Anda di halaman 1dari 38

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kawasan konservasi adalah kawasan atau wilayah yang dilindungi karena
nilai-nilai lingkungan alaminya, lingkungan sosial budayanya, atau unsur-unsur
hayati yang terdapat didalamya. Kawasan yang menjadi kawasan konservasi di
Indonesia banyak sekali. Kawasan yang dilindungi secara umum adalah taman
nasional, cagar alam, cagar alam laut, cagar budaya dan lain sebagainya.
Taman nasional merupakan kawasan pelestarian alam baik daratan
maupun perairan yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi
yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,
menunjang budidaya, budaya, parawisata dan rekreasi (UU NO 5/1990).
Pelaksanaan prinsip-prinsip pengelolaan konservasi harus berbasis ekosistem. Hal
ini diperlukan adanya kerja sama atau kolaborasi seluruh pemangku kepentingan,
sehingga memungkinkan tercapainya keputusan pihak pihak yang berkepentingan
dalam merumuskan keseimbangan fungsu ekologis, ekonomis dan sosial dari
suatu ekosistem hutan.
Konsep taman nasional muncul sebagai upaya untuk melakukan
konservasi terhadap keanekaragaman hayati yang ada di Indonesia. Sejalan
dengan perkembangan pembangunan, konsep taman nasional juga berkembang
tidak hanya sebagai daerah konservasi, namun juga pengembanganpemanfaatan
taman nasioal sebagai objek wisata alam merupakan perwujudan konsep
ekowisata (Riyanto, 2005).
Konsep ekowisata dikawasan konservsi khususnya ditaman nasioanal
adalah melakukan pengelolan Taman Nasional yaitu untuk pemanfaatan wisata
alam yang berlandaskan tindakan konservasi, sehingga diharapkan melalui
pengembangan ekowisata di Taman Nasional tidak saja membawa dampak
peningkatan ekonomi bagi masyarakat dan kawasan namun juga sekaligus
melaksanakan misi konservasi.
Perkembangan pariwisata yang amat pesat dewasa ini cenderung melaju
ke arah spesifikasi minat wisatawan terhadap jenis perjalanan atau jenis wisata
2

yang dilakukan. Salah satu jenis wisata yang akhir-akhir ini semakin mendapatkan
perhatian dan banyak dilakukan adalah “ekowisata”. Ternyata beberapa destinasi
dari taman nasional berhasil dalam mengembangkan ekowisata (Tiatumi, 2009).
Kecenderungan masyarakat untuk berwisata ke daerah yang masih asli dan alami.
Hal ini menunjukkan peluang pemanfaatan kawasan konservasi sebagai pilihan
tujuan wisata alam. Potensi obyek wisata alam yang berada dalam kawasan taman
nasional dan kawasan pelestarian alam yang lain, apabila dikembangkan dengan
baik akan dapat memberikan sumbangan pendapatan bagi negara dan penciptaan
lapangan kerja serta sumber pendapatan bagi masyarakat setempat (Riyanto,
2005).
Taman nasional Tanjung Puting sudah banyak dikenal oleh wisatawan.
Taman Nasional ini mempunyai luas sekitar 415.040 hektar. Selain ditetapkan
sebagai cagar biosfer di dunia oleh UNESCO sejak tahun 1977, Taman Nasiona
ini juga telah menjadi hutan tropis terbesar yang dilindungi di kawasan Asia
Tenggara. Awalnya Tanjung Puting didirikan sebagai suaka marga satwa pada
tahun 1935 dan pada akhirnya ditetapkan sebagai Taman Nasional sejak tahun
1982. Tanjung Puting kaya akan keanekaragaman flora yang terdiri dari ratusan
jenis pohon, bunga anggrek serta tumbuhan tropis lainnya. Selain itu juga
merupakan rumah bagi berbagai macam spesies binatang, salah satunya yang
terkenal adalah orangutan, belum lagi dengan adanya spesies bekantan dan
mamalia lainyayang menjadikan Tanjung Puting sebagai salah satu harta
kekayaan terpenting di Propinsi Kalimantan Tengah bahkan dunia ( Pemda Kobar,
2015).
Tanjung Harapan merupakan bagian dari TNTP yang ditunjuk sebagai
zona pemanfaatan dan dikembangkan untuk kegiatan ekoturisme serta dilengkapi
dengan pusat informasi dan camping ground. Di samping itu, lokasi ini juga
merupakan tempat kegiatan rehabilitasi Orangutan yang dilengkapi dengan
fasilitas pemeliharaan kesehatan (klinik) untuk merawat Orangutan Wisatawan
dapat melihat atraksi pemberian makan Orangutan.
Ketika pengembangan ekowisata di Taman Nasional Tanjung Puting
dilaksanakan, hal ini juga membuka ancaman bagi tapak. Tekanan terhadap
3

kawasan seperti sampah, polusi suara, pemungutan SDH oleh pengunjung,


vandalisme dan sebagainya sering kali muncul mengiringi pengembangan
ekowisata tersebut. Pemahaman dan kesadaran berkaitan dengan persepsi
masyarakat yang baik tentang upaya konservasi di Taman Nasional Tanjung
Puting sangat dibutuhkan agar pengembangan ekowisata itu sendiri tidak
bertentangan dan membawa dampak negatif, namun sebaliknya mendukung
pengelolaan Taman Nasional Tanjung Puting sebagai kawasan konservasi.
Berdasarkan hal diatas, maka penelitian ini sangat penting untuk
dilakukan, yaitu untuk mengkaji persepsi dan partisipasi masyarakat pelaku
ekowisata dalam upaya konservasi di Taman Nasional Tanjung Puting dengan
lokasi penelitian di STPN wilayah III Tanjung harapan yang merupakan
merupakan salah satu tempat tujuan destinasi wisata.

1.1 Batasan Masalah


Batasan masalah dari penelitianiniadalah sebagai berikut
1. Responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah Masyarakat yang
terlibat dalam satu kumpulan paket wisata (Travel agen, supir kelotok, travel
cooking dan pramu wisata)
2. Lokasi yang menjadi tempat penelitian penulis adalah STPN wilayah III
Tanjung Harapan, Kecamatan Kumai.

1.2 Tujuana Penelitian


Berdasarkan hal diatas tujuan dari penelitian ini adalah sebabai berikut:
1. Mendeskripsikan karakteristik masyarakat pelaku ekowisata di Tanjung
STPN wilayah III Harapan
2. Mendeskripsikan persepsi pelaku ekowisata terhadap upaya konservasi di
STPN wilayah III Tanjung Harapan
3. Mendeskripsikan partisipasi pelaku ekowisata dalam upaya konservasi di
STPN wilayah III Tanjung Harapan.
4

1.3 Manfaat Penelitian


Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Sebagai bahan masukan bagi pengelola kawasan Taman Nasional Tanjung
Puting
2. Memberikan informasi dan manfaat mengenai persepsi dan partisipasi pelaku
ekowista dalm upaya konservasi di Tanjung Harapan
3. Sebagai bahan pustaka atau bahan informasi yang diharapakan berguna bagi
pihak-pihak yang terkait untuk melakukan penelitian lebih lanjut.
5

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Taman Nasional


Peraturan Pemeritah No. 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam
dan Kawasan Pelestarian Alam menjelaskan bahwa Kawasan Taman Nasional
adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan
sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk keperluan penelitian, ilmu pengetahuan,
pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Suatu kawasan
ditunjuk sebagai kawasan Taman Nasional, apabila telah memenuhi kriteria
sebagai berikut:
1. kawasan yang ditetapkan mempunyai luas yang cukup untuk menjamin
kelangsungan proses ekologis secara alami;
2. memiliki sumber daya alam yang khas dan unik baik berupa jenis tumbuhan
maupun satwa dan ekosistemnya serta gejala alam yang masih utuh dan
alami;
3. memiliki satu atau beberapa ekosistem yang masih utuh;
4. memiliki keadaan alam yang asli dan alami untuk dikembangkan sebagai
pariwisata alam; dan
5. merupakan kawasan yang dapat dibagi ke dalam zona inti, zona pemanfaatan,
zona rimba, dan zona lain yang karena pertimbangan kepentingan rehabilitasi
kawasan, ketergantungan penduduk sekitar kawasan, dan dalam rangka
mendukung upaya pelestarian sumber daya alam hayati dan ekosistemnya,
dapat ditetapkan sebagai zona tersendiri.
6. Sesuai dengan batasan UU No. 5 Tahun 1990 bahwa taman nasional dikelola
dengan sistem zonasi, maka pemanfaatan potensi sumberdaya alam hayati
dan ekosistemnya di taman nasional dilakukan berdasarkan penataan zonasi.
7. Pemanfaatan Taman Nasional untuk tujuan ilmu pengetahuan dan penelitian
dilakukan pada seluruh zona dengan izin Kepala Balai Taman Nasional.
Untuk tujuan pendidikan dilakukan pada zona rimba, zona pemanfaatan
wisata dan zona pemanfaatan lainnya. Sedangkan untuk tujuan pariwisata
alam dilakukan pada zona pemanfaatan intensif, dan secara terbatas pada
6

zona rimba. Guna mendukung kepentingan pemanfaatan oleh masyarakat


setempat akan hasil hutan non kayu dikembangkan adanya zona pemanfaatan
tradisional dan zona pemanfaatan khusus (Riyanto, 2005).
Taman Nasional merupakan salah satu kawasan konservasi yang
mengandung aspek pelestarian dan aspek pemanfaatan sehingga kawasan ini dapat
dimanfaatkan untuk pengembangan ekowisata dan minat khusus. Kedua bentuk
pariwisata tersebut yaitu ekowisata dan minat khusus, sangat prospektif dalam
penyelematan ekosistem hutan. Pengembangan kawasan yang demikian ini yang
menguntungkan bagi kelestarian hutan (Fandeli, 2005).

2.2 Upaya Konservasi


konservasi berasal dari bahasa Inggris yaitu dari
kata “Conservation” yang berati pelestarian atau perlindungan. Konservasi adalah
upaya-upaya pelestarian lingkungan akan tetapi tetap memperhatikan manfaat
yang bisa didapatkan pada saat itu dengan cara tetap mempertahankan keberadaan
setiap komponen-konponen lingkungan untuk pemanfaatan di masa yang akan
datang.
Uapaya konservasi alam yang dimaksud adalah upaya perlindungan,
pelestarian dan pemanfaatan serta ekosistemnya untuk menjamin keberadaan dan
kesinambungan sumberdaya alam dengan tetap memelihara dan meningkatkan
kualitas nilai dan keanekaragaman hayati (Departemen Kehutanan, 2013).
Kata kunci (key words) dari konservasi alam ini mencakup pemanfaatan,
perlindungan, pelestarian, serta terjaminnya ekosistem yang berkesinambungan
seperti yang telah dijelaskan, bahwa hal tersebut dilakukan karena sumberdaya
alam baik flora, fauna, dan ekosistem memiliki kegunaan dan nilai ekologis,
ekonomis dan sosial yang penting. Kualitas dan keanekaragaman hayati yang
dikandung alam harus terus dikonservasi sehingga keberagaman hayatinya terus
meningkat dan kondisi ekosistem dalam keadaan homeostatis (tetap terjaga).
Dewasa ini konservasi alam menjadi kegiatan penting karena kerusakan
sumberdaya alam akibat pencemaran semakin marak terjadi. Baik berupa
pencemaran yang diakibatkan oleh penebangan liar yang dilakukan masyarakat
7

sekitar dan kegiatan lainnya yang dapat mencemari kealamian hutan tersebut.
Akibat ataupun dampak dari pencemaran dan kerusakan alamini dapat
membahayakan kelestarian ekosistem sumberdaya alam. Kemudian, tentu saja
ekosistem alam yang rusak dapat mengganggu kehidupan dan penghidupan
manusia, spesies lain dan lingkungan sekitarnya. Misalnya jika keanekaragaman
hayati menurun, maka hal tersebut menunjukkan terjadinya kepunahan spesies
tertentu. (Jakfar, 2013)

2.3 Ekowisata
2.3.1 Pengertian Ekowisata
Ekowisata berbeda dengan wisata alam. Wisata alam adalah perjalanan
wisata yang bertujuan untuk menikmati kehidupan liar atau daerah alami yang
belum dikembangkan, mencakup setiap jenis wisata-wisata masal dan wisata
pertualangan, sedangkan ekowisata memanfaatkan sumber daya alam dalam
bentuk yang masih lain dan alami, termasuk spesies, habitat, bentangan alam,
pemandangan serta kehidupan air laut dan air tawar. Berbeda dengan wisata pada
umumnya, ekowisata merupakan kegiatan wisata yang menarik perhatian besar
terhadap kelestarian sumber daya alam dan lingkungan sebagai salah satu isu
utama dalam kehidupan manusia, baik secara ekonomi, sosial maupun politik. 30
Hal ini akan terus berlangsung, terutama didorong oleh dua aspek, yaitu: (1)
ketergantungan manusia terhadap sumber daya alam dan lingkungannya makin
tinggi, (2) keterkaitan masyarakat kepada lingkungan makin meningkat
(Sastrayuda, 2010).
Ekowisata berhubungan sangat erat dengan prinsip konservasi. Bahkan
dalam strategi pengembangan ekowisata juga menggunakan strategi konservasi.
Dengan demikian ekowisata sangat tepat dan berdayaguna dalam
mempertahankan keutuhan dan keaslian ekosistem di areal yang masih alami.
Bahkan dengan ekowisata pelestarian alam dapat ditingkatkan kualitasnya karena
desakan dan tuntutan dari para eco-traveler (Budiman, 2010). Jenis dan Prinsip
Ekowisata yang tercantum Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun
8

2009 Tentang Pedoman Pengembangan Ekowisata Di Daerah adalah sebagai


berikut:
a. Jenis ekowisata di daerah antara lain:
1. ekowisata bahari
2. ekowisata hutan
3. ekowisata pegunungan; dan/atau
4. ekowisata karst
b. Prinsip pengembangan ekowisata adalah sebagai berikut:
1. kesesuaian antara jenis dan karakteristik ekowisata
2. konservasi, yaitu melindungi, mengawetkan, dan memanfaatkan secara lestari
sumberdaya alam yang digunakan untuk ekowisata
3. ekonomis, yaitu memberikan manfaat untuk masyarakat setempat dan menjadi
penggerak pembangunan ekonomi di wilayahnya serta memastikan usaha
ekowisata dapat berkelanjutan
4. edukasi, yaitu mengandung unsur pendidikan untuk mengubah persepsi
seseorang agar memiliki kepedulian, tanggung jawab, dan komitmen terhadap
pelestarian lingkungan dan budaya
5. memberikan kepuasan dan pengalaman kepada pengunjung partisipasi
masyarakat, yaitu peran serta masyarakat dalam kegiatan perencanaan,
pemanfaatan, dan pengendalian ekowisata dengan menghormati nilai-nilai
sosial-budaya dan keagamaan masyarakat di sekitar kawasan; dan menampung
kearifan lokal.

2.3.2 Prinsip-Prinsip Pengembangan Ekowisata


Menurut (Triutami, 2009) prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam
pengembangan ekowisata adalah sebagai berikut:
1.Konservasi
Pemanfaatan keanekaragaman hayati tidak merusak sumber daya alam itu sendiri
relatif tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dan kegiatannya
bersifat ramah lingkungan. Dapat dijadikan sumber dana yang besar untuk
membiayai pembangunan konservasi. Dapat memanfaatkan sumber daya lokal
9

secara lestari. Meningkatkan daya dorong yang sangat besar bagi pihak swasta
untuk berperan serta dalam program konservasi. Mendukung upaya pengawetan
jenis.
2. Pendidikan
Meningkatkan kesadaran masyarakat dan merubah perilaku masyarakat tentang
perlunya upaya konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
3. Ekonomi
Dapat memberikan keuntungan ekonomi bagi pengelola kawasan, penyelenggara
ekowisata dan masyarakat setempat. Dapat memacu pembangunan wilayah, baik
di tingkat lokal, regional mapun nasional. Dapat menjamin kesinambungan usaha.
Dampak ekonomi secara luas juga harus dirasakan oleh kabupaten/kota, propinsi
bahkan nasional.
4. Peran Aktif Masyarakat
Membangun hubungan kemitraan dengan masyarakat setempat Pelibatan
masyarakat sekitar kawasan sejak proses perencanaan hingga tahap pelaksanaan
serta monitoring dan evaluasi. Menggugah prakarsa dan aspirasi masyarakat
setempat untuk pengembangan ekowisata. Memperhatikan kearifan tradisional
dan kekhasan daerah setempat agar tidak terjadi benturan kepentingan dengan
kondisi sosial budaya setempat. Menyediakan peluang usaha dan kesempatan
kerja semaksimal mungkin bagi masyarakat sekitar kawasan.
5. Wisata
Menyediakan informasi yang akurat tentang potensi kawasan bagi pengunjung.
Kesempatan menikmati pengalaman wisata dalam lokasi yang mempunyai fungsi
konservasi. Memahami etika berwisata dan ikut berpartisipasi dalam pelestarian
lingkungan. Memberikan kenyamanan dan keamanan kepada pengunjung.

2.4Persepsi
2.4.1 Pengertian Persepsi
Pengertian persepsi dari kamus psikologi adalah berasal dari bahasa
Inggris, perception yang artinya : persepsi, penglihatan, tanggapan; adalah proses
seseorang menjadi sadar akan segala sesuatu dalam lingkungannya melalui
10

inderaindera yang dimilikinya; atau pengetahuan lingkungan yang diperoleh


melalui interpretasi data indera (Kartono, 1987).
Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh penginderaan.
Penginderaan adalah merupakan suatu proses di terimanya stimulus oleh individu
melalui alat penerima yaitu alat indera. Pada umumnya stimulus tersebut
diteruskan oleh saraf ke otak melalui pusat susunan saraf dan proses selanjutnya
merupak proses persepsi. Stimulus diterima oleh alat indera, kemudian melalui
proses persepsi sesuatu yang di indera tersebut menjadi sesuatu yang berarti
setelah diorganisasaikan dan diinterpretasikan (Walgito dalam Ardianto, 2006).
Melalui persepsi individu dapat menyadari, dapat mengerti tentang
keadaan diri individu yang bersangkutan. Persepsi itu merupakan aktivitas yang
integrateed, maka seluruh apa yang ada dalam diri individu seperti perasaan,
pengalaman, kemampuan berpikir, kerangka acauan dan aspek-aspek lain yang
ada dalam diri individu masyarakat akan ikut berperan dalam persepsi tersebut
(Walgito, 2000) dalam (Ardianto,2006). Berdasarkan atas hal tersebut, dapat
dikemukakan bahwa dalam persepsi itu sekalipun stimulusnya sama tetapi karena
pengalaman tidak sama, kemampuan berpikir tidak sama, kerangka acuan tidak
sama, adanya kemungkinan hasil persepsi antara individu dengan individu yang
lain tidak sama.
Faktor-faktor yang berpengaruh pada persepsi adalah faktor internal:
perasaan, pengalaman, kemampuan berpikir, motivasi dan kerangka acuan.
Sedangkan faktor eksternal adalah : stimulus itu sendiri dan keadaan lingkungan
dimana persepsi itu berlangsung. Kejelasan stimulus akan banyak berpengaruh
pada persepsi. Bila stimulus itu berwujud benda-benda bukan manusia, maka
ketepatan persepsi lebih terletak pada individu yang mengadakan persepsi karena
benda-benda yang dipersepsi tersebut tidak ada usaha untuk mempengaruhi yang
mempersepsi.

2.4.2 Persepsi Masyarakat


Mengenai pengertian masyarakat dalam kamus bahasa Inggris, masyarakat
disebut society asal katanya socius yang berarti kawan. Arti yang lebih
11

khusus,bahwa masyarakat adalah kesatuan sosial yang mempunyai kehidupan


jiwa seperti adanya ungkapan-ungkapan jiwa rakyat, kehendak rakyat, kesadaran
masyarakat dan sebaginya. Sedangkan jiwa masyarakat ini merupakan potensi
yang berasal dari unsur-unsur masyarakat meliputi pranata, status dan peranan
sosial. Sehingga para pakar sosiologi seperti Mac Iver, J.L Gillin memberikan
pengertian bahwa masyarakat adalah kumpulan individu-individu yang saling
bergaul berinteraksi karena mempunyai nilai-nilai, norma-norma, cara-cara dan
prosedur yang merupakan kebutuhan bersama berupa suatu sistem adat istiadat
tertentu yang bersifat kontinue dan terikat oleh suatu identitas bersama (Musadun,
2000) dalam (Adrianto, 2006)
Pengertian persepsi masyarakat dapat disimpulkan adalah tanggapan atau
pengetahuan lingkungan dari kumpulan individu-individu yang saling bergaul
berinteraksi karena mempunyai nilai-nilai, norma-norma, cara-cara dan
prosedurmerupakan kebutuhan bersama berupa suatu sistem adat-istiadat yang
bersifatkontinue dan terikat oleh suatu identitas bersama yang diperoleh melalui
interpretasi data indera ( Ardianto, 2006).

2.5 Keterlibatan Masyarakat Dalam Ekowisata


Masyarakat setempat atau mereka yang bertempat tinggal di sekitar daerah
tujuan ekowisata mempunyai peran yang amat penting dalam menunjang
keberhasilan perkembangan ekowisata. Peran serta masyarakat di dalam
memelihara lingkungan yang menjadi daya tarik utama ekowisata tidak dapat
diabaikan. Hal yang terpenting adalah upaya memberdayakan masyarakat
setempat dengan mengikutsertakan mereka dalam berbagai kegiatan ekowisata.
Pengelola harus dapat menghimbau masyarakat agar bersedia berpartisipasi aktif
secara positif dalam perkembangan ekowisata dengan memelihara lingkungan di
sekitar mereka. Agar perkembangan ekowisata dapat berkelanjutan dan efektif,
pandangan dan harapan masyarakat setempat memiliki hak mutlak, perkembangan
ekowisata lestari tidak akan terwujud apabila penduduk setempat merasa
diabaikan, dan hanya dimanfaatkan serta merasa terancam oleh kegiatan
ekowisata (Triatumi, 2009)
12

Masyarakat yang merasakan hasil dari ekowisata akan merasa tergerak


untuk ikut melindungi alam yang menjadi daya tarik ekowisata tersebut dan
menjaga lingkungan dari kerusakan. Hal yang paling penting adalah meyakinkan
dan membuktikan kepada penduduk setempat bahwa ekowisata memang dapat
memberikan keuntungan kepada penduduk setempat (Panos, 19950) dalam
(Sugiarti, 2000), sebab tanpa bukti nyata mereka tidak akan termotivasi untuk
mendukung dan terlibat didalamnya (Harrison, 1995) dalam (Sugiarti, 2000).
Keterlibatan masyarakat dalam usaha ekowisata pada penelitian ini akan ditinjau
berdasarkan konsep partisipasi.

2.5.1 Konsepsi Partisipasi Masyarakat


Secara umum partisipasi masyarakat diartikan sebagai
keikutsertaanmasyarakat dalam proses pengambilan keputusan, yang dimulai dari
perencanaan, implementasi, monitoring, dan evaluasi. Ada pula yang mengartikan
partisipasi atau peran serta masyarakat sebagai suatu cara melakukan interaksi
antara dua kelompok, kelompok yang selama ini tidak diikutsertakan dalam
proses pengambilan keputusan (non elit) dan yang selama ini melakukan
pengambilan keputusan (elit) (Afif, 1992).
Melibatkan masyarakat dalam usaha ekowisata juga dapat menimbulkan
perasaan memiliki dan keinginan untuk berkontribusi dari masyarakat terhadap
penerapan program ekowisata di daerah tersebut. Untuk melakukan hal ini,
diperlukan pendekatan partisipatif yang akan memakan waktu yang lama, tetapi
dengan pendekatan ini ternyata akan dapat mengurangi atau menghindari
terjadinya konflik antar pihak yang terlibat. Lebih jauh lagi, dengan partisipasi
akan terjadi peningkatan harapan masyarakat luas terhadap pemenuhan kebutuhan
mereka.
Masyarakat akan bersedia untuk menerima tanggung jawab, peran dan
resiko ketika bekerjasama dengan pihak pemerintah, swasta maupun mitra dalam
proses pengembangan program ekowisata. Ketika kondisi ekonomi menjadi
semakin sulit, serta lebih sedikit dana masyarakat yang tersedia untuk
melaksanakan program pengembangan ekowisata ini maka mitra di luar lembaga
13

pemerintah dapat selalu berperan, baik dalam hal uang ataupun hal lain.
Kemitraan dapat membantu memelihara atau meningkatkan pelayanan kepada
publik.
Tingkat keterlibatan masyarakat melalui kemitraan terhadap
usahaekowisata diharapkan tinggi. Pengelola kawasan ekowisata biasanya
selaluenggan untuk melibatkan masyarakat, dengan alasan bahwa masyarakat
biasanyaapatis dan membuang-buang waktu. Dampaknya, masyarakat juga tidak
merasamemiliki dan tidak ingin berkontribusi pada program ekowisata
tersebut.Kemitraan yang dibina dalam usaha ekowisata lebih diarahkan bagi para
pihakyang telibat di dalamnya untuk saling bertukar informasi, dana dan
tenagasehingga terdapat pembagian kekuasaan dalam pengambilan keputusan
yangnantinya diterima oleh semua pihak yang terlibat.Pengelola memiliki
tanggung jawab untuk melakukan pendekatanpartisipasi terhadap masyarakat. Hal
inilah yang coba diterapkan dalam ekowisataberbasis masyarakat dimana terdapat
distribusi sebagian kekuasaan dari pengelolakepada masyarakat agar mereka juga
dapat mengelola kawasan sesuai dengankebutuhan dan pengetahuan lokal
masyarakat.

2.5.2Manfaat Partisipasi Masyarakat


Partisipasi masyarakat diperlukan dalam konteks ekowisata dan kaitannya
untuk menunjang konservasi sumberdaya alam (Mitchell, 1997) agar:
1. Dapat menampung reaksi dan mendapatkan umpan balik terhadap keputusan
yang akan diambil sehingga dengan demikian dapat mengeliminir dampak,
meningkatkan kualitas dari keputusan yang diambil, dan menghindari konflik
yang berkepanjangan.
2. Dapat mengakomodasi aspirasi kebutuhan rakyat yang sesungguhnya yang
pada akhirnya akan lebih menjamin dukungan masyarakat terhadap
konservasi sumberdaya alam.
3. Proses penyampaian informasi dan pendidikan kepada masyarakat dapat
berlangsung lebih efektif.
14

4. Dapat menjamin adanya proses pengidentifikasian permasalahan yang


sesungguhnya terjadi dan kebutuhan-kebutuhan bagi alternatif
penanggulangannya yang pada akhirnya akan menjamin adanya penyelesaian
masalah yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya alam.
5. Dapat menggali ide dan menumbuhkan kreatifitas masyarakat yang pada
akhirnya akan meningkatkan kualitas dari pengelolaan sumberdaya hutan.
6. Terjaminnya proses demokratisasi sehingga jaminan untuk pencapaian yang
nyata dari tujuan dalam meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran
masyarakat.
menentukan bentuk partisipasi masyarakat dalam hal ini, maka perlu
ditentukan masyarakat mana yang dimaksud. Kelompok masyarakat yang terkait
atau berkepentingan terhadap sumberdaya hutan tidak selalu berarti masyarakat
yang secara fisik berada dekat dengan sumberdaya tersebut namun bisa termasuk
juga kelompok masyarakat kota misalnya yang menikmati atau mengkonsumsi
sumberdaya tersebut. Tidak semua kelompok masyarakat yang memiliki
kepentingan terhadap sumberdaya hutan memiliki kemampuan untuk
mempengaruhi kebijaksanaan yang berdampak pada kehidupannya, maka
masyarakat yang dimaksudkan khususnya adalah masyarakat yang paling besar
terkena dampak dari kebijaksanaan alokasi sumberdaya hutan yang saat ini
berlangsung yaitu masyarakat yang hidupnya didalam atau diperbatasan kawasan
sumberdaya hutan. Ciri-ciri kelompok masyarakat ini umumnya mempunyai
‫״‬bargaining power ‫ ״‬yang sangat lemah, tidak punya sarana dan kemampuan untuk
memperjuangkan kepentingannya, karena sering menjadi “kambing hitam” dari
kerusakan hutan (Afif, 1992).

2.5.3Bentuk Bentuk Partisipasi


Adapun bentuk-bentuk partisipasi itu sendiri sangat luas. Umumnya
bentuk partisipasi yang muncul dan berkembang di Indonesia adalah bentuk
“support participation” dimana partisipasi yang diarahkan pada mobilisasi
dukungan program-program (Santosa, 1990 dalam Afif, 1992).
15

Partisipasi masyarakat sering pula diterjemahkan sebagai kerelaan


masyarakat untuk menerima ganti rugi meskipun dalam musyawarah tidak terjadi
kesepakatan, kerelaan berkorban untuk orang banyak, kesediaan untuk menerima
kehadiran sebuah proyek. jarang sekali yang mempermasalahankan partisipasi
masyarakat dari sudut kepentingan masyarakat itu sendiri. Bentuk-bentuk
partisipasi yang selain mobilisasi hampir kurang dikembangkan (Santosa, 1990
dalam Afif, 1992), seperti misalnya:
1. Peluang untuk turut serta dalam merencanakan pemanfaatan,
2. Peluang untuk turut serta dalam investasi yang disesuaikan dengan
kemampuan yang mereka miliki,
3. Peluang untuk memberikan saran dan umpan balik terhadap suatu
kebijaksanaan dan atau rencana pengelolaan,
4. Peluang untuk mengambil inisiatif dan memutuskan bentuk-bentuk
pengelolaan,
5. Peluang untuk merumuskan permasalahan dan merencanakan alternatif,
6. Peluang untuk terlibat dalam monitoring,
7. Peluang untuk turut serta melakukan pengelolaan lingkungan.kerusakan hutan
16

III. METODOLOGI

3.1 Lokasi Dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di STPN wilayah III Tanjung harapan
Kecamatan Kumai, Kabupaten Kotawaringinbarat, Propinsi Kalimantan Tengah.
Rencana kegiatan penelitian ini meliputi; perisiapan penulisan, seminar proposal,
persiapan penelitian, penelitian yang dimulai dari bulan oktobersampai dengan
maret 2018. Rencana kegiatan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 3.1 Rencana Kegiatan Penelitian
N Uraian Oktober November Maret April
o Kegiatan 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Persiapan
a. Penentuan X
lokasi
b. Penyususn X X X
an
proposal
2 Seminar
X
proposal
3 Persiapan
penelitian
a. Surat ijin X
penelitian
b. Presentase x
di TNTP
4 Penelitian
a. Pengeump
ulan data X
kuisioner
pelaku
ekowisata
x
b. Pengumpul x X x
an data
kuisioner
wisatawan
c. Pengumnp X
ulan data
sekunder
5 Analisis data X x x x
17

3.2 Alat Dan Objek Penelitian


Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Kuisioner (daftar pertanyaan), untuk menghimpun data
2. Kamera, untuk dokumentasi
3. Alat tulis, untuk mencata data
4. Komputer, untuk mengelola data menyusun hasil penelitian
5. Lain-lain yang dianggap penting.

3.3 Metode Penelitian


3.3.1 Jenis Data
Berikut ini merupakan jenis data yang diperlukan untuk menunjang
penelitian yang akan dilakukan:
Tabel 3.2 Jenis Data yang diperlukan dalam penelitian
No Aspek Variabel Sasaran
1 1.persepsi - Pengenalan TNTP Masyarakat yang terlibat
- Upaya Konservasi dalam kegiatan ekowisata
- Kegiatan Ekowisata
2 2.Partisipasi - Keterlibatan Masyarakat yang terlibat
- Kegiatan Lingkungan dalam kegiatan ekowisata
- Kegiatan Ekowisata

3.3.2 Sampel Responden


Sampel merupakan bagian dari populasi (contoh) untuk dijadikan sebagai
bahan penelaah dengan harapan contoh yang diambil dari populasi tersebut dapat
mewakili (reprensetatif) terhadap populasinya. Pengambilan jumlah responden
disesuaikan dengan pertimbangan waktu, tenaga dan biaya. Berikut ini merupakan
jumlah pelaku ekowisata yang dapat dilihat pada tabel.
Tabel3.3 jumlah total masyarakat pelaku ekowisata:
No Pelaku Ekowisata jumlah
1 Travel Agen 15
2 HimpunanPramuwisata Indonesia (HPI) 124
3 HimpunanKlotokWisata Kumai (HKWK) 105
4 Toor Cooking Association (TCA) 60
Jumlah 304
18

Menurut Arikunto (2009) propotional sampling adalah cara menentukan


anggota sampel dengan mengambil wakil-wakil tiap kelompok yang ada dalam
populasi yang jumlahnya sesuai dangan jumlah anggota yang ada pada masing-
masing kelompok tersebut. Menentukan jumlah dari responden masyarakat pelaku
ekowisata di STPN wilayah III Tanjung Harapan, Kecamatan Kumai maka
dilakukan perhitungan sebagaiberikut.
N
n=
1+Ne2
dimana,
n = ukuransampel
N= ukuranpopulasi
e= tingkatkesalahan yang maihbisaditolelir (10%)
sehingga,
304
n=
1+304 (10%)2
= 75 orang
untuk menentukan sampel jumlah tiap masyarakat yang terlibat dalam ekowisata,
maka peneliti membagi jumlah masyarakat disetiap kategori, dengan perhitungan
sebagai berikut:
15
Travel Agen × 100 = 4 orang
304
124
HPI × 100 = 30 orang
304
105
HKWK × 100 = 26 orang
304
60
TCA × 100 = 15 orang
304

Penarikan sampel data masyarakat yang terlibat dalam kegiatan ekowisata


dilakukan dengan metode purpsive sampling (sengaja), yaitu Masyarakat yang
terlibat dalam usaha kegiatan ekowisata yang dapatdilihatpada table berikutini:

Tabel 3.4jumlahpenarikansampelpelakuEkowisata
19

No PelakuEkowisata jumlah
1 Travel Agen 4
2 Himpunan Pramu Wisata (HPI) 30
3 Himpunan Klotok Wisata Kumai (HKWK) 26
4 Toor Cooking Association (TCA) 15
Jumlah 75

3.3.3 Pengumpulan Data


Data yang digunakan dalam penelitian ini terbagi atas dua bagia. Data
primer dan data sekunder, yaitu:
a. Data Primer
Data primer dalam penelitian ini terdiri dari penyebaran quisioner dan
wawancara. Penyebaran quisioner dilakukan untuk mengetahui karakteristik,
persepsi dan partisipasi masyarakat dalam upaya kegiatan konservasi di
SPTN III Tanjung Harapan, Kecamatan Kumai.
b. Data Sekunder
Data sekunder yang diperlukan dalam penelitian ini dilakukan dengan
wawancara dan tinjau pustaka untuk melengkapi data-data yang diperlukan.
Data yang diperlukan terdiri dari data sumber daya biofisik kawasan Tama
Nasional Tanjung Puting, kondisi umum taman nasional,organisasi dan kerja
sama Taman Nasional Tanjung Puting.

3.4 Analisis Data


Analisis data dilakukan dengan menganalisis mayarakat yang terlibat
dalam kegiatan ekowisata di Taman Nasional Tanjung Puting. Analisis terhadap
mayarakat bertujuan untuk mengetahui keadaan, persepsi dan partisipasi
masyarakat pelaku ekowisata dalam upaya konservasi. Metode analisis yang
digunakan adalah deskriptif kuantitatif yang didukung dengan analisa kualitatif.
Daftar pertanyaan yang akan diajukan kepada responden disusun dengan alternatif
jawaban yang sekiranya sesuai dengan pendapat, pengetahuan dan pandangan dari
responden.
20

Skala yang dipakai untuk menentukan jumlah alternatif jawaban adalah


menggunkan skala Likert. Penentuan skala dalam suatu penelitian sebenarnya
tidak ada aturan baku yang harus ditaati, hal ini sesuai dengan pendapat Nasution
(2002) yang menyatakan bahwa dalam penggunaan skala Likert tidak terdapat
aturan baku dimana dalam hal ini dapat dipakai dengan jumlah ganjil atau genap.
Persepsi dan partisipasi masyarakat Untuk mempermudah didalam menganalisa
jawaban responden maka alat analisa yang dipergunakan pada penelitian ini
adalah distribusi frekuensi.
1. Persepsi masyarakat pelaku Ekowisata
Skala untuk persepsi akan menilai jawaban responden pada skala 1 sampai
3, dimana untuknilai 3 merupakan jawaban tertinggi dan nilai 1 merupakan
jawaban terendah. Jumlah pertanyaan pada persepsi mayarakat pelaku ekowisata
adalah sebanyak 13 pertanyaan. Penentuan kelas untuk menegetahui persepsi
masyarakat pelakuEkowisatadilakukann dengan menggunakan rumus:
K= 1+3,32 log n
dimana: K= kelas
n= jumlah variavel
sehingga: K= 1+3,32 log 3
K= 3
setelah menentukan kelas, maka dilakukan penentuan interval pada masing-
masing kelas, penentuan interval ini untuk mengetahui tingkat persepsi
masyarakat berdasarkan pembobotan yang telah dilakukan dengan rumus yang
digunakan:
nt−nO
i=
K

dimana: K= jumlah kelas


nt= nilai tertringgi
no= nilai terendah
penentuan interval kelas merupakan nilai tertinggi dan nilai terendah sebagaimana
dapat dilihat pada tabeal berikut ini:
21

Tabel 3.5 nilai skor variabel persepsi pelaku Ekowisata


No Variabel Jumlah Nilai Nilai
Responden maksimum Minimum
(skor 3) (skor 1)
1 Pengenalan TNTP
a.defenisi tama nasiona 75 225 75
b. status dari TNTP 75 225 75
c. sejarah TNTP 75 225 75
2 Upaya Konserasi
d. pengertian konservasi 75 225 75
e.mengambil/memungut hasil 75 225 75
hutan dari Taman Nasional
f. melestarikanorangtan 75 225 75
g. Pencemran sampah/limbah 75 225 75
h. Penebangan liar 75 225 75
3 Kegiatan Ekowisata 75 225 75
c. jumlah pengunjung 75 225 75
d. melihat flora dan fauna 75 225 75
e. melihat pemandangan 75 225 75
f. berkemah 75 225 75
g. kegitan traking 75 225 75
Jumlah 2.925 975

2.925−975
Interval kelas : i= = 650
3

Hasil dari perhitungan interval tersebut maka dapat dibuat range nilai
pengklasifikasian data. Pengklasifikasian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat
persepsi pelaku ekowisata dalam upaya konservasi di Taman Nasional Tanjung
Puting. Pengklasifikasian berdasarkan interval dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 3.6.Range nilai variabel persepsi pelaku Ekowisata
No Iterval Nilai Kategori
1 2.275-2.925 Sangat baik
2 1.625-2.274 Cukup baik
3 975-1.624 Kurang Baiki
22

2. Partisipasi mayarakat pelaku Ekowisata


Skala untuk partisipasi akan menilai jawaban responden pada skala 1
sampai 3, dimana untuk nilai 3 merupakan jawaban tertinggi dan nilai 1
merupakan jawaban terendah. Jumlah pertanyaan pada partisipasi mayarakat
pelaku ekowisata adalah sebanyak 8 pertanyaan.Penentuan kelas untuk
menegetahui partisipasidilakukann dengan menggunakan rumus:
K = 1+3,32 log n
dimana: K= kelas
n= jumlah variabel
sehingga: K= 1+3,32 log 3
K= 3
setelah menentukan kelas, maka dilakukan penentuan interval pada masing-
masing kelas, penentuan interval ini untuk mengetahui tingkat persepsi
masyarakat berdasarkan pembobotan yang telah dilakukan dengan rumus yang
digunakan:
nt−nO
i=
K
dimana: K= jumlah kelas
nt= nilai tertringgi
no= nilai terendah
penentuan interval kelas merupakan nilai tertinggi dan nilai terendah
sebagaimana dapat dilihat pada tabeal berikut ini:
Tabel 3.7 Nilai skor variabel partisipasi pelaku Ekowisata.
No Variabel Jumlah Nilai Nilai
Responden maksimum Minimum
(skor 3) (skor 1)
1 Keterlibatan
a. rapat/diskusi/musyawarah 75 225 75
b. MengertiperaturanTNTP 75 225 75
c. mengikuti penyuluh atau 75 225 75
seminar
2 Kegiatan Lingkungan
a. menggangu akifitas makan 75 225 75
orangutan
23

b. kegiatan penanaman pohon 75 225 75


c. membuang sampah 75 225 75
d. mengambil, memungut 75 225 75
atau memetik SDH
3 Kegiatan Ekowisata
a. sikap terhadapa 75 225 75
pengunjung
b.terlibat konflik dengan 75 225 75
pengunjung
Jumlah 2.025 675

2.025−675
Interval kelas : i = = 450
3

Hasil dari perhitungan interval tersebut maka dapat dibuat range nilai
pengklasifikasian data. Pengklasifikasian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat
partisipasi pelaku ekowisata dalam upaya konservasi di Taman Nasional
Tannjung Puting. Pengklasifikasian berdasarkan interval dapat dilihat sebagai
berikut:
Tabel 3.8. Range nilai variabel partisipasi pelaku Ekowisata.
No Iterval Nilai Kategori
1 1.575-2.025 Sangat Berpartisipasi
2 1.125-1.574 Cukup Berpartisipasi
3 675-1.124 Kurang Berpartisipasi

3.5 Kerangka Berpikir


Masyarakat Ekowisata (The Ecotourism Society, 1991) dalam ( Lash, 1997)
mengartikan ekowisata sebagai perjalanan wisata alam yang bertanggung jawab
dengan cara mengkonservasi lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat lokal. Ekowisata dalam definisi ini dapat dilihat dari tiga perspektif,
yakni sebagai: (1) produk, merupakan semua atraksi yang berbasis pada
sumberdaya alam. (2) pasar, merupakan perjalanan yang diarahkan pada upaya-
upaya pelestarian lingkungan dan (3) pendekatan pengembangan, merupakan
metode pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya pariwisata secara ramah
lingkungan (Damanik, 2006).
24

Tanjung harapan merupak salah satu kunjungan destinasi wisata di kawasan


Taman Nasional Tanjung Puting yang menawarkan sejumlah kegiatan wisata
seperti, menikmati pemandangan, melihat flora dan fauna, susur sungai dan
melihat aktifitas makan orangutan Pada tempat feeding. Agar kelestarian alam
tetap terjaga dan kegiatan ekowisata dapat terus berjalan, maka sangat penting
diketahui pemahaman tentang upaya- uapaya konservsi. Pelaku ekowisata
merupakan orang yang sangat berpengaruh terhadap kelesatarian hutan Taman
Nasional Tanjung Puting, karena kehidupanya sangat tergantung pada Taman
Nasional sebagai mata pencarian utama.
Dalam Upaya konservasi diperlukan persepsi dan partisipasi oleh para
pelaku ekowisata agar misi konservasi tetatap berjalan dan lestari. Persepsi positif
diharapkan dapat menjadi gambaran bahwa masyarakat dapat memberikan
partisipasi positif dimasa yang akan datang, dan menjadi gambaran bahwa upaya
upaya konserpasi dapat berjalan dengan baik. Adanya persepsi negatif
dikhawatirkan akan menjadi hambatan bagi pelaksanaan kegiatan ini. Oleh karena
itu partisipasi masyarakat diharapkan dapat menunjang keberhasilan kegiatan
konservasi.
Persepsi dan partisipasi merupakan 2 hal yang berbeda namun saling
berkaitan. Hal ini senada dengan pernyataan Susiatik (1998) bahwa Tingkat peran
serta masyarakat berkaitan dengan tingkat persepsi. Masyarakat akan semakin
antusias untuk berpartisipasi secara aktif manakala dilandasi oleh adanya tingkat
persepsi yang positif dari masyarakat. Oleh karena itu hubungan persepsi erat
kaitannya dengan partisipasi. Meskipun demikian ada kemungkinan antara
persepsi dan partisipasi tidak berkaitan. Penelitian ini diarahkan untuk mengetahui
hubungan antara persepsi dan partisipasi pelaku ekowisata dalam upaya
konservasi.
25

Upaya Konservasi

Persepsi Pertisiasi

si si
Analisis Persepsi dan
Patisipasi

Hubungan Persepasi
dan Partisipasi

Gamabar 3.1 bagan kerangka berpikir


26

IV KEADAAN UMUM LOKASI

4.1 Sejarah Lokasi


Penetapan dan Penunjukan Berdasarkan data Arsip Nasional Republik Indonesia,
proses penunjukan Taman Nasional Tanjung Puting yang pada awalnya Suaka
Margasatwa Sampit, telah dimulai sejak tahun 1931. (Surat De Administrateur ,
De Directeur van Economische Zaken – Departement van Economische Zaken
No.: 3843/A.Z, tanggal 7 Mei 1934, kepada Residen Borneo Timur dan Selatan di
Banjarmasin). Melalui proses yang cukup panjang dalam rangka penetapan Suaka
Margasatwa Sampit sebagai habitat satwa khas Kalimantan terpenting, yaitu :
Orangutan, Banteng, Bekantan dan Badak, antara lain berdasar surat-surat : De
Administrateur, De Directeur van Economische Zaken – Departement van
Economische Zaken No.: 3843/A.Z, tanggal 7 Mei 1934, kepada Residen Borneo
Timur dan Selatan di Banjarmasin.

1. De Resident der Zuider-en Oosterafdeeling van Borneo (Moggenstorm)-


Administratie Der Landschapskassen No.: 1074/L/E, tanggal 16 Maret 1935,
kepada den Directeur van Economische Zaken di Batavia – Centrum.
2. De Directeur van Economische Zaken – Departement van Economische Zaken
No.: 7078/A.B, tanggal 26 Juli 1935, kepada Residen Borneo Timur dan
Selatan di Banjarmasin.
3. De Resident der Zuider-en Oosterafdeeling van Borneo (Moggenstorm)-
Administratie Der Landschapskassen No.: 615/L/E, tanggal 21 Pebruari 1936,
kepada den Directeur van Economische Zaken di Batavia – Centrum.
4. De wnd. Directeur van ’s Lands Plantentuin – ’s Lands Plantentuin No.: 51/Nb,
tanggal 23 Maret 1936, kepada den Directeur van het Departement van
Economische Zaken di Batavia – Centrum.
5. Het Zelfbestuur van Kotawaringin, tanggal 13 Juni 1936.
6. De Directeur van Economische Zaken – Departement van Economische Zaken
No.: 10400/B, tanggal 19 Juli 1937, kepada Zijne Excellentie de Gouverneur-
General van Nederlandsch-Indie.
27

7. De Raad van Nederlandsch-Indie (Kommissoriaal Van Den, tanggal 28 Juli


1937 No.: 19576)
Suaka Margasatwa Sampit ditetapkan berdasar Besluit Gouverneur-General van
Nederlandsch-Indie No.: 39 tanggal 18 Agustus 1937 dengan luas 205.000 Ha,
dan diumumkan dalam Lembaran Negara (Staatsblaad) tahun 1937 No.: 495
tanggal 27 Agustus 1937.
Berdasarkan “ Daftar Suaka-Suaka Alam (Cagar-Cagar Alam dan Suaka-
Suaka Margasatwa) di Indonesia “ dalam lampiran “ Ordonansi Perlindungan
Alam 1941” (Natuurbeschermingsordonnantie 1941) Staatsblad 1941 No. 167,
terdaftar sebagai Suaka Alam Kotawaringin seluas 100.000 Ha dan Suaka Alam
Sampit seluas 205.000 Ha. Alasan penunjukan sebagai Suaka Alam, adalah
karena fungsi Botanis dan Faunistis.
Berdasarkan data dan informasi, Suaka Margasatwa Sampit ditata batas
pada tahun 1969/1970 – 1973/1974 oleh Tim Tata Batas dengan nama Suaka
Margasatwa Tanjung Puting, dan Berita Acara tata batas (BATB) di tanda tangani
pada tanggal 31 Januari 1977. Penetapan Luas Suaka Margasatwa Tanjung
Puting berdasar BATB, ditetapkan seluas 270.040 Ha berdasar SK Menteri
Pertanian No.: 43/Kpts/DJ/I/1978 tanggal 8 April 1978, tentang Penetapan
Kawasan Hutan.
Pada tahun 1977, Suaka Margasatwa Tanjung Puting masuk dalam daftar
salah satu Cagar Biosfer di Indonesia yang ditetapkan oleh UNESCO. Suaka
Margasatwa Tanjung Puting diperluas menjadi 300.040 Ha, berdasar SK Menteri
Pertanian No.: 698/Kpts/Um/11/1978 tanggal 13 Nopember 1978, tentang
Penunjukan real Hutan diantara S. Serimbang dan S. Sigintung seluas ± 30.000
Ha yang terletak di Daerah Tk. II Kotawaringin Timur, Daerah Tk. I Kalimantan
Tengah sebagai Suaka Alam cq. Suaka Margasatwa dan menggabungkannya
menjadi satu dengan Suaka Margasatwa Tanjung Putting.
Pernyataan Menteri Pertanian Republik Indonesia No.:
736/Mentan/X/1982 tanggal 14 Oktober 1982, tentang Calon Taman-Taman
Nasional, menyatakan Suaka Margasatwa Tanjung Puting sebagai Calon Taman
Nasional dengan luas 355.000 Ha. Yang selanjutnya sambil menungu Keputusan
28

Menteri Kehutanan tentang Penunjukan Wilayah Kerja Taman Nasional, Direktur


Jenderal PHPA melalui SK No.: 46/Kpts/VI-Sek/84 tanggal 11 Desember 1984,
menetapkan wilayah kerja Taman Nasional Tanjung Puting adalah Suaka
Margasatwa Tanjung Puting. (300.040 Ha).
Dengan tidak diperpanjangnya konsesi HPH PT. Hesubazah di Hutan Produksi
Propinsi Kalimantan Tengah, yang menempati areal seluas ± 90.000 Ha dan
terletak berbatasan dengan Taman Nasional Tanjung Puting di sebelah Barat,
Menteri Kehutanan melalui surat-surat No.: 1201/Menhut- IV/1995 tanggal 15
Agustus 1995, No.: 1202/Menhut-IV/1995 tanggal 15 Agustus 1995, menetapkan
areal tersebut sebagai zone penyangga Taman Nasional Tanjung Puting.
Selanjutnya Taman Nasional Tanjung Puting, ditetapkan berdasar SK
Menteri Kehutanan No.: 687/Kpts-II/1996 tanggal 25 Oktober 1996, tentang
Perubahan Fungsi dan Penunjukkan Kawasan Hutan Yang terletak di Kabupaten
Daerah Tingkat II Kotawaringin Barat dan Kabupaten Daerah Tingkat II
Kotawaringin Timur, Propinsi Daerah Tingkat I Kalimantan Tengah seluas ±
415.040 (Empat Ratus Lima Belas Ribu Empat Puluh ) Hektar, terdiri dari
Kawasan Suaka Margasatwa Tanjung Puting seluas ± 300.040 (Tiga Ratus Ribu
Empat Puluh) Hektar, Hutan Produksi seluas ± 90.000 (Sembilan Puluh Ribu)
Hektar dan Kawasan Perairan Di Sekitarnya seluas ± 25.000 (Dua Puluh Lima
Ribu) Hektar menjadi Taman Nasional dengan nama Taman Nasional Tanjung
Puting.
Pada Tahun 2009, berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No.:
SK.777/MENHUT-II/2009 tanggal 7 Desember 2009, TNTP ditetapkan sebagai
wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK) Taman Nasional
Tanjung Puting Kabupaten Kotawaringin Barat dan Kabupaten Kotawaringin
Timur Provinsi Kalimantan Tengah seluas ± 415.000 Ha. Keputusan ini
dideklarasikan pada hari Senin tanggal 14 Desember 2009 di Bali
29
30

V. HASIL DAN KESIMPULAN

4.1 Persepsi Pelaku Ekowisata

Variabe yang digunakan dalam persepsi ini dibagi kedalam tiga bagianya
itu; Pengenalan TNTP, Upaya konservasi dan kegiatan ekowisata yang dapat
dilihat padatabel berikutini.
Tabel 4.1 Pengenalan TNTP.
No Variabel Jawaban Jumlah (orang)
1 Devenisi TNTP Sesui Devenisi 60
TempatPenelitia 5
TempatWisata 10
2 Satatus TNTP Taman Nasional 65
Hutan Seram 0
SuakaMargaSatwa 10
3 Sejarah TNTP SangatMengetahui 4
Mengetahui 10
TidakMengetahui 61

Berdasarkantabeldiatasdapatdiketahuibahwapersepsidaripelakuekowistaterhadapp
engenalan TNTP yang tertinggiterdapatpadapertanyaanstatus TanjungPutingyang
menjawab Taman Nasional sebanyak 65 orang, kemudiandefenisidari Taman
Nasional yang menjawabsesuaidefenisiadalahsebanyak60dari total
jumlahrespondensebanyak 75 orang, disampingitumasihbanyakpelakuekowisata
yang masihbelummengetahuisejarah TNTPdengan total 61 orang
darijumlahrespondensebanyak 75 orang.

Tabel 4.2 KegitanLingkungan


No Variabel Jawaban Jumlah (orang)
1 PengertianKonservasi SesuiDevenisi 40
PerlindungandanPelestarian 21
Pelestarian 14
2 Terpengeruhsampah/ SangatTerpengeruh 2
31

Limbah Terpengeruh 55
TidakTerpengaruh 18
3 Penebangan Liar SangatTerpengeruh 0
Terpengeruh 6
TidakTerpengaruh 69
4 Vandalisme SangatTerpengeruh 0
Terpengeruh 6
TidakTerpengaruh 69
5 Pelestarika Orangutan SangatPenting 70
Penting 5
TidakPenting 0

Dari
hasiltabeldiatasdapatdilihatbahwapersepsimasyarakataterhadapapkegitanlingkung
anjumlah yang tertinggiterdapatpadapertanyaanpelestaria orangutan yang
menjawabsangatpentingyaitusebanyak 70 orang dengandenganalasanbahwa
orangutan adalahsatwa yang sudahlangkadanmerupakan salah satudayatarikwisata
TNTP.
Kemudianpersepsiterendahterdapatpadapertanyaanterkaitsampah/limbahsebanyak
55 orang menjawabbahwasungaisekonyermasihtercemarlimbahdarikebunsawiat,
pertambangan illegal sertamasihbanyak para pemasakkelotok yang
membangsampah – sampahsisamasakandanmakanan.

Tabel 4.3 KegiatanEkowisata


Jumlah
No Variabel Jawaban (orang)
1 JumlahPengunjung Meningkat 65
Tetap 10
Menurun 0
2 Melihat Flora dan DapatDilakukan 75
Fauna Tidakmenarik 0
Tidak Ada KegiatanWisata 0
3 Menikmati DapatDilakukan 75
Pemandangan Tidakmenarik 0
Tidak Ada KegiatanWisata 0
4 KegiatanBerkemah DapatDilakukan 9
Tidakdisini 66
Tidak Ada KegiatanWisata 0
5 KegiatanTraking DapatDilakukan 75
32

Tidakmenarik 0
dak Ada KegiatanWisata 0

Berdasarkantabeldiatasdapatdilihatbahwapersepsiterhadapatkegiatanekowi
satasangatbaikmulaidarijumlahpengunjung yang
meningkatsampaidenganragamkegitanwisata yang dapatdilakukandanmenarik di
Taman Nasional TanjungPuting.

Tabel 3.6.BobotNilai PersepsiPelakuEkowisata


No Iterval Nilai Kategori Bobot Nilai PelakuEkowista
1 2.275-2.925 Sangat baik 2.547
2 1.625-2.274 Cukup baik
3 975-1.624 Kurang Baiki

Setelah bobotnilaidijumlahkandengan total


respondenmakadidapatkanhasilnilai sebesar 2.547 diantara interval nilai 2.275-
2.925,
berdasarkanhaltersebutdapatdismpulkanbahwatingkatpersepsipelakuekowisatadala
mupayakonservasiadalahsangatbaik.

4. 2Partisipasi

Variabe yang digunakandalampersepsiinidibagikedalamtigabagianyaitu;


Pengenalan TNTP, Upayakonservasidankegiatanekowisata yang
dapatdilihatpadatabelberikutini.

Tabel 4.5 Keterlibatan


No Variabe Jawaban Jumlah
1 TerlibatRapat Sering 7
Pernah 39
TidakPernah 29
2 MengertiPeraturann TNTP SangatMengerti 53
Mengerti 42
Tidakmengetahui 0
3 Terlibat Seminar Sering 2
Pernah 35
33

TidakPernah 38

Berdasarkantabeldiatasdapatdiketahuibahwapartisipasimasyarakatterhadapatperat
uran di TNTP lebihbanyakresponden yang sudahsangatmengetahuisebesar 53
darijumlahrespondensebayak 75 orang,
tetapipartisipasipelakuekowisatadalamhalrapatdan seminar masihbanyak yang
belumterlibatdikarenakanalsantidakadanyaundangandaninformasidaripihakterkait.

Tabel 4.5 KegiatanLingkungan

No Variabe Jawaban Jumlah


1 MemeberiMakan Orangutan Sering 0
Pernah 7
TidakPernah 68
2 MenanamPohon Sering 0
Pernah 42
TidakPernah 33
3 MembuangSampah Sering 0
Pernah 16
TidakPernah 64
4 Mengambil SDH Sering 0
Pernah 5
TidakPernah 70

Berdasarkanhasiltabeldiatasdapatdilihatbahwapartisipasimasyarakatdalam
kegiatanmenanampohonyang pernahterlibatyaitusebesar 42 orang.
Tetapidalahhalmengambil SDH darihutanmasyarakatsudahsadar,
terlihatdarijumlahuntukkategoti yang tidakpernahadalahsebesar 70 orang
darijumlahrespondensebanyak 70 orang

Tabel 4.6KegiatanEkowisata

No Variabe Jawaban Jumlah


1 KedatanganPengunjung Menerima 70
Netral 5
TidakMenerima 0
2 TerlibatKonflik Sering 0
Pernah 10
TidakPernah 60
34

Berdasarkantabeldiatasdapatdilihatbahawamasyarakatsangatmeneriapengu
njungdenganjumlah 70 orang dantidakpernahterlibatkonfliksebanyak 60 orang
darijumlah total responden sebanyak75 orang.

Tabel 3.8. Bobotnilaipartisipasipelaku Ekowisata.


No Iterval Nilai Kategori Bobot Nilai Pelakuekowisata
1 1.575-2.025 Sangat Berpartisipasi
2 1.125-1.574 Cukup berpartisipasi 1.424
3 675-1.124 Kurang Berpartisipasi

Setelah bobotnilaidijumlahkandengan total


respondenmakadidapatkanhasilnilaisebesar 1.424 diantara interval nilai 1.125-
1.574,
berdasarkanhaltersebutdapatdismpulkanbahwatingkatpartisipasipelakuekowisatad
alamupayakonservasiadalahcukupbaik.

4.3 Kesimpulan

Kesimpulan daripenelitianadalahsebagaiberikut:

1. Tingkat persepsipelakuekowisatadengannilaisebesar 2.547,


berdasarkanhaltersebutdapatdisimpulkanbahwatingkatpersepsipelakuekowisat
adalamupayakonservasiadalahsangatbaik.
2. Tingkat partisipasipelakuekowisatadengannilaisebesar 2.547,
berdasarkanhaltersebutdapatdismpulkanbahwatingkatpartisipasipelakuekowis
atadalamupayakonservasiadalahcukupberpatisipasi.
35

DAFTAR PUSTAKA

Afif, Suraya. A. 1992. Makalah Utama : Partisipasi Masyarakat dalam


Menunjang Konservasi Biodiversity di Hutan disampaikan dalam
Lokakarya Konservasi Biodiversity di Hutan Produksi. Bogor: Fakultas
Kehutanan IPB.
Andrianto, Bowo. 2006. Persepsi dan Partisipasi Masyarakat Terhadap
Pengembangan Prasarana Dasar Pemukiman yang Bertumpu Pada
Swadaya Masyarakat di Kota Magelang. Tesis. Pasca Sarjana
Pembangunan Wilayah Dan Kota UNDIP: Semarang (tidak dipublikasikan)
Arikunto, S., 2009. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Edisi Revisi 6.
Jakarta : Rineka Cipta.
Budiman, I.H, 2010. Ekowisata. http://irwan-haribudiman.web.ugm.ac.id/
index_files/ Page2159.htm (diakses pada, 26 Oktober 2017).
36

Departemen Kehutanan Republik Indonesia. 2007. Kemungkinan Meningkatkan


Ekowisata.http://www.dephut.go.id./informasi/PHPA/mphpa1.html (diakes
pada 18, oktober 2017; pukul 2.30 wib)
DepartemanKehutananrepoblik Indonesia. 2013. Pedoman Umum Pengembangan
Perhutanan Masyarakat Pedesaan Berbasis Konservasi.P.8/Menhut-II/2013
Entebe, Rini Fitriah. 2002. Studi Perencanaan Pengembangan Ekowisata Pada
Sempadan Ruas Aliran Sungai Sa’dan (Studi Kasus di Kecamatan Makale,
Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan). Skripsi. Insititut Pertanian
Bogor: Bogor. (tidak dipublikasi)
Fandeli, Chafid dan Muhammad Nurdin. 2005. Pengembangan Ekowisata
Berbasis Konservasi di Taman Nasional. Fakultas Kehutanan UGM, Pusat
Studi Pariwisata UGM, dan Kantor Kementerian Lingkungan Hidup.
Yogyakarta.
Jakfar. M. 2013. Tinjauan Ilmiah Konservasi Alam.
http://bp2sdm.menlhk.go.id/emagazine/attachments/article/57/Tinjauan%20
Ilmiah%20Konservasi%20Alam.pdf (diaksespada 5, maret 2018).

Kartono, dkk, 1987. Kamus Psikologi, Bandung : Pionir Jaya


MacKinnon, J and Kathy MacKinnon, Graham Child, Jim Thorsel.
1990.Pengelolaan Kawasan Yang Dilindungi di Daerah Tropika. Harry
Harsono (Terj). Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Mitchell, Bruce. 1997. Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan. Yogyakarta:
Gajah Mada University Press.
Muntasib E. K. S. H, Ricky A, Eva R, Yun Y, dan Resti M. 2004. Rencana
Pengembangan Ekowisata Kabupaten Bogor. Laporan Akhir. Laboratorium
Nasution, S, 2002, Metode Research, Jakarta: Penerbit Bumu Aksara.
Rekreasi Alam. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan
IPB dan Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Kabupaten Bogor
Pemda Kobar. 2015. Sebuah Buku Panduan: Parawisata Kota Waringin Barat.
Pemerintah Daerah Kota Waringin Barat: Pangkalanbun.
37

Peraturan Pemerintah. No 68. 1998. Kawasan Suaka Alam dan Kawasan


Pelestarian alam.
Riyanto, Budi. 2005. Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan dalam
Perlindungan Kawasan Pelestarian Alam. Lembaga Pengkajian Hukum
Kehutanan dan Lingkungan. Bogor.
Sastrayuda, G. 2010. Konsep Pengembangan Kawasan Wisata.
http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/LAINNYA/GUMELAR_S/HAND_OUT_
MATKUL_KONSEP_RESORT_AND_LEISURE/PENGEMBANGAN_KAW
ASAN_EKOWISATA.pdf (diakses pada, 26 November 2017).
Setiawan Johan. 2012. Keparawisataan Alam Merespon Tantangan Perubahan
Iklim Studi Kasus di Taman Nasional Tanjung Putting. Jurnal Nasional
Pariwisata
Sugiarti, Rara. 2000. Ekowisata, Pemberdayaan Masyarakat, dan Pelestarian
Lingkungan dipresentasikan dalam Prosiding Semiloka Nasional:
Konservasi Biodiversitas untuk Perlindungan dan Penyelamatan Plasma
Nutfah di Pulau Jawa. Surakarta: Panitia Konservasi Biodiversitas Flora dan
Fauna di Gunung Lawu, Jurusan Biologi FMIPA, Universitas Sebelas
Maret.
Suprana, N. 1997. Pengembangan Pariwisata Alam Di Kawasan Pelestarian
Alam: Suatu Peluang, Ekonomi, Peran Serta Masyarakat dan Ramah
Lingkungan Dalam Pengembangan Obyek Wisata Alam. Prosiding
Pelatihan dan Lokakarya Perncana Pariwisata Berkelanjutan. ITB. Bandung.
Triatumi Woro. 2009. Keterlibatan Warga Pulau Pramuka Dalam Usaha
Ekowisata di Kepulauan Seribu. Skripsi. Institut Pertanian Bogor: Bogor
(tidak dipublikasi)
38

Anda mungkin juga menyukai