Anda di halaman 1dari 45

MAKALAH KESELMATAN DAN KESEHATAN KERJA

PENYEBAB TERJADINYA ADVERSE EVENTS TERKAIT


PROSEDUR INVASIF MEDICATION SAFETY

Dosen Pembimbing:
Aria Aulia Nastiti, S.Kep.Ns., M.Kep

Oleh:
1. Icca Cahya Ningrum (131711133038)
2. Roudlotul Ilma (131711133042)
3. Citra Alifianti (131711133098)
4. Mardha Hawa (131711133114)
5. Nurhikmah Inge D.L (131711133117)
6. Neiska Galuh M.W (131711133059)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS AIRLANGGA

OKTOBER 2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat
dan karunianya saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Penyebab
Terjadinya Adverse Events Terkait Prosedur Invasif Medication Safety” ini. Kami
juga mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada ibu Aria Aulia
Nastiti, S.Kep.Ns., M.Kep selaku dosen mata kuliah Keselamat dan Kesehatan
Kerja yang telah memberikan bantuan kepada kami untuk dapat menyelesaikan
tugas ini. Selain itu, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah mendukung proses pembuatan makalah ini.
Kami sangat berharap makalah ini dapat bermanfaat dalam rangka
menambah pengetahuan juga wawasan menyangkut asuhan keperawatan pasien
dengan gangguan kardiovaskuler. Kami pun menyadari bahwa di dalam makalah
ini masih terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab
itu, saya mengharapkan adanya kritik dan saran demi perbaikan makalah yang
akan saya buat di masa akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna
tanpa saran yang membangun.

Surabaya, 28 Oktober 2018

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...............................................................................................

DAFTAR ISI.............................................................................................................

BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................................

1.1 Latar Belakang............................................................................................

1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................

1.3 Tujuan Penulisan.........................................................................................

BAB 2 PEMBAHASAN............................................................................................

2.1 Pencegahan Infeksi......................................................................................

2.1.1 Pengertian Pencegahan Infeksi..........................................................

2.1.2 Pengertian Adverse Events ................................................................

2.1.3 Tujuan Pencegahan Infeksi ...............................................................

2.1.4 Prinsip Pencegahan Infeksi................................................................

2.1.5 Tanda-Tanda Infeksi ..........................................................................

2.1.6 Faktor yang Mempengaruhi Infeksi...................................................

2.1.7 Cara Penularan Infeksi.......................................................................

2.1.8 Tindakan Pencegahan Infeksi ............................................................

2.1.9 Pengkajian Pasien Infeksi..................................................................

2.1.10 Contoh Kasus dan Penyelesaian Pasien Infeksi...............................

2.2 Pencegahan Resiko Jatuh............................................................................

2.2.1 Pengertian PencegahanResiko Jatuh..................................................

2.2.2 Tujuan pencegahan Resiko Jatuh.......................................................

2.2.3 Faktor yang Mempengaruhi Resiko Jatuh ........................................

2.2.4 Pengkajian Pasien Resiko Jatuh ........................................................

2.2.5 Pedoman Manajemen Pencegahan Resiko Jatuh................................

2.2.6 Penilaian Resiko Jatuh .......................................................................


2.2.7 Prosedur Pencegahan Resiko Jatuh ..................................................

2.2.8 Contoh Kasus dan penyelesaian Pasien Risiko Jatuh........................

BAB 3 PENUTUP......................................................................................................

3.1 Kesimpulan.................................................................................................

3.2 Saran............................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keselamatan pasien di Rumah Sakit adalah sistem pelayanan dalam suatu
Rumah Sakit yang memberikan asuhan pasien menjadi lebih aman, termasuk di
dalamnya mengukur risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko terhadap pasien,
analisa insiden, kemampuan untuk belajar & menindaklanjuti insiden serta
menerapkan solusi untuk mengurangi risiko. "Safety is a fundamental principle of
patient care and a critical component of hospital quality management." (World
Alliance for Patient Safety, Forward Programme WHO 2004).
Keamanan dan keselamatan pasien merupakan hal mendasar yang perlu
diperhatikan oleh tenaga medis saat memberikan pelayanan kesehatan kepada
pasien. Keselamatan pasien adalah suatu sistem dimana rumah sakit memberikan
asuhan kepada pasien secara aman serta mencegah terjadinya cidera akibat
kesalahan karena melaksanakan suatu tindakan atau tidak melaksanakan suatu
tindakan yang seharusnya diambil. Sistem tersebut meliputi pengenalan resiko,
identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien,
pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden, tindak lanjut dan
implementasi solusi untuk meminimalkan resiko (Depkes 2008).
Setiap tindakan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien sudah
sepatutnya memberi dampak positif dan tidak memberikan kerugian bagi pasien.
Oleh karena itu, rumah sakit harus memiliki standar tertentu dalam memberikan
pelayanan kepada pasien. Standar tersebut bertujuan untuk melindungi hak pasien
dalam menerima pelayanan kesehatan yang baik serta sebagai pedoman bagi
tenaga kesehatan dalam memberikan asuhan kepada pasien. Selain itu,
keselamatan pasien juga tertuang dalam undang-undang kesehatan. Terdapat
beberapa pasal dalam undang-undang kesehatan yang membahas secara rinci
mengenai hak dan keselamatan pasien.
Keselamatan pasien adalah hal terpenting yang perlu diperhatikan oleh setiap
petugas medis yang terlibat dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada
pasien. Tindakan pelayanan, peralatan kesehatan, dan lingkungan sekitar pasien
sudah seharusnya menunjang keselamatan serta kesembuhan dari pasien tersebut.
Oleh karena itu, tenaga medis harus memiliki pengetahuan mengenai hak pasien
serta mengetahui secara luas dan teliti tindakan pelayanan yang dapat menjaga
keselamatan diri pasien.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah pengertian adverse events?
2. Apakah pengertian pencegahan infeksi?
3. Apakah tujuan pencegahan infeksi?
4. Bagaimana prinsip pencegahan infeksi?
5. Bagaimana tanda-tanda infeksi?
6. Apa saja faktor yang mempengaruhi infeksi?
7. Bagaimana cara penularan infeksi?
8. Bagaimana tindakan pencegahan infeksi?
9. Bagaimana pengkajian pasien infeksi?
10. Bagaimana contoh kasus dan penyelesaian pasien infeksi?
11. Apakah pengertian pencegahan resiko jatuh?
12. Apakah tujuan pencegahan resiko jatuh?
13. Apa saja faktor yang mempengaruhi resiko jatuh?
14. Bagaimana pengkajian pasien resiko jatuh?
15. Bagaimana pedoman manajemen pencegahan resiko jatuh?
16. Bagaimana penilaian resiko jatuh?
17. Bagaimana prosedur pencegahan resiko jatuh?
18. Bagaimana contoh kasus dan penyelesaian pasien resiko jatuh?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui pengertian adverse events
2. Mengetahui pengertian pencegahan infeksi
3. Mengetahui tujuan pencegahan infeksi
4. Mengetahui prinsip pencegahan infeksi
5. Mengetahui tanda-tanda infeksi
6. Mengetahui faktor yang mempengaruhi infeksi
7. Mengetahui cara penularan infeksi
8. Mengetahui tindakan pencegahan infeksi
9. Mengetahui pengkajian pasien infeksi
10. Mengetahui contoh kasus dan penyelesaian pasien infeksi
11. Mengetahui pengertian pencegahan resiko jatuh
12. Mengetahui tujuan pencegahan resiko jatuh
13. Mengetahui faktor yang mempengaruhi resiko jatuh
14. Mengetahui pengkajian pasien resiko jatuh
15. Mengetahui pedoman manajemen pencegahan resiko jatuh
16. Mengetahui penilaian resiko jatuh
17. Mengetahui prosedur pencegahan resiko jatuh
18. Mengetahui contoh kasus dan penyelesaian pasien resiko jatuh
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Pencegahan Resiko Infeksi


2.1.1 Pengertian Adverse Events
Kejadian tidak diharapkan (KTD) atau adverse event yaitu insiden yang
mengakibatkan cedera pada pasien akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil, dan bukan karena penyakit
dasarnya atau kondisi pasien. Cedera dapat diakibatkan oleh kesalahan medis atau
bukan kesalahan medis.
Kesalahan tersebut bisa terjadi dalam tahap diagnostic seperti kesalahan atau
keterlambatan diagnose, tidak menerapkan pemeriksaan yang sesuai,
menggunakan cara pemeriksaan yang sudah tidak dipakai atau tidak bertindak atas
hasil pemeriksaan atau observasi; tahap pengobatan seperti kesalahan pada
prosedur pengobatan, pelaksanaan terapi, metode penggunaan obat, dan
keterlambatan merespon hasil pemeriksaan asuhan yang tidak layak; tahap
preventive seperti tidak memberikan terapi provilaktik serta monitor dan follow
up yang tidak adekuat, atau pada hal teknis yang lain seperti kegagalan
berkomunikasi, kegagalan alat atau sistem yang lain.
2.1.2 Pengertian Pencegahan Infeksi
Infeksi merupakan invasi tubuh oleh patogen atau mikroorganisme yang
mampu menyebabkan sakit.Infeksi juga disebut asimptomatik apabila
mikroorganisme gagal dan menyebabkan cedera yang serius terhadap sel atau
jaringan.Penyakitb akan timbul jika patogen berbiak dan menyebabakan
perubahan pada jaringan normal. (Potter &
perry.Fundamental Keperawatan.edisi 4.hal : 933 – 942:2005).
Infeksi juga memiliki pengertian yang lebih singkat yaitu masuk dan
berkembangbiaknya bakteri atau bibit penyakit atau parasit kedalam tubuh
manusia atau binatang. Beberapa agen yang dapat menyebabkan infeksi yaitu
bakteri, virus, parasit, dan jamur.Merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk
mencegah terjadinya resiko penularan infeksi mikroorganisme dari lingkungan
klien dan nakes.
2.1.3 Tujuan Pencegahan Infeksi
1. Bagian dari kualitas pelayanan kesehatan
2. Menurunkan risiko transmisi penyakit menular seperti Hepatitis B dan
AIDS baik bagi klien maupun bagi petugas fasilitas kesehatan.
3. Mengurangi terjadinya infeksi
4. Memberikan perlindungan terhadap klien, nakes dari akibat tertularnya penyakit
infeksi
2.1.4 Prinsip pencegahan Infeksi
1. Setiap orang harus dianggap dapat menularkan penyakit karena infeksi yang
terjadi bersifat asimptomatik (tanpa gejala).
2. Setiap orang harus dianggap beresiko terkena infeksi.
3. Permukaan tempat pemeriksaan, peralatan, dan benda-benda lain yang akan
dan telah bersentuhan dengan kulit tak utuh, selaput mukosa, atau darah harus
dianggap terkontaminasi sehingga setelah selesai digunakan harus dilakukan
proses pencegahan infeksi secara benar.
4. Jika tidak diketahui apakah permukaan, peralatan atau benda lainnya
telah diproses dengan benar, harus dianggap telah terkontaminasi.
5. Resiko infeksi tidak bisa dihilangkan secara total tetapi dapat dikurangi hingga
sekecil mungkin dengan menerapkan tindakan-tindakan pencegahan infeksi
yang tepat.
2.1.5 Tanda-tanda infeksi:
1. Dolor.
Hal pertama yang kita rasakan ketika mendapat luka adalah nyeri atau sakit
pada daerah yang mengalami luka, nyeri ini adalah respon yang pasti terjadi
ketika mendapat luka. Nyeri terjadi ketika ada kerusakan atau adanya masalah
dalam tubuh, sebagai pengingat sesuatu yang tidak beres tubuh akan memberi
peringatan berupa nyeri. Kita yang memilki tubuh, harus tanggap dengan nyeri
ini. Ketika merasakan nyeri yang sebelumnya tidak ada, kita perlu waspada
akan sebuah masalah yang timbul. Nyeri adalah tanda-tanda infeksi yang
pertama.
2. Kalor.
Kalor berarti panas, kenapa bisa terjadi panas pada daerah yang luka atau
infeksi? Ini adalah mekanisme tubuh, ketika terdapat luka atau infeksi di
bagian tertentu, tubuh akan memperbanyak aliran darah ke bagian tersebut
untuk melakukan perbaikan secepat mungkin dan atau melawan kuman/bakteri
yang bisa menyebabkan infeksi. Mekanisme itu menyebabkan peningkatan
suhu pada bagian tersebut.
3. Tumor.
Secara harfiah tumor berarti pembesaran atau pembengkakan, ketika terjadi
infeksi bagian tubuh yang terjangkiti akan sedikit bengkak/besar dari ukuran
sebelumnya. Hal ini terjadi masih berhubungan dengan banyaknya aliran darah
yang menuju daerah terinfeksi. Sel akan sedikit membesar ketika aliran darah
juga lebih banyak dari sebelumnya, untuk bisa mengimbangi penambahan
aliran darah tersebut. Makanya biasanya ketika ada bagian yang agak bengkak,
di bagian bengkak itu akan ada banyak darah.
4. Rubor.
Rubor berarti kemerahan. Hal ini terjadi karena aliran darah yang menuju
lokasi terinfeksi mengisi pembuluh darah yang kecil, melebarkan pembuluh
darah kecil-kecil itu sehingga menimbulkan warna yang lebuh cerah. Dalam
instilahnya disebut sebagai hyperemia atau kongesti.
5. Fungtiolaesa, yaitu perubahan fungsi atau keterbatasan anggota gerak.
2.1.6 Faktor yang Mempengaruhi Infeksi
1. Infaction Agent (kuman penyakit).
 Sangat banyak jenisnya, dari bentuk yang paling sederhana yaitu virus
sampai dengan bakteri yang bersifat kompleks & multicellular dibicarakan
di mikrobiologi.
 Virulensinya berbeda untuk masing-masing species hewan dan manusia.
Seperti Cholera, AIDS, Sifilis, dll tidak virulen terhadap hewan.
 Merupakan komponen penting dalam rantai penularan penyakit.
 Beberapa agen yang dapat menyebabkan infeksi yaitu bakteri, virus,
parasit, dan jamur.
2. Sifat-sifat Intrinstik dari Kuman Penyakit.
 Ditentukan oleh kuman sendiri dan tidak bergantung pada interaksi dengan
tuan rumah (host).
 Sifat tersebut antara lain:
a. Bentuk: Spiral, batang, coccus
b. Besar kuman
c. Sifat-sifat kimia: Basopilik dan asinopilik
3. Interaksi antara Host dan Agent
 Infectivity. Infectivity yaitu Kemampuan dari agent untuk masuk dan
berkembang biak dalm tubuh Host (kemampuan untuk menimbulkan
infeksi). Berdasarkan sifat infectivity, ada yang infectivitasnya tinggi
seperti Influensa dan infectivitas rendah seperti Lepra/Kusta.
 Virulensi. Virulensi yaitu proporsi dari penderita suatu penyakit dengan
gejala-gejala klinik yang berakhir dengan gejala klinik
berat/kecacatan/kematian.
 Pathogenecity. Pathogenecity yaitu kemampuan dari kuman untuk
menimbulkan reaksi sehingga timbul gejala-gejala klinik (gejala
pathologis). Dapat ditentukan proposinya dengan memeriksa Lab
Serum/Darah/Urine. Misalnya: Staphylococci tidak patogen bila berada di
rectum namun sangat patogen bila berada di peritoneum atau selaput otak.
 Immunogenecity. Immunogenecity yaitu kemampuan dari suatu infeksi
kuman untuk menghasilkan kekebalan yang spesifik.
4. Mekanisme Patogenesitas dari kuman Patogenesitas
Merupakan kemampuan dari kuman untuk menimbulkan reaksi pada host
sehingga timbul gejala/gejala klinik/kerusakan jaringan. Mekanisme tersebut
antara lain:
• Mengahsilkan toxin (racun)
• Kerusakan jaringan langsung
• Reaksi allergi/immunologi
• Infeksi yang menetap/tersembunyi
• Mempengaruhi sensitivitas dari host terhadap obat-obatan
• Menekan/menurunkan sistem kekebalan
5. Reservoir (Sumber penularan)
Mahluk hidup (manusia/hewan) atau benda mati (tanah,alat- alat) yang
merupakan tempat hidup dan berkembang biaknya bibit penyakit sehingga
merupakan sumber penularan disebut reservoir. Reservoir merupakan
komponen penting dalam proses/siklus terjadi penyakit infeksi. Reservoir yang
paling umum adalah tubuh manusia. Berbagai mikroorganisme hidup pada
kulit dan dalam rongga tubuh, cairan dan keluaran.Untuk berkembang biak
dengan cepat mikroorganismer memerlukan lingkungan yang sesuai, termasuk
makanan, oksigen, air, suhu yang tepat, pH dan cahaya.
2.1.7 Cara Penularan Infeksi
1. Melalui kontak jasmaniah (personal contact)
 Kontak langsung (direct contact)
Bibit penyakit menular karena kontak badan dengan badan antara
penderita yang ditulari. Misalnya cara penularan:
a) Penyakit kelamin seperti: syphilis, gonorrhoea.AIDS
b) Penyakit kulit: tinea versicolor (panu), scabies (kudis)
 Kontak tidak langsung (indirect contact)
Bibit penyakit menular dengan perantaraan benda-benda yang
terkontaminasi karena telah berhubungan dengan penderita ataupun bahan-
bahan yang berasal dari penderita yang mengandung bibit
penyakitnya,seperti feces, urina, darah, muntahan dan sebagainya.
2. Melalui makanan dan minuman (food borne infections)
Bibit penyakit menular dengan perantaraan makanan dan minuman yang telah
terkontaminasi.penyakit-penyakit yang menular dengan cara ini,antara lain:
cholera, thypus abdominalis, poliomyelitis, hepatitis infectiosa, dysenteri,
penyakit-penyakit karena cacing, misalnya karena ascaries lumbricoides.
3. Melalui serangga (arthropod borne infections)
Bibit penyakit menular melalu serangga (arthropoda). Dalam hal ini
serangganya pun dapat merupakan host (tuan rumah) dari bibit penyakitnya atau
pun hanya sebagai pemindah (transmiter)saja, misalnya:
 Malaria disebabkan oleh plasmadium sp, (protozoa) ditularkan oleh
nyamuk anopheles sp.
 Deman berdarah (dengue haemorrhagic fever) disebabkan oleh virus
dengue ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti.
4. Melalui udara (air borne infections)
Penyakit yang menular melalui udara, terutama penyakit saluran pernapasan,
seperti:
 Melalui debu diudara yang mengandung bibit penyakit misalkan penularan
penyakit tuberculosa paru-paru yang disebabkan oleh bakteri
mycobacterrium tuberculosis.
 Melalui tetes ludah halus (droplet infections)
2.1.8 Tindakan pencegahan Infeksi
Beberapa tindakan pencegahan infeksi yang dapat dilakukan adalah:
1. Asepsis
Istilah ini dipakai untuk menggambarkan semua usaha yang dilakukan untuk
mencegah masuknya rnikroorganisme ke dalam tubuh yang kemungkinan besar
akan mengakibatkan infeksi. Tujuan akhirnya adalah mengurangi atau
menghilangkan jumlah mikroorganisme, baik pada permukaan benda hidup
maupun benda mati agar alat-alat kesehatan dapat di gunakan dengan aman.
Dua jenis tehnik asepsis, yaitu:
 Aseptic medis atau tehnik bersih untuk mencegah penyebaran
mikroorganisme dengan mencuci tangan, mengganti linen. Prinsipnya
adalah mencuci tangan.
 Aseptic bedah atau tehnik steril untuk membunuh mikroorganisme. Teknik
steril digunakan saat melakukan prosedur infasif.
2. Antisepsis
Upaya pencegahan infeksi dengan cara membunuh atau menghambat
pertumbuhan mikroorganisme pada kulit dan jaringan tubuh lainnya.
3. Dekontaminasi
Tindakan yang dilakukan agar benda mati dapat ditangani oleh petugas
kesehatan secara aman, terutama petugas pembersihan medis sebelum
pencucian dilakukan. Contohnya adalah meja pemeriksaan, alat¬alat kesehatan,
dan sarung tamgan yang terkontaminasi oleh darah atau aliiran tubuh di saat
prosedur bedah/tindakan dilakukan.
4. Pencucian (cuci-bilas)
Tindakan menghilangkan semua darah, eairan tubuh atau setiap benda asing
seperti debu dan kotoran.
5. Desfinfeksi
Tindakan menghilangkan sebagian besar (tidak semua) mikroorganisme
penyebab penyakit dari benda mati. Desinfeksi tingkat tinggi dilakukan dengan
merebus atau dengan menggunakan larutan kirnia. Tindakan.ini dapat
menghilangkan semua mikroorganisme, kecuaii beberapa bakteri endospora.
6. Sterilisasi
Tindakan untuk menghilangkan semua mikroorganisme (bakteri, jamur,
parasit, dan virus) termasuk bakteri endospora.
Selain keenam hal yang telah disebutkan diaatas, pencegahan infeksi terbagi
menjadi dua yaitu:
1. pencegahan oleh tenaga kesehatan:
a) Cuci tangan. Merupakan prosedur yang paling penting dari prosedur
pencegahan penyakit yang menyebabkan sakit dan untuk mencegah
kontaminasi silang, sebaiknya waktu pencucian tangan dilakukan pada:
 sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
 awal dan akhir dari perawatan persalinan bagi yang berada dalam
ruangan maternity juga bagi perawatan pasien pre dan post operasi
 sebelum menyediakan makanan dan menyuapi pasien
 setelah menyentuh alat terkontaminasi
 sebelum menyiapkan alat bagi pasien
 sebelu memegang alat steril bagi pasien
b) Sarung tangan
 untuk mengurangi resiko petugas terkena infeksi bakterial dari pasien
 mencegah penularan flora kulit petugas kepada pasien
 mengurangi kontaminasi tangan petugas kesehatan dengan
mikroorganisme yang dapat berpidah dari satu pasien ke pasien yang
lainnya
c) Memakai perlengkapan pelindung, seperti:
 sarung tangan
 masker
 pelindung mata
 kap
 gaun pelindung
 apron
 alas kaki
d) Menggunakan teknik aseptik. Prosedur ini mencegah infeksi dengan
mematikan atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada kulit atau
jaringan tubuh lain
e) Memproses alat bekas pakai. Dekonamiasi selama 10menit dalam larutan
klorin (rendam alat bekas pakai)
f) Menangani peralatan tajam denga aman. Buang benda-benda tajam dalam
wadah anti bocor dan segel dengan perekat jika sudah 2/3 penuh, wadah
benda tajam harus dibakar dalam insinerator
g) Menjaga kebersihan dan kerapihan lingkungan serta pembuangan sampah
secara benar dengan membuang bahan-bahan berbahaya (bahan toksik dan
radio aktif) dengan aman
2. pencegahan infeksi di rumah:
a) cuci tangan
b) jaga kebersihan kuku
c) gunakan alat-alat personal
d) cuci sayuran dan buah sebelum dimakan
e) cuci alat yang akan dipakai
f) letakan alat-alat yang terinfeksi pada plastik(pisahkan dari alat bersih)
g) bersihkan seprei
h) cegah batuk, bersin, bernafas langsung dengan orang lain
i) perhatikan pada setiap tanda dan gejala infeksi
j) pertahankan intake
2.1.9 Pengkajian Pasien Infeksi
Kasus:
An. W (4 tahun) masuk ruang rawat bedah anak tanggal 14 Juni 2013 dengan
diagnosa medis An. W saat masuk ke RSUP Fatmawati adalah apendisitis
perforasi, alih rawat dari ruang perawatan High Care Unit (HCU). Ibu klien
mengatakan bahwa seminggu sebelum operasi anaknya mengalami mual muntah
dan sulit makan. Klien telah dilakukan tindakan bedah laparatomi appnedictomi et
causa apendisitis perforasi, saat ini klien masuk ke ruang rawat bedah anak post
operasi hari ke empat. Berat badan klien 14 kg, dengan tinggi badan: 101 cm,
tekanan darah: 110/80 mmHg, nadi 112 x/menit, Suhu: 38,6°C, frekuensi
penafasan: 30x /menit. Klien tampak lemas, merintih menangis kesakitan sambil
memegang perutnya, tampak luka operasi tertutup balutan kasa dan rembes ada
pada bagian ujung kiri.
Keadaan umum An. W pada awal masuk ruang rawat bedah anak lantai III
utara RS Fatmawati tampak menangis merintih kesakitan. An. W tampak lemas
dan hanya terbaring di tempat tidur, belum bisa duduk karena masih merasa nyeri.
An. W terlihat rewel mengeluhkan nyeri pada perutnya. Terdapat luka post
operasi laparatomi apendiktomi hari ke empat. An. W mengatakan kapan boleh
makan karena merasa lapar. Klien telah dipuasakan tiga hari selama dirawat di
HCU lantai III selatan RS Fatmawati. Perut klien tidak kembung, tidak tampak
klien muntah dan tidak ada keluhan mual. Klien belum BAB setelah tindakan
operasi yang dijalani.
Pengkajian:
1. Identitas
a. Nama: An. W
b. Usia: 4 tahun
c. Agama: Islam
d. Jenis Kelamin: Laki – laki
e. Tanggal masuk RS: 14 Juni 2013
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Penyakit Sekarang
• Mual, muntah dan sulit makan seminggu sebelum operasi
• Mengeluhkan nyeri pada area sekitar luka operasi, belum dapat duduk,
lemas, dan hanya dapat berbaring.
b. Riwayat Penyakit Terdahulu
Berdasarkan wawancara didapatkan data bahwa An. W sebelumnya pernah
dirawat selama tiga hari di RS lain sebelum dirujuk ke RSUP Fatmawati.
3. Status Nutrisi
Status nutrisi An. W dengan berat badan 14 Kg dan tinggi badan 101 cm
menurut grafik growth chart CDC 2000 status nutrisi klien berada pada
persentile 87.5 % tergolong dalam gizi sedang.
4. Pemeriksaan Fisik
a. Data Objektif
• TB : 101 cm
• BB : 14 kg
• RR : 30x /menit
• Suhu : 38,6°C
• Nadi : 112 x/menit
• Tekanan darah : 110/80 mmHg
• Klien tampak pucat saat masuk ruang rawat bedah anak, konjungtiva
anemis, kulit dan mukosa bibir lembab
• Turgor kulit elastis, capillari refill time (CRT) < 2”
• Hasil observasi tampak balutan luka operasi klien terdapat rembes
b. Data Subjektif
Kesadaran klien composmentis, klien tampak merintih menangis, dan teraba
hangat pada kulit klien. Klien mengeluhkan nyeri pada perut dan klien saat
dilakukan pengkajian nyeri dengan skala Wong Baker menunjukan skala
nyeri yang dirasa pada skala 4.
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 14 Juni 2013 menunjukkan
nilai Hb 8,9 g/dl, Ht 29%, Leukosit 16.4 ribu/ul, Thrombosit 1.059 ribu/ul,
dan Eritrosit 3,33 juta/ul.
b. Hasil pemeriksaan laboratorium elektolit klien menunjukkan hasil kadar
natrium 131 mmol/L, kalium 4.92 mmol/L, dan klorida 100 mmol/L.
c. Hasil pemeriksaan kultur pus klien dengan pengiriman sampel pada tanggal
12 Juni 2013 dan hasil diterima tanggal 14 Juni 2013 ditemukan bakteri
Eschericia Coli.
2.1.10 Contoh Kasus dan Penyelesaian Pasien Infeksi
A. Kasus
Bp. A seorang perawat, datang ke UGD RSI A. Yani mengantar anak
perempuannya yang masih berumur 5th karena anaknya menangis terus-menerus
sejak kemarin sore dikarenakan febris dan disuria. Bp.A juga mengatakan, An.K
di rumah dirawat oleh pembantunya sehingga untuk personal higiennya biasanya
dibantu oleh pembantunya.
Selain itu An.K juga mengatakan sulit dan sakit pada perut seperti
diremasremas dan perih saat mau buang air kecil, sehingga An.K jadi takut jika
mau BAK padahal buang air kecilnya lebih sering dari biasanya, oleh sebab itu
An.K mengatakan takut untuk banyak minum.
Bp. A mengatakan anaknya mengalami nyeri pada bagian suprapubic dan
adanya hematuria, selain itu diawal berkemih ada cairan eksudat yang purulen dan
terasa gatal. Karena sakit pada perut bagian bawah, An.K merasa tidak kuat untuk
berjalan sendiri sehingga waktu turun dari mobil ke UGD, An.K digendong oleh
ayahnya.
Saat dilakukan pemeriksaan fisik didapat hasil TTV:
RR : 28x/menit
S : 40 ºC
N : 108x/menit
Saat di UGD An.K dilakukan pemasangan infus RL, 20 tts/mnt dengan abocat
ukuran 24 dan diberikan terapi obat: Ceftriaxone 2x500m dan Ketorolax 2x
0,5mg/kg/BB.
B. Pembahasan
1. Pengkajian:
A. Data Klien
1) Identitas
a. Nama perawat: Adit
Tgl pengkajian: 10 April 2013
Jam pengkajian: 15.00 WIB
b. Identitas Pasien
Nama Pasien: An. K
Agama: Islam
Umur: 5 tahun
Jenis kelamin: Perempuan
Alamat: Jln. Karangrejo
Tanggal masuk RS: 18 April 2013
Diagnosa medis: Gangguan Eliminasi Urinarius
No rekam medis: 20954777
Jam masuk: 15.00 WIB
Suku: Jawa
Bangsa: Indonesia
c. Penanggung jawab
Orang tua/wali: Bp. A
Umur: 36 tahun
Agama: Islam
Pendidikan: S1
Pekerjaan: Perawat
Status Pernikahan: Menikah
Hubungan dengan klien: Bapak kandung
Alamat: Jln. Karangrejo
Suku: Jawa
Bangsa: Indonesia
2) Keluhan Utama: Bp. A mengatakan anaknya mengalami nyeri pada bagian
suprapubic.
3) Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Penyakit sekarang: Klien mengatakan karena sakit pada perut
bagian bawah, An.K merasa tidak kuat untuk berjalan sendiri sehingga
waktu turun dari mobil ke UGD, An.K digendong oleh ayahnya. Saat di
UGD, An.K dilakukan pemasangan infus RL 20 tetes/menit dengan
abocat ukuran 24 selama 2 hari.
b. Riwayat Penyakit Dahulu
1. Penyakit yang pernah dialami: klien sering mengalami nyeri abdomen
a) Kecelakaan: tidak terkaji
b) Pernah dirawat di RS: Bpk.A mengatakan, pada usia 4 tahun An.K
pernah dirawat di RS karena mengalami malaria.
c) Operasi : Bpk.A mengatakan An.K tidak pernah dioperasi
2. Alergi: Bpk.A mengatakan bahwa An.K alergi terhadap ikan yang
ditandai dengan gatal-gatal pada kulit dan mual-mual.
3. Vaksin: Bpk.A mengatakan bahwa An.K baru saja di vaksin Hepatitis
B 3 bulan yang lalu.
4. Kebiasaan: An.K mengatakan bahwa ia suka jajan di sembarang
tempat seperti mie remes.
c. Riwayat Penyakit Keluarga Sebelum An.K mengalami gangguan
eliminasi urinarius, nenek dari An.K yaitu Ny. T sudah pernah
mengalami gangguan eliminasi urinarius selama lebih kurang satu
minggu.
4) Pemenuhan Kebutuhan Dasar
a. Aktivitas dan latihan
1. Sebelum Masuk Rumah Sakit: An. K sebelum sakit masih bisa
melakukan aktifitas seperti anak seusianya seperti bermain bersama
teman-temannya.
2. Saat Masuk Rumah Sakit: setelah mengalami ISK An. K menjadi
pendiam karena menahan rasa sakit perutnya. Selama sakit An. K
dirumah melakukan aktifitas dan dirawat oleh pembantunya sehingga
untuk personal hygen biasanya dibantu oleh pembantunya.
b. Tidur dan Istirahat
1. Sebelum Masuk Rumah Sakit: Sebelum sakit Bp. A mengatakan An.
K tidak ada masalah dalam masalahnya, A.n K biasanya tidur 9 jam
saat malam dan 2 jam saat siang.
2. Saat Masuk Rumah Sakit: Saat sakit Bp. A mengatakan An. K
mengalami sulit tidur dan sering terbangun saat tidur dikarenakan
perut bagian bawah terasa nyeri dan sangat sakit, An. K hanya bisa
tidur 6 jam saat malam dan tidak bisa tidur saat siang.
c. Kenyamanan dan nyeri
1. Palliative/profokatif: Bp. A mengatakan anaknya mengalami
hematuria, selain itu diawal berkemih ada cairan eksudat yang purulen
dan terasa gatal.
2. Quality: Klien mengatakan sangat nyeri seperti diremas-remas dan
perih ketika akan berkemih dan terasa sedikit berkurang nyerinya
sesudah berkemih.
3. Region: Bp. A mengatakan anaknya mengalami nyeri pada bagian
Suprapubic.
4. Scale: Dari skala 1-10 klien mengatakan skala sakitnya sekitar angka
5.
5. Time: Klien merasa nyeri datang pada saat ingin BAK.
6. Nutrisi
Sebelum Masuk Rumah Sakit: Sebelum klien mengalami gangguan
eliminasi, klien mempuyai nafsu makan sehingga selalu makan 3 porsi
sehari.
Saat Masuk Rumah Sakit: pada saat mengalami gangguan eliminasi
urine, nafsu makan klien menjadi berkurang, sehingga hanya makan 1
porsi sehari.
7. Cairan elektrolit dan asam basa
Sebelum Masuk Rumah Sakit: sebelum sakit klien minum 8 gelas
standar 250cc perhari.
Saat Masuk Rumah Sakit: Pada saat klien mengalami gangguan
eliminasi urin klien hanya minum 4 gelas standar 250 cc dan dibantu
dengan Suport IV Line cairan RL 20tts/mnt.
8. Oksigenasi: Sebelum dan sesudah mengalami ganguan eliminasi urin,
Klien tidak mengalami sesak nafas dan tidak ada sputum.
9. Eliminasi Alvi
Sebelum Masuk Rumah Sakit: Sebelum sakit klien mengatakan BAB
lancar fases berwarna kuning 2x sehari.
Saat Masuk Rumah Sakit: saat mengalami gangguan eliminasi urin
klien merasakan perut terasa diremas-remas dan warna fases cokelat.
10. Eliminasi urine
Sebelum Masuk Rumah Sakit: Sebelum mengalami gangguan
eliminasi urin klien mempunyai frekuensi berkemih 500cc/hr.
Saat Masuk Rumah Sakit: selama mengalami gangguan eliminasi urin
klien hanya berkemih 250cc/hr dan warna urine merah terdapat
hematuria dan klien mengatakan nyeri pada saat BAK.
11. Sensori, persepsi, dan kognitif: Setelah melakukan pengkajian klien
tidak mengalami gamgguan pada Sensori, persepsi dan kognitif.
5) Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum. Keadaan umum pasien saat ini adalah cemas dengan
hasil pemeriksaan TTV: TD=100/70 mmHg N=108xmnt RR=28x/mnt
S=400c
b. Kepala
1. Inspeksi: Pada saat dilakukan inspeksi tidak terdapat benjolan yang
terdapat di kepala, bentuk tengkorak semetris dengan bagian frontal
menghadap kedepan dan bagian pariental menghadap ke belakang.
2. Palpasi : Pada saat dilakukan palpasi tidak terdapat benjolan yang
terdapat di kepala, bentuk tengkorak semetris dengan bagian frontal
menghadap kedepan dan bagian pariental menghadap ke belakang.
c. Leher: Setelah dilakukan inspeksi, palpasi, dan teknik gerakan leher klien
dapat melakukan gerakan leher secara terkoordinasi tanpa gangguan.
d. Dada: paru dan jantung
1. Inspeksi: Pada saat inspeksi klien tidak terlihat sesak napas, yaitu
frekuensi pernapasan 28x/menit.
2. Auskultasi: Pada saat dilakukan auskultasi suara paru klien normal
yaitu terdengar bunyi resonan.
3. Palpasi: pada saat dilakukan palpasi getaran pada dinding dada
sebelah kanan lebih keras dari pada dinding dada sebelah kiri.
4. Perkusi: Pada saat dilakukan perkusi suara paru klien normal yaitu
terdengar bunyi resonan.
e. Abdomen
1. Inspeksi: Setelah dilakukan pemeriksaan fisik abdomen normal, pada
saat inspeksi tidak ada pembengkakkan, dan semetris.
2. Palpasi: pada saan palpasi abdomen teraba keras dan kaku.
3. Perkusi: pada saat dilakukan perkusi abdomen terdengar dung-dung
yang menadai abdomen kembung.
4. Auskultasi: Pada saat dilakukan auskultasi terdengar suara bising
usus, secara normal terdengar setiap bising usus normal terdengar 10
kali/menit.
6) Pemeriksaan penunjang
a. Terapi Medis: Saat di UGD klien deberikan cairan IV yaitu infus RL
20tts/mnt, klien juga diberikan obat melalui injeksi Cefotriaxone 2x500
gram dan obat peroral Ketorolak 2x0,5 mg/kg/BB.
B. Analisa Data

Masalah
No Data Fokus Etiologi
Keperawatan
1. Data Subjektif : Proses infeksi Hipertermi
Bapak klien mengatakan
suhu badan anaknya teraba Terjadi peningkatan
panas. Data Objektif: panas akibat produksi
TD: 100/70 mmHg sitokin pirogen.
N : 108x/menit
S : 40⁰C Bapak klien
RR : 28x/menit mengatakan suhu
badan anaknya teraba
panas

Perangkat imun sistem


tubuh akan aktif untuk
merespon adanya
bentuk infeksi
tersebut.
Dari hasil lab.
Terdapat bakteri E.
Coli pada uretra.
2. Data Subjektif: Agen cidera biologis Nyeri akut
1. Palliative/profokatif
Bp. A mengatakan
anaknya Adanya
kerusakan mengalami
hematuria, selain fungsi
organ akibat itu diawal
berkemih ada infeksi
bakteri E. cairan
eksudat yang purulen
Coli (pada kandung dan
terasa gatal kemih)
2. Quality
Klien mengatakan
sangat Sensitisasi
system nyeri seperti
diremas-remas saraf
perifer maupun dan
perih ketika akan
system saraf sentral.
berkemih dan terasa
sedikit berkurang
nyerinya sesudah
berkemih.
3. Region
Bp. A mengatakan
anaknya mengalami
nyeri pada bagian
Suprapubic.
4. Scale
Dari skala mengatakan
1-10 skala klien
sakitnya sekitar angka
5.
5. Time
Klien merasa nyeri
datang pada saat ingin
BAK.
Data Objektif:
1. Klien tampak terlihat
pucat dan lemas.
2. Klien terlihat
memegangi perut
bagian bawah.

Data Subjektif: Infeksi saluran kemih Gangguan


1. An.K mengatakan sulit Eliminasi
dan Sakit pada perut Tanda-tandanya, urinarius
seperti diremas-remas disuria, hematuria,
dan perih saat mau dan puria
buang air kecil
sehingga antara lain E.coli yang
sering An.K jadi takut nefropatogenik secara
jika mau BAK kencing, khas menghasilkan
padahal buang air hemolisin.
kecilnya lebih sering
daripada biasanya oleh E.coli yang biasa
sebab itu An.K menyebabkan infeksi
mengatakan takut saluran kemih ialah
untuk banyak minum. jenis 01, 2, 4, 6, dan 7
Data Objektif:
1. Klien terlihat kesakitan Adanya bakteri E. coli
dan. takut saat buang pada saluran kemih.
air kecil.

2. Diagnosa Keperawatan
1. Eliminasi urinarius berhubungan dengan infeksi saluran kemih
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
3. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
3. Intervensi keperawatan:
N Diagnosa Tujuan &
Intervensi Rasional
o Keperawatan Kriteria Hasil
1. Eliminasi Setelah 1. Pantau 1. Memantau
urinarius dilakukan eliminasi urin eliminasi urine
berhubungan tindakan contohnya merupakan
dengan infeksi keperawatan frekuensi urin, tindakan untuk
saluran kemih selama 2 x 24 volume urin, mengetahui
jam. Maka dengan tepat apakah urin
eliminasi 2. Ajarkan klien sudah normal
urinarius An. K tanda dan 2. Tindakan ini
berkurang gejala infeksi penting agar
dengan kriteria saluran kemih klien memahami
hasil sbb : 3. Instruksikan tentang
1. Eliminasi klien atau penyakitnya.
lancar keluarga 3. Tindakan ini
2. Urin berwarna untuk dilakukan agar
kuning cerah mencatat mengetahui
tetapi sedikit keluaran urin keluaran urin
pucat normal
3. Volume
pengeluaran
urine 900-
2100 CC/hari
3. Nyeri akut Setelah 1. Ajarkan 1. Relaksasi
berhubungan dilakukan teknik napas dalam
dengan agen tindakan relaksasi merupakan
cidera biologis keperawatan. nafas dalam tindakan
selama 2x24 klien penurunan
jam maka nyeri 2. Beri nyeri
yang dialami kompres 2. Merupakan
An.K berkurang hangat pada tindakan untuk
dengan kriteria bagian yang meningkatkan
hasil sbb: nyeri. sirkulasi dan
1. Selera makan 3. Kolaborasi relaksasi oleh
klien pemberian otot
kembali analgesik 3. Analgesik
normal Ketorolax ketorolax
2. Klien sudah 0,5mg/kg/B merupakan
tidak B obat penurun
mengalami nyeri dan
gelisah. aktivitas
3. Klien dapat peristaltik
beraktivitas
kembali
seperti
biasanya.
4. Skala nyeri
klien 2.
3. Hipertermi Setelah 1. Observasi 1. mengetahui
berhubungan dilakukan keadaan keadaan
dengan proses tindakan umum pasien
infeksi keperawatan klien 2. Tindakan
selama 2x24 2. Monitor untuk
jam An. K tidak vital sign mengetahui
mengalami klien (suhu TTV klien
hipertermi & nadi) 3. Kompres
dengan kriteria 3. Beri hangat
hasil sbb : kompres untuk
1. RR klien hangat menurunka
normal. 16- pada n/menorma
24/menit kening l kan suhu
2. Suhu tubuh klien tubuh
klien dalam 4. Anjurkan pasien
rentang pada klien 4. Istirahat
normal untuk merupakan
36,5- meningkata tindakan
37,5⁰C kan untuk
3. Nadi klien istirahat mengembal
normal 5. Kolaborasi ikan
(60100x/me dalam kesegaran
nit). pemberian tubuh
infus RL 5. Infus RL
20 merupakan
tts/menit infus untuk
6. Anjurkan pemberian
banyak memberika
minum air n nutrisi
putih dan cairan
minimal 8 tubuh klien
gelas 6. Air putih
perhari untuk
7. Kolaborasi menambah
dalam cairan air
pemberian tubuh agar
injeksi tida
Ceftriaxon mengalami
e 2x500mg dehidrasi
8. Kolaborasi 7. Ceftiaxone
dalam adalah obat
pemberian untuk
analgesik membunuh
analgetik bakteri
paracetamo (antibiotik)
l 10-10-15 8. Paracetamo
mg/kgBB/k l adalah
ali. obat
analgesik
dan
antipiretik

2.2 Pencegahan Resiko Jatuh


2.2.1 Pengertian Pencegahan Resiko Jatuh
Jatuh adalah suatu peristiwa di mana seseorang mengalami jatuh dengan atau
tanpa disaksikan oleh orang lain, tidak disengaja/tidak direncanakan, dengan arah
jatuh ke lantai, dengan atau tanpa mencederai dirinya (Stanley, 2006). Penyebab
jatuh dapat meliputi faktor fisiologis (pingsan) atau lingkungan (lantai yang licin).
Risiko jatuh adalah pasien yang berisiko untuk jatuh yang umumnya
disebabkan oleh faktor lingkungan dan faktor fisiologis yang dapat berakibat
cidera.Menurut (Stanley, 2006) risiko jatuh adalah suatu kejadian yang dapat
menyebabkan subjek yang sadar menjadi berada dilantai tanpa disengaja. Risiko
jatuh pasien adalah peningkatan kerentanan terhadap jatuh yang dapat
menyebabkan bahaya fisik (Wilkinson, 2011). Pasien jatuh di rumah sakit
merupakan masalah yang serius karena dapat menyebabkan cedera ringan sampai
dengan kematian, serta juga dapat memperpanjang lama hari rawat (Length of
Stay/LOS) di rumah sakit dan akan menambah biaya perawatan di rumah sakit
(Joint Commission Internasional, 2015).
Pelaksanaan pencegahan risiko jatuh adalah serangkaian tindakan yang
merupakan acuan dalam penerapan langkah-langkah untuk mempertahankan
keselamatan pasien yang berisiko jatuh (Wilkinson, 2011).
2.2.2 Tujuan Pencegahan Resiko Jatuh
Ada beberapa tujuan dalam pencegahan resiko jatuh diantaranya ialah:
1. Menciptakan budaya keselamatan pasien
2. Optimalisasi penggunaan asesment jatuh untuk menentukan kategori risiko
jatuh
3. Mendeskripsikan kebutuhan akan perlunya pemahaman factor risiko jatuh,
pencegahan, dan penanganannya dalam meningkatkan klinis dan kepuasan
pasien, serta menurunkan biaya kesehatan.
4. Memahami kunci keberhasilan program faktor risiko jatuh,pencegahan, dan
penanganannya
2.2.3 Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Jatuh
Faktor- faktor risiko jatuh dibagi menjadi dua yaitu faktor intrinsik dan
faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik atau faktor fisiologis terdiri dari riwayat jatuh,
fungsi kognitif, usia atau jenis kelamin, mobilitas atau pergerakan, eliminasi, dan
obat-obatan. Faktor ekstrinsik atau faktor lingkungan terdiri dari staffing, lantai
yang licin, pencahayaan yang redup, penghalang tempat tidur, dan pengaturan
ruangan (National Database of Nursing Quality Indicators, 2011).
1. Faktor Intrinsik
Faktor intrinsik adalah faktor yang berasal dari diri individu itu sendri (host).
Faktor intrinsik yang dapat mengakibatkan risiko jatuh seperti usia diatas 65
tahun dan usia dibawah 2 tahun, keadaan fisiologi (anemia, artritis, penurunan
kekuatan ekstremitas bawah, diare, masalah pada kaki, gangguan pada sikap
tubuh, gangguan pendengaran, gangguan keseimbangan, hambatan mobilitas
fisik, neoplasma, neuropati, hipotensi ortostatik, kondisi pascabedah,
perubahan gula darah postprandial, penyakit akut, defisit propriosepsi,
gangguan tidur, urgensi atau inkontinensia, penyakit vaskular, dan gangguan
penglihatan), kognitif (perubahan status mental misalnya: konfusi, delirium,
demensia dan gangguan realitas), medikasi (agens antiansietas, antihipertensi,
diuretik, hipnotik dan antidepresan) (Wilkinson, 2011).
2. Faktor Ekstrinsik
Faktor ekstrinsik merupakan faktor lingkungan dan memiliki risiko terhadap
kejadian jatuh sebesar 31% (Shobha 2005, dalam Maryam, 2009). Lingkungan
merupakan faktor yang dapat mempengaruhi keseimbangan dan berkontraksi
pada risiko jatuh, kejadian jatuh didalam ruangan lebih sering terjadi dikamar
tidur dan toilet. Lingkungan yang tidak aman dapat dilihat pada lingkungan
luar rumah, ruang tamu, kamar tidur, toilet, dan tangga atau lorong (Oliver
2004, dalam Budiono 2013).
Lingkungan yang tidak aman pada area luar seperti kondisi lantai yang retak,
jalan depan rumah sempit, pencahayaan yang kurang, kondisi teras atau
halaman, bahaya lingkungan pada area ruang tamu adalah kurangnya
pencahayaan, area yang sempit untuk berjalan, kaki kursi yang miring dan
tinggi kursi yang tidak sesuai dengan tinggi kaki dan sandaran lengan pada
kursi tidak kuat. Kamar tidur berbahaya dapat dilihat dari kondisi lantai, tinggi
tempat tidur, seprai yang tergerai dilantai, penempatan barang dan perabotan
yang mudah dijangkau, pencahayaan yang redup, dan luas area kamar untuk
berjalan. Kamar mandi dapat menyebabkan gangguan keseimbangan atau
risiko jatuh diantaranya pencahayaan kurang, kondisi lantai licin, posisi bak
dan toilet tidak aman, dan peletakkan alat mandi yang tidak mudah dijangkau
oleh lansia. Lingkungan area tangga dan lorong dapat dilihat dari kondisi
lantai, pencahayaan, peganggan, lis tangga, dan lebar tangga (Barnet, 2008).
Metode HFS terbagi atas faktor risiko jatuh karena gangguan eliminasi,
kebingungan/disorientasi, riwayat jatuh, depresi, pusing/vertigo, non-
adaptative dan kelemahan. Metode HFS dipergunakan untuk pencegahan
primer jatuh dan merupakan bagian integral dalam penilaian pasca-jatuh untuk
pencegahan sekunder jatuh (Gray-Miceli, 2007). Strategi pencegahan jatuh
dengan metode MFS dirancang dengan menciptakan lingkungan yang bebas
dari bahaya, yaitu mengorientasikan pasien terhadap lingkungan dan
pemberian instruksi yang jelas tentang bagaimana menggunakan alat bantu
jalan (Morse, 2009)
2.2.4 Pengkajian Pasien Resiko Jatuh
Pengkajian untuk pasien resiko jatuh dibagi menjadi dua kelompok yaitu pada
pasien dewasa dan pasien anak-anak yaitu sebagai berikut:
A. Pada pasien dewasa
1. Pengkajian Awal. Perawat ruangan melakukan pengkajian awal risiko
jatuh pada saat menerima pasien baru atau maksimal 2 (dua) jam setelah
menerima pasien baru dengan menggunakan Formulir Manajemen Risiko
Jatuh (FMRJ) dengan menggunakan skala Morse. Perawat mengkaji faktor
risiko meliputi:
a. Riwayat jatuh dalam 6 bulan terakhir
b. Diagnosa medis/ konsumsi obat (jenis anestesia, antihistamin,
antikejang , narkotika, psikotropika, diuretik)
c. Usia
d. Alat bantu jalan
e. Terpasang infus
f. Gaya berjalan
g. Kondisi mental
2. Penilaian Risiko Jatuh. Setelah melakukan pengkajian, perawat menilai
risiko jatuh pasien dengan cara:
a. Memilih tidak berisiko jatuh apabila scoring kurang dari < 25 dan
melakukan pengkajian ulang risiko jatuh 3 hari kemudian atau bila
kondisi pasien berubah.
b. Memilih risiko tinggi jatuh apabila scoring ≥ 25, dan memasang
kancing gelang warna kuning (risiko jatuh) dan memberikan penjelasan
kepada pasien dan atau keluarga tentang risiko jatuh pada pasien.
B. Pada pasien anak-anak
1. Pengkajian Awal. Perawat ruangan melakukan pengkajian awal risiko jatuh
pada saat menerima pasien baru atau selambat-lambatnya 2 (dua) jam
setelah menerima pasien baru dengan menggunakan Formulir Humpty
Dumpty (FHD).
2. Penilaian Risiko Jatuh. Perawat menjumlahkan skor yang didapat dari hasil
pengkajian dan menentukan risiko jatuh pasien dengan melihat hasil
penjumlahan: Risiko rendah jatuh apabila skor 7-11 dan risiko tinggi jatuh
apabila skor ≥ 12.
2.2.5 Pedoman Manajemen Pencegahan Resiko Jatuh Pasien:
1. Resiko Rendah:
1) Anjurkan pasien memakai alas kaki anti licin
2) Anjurkan penggunaan kacamata dan alat bantu dengar (bila perlu dan
pastikan berfungsi.
3) Pastikan jalur kekamar mandi dan lorongnya terang dan bebas hambatan
4) Pastikan lingkungan aman
5) Pastikan bel mudah terjangkau
6) Tempatkan benda-benda pribadi dalam jangkauan pasien (telepon
genggam, tombol panggilan, kacamata).
7) Roda tempat tidur pada posisi terkunci
8) Posisikan tempat tidur pada posisi terendah
9) Pagar pengaman tempat tidur dinaikkan
10) Pantau efek obat-obatan yang digunakan pasien.
11) Berikan edukasi pada pasien dan anggota keluarga tentang rencana
perawatan mencegah jatuh
12) Berkolaborasi dengan keluarga pasien untuk untuk memberikan bantuan
yang diperlukan pasien
2. Resiko Sedang:
1) Lakukan semua pedoman pencegahan untuk resiko rendah
2) Pasangkan gelang khusus (warna kuning) sebagai tanda resiko jatuh
3) Tempatkan alat bantu pasien seperti walkers/tongkat dalam jangkauan
pasien
4) Jangan iarkan pasien tanpa pengawasan saat ditempat terapi
3. Resiko Tinggi:
1) Lakukan semua pedoman pencegahan untuk risiko rendah dan sedang
2) Pasang tanda resiko jatuh pada pintu kamar atau bed pasien dengan tanda
segitiga berwarna merah
3) Tuliskan resiko jatuh atau beri tanda pada rekam medis pasien
4) Kunjungi dan monitor pasien setiap 1 jam
5) Tawarkan bantuan ke kamar mandi / penggunaan pispot.
6) Pertimbangkan dan efek puncak obat
7) Setiap shift dinilai skor resiko jatuh
8) Tempatkan pasien dikamar yang paling dekat dengan Nurse Station (jika
memungkinkan)
9) Semua kegiatan yang dilakukan pada pasien harus didokumentasikan.
2.2.6 Penilaian Resiko Jatuh
Penilaian risiko jatuh dilakukan saat pengkajian awal dengan menggunakan
metode pengkajian risiko jatuh yang telah ditetapkan. Penilaian risiko jatuh pada
pasien dewasa menggunakan skor MORSE dan pasien anak menggunakan skala
HUMPTY DUMPTY.
Pengkajian risiko jatuh berdasarkan format Morse Fall Scale (MFS). Format
Morse Fall Scale (MFS) merupakan skala yang cepat dan sederhana untuk
mengkaji risiko jatuh pada pasien (Morse, 1997). Skala ini digunakan untuk
tingkat resiko jatuh pada orang dewasa. MFS ini terdiri dari dari enam variabel
yang mudah untuk dinilai dan dapat menunjukkan prediksi kesesuaian dan tepat.
Pengkajian skala jatuh Morse ini disajikan dalam tabel berikut ini:
1. Tingkat resiko jatuh berdasarkan skala morse:
Tingkat Resiko Nilai MPS Tindakan
Tidak Beresiko 0-24 Perawatan dasar
Resiko Rendah 25-50 Pelaksanaan intervensi
pencegahan jatuh standar
Resiko Tinggi >51 Pelaksanaan intervensi
pencegahan jatuh resiko
tinggi

2. Assessment pada skala morse/MFS:


No Pengkajian Skala Nilai Ket
1. Riwayat jatuh: apakah lansia Tidak 0
pernah jatuh dalam 3 bulan Ya 25
terakhir?
2. Diagnosa sekunder: apakah lansia Tidak 0
memiliki lebih dari satu penyakit? Ya 15
3. Alat Bantu jalan:
- Bed rest/ dibantu perawat 0
-Kruk/ tongkat/ walker 15
-Berpegangan pada benda-benda 30
di sekitar (kursi, lemari, meja)
4. Terapi Intravena: apakah saat ini Tidak 0
lansia terpasang infus? Ya 20
5. Gaya berjalan/ cara berpindah:
- Normal/ bed rest/ immobile 0
(tidak dapat bergerak sendiri)
-Lemah (tidak bertenaga) 10
-Gangguan/ tidak normal 20
(pincang/ diseret)
6. Status Mental :
- Lansia menyadari kondisi 0
dirinya
-Lansia mengalami keterbatasan 15
daya ingat
Total Nilai

3. Tingkat resiko jatuh berdasarkan skala Humpty Dumpty: Skor asesment risiko
jatuh: (skor minimum 7, skor maksimum 23)
Tingkat Resiko Nilai MPS Tindakan
Tidak Beresiko 7-10 Perawatan dasar
Resiko Rendah 11-16 Pelaksanaan intervensi
pencegahan jatuh standar
Resiko Tinggi >17 Pelaksanaan intervensi
pencegahan jatuh resiko
tinggi
4. Assesment risiko jatuh Humpty Dumpty untuk pediatric:
Parameter Kriteria Nilai Skor
Usia <3 tahun 4
3-7 tahun 3
7-13 tahun 2
>13 tahun 1
Jenis Kelamin Laki-laki 2
Perempuan 1
Diagnosis Diagnosis neurologi 4
Perubahan oksigenasi 3
(diagnosis respitarik,
dehidrasi, anemia,
anoreksia, sinkop,pusing,
dsb)
Gangguan perilaku/ 2
psikiatri
Diagnosis lainnya 1
Gangguan Tidak menydari 3
Kognitif keterbatasan dirinya
Lupa akan adanya 2
keterbatasan
Orientasi baik terhadap 1
diri sendiri
Factor Riwayat jatuh/ bayi 4
Lingkungan diletakkan ditempat tidur
dewasa
Pasien menggunakan alat 3
bantu/ bayi diletakkan
dalam tempat tidur bayi
/perabotan rumah
Pasien diletakkan ditempat 2
tidur
Area diluar rumah sakit 1
Pembedahan Dalam 24 jam 3
/Sedasi/ Anestesi Dalam 48 jam 2
>48 jam atau tidak 1
menjalani pembedahan/
sedasi/ anestesi
Penggunaan Penggunaan multiple : 3
medikamentosa sedative, obat hypnosis,
barbiturate, fenotiazin,
antidepresan,
pencahar,diuretic,narkose
Penggunaan salah satu 2
obat diatas
Penggunaan medikasi 1
lainnya/ tidak ada
medikasi
Jumlah Skor Humpty Dumpty

2.2.7 Prosedur Pencegahan Resiko Jatuh


Dalam buku "Preventing Falls in Hospitals: A Toolkit for Improving
Quality of Care" disebutkan upaya upaya untuk mengurangi terjadinya kejadian
pasien terjatuh di rumah sakit, yaitu:
1. Membiasakan pasien dengan lingkungan sekitarnya.
2. Menunjukkan pada pasien alat bantu panggilan darurat.
3. Posisikan alat bantu panggil darurat dalam jangkauan.
4. Posisikan barang-barang pribadi dalam jangkauan pasien.
5. Menyediakan pegangan tangan yang kokoh di kamar mandi, kamar dan lorong.
6. Posisikan sandaran tempat tidur rumah sakit di posisi rendah ketika pasien
sedang beristirahat, dan posisikan sandaran tempat tidur yang nyaman ketika
pasien tidak tidur.
7. Posisikan rem tempat tidur terkunci pada saat berada di bangsal rumah sakit.
8. Menjaga roda kursi roda di posisi terkunci ketika stasioner.
9. Gunakan alas kaki yang nyaman, baik, dan tepat pada pasien.
10. Gunakan lampu malam hari atau pencahayaan tambahan.
11. Kondisikan permukaan lantai bersih dan kering. Bersihkan semua tumpahan.
12. Kondisikan daerah perawatan pasien rapi.
13. Ikuti praktek yang aman ketika membantu pasien pada saat akan ke tempat
tidur dan meninggalkan tempat tidur.
Menurut Sutoto dalam KARS (Komisi Akreditasi Rumah Sakit, 2013),
prosedur pencegahan pasien jatuh adalah:
1. Anjurkan pasien untuk meminta bantuan yang diperlukan
2. Anjurkan pasien untuk memakai alas kaki yang anti slip
3. Pastikan bahwa jalur ke toilet bebas dari hambatan dan terang
4. Pastikan lorong bebas hambatan
5. Tempatkan alat bantu seperti tongkat/walker dalam jangkauan pasien
6. Pasang penghalang tempat tidur
7. Evaluasi tinggi tempat tidur, amati lingkungan yang dianggap berpotensi tidak
aman dan segera laporkan
8. Jangan biarkan pasien yang berisiko jatuh tanpa pengawasan
9. Saat pasien dibawa menggunakan brandcard /tempat tidur posisi bedside dalam
keadaan terpasang
10. Informasikan dan didik pasien serta keluarga mengenai perawatan untuk
mencegah terjadinya risiko jatuh.
11. Intervensi yang tepat sangat dibutuhkan dalam pencegahan pasien jatuh
dirumah sakit (Setiowati, 2008).
Joint Commision Internasional (JCI) dalam Sentinel Even Alert, Preventing
falls and fall-related injuries in health care facilities tahun 2015 menyarankan
pencegahan risiko jatuh sebagai berikut:
1. Memimpin upaya untuk meningkatkan kesadaran akan perlunya pencegahan
risiko jatuh yang mengakibatkan cedera,
2. menetapkan cedera jatuh interdisiplin,
3. gunakan standar alat yang sudah divaliditas untuk mengidentifikasi factor
risiko jatuh
4. mengembangkan rencana individual perawatan pada pasien risiko jatuh dan
risiko cedera
5. menetapkan intervensi khusus untuk pasien, stan dari sasi dan menerapkan
praktik dan intervensi yang terbukti efektif, melakukan manajemen jatuh.
Menurut Institute for Clinical System Improvement (ICSI) tahun 2008 ada
pun intervensi pencegahan risiko jatuh di rawat inap adalah sebagai berikut:
1. Mendapatkan dukungan organisasi untuk program pencegahan risiko jatuh,
2. menetapkan proses untuk evaluasi pasien rawat di pendaftaran awal masuk
untukrisiko jatuh,
3. lakukan penilaian identifikasi factor risiko,
4. komunikasikan factor risiko,
5. lakukan intervensi factor risiko dan pemantauan terus menerus dan pengkajian
ulang.
Menurut Nursing Care Centre National Patient safety Goals (The Joint
Commission, 2015) pada NPSG 09.0.01 tindakan yang dilakukan perawat dalam
pencegahan jatuh adalah:
1. Kaji risiko jatuh pasien
2. Lakukan intervensi risiko jatuh berdasarkan faktor risiko yang sudah dikaji
3. Edukasi staf dalam program pengurangan risiko jatuh yang telah ditetapkan
organisasi, edukasi pasien atau keluarga jika dibutuhkan pada setiap tindakan
pencegahan risiko jatuh
4. Valuasi keefektifan dari semua aktivitas pengurangan risiko jatuh, termasuk
pengkajian, intervensi, dan edukasi.
2.2.8 Contoh Kasus dan penyelesaian Pasien Risiko Jatuh
A. Kasus
Tn.T umur 55 tahun, dirawat di ruang 206 perawatan neurologi Rumah Sakit
AA, tn.T dirawat memasuki hari kedua perawatan. Tn.T dirawat di ruang tersebut
dengan diagnosa medis stroke iskemic, dengan kondisi saat masuk Tn.T tidak
sadar, tidak dapat makan, TD: 170/100, RR: 24 x/mt, N: 68 x/mt. Kondisi pada
hari kedua perawatan didapatkan kesadaran compos mentis, TD: 150/100, N: 68,
hemiparese/kelumpuhan anggota gerak dextra atas dan bawah, bicara pelo, mulut
mencong kiri. Tn.T dapat mengerti bila diajak bicara dan dapat menjawab
pertanyaan dengan baik tetapi jawaban Tn.T tidak jelas (pelo).
B. Pengkajian
1) Identitas
a. Nama: Tuan T
b. Jenis kelamin: Laki – laki
c. Usia: 55 tahun
2) Keluhan utama
a. Kelumpuhan anggota gerak dextra atas dan bawah
b. Bicara pelo
c. Mulut mencong ke kiri
3) Riwayat jatuh: hari ke delapan perawatan
4) Riwayat penyakit: Hipertensi
5) Defisit (pendengaran, penglihatan): tidak mengalami gangguan
pendengaran maupun penglihatan
6) Mobilitas/motorik: ketidakmampuan aktivitas anggota gerak dextra atas
dan bawah
7) Riwayat pengobatan: Antihipertensi (captropril)
8) Assessment menggunakan skala morse/MFS:
NO PENGKAJIAN SKALA NILAI KET
1. Riwayat jatuh: apakah lansia Tidak 0
pernah jatuh dalam 3 bulan Ya 25 25 7 hari yang lalu
terakhir? pasien mengalami
jatuh hingga tak
sadarkan diri
2. Diagnosa sekunder: apakah Tidak 0
lansia memiliki lebih dari Ya 15 15 Hipetensi dan
satu penyakit? stroke iskemic
3. Alat Bantu jalan:
- Bed rest/ dibantu perawat 0 15 Pasien mejalani
bed rest
-Kruk/ tongkat/ walker 15
-Berpegangan pada benda- 30
benda di sekitar (kursi,
lemari, meja)
4. Terapi Intravena: apakah Tidak 0
saat ini lansia terpasang Ya 20 20 Pasien terpasang
infus? infus
5. Gaya berjalan/ cara
berpindah: 0 0 Pasien menjalani
- Normal/ bed rest/ bed rest karena
immobile (tidak dapat ketidakmampuan
bergerak sendiri) aktivitas anggota
gerak dextra
-Lemah (tidak bertenaga) 10
-Gangguan/ tidak normal 20
(pincang/ diseret)
6. Status Mental :
- Lansia menyadari kondisi 0 0 Compos mentis
dirinya
-Lansia mengalami 15
keterbatasan daya ingat
Total Nilai 75 Pasien memiliki
resiko tinggi jatuh

C. Penatalaksaan resiko tinggi jatuh


1) Pasang kedua sisi tempat tidur dan kunci roda tempat tidur.
2) Tempatkan benda-benda pribadi dalam jangkauan pasien (telepon
genggam, tombol panggilan, kacamata).
3) Pastikan cahaya diruangan cukup terang (disesuaikan dengan kebutuhan
pasien).
4) Letakkan alat bantu dekat dengan pasien (tongkat, alat penopang).
5) Anjurkan penggunaan kacamata dan alat bantu dengar (bila perlu dan
pastikan berfungsi.
6) Pantau efek obat-obatan yang digunakan pasien.
7) Pantau status mental pasien.
8) Pasanglah gelang khusus (PIN KUNING) tanda resiko jatuh.
9) Pasang tanda resiko jatuh pada tempat tidur pasien (warna merah).
10) Berikan sandal anti licin.
11) Tawarkan bantuan ke kamar mandi/penggunaan pispot.
12) Lakukan edukasi pencegahan jatuh kepada keluarga pasien
13) Libatkan keluarga.
14) Kunjungi dan monitoring pasien setiap jam.
15) Setiap shift dinilai skor resiko jatuh.
16) Tempatkan pasien dikamar yang paling dekat dengan Nurse Station (jika
memungkinkan).
17) Semua kegiatan yang dilakukan pada pasien harus didokumentasikan.
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Keselamatan pasien adalah proses dalam suatu rumah sakit yang memberikan
pelayanan pasien secara aman. Proses tersebut meliputi pengkajian mengenai
resiko, identifikasi, manajemen resiko terhadap pasien, pelaporan dan analisis
insiden, kemampuan untuk belajar dan menindaklanjuti insiden, dan menerapkan
solusi untuk mengurangi serta meminimalisir timbulnya risiko. Pelayanan
kesehatan yang diberikan tenaga medis kepada pasien mengacu kepada tujuh
standar pelayanan pasien rumah sakit yang meliputi hak pasien, mendididik
pasien dan keluarga, keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan,
penggunaan metode- metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan
program peningkatan keselamatan pasien, peran kepemimpinan dalam
meningkatkan keselamatan pasien, mendidik staf tentang keselamatan pasien, dan
komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.
Selain mengacu pada tujuh standar pelayanan tersebut, keselamatan pasien juga
dilindungi oleh undang-undang kesehatan sebagaimana yang diatur dalam UU
Kesehatan No. 36 tahun 2009 serta UU Rumah Sakit No. 44 tahun 2009.
Tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien sudah seharusnya
menunjang keselamatan pada pasien karena proses keperawatan tersebut sangat
berhubungan denganpatient safety atau keselamatan pasien. Proses keperawatan
tersebut meliputi proses pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi, dan
evaluasi. Jika terjadi kesalahan saat menjalani salah satu proses keperawatan,
maka kesalahan tersebut akan memungkinkan timbulnya kecelakaan kerja yang
dapat mengancam keselamatan pasien. Aplikasi keselamatan pasien dapat
diterapkan pada beberapa tempat yang terdapat di rumah sakit, seperti kamar
operasi, ICU, dan UGD. Aplikasi keselamatan pasien tersebut diterapkan dengan
memperhatikan sisi struktur, lingkungan, peralatan dan teknologi, proses, orang,
dan budaya.
Program Keselamatan rumah sakit dan keselamatan pasien merupakan suatu
kebutuhan dan keharusan untuk melindungi pasien dan karyawan.
Keterlibatan/pemberdayaan pasien dalam proses asuhan pelayanan kesehatan
harus menjadi prioritas utama. Keterlibatan seluruh unsur yang ada dalam
organisasi merupakan kunci keberhasilan, termasuk pihak manajemen, unit
terkait serta mengoptimalkan peran champion. Sosialisasi Program keselamatan
rumah sakit dan keselamatan pasien harus dilakukan secara terus-menerus untuk
menjaga pelaksanaan program tetap konsisten dan berkesinambungan.

3.2 Saran
Diharapkan kepada seluruh pembaca setelah selesai membaca makalah ini
mampu untuk mengetahui langkah-langkah pencegahan infeksi secara benar dan
mampu untuk mengkaji serta memberikan penatalaksaan kepada pasien resiko
jatuh secara tepat agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA

Chayatin, N., dan Mubarak, W. I. 2008. Kebutuhan Dasar Manusia: Teori


dan Aplikasi dalam Praktik. Jakarta: EGC.
Perry, A. G Peterson, P & Potter, P. A. 2008. “Buku Saku: Kterampilan &
Prosedur Dasar”. Jakarta: EGC.
Saryono dan Widianti, A. T. 2010. “Kebutuhan Dasar Manusia”. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Gusti. 2018. Penilaian Risiko Jatuh Pada Pasien Dengan Skala Morse. Diakses
pada14 november 2018 di https://gustinerz.com/penilaian-risiko-jatuh-pada
pasiendenganskala-morse/
Hidayat, A.A., dan Uliya, M. 2011. Praktin Kebutuhan Dasar Manusia. Surabaya:
Health Books
Suryadhi, Agus Bintang. 2013. Identifikasi Pasien Resiko Jatuh Dengan
Pemasangan Gelang Resiko Jatuh (Warna Kuning). Dokumen SOP
RS.Bandung. No. Dokumen : 03.06.06/153/2013

Hutauruk ,Arini Clara.2017. Pelaksanaan Pencegahan Risiko Jatuh yang


Dilakukan Perawatdi Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara. Skripsi 21-
23. Diakses pada 24 oktober 2018 di
http://repositori.usu.ac.id/bitstream/handle/1 23456789/1545/131
101120.pdf?sequence=1&isAllowed=y

Dessy, Vivi Armany, dkk. 2013. Penilaian Risiko Jatuh Lanjut Usia (Lansia)
Menggunakan Pendekatan Hendrich Falls Scale Dan Morse Falls Scale
(Elderly Fall Risk Assessment (Elderly) Scale Using Hendrich Falls Fall
and Morse Scale. Jurnal Ners Vol. 8 No. 1 April 2013: 107–117
Panjaitan,Safri Hamdani. 2017. Pencegahan Risiko Pasien Jatuh di Ruang
Penyakit Dalam RSUD. Dr. Pirngadi Kota Medan. Diakses pada 3
november 2018 di
http://repositori.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/1541/131101108.pdf?s
equ ence=1&isAllowed=y

Anda mungkin juga menyukai