Ruptur Uteri-Payakumbuh Minggu 1
Ruptur Uteri-Payakumbuh Minggu 1
RUPTUR UTERI
Oleh:
Preseptor :
2018
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat dan karuniaNya, sehingga MTE yang berjudul “Ruptur Uteri” ini dapat
dilesaikan.
MTE ini ditulis untuk menambah pengetahuan dan wawasan mengenai tubo
ovarium absessebagai salah satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik senior di
bagian Ilmu penyakit Obstetri dan Ginekologi Kedokteran Universitas Andalas.
Terima kasih penulis ucapkan kepada dr. Suhadi, Sp.OG sebagai preseptor,
dan residen pembimbing yang telah membimbing dan membantu penulis dalam
pembuatan MTE ini.
Akhir kata penulis berharap semoga MTE ini dapat memberi manfaat bagi
kita semua di masa mendatang.
Penulis
2
BAB I
PENDAHULUAN
Ruptur uteri atau robekan uterus merupakan perobekan uterus sehingga terjadi
uterus ditemukan sebagian besar pada bagian bawah uterus. Apabila pada ruptur
hasil dari penanganan persalinan yang buruk. Berhubungan dengan komplikasi yang
langsung terjadi yaitu anemia berat, syok dan ruptur kandung kencing. Jika dalam
kasus ruptur, pasien dapat bertahan hidup maka dapat terjadi komplikasi jangka
Sebagian besar rupturuteri terjadi pada wanita yang memiliki bekas luka
uterus yang sebagian besar merupakan bekas seksio sesarea sebelumnya. Bekas
seksio sesarea satu kali meningkatkan angka ruptur uteri keseluruhan 0,5
%,sedangkan pada bekas seksio sesarea dua kali atau lebih meningkat menjadi 2
%.Faktor lain yang meningkatkan risiko ruptur adalah penutupan histerotomi seksio
sesarea single layer, jarak antar kehamilan yang pendek setelah seksio sesarea
dan 3 rumah sakit jejaringnya pada periode 1999-2003. Hasilnya,insiden kasus ruptur
3
uteri di RS Hasan Sadikin 0,09% (1: 1074). Insiden di rumah sakit jejaring sedikit
lebih tinggi yaitu 0,1% (1:996).Di RSHS tidak didapatkan kematian ibu,sedangkan di
sedangkan di rumah sakit jejaring 100%. Maka dariitu dapat disimpulkan, kasus
ruptur uteri memberikan dampak yang negatif baik pada kematian ibu maupun bayi.4
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Ruptur uteri atau robekan uterus yaitu peristiwa dimana terjadi robekan
pada uterus sehingga terjadi hubungan langsung antara kavum uteri dengan kavum
peritoneum. Robekan pada uterus ditemukan sebagian besar kasus pada bagian bawah
uterus. Apabila pada ruptur uteri,peritoneum permukaan uterus ikut robek,hal itu
morbiditas ruptur uteri inkomplit lebih tinggi pada ruptur uteri lengkap.2,5
Ruptur uteri karna jaringan parut sectio cesaria harus dibedakan dengan
dehesensi jaringan parut uteri post sectio cesaria. Ruptur paling berarti pelepasan atau
pemisahan luka insisi lama di sepanjang uterus dengan robeknya selaput ketuban
keadaan ini seluruh atau sebagian janin mengalami ekstrusike dalam kavum
peritoneum.Disamping itu, biasanya terjadi perdarahan yang masif dari tepi jaringan
parut atau dari perluasan robekan yang mencapai bagian uterus yang tadinya tidak
ketuban tidak pecah dan janin tidak mengalami ekstruksi ke dalam kavum
peritoneum. Ciri khas dari dehisensi adalah pemisahan tersebut tidak mengenai
seluruh jaringan parut yang sudah ada sebelumnya pada uterus, sehingga peritoneum
yang melapisi defek masih utuh dan perdarahan minimal atau tidak ada.6
5
2.2 Klasifikasi Ruptur Uteri 7
a. Ruptur uteri komplit, bila robekan terjadi pada seluruh lapisan dinding uterus.
b. Ruptur uteri inkomplit, bila robekan hanya sampai miometrium, disebut juga
c. Ruptur uteri imminens, bila baru ada gejala akan terjadi ruptur. Penderita
merasa kesakitan terus menerus baik waktu his maupun di luar his. Teraba
2. Menurut waktunya:
tajam seperti pisau atau peluru, ruptur tanpa gejala kehamilan sebelumnya
kehamilan ganda
6
Cacat rahim didapat : plasenta ikreta aktreta, adenomiosis, neoplasia,
3. Menurut etiologinya:
Ruptur uteri demikian terdapat paling sering pada parut bekas seksio sesarea;
peristiwa ini jarang timbul pada uterus yang telah dioperasi untuk
mengangkat mioma (miomektomi), dan lebih jarang lagi pada uterus dengan
seksio sesarea, parut yang telah terjadi sesudah seksio sesarea klasik lebih
pada segmen bawah uterus yang menyerupai daerah uterus yang lebih tenang
pada masa nifas dapat sembuh dengan lebih baik, sehingga parut lebih
kuat.Ruptur uteri pada bekas parut seksio sesaria klasik juga lebih sering
tersebut pada parut bekas seksio sesaria profunda umumnya terjadi pada
7
menimbulkan gejala karena tidak terjadi robekan yang mendadak, melainkan
lambat laun jaringan di sekitar bekas luka menipis untuk akhirnya terpisah
sama sekali dan terjadilah ruptur uteri. Di sini biasanya peritoneum tidak
ikut serta, sehingga terdapat ruptur uteri inkompleta.Pada peristiwa ini ada
Sementara itu penderita merasa nyeri spontan atau nyeri pada perabaan
tempat bekas luka. Jika arteri besar terluka, gejala-gejala perdarahan dengan
Ruptur uteri yang terjadi secara spontan pada uterus yang utuh (tanpa
parut). Faktor pokok di sini adalah persalinan yang tidak maju karena
lintang, dan sebagainya, sehingga segmen bawah uterus makin lama makin
8
itu biasanya melakukan tekanan keras ke bawah terus menerus pada fundus
uteri; hal ini dapat menambah tekanan pada segmen bawah uterus yang
dalam dosis yang terlampau tinggi dan/atau atas indikasi yang tidak tepat,
ruptur uteri. Pasien akan gelisah, pernapasan dan nadi menjadi cepat serta
tegang, nyeri pada perabaan dan lingkaran retraksi (Bandl) tinggi sampai
uteri penderita kesakitan sekali dan merasa seperti ada yang robek dalam
jatuh dalam syok. Pada waktu robekan terjadi perdarahan; pada ruptur uteri
lagi atau teraba tinggi dalam jalan lahir.Pada ruptur uteri inkompleta
dan dengan perdarahan pervaginam. Segera setelah ruptur uteri terjadi dan
janin masuk ke dalam rongga perut, ia dapat diraba dengan jelas pada
9
sebesar kepala bayi. Lambat laun perut menunjukkan meteorismus kadang-
kadang disertai defense muskulaire dan janin lebih sukar diraba. Pada
robekan dapat diraba, demikian pula usus dalam rongga perut melalui
robekan.7,8
Ruptur uteri yang disebabkan oleh trauma dapat terjadi karena jatuh,
setiap saat dalam kehamilan, jarang terjadi karena otot uterus cukup tahan
terhadap trauma dari luar.Yang lebih sering terjadi ialah ruptur uteri yang
terjadiruptur uteri. Hal ini misalnya terjadi padaekstraksi pada letak lintang
ruptur uteri. Gejala-gejala ruptur uteri violeta tidak berbeda dengan ruptur
uteri spontan.
4. Menurut lokasi:
a. Korpus uteri, biasanya terjadi pada rahim yang sudah pernah mengalami
10
b. Segmen bawah rahim (SBR), biasanya pada partus sulit dan lama (tidak
maju). SBR tambah lama tambah regang dan tipis dan akhirnya terjadilah
ruptur.
c. Servik uteri, biasanya terjadi pada waktu melakukan ekstraksi forcep atau
2.3 Etiologi7
c. Trauma abdomen
d. Metroplasty
4. Faktor-faktor lain
b. Amnioinfusion
11
d. Marfan / Ehlers Danlos syndrome
jumlah dan jenis seksio sesarea sebelumnya, makrosomia janin, induksi persalinan,
instrumentasi uterus, dan trauma uterus, semuanya meningkatkan risiko ruptur uteri,
Berbeda dengan tersedianya cara untuk memprediksi potensi keberhasilan suatu trial
memprediksi seseorang secara spesifik berisiko terjadinya ruptur uteri pada individu
tidak tersedia.
• Bekas SC klasik
• Bekas SC multipel
12
a. Grande multipara
b. Umur ibu
e. Overdistensi(kehamilan multiple,polihidramnion)
5. Status persalinan,meliputi :
a. Sebelum persalinan
b. Persalinan spontan
e. Lamapersalinan
f. Persalinan macet
13
7. Trauma uterus meliputi :
sebelumya diawali oleh adanya kontraksi dan retraksi secara aktif segemn atas uterus,
menjadi jalan lahir yang berdinding jauh lebih tipis. Segmen bawah uterus analog
dengan ismus uterus yang melebar dan menipis pada perempuan yang tidak
hamil.Segmen bawah secara bertahapa terbentuk ketika kehamilan bertambah tua dan
kemudian menipis sekali pada saat persalinan.Segmen bawah rahim menjadi kebih
lebar dan karenanya dindingnya menjadi lebih tipis tertari ke atas oleh segmen atas
yang berkontraksi kuat, berulang dan sering, sehingga lingkaran retraksi yang
membatasi kedua segmen menjadi bertambah tinggi. Apabila bagian terbawah janin
dapat terdorong turun tanpa halangan dan jika kapasitas segmen bawah rahim telah
penuh terpakai untuk ditempati oleh tubuh janin , maka pada dilirannya bagian
terbawah janin akan terdorong kedalam jalan lahir. Sebaliknya apabila bagian
terbawah janin tidak dapat turun oleh karena suatu sebab yang menahannya, maka
volume korpus yang tambah mengecil pada waku adaa his harus diimbangi oleh
perluasn segmen bawah rahim ke atas. Dengan demikian, lingkaran retraksi fisiologi
semakin tinggi kea rah pusat melewati batas fisiologi menjadi patologik (pathologic
retraction ring ). Lingkaran ini disebut lingkaran Bandl (ring van Bandl).
14
Jika his berlangsung kuat terus menerus, tetapi bagian terbawah tubuh janin
tidak kunjung turun lebih ke bawah melalui jalan lahir, lingkaran retraksi semakin
lama semakin meninggi dan segmen bawah rahim akan semakin tertarik ke atas
sehingga dindingnya menjadi semakin tipis. Ini menandakan telah terjadi tanda-tanda
rupture uteri iminens dan rahim terancam robek. Pada saat dinding segmen bawah
rahim itu akan robek spontan pada tempat yang tertipis ketika his berikut dating, dan
terjadilah perdarahan yang banyak, bergantung pada luas robekan dan pembuluh
Seperti yang kita ketahui, uterus pada wanita hamil bersifat resisten terhadap
trauma tumpul. Namun, pada ibu haml yan mengalami trauma pada abdomen harus
1. Tekanan darah menurun, nadi cepat dan halus, anemis akibat perdarahan yang
terjadi
3. Pada palpasi ibu merasa sangat nyeri dan bagian terbawah janin mudah teraba
diafragma
15
6. Pada pemeriksaan dalam teraba bagian terbawah janin berpindah atau naik
kembali keluar pintu atas panggul dan pemeriksa dapat menemukan robekan
a. Anamnesis
1. Pada suatu his yang kuat sekali, pasien merasa kesakitan yang luar biasa,
4. Syok, nadi halus dan cepat, tekanan darah turun bahkan tak terukur.
kalau bagian terdepan atau kepala sudah jauh turun, dan menyumbat jalan lahir.
b. Pemeriksaan Fisik
1. Teraba krepitasi pada kulit perut yang menandakan adanya emfisema subkutan
2. Bila kepala janin belum turun, akan mudah dilepaskan dari pintu atas panggul.
3. Bila janin sudah keluar dari kavum uteri dan di rongga perut maka teraba
16
5. Biasanya denyut jantung janin sulit atau tidak terdengar lagi beberapa menit
setelah ruptur, apalagi kalau plasenta juga ikut terlepas dan masuk ke rongga
perut.
c. Pemeriksaan Dalam
1. Kepala janin yang tadinya sudah turun ke bawah, dengan mudah dapat didorong
ke atas, dan ini disertai keluarnya darah pervaginam yang agak banyak.
2. Kalau rongga rahim sudah kosong dapat diraba robekan pada dinding rahim dan
kalau jari atau tangan pemeriksa dapat melalui robekan tadi, maka dapat diraba
usus, omentum, serta bagian-bagian janin. Kalau jari tangan pemmeriksa yang di
dalam kita temukan dengan jari luar, maka terasa seperti dipisahkan oleh bagian
yang tipis sekali dari dinding perut, juga dapat diraba fundus uteri.
2.8 Penatalaksanaan
Pada kasus ruptur uteri harus dilakukan tindakan segera. Keselamatan pasien
tergantung dari kecepatan dan efisiensi dalam mengoreksi keadaan hipovolemia dan
tidak bisa dipulihkan kembali dengan cepat sebelum perdarahan arteri dapat
dikendalikan, karena itu, dengan adanya alasan ini, keterlambatan dalam tindakan
pembedahan tidak bisa diterima. Sebaliknya, darah harus ditransfusi dengan cepat
laparatomi.Janin dikeluarkan lebih dahulu dengan atau tanpa pembukaan uterus (jika
janin sudah tidak di dalam uterus lagi), kemudian dilakukan histerektomi.Janin tidak
17
dilahirkan pervaginam, kecuali janin masih terdapat seluruhnya dalam uterus dengan
kepala sudah turun jauh dalam jalan lahir dan ada keragu-raguan terhadap diagnosis
ruptur uteri.Dalam hal ini, setelah janin dilahirkan, perlu diperiksa dengan satu tangan
dalam uterus apakah ada ruptur uteri.Pada umumnya pada ruptur uteri tidak dilakukan
yang sangat istimewa hal itu dilakukan; dua syarat dalam hal ini harus dipenuhi,
yakni pinggir luka harus rata seperti pada ruptur parut bekas seksio sesaria, dan tidak
ada tanda-tanda infeksi.Pengobatan untuk mencegah syok dan infeksi sangat penting
perdarahan.6
2.9 Komplikasi3
perdarahan yang hebat dan tidak segera mendapatkan penatalaksanaan. Sepsis akibat
infeksi biasanya terjadi pada pasien kiriman dimana ruptur uteri terjadi sebelum tiba
dalam yang berulang. Kedua komplikasi ini merupakan komplikasi yang fatal,
meskipun pasien bisa diselamatkan namun angka morbiditas dan kecacatan tetap
tinggi.
18
2.10 Prognosis
mortalitas yang ditemukan dalam berbagai penelitian berkisar dari 50% hingga
75%.Janin umumnya meninggal pada kasus ruptur uteri.Tetapi, jika janin masih
mempertahankan jiwa janin adalah dengan persalinan segera, yang paling sering
dilakukan adalah laparatomi. Kalau tidak, keadaan hipoksia baik sebagai akibat
terlepasnya plasenta maupun hipovolemia maternal tidak akan terhindari. Jika tidak
mungkin pula karena infeksi yang terjadi kemudian, kendati penyembuhan dapat
terjadi spontan pernah pula terjadi pada kasus yang luar biasa.8
besar dan terapi antibiotik merupakan perbaikan prognosis yang sangat besar bagi
19
BAB III
KESIMPULAN
1. Ruptur uteri atau robekan uterus yaitu peristiwa dimana terjadi robekan pada
uterus sehingga terjadi hubungan langsung antara kavum uteri dengan kavum
peritoneum
3. Ruptur uteri disebabkan oleh jaringan parut uterus, persalinan yang terhambat
4. Tatalaksana ruptur uteri yang paling tepat adalah laparatomi dan perhatikan
20
DAFTAR PUSTAKA
492-521
5. Cunningham, F.G, et al. 2004. Williams Obsetrics 22nd edition. New York.
Printer : 5-16.
Livingstone : 285-290.
21
10. Nahum GG. Uterine Rupture in Pregnancy.Diakses dari http:// www.
medscape.com. 2011 .
2010.
22