Anda di halaman 1dari 15

CTS (Carpal Tunnel Syndrome)

CTS adalah gangguan pada lengan tangan akibat penyempitan terowongan karpal baik
pada edema fasia maupun akibat kelainan tulang-tulang kecil pada tangan sehingga nervus
medianus menekan pada pergelangan tangan dan mengakibatkan nyeri pada nervus medianus
tersebut . (Viera,2003 Sidarta,2006)

Hipotesa patogenesis dari CTS yaitu faktor mekanik dan vaskular. CTS terjadi karena
penebalan fleksor retinakulum yang menekan nervus medianus secara terus menerus dalam
jangka lama dan mengakibatkan tingginya tekanan intrafasikuler. Hal ini mengakibatkan
aliran darah vena melambat, mengganggu nutrisi ibtrafasikular lalu diikuti anoksia yang
merusak endotel. Rusaknya enditel mengakibatkan terjadinya edema epineural karena protein
yang bocor. Jika hal ini terjadi secara terus menerus makan nervus medianus akan
bermasalah. (Moeliono,1993 ) .

Penyebab terjadinya CTS yaitu faktor keturunan, pekerjaan, trauma, dan inflamasi.
(mujianto,2013)

Tanda dan gejala klinis meliputi mati rasa, kesemutan, nyeri pada bagian tangan ,
tangan seperti tersengat listrik terutama ibu jari, telunjuk dan jari tengah. ( Mujianto,2013)

Gejala klinis CTS adalah sebagai berikut :

- Mati rasa, rasa terbakar, atau kesemutan pada jari-jari dan pada telapak tangan
- Nyeri di bagian telapak tangan, pergelangan tengan khususnya lengan bawah selama
bekerja .
- Kekuatan tangan menurun
- Jari terasa bengkak terkadang terlihat terkadang tidak terlihat.
- Sulit membedakan antara panas dan dingin
(Grafton, 2009)

Apabila tidak segera ditangani atau diobati, maka tangan tidak akan terampil terutama
pada benda-benda yang kecil dan sulit saat menggenggam.

Cara mendiagnosa CTS yaitu


1. Pemeriksaan fisik dengan cara test phallent yaitu penderita melakukan fleksi
tangan dan kemudian ditunggu 60 detik, jika timbul gejala maka penderita
tresebut mengalami CTS.
Kemudian dengan cara Toniquet test, Tinel’s sign, Flick’s sign, dll.
2. Pemeriksaan eletrodiagnosis
3. Pemeriksaan radiologi
4. Pemeriksaan laboratorium

Terapi yang dapat dilakukan yaitu :

a. Terapi secara langsung


- Terapi konservatif yaitu dengan cara mengistirahatkan pergelangan tangan, minum
obat anti inflamasi steroid, memasang bidai, injeksi steroid, pemberian vitamin B, dan
fisioterapi.
- Terapi operatif
b. Terapi terhadap keadaan

Diagnosis dapat dilakukan menggunakan dignosis banding antara lain Servical


radiculophaty, Pronator Teres Syndrome, Thoracic Outlet Syndrome, dan De Quervain’s
Syndrome. ( Laillya N, 2010)

Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah CTS atau mengurangi kambuhnya adalah :

- Mengurangi posisi kaku pada pergelangan tangan, gerakan repetitif, dan getaran
peralatan tangan pada saat bekerja.
- Mendesain peralatan kerja agar tangan dalam posisi natural saat bekerja
- Memodifikasi tata ruang kerja agar mudah memvariasi gerakan
- Ubah metode kerja untuk istirahat sebentar dan upayakan rotasi kerja
- Tingkatkan pengetahuan tentang CTS sejak dini kepada pekerja agar pekerja dapat
mengetahui gejala-gejala dari penyakit CTS tersebut.
(Moeliono, 1994 )

Penyakit yang sering mendasari terjadinya CTS yaitu trauma akut ataupun kronis
pada pergelangan tangan dan sekitarnya, gagal ginjal, obesitas dan penyakit yang lain yang
dapat mengakibatkan retensi cairan atau bertambahnya isi terowongan carpal.
Daftar Pustaka

Viera, 2003. Management of Carpal Tunnel Syndrome. American Academy of Family


Phsycins;68 (2) :265-272.

Sidharta, Priguna. 2004. Neurologi Dasar Klinis. Dian Rakyat. Jakarta

Moeliono F. 1993. Etiologi, Diagnosis dan Terapi Sindroma Terowongan karpal (S.T.K)
atau (Carpal Tunnel Syndrome/CTS). Neurona

Grafton CH. 2009. Carpal Tunnel Syndrome. CME Resources ; 17(3):1-22

Lailya N. 2010. Sindroma Terowongan Karpal dalam Neurology in Daily Practice bagian
ilmu penyakit saraf. Bandung

Mujianto. 2013. Cara Dapat Mengatasi 10 Besar Kasus Musculoskeletal dalam Praktik
Klinik Fisioterapi. Jakarta:TIM
Low Back Pain (LBP)

Low back pain (LBP) adalah gangguan muskoleskeletal nyeri pada bagian punggung
bawah yang disebabkan oleh berbagai penyakit dan aktivitas tubuh yang kurang baik .
(Fatimah,2011)

Prevalensi tertinggi penyakit LBP adalah pada pekerja petani. (Badan

Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013)

Petani banyak mengalami LBP karena pada saat bekerja mereka melakukan gerakan-gerakan
seperti membungkuk, memutar badandan paparan akibat traktordan membawa beban berat
yang akan menyebabkan kerusakann secara mekanik dan biologis.

Low back pain umumnya berlangsung secara singkat namun resiko kambuhnya sangat tinggi
atau seringkali kambuh.

LBP menurut waktu terjadinya nyeri berlangsung diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Nyeri akut yang tajam, dalam dan tiba-tiba.


2. Nyeri kronis yang terus-menerus dan cenderung tidak berkurang.

LBP menurut penyebabnya :

1. Low back pain traumatic


2. Lowback pain degenerative

Akibat penyakit LBP dapat menyeababkan penurunan kapasitas kerja, menurunnya


prooduktifitas kerja dan kerugian ergonomi. Penyakit ini biasanya terjadi pada pekerja yang
sering duduk atau bekerjanya dengan duduk,dll.

Faktor keluhan LBP yaitu faktor individu, pekerjaan, lingkungan, dan faktor
psikologi. Nyeri pinggang juga disebabkan oleh otot yang tegang dn dapat dikatakan sebagai
nyeri pegal. Hal tersebut terjadi akibat sikap duduk, tidur, dan berdiri yang salah.

Sikap kerja yang salah, canggung, dan di luar kebiasaan seperti membungkuk dan
memutar selama bekerja akan menambah risiko cidera pada bagian sistem muskuloskeletal
dan pada bagian punggung bawah.
Faktor risiko LBP yaitu :

1. Usia
Penyakit LBP meningkat mencapai puncaknya pada usia 55 tahun.
2. Jenis kelamin
Tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan, semuanya sama-sama dapat
berisiko terkena LBP.
3. Pekerjaan
Pekerjaan fisik yang berat, yang lama duduk atau berdiri , pekerjaan yang dilakukan
dengan membungkuk atau memutar badan secara berulang ,dll.
4. Kebiasaan merokok dan pola hidup
Perokok lebih berisiko terkena LBP karena penuruna pasokan oksigen yang diikat
oleh hemoglobin dan berkurangnya pembuluh darah akibat nikotin.

Faktor risiko lainnya adalah faktor fisik yang mencakup ketegangan fisik, seringnya
mengangkat beban, dan postur kerja yang tidak tepat. Dan juga perilaku merokok.
Hubungan antara perilaku merokok dengan nyeri pinggang, ditemukan bahwa perokok lebih
banyak menderita LBP dibandingkan yang tidak merokok sama sekali . (Andini F, 2015)

Untuk mengevaluasi LBP yaitu dengnan pemeriksaan fisik dan anamnesis.


Pemeriksaanr radiologi tidak dianjurkan untuk penderita LBP.

Gejala low back pain adalah sakit, kaku, rasa baal atau mati rasa, kelemahan,
kesemutan seperti ditusuk peniti dan jarum. Nyeri tersebut berawal dari pada punggung,
kemudian menjalar turun ke bokong, tungkai sampai ke kaki. Bila nyeri bertambah berat atau
berlangsung dalam waktu yang lama, maka dapat mengalami kesulitan buang air kecil,
kesulitan tidur, dan depresi.

Pencegahan yang dilakukan dapat dengan cara memberikan edukasi kepada pekerja
dengan cara penyuluhan mengenai posisi kerja yang baikdan ergonomis sehingga kejadian
LBP dapat berkurang dan morbiditas LBP dapat menurun.

Dan untuk pekerja disarankan untuk memperhatikan posisi saat duduk atau
melakukan aktivitas kerjanya, memperbanyak istirahat dan melakukan peregangan otot, serta
melakukan olahraga secara rutin agar tidak mudah terkena LBP.
Daftar pustaka

Andini F. (2015). Risk Factors of Low Back Pain in Workers. Journal of Majority.
4(1), halaman 11-19.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar 2013. (2013).
Kementrian Kesehatan RI.
Penyakit Gangguan Pendengaran

Suara-suara yang berada pada tempat kerja dapat menimbulkan kebisingan.


Kebisingan dapat mengakibatkan gangguan pendengaran seperti tuli sementara maupun tuli
permanen yang akan menimbulkan dampak negative seperti gangguan komunikasi, efekpada
pekerjaan dan reaksi masyarakat.

Gangguan pendengaran akibat bising adalah gangguan yang disebabkan akibat


terpajan atau terkena pajanan oleh bising yang cukup lama dan keras dan diakibatkan oleh
bising ditempat lingkungan kerja. (Soepardi,2007)

Gejala awal bila pendengaran terganggu ,biasanya penderita mengeluh tidak dapat
mengikuti percakapan dengan jelas, tinnitus, suara yang teredam,rasa tidak nyaman di telinga
atau penurunan pendengaran yang terasa saatpekerja sedang bekerja atau saat akan
meninggalkan tempat kerjanya. Jika gangguan ini tidak segera ditangani, maka akan timbul
efek negative psikologi seperti rasa malu, rasa bersalah, marah, perasaan di permalukan,
gangguan dengan konsentrasi, dan kurangnya rasa percaya diri. Namun terkadang akan pulih
kembali setelah beberapa jam jauh dari lingkungan bising. (Alberti, 2002)

Timbulnya gangguan pendengaran dapat disebabkan oleh umur, lama paparan, masa
kerja dan intensitas bising. Semakin lama sesorang terpajan bising, semakin besar orang
tersebut mengalami gangguan pendengaran.

Gangguan pendengaran dapat lebih parah jika paparan terakumulasi selama bertahun-
tahun tanpa adanya pengendalian. Sebagian besar paparan bising menyebabkan gangguan
pendengaran senserineural sementara yang dapat pulih dalam waktu 24-48 jam, kemudian
dapat bertambah parah apabila terpapar terus-menerus dan jangka waktu yang lama sehingga
menyebabkan kenaikan ambang dengar permanen. (Harianto,2010)

Kebanyakan orang yang mengalami masalah gangguan pendengaran tetap memaksa


berada pada lingkungan yang terpapar bising tersebut karena alasannya akan terancam
kehilangan pekerjaannya.

Tipe gangguan pendengaran ada 3 ,yaitu :


1. Tuli konduktif (conductive hearing loss)
Terjadi dari apapun yang dapat menyebabkan turunnya transmisi suara dari luar ke
koklea. Contohnya otosklerosis.
2. Tuli saraf atau persepsi (sensori neural hearing loss)
Terjadi dari gangguan transmisi transmisi sesudah koklea .
3. Tuli campuran
Campuran antara conductive hearing loss dan sensori neural hearing loss.

Bagi pekerja yang sudah terpajan maupun belum terpajan dapat diberi perlindungan seperti :

1. Pengendalian analisa bising


a. Program analisa bising dengan cara :

- Mengukur intensitas bising dan frekuensinya.

- Mencatat jangka waktu terkena bising

b. Pengurangan jumlah bising pada sumber bising


c. Pengurangan jumlah bising dengan dirambatkan melalui udara
d. Memberikan alat-alat pelindung telinga untuk para karyawan seperti kapas (paling
sederhana), ear plug, ear muff, helmet, dll.
e. Member edukasi tentang bahaya bising seperti pemasangan poster dan tanda pada
daerah bising
f. Penyelidikan dan penelitian terhadap bising
2. Pengukuran pemeriksaan pendengaran para pekerja menggunakan audiometri nada
murni, yang terdiri :
a. Pengukuiran pendengaran sebelum karyawan di terima di tempat kerja
b. Pengukuran pendengaran secara berkala

Pengukuran pendengaran menggunakan audiometri harus memperhatikan usia, lama


kerja, kebiasaan sehari-hari seperti merokok atau minum alcohol.

3. Mengubah waktu kerja dan daftar kerja (melakukan rolling)


4. Rehabilitasi
Daftar pustaka

Harrianto, Ridwan. Buku Ajar kesehatan kerja. Jakarta .EGC;2010.

Alberti PW. Occupational Hearing Loss. Snow JB Editor. Ballenger;s Manual of


Otorhinolaryngology head and neck Surgery .London: BC Decker. 2002

Soepardi EA, Iskandar N, Bashruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Jakarta. FKUI:2007
MSDs ( Muscoloskeletal Disorders )

MSDs atau Muscoloskeletal Disorders adalah gangguan fungsi normal otot, tendon,
saraf, pembuluh darah, tulang dan ligament karena posisi atau sikap kerja yang salah .
(Humantech,2006)
MSDs awalnya dapat menyebabkan sakit, nyeri, mati rasa, kesemutan, bengkak, kaku,
gemetar, gangguan tidur, dan rasa terbakar.

Kemudian bagian tubuh akan sering merasakan sakit pada otot leher, bahu, lengan, tangan,
punggung, pinggang dan otot-otot dibagian bawah.

Faktor penyebabnya adalah

1. Peregangan otot yang berlebihan


Pada pekerja yang seperti aktivitas mengangkat, mendorong, menarik, menahan beban
yang berat.
2. Aktivitas berulang (pekerjaan yang dilakukan terus-menerus)
Seperti mencangkul, membelah kayu, angkat-angkat, dll.
3. Sikap kerja tidak alamiah.

Sikap kerja yang tidak alami dapat mengakibatkan terjadinya MSDs. Sikap kerja tidak
alami tersebut antara lain punggung terlalu membungkuk, pergerakan tangan terangkat, dan
lain-lain. Semakin jauh posisi tubuh dari pusat grativasi tubuh, maka akan semakin tinggi
juga risiko terjadinya MSDs. Sikap kerja tidak alami dapat terjadi karena akibat karakteristik
tuntutan tugas, alat kerja dan stasiun kerja yang tidak sesuai dengan kemampuan dan
keterbatasan pekerja.

Factor risiko dari MSDs yaitu

- Pekerjaan
Factor risiko pada pekerjaan yaitu :
a. Postur kerja. Postur kerja meliputi postur dinamis dan postur statis.
b. Berat beban. Berat beban maksimal pada laki-laki antara 15-20 kg dan untuk
perempuan maksimal 12-15 kg. Semakin berat beban atau benda yang dibawa
ataupun digendong maka semakin besar tenaga yang menekan otot untuk
menstabilkan tulang belakang dan menghasilkan tekanan yang lebih besar pada
tulang belakang, ini dapat menyebabkan terjadinya MSDs.
(Humantech,2006)
- Umur
- Jenis kelamin
- Kebiasaan merokok
- Kekuatan fisik
- Ukuran tubuh
- Kesegaran jasmani

Gejala dari MSDs antara lain :

a. Tahap 1 yaitu sakit, pegal-pegal dan kelelahan pada saat jam kerja ,namun gejala akan
hilang dalam waktu semalam.
b. Tahap 2 yaitu gejala teatp ada setelah satu malam melewati waktu bekerja.
c. Tahap 3 yaitu gejala masih tetap ada walaupun setelah istirahat, nyeri saat bergerak
secara repetitif, tidur tengganggu dan sulit melakukan pekerjaan.

Pengukuran MSDs dilakukan dengan menggunakan :

- NBM (Nordic Body Map)


- Stretching

Pencegahan dari MSDs adalah sebagai berikut :

Rekayasa teknik meliputi eliminasi, subtitusi, partisi, ventilasi.

1. Rekayasa manajemen dapat dengan tidakan :


- pendidikan dan pelatihan
- waktu kerja dan istirahat yang seimbang
- pengawasan yang inetensif.
2. Tempat kerja yang ergonomi agar tercapai efisiensi dan keserasian kerja .
(Tarwaka et al, 2004)

Dengan demikian, untuk pengusaha atau pemilik pabrik/industri agar memberlakukan


pengorganisaian kerja diantaranya mengatur waktu kerja dan waktu istirahat yang seimbang,
memberikan pelatihan khusus yang berkaitan dengan prosedur pengangkatan beban yang baik
dan benar, dan memperkecil berat beban yang harus diangkat.
Daftar pustaka

Humantech. Applied ergonomics training manual. Australia: Barkeley Vale; 2006

Tarwaka, et al . 2004 . Ergonomi Untuk K3 dan Produktivitas. UNIBA Press;surakarta


Perbedaan Dermatitis dan Dermatosis

Dermatitis adalah suatu keadaan inflamasi noninfeksi pada kulit yang diakibatkan
oleh adanya kontak senyawa dengan kulit tersebut . (Sumantri,2009)

Dermatitis dibagi menjadi 2 jenis yaitu :

1. Dermatitis kontak , yaitu dermatitis yang kontak iritannya merupakan respon non
imunologi.
2. Dermatitis kontak alergik, yaitu dermatitis yang disebabkan oleh mekanisme
imunologik yang spesifik.
Keduanya bersifat akut maupun kronis.
Faktor penyebab dermatitis kontak yaitu suhu udara, kelembapan, okulasi dan
gesekan.
Faktor utama yang mempengaruhi terjadinya dermatitis yaitu akibat kontak langsung
dengan bahan kimia karena pemakaian alat pelindung diri yang tidak sesuai untuk jenis bahan
kimia yang digunakan.
Factor-faktor yang lain yang dapat mempengaruhi dermatitis kontak yaitu adanya kontak
dengan bahan kimia, lama kontak dengan bahan kimia tersebut, dan frekuensi kontak.
Faktor umur, riwayat atopi, kebiasaan mencuci tangan, suhu dan kelembapan udara tidak
mempunyai pengaruh yang signifikan.
Tanda dan gejala klinis pada dermatitis kontak alergik berupa macula, eritema,
batasnya krang tegas, edema, papul, vesikel, dan eksudasi. Sedangkan pada dermatitis kontak
iritan yaitu rasa gatal, ditemukannya bula dan kulit terasa terbakar.
Cara pengobatan yaitu dengan cara Terapi non farmakologi.
- Pencucian segera padaaera yang terpapar bahan iritan agar mrngurangi waktu kontak
iritan dengan kulit.
- Memberi edukasi untuk menghindari bahan yang dapat menyebabkan iritasi
- Penggunaan baju pelindung , sarung tangan, dan proteksi lainnya dan setiap hari
diganti.
- Menggunakan krim penghalang kulit sebelum kontak langsung dengan bahan iritan .

Cara mencegah dermatitis kontak tersebut dapat berupa identifikasi bahan-bahan kimia
yang berbahaya, pemriksaan sebelum diterima sebagai pekerja, dan mengontrol bahan-bahan
berbahaya oleh pengusaha, pekerja, pemerintah dan profesi di bidang kesehatan untuk
mencegah terjadinya penyakit kulit tersebut. (Mark JG,2003)
Sedangkan Dermatosis adalah proses patologi kulit yang timbul pada saat seseorang
melakukan pekerjaan dan pegaruh-pengaruh yang terdapat di dalam lingkungan kerja.
(Wahyudi,2005)
Dermatosis dapat disebabkan oleh factor eksternal yaitu lingkungan (tekanan mekanik, suhu,
dan kelembapan) dan faktor predisposisi individu (jenis kelamin, penyakit sebelumnya, masa
kerja).
Agen fisik yang dapat menyebabkan dermatosis yaitu gesekan, kondisi cuaca, panas radiasi,
dan serat-serat mineral.
Agen kimianya dibagi menjadi 4 :
1. Iritan primer
2. Sensitizer
3. Agen-agen aknegenik
4. photosensitizer
sedangkan faktor penyebab yang paling terahir dari dermatosis adalah faktor biologi. Faktor
biologi yang dapat menyebabkan terjadinya dermatosis antara lain bakteri, virus dan jamur.

Cara mendiagnosis dermatosis maupun dermatitis yaitu dengan cara :


- Anamnesis
- Pemeriksaan klinis
- Pemerisaan laboratorik/laboratorium
Pemeriksaan urine, darah, dan tinja harus dilakukan secara berkala
- Percobaan temple atau uji tempel
Dengan demikian, diharapkan untuk pekerja maupun pemilik pabrik atau industri agar
memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
- Bagi pekerja yang masa kerjanya lebih dari 2 tahun agar memeriksakan kondisi
kesehatannya secara rutin miniml sekali dalam sebulan
- Pekerja harus menggunakan alat pelindung diri yang lengkap dan memeperhatikan
kebersihan dirinya
- Pemilik pabrik/industry harus mengawasi setiap pekerja dan memberikan sanksi
kepada pekerja yang tidak patuh terhadap aturan yang diberlakukan.

Daftar pustaka
Sumantri MA, Febriani HT, Musa ST. dermatitis Kontak. 2007. Dalam jurnal yang
berjudul Dermatitis Kontak Akibat Kerja pada Pekerja Garmen. Yang disusun oleh Made
Stepanus dan Made Brathiarta Universitas Udayana. Yang diunggah pada ojs.unud.ac.id ›
Home › vol 3 no 1 (2014):e-jurnal medika udayana › Pramantara

Mark JG, Elsner P, Deleo VA. Evaluation Of The Worker In The Office And At The
Work Site. Contact and Occuptional dermatology,3 th ed. St. Louis:Mosby, inc, 2003:p.314-
20. Dalam jurnal yang berjudul Dermatitis Kontak Akibat Kerja pada Pekerja Garmen.
Disusun oleh Made Stepanus dan Made Brathiarta Universitas Udayana. Yang diunggah pada
ojs.unud.ac.id › Home › vol 3 no 1 (2014):e-jurnal medika udayana › Pramantara

Wahyudi, Hutomo. 2005. Penyakit Kulit Akibat Kerja. Jurnal berkala Ilmu Penyakit
kulit dan Kelamin. Desember 2005. Dalam artikel Ilmiah Hsil Penelitian Mahasiswa tahun
2015 yang berjudul Faktor Risiko Timbulnya Gejala Occuptional Dermatosis pada Pekerja
Rumah Potong Unggas yang disusun oleh Maulita Fath dari Universitas Jember. Yang
diungguh dalam repository.unej.ac.id

Morshedy AE, Sallam KI. 2009. Improving The Microbial Quality and Self Life of
Chicken Carcasses by Trisodium Phospate and Lactic Acid Dipping. Int. J. Poult. Sci. Dalam
artikel Ilmiah Hsil Penelitian Mahasiswa tahun 2015 yang berjudul Faktor Risiko Timbulnya
Gejala Occuptional Dermatosis pada Pekerja Rumah Potong Unggas yang disusun oleh
Maulita Fath dari Universitas Jember. Yang diungguh dalam repository.unej.ac.id

Anda mungkin juga menyukai