Anda di halaman 1dari 13

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

TATALAKSANA KASUS

HEMODIALISIS (HD)

1 Pengertian Salah satu terapi pengganti ginjal dengan mengunakan


(Defenisi) prinsip difusi dan utrafiltrasi untuk mengeluarkan zat
terlarut yang tidak diinginkan
2 Tujuan Dialisis pasien gagal ginjal akut, acute on chronic renal
failuer, penyakit ginjal kronik tahap akhir

3 Indikasi 1. Akut
 Kelebihan cairan yang refrakter, hiperkalemi
(kalium plasma > 6.5 mEq/L) atau peningkatan
kadar kalium secara cepat, asidosis metabolik
(pH <7,35), asidosis refrakter, tanda – tanda
uremia (ureum darah > 200 mg dengan gejala
perikarditis neuropati atau perubahan status
mental), intoksikasi alkohol dan obat.
 Kegagalan terapi untuk mengontrol kelebihan
cairan
 Laju filtrasi glomerulus (LFG) < 10ml/menit
dengan gejala uremia atau malnustrisi
 LFG < 7 ml/menit walaupun tanpa gejala
2. Khusus
 Adanya komplikasi akut (edema paru,
hiperkalemia, asidosis metabolik berulang) pada
pasien diabetik nefropati dapat dimulai lebih
awal (LFG <15ml/menit)
 Penyakit ginjal akut stadium III

4 Kontraindikasi 1. Sulit didapatkan akses vasculer


2. Hemodinamik tidak stabil
3. Koagulopati
4. Alzheimer
5. Demensia infark
6. Sindrom hepatorenal
7. Sirosis hepatis dengan ensefalopati
8. Keganasan lanjut
5 Edukasi Edukasi pasien dan keluarga disertai penjelasan mengenai
mekanisme hemodialisis edukasi nutrisi, perjalanan
alamiah penyakitnya dan resiko yang akan timbul di
kemudian hari.
6 Nutrisi 1. Pola makanan disarankan : makan – makanan tinggi
protein, rendah garam, rendah kalium, rendah
fosfor dan edukasi mengenai cairan yang boleh
diminum.
 Protein 1,2 gram/kg berat badan/hari,
karbohidrat 35 kkal/kg berat badan/hari, lemak
<30 % total dengan lemak jenuh 10%.
 Jika urine output >1 liter/hari natrium dibatasi 2
gram/hari (8 mEq/hari) dengan penambahan
berat badan < 5 % dari berat kering. Kalium 4
gram/hari (100 meq/hari), kalsium 1 gram/hari,
fosfor 0,6 -1,2 gram/hari
 Vitamin : dapat terjadi defisiensi vitamin larut
air pada pasien hemodialisis.
 Vitamin C dapat diberikan 60-100
mg/hari.
 Vitamin A hampir selalu meningkat pada
pasien dialisis karena meningkatnya
protein pengikat retinol dan menurunnya
katabolisme pada ginjal. Kelebihannya
tidak dapat dibuang dengan dialisis
sehingga dapat meningkatkan resiko
hipervitaminosis.
 Vitamin D diberikan sebagai suplemen
jika terjadi hiperparatiroidisme sekunder
dan dosisnya disesuaikan dengan
menurunnya hormon paratiroid.
 Vitamin E dapat meningkatkan usia sel
darah merah
 Vitamin K dapat diberikan 7,5 mg/minggu
jika dicurigai ada defisiensi karena
penggunaan antibiotik yang menekan
vitamin K
 Garam dan natrium : konsumsi sedikit garam
untuk mengontrol tekanan darah dan
mengurangi penambahan berat badan selama
sesi hemodialisis. Menghindari garam yang
mengandung kalium
 Daging atau protein : makan makanan tinggi
protein seperti daging, ikan, telur untuk
menjaga kadar protein dalam plasma.
Kandungan protein sekitar 8-10 ons per hari.
Hindari makanan berbahan kacang karena
mengandung tinggi kalium dan fosfor.
 Sereal dan roti : sumber kalori dapat dikonsumsi
secara bebas. Hindari makanan dari gandum
atau yang berserat tinggi karena mengandung
fosfor.
Susu dan yogurt atau keju: dibatasi karena
mengandung tinggi fosfor. Konsumsi setiap hari
maksimal setengah cangkir susu atau yogurt
dan satu ons keju.
 Makanan rendah fosfat : butter dan margarine,
cream cheese, heavy cream, ricotta cheese,
non-dairy whipped topping.
 Jus dan buah : semua bahan mengandung
kalium yang sebaiknya dibatasi atau ditandai
seperti jeruk, kiwi, kismis, pisang, melon,
prunes. Jumlah yang diperbolehkan satu buah
kecil atau empat ons jus. Buah yang selalu
dihindari yaitu belimbing. Buah yang dianjurkan
yaitu apel (1 buah), beri (1/2 cangkir), ceri (10
buah), anggur (15 biji), pir (1 buah), nanas (1/2
Cangkir), plum (1-2 buah), semangka (1
potongan), koktail (1/2 cangkir), tangerine(1)
 Sayur – sayuran : semua sayuran mengandung
kalium. Sayuran yang direkomendasikan :
brokoli, kol, wartel, kembang kol, seledri,
bawang, lada, ketimun, bawang merah, tepung,
buncis, daun selada, labu kuning.
2. Nutrisi untuk gagal ginjal kronik (CKD) stadium V
pada hemodialisis : energi 35 kkal/kg/hari, protein
1-1.2 gram/kg/hari, karbohidrat 55-60 % dari total
kalori, lemak 30% total kalori, air (jumlah urine 24
jam + 500 ml). Pembatasan garam 3-5 gram/hari,
kalium 1000 mg/hari, fosfat 17 mg/hari.
Pembatasan kalium jika ada hiperkalemia.
7 Perencanaan Dosis HD yang di resepkan :
program 1. Tentukan tinggi badan (TB) dan berat badan (BB)
Hemodialisis untuk mengukur volume (V)
2. Tentukan volume (V) yang mengacu pada
normogram
3. Tentukan klirens urea dan dialiser yang dipakai
sesuai dengan laju aliran darah (Qb). Lihat petunjuk
pada kemasan dializer
4. Lama dialisis yang diinginkan dalam jam (t):
 Target kt/v yang ideal adalah 1,2 untuk HD
3x seminggu selama 4 jam sehari dan 1,8
untuk HD 2x seminggu selama 4- jam sehari
 Kt/v = 1,2 (untuk HD 3x seminggu)
5. Dosis HD yang sebenarnya (ditentukan setelah
hemodialisis)
 Kt/v = in (R-0.008 t) + (4-3,SR)x [ (BB
predialisis – BB pasca dialisis )/BB pasca
dialisis]
Ket :
 In : lagoritma natural
 R : ureum pasca dialisis/ureum pre
dialisis
 t: lama dialisis (Dalam jam)
6. Adekuasi dialisis ukur dengan menghitung URR
(urea reduction ratio)
 Pada HD 2 kali seminggu, dialisis dianggap
cukup bila URR > 80% atau URR 65 %
untuk HD 3x seminggu selama 4 jam
sehari.
 URR = 100 x [ 1-(C1/C2) ]
Ket : C1 adalah urea post HD, C2 adalah
urea pre HD
7. Frekuensi pengukuran HD sebaiknya dilakukan
secara berkala (idealnya 1x tiap bulan) minimal
setiap 6 bulan.
7. Metode pengambillan sampel :
 Pengambilan sampel ureum hasil dilakukan
secara berkala (idealnya 1x tiap bulan)
minimal setiap 6 bulan.
 Sampel darah pre HD diambil dari arteri
sebelum HD tanpa kontaminasi
garam/heparin, untuk mengukur keabsahan
dosis dialisis
 Sample darah post HD diambil dari arteri 2
menit setelah Qb diturunkan menjadi 50
ml/menit pada sesi pertama, untuk
menghindari resirkulasi.
9. Durasi HD
 Ditentukan berdasarkan kebutuhan individu .
 Setiap HD dilakukan 5 jam dengan frekuensi
2x per minggu, idealnya 10-15 jam per
minggu
10.Akses vascular HD
 Akses vascular sementara : kateter lumen
ganda pada vena jugularis intra sebagai
pilihan utama atau kateter lumen ganda
pada vena subklavia atau vena femoralis.
 Akses vascular permanen : fistula
arteriovenosa atau graft arteriovenosa.
11.Teknik kanulasi akses vascular
 Kanulasi langsung ke pembuluh darah vena
dengan akses vascular permanen (fistula
arteriovenosa atau graft arteriovenosa).
 Kanulasi dengan kateter ganda yang
dipasang pada vena jugularis interna atau
subklavia.
12.Pemberian antikogulasi
 Antikoagulasi rutin : untuk pasien stabil pada
tanpa resiko pendarahan. Heparin dosis awal
bolus 2000 unit, tunggu 3-5 menit baru
lanjutkan dialisis. Dilanjutkan dengan infus
heparin dengan kecepatan 1000 U/jam
secara kontinue (dengan pompa). Lalu
lakukan penilaian koagulasi.
 Antikoagulasi pada resiko pendarahan :
heparinisasi minimal atau dialisis bebas
heparin.

8 Tata laksana Alat dan bahan


persiapan 1. Mesin dialisis
sebelum 2. Cairan dialisat
hemodialisis 3. Acid dan bikarbonat
4. Av fistula
5. Bloodline
6. Spuit
7. Nald
8. Heparin
9. Pengalas
10.Bengkok
11.Kasa
12.Kapas

Pre – dialisis
1. Persiapkan mesin dialisis
2. Pengukuran berat badan, suhu, tekanan darah saat
berdiri dan posisi duduk
3. Persiapkan akses vascular dan berikan anastesi
lokal pada lokasi tersebut. Jika pasien sudah
mempunyai fistula (modifikasi operasi pada vena
lengan yang berguna sebagai akses vascular pada
dialisis, membutuhkan waktu 5 -15 minggu
sebelum dapat digunakan).
4. Hubungkan akses vascular keselang mesin
5. Pemeriksaan yang perlu dilakukan sebelum HD
disarankan sebelum pertengahan minggu sesi HD :
 Hemoglobin pemantauan setiap 2-4 minggu
selama terapi koreksi
 Kalsium total serum
 Fosfat serum
 Kadar bikarbonat serum
 Status besi dalam serum dikatakan cukup
jika feritin serum > 200 µg/L dan saturasi
transferin >20 %. Pemantauan saturasi
transferin dilakukan setiap bulan selama
koreksi besi dan 3 bulan sekali bila koreksi
besi telah selesai. Pemeriksaan HbsAg
(hepatitis B surface antigen), anti – HBc
(total) (antibody to hepatitis B core Antigen),
anti HBs (antibody to hepatitis B surface
antigen). Anti – HVC (antibody to hepatits C
virus), ALT (alanine aminotransferase),
dilakukan pada setiap pasien yang
melakukan HD.
9 Tata Laksana Prosedur tindakan HD:
prosedur 1. Mesin hemodialisis sedang dijalankan
tindakan HD 2. Setiap jam dilakukan pengukuran tekanan darah
untuk mengetahui adanya hipotensi akibat
pengeluaran cairan pada saat dilakukan HD.
Pehatikan tanda – tanda hipotensi seperti mual,
bergetar, sakit kepala, keram, berkeringat dingin,
penurunan kesadaran.
3. Jika ditemukan hipotensi, posisikan pasien pada
trendelenburg position untuk sementara waktu.
Prosedur pasca tindakan :
1. Jika HD sudah selesai, cabut selang dari akses
vasculer dan tutup dengan pelaster selama 1 jam
lakukan penekanan untuk menghentikan
pendarahan
2. Lakukan pengukuran tekanan darah pada posisi
duduk dan berdiri, penimbangan berat badan dan
suhu
3. Pastikan kondisi pasien sudah stabil untuk pulang,
pasien dapat berdiri sendiri
4. Pemeriksaan ulang DPL, ureum, kreatinin, analisa
gas darah, elektrolit.

Prosedur pasca dialisis wash out:


1. Setelah dilakukan HD pasien akan mengalami
keluhan.
2. Pasien merasa lemah, lelah, kaku dipersendian,
sakit diseluruh tubuh dan keluhan menyerupai flu-
like symptoms. Keluhan tersebut dapat dirasakan
setelah HD dan berlangsung selama 30 menit – 14
jam.
3. Anjurkan pasien untuk istirahat dan makan
makanan ringan akan meringankan gejala sampai
hilang sendiri.

1 Komplikasi Sindrom disequilibrium


0  Merupakan komplikasi dari hemodialisis yang
jarang terjadi tetapi cukup serius yaitu
kumpulan gejala neurologik dan sistemik yang
ditandai dengan adanya gambaran
electroencephalographic yang khas yang terjadi
selama atau setelah hemodialisis.
 Manifestasi klinis bervariasi dari mual, muntah,
rasa lelah, sakit kepala, kejang, koma.
 Penyebab pasti belum diketahui, diperkirakan
karena peningkatan cairan dalam otak secara
tiba – tiba dan perubahan derajat keasaman
(pH) cairan serebrospinal (CSF)
 Tindakan pencegahan :
1. Hemodialisis akut : dilakukan tidak secara
agresif, penurunan area nitrogen plasma
maksimal 30%, tidak menggunakan cairan
dialisis yang rendah natrium (lebih rendah
dari kadar natrium plasma) karena dapat
menyebabkan edema otak. Pada pasien yang
hipernatremia jangan mengoreksi natrium
plasma dan uremia pada saat bersamaan.
Pada kasus hipernatremia hemodialisis aman
dilakukan dengan menggunakan cairan
dialisis yang kadar natrium mendekati
natrium plasma, dan mengoreksi kadar
natrium plasma setelah hemodialisis secara
perlahan dengan memberikan cairan glukosa
5% atau glukosa 5% dalam saline 0,45%
2. Hemodialisis kronik : menggunakan cairan
dialisis yang mengandung natrium minimal
140 mEq/L atau glukosa 200 mg/dl
 Penatalaksanaan sindrom :
1. Disequilibrium ringan : simptomatik. Jika
terjadi pada pasien uremia secara akut
selama hemodialisis, aliran darah harus
diperlambat untuk mengurangi penimbunan
zat terlarut dan perubahan pH dan
mempercepat waktu dialisis dari yang
direncanakan. NaCl hipertonik atau glukosa
dapat diberikan untuk mengobati keram otot.
2. Disequilibrium berat : hemodialisis harus
dihentikan jika terjadi kejang atau koma.
Penatalaksanaan kejang pada umumnya,
sedangkan penanganan koma secara
suportif, mempertahankan jalan nafas dan
ventilasi jika diperlukan. Pemberian manitol
intravena dapat dipertimbangkan. Koma
akan membaik dalam 24 jam.
1 Pemeriksaan 1. Setiap pasien baru
1 Jangka Panjang  Darah perifer
 Elektrolit darah
 HbsAg
 Anti HCV
 Anti HIV
 Rontgen dada
 EKG
 USG
2. Bila tidak ada indikasi kasus, maka dilakukan
pemerikksaan sesuai jadwal berikut:
 Setiap 1 bulan : darah lengkap, ureum (pre HD),
ureum (post HD)
 Setiap 3 bulan : elektrolit darah (Na, K,Ca, P), SI,
TIBC, Feritin
 Setiap 6 bulan : HbsAg, anti HCV, Anti HIV,
electrokardiografi
3. Pemeriksaan khusus :
 PTH (kalau ada indikasi)
 Radiologik
 Densitometer tulang
 BIA
4. Anti – HBs dan anti HBc positif: tidak diperlukan
pemeriksaan tambahan.
1 Lama Tindakan  Pasien pertama kali HD dianjurkan 2-3 jam,
2 dihari kedua 3-4 jam (kalau kondisi
memungkinkan HD dikelang satu hari, kemudian
hari ketiga HD mengikuti jadwal HD 2 kali
seminggu atau 3 kali seminggu.
 Setiap HD dilakukan 5 jam dengan frekuensi 2x
per minggu dan 4 jam frekuensi 3 kali
seminggu. Idealnya 10 - 15 jam per minggu.
1 Komplikasi  Hipotensi
3  Hipertensi
 Muscle cramp
 Restless legs syndrome
 Mual muntah
 Sakit kepala
 Gatal
 Nyeri dada dan punggung
 Demam
 Mengigil
 Reaksi dialisis
 Aritmia
 Tamponade jantung
 Kejang
 Hemolisis
 Emboli udara
1 Unit Yang 1. Unit Hemodialisis
4 Menangani
1 Unit Terkait 1. Unit Bedah
5 2. Unit Radiologi
3. Unit Laboratorium
4. Unit Perawatan Intensif
5. Unit Keperawatan
1 Kepustakaan Alwi Idrus, simon salim, dkk. Prosedur dibidang penyakit
6 dalam panduan praktik klinis. Pehimpunan Dokter
Penyakit Dalam Indonesia. 2015
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS

KATETER LUMEN GANDA/DOUBLE LUMEN (DL)

1 Pengertian Adalah kebutuhan akses vascular pada pasien gagal ginjal


(Defenisi) dapat bersifat sementara atau permanen. Kebutuhan akses
vascular sementara divariasi mulai dari beberapa jam
(single dialysis, misalnya pada gangguan ginjal akut)
sampai bulan (apabila pasien direncanakan untuk
mendapatkan hemodialisis rutin namun akses vascular
permanen seperti fistula arteriovenosa belum terpasang
atau belum matur).
2 Tujuan Sebagai akses vascular sementara/temporer yang akan
digunakan dalam tindakan hemodialisis sebelum akses
vascular permanen (fistula arteriovenosa atau graft
arteriovenosa) tersedia.
3 Indikasi Tindakan segera/temporer pada pasien hemodialisis akut
maupun kronik
4 Kontra indikasi 1. Inflamasi pada kulit tempat penusukan
2. Trombositopenia berat atau gangguan koagulasi,
misalnya dalam terapi antikoagulan
3. Kelainan anatomis, misalnya struma, tumor di daerah
leher, emfsema paru berat dan bekasoperasi pada
lokasi penusukan.
5 Tipe kateter 1. Akses vascular sementara yaitu didapat melalui
lumen ganda insersi kateter lumen ganda secara perkutaneus
kedalam vena besar seperti jugularis interna sebagai
pilihan utama, subklavia sebaliknya atau femoralis
2. Akses vascular permanen dapat digunakan berulang
–ulang dari bulanan hingga tahunan.
6 Bentuk 1. Kateter sementara : (non- tunel, non-cuff) sebagian
kateter lumen besar terbuat dari bahan polyurethane, yang kaku
ganda pada suhu ruangan untuk memudahkan insersi
namun akan menjadi lembut pada suhu tubuh untuk
meminimalkan trauma pada pembuluh darah.
2. Kateter jangka panjang (kateter tunel dengan
cuff)terutama dibuat dari silikon dan silikon elastomer
yang fleksibel sehingga memerlukan stylet atau
sheat untuk insersinya.
7 Persiapan 1. Ijin tindakan medik tertulis
pasien 2. Tanyakan :
 Riwayat penyakii sekarang
 Konsumsi obat antiplatelet atau antikoagulan
 Riwayat alergi

8 Persiapan 1. Bahan dan alat :


bahan dan  Surgical gown
alat  Sarung tangan steril
 Masker
 Dressing steril
 Heparin
 Gentamisin 80 mg
 Lidokain
 Cairan desinfektan (chlorhexidin 2% atau povidon
iodin)
 Alkohol 70%
 NaCL 0,9 %
 Spuit 10 cc
 Set hecting
 USG
 Alat monitor tanda vital dengan EKG
 Tabung oksigen portebel
2. Standar set kateter non – cuff
 Double lumen catheter
 Introducer needle
 Guide wire
 Dilator 10-12 Fr
 Lock-syringe 5 mL
 Saclpel No. 11
3. Standar set kateter non – cuff
 Tunel –cuff catheter
 Introducer needle
 Guide wire
 Dilator 10-12 Fr
 Pull – apart sheat/dilator 16 Fr
 Tunelling stylet 23 cm
 Lock – syringe 5 mL
 Scalpel No. 11
 Klem arteri

9 Tata Laksana 1. Tindakan asepsis dan antisepsis


tindakan 2. Insersi kateter dilakukan pada kondisi aseptik dimana
operator memakai masker, baju operasi dan sarung
tangan
3. Untuk insersi pada vena jugularis atau subklavia,
pasien berada dalam posisi tredelenburg, dengan
kepala menoleh ke arah yang berlawanan dari lokasi
insersi. Handuk atau bantal dapat diletakkan di
bawah bahu. Untuk insersi femoral, pasien dalam
posisi supine.
4. Lokasi insersi dan area disekitarnya dengan larutan
povidone – iodine dan alkohol
5. Tentukan lokasi insersi kateter. Lokasi yang optimal
adalah di vena jugularis interna kanan. Pilihan lainnya
adalah vena subklavia, vena femoralis secara
berurutan
6. Insersi dilakukan dengan guiding USG
7. Probe USG dibungkus dengan penutup steril
8. Arahkan probe sejajar dengan long axis dari
pembuluh darah, dan penusukan jarum dilakukan
pada ujung atau short axis dari probe. Vena akan
kolaps dengan penekanan dari probe, tetapi arteri
tidak
9. Untuk kanulasi vena jugularis interna kanan, probe
diletakkan sejajar dan diatas klavikulla, melintasi
pertemuan antara sternum dan kaput os klavikula
dari muskulus strenokleidomastoideus. Hindari
insersi melewati otot karena akan membuat tidak
menjadi nyaman.
10.Anestesi lokal pada lokasi insersi
11.Isi introducer needle dengan cairan Nacl 0,9%
sehingga tidak ada udara didalamnya.
12.Syringe disambungkan dengan introducer needle
sehinggga guide wire dapat masuk
13.Penusukan dilakukan dengan jarum 18-21 G. Dengan
melihat secara langsung pada monitor USG, vena
akan tampak tertekan sebelum jarum masuk ke
dinding anterior vena. Lakukan aspirasi untuk
memastikan jarum sudah berada di dalam vena.
Kemudian masukkan guide wire melalui lubang
jarum.
14.Tahan guide wire pada posisinya, tarik jarum.
15.Teknik insersi kateter non-cuff :
 Lakukan insisi kecil pada kulit diatas exite site
 Masukkan dilator melalui ujung guide wire untuk
melebarkan jaringan subkutan
 Tarik dilator meninggalkan guidewire.
 Secara bertahap masukkan dilator dengan
diameter yang lebih besar
 Sebelum insersi double lumen kateter , isi setiap
lumen dengan larutan heparin atau normal salin,
lalu klem lumen arteri (merah). Lumen untuk vena
(biru) tidak diklem sampai guidewire ditarik
 Masukkan guidewire ke lumen vena dari kateter
sebelum insersi. Klem vena harus berada dalam
posisi terbuka agar kateter dapat melewati
guidewire sampai ke dalam vena
 Insersi double lumen catheter dilakukan melalui
ujung guidewire
 Tarik guidewire dan tutup klem vena
 Pastikan lumen vena(biru) berada diarah kranial
(dekat kepala). Hal ini untuk mencegah terjadinya
insufisiensi arterial dari kateter selama dialisis.
Untuk hasil yang optimal ujung kateter sebaiknya
berada dibagian bawah vena kava superior.
16.Teknik insersi kateter tunnel-cuff :
 Tentukan posisi/arah tunel dengan melakukan
penekanan pada arkus kosta untuk mencapai
jarak kurang lebih 5 – 6 cm kearah distal dari
lokasi venotomi.
 Tanda exit-site. Cuff akan berada minimal 2cm di
proksimal dari exit-site. Ukur jarak kateter dari
posisi cuff ke lokasi insersi/venotomi kemudian
kebawah menyusuri midline sampai ke ruangan
interkostal 3 yang memproyeksikan lokasi atrium
kanan
 Membuat tunel di bawah kulit. Lakukan anestasi
lokal pada exit-site kemudian menyusuri subkutan
sampai ke lokasi insersi/venotomi.
 Insisi kulit pada exit-site menggunakan scalpel
dengan ukuran 0,5-1 cm.
 Lakukan dilatasi jaringan subkutan secara tumpul
dengan menggunakan klem arteri untuk
mempermudah pembuatan tunel, stylet dapat
dibengkokkan. Pastikan guidewire tetap pada
posisinya saat pembuatan tunel. Masukkan stylet
ke bawah kulit diikuti oleh tunel kateter kearah
lokasi venotomi. Tarik cuff sampai berada minimal
2 cm dari lokasi exit-site
 Lepaskan stylet dari kateter
 Kemudian masukkan dilator melalui ujung
guidewire dan insersi ke dalam vena dengan
gerakan berputar secara perlahan. Tahan
guidewire tetap pada posisinya tarik dilator
setelah dilatasi dilakukan.
 Masukkan pull-apart sheat/dilator ujung guidewire
dengan insersi ke dalam vena dengan
mengerakkan berputar secara perlahan. Lalu tarik
dilator dari sheath secara perlahan, kemudian
pencet sheath sambil pasien diminta untuk
melakukan manuver valsava untuk meminimalkan
resiko emboli udara.
 Segera masukkan tip kateter kedalam sheath.
Saat kateter telah berada didalam sheath, robek
heath sedikit demi sedikit sambil mendorong sisa
kateter masuk ke dalam vena
17.Tes fungsi kateter dengan melakukan aspirasi pada
lumen arteri dan vena. Berikan bolus cairan NaCl
0,9% 3 – 5 cc pada setiap lumen agar tidak tersisa
darah didalam lumen. Kemudian berikan heparin
lock. Bila dirasa perlu, dapat diberikan antibiotik lock
dengan gentamisin.
17.Tutup ujung lumen dengan cap yang telah ada
17.Lakukan penjahitan pada kateter dan ditutup dengan
dressing steril
17.Rontgen toraks untuk memastikan posisi dan ujung
kateter. Ujung kateter pada insersi di vea jugularis
dan subklavia sebaiknya berada di atas pertemuan
antara vena kava superior dan atrium kanan
1 Paska 1. Monitor tanda – tanda vital serta pendarahan
0 tindakan 2. Tindakan hemodialisis dapat digunakan segera
setelah kateter lumen ganda berhasil dipasang
1 Komplikasi 1. Komplikasi segera
1  Tertusuknya arteri
 Pneumotoraks
 Hemotoraks
 Aritmia
 Emboli udpara
 Perforasi vena atau ruang jantung
 Tomponade perikardial
 Perdarahan
2. Komplikasi lambat
 Trombosis
 Infeksi
 Struktur pembuluh darah
 Fistula arteriovenosa
3. Kerusakan pada struktur disekitarnya
 Pleksus brakialis
 Trakea
 Nervus laringeus rekuen

1 Lama 20 - 60 menit
2 tindakan
1 Unit yang 1. Unit Rawat Jalan (Poli Ginjal – Hipertensi)
3 menangani 2. Unit Bedah
1 Unit terkait 1. Unit HD
4 2. Unit Rawat Inap
3. Unit Pelayanan Intensif
4. Unit Gawat Darurat
5. Unit Farmasi
1 Kepustakaan Alwi Idrus, simon salim, dkk. Prosedur dibidang penyakit
5 dalam panduan praktik klinis. Pehimpunan Dokter Penyakit
Dalam Indonesia. 2015.

Anda mungkin juga menyukai