan atau perbangkan syariah
6. Mendirikan media massa islam, Koran, radio, tv dan lain lain
7. Mendirikan panti rehabilitasi anak anak nakal
8. Mendirikan pesantren
9. Menyelenggarakan kajian-kajian islam
10. Membuat jaringan informasi social
13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
14
DAFTAR PUSTAKA
Rusydi Ibnu dan Siti Zolehah. 2018. Makna Kerukunan Antar Umat Beragama
dalam Konteks Keislaman dan Keindonesiaan. Indramayu: Universitas Wiralodra.
http://www.tugasku4u.com/2013/02/makalah-kerukunan-antar-umat-
beragama.html
Ansari, Zafar Ishaq & John L. Esposito, eds., 2001, Muslims and the West:
Encounter and Dialogue, Islamabad & Washington DC., Islamic Research
Institute, International Islamic University & Center for Muslim-Christian
Understanding, Georgetown University
Ansari, Zafar Ishaq & John L. Esposito, eds., 2001, Muslims and the West:
Encounter and Dialogue, Islamabad & Washington DC., Islamic Research
Institute, International Islamic University & Center for Muslim-Christian
Understanding, Georgetown University. Hlm 57-58