Anda di halaman 1dari 17

TUGAS UJIAN AKHIR SEMESTER GENAP

KOMUNIKASI DAN ETIKA PROFESI

Kelas N
Tresna Adinda Regbiyantari (041611333077)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2019
1. Aturan Etika Profesi
Standar Umum dan Prinsip Akuntansi
Standar Umum
Kompetensi profesional. Anggota KAP hanya boleh melakukan pemberian jasa
profesional yang secara layak (reasonable) diharapkan dapat diselesaikan dengan kompetensi
profesional. Kecermatan dan keseksamaan profesional. Anggota KAP wajib melakukan
pemberian jasa profesional dengan kecermatan dan keseksamaan profesional. Perencanaan
dan supervisi. Anggota KAP wajib merencanakan dan mensupervisi secara memadai setiap
pelaksanaan pemberian jasa profesional. Data relevan yang memadai. Anggota KAP wajib
memperoleh data relevan yang memadai untuk menjadi dasar yang layak bagi simpulan atau
rekomendasi sehubungan dengan pelaksanaan jasa profesionalnya.
Kelemahan dari sikap profesional adalah idealisme yang terkandung dalam kode etik profesi
tidak sejalan dengan fakta yang terjadi di sekitar para profesional, sehingga harapan
terkadang sangat jauh dari kenyataan. Memungkinkan para profesional untuk berpaling
kepada kenyataan dan mengabaikan idealisme kode etik profesi. Kode etik profesi bisa
menjadi pajangan tulisan berbingkai. Kode etik profesi merupakan himpunan norma moral
yang tidak dilengkapi dengan sanksi keras karena keberlakuannya semata-mata berdasarkan
kesadaran profesional. Sehingga dapat memberi peluang kepada profesional yang untuk
berbuat menyimpang dari kode etik profesinya.

2. Contoh Kasus Etika dan Penyelesaiannya


a. Praktik Auditing
Kasus Auditor BPKP Akui Terima Duit dari Kemendikbud
Jakarta – Auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Tomi
Triono mengaku menerima duit dari anggaran kegiatan joint audit pengawasan dan
pemeriksaan di Kemendikbud. Tomi mengaku sudah mengembalikan duit ke KPK.
Tomi saat bersaksi untuk terdakwa mantan Irjen Kemendikbud Mohammad Sofyan
mengaku bersalah dengan penerimaan duit dalam kegiatan warsik sertifikasi guru
(sergu) di Inspektorat IV Kemendikbud. Duit yang dikembalikan Rp. 48 juta.
“Saudara dari BPKP, seharusnya melakukan pengwasan,” tegur hakim ketua Guzrizal
di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (25/07/13). “Kami bertugas sebagai tim
pengendali pusat, jadi harus monitoring. Jadi memang ada kesalahan,” ujar Tomi yang
tidak melanjutkan jawabannya. Menurutnya ada 10 auditor BPKB yang ikut dalam
joint audit. Mereka bertugas untuk 6 program, diantaranya penyusunan SOP warsik,
penyusunan monitoring, dan evaluasi sertifikasi guru. “Dari hasil audit nasional, kita
bikin summary terhadap sertifikasi. Kita simpulkan apa permasalahan – permasalahan
dari sasaran auditnya,” jelas Tomi.
Tomi juga ditanya penuntut umum KPK terkait adanya penyimpangan penggunaan
anggaran dalam joint audit Kemendikbud-BPKP. “Itu memang kesalahan kami,” ujar
dia.
Adanya aliran duit ke Auditor BPKP juga terungkap dalam persidangan dengan saksi
Bendahara Pengeluaran Pembantu Inspektorat I Kemendikbud, Tini Suhartini pada 11
Juli 2011. Sofyan didakwa memperkaya diri sendiri dan orang lain dengan
memerintahkan pencairan anggaran dan menerima biaya perjalanan dinas yang tidak
dilaksanakan. Dia juga memerintahkan pemotongan sebesar 5 persen atas biaya
perjalanan dinas yang diterima para peserta pada program joint audit Inspektorat I, II,
III, IV dan investigasi Irjen Depdiknas tahun anggaran 2009. Dari perbuatannya,
Sofyan memperkaya diri sendiri yakni Rp 1,103 miliar. Total kerugian negara dalam
kasus ini mencapai Rp 36,484 miliar.

Analisis Kasus
Kasus tersebut tergolong dalam pelanggaran kode etik prinsip Tanggungjawab
Profesi, integritas, objektivitas, perilaku profesional. Hal ini menunjukan bahwa
auditor tersebut tidak bekerja secara prinsip kode etik seorang auditor, sehingga
terjadinya penyimpangan yang melanggar hukum.
Penegakan disiplin atas pelanggaran kode etik profesi adalah suatu tindakan positif
agar ketentuan tersebut dipatuhi secara konsisten. Itulah sebabnya Peraturan Menteri
Negara Pendayagunaan Aparatur Negara nomor PER/04/M.PAN/03/2008 tanggal 31
Maret 2008 menerapkan kebijakan atas pelanggaran kode etik APIP (Aparat
Pengawasan Intern Pemerintah) ini, anara lain:
1. Tindakan yang tidak sesuai dengan kode etik tidak dapat diberi toleransi,
meskipun dengan alasan tindakan tersebut dilakukan demi kepentingan
organisasi atau diperintahkan oleh pejabat yang lebih tinggi.
2. Auditor tidak diperbolehkan untuk melakukan atau memaksa karyawan lain
melakukan tindakan melawan hukum atau tidak etis.
3. Pimpinan APIP harus melaporkan pelanggaran kode etik oleh auditor kepada
pimpinan organisasi.
4. Pemeriksaan, investigasi, dan pelaporan pelanggaran kode etik ditangani oleh
Badan Kehormatan Profesiyang terdiri dari pimpinan APIP dengan anggota
yang berjumlah ganjil dan disesuaikan dengan kebutuhan. Anggota Badan
Kehormatan profesi diangkat dan diberhentikan oleh APIP.
Penyelesaian Kasus
Auditor APIP yang terbukti melanggar kode etik akan dikenakan sanksi oleh
pimpinan APIP atas rekomendasi dari Badan Kehormatan Profesi. Bentuk – bentuk
sanksi yang direkomendasikan oleh badab kehormatan profesi, yakni:
a. Teguran tertulis
b. Usulan pemberhentian dari tim audit
c. Tidak diberi penugasan audit selama jangka waktu tertentu
Pengenaan sanksi terhadap pelanggaran kode etik oleh pimpinan APIP dilakukan
sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku.

b. Praktik Jasa Akuntansi dan Konsultasi Manajemen


Kasus Manipulasi Laporan Keuangan PT Kereta Api Indonesia
Kasus PT. KAI berawal dari perbedaan pandangan antara Manajemen dan Komisaris,
khususnya Ketua Komite Audit dimana Komisaris menolak menyetujui dan
menandatangani laporan keuangan yang telah diaudit oleh Auditor Eksternal.
Komisaris meminta untuk dilakukan audit ulang agar laporan keuangan dapat
disajikan secara transparan dan sesuai dengan fakta yang ada. Salah satu faktor yang
menyebabkan terjadinya kasus PT. KAI adalah rumitnya laporan keuangan. Adanya
ketidakyakinan manajemen akan laporan keuangan yang telah disusun, ketika komite
audit mempertanyakan laporan tersebut, manajemen merasa tidak yakin sehingga
pihak manajemen menggunakan jasa auditor eksternal. manfaat dari jasa audit adalah
memberikan informasi yang akurat dan dapat di percaya untuk pengambilan
keputusan. Laporan keuangan yang telah di audit oleh akuntan publik kewajarannya
lebih dapat dipercaya.
Manipulasi Laporan Keuangan PT KAI dalam kasus tersebut terdeteksi adanya
kecurangan dalam penyajian laporan keuangan. Ini merupakan suatu bentuk penipuan
yang dapat menyesatkan investor dan stakeholder lainnya. Kasus ini juga berkaitan
dengan masalah pelanggaran kode etik profesi akuntansi.
Diduga terjadi manipulasi data dalam laporan keuangan PT KAI tahun 2005,
perusahaan BUMN itu dicatat meraih keutungan sebesar Rp, 6,9 Miliar. Padahal
apabila diteliti dan dikaji lebih rinci, perusahaan seharusnya menderita kerugian
sebesar Rp. 63 Miliar. Komisaris PT KAI Hekinus Manao yang juga sebagai Direktur
Informasi dan Akuntansi Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara Departemen
Keuangan mengatakan, laporan keuangan itu telah diaudit oleh Kantor Akuntan
Publik S. Manan. Audit terhadap laporan keuangan PT KAI untuk tahun 2003 dan
tahun-tahun sebelumnya dilakukan oleh Badan Pemeriksan Keuangan (BPK), untuk
tahun 2004 diaudit oleh BPK dan akuntan publik. Hasil audit tersebut kemudian
diserahkan direksi PT KAI untuk disetujui sebelum disampaikan dalam rapat umum
pemegang saham, dan komisaris PT KAI yaitu Hekinus Manao menolak menyetujui
laporan keuangan PT KAI tahun 2005 yang telah diaudit oleh akuntan publik.
Analisis Kasus
Setelah hasil audit diteliti dengan seksama, ditemukan adanya kejanggalan dari
laporan keuangan PT KAI tahun 2005 :
1. Pajak pihak ke tiga sudah tiga tahun tidak pernah ditagih, tetapi dalam laporan
keuangan itu dimasukkan sebagai pendapatan PT KAI selama tahun 2005.
2. Kewajiban PT KAI untuk membayar surat ketetapan pajak (SKP) pajak
pertambahan nilai (PPN) sebesar Rp 95,2 Miliar yang diterbitkan oleh
Direktorat Jenderal Pajak pada akhir tahun 2003 disajikan dalam laporan
keuangan sebagai piutang atau tagihan kepada beberapa pelanggan yang
seharusnya menanggung beban pajak itu. Padahal berdasarkan Standart
Akuntansi, pajak pihak ketiga yang tidak pernah ditagih itu tidak bisa
dimasukkan sebagai aset. Di PT KAI ada kekeliruan direksi dalam mencatat
penerimaan perusahaan selama tahun 2005.
3. Penurunan nilai persediaan suku cadang dan perlengkapan sebesar Rp 24
Miliar yang diketahui pada saat dilakukan inventarisasi tahun 2002 diakui
manajemen PT KAI sebagai kerugian secara bertahap selama lima tahun. Pada
akhir tahun 2005 masih tersisa saldo penurunan nilai yang belum dibebankan
sebagai kerugian sebesar Rp 6 Miliar, yang seharusnya dibebankan seluruhnya
dalam tahun 2005.
4. Bantuan pemerintah yang belum ditentukan statusnya dengan modal total nilai
komulatif sebesar Rp 674,5 Miliar dan penyertaan modal negara sebesar Rp 70
Miliar oleh manajemen PT KAI disajikan dalam neraca per 31 Desember 2005
sebagai bagian dari hutang. Akan tetapi menurut Hekinus bantuan pemerintah
dan penyertaan modal harus disajikan sebagai bagian dari modal perseroan.
5. Manajemen PT KAI tidak melakukan pencadangan kerugian terhadap
kemungkinan tidak tertagihnya kewajiban pajak yang seharusnya telah
dibebankan kepada pelanggan pada saat jasa angkutannya diberikan PT KAI
tahun 1998 sampai 2003.
Penyelesaian Kasus
1. Membangun kultur perusahaan yang baik; dengan mengutamakan integritas,
etika profesi dan kepatuhan pada seluruh aturan, baik internal maupun
eksternal, khususnya tentang otorisasi.
2. Mendahulukan kepentingan publik daripada kepentingan pribadi.
3. Merekrut manajemen baru yang memiliki integritas dan moral yang baik.
4. Memperbaiki sistem pengendalian internal perusahaan.
5. Penyusunan Standar yang jelas mengenai siapa saja yang pantas mengisi
posisi jabatan fungsional maupun struktural ataupun untuk posisi tertentu yang
dianggap strategis dan kritis.
6. Akuntabilitas dan Transparansi setiap “proses bisnis” dalam organisasi agar
memungkinkan monitoring dari setiap pihak sehingga penyimpangan yang
dilakukan oknum-oknum dapat diketahui.

Kesimpulan:
Dari kasus studi diatas tentang pelanggaran Etika dalam berbisnis itu
merupakan suatu pelanggaran etika profesi perbankan pada PT KAI pada tahun
tersebut yang terjadi karena kesalahan manipulasi dan terdapat penyimpangan pada
laporan keuangan PT KAI tersebut. pada kasus ini juga terjadi penipuan yang
menyesatkan banyak pihak seperti investor tersebut. seharusnya PT KAI harus
bertindak profesional dan jujur sesuai pada asas-asas etika profesi akuntansi.

c. Praktik Akuntansi Manajemen dan Akuntansi Keuangan

Auditor BPKP Menerima Uang dari Anggaran Kegiatan Joint Audit


Pengawasan dan Pemeriksaan di KEMENDIKBUD
Beberapa auditor dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) disebut-sebut menerima uang komisi. Hal itu
diungkapkan oleh saksi dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi perjalanan dinas
fiktif dan pemotongan biaya perjalanan dinas dalam kegiatan audit bersama di
Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan Nasional di Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi, Jakarta, Kamis (11/7).
Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta ikut terkejut ketika seorang
saksi menyatakan para auditor ikut menikmati uang komisi. Perkara tersebut
melibatkan mantan Inspektur Jenderal Kemendiknas, Mohammad Sofyan, sebagai
terdakwa. Sidang kemarin menghadirkan Bendahara Pengeluaran Pembantu di
Inspektorat I Kemendiknas, Tini Suhartini.
Dari keterangan Tini meluncur pengakuan bahwa ada beberapa auditor dari Badan
Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang ikut menerima ‘komisi’ dalam
penyusunan Standar Operasi Prosedur (SOP) kegiatan audit Pengawasan dan
Pemeriksaan Sarana dan Prasarana (Wasrik Sarpras) bersama Itjen Kemendiknas.
Waktunya kira-kira pada Januari 2009. Beberapa orang yang ikut menerima adalah
Inspektur I Kemendiknas, Suharyanto, terdakwa Mohammad Sofyan, dan beberapa
pihak lainnya.
“Pengeluaran uang kopi dan uang makan dikasih ke siapa?” tanya hakim anggota
Pangeran Napitupulu. “Tim yang ada surat tugas bersama tim BPKP,” jawab Tini.
“Waduh, BPKP ikut di situ? BPKP ikut menikmati?” tanya Napitupulu. “Iya, Pak,”
jawab Tini. Napitupulu masih setengah ragu, “BPKP dapat honor?” tanyanya sekali
lagi. “Iya, Pak,” tegas Tini.
“Wah mau dibawa kemana negara ini?” kata Napitupulu. Tini sendiri juga mengaku
mendapat uang tersebut. “Dapat Rp 1,9 juta sekian, dikalikan empat kali,” kata Tini.
Uang yang dibagi-bagi berasal dari anggaran kegiatan penyusunan SOP Wasrik
Sarpras yang seharusnya dilaksanakan di Bogor, namun hanya dilakukan di kantor.
Suharyanto yang juga dihadirkan sebagai saksi mengatakan pencairan anggaran total
Rp 319 juta itu diperintahkan Sofyan.
Terdakwa sendiri mendapat Rp 8,3 juta. “Yang dapat auditor, inspektur dan unsur
sekretariat,” kata Suharyanto.
Sofyan selaku Kuasa Pengguna Anggaran, menandatangani SK Irjen pada 16 Januari
2009 untuk menetapkan kegiatan program joint audit Wasrik pada masing-masing
inspektorat yang meliputi Wasrik Peningkatan Mutu Sarana Prasarana 9 Tahun oleh
Inspektorat I, Wasrik Peningkatan Mutu Relevansi dan Daya Saing oleh Inspektorat
II, Wasrik Pendidikan Tinggi oleh Inspektorat III dan Warsik Sertifikat Guru oleh
Inspektorat IV.
Saksi juga mengatakan, auditor BPK juga menerima uang. Tini mengatakan dana itu
berasal dari sumbangan uang lima Inspektorat dalam rangka pemeriksaan BPK di
Itjen Kemendiknas. Perintah pencairan menurut Tini berasal dari Pelaksana Harian
Sekretaris Itjen Kemendiknas, Sam Yhon.
Tini membenarkan adanya pengumpulan sumbangan uang tersebut. “Yang
mengkoordinasi Pak Sam Yhon. Kata dia waktu itu untuk keperluan pemeriksaan
BPK,” kata Tini.
“Sumbangan BPK Rp 20 juta, ada lima inspektorat berarti total Rp 100 jt?” tanya
hakim. “Iya, sebesar itu Pak,” jawab Tini.
Hanya saja, Tini tak tahu berapa jumlah uang yang diberikan ke auditor BPK. Selain
pengumpulan uang dalam rangka pemeriksaan BPK, juga disebutkan dalam rangka
workshop DPR.
Sofyan selaku tersangka didakwa memperkaya diri sendiri dan orang lain dengan
memerintahkan pencairan anggaran dan menerima biaya perjalanan dinas yang tidak
dilaksanakan. Dia juga memerintahkan pemotongan sebesar 5 persen atas biaya
perjalanan dinas yang diterima para peserta pada program joint audit Inspektorat I, II,
III, IV dan investigasi Irjen Depdiknas tahun anggaran 2009. Dari perbuatannya,
Sofyan memperkaya diri sendiri yakni Rp 1,103 miliar. Total kerugian negara dalam
kasus ini mencapai Rp 36,484 miliar.

Analisis Kasus
Dalam kasus ini telah terjadi pelanggaran etika profesi akuntansi oleh auditor Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). seharusnya auditor menjunjung
tinggi nilai-nilai kejujuran dan objektifitas dalam melaksanakan tugasnya sebagai
seorang profesional. tidak diperkenankan auditor menerima sejumlah uang untuk
menutup-nutupi suatu kecurangan apalagi ikut merancang agar kecurangan tersebut
tidak terbaca oleh mata hukum. terlebih, dalam kasus ini yang dirugikan adalah rakyat
karena uang negara adalah uang rakyat, dan auditor BPKP adalah pegawai negeri
yang secara tidak langsung mengemban amanah dari rakyat. dengan kata lain, auditor
BPKP dalam kasus ini juga telah mengabaikan prinsip kepentingan publik.
Selanjutnya adalah Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (KEMENDIKBUD)
selaku kementrian yang bertugas dalam bidang pendidikan dan kebudayaan juga
berani melakukan kecurangan menjadi perhatian kami untuk menjadi alasan
pemilihan kasus etika profesi akuntansi ini. Dalam kasus ini kedua instansi
pemerintah yang dipercaya oleh rakyat saja sudah berani melakukan kecurangan.
Hal lainnya adalah sang akuntan publik telah melanggar etika yang telah ditetapkan
oleh Ikatan Akuntan Indonesia-Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP).

d. Praktik Investasi dan Pasar Modal


Kasus Penipuan PT Sarijaya Permana
Kasus Sarijaya Permana Sekuritas awalnya terjadi dari tindakan presiden komisaris
dan pemilik tunggalnya yang secara ilegal menggunakan dana yang dimiliki oleh
8.700 nasabahnya sebesar 245 milyar Rupiah untuk membeli saham dan memberi
pinjaman dana melalui 17 rekening baru yang fiktif. Pada intinya, dana nasabah yang
seharusnya dibelikan saham sesuai instruksi para nasabah dan dicatat oleh Kustodian
Sentral Efek Indonesia (KSEI) justru digunakan oleh pemilik Sarijaya Sekuritas untuk
melakukan transaksi pribadinya. Rekening itu digunakan Herman Ramli yang
merupakan Komisaris Utama untuk melakukan transaksi jual/beli saham di bursa
efek. Namun, karena dana dalam rekening 17 nasabah nominee ini tidak mencukupi
untuk melakukan transaksi, maka Herman meminta Lanny Setiono (stafnya) untuk
menaikkan batas transaksi atau Trading Available (TA). Lalu, Lanny menindak-
lanjutinya dengan memerintahkan bagian informasi dan teknologi (IT) untuk
memproses kenaikan TA 17 nasabah nominee tersebut.
Tapi, untuk menaikkan TA, sebelumnya harus mendapat persetujuan dari para direksi
Sarijaya, yaitu Teguh, Zulfian, dan Yusuf Ramli, Direktur Utama Sarijaya. Walau
mengetahui dana yang terdapat pada rekening ketujubelas nasabah nominee tidak
mencukupi, para direksi tetap memberikan persetujuan untuk menaikkan TA.
Sehingga, Herman dapat melakukan transaksi jual/beli saham di bursa efek. Padahal,
transaksi yang dilakukan Herman, tanpa sepengetahuan atau order dari para nasabah.
Selama kurang lebih enam tahun, Herman melakukan transaksi jual/beli saham
dengan menggunakan rekening ketujuhbelas nasabah nominee. Dan untuk membayar
transaksi itu, Herman medebet dana 13074 nasabah yang tersimpan di main account
Sarijaya Apabila diakumulasikan, pemilik 60 persen saham perusahaan sekuritas
(Sarijaya) ini telah mempergunakan dana sekitar Rp214,4 miliar, termasuk di
dalamnya modal perusahaan sebesar Rp5,77 miliar. Oleh karena itu, Herman
dianggap telah melakukan tindak pidana penggelapan/penipuan, dan pencucian uang
yang merugikan 13074 nasabah Sarijaya sekitar Rp235,6 miliar.
Analisis Kasus
Dalam menanamkan dana, investor menilai kondisi dan kinerja perusahaan. Untuk
itulah informasi yang menggambarkan kondisi dan kinerja emiten menjadi hal yang
sangat krusial dalam pasar modal. Dengan posisinya sebagai pihak yang pasif dan
tidak mengetahui secara detail seluk-beluk perusahaan, investor berpotensi menjadi
pihak yang dirugikan dalam kaitannya dengan keandalan informasi. Untuk itulah,
pemerintah melalui Bapepam-LK melindungi kepentingan investor melalui aturan-
aturan, salah satunya adalah Undang-Undang yang mengatur mengenai pasar modal
di Indonesia adalah UU No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.
Penyelesaian Kasus
Meskipun telah dilindungi dengan aturan, investor masih merupakan pihak yang
berpotensi dirugikan. Hal ini disebabkan karena banyak celah yang belum diatur oleh
peraturan dan sifat dari akuntansi yang memiliki berbagai alternatif dalam menyajikan
kondisi atau aktivitas ekonomi emiten. Dengan sifat akuntansi yang demikian, maka
laporan keuangan yang dihasilkan juga dapat disajikan dengan berbagai pendekatan.
Emiten sebagai pengelola dana tidak boleh sekedar memenuhi batasan-batasan yang
tertuang dalam aturan. Emiten harus mengutamakan kepentingan investor meskipun
tidak diatur dalam aturan. Dalam hal ini kepentingan investor adalah laporan
keuangan yang handal dan relevan.
Terkait dengan penyajian laporan keuangan, Bapepam-LK mewajibkan emiten untuk
menyerahkan laporan keuangan tahunan dan laporan keuangan triwulanan. Laporan
keuangan tahunan wajib diaudit oleh akuntan publik yang terdaftar di Bapepam-LK.
Sedangkan laporan keuangan triwulanan tidak wajib diaudit

e. Praktik Akuntansi Sektor Publik


Kredit Macet Rp 52 Miliar, Akuntan Publik Diduga Terlibat
Jambi,- Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jambi dinilai bagaikan “Macan Ompong,” dalam
menangani kasus Kredit macet BRI Jambi, atas dana yang digunakan PT.RPL / UD
(Raden Motor.) yang jatuh tempo sejak 14 April 2008. Hingga berita ini diturunkan,
belum juga berhasil menyeret siapa tersangkanya, hingga ke meja hijau (Pengadilan).
Awal mulanya UD Raden Motor mengajukan permohonan pinjaman ke BRI Jambi
dengan mengagunkan 36 item surat berharga yang nilai likuiditasnya mencapai Rp100
miliar sebagai jaminan, melakukan pinjaman sebesar Rp52 miliar dalam beberapa
tahun. Pengajuan pinjaman yang diajukan UD Raden Motor tersebut ditujukan untuk
pengembangan usaha di bidang otomotif seperti showroom jual beli mobil bekas dan
perbengkelan mobil atau otomotif.
Namun, Penggunaan kredit tersebut oleh PT RPL tidak sesuai dengan peruntukan,
sebagaimana pengajuan pinjamannya kepada BRI. Dari itu di nilai ada penyimpangan,
dan hingga jatuh tempo pada 14 April 2008. Dana pinjaman kredit sekitar Rp 52
miliar itu tidak bisa dikembalikan oleh pihak PT RPL/ UD Raden Motor.
Berkaitan dengan hal itu, UD Raden Motor masih diberi jangka waktu selama satu
tahun, untuk menjual asetnya, guna melunasi hutang dengan BRI. Tetapi tidak
dilakukan oleh Raden Motor. Akhirnya Kejaksaan sempat menciumadanya
pelanggaran tindak pidana korupsi dalam kasus pemberian kredit itu, dan adanya
indikasi pengalihan aset-aset milik PT RPL/UD kepada orang lain, sehingga agunan
atau jaminan yang ada di bank sudah dianggap tidak sah lagi.
Akhirnya Kejati Jambi minta keterangan beberapa pihak termasuk ZM (Zein
Muhamad) dan beberapa orang dari BRI Jambi, penyidik menemukan bahwa ada
kredit yang cair dipergunakan untuk kepentingan lain, seperti bidang usaha properti.
Sebagaimana dikatakan Asisten Tindak pidana khusus (Aspidsus) Kejati Jambi, Andi
Herman, pada waktu itu Rabu (14/4- 2010) mengatakan, pihaknya telah menaikkan
status kasus dugaan kredit macet senilai Rp52 miliar di BRI Cabang Jambi yang
diberikan kepada PT Raden Motor, ke tahap penyidikan.
Dikatakan, adanya dugaan kesalahan prosedur dalam pemberikan kredit sehingga
ditemukan kerugian negara senilai Rp52 miliar. Kemudian dalam prosedur dan
tahapannya pengajuan permohonan kredit itu peruntukannya juga disalahgunakan
oleh penerima kredit Raden Motor, sehingga dalam kasus ini ada dugaan kuat telah
terjadi konspirasi atau kerja sama antara BRI Cabang Jambi dengan Raden Motor.
Pihak intelejen Kejati Jambi menetapkan pelanggaran terhadap kasus ini sesuai
dengan UU No.31 tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU No.20 tahun 2001
tentang tindak pidana korupsi.
Menurut Forbes Jambi, agunan Reden Motor diketahui jauh lebih kecil dibandingkan
dengan kredit yang diajukan. Rudi juga mengetahui bahwa pihaknya (Forbes)
mendapat informasi pihak Reden Motor memberikan hadiah, sejumlah mobil kepada
pihak pejabat kredit di BRI Cabang Jambi guna memuluskan kredit tersebut,”kata
Suparman, koordinator lapangan Forbes Jambi.

Analisis Kasus
Ada delapan prinsip etika profesi akutansi, yaitu tanggung jawab profesi, kepentingan
publik, integritas, obyektivitas, kompetensi dan kehati-hatian profesional,
kerahasiaan, perilaku profesional dan standar teknis. Apabila dugaan keterlibatan
akuntan publik terhadap kasus korupsi dalam mendapatkan pinjaman modal senilai
Rp 52 miliar dari bank BRI cabang Jambi tahun 2009 oleh perusahaan raden motor
sehingga menyebabkan kredit macet untuk pengembangan usaha di bidang otomotif
tersebut.
Dengan ini dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa pelanggaran etika profesi
akutansi yang dilanggar oleh akuntan publik, yaitu:
a. Tanggung Jawab Profesi: Akuntan publik tersebut tidak melakukan tanggung
jawab secara profesional dikarenakan akuntan publik tersebut tidak
menjalankan tugas profesinya dengan baik dalam hal pembuatan laporan
keungan perusahaan Raden Motor untuk mendapatkan pinjaman modal senilai
Rp 52 miliar dari BRI Cabang Jambi pada tahun 2009, sehingga menyebabkan
kepercayaan masyarakat (raden motor) terhadap akuntan publik hilang.
b. Kepentingan Publik: Akuntan Publik tersebut tidak menghormati kepercayaan
publik (raden motor) dikarenakan melakukan kesalahan dalam laporan
keuangan Perusahaan Raden Motor untuk mengajukan pinjaman ke Bank BRI
dengan tidak membuat laporan mengenai empat kegiatan.
c. Objektivitas: Akuntan Publik tidak menjalankan prinsip Objektivitas dengan
cara melakukan tindak ketidakjujuran secara intelektual dengan melakukan
kecurangan dalam pembuatan laporan keuangan perusahaan Raden Motor.
d. Perilaku Profesional: Akuntan Publik berperilaku tidak baik dengan
melakukan pembuatan laporan keuangan palsu sehingga menyebabkan
reputasi profesinya buruk dan dapat mendiskreditkan profesinya.
e. Integritas: Akuntan Publik tidak dapat mempertahankan integritasnya
sehingga terjadi benturan kepentingan (conflict of interest). Kepentingan yang
dimaksud adalah kepentingan publik dan kepentingan pribadi dari akuntan
publik itu.
f. Standar Teknis: Akuntan Publik tidak menjalankan etika/tugasnya sesuai pada
etika profesi yang telah ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia-
Komparatemen Akutan Publik (IAI-KAP) diantaranya etika tersebut antara
lain :
- Independensi, integritas, dan obyektivitas
- Standar umum dan prinsip akuntansi
- Tanggung jawab kepada klien
- Tanggung jawab kepada rekan seprofesi
- Tanggung jawab dan praktik lain
Kesimpulan dan Saran
Pelanggaran dalam etika profesi mudah saja terjadi, hal ini dikarenakan
profesionalitas, transparansi dan akuntabilitas tidak terlaksana dengan baik. Perlu
adanya seminar dan pelatihan yang rutin terhadap suatu profesi. Ini dikarenakan
peluang-peluang untuk timbulnya suatu pelanggaran semakin besar di era waktu
sekarang ini. Selain itu juga keimanan yang mendasari dalam profesi perlu dijunjung
tinggi, Sekali lagi perlu kita ketahui kecurangan terjadi karena lemahnya mental dan
moral dalam individu-individu yang terlibat. Kita dan siapapun memang tidak akan
mengetahui tetapi Tuhan Mahatau.

f. Praktik Perpajakan
KASUS DHANA WIDYATMIKA
Sosok Dhana Widyatmika, seorang mantan PNS Ditjen Pajak, yang menjadi
tersangka kasus korupsi yang telah ditetapkan oleh kejaksaan agung yang
pemberitaannya kini mengemuka di media massa. Dhana Widyatmika disebut-sebut
sebagai The Next Gayus, karena memiliki rekening dibeberapa bank yang jumlahnya
miliaran. Identitas Dhana Widyatmika sendiri terungkap dari informasi Kabag Humas
dan TU Ditjen Imigrasi Maryoto Sumadi. Ketika wartawan detikFinance
mengkonfirmasikan mengenai identitas yang sebelumnya disingkat dengan DW,
maka Maryoto Sumadi membenarkan nama Dhana Widyatmika masuk dalam daftar
cekal di imigrasi.
Berdasarkan laporan yang dilansir oleh DetikFinance, menyebutkan bahwa
Dhana Widyatmika merupakan lulusan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN).
Setelah melanjutkan program sarjana, dia meneruskan studi pasca sarjana di Program
Studi Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia (FISIP
UI). Setelah lulus STAN, Dhana mulai bekerja di Ditjen Pajak pada tahun 1996.
Karirnya berkembang terus. Pada 2011, berdasarkan Surat Keputusan (SK) Direktur
Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) Dhana Widyatmika menjabat sebagai Account
Representative pada Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Enam.
Dhana Widyatmika merupakan PNS golongan III/c dengan pangkat penata. Ia
kini berusia 37 tahun. Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) Fuad Rahmany
mengungkapkan ‘The Next Gayus’ ini tidak lagi menjadi pegawai pajak. Karena, atas
keinginannya sendiri Dhana Widyatmika ini meminta pindah ke instansi lain. Mantan
pegawai Direktorat Jenderal Pajak Dhana Widyatmika dituntut hukuman 12 tahun
penjara untuk tiga perbuatan pidana oleh jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan
Agung. Selain hukuman penjara, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
diminta menjatuhi hukuman membayar denda Rp 1 miliar dan subsider kurungan
enam bulan. Dhana dianggap terbukti melakukan tiga perbuatan pidana.
Analisis Kasus
Hendro Tirtawijaya sebagai konsultan pajak telah menerima uang suap dari wajib
pajak sehingga menguntungkan wajib pajak terhadap pembayaran pajak yang
seharusnya dibayar sebesar Rp 82,591 miliar ditambah denda Rp 46,080 miliar.
Sehingga, perilaku Hendro selaku konsultan pajak jelas melanggar beberapa kode etik
IKPI sebagai berikut:
Kewajiban Konsultan Pajak
1. Tidak patuh pada hukum dan peraturan perpajakan, serta tidak menjunjung
tinggi integritas, martabat dan kehormatan profesi Konsultan Pajak karena
telah menerima uang suap yang tidak seharusnya diterima.
2. Tidak menjunjung tinggi integritas, martabat dan kehormatan dengan
memelihara kepercayaan masyarakat karena tidak bersikap jujur dan tidak
mengikuti prinsip obyektivitas dan kehati-hatian.
3. Tidak bersikap profesional karena tidak menggunakan pertimbangan moral
dalam pemberian jasa yang dilakukan, yaitu telah melakukan pengurangan
pajak demi uang suap yang diterima.
4. Tidak melakukan tugas profesi dengan penuh tanggung jawab dan independen
karena tugas yang dijalankan tidak sesuai aturan profesi yang berlaku.
Larangan Konsultan Pajak
Telah menerima ajakan dari pihak lain (Herly Isdiharsono dan Johnny Basuki) untuk
melakukan tindakan yang melanggar peraturan perundang-undangan perpajakan.
Menerima permintaan Wajib Pajak (Pt. Mutiara Virgo) untuk melakukan rekayasa
atau perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perpajakan.

Kesimpulan
Seharusnya kasus sebelumnya seperti kasus Gayus, sudah menjadi pelajaran bagi
Indonesia bahwa lemahnya perhatian yang dilakukan pihak yang berwenang terhadap
kasus pajak sebelumnya. Kasus pajak ini bisa mencoret nama baik pegawai pajak lain
yang tidak melakukan penggelapan pajak seperti yang dilakukan Gayus Tambunan
dan Dhana Widyatmika. Tidak semua pegawai pajak melakukan hal yang sama
seperti yang dilakukan para penggelap pajak yang disebut kan di atas.
Kasus yang dilakukan Dhana ini, sangat merugikan Negara Indonesia. Kasus ini
masih baru, sehingga diharapkan kasus ini bisa menjadi pelajaran bagi bangsa kita
atau bagi pemeriksa agar dapat memperhatikan orang-orang yang mencurigakan
melakukan penggelapan. Diharapkan kasus penggelapan lain, diharapkan dapat
ditindaklanjuti dengan cepat tanpa menunggu lama.
Atas kasus Dhana, Kejagung menetapkan empat orang tersangka. Herly Isdiharsono,
rekan Dhana di PT Mitra Modern Mobilindo dan Johny Basuki, wajib pajak PT
Mutiara Virgo yang sempat buron. Kemudian Firman dan Salman Maghfiron, atasan
dan bawahan Dhana di KPP Pancoran I saat menangani PT Kornet Trans Utama.
Kasus skandal pajak juga menyebut nama Gayus Halomoan Partahanan Tambunan.
Gayus diperiksa Kejaksaan Agung Republik Indonesia saksi di Lembaga
Pemasyarakatan Cipinang atas kasus korupsi dan pencucian uang, Dhana Widyatmika
Merthana. Kejagung menilai ada konspirasi antara mantan pegawai Ditjen pajak
Gayus Tambunan dan Dhana Widyatmika Mertahana, dengan wajib pajak PT Kornet
Trans Utama (KTU). Negara dinyatakan kalah, usai PT KTU menang di pengadilan
banding. Sampai saat ini kasus Dhana masih berlanjut.

3. Mengapa kasus pelanggaran etika pada profesi akuntan sering terjadi:


Disebabkan karena setiap individu selalu merasa kurang puas dengan apa yang sudah
didapatkan, lalu mempunyai kemampuan pada bidang ilmu yang dia punya untuk
memalsukan data dan dengan wewenang yang dia punya bisa memudahkan untuk melakukan
pelanggaran etika pada profesi akuntan, bekerja dengan motif komersil yaitu selalu
memikirkan keuntungannya saja padahal seharusnya bekerja yang didasarkan kepada
fungsinya sebagai kepercayaan masyarakat. Sikap tidak profesionalisme pun bisa menjadi
penyebabnya, kebanyakan mereka membawa kepentingan umum dalam profesi ini.
Saran saya dalam mencegah pelanggaran etika adalah setiap profesi akuntan adalah
seharusnya setiap profesi akuntan harus bersikap profesionalisme, tidak mementingkan
kepentingan sendiri, itulah sebabnya dalam prinsip dasar kode etik profesi akuntan sebaiknya
ditambahkan unsur kepercayaan (agama) sehingga para profesi akuntan sadar apa yang tidak
boleh dilakukan dan itu juga melanggar norma agama.

4. Contoh Kasus Pencucian Uang:


Badan Narkotika Nasional (BNN) membongkar Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dari
hasil kejahatan narkotik senilai Rp6,4 triliun. Jumlah ini diperoleh dari hasil pengembangan
kasus jaringan narkotik mendiang Freddy Budiman dan anak buahnya, Togiman serta
Haryanto Candra yang masih mendekam di penjara.
Deputi Pemberantasan BNN Inspektur Jenderal Arman Depari mengatakan penyidik
menangkap tiga orang tersangka dari hasil TPPU yakni Devi Yuliana, Hendi Ramli, dan
Fredi Hero.
"Ketiganya kami tangkap di Jakarta pada 14 Februari lalu," ujar Arman di gedung BNN
Jakarta, Rabu (28/2).
Arman menjelaskan modus yang digunakan pelaku adalah menggunakan enam perusahaan
fiktif yang bergerak di bidang ekspor-impor untuk melakukan transaksi keuangan dari
sejumlah bandar narkotik.
"Jadi modusnya seolah-olah impor barang, namun itu tidak benar. Mereka hanya menerbitkan
invoice fiktif, kemudian uang hasil tindak pidana itu dikirim ke sana dengan alasan
membayar barang-barang yang dibeli melalui proses impor tadi," terangnya.
Untuk menyamarkan transaksi itu, lanjut Arman, tersangka Devi menggunakan rekening atas
nama sejumlah karyawannya. Para pelaku sengaja mengajak karyawannya berlibur ke luar
negeri untuk membuka rekening.
"Ini dilakukan untuk memudahkan transfer uang ke luar negeri," kata Arman.
Dari data BNN terdapat 14 negara yang menjadi tempat penerimaan transfer uang di
antaranya yakni China, India, Jepang, Jerman, dan Australia. Tercatat sejak 2014 hingga
2016 transaksi yang dilakukan mencapai Rp6,4 triliun.
Arman mengatakan, pengungkapan kasus ini merupakan hasil kerja sama dengan Pusat
Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Jenderal bintang dua ini menuturkan,
pengusutan TPPU memang menjadi salah satu fokus BNN dalam pemberantasan narkotik.
"Perdagangan gelap narkotik itu selalu memperoleh keuntungan besar. Jadi concern kami
tidak hanya mengikuti orang tapi juga aliran keuangannya untuk meruntuhkan jaringan ini,"
ucap Arman.
Atas perbuatannya, ketiga tersangka dijerat UU 35/2009 tentang Narkotika dan UU 8/2010
tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU dengan ancaman hukuman 20 tahun penjara
hingga hukuman mati.

5. Contoh Kasus dalam transaksi keuangan mencurigakan


Seseorang yang mempunyai profil sebagai seorang karyawan tetap pada suatu
perusahaan dengan masa kerja selama 5 tahun, jabatan terakhir sebagai Kepala Bagian
Umum dengan penghasilan sebesar Rp10.000.000/bulan, ditambah THR 3 bulan gaji,
tunjangan prestasi akhir tahun sebesar 5 kali gaji. Ketentuan internal perusahaan
mensyaratkan seluruh penghasilan yang diterima karyawan ditransfer ke rekening tabungan
pada bank yang telah ditentukan.
Dengan asumsi karyawan tersebut tidak mempunyai sumber penerimaan yang lain,
maka dalam transaksi keuangannya akan terlihat dana masuk umumnya berupa transfer atau
pemindahbukuan yang berasal dari perusahaan. Tentunya setelah transaksi berjalan dalam
jangka waktu lama pasti akan terbentuk suatu pola atau kebiasaan transaksi dimana pola atau
kebiasaan transaksi dimaksud akan mencerminkan profil pemiliknya. Atas dasar itulah,
dengan mudah kita nantinya bisa menyatakan transaksi keuangan seseorang sesuai atau tidak
dengan kebiasaan atau pola transaksi yang selama ini dilakukan.
Apabila pada rekening ditemukan ada transaksi dana masuk setiap bulan sebesar
Rp10.000.000, sebesar Rp30.000.000 pada bulan tertentu, dan sebesar Rp50.000.000, pada
akhir tahun serta informasi bahwa pihak pengirim adalah perusahaan, maka kita bisa
menyatakan bahwa transaksi pada rekening karyawan itu termasuk transaksi sesuai profil.
Sebaliknya apabila pada rekening ditemukan ada transaksi dana masuk selain
transaksi sebagaimana diuraikan diatas, misalnya berupa setoran tunai sebesar
Rp50.000.000/bulan, transfer sebesar Rp750.000.000, Rp500.000.000, dan Rp500.000.000,
pada waktu yang hampir berdekatan, maka transaksi ini dikategorikan sebagai transaksi
diluar profil.
Masih terkait dengan profil karyawan diatas, dalam hal misalnya ada informasi yang
bersangkutan memperoleh pinjaman bank untuk jangka waktu tertentu dengan jumlah cicilan
perbulan sebesar Rp70.000.000 dan cicilan tiap bulannya dibayarkan secara tunai. Transaksi
pembayaran utang ini pun bisa dikategorikan transaksi diluar profil karena jumlah cicilan
yang harus dibayar setiap bulannya jauh melampaui kemampuan keuangannya.
Hal lain yang bisa juga masuk dalam kategori diluar profil misalnya si karyawan tadi
terinformasi memiliki harta berupa rumah yang dibeli dalam periode yang bersangkutan
bekerja di perusahaan yang nilainya sekitar sekitar Rp7.000.000.000. Secara umum hal ini
bisa kita katakan tidak sesuai profil mengingat maksimum jumlah penghasilan yang diterima
dalam 1 tahun seluruhnya sebesar Rp200.000.000 atau sekitar Rp5.000.000.000 dalam jangka
waktu 5 tahun.
Transaksi-transaksi diluar profil sebagaimana diuraikan diatas, sekali lagi tidak serta
merta merupakan transaksi terkait tindak pidana atau hasil tindak pidana. Oleh karena itu
perlu upaya lanjutan untuk mendalami masing-masing transaksi, seperti informasi tentang
sumber dana, pihak pemberi dana termasuk profilnya, sifat hubungan antara pemberi dan
penerima dana, nilai transaksi, waktu kejadian transaksi, beneficial owner, atau informasi
lainnya. Dari hasil penelitian tersebut nanti kita bisa menarik benang merah atas transaksi-
transaksi dimaksud dalam kaitannya dengan dugaan adanya tindak pidana dibalik transaksi
tersebut.

6. Hubungan Tata Kelola dan Etika


Profesi akuntansi merupakan sebuah profesi yang menyediakan jasa atestasi maupun
non-atestasi kepada masyarakat dengan dibatasi kode etik yang ada. Akuntansi sebagai
profesi memiliki kewajiban untuk mengabaikan kepentingan pribadi dan mengikuti etika
profesi yang telah ditetapkan. Kewajiban akuntan sebagai profesional mempunyai tiga
kewajiban yaitu; kompetensi, objektif dan mengutamakan integritas.
Banyak kasus-kasus yang melibatkan peran akuntan serta adanya statement yang
mengatakan bahwa salah satu penyebab terjadinya terjadinya krisis ekonomi Indonesia
adalah profesi akuntan. Akuntan publik bahkan dituduh sebagai pihak yang paling besar
tanggungjawabnya atas kemerosotan perekonomian Indonesia. Statement ini muncul karena
begitu besarnya peran akuntan dalam masyarakat bisnis.
Peran akuntan dalam perusahaan tidak bisa terlepas dari penerapan prinsip Good
Corporate Governance (GCG) dalam perusahaan. Meliputi prinsip kewajaran (fairness),
akuntabilitas (accountability), transparansi (transparency), dan responsibilitas
(responsibility). Dalam hubungannya dengan prinsip GCG, peran akuntan secara signifikan di
antaranya:
- Transparacy (Transparansi)
- Accountability (Akuntabilitas)
- Fairnis (Keadilan)
- Responsibility
Oleh karena itu, akuntan (khususnya akuntan publik) diharapkan mampu mengawasi
pelaksanaan Good Governance .Untuk mewujudkan terlaksanya Good Governance, akuntan
publik diharapkan menerapkan sepenuhnya kode etik akuntan publik. Good Governance
sebagai proses dan struktur yang digunakan untuk mengarahkan dan mengelola bisnis dan
kegiatan perusahaan kearah peningkatan pertumbuhan bisnis dan akuntanbilitas perusahaan.

Penerapan Tata Kelola organisasi secara baik apakah dilihat dalam konteks
mekanisme internal organisasi ataupun mekanisme eksternal organisasi. Mekanisme internal
lebih fokus kepada bagaimana pimpinan suatu organisasi mengatur jalannya organisasi sesuai
dengan prinsip-prinsip diatas sedangkan mekanisme eksternal lebih menekankan kepada
bagaimana interaksi organisasi dengan pihak eksternal berjalan secara harmoni tanpa
mengabaikan pencapaian tujuan organisasi.

7. Menurut saya kaitan ajaran agama dengan kode etik akuntan adalah untuk menghindari
perilaku tidak etis ketika seorang akuntan menjalankan tugasnya dan untuk menghindari
pelanggaran etika dan sebagai landasan untuk semua nilai dan dijadikan sebagai dasar
pertimbangan dalam setiap legislasi di masyarakat dan negara.jadi hendaknya berlandasankan
pada moral serta dari hasil pemikiran manusia pada keyakinan agama. Kode etik dalam
menjalankan profesi profesionalnya dibutuhkan. Hal ini untuk menghindari sikap dan perilaku
tidak etis dari para akuntan dalam menjalankan pekerjaannya.
Seperti kasus pelanggaran etik yang terjadi di Indonesia yaitu pada tahun 2004 yaitu kasus
Mulyana W. Kusuma yang merupakan anggota KPU:
“Diduga menyuap anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang saat itu akan melakukan
audit keuangan berkaitan dengan pengadaan logistik pemilu. Logistik untuk pemilu yang
dimaksud yaitu kotak suara, surat suara, amplop suara, tinta, dan teknologi informasi Setelah
dilakukan pemeriksaan, badan dan BPK meminta dilakukan penyempurnaan laporan. Setelah
dilakukan penyempurnaan laporan, BPK sepakat bahwa laporan tersebut lebih baik daripada
sebeumnya, kecuali untuk teknologi informasi. Untuk itu, maka disepakati bahwa laporan
akan diperiksa kembali satu bulan setelahnya. Setelah lewat satu bulan, ternyata laporan
tersebut belum selesai dan disepakati pemberian waktu tambahan. Berdasarkan kode etik
akuntan, Salman tidak seharusnya melakukan perbuatan diatas , meskipun pada dasarnya
tujuannya dapat dikatakan mulia. Perbuatan tersebut tidak dapat dibenarkan karena beberapa
alasan, antara lain bahwa auditor tidak seharusnya melakukan komunikasi atau pertemuan
dengan pihak yang sedang diperiksanya”
Berdasarkan pemaparan tersebut di atas maka diperlukan adanya pengaturan tentang Kode
Etik yang juga berlandaskan agama. Kode Etik Akuntan ini merupakan komponen yang
seharusnya tidak terpisahkan dari ajaran agama. Sistem nilai religius mensyaratkan bahwa
kode etik profesi ini ditempatkan sebagai landasan untuk semua nilai dan dijadikan sebagai
dasar pertimbangan dalam setiap legislasi di masyarakat dan negara. Selain itu, dasar syariat
hendaknya berlandasankan pada moral serta dari hasil pemikiran manusia pada keyakinan
agama.
Daftar Referensi
Kode Etik Akuntan (2016)
Jurnal: ETIKA PROFESI AKUNTAN DAN PERMASALAHAN AUDIT STUDI
KASUS SKANDAL TESCO DAN KAP PwC. A. Hajar Nur Fachmi, Dewi Shinta
Murti Utami
Jurnal: PEMAHAMAN KODE ETIK PROFESI AKUNTAN ISLAM DI
INDONESIA. Dyah Pravitasari
Brooks, Leonard J., Business & Professional Ethics for Accountants, South Western
College Publishing, 2007 atau edisi terbaru
Wordpress: makalah-kasus-penyelewengan-pajak-oleh-dhana-widyatmika
https://marieffauzi.wordpress.com/2014/12/07/kasus-pelanggaran-etika-akuntansi-
manajemen-oleh-kementerian-pendidikan-dan-kebudayaan/
http://news.detik.com/read/2013/07/25/190845/2314690/10/auditor-bpkp-akui-terima-
duit-dari-kemendikbud
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20180228123438-12-279383/bnn-bongkar-
pencucian-uang-rp64-triliun-geng-freddy-budiman
http://m.kompasiana.com/post/read/585865/1/kasus-kredit-macet-bri-jambi-5-tahun-
2013-belum-temukan-tersangka.html
https://gilangadhit.blogspot.com/2016/12/etika-dan-tata-kelola.html
http://keluarmaenmaen.blogspot.com/2010/11/beberapa-contoh-kasus-pelanggaran-
etika.html
https://ginbres.wordpress.com/2013/11/28/transaksi-keuangan-mencurigakan-bagian-
pertama-profil/

Anda mungkin juga menyukai