ANGGOTA :
Oktaviola Dian Hapsari 26020117130074
Muhammad Mustofa 26020117130081
Muhammad Hanief F. A. 26020117140081
Salma Khoironnida H. 26020117140082
Yulia Sri Dewi Padusi 26020117130087
Kelas C
AKUAKULTUR
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
BAB I
PENDAHULUAN
Pekalongan merupakan salah satu kota di Jawa Tengah yang terletak di pantai utara jawa,
sehingga cukup banyak penduduk yang bermatapencaharian sebagai nelayan maupun petani
tambak. Tambak hanya ditemukan di Pekalongan bagian utara karena memiliki air payau,
kebanyakan tambak di dimiliki perorangan sehingga ukuran tambak per kepemilikan tidak terlalu
besar, untuk menunjang ekonomi saat hasil tangkapan buruk. Meskipun demikian, usaha
budidaya tambak di Pekalongan memiliki kendala yang membuat kegiatan ini tidak maksimal
bahkan tidak bertahan lama akibat berbagai hal, faktor utamanya adalah tekanan lingkungan.
Suatu usaha yang memiliki tekanan lingkungan yang tinggi maka tidak memiliki daya dukung
dan daya lenting yang baik pula, sehingga usaha budidaya sulit untuk berkembang bahkan
bertahan. Menurut Marfai et al, (2011) dalam Kusumaningrum et al. (2016) daerah pertambakan
di Pekalongan Utara sering mengalami banjir/rob akibat geomorfologi dengan erosi pantai
mencapai 1 meter per tahun serta pasang surut sekitar 0,7 meter. Hal ini akan memicu efek dari
Penebangan mangrove dan pohon lainnya untuk digunakan sebagai lahan pertambakan dapat
mengurangi daerah resapan air sehingga air tergenang dan membuat kondisi tanah mudah rapuh.
Tanah yang mudah rapuh ini memicu terjadinya erosi sehingga ketinggian daratan dari
permukaan laut semakin rendah. Ketinggian daratan terhadap permukaan laut yang rendah
terutama yang dekat dengan laut memicu banjir atau genangan yang sulit surut. Air genangan
yang sulit surut ini akan memicu permasalah lainnya. Menurut Wijaya dan Cahyono (2017),
daerah genangan atau disebut rawa, setiap tahunnya mengalami penambahan luas pada tahun
2009 hingga 2016 mencapai penambahan luas 382,9 Ha. Akibat besarnya genangan ini membuat
daerah tambak justru juga ikut menurut akibat tidak bisa digunakan karena kondisi lingkungan
Pesisir kota Pekalongan pernah mengalami kejayaan pada bidang tambak, terutama dari
udang dan bandeng. Hal ini membuat penduduk atau pemilik lahan di daerah pesisir banyak yang
membuat tambak didaerah tersebut dengan jumlah tinggi yang tidak disesuaikan dengan
kemampuan lingkungan itu sendiri. Lingkungan yang tidak mampu lagi menerima buangan dan
mempertahankan kondisi pada tambak membuat tambak tersebut rusak atau collaps. Tambak di
pekalongan menggunakan sistem ekstensif dan semi-intensif, meskipun demikian tetap dapat
merusak lingkungan jika penataan tambak dan sirkulasi air yang buruk. Sampai saat ini petani
tambak yang mampu bertahan melakukan kegiatan budidaya dengan menggunakan jaring tancap
untuk keamanan jika ada banjir/rob sewaktu-waktu. Adapun faktor yang dapat digunakan
sebagai evaluasi keadaan baik atau buruknya tambak beserta kualitas airnya dapat melihat
kondisi lahan, kandungan logam berat, kondisi fitoplankton, kadar nitrit, serta kadar fosfat.
1.2 Tujuan
3. Mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi dampak dari kegiatan budidaya di pekalongan
4. Menganalisa tindakan yang tepat untuk menanggulangi dampak negatif dari kegiatan budidaya di
Pekalongan
BAB II :
PEMBAHASAN
Kecamatan Pekalongan Utara merupakan daerah yang paling sering terkena tekanan
lingkungan berupa rob/banjir, karena lokasinya yang berdekatan dengan pantai utara. Terdapat
enam lokasi tempat dibuatnya tambak di Kota Pekalongan. Enam lokasi tersebut terdapat di
Kecamatan Pekalongan Utara, yaitu di Kelurahan Degayu, Bandengan, Panjang Baru, Krapayak
Lor, Pabean, Kandang Panjang. Tambak kelurahan Panjang Baru, Krapyak Lor, Pabean, dan
Kandang Panjang tidak mengalami banyak tekanan lingkungan berupa rob, banjir, maupun erosi
dan abrasi yang dapat mengancam produksi tambak. Tambak yang terkena tekanan lingkungan
berupa rob, banjir, abrasi/erosi terdapat di dua kelurahan. Kedua kelurahan tersebut adalah
ekosistem pesisir lainnya, maka kawasan pertambakkan sebagai suatu ekosistem bentukan
mempunyai karakteristik dan toleransi tertentu untuk dapat di intervensi. Sebagai kawasan
ekosistem terbina, maka pengelolaan harus melakukan sesuatu untuk memelihara dan
Sampai saat ini, petani tambak di Kelurahan Bandengan dan Kelurahan Degayu masih
secara aktif mengelola tambak mereka meski dengan adanya tekanan lingkungan. Tekanan
lingkungan yang melanda tambak di Kelurahan Bandengan berdampak cukup besar pada
kegiatan pertambakan karena rob tidak dapat surut, sementara tekanan lingkungan di kelurahan
Degayu tidak separah di Kelurahan Bandengan kerana rob yang menggenangi tambak masih
dapat surut.
Usaha yang dilakukan petani tambak dalam menanggulangi tekanan lingkungan adalah
dengan menentukan sistem budidaya yang diterapkan dan komoditas utama yang akan serta
memberikan jaring tancap untuk tambak yang terendam rob secara total dan meninggikan
tanggul atau menambah jaring pada tambak yang terkena rob saat musim-musim tertentu, ketiga
hal tersebut didasarkan pada seberapa besar tekanan lingkungan yang melanda masing-masing
daerah.
Kendala lingkungan yang dihadapi dalam kegiatan budidaya diantaranya penataan wilayah
atau penataan ruang pengembangan budidaya yang tidak memperhatikan daya dukung
lingkungan dengan segala aspek komplikasinya dalam kurun waktu yang panjang. Pembangunan
tambak sebaiknya diikuti dengan daya dukung lingkungan sehingga tidak menyebabkan
degradasi lingkungan dan dapat memberikan keuntungan untuk pemilik tambak. Kegiatan
budidaya tambak yang terus menerus menyebabkan degradasi lingkungan, yang ditandai dengan
Masalah penurunan kualitas air di wilayah pesisir Pekalongan antara lain adalah
pencemaran logam berat. Pencemaran logam berat akan merusak lingkungan perairan dalam hal
stabilitas, keanekaragaman dan kedewasaan ekosistem. pencemaran logam berat dapat menjadi
masalah besar berdasarkan beberapa aspek. Berdasarkan aspek ekologis, kerusakan ekosistem
perairan akibat pencemaran logam berat ditentukan oleh faktor kadar dan kesinambungan
polutan yang masuk ke dalam perairan, sifat toksisitas, bioakumulasi dan persistensinya baik
Pencemaran logam berat akan menyebabkan perubahan struktur komunitas perairan, jaring
makanan, tingkah laku, efek fisiologi, genetik dan resistensi. Efek logam berat mempunyai efek
racun terhadap manusia dan makhluk hidup lainnya. Beberapa contoh logam berat yang esensil
bagi metabolisme makhluk hidup antara lain Chromium (Cr), Cobalt (Co), Cooper (Cu), Besi
(Fe), Manganese (Mn), serta logam yang tidak banyak dibutuhkan makhluk hidup dan beracun
seperti Arsenic (As), Cadmium (Cd), Timbal (Pb), Mercury (Hg), Selenium (Se).
Pb atau timbal yang masuk keperairan tambak pada akhirnya akan akan ditemukan pada
ikan bandeng, sehingga jika ikan bandeng bila dikonsumsi oleh masyarakat akan terakumulasi
dalam jaringan tubuh manusia. Ikan bandeng yang dipelihara di tambak dapat terpapar secara
langsung maupun tidak langsung oleh logam berat seperti Cd maupun Pb. Logam berat yang
ditemukan pada ikan bandeng seperti Cd dan Pb apabila terakumulasi dalam jaringan manusia
dapat menyebabkan anemia, kerusakan sistim syaraf, kerusakan ginjal, terganggunya sistem
Pencemaran logam berat akan merusak lingkungan perairan dalam hal stabilitas,
perairan akibat pencemaran logam berat ditentukan oleh faktor kadar dan kesinambungan
polutan yang masuk ke dalam perairan, sifat toksisitas, bioakumulasi dan persistensinya baik
terhadap proses fisika, kimia, maupun biologi. Pencemaran logam berat akan menyebabkan
perubahan struktur komunitas perairan, jaring makanan, tingkah laku, efek fisiologi, genetik dan
resistensi. Limbah industri batik di Kota Pekalongan terdiri dari limbah cair dan padat(KLH Kota
Pekalongan, 2010). Limbah cair tersebut antara lain berasal dari zat warna cair yang digunakan
untuk membatik dan pewarna tekstil . Menurutnya seluruh sungai yang ada di Kota Pekalongan
tercemar akibat limbah pabrik dan sablon batik yang dibuang ke sungai.Kelima Sungai besar
tersebut adalah Sungai Banger, SungaiPekalongan, Sungai Asembinatur, Sungai Bremi, dan
Sungai Meduri. Di sebagian besar tercemar limbah batik yang melebihi ambang batas baku yang
terbukti melebihi angka yang ditetapkan pemerintah. sungai yang bermuara di pantai yang telah
tercemar limbah industri akan masuk ke dalam petakan tambak bersamaan pasang surut air laut
maupun pemompaan. Kondisi perairan baik sungai maupun laut di kota pekalongan memang
sudah banyak tercemar logam berat akibat kegiatan industri batik maupun kegiatan perikanan
tangkap.Kawasan perairan Kabupaten dan Kota Pekalongan telah mengalami penurunan kualitas
air karena ditemukan kadar Pb dan Cd pada air tambak sebagai akibat pembuangan limbah batik
Selain mempengaruhi wilayah pesisir dan tambak, penurunan kualitas air juga dapat
mempengaruhi wilayah sungai sebagai sumber air tawar. Sungai merupakan ekosistem yang
penting bagi kehidupan makhluk hidup dan lingkungan sekitarnya. Sungai memberi manfaat bagi
kehidupan manusia di sekitarnya serta kehidupan organisme di dalam perairan. Peranan sungai
bagi aktivitas manusia berkaitan dengan kehidupan organisme. Adanya aktivitas manusia yang
memanfaatkan perairan sungai tidak hanya berdampak bagi kehidupan organisme namun bagi
Wilayah Kabupaten Pekalongan dialiri oleh beberapa sungai, salah satunya adalah Sungai
Bremi. Sungai yang mengalir sepanjang ±9 km ini berada di sekitar pemukiman warga yang
padat penduduk. Aktivitas warga di sekitar aliran sungai memegang peran penting dalam
Sungai Bremi merupakan salah satu anak sungai dari Sungai Sengkarang terletak di
Kecamatan Tirto dan melewati beberapa desa yaitu Desa Pasirsari, Jeruksari, Pabean, Jenggot
dan Kranding. Kebanyakan masyarakat di desa-desa tersebut bermata pencaharian sebagai petani
tambak, nelayan, pengrajin batik dan buruh batik. Aktivitas masyarakat di sekitar aliran sungai
memegang andil dalam penurunan kualitas perairan Sungai Bremi. Masalah penurunan kualitas
air pada sungai yang sering dihadapi akibat aktivitas budidaya perairan adalah kandungan nitrat
dan fosfat yang berlebihan. Kandungan nitrat dan fosfat di perairan berpengaruh terhadap
Bentuk senyawa nitrogen yang paling dominan di perairan alami adalah ion nitrat (NO3-)
dan sangat penting bagi pertumbuhan tanaman dan alga. Senyawa ini dihasilkan dari proses
oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan. Fosfat merupakan elemen penting yang
dibutuhkan untuk menopang kehidupan di perairan. Fosfat berasal dari erosi tanah, buangan
industri, buangan kotoran hewan serta pelapukan batuan. Fitoplankton dapat dijadikan indikator
biologi yang dapat menentukan kualitas perairan baik melalui pendekatan keragaman spesies
maupun spesies indikator. Fitoplankton sebagai indikator biologis bukan saja menentukan
tingkat kesuburan perairan, tetapi juga fase pencemaran yang terjadi dalam perairan.
Kandungan zat hara di lingkungan perairan memiliki dampak positif, namun pada
tingkatan tertentu juga dapat menimbulkan dampak negatif. Dampak positifnya adalah adanya
peningkatan produksi fitoplankton dan total produksi ikan sedangkan dampak negatifnya adalah
terjadinya penurunan kandungan oksigen di perairan, serta memperbesar potensi muncul dan
berkembangnya jenis fitoplankton berbahaya yang lebih umum dikenal dengan istilah Harmful
pencemaran. Fitoplankton memiliki batas toleransi tertentu terhadap faktor-faktor fisika kimia
sehingga akan membentuk struktur komunitas fitoplankton yang berbeda. Hal tersebut dapat
dilihat berdasarkan keanekaragaman jenis komposisi dan keberadaan jenis fitoplankton yang
Konsentrasi TSS (Total Suspended Solid), BOD (Biochemical Oxygen Demand), dan COD
(Chemical Oxygen Demand) yang terkandung dalam perairan dapat mempengaruhi keberadaan
fitoplankton dan menurunkan konsentrasi DO dalam perairan tersebut. TSS, BOD, dan COD
dapat menentukan tingkat pencemaran lingkungan air. TSS yang tinggi akan menghambat
cahaya matahari masuk kedalam badan perairan. Cahaya matahari yang rendah mempengaruhi
keberadaan fitoplankton. Konsentrasi BOD dan COD yang tinggi mencerminkan konsentrasi
bahan organik yang tinggi sehingga diperlukan oksigen yang tinggi dan menyebabkan penurunan
kematian bagi organisme air. Semakin tinggi konsentrasi BOD dan COD, maka tingkat
Kota Pekalongan merupakan salah satu kota di Jawa Tengah yang berada di pesisir utara
Pulau Jawa yang seringkali mengalami banjir rob akibat kenaikan muka air laut. Terdampaknya
Kota Pekalongan dari kenaikan muka air laut berpengaruh pada karakteristik perkembangan
kotanya. Adanya banjir rob tersebut menyebabkan dampak yang besar pada penggunaan lahan
produktif yang ada, yaitu menjadi salah satu pemicu perubahan penggunaan lahan di Kota
Pekalongan akibat tergenang oleh kenaikan muka air laut. Berdasarkan data statistik, di Kota
Pekalongan luas lahan sawah setiap tahunnya selalu berkurang. Pada tahun 2014, luas tanah
Selain lahan pertanian, lahan tambak juga mengalami perubahan akibat terdampak
genangan kenaikan muka air laut. Berdasarkan pendataan dari Dinas Kelautan dan Perikanan
Kota Pekalongan, pada tahun 2015 lahan tambak yang tidak dapat digunakan. mencapai 346 Ha.
Lahan budidaya tambak tersebut menjadi tidak produktif akibat tingginya genangan dari
kenaikan muka air laut yang terjadi. Kemudian secara keseluruhan untuk perubahan penggunaan
lahan yang telah terjadi di Kota Pekalongan dalam periode waktu tahun 2003 sampai tahun 2009
sudah banyak mengalami perubahan pemanfaatan dikarenakan salah satu faktornya adalah
adanya banjir rob. Kondisi tersebut tentunya akan mengakibatkan terbentuknya pola penyebaran
produksi perikanan budidaya dan mengendalikan perikanan tangkap. Oleh karena potensi
sumberdaya perikanan tangkap terbatas, maka peluang sekaligus tumpuan besar akan tertuju
pada perikanan budidaya. Total target produksi perikanan budidaya Indonesia yang ingin dicapai
pada tahun 2014 adalah sekitar 16,8 juta ton yang berarti peningkatan produksi sampai 353%.
Dari berbagai komoditas perikanan budidaya, KKP telah menentukan komoditas unggulan, di
antaranya rumput laut, ikan bandeng, udang windu, dan udang vaname yang merupakan
komoditas yang dapat dibudidayakan di tambak. KKP juga telah mencanangkan revitalisasi
tambak yang akan dimulai di Pulau Jawa yang juga dimaksudkan agar target produksi perikanan
Semua jenis komoditas termasuk komoditas perikanan budidaya yang berbasis lahan untuk
dapat tumbuh atau hidup dan berproduksi memerlukan persyaratan-persyaratan tertentu, yang
dapat berbeda satu sama lain. Dalam kaitannya dengan sumberdaya alam, dikenal istilah lahan
yang merupakan suatu lingkungan fisik yang terdiri atas tanah, topografi, hidrologi, vegetasi, dan
iklim di mana pada batas-batas tertentu mempengaruhi kemampuan penggunaan lahan (FAO,
1976 dalam Rayes, 2007). Oleh karena itu, perbedaan kombinasi penyusun lingkungan fisik
lahan tersebut akan memberikan karakteristik lahan yang berbeda dan pada akhirnya kesesuaian
Menurut Rossiter (1996), evaluasi kesesuaian lahan sangat penting dilakukan karena lahan
memiliki sifat fisik, sosial, ekonomi, dan geografi yang bervariasi atau lahan diciptakan tidak
sama. Evaluasi kesesuaian lahan dapat memprediksi keragaan lahan dalam hal keuntungan yang
diharapkan dari penggunaan lahan dan kendala penggunaan lahan yang produktif serta degradasi
lingkungan yang diperkirakan akan terjadi karena penggunaan lahan. Kesesuaian lahan
merupakan suatu kunci sukses dalam kegiatan akuakultur yang mempengaruhi kesuksesan dan
keberlanjutannya serta dapat memecahkan konflik antara berbagai kegiatan dan membuat
penggunaan lahan lebih rasional (Pérez et al., 2003; Hossain & Das, 2010). Pengelolaan lahan
yang tepat dapat meningkatkan produktivitas lahan termasuk lahan budidaya tambak dengan
penggunaan masukan yang seminimum mungkin dan tidak menyebabkan terjadinya degradasi
lingkungan. Setiap jenis lahan memiliki karateristik tersendiri sehingga pengelolaan alamnya
juga bersifat khas terhadap penggunaan lahan tersebut (Mustafa & Rachmansyah, 2008).
Sejak diberlakukan otonomi daerah, maka setiap kabupaten atau kota di Indonesia,
termasuk Kota Pekalongan Provinsi Jawa Tengah, memiliki hak yang seluas-luasnya untuk
mengeksploitasi dan mengekplorasi potensi sumberdaya yang ada, selain itu juga memiliki hak
penuh untuk menentukan arah dan strategi pengembangan wilayahnya termasuk wilayah pesisir.
Berbagai pendekatan dan konsep telah dilakukan oleh setiap kabupaten atau kota untuk
mengembangkan wilayah pesisirnya, namun konflik sektoral dan kepentingan masih mewarnai
pengelolaan wilayah pesisir pada umumnya di Indonesia. Untuk menjaga keselarasan dan
termasuk perikanan budidaya perlu direncanakan dengan berbasis pada pengelolaan ruang. Oleh
karena itu, dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui karakteristik lahan sebagai
upaya untuk menentukan kesesuaian dan pengelolaan lahan untuk budidaya tambak agar
produktivitas tambak dapat meningkat dan berkelanjutan serta dapat menjadi acuan Pemerintah
Kota Pekalongan secara khusus dan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah secara umum dalam
satu-satunya kecamatan di Kota Pekalongan yang memiliki lahan tambak (Gambar 1). Penelitian
yang dilaksanakan pada bulan Oktober 2009 ini diawali berupa diskusi dengan staf Dinas
Pertanian, Peternakan dan Kelautan Kota Pekalongan untuk mendapatkan informasi umum
menggunakan Theodolite. Data hidrologi diketahui dari pasang surut dan kualitas air. Data
pasang surut diperoleh dari Jawatan Hidro-Oseanografis (2009) untuk lokasi yang terdekat dari
Kota Pekalongan yaitu Kota Semarang. Pengukuran dan pengambilan contoh air dilakukan di
sungai, sodetan, laut, saluran, dan tambak. Pengukuran dan pengambilan contoh air di tambak
mengikuti titik pengambilan contoh tanah. Peubah kualitas air yang diukur langsung di lapangan
adalah suhu, salinitas, oksigen terlarut dan pH dengan menggunakan Hydrolab Minisonde.
Contoh air untuk analisis di laboratorium diambil dengan menggunakan Kmerer Water Sampler
dan dipreservasi mengikuti petunjuk APHA (2005). Peubah kualitas air yang dianalisis di
Laboratorium Air BRPBAP di Maros meliputi: NH3, NO3, NO2, dan Fe berdasarkan petunjuk
Spesies vegetasi mangrove diketahui dengan mencatat setiap jenis vegetasi mangrove yang
ditemui. Identifikasi dan klasifikasi vegetasi mangrove ditentukan berdasarkan petunjuk Blasco
(1984) dan Cintrõn & Novelli (1984). Seluruh titik-titik pengamatan dan pengambilan contoh
Karakteristik Lahan
Telah disebutkan sebelumnya bahwa lahan adalah suatu lingkungan fisik yang terdiri atas
tanah, topografi, hidrologi, vegetasi, dan iklim. Dengan demikian, setiap bagian dari lahan
Tanah
Jenis tanah di Kota Pekalongan adalah tanah aluvial non-sulfat masam dan sebagian kecil
tanah sulfat masam dengan warna agak kelabu. Kualitas tanah tambak di Kota Pekalongan dapat
dilihat pada Tabel 1 dan 2. Ciri tanah aluvial non-sulfat masam jelas terlihat pada Tabel 1 di
mana pHF-pHFOX tidak terlalu besar. Hal yang sama juga dijumpai pada kedalaman 0,5-0,7 m
(Tabel 2). pHF -pHFOX dapat digunakan untuk menentukan potensi kemasaman yang ada pada
tanah. Pada tanah sulfat masam, pHF -pHFOX dapat mencapai >5. Nilai SPOS tanah telah
digunakan oleh Ahernet al. (1998b) untuk menentukan kebutuhan kapur bagi tanah sulfat
masam. Dari data yang ada (Tabel 1 dan 2) menunjukkan bahwa kandungan SPOS tanah
tergolong rendah yang berarti membutuhkan kapur yang rendah pula. Seperti telah disebutkan
sebelumnya, bahwa tanah tambak di Kota Pekalongan secara umum tergolong tanah aluvial non-
sulfat masam, walaupun ada daerah tertentu yang dijumpai memiliki kandungan SPOS tanah
yang agak tinggi yaitu di Kelurahan Krapyak Lor. Hal ini juga diperlihatkan dengan tingginya
kandungan unsur atau senyawa penyebab kemasaman seperti pirit, besi, aluminium, dan bahan
Dijumpai nilai SPOS tanah yang lebih tinggi pada tanah sawah terintrusi daripada tanah
tambak, terutama pada kedalaman 0-0,2 m yang diikuti juga dengan tingginya unsur atau
senyawa penyebab kemasaman, terutama kandungan besi dan aluminium. Proses pencucian
alami yang berlangsung lama dengan frekuensi pencucian yang lebih tinggi akibat pergantian air
pada tambak, diduga merupakan salah satu penyebab lebih rendahnya kandungan unsur atau
senyawa tersebut pada tanah tambak daripada tanah sawah terintrusi. Seperti telah disebutkan
sebelumnya, bahwa kandungan bahan organik tanah yang tinggi dijumpai di Kelurahan Krapyak
Lor. Hal yang sama juga dijumpai di Kelurahan Bandengan dalam luasan yang lebih sempit.
Namun demikian, tanah di kedua kelurahan tersebut belum digolongkan sebagai tanah gambut
sebab kandungan bahan organiknya masih lebih rendah dari 20%. Tanah gambut adalah tanah
yang mengandung bahan organik lebih dari 20% (bila tanah tidak mengandung liat) atau lebih
dari 30% (bila tanah mengandung liat lebih besar dari atau sama dengan 60%).
Walaupun kandungan bahan organik tanah secara umum relatif rendah, tetapi kandungan N-
total yang sangat rendah berdampak pada sangat tingginya rasio C:N tanah tambak di Kota
Pekalongan (Tabel 1 dan 2). Rasio C:N yang ideal untuk tambak adalah 8:1 sampai 12:1 (Boyd,
2008). Pada tanah dengan rasio C:N tinggi, maka terjadi immobilisasi N oleh mikrobiologi untuk
yang dapat menjadi salah satu sumber makanan bagi ikan dan udang. Tambak dengan tanah
bertekstur kasar seperti pasir berlempung dan pasir memiliki tingkat porositas yang tinggi,
sebagai akibatnya tambak tidak bisa menahan air. Tanah tambak sering dijumpai bertekstur halus
dengan kandungan liat minimum 20-30% untuk menahan peresapan ke samping (Boyd, 1995).
Tekstur tanah yang baik untuk tambak adalah: liat, lempung berliat, lempung liat berdebu,
lempung berdebu, lempung dan lempung liat berpasir (Ilyas et al., 1987). Secara umum, tanah
tambak di Kota Pekalongan tergolong tekstur liat berat atau memiliki kandungan liat yang sangat
tinggi. Dikatakan oleh Boyd (1995) bahwa suatu material tanah yang merupakan campuran dari
partikel yang berbeda ukuran dan mengandung minimum 30% liat adalah ideal untuk konstruksi
tambak. Kandungan liat tanah ini mendukung usaha budidaya tambak yang masih memerlukan
makanan alami seperti kelekap sebagai sumber utama makanan bagi organisme yang
dibudidayakan di tambak. Dalam hal ini, teknologi tradisional dan tradisional plus adalah pilihan
Sementara kisaran pasang surut di kawasan pesisir kota Semarang, Provinsi Jawa Tengah
sekitar 1,0 m. Kisaran pasang surut yang ideal untuk tambak budidaya udang adalah antara 1,5
dan 2,5 m. Walaupun tidak tergolong dalam kisaran pasut yang ideal, tetapi dengan elevasi
tambak yang tepat maka tambak dapat dikeringkan dan diisi air secara gravitasi, tanpa pematang
utama dibuat lebih lebar dan tinggi untuk menahan tekanan air waktu pasang tinggi dan surut
rendah. Akan tetapi, dari hasil pengamatan selama penelitian menunjukkan adanya tambak yang
memiliki ketinggian pematang yang rawan pada saat pasang tinggi atau pada saat terjadi rob
(banjir pasang).
Pekalongan, yaitu 331,292 ha ternyata tidak ada tambak yang tergolong sangat sesuai (kelas S1),
191,856 ha tergolong cukup sesuai (kelas S2) dan 140,436 ha tergolong kurang sesuai (kelas S3)
(Gambar 5). Hasil analisis kesesuaian lahan tersebut digolongkan kesesuaian lahan aktual sebab
dinilai untuk kondisi saat ini berdasarkan data sifat biofisik tanah atau sumberdaya lahan
sebelum lahan tersebut diberikan masukan-masukan yang diperlukan untuk mengatasi kendala
atau faktor pembatas. Apabila usaha perbaikan dapat dilakukan, kelas kesesuaian lahan dapat
naik satu tingkat pada golongan kesesuaian lahan potensial (Ritung et al., 2007).
Budidaya udang dengan teknologi tradisional sampai madya dapat dilakukan pada tambak
yang tergolong cukup sesuai. Polikultur udang dan bandeng atau monokultur bandeng dapat
dilakukan pada tambak yang tergolong kurang sesuai pada areal yang bukan tanah sulfat masam
dan polikultur bandeng dan rumput laut dapat dilakukan pada tambak yang tergolong kurang
Faktor utama pembatas kesesuaian lahan untuk budidaya tambak di Kota Pekalongan adalah
kandungan unsur atau senyawa penyebab kemasaman pada areal-areal tertentu di Kelurahan
Bandengan, Panjang Wetan, Krapyak Lor, dan Degayu. Unsur atau senyawa penyebab
kemasaman yang dimaksud adalah: pirit, bahan organik, besi, dan aluminium yang akhirnya
dicerminkan dengan nilai SPOS yang relatif tinggi. Pengelolaan lahan terutama tanah yang dapat
dilakukan untuk menurunkan potensi kemasaman tanah adalah melalui remediasi baik berupa
pengeringan dan pembilasan tanah maupun melalui pengapuran. Prinsip remediasi melalui
pengeringan dan pembilasan tanah adalah pengeringan tanah untuk mengoksidasi pirit,
kemasaman lanjut dan pembilasan untuk membuang hasil oksidasi dan meminimumkan
cadangan unsur-unsur beracun dalam tanah (Mustafa & Rachmansyah, 2008). Bentuk lain
remediasi berupa pengapuran dapat dilakukan untuk mengurangi unsur-unsur beracun dan unsur-
Kota Pekalongan memiliki lahan tambak yang produktivitas tambaknya masih tergolong relatif
rendah. Tanah tambak di Kota Pekalongan tergolong tanah aluvial non-sulfat masam yang tidak
memiliki potensi kemasaman tanah yang tinggi dan sebagian kecil tanah sulfat masam. Sumber
air laut untuk tambak tergolong agak keruh dan salinitas air tambak cukup bervariasi sebagai
akibat adanya sumber air tawar yang berasal dari Sungai Pekalongan dan sodetan. Vegetasi
bakau adalah jenis vegetasi yang dominan di kawasan tambak sebab adanya Program GERHAN
(Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan) di Kota Pekalongan. Curah hujan di Kota
Pekalongan sebesar 2.300 mm/tahun di mana curah hujan yang rendah dijumpai pada bulan Juli
sampai Oktober. Di kawasan pesisir Kota Pekalongan dijumpai tambak, sawah, sawah terintrusi,
dan pemukiman yang luasnya masing-masing 332,29; 372,53; 183,83; dan 619,73 ha. Dari luas
tambak yang ada di Kota Pekalongan, yaitu 331,292 ha ternyata tidak ada tambak yang tergolong
sangat sesuai (kelas S1), 191,856 ha tergolong cukup sesuai (kelas S2) dan 140,436 ha tergolong
kurang sesuai (kelas S3). Pada areal yang mengandung unsur atau senyawa penyebab
kemasaman yang tinggi disarankan untuk melakukan upaya perbaikan tanah terlebih dahulu
berupa remediasi, pemberian pupuk yang mengandung nitrogen pada areal yang memiliki rasio
C:N tanah yang tinggi serta pemberian pupuk kandang pada tanah yang mengandung liat lebih
besar 60% dan bahan organik kurang dari 8% (Rachmansyah et al., 2010).
Lingkungan pesisir merupakan lingkungan yang sangat dinamis dengan berbagai penggunaan
lahan yang sangat komplek. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai daerah pesisir yang
sangat strategis yang dapat dioptimalkan untuk mendukung pelaksanaan pembangunan. Banyak
perkotaan dan kawasan strategis di Indonesia yang terletak di kawasan pesisir, seperti Jakarta,
Semarang, dan Surabaya. Namun demikian, disisi lain, kawasan pesisir juga merupakan kawasan
yang sangat rawan untuk terkena bencanaLahan budidaya tambak banyak dijumpai di dekat
pantai. Sawah yang berada di dekat tambak seringkali menjadi sawah yang tidak produktif akibat
tergenang air laut. Lahan tambak memiliki luasan 329,9 Ha. Kawasan pesisir di Pekalongan
umumnya dimanfaatkan sebagai lahan tambak. Hanya terdapat sebagian kecil wilayah
permukiman di dekat pantai yang merupakan permukiman nelayan. Penggunaan lahan tambak
dan hutan rawa merupakan lahan yang tergenang seluruhnya pada skenario genangan 135 cm.
Hal ini dikarenakan lahan tambak dan hutan rawa terletak dekat dengan pantai sehingga
memiliki potensi yang sangat besar terhadap banjir genangan. dikarenakan lahan tambak dan
hutan rawa terletak dekat dengan pantai sehingga memiliki potensi yang sangat besar terhadap
bangunan mengalami kerusakan ataupun penurunan kualitas dikarenakan tidak dapat bertahan
dengan genangan air laut yang masuk ke daratan. Permukiman, jalan, sawah, tambak, industri
serta jalan di wilayah Pekalongan Utara cukup terkena dampak banjir pasang. Namun genangan
banjir mengakibatkan lahan tambak mengalami kerusakan dan penurunan produktivitas. Kondisi
perairan di muara sungai menjadi tercemar akibat adanya genangan banjir. Penurunan
produktivitas lahan tambak dikarenakan kondisi perairan sudah tidak sesuai lagi dengan syarat
terjadinya perubahan pada wilayah pesisir seperti perubahan garis pantai, erosi dan abrasi. Selain
dari aktivitas manusia wilayah pesisir juga menda pat tekanan dari alam. Wilayah pesisir
semakin menghadapi tekanan tinggi dari aktivitas alami dinamika pesisir termasuk angin dan
gelombang yang berdampak pada dinamika bentang lahan. Selain itu, wilayah pesisir juga
menerima berbagai dampak yang disebabkan oleh aktivitas manusia, sebagai contohnya beban
bangunan serta ekstraksi air tanah besar-besaran yang menyebabkan penurunan permukaan
tanah/land subsidence. Salah satu aktivitas manusia yang berdampak pada adanya tekanan
lingkungan adalah kegiatan pertambakan. Pembangunan tambak sebaiknya diikuti dengan daya
dukung lingkungan sehingga tidak menyebabkan degradasi lingkungan dan dapat memberikan
keuntungan untuk pemilik tambak. Menurut Ristiyanti (2012), kekurang cermatan dalam
menentukan lokasi tambak dan tingkat pengelolaan tambak, selain merupakan pemborosan yang
besar, juga dapat mempengaruhi produksi tambak. Kegiatan budidaya tambak yang terus
menerus menyebabkan degradasi lingkungan, yang ditandai dengan menurunnya kualitas air.
Kendala lingkungan yang dihadapi dalam kegiatan budidaya diantaranya penataan wilayah atau
penataan ruang pengembangan budidaya yang tidak memperhatikan daya dukung lingkungan
akibat pengelolaan yang tidak tepat, sehingga menimbulkan permasalahan lingkungan dengan
segala aspek komplikasinya dalam kurun waktu yang panjang. Kecamatan Pekalongan Utara
merupakan daerah yang paling sering terkena tekanan lingkungan berupa rob/banjir, karena
pencemaran. Fitoplankton memiliki batas toleransi tertentu terhadap faktor-faktor fisika kimia
sehingga akan membentuk struktur komunitas fitoplankton yang berbeda. Hal tersebut dapat
dilihat berdasarkan keanekaragaman jenis komposisi dan keberadaan jenis fitoplankton yang
perairan tersebut. TSS, BOD5, dan COD dapat menentukan tingkat pencemaran lingkungan air.
TSS yang tinggi akan menghambat cahaya matahari masuk kedalam badan perairan. Cahaya
matahari yang rendah mempengaruhi keberadaan fitoplankton. Konsentrasi BOD5 dan COD
yang tinggi mencerminkan konsentrasi bahan organik yang tinggi sehingga diperlukan oksigen
yang tinggi dan menyebabkan penurunan konsentrasi DO di perairan. Konsentrasi oksigen yang
sangat rendah dapat menyebabkan kematian bagi organisme air. Semakin tinggi konsentrasi
BOD5 dan COD, maka tingkat pencemaran perairan juga semakin parah. Status kualitas perairan
Sungai Bremi berdasarkan nilai konsentrasi TSS, BOD5, COD dan struktur komunitas
Beberapa hal yang mendukung pentingnya komoditas nila adalah memiliki resistensi yang relatif
tinggi terhadap kualitas air dan penyakit, memilliki toleransi yang luas terhadap kondisi
lingkungan, memiliki kemampuan yang efisien dalam membentuk protein kualitas tinggi dari
bahan organik, limbah domestik dan pertanian, memiliki kemampuan tumbuh yang baik, dan
mudah tumbuh dalam sistem budidaya intensif. Keberhasilan budidaya ikan nila terkait dengan
pemeliharaan kesehatan lingkungan dan penyakit ikan yang disebabkan oleh bakteri. Salah satu
bakteri yang umum dijumpai di dalam ekosistem perairan adalah Eschericia coli. E.coli adalah
bakteri yang apabila terdapat pada daging ikan, kemudian dikonsumsi akan mempengaruhi
a. Kandungan E.coli pada perairan tambak Slamaran dan Degayu adalah N1 adalah 3,6 MPN/gr,
b. Kandungan E.coli pada ikan nila pada tambak Slamaran dan Degayu adalah < 3 MPN/gr .
Hasil ini didapat dengan perhitungan metode indeks APM dengan tingkat kepercayaan 95%
c. Ikan nila dikatakan aman untuk dikonsumsi, karena keberadaan E.coli dalam media perairan
tambak tidak masuk kedalam jaringan daging ikan nila (Amalia et al., 2016).
Kota Pekalongan juga mengalami perusakan ekosistem mangrove. Keadaan ini tentu
sangat mengkhawatirkan dan pasti akan berdampak pada penurunan kualitas wilayah pesisir
Kota Pekalongan. Oleh karena itu diperlukan upaya sesegera mungkin untuk kembali
Pekalongan merupakan salah satu upaya dalam rangka mengembalikan terwujudnya ekosistem
diperoleh kisaran data pH 7,7-7,8, DO (Oksigen terlarut) 4,10–4,50 mg/l, Indeks bias 1,019, suhu
28-31 oC, salinitas 24,5–25 o/oo, dan substrat lumpur berpasir. Secara umum kisaran suhu di
lokasi PRPM masih tergolong alami untuk pertumbuhan ekosistem mangrove. Mangrove dapat
tumbuh dengan baik pada daerah tropis dengan suhu di atas 20 oC. Begitu juga dengan salinitas
dan substrat memperlihatkan bahwa perairan disekitar ekosistem mangrove masih tergolong
normal dan mampu mendukung pertumbuhan mangrove di lokasi PRPM. Salah satu parameter
kualitas perairan yang perlu mendapat perhatian adalah pH. Namun secara umum kondisi
lingkungan lokasi PRPM masih berada pada kisaran yang layak untuk kehidupan mangrove.
Tumbuhan mangrove tumbuh subur di daerah estuaria dengan salinitas 10–30 ppt. Jika salinitas
yang sangat tinggi terjadi melebihi salinitas umum (± 35 ppt) maka dapat berpengaruh buruk
terhadap vegetasi mangrove. Daerah yang paling dekat dengan substrat agak berpasir, sering
Kecenderungan kearah ini memang beralasan karena terbukti pada lahan- lahan yang
baru dibuka ternyata dapat menghasilkan produksi, baik pada tingkat penguasaan teknologi
petani yang masih rendah hingga sedang, seperti halnya dikabupaten luwu utara, produksi yang
dicapai pada tahun 1998 sebesar 1.641 ton, sekalipun produksi tersebut masih rrendah jika
dibandingkan dengan potensi tambak sebesar 11.090 ha (anonym, 2000). Kondisi yang terlihat
diawal masa usaha tersebut pada umumnya diikuti dengan ekspansi lahan atau peningkatan
jumlah input yang selalu berakhir dengan penurunan produktivitas yang berulang- ulang dengan
Tata letak tambak, jenis tanah setempat, kesalahan desain, dan teknologi pengelolaannya
adalah faktor- faktor yang berperan terhadap penurunannya produktivitas tambak, seperti ukuran
udang yang cenderung sulit berkembang serta respon tambak yang negative terhadap
pertumbuhan fitoplankton. Dilain pihak terdapat kesalah pahaman dalam memandang organisme
lain selain udang windu seperti ikan dan tumbuhan setempat yang selalu disarankan untuk
dieliminasi. Pada kenyatannya masing- masing komponen biota tersebut akhirnya digunakan
kembali setelah terbukti berperan dalam memutus rantai penyakit, pemasokan prabiotika serta
sat- sat bioaktif serta mineralisasi dampak toksik dari berbagai polutan buatan manusia.
Menurut Beveridge (1996), pemilihan lokasi budidaya merupakan langkah awal dan
umumnya sebagai tahapan yang sangat penting untuk menentukan perikanan budidaya yang
berkelanjutan, dan salah memilih lokasi menyebabkan kegiatan budidaya mengalami kegagalan.
Dalam hal ini, kondisi lingkungan biofisika-kimia tanah dan air menjadi salah satu acuan penting
bagi pemilihan lokasi pengembangan kawasan budidaya tambak. Keberlanjutan manfaat sumber
daya lahan pesisir bagi usaha perikanan budidaya dalam jangka waktu yang panjang sangat
dipengaruhi oleh dinamika kondisi kualitas lingkungan sekitarnya yang memiliki pengaruh yang
antara lain: karakteristik biofisik lokasi (biologi, hidrologi, meteorologi, kualitas tanah dan air);
karakter spesifik dari biota yang dibudidayakan; metode budidaya (konstruksi dan desain, level
produksi dan operasi) kemampuan akses untuk pinjaman dan informasi serta teknologi yang
sesuai (Radiarta et al., 2005). Kegiatan usaha perikanan budidaya berkelanjutan harus dilandasi
dengan perencanaan yang tepat, menyeluruh, dan terpadu dengan rencana sektor lainnya,
menjaga kelestarian sumber daya dan lingkungan dengan mempertahankan karakteristik wilayah
dan daya dukung lahan yang stabil serta memperhatikan kepentingan sektor lain (Naamin et al.,
1991).
Dalam model ini air yang keluar dari kolam pertambakan harus memenuhi baku mutu air
sungai pada bagian muara. konsentrasi zat organik terlarut dipersyaratkan seminimal mungkin
agar tidak terjadi perubahan ekosistem di luar petakan pertambakan. Desain tanggul yang
nantinya digunakan sebagai pemisah (perimeter) antar kolam dan sebagai pembatas kolam
3.1. Kesimpulan
Berdasarkan analisa dan sumber ilmiah mengenai dampak kegiatan tambak di Kota
Pekalongan, dapat disimpulkan bahwa kegiatan budidaya ini cukup merugikan serta merugikan
pemilik sendiri karena rentan collaps. Semakin menurunnya hasil tangkapan serta semakin
tingginya permintaan ikan konsumsi hasil budidaya air payau (tambak), waktu ke waktu
penduduk pesisir Pekalongan membuat tambak dengan menebang mangrove serta vegetasi
lainnya. hal ini membuat daerah resapan berkurang drastis ditambah dengan penurunan tanah
terhadap permukaan air laut setiap tahunnya membuat banyak wilayah mudah tergenang. Air
yang tergenang dengan salinitas tinggi membuat kesuburan tambak terus berkurang, ini sangat
berdampak pada kegiatan tambak karena kebanyakan tambak menggunakan sistem budidaya
ekstensif dan semi-intensif yang masih membutuhkan bahan organik dari alam atau tempat itu
sendiri.
3.2. Penutup
Keberadaan tambak yang tidak terkendali serta tata letak dan konstruksi yang buruk
membuat tambak cepat rusak tidak bisa difungsikan apapun. Maka perlu dalam
mempertimbangkan tata letak dan konstruksi yang disesuaikan dengan kondisi tanah dan
Kusumaningrum, A.P., Supriharyono, dan B. Hendrarto. 2016. Usaha Petani Tambak dalam
Wijaya, A., dan C. Susetyo. 2017. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan di Kota Pekalongan
Wijaya A. dan C. Susetyo. 2017. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan di Kota Pekalongan
Tahun 2003, 2009, dan 2016. Jurnal Teknik ITS. 6(2): 417-420.
Lahan Tambak di Kota Pekalongan Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Riset Akuakultur.
5(3): 505-521.
Marfai, M. A., D. Mardiatno, A. Cahyadi, F. Nucifera, dan H. Prihatno. 2013. Pemodelan Spasial
Kusumaningrum, A. P., Supriharyon, dan B. Hendrarto. 2016. Usaha Petani Tambak dalam
Mayagitha, K. A., Haeruddin, dan S. Rudiyanti. 2014. Status Kualitas Perairan Sungai Bremi
Kabupaten Pekalongan Ditinjau dari Konsemtrasi TSS, BODA, COD dan Struktur
Amalia, E., H. Soeprapto, dan M. B. Syakirin. 2016. Analisis Bakteri Escherichia coli pada
Madusari, B. D., H. Pranggono, dan Linayati. 2016. Analisis Kandungan Timbal (Pb) ,Cadmium
(Cd) pada Air dan Ikan Bandeng (Chanos chanos) di Tambak Kota dan Kabupaten
Ario, R., P. Subardjo, dan G. Handoyo. 2014. Analisis Kerusakan Mangrove Di Pusat Restorasi
18(2): 64-69.
Madusari, B. D., H. Pranggono dan Linayati. 2016. Analisis Kandungan Timbal (Pb) ,Cadmium
(Cd) pada Air dan Ikan Bandeng (Chanos chanos) di Tambak Kota dan Kabupaten
Mayagitha, K. A., Haeruddin dan S. Rudiyanti. 2014. Status Kualitas Perairan Sungai Bremi
Kabupaten Pekalongan Ditinjau dari Konsentrasi TSS, BOD5, COD dan Struktur
Kusumaningrum, A. P., Supriharyono dan B. Hendrarto. 2016. Usaha Petani Tambak dalam