Anda di halaman 1dari 30

Case Report Session

KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

Oleh:
Annisa Rahmi Adriyanti 1210312041
Berliana Islamiyarti Hydra 1740312052
Sri Shinta Agustin 1740312252

Pembimbing:
dr. H. Muslim Nur, Sp.OG (K)
dr. M. Alam Patria, Sp.OG
dr. Susanti Apriani, Sp.OG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS


BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RSUD Dr. MUHAMMAD ZEIN PAINAN
2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kehamilan ektopik merupakan suatu kelainan pada proses kehamilan yang menyebabkan
hasil konsepsi berimplantasi dan tumbuh di luar kavum uteri yang sering berujung pada kematian
fetus. Lebih dari 95% kehamilan ektopik berada di tuba Fallopii. Selain itu kehamilan ektopik
juga dapat terjadi pada serviks, ovarium, dan abdominal. Pada tahap awal perkembangannya,
embrio tumbuh dan berkembang, jika dibiarkan perkembangan embrio akan melebihi kapasitas
ruang tempat implantasi menyebabkan ruptur tempat implantasi menjadi kehamilan ektopik
terganggu.1,2,3
Kejadian yang mungkin terjadi pada kehamilan ektopik adalah ruptur tuba, abortus tuba
atau pregnancy failure with resolution. Gambaran klinik klasik untuk kehamilan ektopik adalah
trias kehamilan ektopik yaitu, terlambat haid, nyeri abdomen, dan perdarahan pervaginam atau
bercak (spotting). Gambaran tersebut menjadi sangat penting dalam memikirkan diagnosis pada
pasien yang datang dengan kehamilan di trimester pertama. Namun hanya 50% pasien yang
menunjukkan gejala yang khas, sehingga sering di diagnosis banding dengan apendisitis akut,
salpingitis, puntiran tangkai kista ovarium dan sebagainya.2,3,4
Kehamilan ektopik terganggu dapat menyebabkan nyeri yang hebat pada abdomen,
perdarahan dan syok pada pasiennya. Kematian ibu karena kehamilan ektopik terganggu
cenderung menurun dengan diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup. Namun bila
pertolongan terlambat, maka angka kematian akan meningkat sehingga kemampuan untuk
menegakkan diagnosis dini sehingga dapat diintervensi secepatnya.2 Oleh karena itu pada
makalah ini akan dibahas mengenai kehamilan ektopik terganggu.

1.2 Tujuan Penulisan


Penulisan makalah ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman mengenai kehamilan
ektopik terganggu.

1.3 Batasan Masalah


Batasan masalah dalam penulisan makalah ini membahas mengenai definisi, epidemiologi,
etiologi dan faktor resiko, patofisiologi, gejala klinis, penatalaksanaan dan prognosis kehamilan
ektopik terganggu.

2
1.4 Metode Penulisan
Penulisan makalah ini menggunakan metode penulisan laporan kasus dan tinjauan
kepustakaan yang merujuk pada berbagai literature.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1.Definisi
Kehamilan ektopik merupakan suatu kelainan pada proses kehamilan yang menyebabkan
hasil konsepsi berimplantasi dan tumbuh di luar kavum uteri yang sering berujung pada kematian
fetus. Lebih dari 95% kehamilan ektopik berada di tuba Fallopii. Selain itu kehamilan ektopik
juga dapat terjadi pada serviks, ovarium, dan abdominal.1,2,3
Pada tahap awal perkembangannya, embrio dapat tumbuh dan berkembang di dalam
saluran tuba tetapi jika dibiarkan maka perkembangan embrio tersebut dapat menyebabkan
ruptur/pecahnya saluran tuba atau tempat implantasi lainnya karena berkembang melebihi
kapasitas ruang tempat implantasi dan menjadi kehamilan ektopik yang terganggu.2

1.2 Klasifikasi
Berdasarkan lokasi implantasinnya, kehamilan ektopik dapat dibagi menjadi 5, yaitu2,4:
1. Kehamilan tuba, meliputi > 95 % yang terdiri atas: pars ampularis (55 %), pars ismika
(25 %), pars fimbrae (17 %), dan pars intestitialis (2 %).
2. Kehamilan ektopik lain (<5 %) antara lain terjadi di serviks uterus, ovarium, abdominal,
luka beka SC (Cesarean scar), dan tempat tak terduga lain (omentum, limpa, hati,
retroperitoneum).
3. Kehamilan intraligamenter, jumlahnya sangat sedikit.
4. Kehamilan heterotopik, merupakan kehamilan ganda dimana satu janin berada di kavum
uteri sedangkan yang lain merupakan kehamilan ektopik. Kejadian sekitar satu per
15.000 – 40.000 kehamilan.
5. Kehamilan ektopik bilateral. Kehamilan ini pernah dilaporkan walaupun sangat jarang
terjadi.

4
Gambar 1.1 Lokasi Implantasi pada Kehamilan Ektopik4

1.3 Epidemiologi
Insiden dari kehamilan ektopik digambarkan dalam berbagai macam cara pada beberapa
literatur. Denominator yang paling umum digunakan adalah jumlah konsepsi yang dikenali, yang
mana digambarkan sebagai jumlah kehamilan ektopik per 1000 konsepsi. Denominator lainnya
adalah jumlah wanita dalam usia produktif, yang digambarkan sebagai jumlah kehamilan ektopik
per 10.000 wanita dalam rentang usia 14-44 tahun, dan jumlah total kelahiran yang digambarkan
sebagai jumlah kehamilan ektopik per 1000 kelahiran.2
Di Inggris, kehamilan ektopik masih merupakan penyebab terbesar pada kematian ibu
hamil trimester pertama. Hampir 32.000 kehamilan ektopik terjadi yang tercatat setiap tahunnya.
Di Amerika Serikat, jumlah kejadian setiap tahunnya menurun dari 58.178 pada tahun1992
menjadi 35.382 pada tahun 1999. Di Norwegia, diperkirakan angka kejadian ini menurun seiring
dengan menurunnya angka kejadian Pelvic Inflammatory Disease (PID). Sedangkan di Indonesia
kejadian kehamilan ektopik sekitar 5 – 6 per seribu kehamilan2,5.

1.4 Etiologi dan Faktor Risiko


Etiologi kehamilan ektopik telah banyak diselidiki, namun sebagian besar penyebabnya
masih tidak diketahui. Pada tiap kehamilan akan dimulai dengan pembuahan di dalam ampulla

5
tuba, dan dalam perjalanan ke dalam uterus telur mengalami hambatan sehingga pada saat nidasi
masih berada di tuba, atau nidasinya di tuba dipermudah.2
Normalnya, sel telur dibuahi di tuba fallopii dan berjalan kedalam tuba ketempat
implantasi. Mekanisme apapun yang mengganggu fungsi normal dari tuba fallopii selama proses
ini meningkatkan resiko terjadinya kehamilan ektopik. Kehamilan ovarium dapat terjadi apabila
spermatozoa memasuki folikel de Graaf yang baru pecah dan membuahi sel telur yang masih
tinggal dalam folikel, atau apabila sel telur yang dibuahi bernidasi di daerah endometriosis di
ovarium. Kehamilan intraligamenter biasanya terjadi sekunder dari kehamilan tuba atau
kehamilan ovarial yang mengalami ruptur dan mudigah masuk di antara 2 lapisan ligamentum
latum. Kehamilan servikal berkaitan dengan faktor multiparitas yang beriwayat pernah
mengalami abortus atau operasi pada rahim termasuk seksio sesarea. Sedangkan kehamilan
abdominal biasanya terjadi sekunder dari kehamilan tuba, walau ada yang primer terjadi di
rongga abdomen.3,6
Secara ringkas dapat dipisahkan faktor risiko yang dapat mendukung terjadinya
kehamilan ektopik2:
1. Faktor dalam lumen tuba :
a) Endosalpingitis dapat menyebabkan perlengketan endosalping, sehingga lumen tuba
menyempit atau membentuk kantong buntu;
b) Lumen tuba sempit dan berlekuk-lekuk yang dapat terjadi pada hipoplasia uteri. Hal
ini dapat disertai kelainan fungsi silia endosalping;
c) Lumen tuba sempit yang diakibatkan oleh operasi plastik tuba dan sterilisasi yang
tidak sempurna.
2. Faktor pada dinding tuba :
a) Endometriosis tuba, dapat memudahkan implantasi telur yang dibuahi dalam tuba;
b) Divertikel tuba kongenital atau ostium assesorius tubae dapat menahan telur yang
dibuahi ditempat itu.
3. Faktor diluar dinding tuba :
a) Perlekatan peritubal dengan distorsi atau lekukan tuba dapat menghambat perjalanan
telur;
b) Tumor yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan lumen tuba.

6
4. Faktor abnormalitas dari zigot
Apabila tumbuh terlalu cepat atau tumbuh dengan ukuran besar, maka zigot akan
tersendat dalam perjalanan pada saat melalui tuba, kemudian terhenti dan tumbuh di saluran
tuba.
5. Faktor ovarium
Bila ovarium memproduksi ovum dan ditangkap oleh tuba yang kontralateral, dapat
membutuhkan proses khusus atau waktu yang lebih panjang sehingga kemungkinan
terjadinya kehamilan ektopik lebih besar.
6. Faktor hormonal
Pada akseptor, pil KB yang hanya mengandung progesterone dapat mengakibatkan
gerakan tuba melambat. Apabila terjadi pembuahan dapat menyebabkan terjadinya
kehamilan ektopik.
7. Faktor lain
Pemakaian IUD dimana proses peradangan yang dapat timbul pada endometrium dan
endosalping dapat menyebabkan terjadinya kehamilan ektopik.

1.5 Patofisiologi
Pada kehamilan ektopik, karena tuba fallopi tidak memiliki lapisan submukosa, ovum
yang telah dibuahi langsung tertanam ke epitel. Zigot akan berkembang mendekati otot dan
trofoblas akan berkembang dengan cepat. Embrio atau fetus pada kehamilan ektopik sering tidak
ada atau stunted.4
Kejadian yang mungkin terjadi pada kehamilan ektopik adalah ruptur tuba, abortus tuba
atau pregnancy failure with resolution. Pada ruptur, akibat perkembangan hasil konsepsi dan
perdarahan terkait dapat merobek tuba fallopi dari berbagai sisi. Jika ruptur terjadi pada beberapa
awal minggu kehamilan lokasi yang paling memungkinkan adalah di portio isthmus, sedangkan
ampula sedikit lebih distensible. Biasanya kehamilan ektopik tuba akan pecah spontan tetapi bisa
juga pecah akibat koitus atau pemeriksaan bimanual.3,4
Abortus biasanya terjadi pada kehamilan ektopik di fimbrial dan ampulla, dimana ruptur
biasa terjadi pada kehamilan ektopik di isthmus. Akibat terjadinya abortus tuba, hubungan antara
plasenta, membran dan dinding tuba terganggu karena adanya perdarahan. Jika plasenta terlepas
seluruhnya, seluruh hasil konsepsi dikeluarkan melalui fimbria ke rongga peritoneal. Pada
keadaan ini, perdarahan bisa berhenti dan gejala akhirnya menghilang. Beberapa kasus,

7
perdarahan menetap selama hasil konsepsi tersisa di tuba. Darah perlahan-lahan keluar dari
fimbrial tuba masuk ke rongga peritoneum dan biasanya menumpuk di rectouterine cul-de-sac4
Kemungkinan lain yang dapat terjadi pada kehamilan ektopik dalam tuba, yaitu3,4:
1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi
Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati karena vaskularisasi
kurang, dan dengan mudah terjadi resorbsi total. Dalam keadaan ini penderita tidak mengeluh
apa-apa, hanya haidnya saja yang terlambat untuk beberapa hari.
2. Abortus tuba
Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh darah oleh villi
koriales pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan mudigah dari koriales pada
dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya pseudokapsularis. Pelepasan ini dapat
terjadi sebagian atau seluruhnya, tergantung dari derajat perdarahan yang timbul. Bila
pelepasan menyeluruh, mudigah dengan selaputnya dikeluarkan dalam lumen tuba dan
kemudian didorong oleh darah kearah ostium tuba abdominale. Frekuensi abortus dalam tuba
tergantung pada implantasi telur yang dibuahi. Abortus tuba lebih umum terjadi pada
kehamilan tuba pars ampullaris, sedangkan penembusan dinding tuba oleh villi koriales kea
rah peritoneum biasanya terjadi pada kehamilan pars isthmika. Perbedaan ini disebabkan
karena lumen pars ampullaris lebih luas, sehingga dapat mengikuti lebih mudah pertumbuhan
hasil konsepsi dibandingkan dengan bagian isthmus dengan lumen sempit.
Pada pelepasan hasil konsepsi yang tidak sempurna pada abortus, perdarahan akan
terus berlangsung, dari sedikit-sedikit oleh darah, sampai berubah menjadi mola kruenta.
Perdarahan akan keluar melalui fimbriae dan masuk rongga abdomen dan terkumpul secara
khas di kavum Douglas dan akan membentuk hematokel retrouterina. Bila fimbriae tertutup,
tuba fallopii dapat membesar karena darah dan membentuk hematosalping.
3. Ruptur tuba
Penyusupan, dan perluasan hasil konsepsi dapat mengakibatkan ruptur pada saluran
lahir pada beberapa tempat. Sebelum metode pengukuran kadar korionik gonadotropin
tersedia, banyak kasus kehamilan tuba berakhir pada trimester pertama oleh rupture
intraperitoneal. Pada kejadian ini lebih sering terjadi bila ovum berimplantasi pada isthmus
dan biasanya muncul pada kehamilan muda, sedangkan bila berimplantasi di pars

8
intersisialis, maka muncul pada kehamilan yang lebih lanjut. Ruptur dapat terjadi secara
spontan, atau karena trauma ringan seperti koitus atau pemeriksaan vagina.

Gambar 1.2 Ruptur Tuba.

Gambar 1.3 Ruptur Ampula Tuba pada Kehamilan Ektopik Dini.


Ruptur sekunder dapat terjadi bila terjadi abortus dalam tuba dan ostium tuba
tertutup. Dalam hal ini dinding tuba yang sudah menipis karena invasi dari trofoblas, akan
pecah karena tekanan darah dalam tuba. Kadang-kadang ruptur terjadi diarah ligamentum
latum dan terbentuk hematoma intraligamenter. Jika janin hidup terus, terdapat kehamilan
intraligamenter. Pada ruptur ke rongga perut, seluruh janin dapat keluar dari tuba, tetapi bila
robekan kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil konsepsi dikeluarkan dari tuba. Bila pasien tidak

9
mati dan meninggal karena perdarahan, nasib janin bergantung pada kerusakan yang diderita
dan tuanya kehamilan. Bila janin mati dan masih kecil, dapat diresorbsi kembali, namun bila
besar, kelak dapat diubah menjadi litopedion. Bila janin yang dikeluarkan tidak mati dengan
masih diselubungi oleh kantong amnion dan dengan plasenta yang utuh, kemungkinan
tumbuh terus dalam rongga abdomen sehingga terjadi kehamilan abdominal sekunder.
1.6 Gambaran Klinis
Pada wanita dengan faktor resiko untuk kehamilan ektopik, dapat dilakukan tes hormonal
awal dan sonografi vagina, sehingga dimungkinkan untuk menegakkan diagnosis dari kehamilan
ektopik sebelum timbulnya gejala. Namun, bila umur gestasi sudah meningkat dan perdarahan
intraperitoneal muncul karena keluarnya dari fimbriae atau ruptur, maka dapat timbul gejala. Bila
memang terjadi kehamilan ektopik namun belum muncul gejala, maka kita sebut kehamilan
ektopik belum terganggu.1,4
Gambaran klinik klasik untuk kehamilan ektopik adalah trias kehamilan ektopik yaitu,
terlambat haid, nyeri abdomen, dan perdarahan pervaginam atau bercak (spotting). Gambaran
tersebut menjadi sangat penting dalam memikirkan diagnosis pada pasien yang datang dengan
kehamilan di trimester pertama. Namun sayangnya, hanya 50% pasien dengan kehamilan ektopik
ini yang menampilkan gejala-gejala tersebut secara khas. Gejalanya antara lain, yaitu1,2,3,4:
1. Terdapat tanda-tanda kehamilan muda
Seperti mual, muntah, uterus membesar dan lembek, yang mungkin tidak sesuai dengan
usia kehamilan.
2. Nyeri abdomen
Nyeri abdomen umumnya mendahului keluhan perdarahan pervaginam. Nyeri yang dapat
dirasakan pada satu sisi atau kedua sisi perut bagian atas, bawah, atau seluruh bagian perut.
Nyeri yang diakibatkan ruptur tuba berintensitas tinggi dan terjadi secara tiba-tiba. Penderita
dapat jatuh pingsan dan syok. Nyeri akibat abortus tuba tidak sehebat nyeri akibat ruptur
tuba, dan tidak terus-menerus. Pada awalnya nyeri terdapat pada satu sisi, tetapi setelah darah
masuk ke rongga abdomen dan merangsang peritoneum, nyeri menjadi menyeluruh. Kadang-
kadang pasien merasakan nyeri yang menjalar ke bahu. Hal ini disebabkan iritasi diafragma
oleh hemoperitoneum.

10
3. Terlambat menstruasi atau Amenorhea
Keterlambatan menstruasi tergantung pada usia gestasi. Penderita mungkin tidak
menyangka bahwa dirinya hamil, atau mengalami keguguran (abortus tuba) atau menyangka
dirinya hamil normal. Sebagian penderita tidak mengeluhkan keterlambatan haid karena
kematian janin terjadi sebelum haid berikutnya.
4. Perdarahan pervaginam
Perdarahan pervaginam berasal dari pelepasan desidua dari kavum uteri dan dari abortus
tuba. Umumnya perdarahan tidak banyak dan berwarna coklat tua.
5. Tanda-tanda syok
Penderita pucat, kesadaran menurun atau lemah, Nadi lemah, tekanan darah menurun
akibat kehilangan banyak darah.
6. Gangguan vasomotor
Berupa vertigo atau sinkop, payudara terasa penuh, fatigue.
7. Iritasi diafragma bila perdarahan intraperitoneal cukup banyak
Berupa kram yang berat dan nyeri pada bahu atau leher, terutama saat inspirasi.

1.7 Diagnosis
Dalam mendiagnosis kehamilan ektopik, kita harus menggunakan pendekatan
multimodalitas dikarenakan banyaknya gejala nyeri perut yang menyertai suatu kehamilan. Nyeri
yang muncul dari kondisi uterus seperti abortus, infeksi uterus, hamil mola, dan lainnya.
Penyakit pada adneksa yang menyertai kehamilan ektopik, seperti perdarahan, ruptur, atau
terpuntirnya ovarium, salfingitis, atau abses tuboovarian. Penyakit non-ginekologi yang dapat
menyebabkan nyeri perut bagian bawah pada awal kehamilan seperti, apendisitis, sistitis, batu
ginjal, atau gastroenteritis.4
Kesukaran membuat diagnosis yang pasti pada kehamilan ektopik yang belum terganggu
sangat besar, sehingga pasien harus mengalami ruptur atau abortus dahulu sehingga
menimbulkan gejala. Dalam menegakkan diagnosis, dengan anamnesis yang teliti dapat
dipikirkan kemungkinan adanya kehamilan ektopik, namun untuk menegakkan diagnosis pasti
harus dibantu dengan pemeriksaan fisik yang cermat dan dibantu dengan alat bantu diagnostik.
Sekarang ini, peran alat bantu diagnostik sangatlah penting, dan sudah merupakan sesuatu yang
harus dilakukan, apabila memang tersedia, untuk menentukan diagnosis.2

11
1.7.1 Anamnesis.
Pada anamnesis biasanya didapatkan keluhan terlambat haid untuk beberapa waktu dan
kadang-kadang terdapat gejala subjektif kehamilan muda. Terdapat nyeri perut bagian bawah,
nyeri bahu, dan kadang-kadang tenesmus. Perdarahan pervaginam dapat terjadi, dan biasanya
terjadi setelah muncul keluhan nyeri perut bagian bawah, berapa jumlah perdarahannya, warna
dari darahnya, apakah mengalir seperti air atau hanya seperti tetesan saja, dan apakah keluar
gumpalan-gumpalan. Ditanyakan juga riwayat kehamilan sebelumnya, bila sudah pernah hamil,
riwayat menstruasinya.1,2,4
1.7.2 Pemeriksaan umum.
- Pada pemeriksaan umum, penderita dapat tampak pucat dan kesakitan.
- Pada perdarahan aktif : tanda syok (bradikardia dan hipotensi)
- Nyeri perut yang mendadak dan nyeri tekan.1,2,4
1.7.3 Pemeriksaan ginekologi
- Perabaan serviks dan gerakkannya menyebabkan nyeri goyang portio.
- Bila uterus dapat diraba, maka akan teraba sedikit membesar dan kadang-kadang teraba
tumor disamping uterus dengan batas yang sukar ditentukan.
- Kavum Douglas juga teraba menonjol dan nyeri raba yang menunjukkan adanya
hematokel retrouterina.2,7
1.7.4 Pemeriksaan laboratorium
- Beta-human chorionic gonadotropin (β-hCG). Pemeriksaan tunggal tes β-hCG kuantitatif
ini berguna untuk mendiagnosis kehamilan, namun tidak dapat membedakan antara
kehamilan ektopik atau kehamilan intrauterin.
- Pemeriksaan darah rutin untuk mengetahui kadar hemoglobin dan atau hematokrit yang
dapat rendah bila terjadi perdarahan yang sudah lama. Juga dinilai kadar leukosit untuk
membedakan apakah terjadi infeksi yang bisa disebabkan oleh kehamilan ektopik ini atau
dugaan adanya infeksi pelvik. Pada infeksi pelvik biasanya lebih tinggi hingga dapat
lebih dari 20.000 /mm3.2,4,8
1.7.5 Pemeriksaan penunjang lain
Beberapa prosedur yang dapat digunakan untuk membantu mendiagnosis kehamilan
ektopik adalah berikut ini1,4:
A. Kuldosentesis

12
Sebelum adanya perkembangan dari sonografi pelvis, terutama transvaginal,
kuldosentesis merupakan salah satu alat bantu diagnosis sederhana yang penting untuk
mengenali kehamilan ektopik. Penemuan hasil berupa cairan yang mengandung bekuan
darah atau cairan berdarah yang tidak membeku (hemoperitoneum) pada kuldosentesis dan
terutama bila hematokrit lebih dari 15 % adalah bantuan yang amat berguna.

Gambar 1.4 Teknik untuk Mengidentifikasi Hemoperitoneum. (A). Hasil TVS menunjukkan adanya
akumulasi cairan pada retrouterin cul-de-sac. (B). Kuldosentesis pada forniks posterior vagina.
B. Laparaskopi
Diagnosis definitif dari kehamilan ektopik dapat hampir selalu ditegakkan dengan
melihat organ pelvis secara langsung melalui laparaskopi. Namun, dengan adanya
hemoperitoneum, adhesi, atau kegemukan dapat menjadi penyulit dari laparaskopi. Dalam
penelitian oleh Samuellson dan Sjovall, didapatkan ada 4 dari 166 kehamilan ektopik yang
tidak dapat dilihat oleh laparaskopis karena hal diatas, sehingga ada kemungkinan 2-5 %
terjadi false-positif atau false-negatif.
C. Progesteron Serum
Pemeriksaan kadar serum progesterone dapat membantu diagnosis kehamilan ektopik.
Nilai lebih dari 25 ng/ml dapat menepis adanya kehamilan ektopik dengan sensitivitas 92,5
persen. Nilai dibawah 5 ng/ml juga ditemukan pada 0,3 persen kehamilan normal. Menurut
American College of Obstetricians and Gynecologist (2012), pada kadar preogesteron <5
ng/ml mengarahkan pada kehamilan intrauterin yang mati atau pada kehamilan ektopik,
karena pada kebanyakan kasus kehamilan ektopik kadar progesteron berada diantara 10-25
ng/ml.

13
D. Ultrasonography
Pada perempuan yang diduga mengalami kehamilan ektopik, transvaginal sonography
(TVS) digunakan untuk melihat apakah kehamilan berada pada intrauterin atau merupakan
suatu kehamilan ektopik. Pada saat penilaian endometrium dengan TVS, kantong gestasi
dapat terlihat antara minggu 4½ - 5 kehamilan. Yolk sac dapat terlihat antara minggu 5 – 6
kehamilan, dan fetal pole dengan adanya aktivitas jantung pertama kali dapat terdeteksi pada
minggu 5½ - 6 kehamilan. Pada transabdominal ultrasonografi biasanya ditemukan lebih
terlambat.
Sebagai acuan, pada kehamilan ektopik ditemukan ”trilaminar endometrial pattern”
yang spesifik 94 persen, tapi sensitivitas hanya 38 persen. Akumulasi cairan anechoic yang
terlihat normalnya merupakan gambaran kantong gestasi di awal kehamilan intrauerin dapat
juga terlihat pada kehamilan ektopik. Gambaran ini terdiri dari pseudogestational sac
(kantong gestasi palsu) dan kista desidual. Kedua gambaran ini sangat berbeda dengan tanda
intradesidual yang terlihat pada kehamilan intrauterin.
Pada tuba dapat ditemukan adanya massa adneksa yang terpisah dari ovarium. Jika tuba
Fallopii dan ovarium terlihat dan sebuah yolk sac intrauterin, embrio, atau fetus
teridentifikasi makan kehamilahn ektopik dapat dikonfirmasi. Pada perempuan dengan
kehamilan ektopik, dengan ditemukannya hemoperitoneum dapat menambah nilai diagnostik.
Tetapi hemoperitoneum dapat lebih mudah ditemukan dengan kuldosentesis.

Gambar 1.5 Tampak Kantong Gestasi dan Denyut Jantung Janin di dalam Tuba.

14
1.8 Diagnosis Banding
1. Appendisitis akut
Daerah yang lunak terletak lebih tinggi dan terlokalisir di fossa iliaka kanan. Bisa
ditemukan pembengkakkan bila ada abses apendiks, namun tidak terletak dalam di pelvis
seperti pada pembengkakan tuba. Demam lebih tinggi dan pasien terlihat sakit berat. Tes
kehamilan menunjukkan hasil negatif.
2. Salpingitis
Terjadi pembengkakan dan pembesaran tuba bilateral, demam tinggi dan tes kehamilan
negatif. Dapat ditemukan getah serviks yang purulen.
3. Puntiran Tangkai Tumor Ovarium
Teraba massa yang terpisah dari uterus, sedangkan kehamilan tuba umumnya terasa
menempel pada uterus. Perut lunak dan mungkin terdapat demam akibat perdarahan
intraperitoneal. Tanda dan gejala kehamilan mungkin tidak ditemukan namun ada riwayat
serangan nyeri berulang yang menghilang dengan sendirinya
4. Abortus Inkomplit
Gejala klinik yang dominan adalah perdarahan, umumnya terjadi sebelum ada nyeri
perut. Perdarahan berwarna merah, bukan coklat tua seperti pada kehamilan ektopik. Nyeri
perut umumnya bersifat kolik dan kejang (kram). Uterus membesar dan lembek, terdapat
dilatasi serviks. Hasil konsepsi dapat dikenali dari pemeriksaan vagina.
5. Corpus Lutheum Hemoragis
6. Pelvic Inflammatory Disease (PID) atau Radang Panggul
7. Endometriosis
1.9 Penatalaksanaan
Ada banyak opsi yang dapat dipilih dalam menangani kehamilan ektopik, yaitu terapi
bedah dan terapi obat. Ada juga pilihan tanpa terapi, namun hanya bisa dilakukan pada pasien
yang tidak menunjukkan gejala dan tidak ada bukti adanya ruptur atau ketidakstabilan
hemodinamik. Namun pada pilihan ini pasien harus bersedian diawasi secara lebih ketat dan
sering dan harus menunjukkan perkembangan yang baik. Pasien juga harus menerima segala
resiko apabila terjadi ruptur harus dioperasi.1

15
A. Terapi Bedah
Sebagian besar wanita dengan kehamilan ektopik akan membutuhkan tindakan bedah.
Tindakan bedah ini dapat radikal (salpingektomi) atau konservatif (biasanya salpingostomi)
dan tindakan itu dilakukan dengan jalan laparaskopi atau laparatomi. Laparatomi merupakan
teknik yang lebih dipilih bila pasien secara hemodinamik tidak stabil, operator yang tidak
terlatih dengan laparaskopi, fasilitas dan persediaan untuk melakukan laparaskopi kurang,
atau ada hambatan teknik untuk melakukan laparaskopi. Pada banyak kasus, pasien-pasien
ini membutuhkan salpingektomi karena kerusakan tuba yang banyak, hanya beberapa kasus
saja salpingostomi dapat dilakukan. Pada pasien kehamilan ektopik yang hemodinamiknya
stabil dan dikerjakan salpingostomi dapat dilakukan dengan teknik laparaskopi.
Salpingostomi laparaskopik diindikasikan pada pasien hamil ektopik yang belum ruptur,
besarnya < 2 cm.1,4
Linier salpingostomi pada laparaskopi atau laparatomi dikerjakan pada pasien hamil
ektopik yang belum ruptur dengan menginsisi permukaan antimesenterik dari tuba dengan
kauter kecil, gunting, atau laser. Kemudian diinjeksikan pitressin dilute untuk memperbaiki
hemostasis. Kehamilan ektopik dikeluarkan secara perlahan melalui insisi dan tempat yang
berdarah di kauter. Pengkauteran yang banyak didalam lumen tuba dapat mengakibatkan
terjadinya sumbatan, dan untuk itu dihindari. Penyembuhan secara sekunder atau dengan
menggunakan benang menghasilkan hasil yang sama. Tindakan ini baik untuk pasien dengan
tempat implantasi di ampulla tuba. Kehamilan ektopik ini mempunyai kemungkinan invasi
trofoblastik kedalam muskularis tuba yang lebih kecil dibandingkan dengan implantasi pada
isthmus. Pasien dengan implantasi pada isthmus akan mendapatkan hasil yang lebih baik dari
reseksi segmental dan anastomosis lanjut. Bagaimanapun juga, jika diagnosis ditegakkan
lebih awal, maka pada tempat idthmus dapat dilakukan salpingostomi. Pada kehamilan
ektopik yang berlokasi pada ujung fimbriae, dapat dilakukan gerakan seeperti memeras
(milking) untuk mengeluarkan jaringan trofoblastik melalui fimbriae.1,4
Salpingektomi dilakukan dengan cara reseksi tuba untuk kehamilan ektopik yang ruptur
maupun belum ruptur. Untuk mengurangi rekurensi kehamilan ektopik pada tuba maka
dianjurkan untuk mengeksisi secara komplit. Hal terpenting adalah untuk mengangkat semua
jaringan trofoblas, pelvis dan abdomen harus diirigasi dan disuction agar bebas dari sisa
darah dan debris jaringan.

16
Gambar 1.6 Linier Salpingostomi pada Kehamilan Ektopik.
Secara umum, perawatan pada laparaskopi lebih cepat dan lebih sedikit waktu yang
hilang dalam penanganannya dibandingkan laparatomi. Parsial atau total salpingektomi
laparaskopik mungkin dilakukan pada pasien dengan riwayat penyakit tuba yang masih ada dan
diketahui mempunyai faktor resiko untuk kehamilan ektopik. Komplikasi bedah yang paling
sering adalah kehamilan ektopik berulang (5-20%) dan pengangkatan jaringan trofoblastik yang
tidak komplit. Disarankan pemberian dosis tunggal MTX post operasi sebagai profilaksis pada
pasien resiko tinggi4

B. Terapi Farmakologi
Penggunaan methotrexate (MTX) pertama kali digunakan pada tahun 1980-an dan telah
diterima secara luas sebagai pengobatan utama untuk kehamilan ektopik. MTX merupakan
antagonis asam folat (agen kemoterapeutik antimetabolit) yang dimetabolisme di hati dan
diekskresikan oleh ginjal. MTX bekerja dengan menghambat sintesis basa purin dan
pirimidin dengan berikatan pada enzim dihydofolate reductase (DHFR), sehingga dapat
mengintervensi sintesis DNA, RNA dan sintess protein. Sel-sel dengan tingkat pembelahan
tinggi paling sensitif terhadap MTX. Berdasarkan sifatnya, obat ini bekerja pada jaringan
trofoblastik, mukosa traktus gastrointestinal, kandung kemih, sumsum tulang dan kulit. MTX
telah lama dikenal efektif dalam pengobatan leukemia, limfoma, dan karsinoma kepala,
leher, payudara, ovarium, dan kandung kemih. Efek samping obat antara lain adalah mual,
muntah, stomatitis, diare, distress gaster dan pusing, peningkatan sementara enzim hati. Pada
dosis lebih tinggi dapat menyebabkan supresi sumsum tulang, dermatitis, pleuritis,
pneumonitis, dan alopesia, namun jarang terjadi pada dosis untuk terapi kehamilan ektopik.

17
Terapi dengan MTX juga menimbulkan keluhan seperti nyeri abdominal yang bertambah,
peningkatan kadar β-hCG pada hari 1-3 terapi, serta flek atau perdarahan vagina.4,9

Gambar 1.7 Kontraindikasi Terapi MTX.9

Idealnya, seorang pasien yang akan menjalankan terapi Methotrexate (MTX) harus
memenuhi kriteria berikut: (1) hemodinamik stabil, (2) tidak ada nyeri perut hebat atau persisten,
(3) komitmen untuk teratur berobat, (4) hasil tes fungsi hati dan ginjal dalam batas normal. MTX
dapat digunakan dalam single dose dan multidose. Walaupun MTX memiliki potensi
menimbulkan efek samping toksik yang diagnosis kehamilan ektopik telah ditegakkan dan massa
ektopik memiliki dimensi terbesar kurang dari 3.5 cm, terapi MTX dapat dijadikan
pertimbangan. Selain itu, kadar ß-hCG perlu dipertimbangkan pada pasien sebelum terapi ini.
Suatu studi menunjukkan bahwa kadar ß-hCG lebih dari 1500 mIU/ml dikaitkan dengan resiko
kegagalan terapi yang lebih tinggi. Studi yang sama juga menunjukkan bahwa pasien dengan
kadar ß-hCG lebih dari 5000 mIU/ml umumnya tidak responsif terhadap terapi MTX.4,9

18
Tabel 1.1 Protokol Pengobatan Kehamilan Ektopik. 4

Kegagalan terapi ditandai dengan meningkat, menetap atau gagal tidak terjadi penurunan
kadar β-hCG sebesar 15% pada hari ke 4-7 setelah injeksi. Bila terjadi, dapat dipikirkan
perlunya terapi pembedahan. Pengulangan dosis tunggal methotrexate (MTX) juga dapat
dijadikan pilihan setelah dilakukan evaluasi ulang pasien.4,9

Gambar 1.8 Prediktor Kegagalan Terapi MTX4

1.10 Prognosis
Kematian ibu karena kehamilan ektopik terganggu cenderung menurun dengan diagnosis
dini dan persediaan darah yang cukup. Namun bila pertolongan terlambat, maka angka kematian
akan meningkat. Sedangkan janin pada kehamilan ektopik biasanya akan mati dan tidak dapat
dipertahankan karena tidak berada pada tempat dimana ia seharusnya tumbuh.

19
Pada umumnya kelainan yang menyebabkan kehamilan ektopik bersifat bilateral.
Sebagian wanita dapat menjadi steril setelah mengalami kehamilan ektopik atau dapat
mengalami kehamilan ektopik lagi pada tuba yang lain. Angka kehamilan ektopik yang berulang
dilaporkan antara 0-14,6 %. Dengan kemajuan terapi yang ada sekarang, kemungkinan ibu untuk
dapat hamil kembali membesar, namun ini harus didukung kemampuan untuk menegakkan
diagnosis dini sehingga dapat diintervensi secepatnya.2

20
BAB III
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama : Ny. SE
Umur : 42 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Nama IK : Muniah
Tanggal periksa : 19 Februari 2018
Alamat : Pesisir Selatan

Pasien 42 tahun datang ke IGD RSUD Dr. M. Zein Painan pada 19 Februari 2018 pukul
12.00 wib dengan diagnosis G4P3A0H3 preterm 7-8 minggu dengan:
Keluhan Utama
Nyeri pada seluruh perut sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang
● Nyeri pada seluruh perut sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri terus-menerus
dirasakan semakin meningkat.
● Keluar bercak darah dari kemaluan ada
● Pasien tidak haid sejak lebih kurang satu setengah bulan yang lalu. Namun keluar bercak
darah dari kemaluan pada 1 Februari 2018 dengan jumlah sedikit
● HPHT: 28 Desember 2017 TP: 4 September 2018
● Riwayat keputihan ada, hilang timbul, tidak berbau busuk dan tidak gatal
● Riwayat trauma tidak ada
● Demam tidak ada
● Pasien sudah melakukan pemeriksaan plano test sendiri, dan hasilnya positif
● Riwayat menstruasi : Haid pertama saat usia 14 tahun, siklus haid tidak teratur, dapat
berlangsung 4-7 hari (bisa 1 atau 2 kali dalam sebulan dengan rentang 15 hari), 3-5 kali
ganti duk/hari, terdapat nyeri saat haid.
Riwayat Kehamilan/ Persalinan/Abortus: 4/3/0
1. 2000 / Perempuan / 3500gr / cukup bulan / lahir spontan / bidan / hidup
2. 2004 / Laki-laki / 3600gr / cukup bulan / lahir spontan / bidan / hidup
3. 2016 / Laki-laki / 3300gr / cukup bulan / lahir spontan / bidan / hidup
21
Riwayat Penyakit Dahulu
 Pasien tidak pernah menderita penyakit jantung, paru, hati, ginjal, DM, dan tekanan darah
tinggi
 Pasien tidak memiliki riwayat alergi
Riwayat Penyakit Keluarga
 Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit keturunan, penyakit menular, dan
penyakit kejiwaan.
Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi, Kejiwaan & Kebiasaan
 Riwayat Perkawinan : 1 kali tahun 1998
 Riwayat Imunisasi : 2 kali pada kehamilan ke-1
2 kali pada kehamilan ke-2
1 kali pada kehamilan ke-3
 Riwayat Kontrasepsi : IUD dari tahun 2000 sampai 2003,
2005-2016 suntik 1x/bulan atau 1x/3 bulan
 Riwayat Pendidikan : tamat SMP
 Riwayat Pekerjaan : Ibu rumah tangga
 Riwayat Kebiasaan : minum alkohol tidak ada, narkoba tidak ada, merokok tidak ada
Pemeriksaan Fisik (20 Februari 2018)
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis kooperatif
Vital Sign
TD : 115/80 mmHg
HR : 96 x/i
RR : 24 x/i
T : 37,2 oC
Berat Badan (sebelum hamil) : 62 kg
Berat Badan (setelah hamil) : 65 kg
Tinggi Badan : 155 cm
BMI : 27,05 kg/m2
Status Generalisata
Kepala : normocephal

22
Rambut : warna hitam, tidak mudah rontok
Mata : konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)
Hidung : tidak ditemukan kelainan
Telinga : tidak ditemukan kelainan
Mulut : tidak ditemukan kelainan
Leher : JVP 5-2 cm H2O
Kelenjar tiroid tidak teraba pembesaran
Kelenjar getah bening tidak teraba pembesaran
Thorax
Paru
Inspeksi : paru simetris kiri dan kanan dalam keadaan statis dan dinamis
Palpasi : fremitus kiri sama dengan kanan
Perkusi : sonor pada kedua paru
Auskultasi : vesikuler kedua paru, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : batas jantung atas: RIC II, kanan: LSD, kiri: 1 jari medial LMCS RIC V
Auskultasi : S1S2 reguler, gallop (-), murmur (-)
Aksila : tidak ada pembesaran KGB
Abdomen : Status Obstetri
Genitalia : Status Obstetri
Anus : tenang
Inguinal : tidak ada pembesaran KGB
Ekstremitas : akral hangat, CRT<2 detik, udem (-/-), varises (-/-),
refleks fisiologis (+/+), refleks patologis (-/-)

Status Obstetri
Wajah : Kloasma gravidarum (-)
Mammae : Membesar dan menegang, hiperpigmentasi aerola dan
papilla mammae (-)

23
Abdomen :
I : Perut tidak tampak membuncit, striae gravidarum (-),
hiperpigmentasi linea mediana (-), sikatrik (-)
Pal : FUT tidak teraba,
nyeri tekan (+), nyeri lepas (+), defans muscular (+) diseluruh lapangan
abdomen
Pe : timpani
Au : Bising usus (+) normal
Genitalia :
I : V/U tenang, PPV (-),
VT bimanual :
Vagina : tumor (-)
Portio : MP, ukuran sebesar jempol kaki orang dewasa, tumor (-), nyeri
goyang (+), OUE tertutup
Korpus uteri : sulit dinilai
Adneksa parametrium sulit dinilai
CD : menonjol
Pemeriksaan Penunjang (19 Februari 2018)
Laboratorium
Hb : 8,8 g/dl
Ht : 26%
Trombosit : 290.000 / mm3
Leukosit : 14.000/ mm3
Pt/aptt : 11 detik/31 detik
Plano test : (+)
USG :
Uterus 7 x 4 x 4 cm, GS tidak ada, tampak massa kompleks disebelah kanan uterus, cairan bebas
(+)
kesan: kehamilan ektopik terganggu

24
Diagnosa Kerja
Akut Abdomen et causa Kehamilan Ektopik Terganggu pada G4P3A0H3 gravid preterm 7-8
minggu + Anemia sedang.

Sikap
- Kontrol KU, VS, PPV
- Informed Consent
- Crossmatch PRC 3 kantong
Terapi
- IVFD RL 500 cc guyur 1 kolf  lanjut IVFD RL 30 tpm
- Injeksi Ceftriaxon 1 gr (iv)  skin test
- Pasang kateter urin
R/ Laparotomi cito

19 Februari 2018 (15.00 WIB)


Dilakukan laparotomi
Tampak darah memenuhi rongga abdomen. Dilakukan eksplorasi tampak rupture tuba dextra
pars ampularis, uterus dan tuba kiri dalam batas normal. Dilakukan salpingektomi dextra.
Perdarahan selama tindakan sebanyak 1000 cc
A/ Post salphingektomi dextra a.i. ruptur tuba pars ampularis dextra et causa Kehamilan ektopik
terganggu + anemia sedang
P/ Awasi pasca tindakan
Kontrol KU, VS, PPV, balance cairan
IVFD NaCl 0.9% 28 tpm
Injeksi Ceftriakson 2 x 1 gr (iv)
Pronalges supp 2 (jika perlu)
Transfuse PRC 2 unit
Cek laboratorium darah rutin post transfusi

25
Follow up
20 Februari 2018
S/ Nyeri bekas operasi (+)
Demam (-)
PPV (-)
BAK (+)
O/ KU : sedang Nadi : 70 x/i
Kes : CMC Nafas : 24 x/i
TD : 110/70 mmHg Suhu : 36,9 oC
- Mata : konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-
- Abdomen : luka post op tenang, tertutup perban
FUT tidak teraba
nyeri tekan (+), nyeri lepas (-), defans muskular (-)
- Genitalia : I : v/u tenang, perdarahan pervaginam (-)
- Hasil lab : Hb 7,6 g/dl
Leukosit 18.000/mm3
Trombosit 260.000/ mm3
Ht 24%
A/ Post salphingektomi dextra a.i. ruptur tuba pars ampularis dextra et causa Kehamilan
ektopik terganggu + anemia dengan perbaikan (rawatan hari 1)
P/ - Kontrol KU, VS, PPV
- IVFD RL 20 tpm
- Injeksi Ceftriakson 2 x 1 gr (iv)
- Asam Mefenamat tab 3 x 500 mg (po)
- Vitamin C 1 x 1 tab (po)
- Sulfas Ferosus tab 1 x 300 mg (po)
- Transfuse PRC 1 unit
- Cek Hb post transfusi

26
21 Februari 2018
S/ Nyeri bekas operasi (+)
Demam (-)
PPV (-)
BAK (+)
BAB (+)
O/ KU : sedang Nadi : 78 x/i
Kes : CMC Nafas : 22 x/i
TD : 120/70 mmHg Suhu : 36,8 oC
- Mata : konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-
- Abdomen : luka post op tenang, tertutup perban
FUT tidak teraba
nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), defans muskular (-)
- Genitalia : I : v/u tenang, perdarahan pervaginam (-)
- Hasil lab : Hb 8,9 g/dl
Leukosit 14.000/mm3
Trombosit 250.000/ mm3
Ht 29%
A/ Post salphingektomi dextra a.i. ruptur tuba pars ampularis dextra et causa Kehamilan
ektopik terganggu + anemia dengan perbaikan (rawatan hari 2)
P/ - Kontrol KU, VS, PPV
- IVFD RL 20 tpm
- Cefixime 2 x 200 mg
- Asam Mefenamat tab 3 x 500 mg (po)
- Vitamin C 1 x 1 tab (po)
- Sulfas Ferosus tab 1 x 300 mg (po)
- Rencana pulang

27
BAB IV
DISKUSI

Seorang pasien, Ny. SE, wanita umur 42 tahun datang ke IGD RSUD Dr. M. Zein Painan
tanggal 19 Februari 2017 pukul 12.00 WIB rujukan dari Puskesmas Balai Selasa dengan
diagnosis G4P3A0H3 gravid preterm 7-8 minggu. Pasien masuk dengan keluhan nyeri pada
seluruh perut yang menjalar ke pinggang sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Setelah
dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang pasien diagnosis sebagai
Akut Abdomen et causa Kehamilan Ektopik Terganggu pada G4P3A0H3 gravid preterm 7-8
minggu + Anemia sedang.
Berdasarkan anamnesis didapatkan keluhan utama nyeri pada seluruh perut sejak satu
hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri terus-menerus dirasakan semakin meningkat.
Berdasarkan literatur nyeri pada seluruh perut dapat merupakan suatu akut abdomen. Akut
abdomen diantaranya dapat disebabkan oleh apendisitis, perforasi saluran cerna dan kehamilan
ektopik terganggu. Pada pasien ini kecurigaan lebih mengarah pada kehamilan ektopik
terganggu, karena dari anamnesis pasien mengatakan dirinya sedang hamil, dan didapatkan
adanya keterlambatan haid. Pasien telah melakuan plano test pada pertengahan februari dengan
hasil positif. Dari pemeriksaan fisik yang didapatkan konjungtiva anemis. Pada abdomen
didapatkan tanda akut abdomen, yakni adanya nyeri tekan dan lepas abdomen. Nyeri perut pada
kehamilan ektopik terganggu diakibatkan oleh rupturnya tempat implantasi sehingga darah
masuk ke rongga abdomen dan merangsang peritoneum. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik,
didapatkan trias KET, yatu amenore, nyeri akut abdomen, dan manifestasi perdarahan seperti
konjungtiva anemis. 1,2,3,4
Pemeriksaan Vaginal Touche bimanual didapatkan nyeri goyang portio dan penonjolan
dari cavum douglas. Pada kehamilan ektopik terganggu jika pelepasan hasil konsepsi yang tidak
sempurna akan terjadi perdarahan terus menerus, dengan jumlah yang sedikit sampai sedang.
Perdarahan akan keluar melalui fimbriae dan masuk rongga abdomen dan terkumpul secara khas
di kavum Douglas dan akan membentuk hematokel retrouterina dan juga menyebabkan
penonjolan kavum douglas dan nyeri goyang portio. 1,2,3,4
Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 8,8 g/dl. Dari USG didapatkan gambaran
kehamilan ektopik terganggu pada tuba falopii dextra. Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan

28
fisik, dan pemeriksaan penunjang maka diagnosis kehamilan ektopik terganggu dapat
ditegakkan.
Tatalaksana pada pasien ini yaitu dilakukan laparotomi, menurut buku Ilmu Kebidanan
Sarwono Prawirohardjo, hal ini sesuai dengan penanganan awal kehamilan ektopik. Selanjutnya
sebagai tindakan definitif dilakukan salphingektomi dextra atas indikasi ruptur tuba Fallopii
dextra. Selain itu perlu dilakukan kontrol terhadap keadaan umum, tanda-tanda vital, diberikan
antibiotik untuk menekan infeksi pasca laparatomi dan mencegah infeksi berulang pada pasien.
Kemudian pemberian NSAID betujuan untuk mengurangi rasa nyeri dan meredakan proses
peradangan atau inflamasi pasca tindakan laparotomi. Pemberian Sulfas ferosus bertujuan untuk
memperbaiki Hb pasien. Pemberian Vitamin C dimaksudkan sebagai terapi suportif untuk
mempercepat proses regenerasi sel yang rusak dan mempercepat penyembuhan luka post
tindakan operatif. Pasien juga mendapat transfusi PRC sebanyak 3 kantong. Pemeriksaan darah
post transfusi PRC 3 kantong, didapatkan Hb 8,9 g/dl, karena keadaan stabil pasien dipulangkan.

29
Daftar Pustaka
1. Sepilian VP. 2015 Ectopic Pregnancy: http://emedicine.medscape. com/article/2041923-
overview
2. Hadijanto B. 2010. Ilmu Kebidanan edisi keempat, Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo
3. Prawirohardjo S. 2011. Ilmu Kandungan edisi ketiga, Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo
4. Cunningham FG. 2014. Pregnancy Hypertension. dalam: Williams Obstetrics 24rd
Edition, USA : The McGraw Hill Companies.
5. Sowter M, Farquhar C. 2004. Ectopic Pregnancy: an update. Current Opinion in
Obstetrics and Gynecology
6. Della-Guistina D, Denny M. 2003. Ectopic Pregnancy. Emergency Medicine Clinics of
North America. Volume 21 number 3, USA: W.B Saunders Company
7. Attar E. 2004. Endocrinology of Ectopic Pregnancy. Obstetric and Gynecology Clinics.
Volume 31 number 4, USA: W.B Saunders Company
8. Stenchever. 2001. Ectopic Pregnancy. Comprehensive Gynecology 4th edition, USA:
Mosby Inc
9. American Society for Reproductive Medicine. 2013. Medical Treatment of Ectopic
Pregnancy: a committee opinion, USA: Elsevier Inc.

30

Anda mungkin juga menyukai