Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

Pneumoperitoneum adalah istilah yang menggambarkan adanya


udara bebas / free air pada intraperitoneal. Pneumoperitoneum ini bisa
merupakan tanda keadaan yang tidak berbahaya, namun seringkali
menggambarkan situasi kegawatdaruratan. Diagnosis dan penanganan
yang cepat adalah kunci untuk menyelamatkan nyawa pasien.
Pemeriksaan X- foto polos abdomen maupun thoraks merupakan
modalitas imaging pilihan pertama untuk mendiagnosis adanya
pneumoperitoneum.
Bila secara klinis terdapat tanda perforasi, dan pada X- foto polos
ditemukan adanya pneumoperitoneum, maka keadaan ini merupakan
indikasi bedah emergensi. Penyebab paling umum pneumoperitoneum
adalah perforasi organ berongga abdomen yang dapat disebabkan oleh
karena trauma, perforasi ulkus peptikum, divertikulitis, maupun tumor
maligna. Sekitar 70 % perforasi dari ulkus akan memperlihatkan adanya
1,2,3
free air.
BAB II
ANATOMI PERITONEUM

2.1 Peritoneum

Peritoneum adalah membran serosa paling besar, semipermeabel


yang membentuk garis batas dari kavum abdomen. Luas lapisan
2
peritoneum sekitar 1- 2 mm . Peritoneum melapisi sebagian besar organ
intraabdomen. Peritoneum terdiri dari 2 lapisan yaitu peritoneum parietal
dan viseral. Peritoneum parietal merupakan lapisan peritoneum luar dan
melekat pada dinding abdomen. Peritoneum viseral merupakan lapisan
dalam peritoneum, terletak diantara organ – organ yang berada
intraperitoneal.5

Peritoneum parietal dari diafragma dan dinding posterior abdomen


serta dari supraumbilikal dan dinding anterior abdomen pada tempat
tertentu melipat ke arah visera dan membungkus visera tersebut sehingga
disebut dengan peritoneum viseral. Bangunan – bangunan yang dibentuk
peritoneum akibat suatu bangunan ekstraperitoneal yang mendorong
peritoneum parietal kearah dalam pada masa pertumbuhan embrional
dapat berupa plika (lipatan), kantung (saccus), cekungan (fossa atau
5
recessus).

Beberapa lipatan atau refleksi peritoneum akibat suatu bangunan


visera yang dihubungkan ke dinding abdomen, secara umum disebut
sebagai plika, yang dapat pula berupa ligamentum, mesenterium, maupun
omentum. Omentum majus, mesenterium, mesocolon transversum,
mesoapendiks, mesokolon sigmoid, merupakan lipatan yang lebih besar.
Nama – nama ligamentum sesuai dengan 2 struktur / organ yang
dihubungkan. Ligamentum yang salah satunya melekat pada gaster disebut
dengan omentum. Sedangkan mesenterium, menghubungkan usus dengan
5
dinding posterior abdomen.
2.2 Rongga Peritoneum

Pada dinding anterior abdomen lipatan peritoneum ke arah hepar


membentuk ligamentum falsiforme yang didalamnya berisi obliterasi vena
umbilikalis. Pada linea mediana di kaudal umbilikus dapat ditemukan
lipatan peritoneum parietal yang disebabkan oleh obliterasi urachus
(ligamentum umbilkal medial) yang disebut plika umbilikalis mediana.
Disebelah lateralnya terdapat plika umbilikalis medialis yang ditimbulkan
oleh obliterasi arteri umbilikalis. Sedangkan disebelah lateralnya lagi
terdapat plika umbilikalis lateralis (yang ditimbulkan oleh vasa epigastrika
5
inferior).

Ruang potensial diantara 2 lapisan peritoneum disebut dengan


rongga peritoneum, yang secara normal berisi 50 - 100 ml cairan serosa
yang memungkinkan kedua lapisan saling bergerak bebas satu sama lain.
Rongga peritoneum merupakan kantung tertutup pada laki – laki,
sedangkan pada wanita berhubungan dengan ekstraperitoneal melalui tuba
uterina. Rongga peritoneum potensial dan lipatan peritoneum membentuk
ligamentum peritoneal, mesenterium, dan omentum yang bisa membentuk
lingkaran proses patologi dan juga bisa menjadi jalur penyebaran
5,6
penyakit.
Gambar 1. visera abdomen dan refleksi peritoneum mayor
(Diambil dari Diagnostic imaging abdomen)

Rongga peritoneum terbagi oleh lipatan peritoneum menjadi


beberapa kompartemen dan resessus yang menjadi dasar anatomi dalam
memahami aliran dinamis dari cairan intraperitoneal dan lokasi tertentu
pada asites, abses, metastase, dan cairan maupun udara bebas akibat
proses trauma. Pada imaging rongga peritoneum tidak dapat terlihat
kecuali bila terdistensi oleh cairan.
BAB III
PNEUMOPERITONEUM

3.1 Definisi

Pneumoperitoneum adalah gambaran udara bebas / free air pada


intraperitoneal / kavum peritoneum. Normalnya udara tidak terdapat pada
kavum peritoneum, ekstraperitoneal, dinding usus, maupun sistem bilier.
Pemeriksaan foto polos abdomen maupun thoraks dapat mendeteksi
adanya udara bebas / free air intrapertioneal, namun apabila jumlahnya
sedikit hanya dapat terdeteksi pada pemeriksaan CT – Scan. Sebagian
kasus pneumoperitoneum merupakan kasus yang tidak berbahaya, akan
tetapi sering juga merupakan indikasi bedah emergensi untuk menangani
perforasi organ berongga intraabdomen.

3.2 Etiologi

Penyebab yang paling umum pneumoperitoneum adalah perforasi


organ berongga abdomen, terutama perforasi ulkus peptikum, tumor,
trauma iatrogenik, maupun trauma tumpul abdomen. Pneumoperitoneum
bisa juga terjadi setelah proses pembedahan abdomen, manipulasi
transperitoneal, maupun needle biopsi pada abdomen. Penyebab yang lain
bisa berhubungan dengan kelainan pada thoraks seperti diseksi
pneumomediastinum. Pneumoperitoneum juga dapat disebabkan
1,8,9,10
masuknya udara melalui traktus genitalia wanita.

Penyebab pneumoperitoneum juga tergantung pada usia. Pada


neonatus sering disebabkan oleh perforasi usus sebagai efek sekunder
pada kasus enterokolitis nekrotikans dan ileus obstruktif. Juga bisa
disebabkan iatrogenik misalnya pada perforasi gaster oleh karena
1,9
nasogastric tube maupun ventilasi mekanik.

Pada bayi dan anak – anak pneumoperitoneum juga dapat


disebabkan oleh trauma tumpul abdomen yang menyebabkan ruptur organ
berongga, trauma penetrasi, perforasi traktus gastrointestinal (ulkus
peptikum, stress ulcer, kolitis ulseratif dengan toksik megakolon, Crohn
disease, ileus obstruktif), terapi steroid, infeksi pada peritoneum oleh
8,9
organisme penghasil gas atau oleh karena ruptur abses.

Gambaran pneumoperitoneum pada pasien dengan nyeri abdomen


akut merupakan tanda yang penting, karena lebih dari 90 % penyebab
pneumoperitoneum akan membutuhkan tindakan pembedahan segera.
Pneumoperitoneum juga dapat timbul pada 60 % pasien paska laparotomi.
Pada sebagian besar pasien ini free air akan diserap dalam waktu 5 – 7
hari, namun sering pula free air baru diserap semua pada hari ke 24 paska
laparotomi.

3.3 Gambaran Klinis Pneumoperitoneum

Gambaran klinis pasien dengan pneumoperitoneum tergantung pada


penyebabnya. Penyebab yang tidak berbahaya dapat memberikan
gambaran yang asimptomatis, atau nyeri perut yang hilang timbul.
Sedangkan yang disebabkan oleh perforasi organ berongga abdomen
tergantung pada perkembangan peritonitis. Gejala dan tanda pada berbagai
penyebab perforasi dapat berupa tanda peritoneal seperti kaku dan tegang
pada abdomen, hilangnya bising usus, nyeri epigastrik yang hebat sampai
7,10
syok.

3.4 Pemeriksaan Penunjang

a. X-Foto polos Abdomen

Standar baku untuk menegakkan diagnosis pneumoperitoneum


adalah dengan cara pemeriksaan foto polos abdomen untuk
mendeteksi adanya pneumoperitoneum adalah posisi supine, erek /
tegak, dan left lateral dekubitus. Pada X- foto polos abdomen posisi
tegak menghasilkan gambaran oblik dari diafragma sehingga
mengaburkan gambaran free air karena sinar - X diarahkan lebih
3
inferior dari diafragma.

Posisi supine juga sering dilakukan untuk mendeteksi adanya


pneumoperitoneum. Kebanyakan pasien dengan kondisi emergensi
sering tidak bisa dilakukan pemeriksaan radiograf dengan sinar
horizontal, sehingga sangat penting pula untuk mengenali tanda –
3
tanda pneumoperitoneum pada posisi abdomen supine.
b. X- Foto Thorax

c. USG Abdomen

d. CT-Scan

e. MRI
Tatalaksana dan Prognosis

Prinsip tatalaksana dan prognosis tergantung dari penyebab utamanya.


Ketika seorang pasien memiliki pneumoperitoneum, langkah pertama dalam
pengobatan adalah mencari tahu mengapa, dalam rangka untuk
mengembangkan pendekatan pengobatan yang tepat. Ini mungkin
membutuhkan tes diagnostik tambahan bersama dengan wawancara pasien.
Dalam beberapa kasus, pengobatan konservatif adalah program yang paling
masuk akal, dengan dokter menunggu dan melihat pendekatan untuk melihat
apakah tubuh pasien mampu menghilangkan gas sendiri. Jika
pneumoperitoneum adalah komplikasi dari infeksi, maka operasi untuk
memperbaiki masalah ini diperlukan secepat mungkin. Perforasi dan infeksi
dengan cepat dapat menyebabkan kematian dengan segera.
LAPORAN KASUS

I. ANAMNESA

1. Identitas
Nama : Tn. N Jenis Kelamin : Laki-laki Usia : 60 tahun
Tanggal Lahir

: 6 Maret 1955
Alamat

: Padang Paras
Pekerjaan : Pensiunan
PNS (Guru SD) Pendidikan
: D2
Agama : Islam Status Pernikahan : Menikah No. Reg. CM 325008
Tanggal Periksa : 18 Mei 2015 (Autoanamnesis)

2. Keluhan Utama : Nyeri di ulu hati

3. Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang ke poli penyakit dalam RSUD Kota Semarang pada
hari Senin, 18 Mei 2015 dengan keluhan nyeri pada ulu hati sejak
tadi pagi. Nyeri tidak dirasakan terus-menerus, diperberat jika
duduk, miring kanan dan kiri,berdiri terlalu lama, pada saat sebelum
makan dan nyeri biasanya hilang pada saat berbaring. Riwayat
buang air kecil lancar dan tidak ada penurunan frekuensi. Tidak ada
gangguan pada riwayat buang air besar. Keluhan tambahan lain
seperti demam, mual, muntah, disuria, dan pusing disangkal.
Namun pasien mengatakan kadang-kadang mengalami sesak napas.
Terdapat riwayat kebiasaan merokok satu bungkus paer hari

Riwayat Penyakit Dahulu :


 Pada satu bulan yang lalu, pasien pernah mengalami keluhan
yang sama berupa nyeri pada ulu hati. Pasien kemudian berobat
dan setelah mengkonsumsi obat minum (pasien tidak
mengetahui nama obatnya), gejala nyeri ulu hati hilang.
 Pasien memiliki riwayat hipertensi
 Riwayat penyakit stroke, DM, alergi, penyakit jantung dan ginjal
disangkal.

4. Riwayat Penyakit Keluarga :


Tidak ada keluarga yang pernah mengalami keluhan serupa. Tidak
ada riwayat penyakit jantung, stroke, maupun DM pada keluarga.

5. Riwayat Sosial Ekonomi :


Pasien telah menikah dan memiliki 2 orang anak dan 2 orang cucu.
Pasien merupakan pensiunan PNS yang dulu merupakan guru SD.
Pasien berobat dengan umum.
II. PEMERIKSAAN FISIK (18 Mei 2015)

1. Keadaan Umum :
i. Kesadaran kompos mentis, GCS E4 V5 M6 (15), tampak sakit
sedang.
ii. Tanda Vital :
 Tekanan darah : 160/70 mmHg
 Nadi : 92 x/menit, reguler, isi cukup
 Laju nafas : 20 x/menit, reguler

 Suhu : 36,8 0C
iii. Data antropometri :
 Berat badan : 50 kg
 Tinggi badan : 155 cm
 IMT : 20,8 (normoweight)
2. Pemeriksaan Sistematis :
i. Kepala : bentuk dan ukuran normal, tidak teraba
benjolan, rambut dan kulit kepala tidak ada kelainan.
ii. Mata : palpebra superior et inferior, dextra et sinistra
tidak tampak
edema/cekung, konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-),
pupil bulat, isokor, diameter 3 mm, refleks cahaya +/+.
iii. Telinga : bentuk normal, nyeri tekan tragus (-), nyeri tarik
aurikel (-),
liang telinga D/S lapang, serumen (-), sekret (-).
iv. Hidung : bentuk normal, sekret (-).
v. Mulut : perioral sianosis (-), bibir kering (-), lidah kotor
(-), mukosa dinding faring tidak hiperemis.
vi. Leher : trakea di tengah, kelenjar tiroid tidak teraba
membesar, KGB
submandibula, servikal D/S tidak teraba membesar.
vii. Toraks :
 I : bentuk normal, simetris dalam diam dan
pergerakan nafas, retraksi dinding dada (-).
 P : stem fremitus kanan-kiri depan-belakang sama
kuat.
 P : sonor, batas paru-hepar di ICS VI MCL dextra.
 A : vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-.
viii. Jantung :
 I : pulsasi ictus cordis tak tampak.
 P : pulsasi ictus cordis teraba di ICS V MCL sinistra.
 P : redup, batas jantung kanan : midsternum, kiri :
ICS V MCL sinistra, atas : ICS III PSL sinistra.
 A : bunyi jantung I dan II normal, murmur (-), gallop
(-).
ix. Abdomen :
 I : tampak datar.
 P : distensi, turgor baik, nyeri epigastrium (+),
hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan pada keempat
kuadran (+).
 P : timpani
 A : bising usus (+) normal.

x. Anus dan Genitalia : tidak terdapat kelainan.


xi. Ekstremitas : akral teraba hangat, pulsasi dan perfusi baik.
xii. Kulit : turgor baik, ruam (-).
xiii. KGB : tidak membesar.
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Laboratorium :

Pemeriksaan Nilai Satuan Nilai Normal

Kimia klinik

CKMB 11 U/L 0-24

Natrium 138,0 mmol/L 124,0-147,0

Kalium 4,20 mmol/L 3,50-5,20

Kalsium 1,26 mmol/L 1,12-1,32

Imunologi

HbsAg Negative

2. Pemeriksaan Radiologis :
Pasien telah menjalani pemeriksaan foto polos abdomen 2 posisi
pada hari Selasa, 19 Mei 2015 dengan hasil sebagai berikut :
Posisi Supine

Posisi LLD (Left Lateral Decubitus)


Interpretasi hasil foto BNO 2 posisi
Preperitoneal fat line normal
Psoas line dan kontur kedua
ginjal tak jelas Tak tampak
dilatasi dan distensi usus

Tak tampak multiple air


fluid level Tampak free air
Tak tampak lesi opak pada cavum abdomen

KESAN :
Pneumoperitoneum
Tak tampak gambaran ileus

IV. RESUME

Telah diperiksa seorang laki-laki 60 tahun dengan :

1. Nyeri pada ulu hati sejak tadi pagi. Nyeri bersifat hilang timbul dan
diperberat jika duduk, miring ke kanan kiri, sebelum makan dan
berdiri. Riwayat kebiasaan merokok satu bungkus per hari. Pernah
mengalami gejala serupa pada satu bulan yang lalu dan telah
sembuh setelah diobati. Terdapat riwayat penyakit hipertensi.
2. Pemeriksaan fisik dalam batas normal kecuali pada pemeriksaan
abdomen
terdapat nyeri tekan pada keempat kuadran.
3. Pemeriksaan radiologi (foto polos abdomen 2 posisi) menunjukkan
pneumoperitoneum.
V. DIAGNOSIS
Pneumoperitoneum

VI. TATALAKSANA

Ulsafa
t syr
3x1
cth
Genta
mycin
2x80m
g
Amlod
ipine
1x5mg
VII. PROGNOSIS
1. Ad vitam : dubia ad bonam
2. Ad functionam : dubia ad bonam
3. Ad malam : dubia ad bonam

DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton. 2000. Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC. Page 307-347.


2. Netter FH. 2006. Atlas of Human Anatomy. 4th ed. US : Saunders. Page 563-
622.
3. Rasad S. 2008. Radiologi Diagnostik. Jakarta : Badan Penerbit FKUI. Hal
283-289, 297- 299, 494-504.
4. Sudoyo AW. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FKUI. Hal
1025-1031.
5. Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL,

Loscalzo J. 2008. Harrison’s Principle od Internal Medicine 17th edition.


New York : McGraw-Hill. Chapter 287.

Anda mungkin juga menyukai