Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN KASUS

Pyopneumothoraks Spontan Skunder e.c TB Paru dd: Bakteri,


Keganasan

Disusun Oleh :

Rezki Nazri

61112026

Pembimbing :

dr. Widya Sri Hastuti, Sp.P

dr. Antonius Sianturi, Sp.P

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT PARU

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH EMBUNG FATIMAH BATAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BATAM

TAHUN 2016
BAB I

STATUS PASIEN

A. Identitas

Nama : Tn. K

Tempat/Tanggal Lahir : Pulau Abang / 10 April 1967

Umur : 49 tahun

Alamat : Pulau Abang Rt 002/ Rw 001

Pekerjaan : Nelayan

Suku : Melayun

Agama : Islam

Status perkawinan : Menikah 1 kali

Tanggal Masuk : 06-10-2016

Tanggal Pulang : 14-10-2016

No. Rekam Medik : 162295

B. Anamnesis

1. Keluhan Utama

Os mengeluh sesak napas disertai batuk berdahak dan nyeri dada sebelah

kanan sejak lebih kurang 2 minggu yang lalu.

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Os masuk via poli RSUD EF dengan keluhan sesak napas sejak lebih

kurang 2 minngu yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Sesak muncul

perlahan-lahan dan dirasakan setiap saat tanpa dipengaruhi aktivitas,

posisi, ataupun cuaca. Os tidak dapat melakukan aktifitas saat sesak.

Sesak disertai batuk sejak 20 hari yang lalu, dengan dahak (+),

kental (+), kuning kehijauan (-), darah (-). Batuk dirasakan setiap saat
baik siang maupun malam hari dan sering mengeluh nyeri dada saat

batuk.

Dalam tidak mengalami demam, pasien tidak ada mengalami

penurunan berat badan, cepat lelah saat beraktifitas(+), keringat malam (-

), dan penurunan nafsu makan (+), mual muntah (-), diare (-).

3. Riwayat Penyakit Terdahulu

a. Hipertensi : disangkal

b. Riwayat DM : disangkal

c. Riwayat asma : disangkal

d. Riwayat penyakit jantung : disangkal

e. Riwayat alergi obat : disangkal

f. Batuk kronis : disangkal

g. Batuk darah : disangkal

h. B20 : (-)

i. TB paru : disangkal, tidak pernah melakukan

pemeriksaan dan mendapatlan pengobatan

Riwayat Penyakit Keluarga

a. Hipertensi : disangkal

b. Riwayat DM : disangkal

c. Riwayat asma : disangkal

d. Riwayat penyakit jantung : disangkal

e. Riwayat alergi obat : disangkal

f. TB paru : disangkal

g. Lainnya : disangkal
4. Riwayat Kesehatan Lingkungan

a. Terdapat penderita dengan batuk lama dilingkungan rumah (-)

lingkungan kerja (-)

b. Terdapat penderita dengan batuk darah dilingkungan rumah dan

tempat kerja (-)

c. Sanitasi lingkungan (+) kurang baik

5. Riwayat Pribadi

a. Merokok (-) : sudah berhenti sekitar 20 tahun yang lalu

b. Konsumsi alcohol (-)

c. Penggunaan narkoba (-)

d. Riwayat seks bebas dengan WPS (-)

e. Olahraga (-)

6. Sosial Ekonomi

Os bekerja sebagai nelayan dan terkadang menjadi kuli bangunan jika

tidak menjadi nelayan. Penghasilan dirasa hanya cukup untuk

kehidupan sehari-hari.

C. Pemeriksaan Fisik

1. Status Umum

a. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

b. Kesadaran : Compos mentis (GCS 15)

c. Status Gizi : Underweight

d. TB : 160 cm

e. BB : 54 kg

f. IMT : 21,1
2. Vital Sign

a. TD : 90/70 mmHg

b. RR : 20 kali/menit

c. Nadi : 80 kali/menit

d. Suhu : 36,5 c

e. SpO2 : 96 %

3. Status Generalisata

a. Kepala

- Mata : Konjungtiva anemis (+/+), Ikterik (-/-), udem palpebra (-/-

), Pupil isokor (+/+)

- Hidung : Pernapasan cuping hidung (-), Mukosa nasal normal,

Sekret (-)

- Mulut : Sianosis (-), ulkus (-), candidiasis (-), bibir kering (+)

b. Leher

- Pembesaran KGB (-)

- Pembesaran kelenjar tiroid (-)

- Peningkatan JVP (-)

- Deviasi trakea (-)

c. Thorak

 Paru

- Inspeksi : Simetris (+), retraksi (-), gerakan napas tertinggal (-)

- Palpasi : Vocal fremitus kanan : melemah kiri normal


- Perkusi : hypersonor pada paru kanan atas dan pada ICS 4-5

pekak, paru kiri sonor

- Auskultasi : kanan : vesiculer melemah, kiri : vesiculer (+)

 Jantung

- Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat

- Palpasi : Iktus kordis tidak kuat angkat

- Perkusi : Batas jantung normal

- Auskultasi : BJ I dan II reguler, Gallop (-)

d. Abdomen

- Inspeksi : Datar (+), Simetris (+), gambaran vena superficial (-)

- Auskultasi : BU (+) peristaltic normal

- Palpasi : Nyeri tekan (+) daerah epigastrium, Lien dan Hepar

tidak teraba

- Perkusi : Tympani (+), Undulasi (-)

e. Ekstremitas

 Superior : Edema (-/-), akral hangat (+/+), CRT < 2”, Ruam (-/-)

 Inferior : Edema (-/-), akral hangat (+/+), CRT < 2”, Ruam (-/-)

4. Pemeriksaan Penunjang

 Hb : 11 gr/dl

 Leukosit : 37.900/ul

 Hematokrit : 32 %

 Trombosit : 767.000/ul

 Eritrosit : 4,7 juta/ul

 MCV : 69 fl
 MCH : 24 pg

 MCHC : 34 gr/dl

 Basofil : 0%

 Eosinofil : 0%

 Netrofil Segment : 92%

 Limfosit : 2%

 Monosit : 6%

 Natrium : 109 mmol/L

 Kalium : 3,7 mmol/L

 Klorida : 83 mmol/L

 HbsAg : (-)

 VCT : : (NR)

 Foto thorak PA :
7. Penanganan awal

Dilakukan pemasangan WSD, hasilnya :

Bubble (+) , Efusi seroxantokrom.

8. Diagnosis

 Hyndropneumothorax ec. Pneumonia dd: Tb Paru, Keganasan

 Empiema Thoraks Kanan e.c ? dd: TB paru, keganasan

 Hiponatremi berat

9. Follow Up Pasien

Hari / S O A P

Tanggal

6 - sesak - Keadaan Umum : - Pyopneumotho - O2 nasal kanul 2


napas (+), Tampak sakit raks kanan L/m
Oktober - nyeri dada sedang spontan - Infus Ringer
kanan (+) - Kesadaran : sekunder e.c Laktan : Nacl
- lemas (+), Compos Menti susp TB paru 0,9% per 12 jam
2016
- batuk (+) s dd: bakteri, - Infus Nacl 3%
berdahak - Tekanan Darah : keganasan per 24 jam
(+) warna 80/60 mmHg - pneumonia - Cefoperazone
kuning - Nadi : 101 x / - Hiponatremi 3x1gr (iv) hari
- mual (+), menit - Diabetes ke-1
muntah (+) - Pernapasan : 20 x / Milletus Tipe - Gentamicin 80
: isinya menit II mg 1x160mg
dahak o.s, - Suhu : 36,50C (iv) hari ke-2
- Demam (-) - SPO2 : 98% - Tramifen 20 mg
menggunakan nasal 2x1 tab
kanul O2 2 liter - Provital tab 2x1
- Pulmo : vesikuler - Ambroxol syr
(melemah/+), 2x2cth
Ronkhi (-/-), - Diet : MLTKTP
wheezing (-/-)
- Abdomen : Nyeri R/ Spoolingnacl
tekan – 0,9%+ kanamicin
0,5 mg (pagi dan
Hasil LAB: sore), cek ADA,
DARAH Mantoux test/
LENGKAP
 Hb : 11 gr/dl
 Leukosit:
37.900/ul
 Hematokrit: 32 %
 Trombosit:
767.000/ul
 Eritrosit :4,7
juta/ul
 MCV: 69 fl
 MCH : 24 pg
 MCHC : 34 gr/dl
HITUNG JENIS
LEUKOSIT
 Basofil : 0%
 Eosinofil : 0%
 Netrofil Segment :
92%
 Limfosit : 2%
 Monosit : 6%
ELEKTROLIT
 Natrium : 109
mmol/L
 Kalium : 3,7
mmol/L
 Klorida : 83
mmol/L
 HbsAg : (-)
 VCT : :
(NR)
GLUKOSA
SEWAKTU : 409

(7 - sesak - Keadaan Umum : - Pyopneumoth - Infus Ringer


napas (+), Tampak sakit oraks kanan Laktan : Nacl
oktober - nyeri dada sedang spontan 0,9% per 12 jam
kanan (+) - Kesadaran : sekunder e.c - Cefoperazone
- lemas (+), Compos Menti susp TB paru 3x1gr (iv) hari ke-
2016)
- batuk (+) dd: bakteri, 1
berdahak - Tekanan Darah : keganasan - Gentamicin 80
(+) warna 80/60 mmHg - pneumonia mg 1x160mg (iv)
kuning - Nadi : 101 x / - Hiponatremi hari ke-2
- mual (+), menit - Diabetes - Tramifen 20 mg
muntah - Pernapasan : 20 x / Milletus Tipe 2x1 tab
(+) : isinya menit II - Provital tab 2x1
dahak o.s, - Suhu : 36,50C - Ambroxol syr
- Demam (- - SPO2 : 98% 2x2cth
) menggunakan nasal - Diet : MLTKTP
kanul O2 2 liter
- Pulmo : vesikuler
(melemah/+),
Ronkhi (-/-),
wheezing (-/-)
- Abdomen : Nyeri
tekan –

HASIL LAB:
- GLUKOSA
SEWAKTU : 381
URINALISA
- Warna : kuning
- Kejernihan :
jernih
- Berat jenis : 1.015
- Ph : 5
- Leukosit : negatif
- Nitrit : negatif
- Protein : +
- Glukosa ++++
- Keton : +
- Urobilinogen :
negatif
- Bilirubin : negatif
- Eritrosit : +
ELEKTROLIT
 Natrium : 111
mmol/L
 Kalium : 3,0
mmol/L
 Klorida : 72
mmol/L

8 - sesak - Keadaan Umum : - Pyopneumoth - O2 nasal kanul 2


napas (+), Tampak sakit oraks kanan L/m
oktober2 - nyeri dada sedang spontan - Infus Ringer
kanan (+) - Kesadaran : sekunder e.c Laktan : Nacl
- lemas (+), Compos Mentis susp TB paru 0,9% per 12 jam
016
- batuk (+) - Tekanan Darah : dd: bakteri, - Infus Nacl 3% per
berdahak 90/60 mmHg keganasan 24 jam
(+) warna - Nadi : 102 x / - pneumonia - Cefoperazone
kuning menit - Hiponatremi 3x1gr (iv) hari ke-
- mual (+), - Pernapasan : 22 x / - Diabetes 1
muntah (-) menit Milletus Tipe - Gentamicin 80
- Demam (- - Suhu : 36,50C II mg 1x160mg (iv)
) - SPO2 : 98% - Acute kindey : stop
menggunakan nasal injury - Metrodinazole
kanul O2 2 liter 3x500mg
- Pulmo : vesikuler - Tramifen 20 mg
(melemah/+), 2x1 tab
Ronkhi (-/-), - Provital tab 2x1
wheezing (-/-) - Ambroxol syr
- Abdomen : Nyeri 2x2cth
tekan – - OAT Kateguri I
- Mantoux : + (15 1x4 tab
mm) - Diet : MLTKTP

HASIL LAB:
KIMIA DARAH
- Ureum : 33
- Kreatinin : 2.03
TUBERCULOSIS
ADA (Adenosine
Deaminase ) : 39
9 - sesak - Keadaan Umum : - Pyopneumoth - O2 nasal kanul 2
napas (+), Tampak sakit oraks kanan L/m
oktober2 terlebih sedang spontan - Infus Ringer
saat - Kesadaran : sekunder e.c Laktan : Nacl
spooling Compos Mentis susp TB paru 0,9% per 12 jam
016
- nyeri dada - Tekanan Darah : dd: bakteri, - Infus Nacl 3% per
kanan (+) 90/60 mmHg keganasan 24 jam
- lemas (+), - Nadi : 102 x / - pneumonia - Cefoperazone
- batuk (+) menit - Hiponatremi 3x1gr (iv) hari ke-
berdahak - Pernapasan : 22 x / - Diabetes 1
(+) warna menit Milletus Tipe - Metrodinazole
kuning - Suhu : 36,50C II 3x500mg
- mual - SPO2 : 98% - Acute kindey - Tramifen 20 mg
muntah menggunakan nasal injury 2x1 tab
tidak ada kanul O2 2 liter - Provital tab 2x1
- BAB (-) - Pulmo : - Ambroxol syr
sudah 4 - I : simetris kanan 2x2cth
hari dan kiri - OAT Kateguri I
- P: Fremitus kanan 1x4 tab
melemah , iri baik - Dulcolax tab 1x2
- P: sonor di paru kiri - Diet : MLTKTP
dan hypersonor di
paru kanan
- A: vesikuler
(melemah/+),
Ronkhi (-/-),
wheezing (-/-)
- Abdomen : Nyeri
tekan –

10 - sesak - Keadaan Umum : - Pyopneumoth - O2 nasal kanul 2


napas (+), Tampak sakit oraks kanan L/m
oktober terlebih sedang spontan - Infus Ringer
saat - Kesadaran : sekunder e.c Laktan : Nacl
spooling Compos Mentis susp TB paru 0,9% per 12 jam
2016
- nyeri dada - Tekanan Darah : dd: bakteri, - Infus Nacl 3% per
kanan (+) 120/70 mmHg keganasan 24 jam
- lemas (+), - Nadi : 102 x / - pneumonia - Cefoperazone
- batuk (+) menit - Hiponatremi 3x1gr (iv) hari ke-
berdahak - Pernapasan : 22 x / - Diabetes 1
(+) warna menit Milletus Tipe - Metrodinazole
kuning - Suhu : 36,50C II 3x500mg
- mual - SPO2 : 98% - Acute kindey - Provital tab 2x1
muntah menggunakan nasal injury - Ambroxol syr
tidak ada kanul O2 2 liter 2x2cth
- Pulmo : - OAT Kateguri I
- I : simetris kanan 1x4 tab
dan kiri - Forgesic 50 mg
- P: Fremitus kanan tab 2x1
melemah , iri baik - Diet : MLTKTP
- P: sonor di paru kiri
dan hypersonor di
paru kanan
- A: vesikuler
(melemah/+),
Ronkhi (-/-),
wheezing (-/-)
- Abdomen : Nyeri
tekan –

11 - sesak - Keadaan Umum : - Pyopneumoth - O2 nasal kanul 2


napas (+), Tampak sakit oraks kanan L/m
oktober terlebih sedang spontan - Infus Ringer
saat - Kesadaran : sekunder e.c Laktan : Nacl
spooling Compos Mentis susp TB paru 0,9% per 12 jam
2016
- nyeri dada - Tekanan Darah : dd: bakteri, - Infus Nacl 3% per
kanan (+) 120/70 mmHg keganasan 24 jam
- lemas (+), - Nadi : 102 x / - pneumonia - Cefoperazone
- batuk (+) menit - Hiponatremi 3x1gr (iv) hari ke-
berdahak - Pernapasan : 22 x / - Diabetes 1
(+) warna menit Milletus Tipe - Metrodinazole
kuning - Suhu : 36,50C II 3x500mg
mual - SPO2 : 98% - Hiponatremi - Provital tab 2x1
muntah menggunakan nasal - Hipokalemi - Ambroxol syr
tidak ada kanul O2 2 liter - Post Acute 2x2cth
- Pulmo : kindey injury - OAT Kateguri I
- I : simetris kanan 1x4 tab
dan kiri - Forgesic 50 mg
- P: Fremitus kanan tab 2x1
melemah , iri baik - Diet : MLTKTP
- P: sonor di paru kiri - Aff WSD
dan hypersonor di
paru kanan
- A: vesikuler
(melemah/+),
Ronkhi (-/-),
wheezing (-/-)
- Abdomen : Nyeri
tekan –

Hasil LAB:
Ureum : 14
Creatinine: 0.8
ELEKTROLIT
Natrium :118
Kalium : 2,7
Clorida : 95

12 - sesak - Keadaan Umum : - Pyopneumoth ACC BLPL


napas (+), Tampak sakit oraks kanan Terapi pulang :
oktober terlebih sedang spontan - Forgesic 50 mg
saat - Kesadaran : sekunder e.c 2x1
spooling Compos Mentis susp TB paru - Provital 1x1
2016
- nyeri dada - Tekanan Darah : dd: bakteri, - Proliva 1x1
kanan (+) 120/70 mmHg keganasan - OAT Kategori I
- lemas (+), - Nadi : 102 x / - pneumonia 2x2 tab
- batuk (+) menit - Hiponatremi - Banadoz 100mg
berdahak - Pernapasan : 22 x / - Diabetes 2x1
(+) warna menit Milletus Tipe
kuning - Suhu : 36,50C II
mual - SPO2 : 98% - Hiponatremi
muntah menggunakan nasal - Hipokalemi
tidak ada kanul O2 2 liter Post Acute
- Pulmo : kindey injury
- I : simetris kanan
dan kiri
- P: Fremitus kanan
melemah , iri baik
- P: sonor di paru kiri
dan hypersonor di
paru kanan
- A: vesikuler
(melemah/+),
Ronkhi (-/-),
wheezing (-/-)
- Abdomen : Nyeri
tekan –

HASIL LAB
DARAH
LENGKAP
 Hb : 11 gr/dl
 Leukosit:
25.000/ul
 Hematokrit: 25 %
 Trombosit:
667.000/ul
 Eritrosit :3,7
juta/ul
 MCV: 69 fl
 MCH : 24 pg
 MCHC : 34 gr/dl
HITUNG JENIS
LEUKOSIT
 Basofil : 0%
 Eosinofil : 0%
 Netrofil Segment :
86%
 Limfosit : 4%
 Monosit : 10%

ELEKTROLIT
Natrium :121
Kalium : 2,7
Clorida : 95
Foto thorakx PA 11 oktober 2016

Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
Ad sanactionam : dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Pendahuluan
Piopneumotoraks ialah terdapatnya gas atau udaradi dalam pleura (
pneumothoraks ) dan disertai cairan berupa nanah di pleura ( empiema ).
Piopneumothoraks diakibatkan oleh infeksi, yang mana infeksinya ini berasal dari
mikroorganisme yang membentuk gas atau dari robekan septik jaringan paru atau
esofagus ke arah rongga pleura. Kebanyakan adalah dari robekan abses subpleura
dan sering membuat fistula bronkopleura. Jenis kuman yang sering terdapat adalah
Stafilokokus aureus, Klebsiela, mikobakterium tuberkulosis dan lain-lain.

Etiologi piopneumotoraks biasanya berasal dari paru seperti pneumonia, abses paru,
adanya fistula bronkopleura, bronkiektasis, tuberkulosis paru, aktinomikosis paru,
dan dari luar paru seperti trauma toraks, pembedahan toraks, torakosentesis pada
efusi pleura, abses sub phrenik dan abses hati amuba. Patofisologi dari empiema itu
sendiri yaitu akibat invasi kuman piogenik ke pleura. Hal ini menyebabkan timbuk
keradangan akut yang diikuti dengan pembentukan eksudat seros. Dengan
bertambahnya sel-sel PMN, baik yang hidup ataupun yang mati dan peningkatan
kadar protein didalam cairan pleura, maka cairan pleura menjadi keruh dan kental.
Endapan fibrin akan membentuk kantung- kantung yang akhirnya akan melokalisasi
nanah tersebut.
I. Pneumothoraks

I.I. Definisi
Pneumotoraks adalah suatu keadaan terdapatnya udara atau gas di dalam
pleura yang menyebabkan kolapsnya paru yang terkena.

I.II. Klasifikasi
Menurut penyebabnya, pneumotoraks dapat dikelompokkan menjadi dua,
yaitu:
1. Pneumotoraks spontan
Yaitu setiap pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba. Pneumotoraks
tipe ini dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu:
a. Pneumotoraks spontan primer, yaitu pneumotoraks yang terjadi secara
tiba-tiba tanpa diketahui sebabnya.
b. Pneumotoraks spontan sekunder, yaitu pneumotoraks yang terjadi
dengan didasari oleh riwayat penyakit paru yang telah dimiliki
sebelumnya, misalnya fibrosis kistik, penyakit paru obstruktik kronis
(PPOK), kanker paru-paru, asma, dan infeksi paru.
2. Pneumotoraks traumatik,
Yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat adanya suatu trauma, baik
trauma penetrasi maupun bukan, yang menyebabkan robeknya pleura,
dinding dada maupun paru.
Pneumotoraks tipe ini juga dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua
jenis, yaitu :
a. Pneumotoraks traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang
terjadi karena jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada,
barotrauma.
b. Pneumotoraks traumatik iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi
akibat komplikasi dari tindakan medis. Pneumotoraks jenis inipun
masih dibedakan menjadi dua, yaitu :
1) Pneumotoraks traumatik iatrogenik aksidental
Adalah suatu pneumotoraks yang terjadi akibat tindakan
medis karena kesalahan atau komplikasi dari tindakan tersebut,
misalnya pada parasentesis dada, biopsi pleura.
2) Pneumotoraks traumatik iatrogenik artifisial (deliberate)
Adalah suatu pneumotoraks yang sengaja dilakukan dengan
cara mengisikan udara ke dalam rongga pleura. Biasanya
tindakan ini dilakukan untuk tujuan pengobatan, misalnya pada
pengobatan tuberkulosis sebelum era antibiotik, maupun untuk
menilai permukaan paru.

Dan berdasarkan jenis fistulanya, maka pneumotoraks dapat


diklasifikasikan ke dalam tiga jenis, yaitu:
1. Pneumotoraks Tertutup (Simple Pneumothorax)
Pada tipe ini, pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas terbuka
pada dinding dada), sehingga tidak ada hubungan dengan dunia luar.
Tekanan di dalam rongga pleura awalnya mungkin positif, namun lambat
laun berubah menjadi negatif karena diserap oleh jaringan paru disekitarnya.
Pada kondisi tersebut paru belum mengalami re-ekspansi, sehingga masih
ada rongga pleura, meskipun tekanan di dalamnya sudah kembali negatif.
Pada waktu terjadi gerakan pernapasan, tekanan udara di rongga pleura tetap
negatif.
2. Pneumotoraks Terbuka (Open Pneumothorax),
Yaitu pneumotoraks dimana terdapat hubungan antara rongga pleura
dengan bronkus yang merupakan bagian dari dunia luar (terdapat luka
terbuka pada dada). Dalam keadaan ini tekanan intrapleura sama dengan
tekanan udara luar. Pada pneumotoraks terbuka tekanan intrapleura sekitar
nol. Perubahan tekanan ini sesuai dengan perubahan tekanan yang
disebabkan oleh gerakan pernapasan.
Pada saat inspirasi tekanan menjadi negatif dan pada waktu ekspirasi
tekanan menjadi positif. Selain itu, pada saat inspirasi mediastinum dalam
keadaan normal, tetapi pada saat ekspirasi mediastinum bergeser ke arah sisi
dinding dada yang terluka (sucking wound).
3. Pneumotoraks Ventil (Tension Pneumothorax)
Adalah pneumotoraks dengan tekanan intrapleura yang positif dan
makin lama makin bertambah besar karena ada fistel di pleura viseralis yang
bersifat ventil. Pada waktu inspirasi udara masuk melalui trakea, bronkus
serta percabangannya dan selanjutnya terus menuju pleura melalui fistel
yang terbuka. Waktu ekspirasi udara di dalam rongga pleura tidak dapat
keluar. Akibatnya tekanan di dalam rongga pleura makin lama makin tinggi
dan melebihi tekanan atmosfer. Udara yang terkumpul dalam rongga pleura
ini dapat menekan paru sehingga sering menimbulkan gagal napas.

Sedangkan menurut luasnya paru yang mengalami kolaps, maka


pneumotoraks dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
1. Pneumotoraks parsialis, yaitu pneumotoraks yang menekan pada sebagian
kecil paru (< 50% volume paru).
2. Pneumotoraks totalis, yaitu pneumotoraks yang mengenai sebagian besar
paru (> 50% volume paru).

I.III. Penghitungan Luas Pneumotoraks


Penghitungan luas pneumotoraks ini berguna terutama dalam penentuan
jenis kolaps, apakah bersifat parsialis ataukah totalis. Ada beberapa cara yang
bisa dipakai dalam menentukan luasnya kolaps paru, antara lain :
1. Menjumlahkan jarak terjauh antara celah pleura pada garis vertikal, ditambah
dengan jarak terjauh antara celah pleura pada garis horizontal, ditambah
dengan jarak terdekat antara celah pleura pada garis horizontal, kemudian
dibagi tiga, dan dikalikan sepuluh.

% luas pneumotoraks

A + B + C (cm)
= __________________ x 10
3
2. Rasio antara selisih luas hemitoraks dan luas paru yang kolaps dengan luas
hemitoraks.

(L) hemitorak – (L) kolaps paru

(AxB) - (axb)
_______________ x 100 %
AxB

- PATOFISIOLOGI
Meningkatnya tekanan intra pleural sehingga akan menyebabkan
kemampuan dilatasi alveoli menurun dan lama-kelamaan mengakibatkan atelektasis
(layuhnya paru-paru). Apabila luka pada dinding dada tertutup dan klien masih
mampu bertahan, udara yang berlebihan dapat diserap hingga tekanan udara di dalam
rongga pleura akan kembali normal.
Karena adanya luka terbuka atau oleh pecahnya dinding paru-paru, kuman
dapat terhisap dan berkoloni di dalam pleura hingga terjadi inspeksi pleuritis. Jenis
kuman penyebab radang yang terbanyak adalah F nechrophorum, chorinebacterium
Spp, dan streptococcus spp. Oleh radang akan terbentuk exudat yang bersifat
pnukopurulent, purulent akan serosanguineus yang disertai pembentukan jonjot-
jonjot fibrin.
Pada luka tembus dada, bunyi aliran udara terdengar pada area luka tembus.
Yang selanjutnya disebut “sucking chest wound” (luka dada menghisap). Jika tidak
ditangani maka hipoksia mengakibatkan kehilangan kesadaran dan koma.
Selanjutnya pergeseran mediastinum ke arah berlawanan dari area cedera dapat
menyebabkan penyumbatan aliran vena kaca superior dan inferior yang dapat
mengurangi cardiac preload dan menurunkan cardiac output. Jika ini tidak ditangani,
pneumothoraks makin berat dapat menyebabkan kematian dalam beberapa menit.
Beberapa pneumothoraks spontan disebabkan pecahnya “blebs”, semacam struktur
gelembung pada permukaan paru yang pecah menyebabkan udara masuk ke dalam
kavum pleura.
Pneumathoraks. Robekan pada percabangan trakeobronkial menyebabkan
kolaps paru dan pergeseran mediastinum ke sisi yang tidak sakit.

Pecahnya blebs Trauma / cedera Luka tembus dada IntervensiMedis


medis

Pneumathoraks spontan, traumatic, iatrogenik

Udara masuk ke dalam Sucking chest wound Pergeseran Mediastinum


kavum pleura

hipoksia
Penyumbatan aliran vena
Meningkatkan tekanan
kava superior dan inferior
intra pleura
Kehilangan kesadaran

Mengurangi Cardiac Preload


Kemampuan dilatasi
koma
alveoli menurun

Menurunkan cardiac output


atelektasis Intoleransi aktivitas

Hambatan Mobilitas Fisik


Sesak napas
kematian

Pola Napas tidak efektif


Nafsu makan Intoleransi aktivitas
Intoleransi aktivitas menurun
Napas tidak efektif
Gangguan pola tidur
Nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
I.IV. Gejala klinis
Berdasarkan anamnesis, gejala dan keluhan yang sering muncul adalah:
1. Sesak napas, didapatkan pada hampir 80-100% pasien. Seringkali sesak
dirasakan mendadak dan makin lama makin berat. Penderita bernapas
tersengal, pendek-pendek, dengan mulut terbuka.
2. Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien. Nyeri dirasakan tajam
pada sisi yang sakit, terasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada gerak
pernapasan.
3. Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien.
4. Denyut jantung meningkat.
5. Kulit mungkin tampak sianosis karena kadar oksigen darah yang kurang.
6. Tidak menunjukkan gejala (silent) yang terdapat pada 5-10% pasien,
biasanya pada jenis pneumotoraks spontan primer.

Berat ringannya keadaan penderita tergantung pada tipe pneumotoraks


tersebut:
1. Pneumotoraks tertutup atau terbuka, sering tidak berat
2. Pneumotoraks ventil dengan tekanan positif tinggi, sering dirasakan lebih
berat
3. Berat ringannya pneumotoraks tergantung juga pada keadaan paru yang lain
serta ada tidaknya jalan napas.
4. Nadi cepat dan pengisian masih cukup baik bila sesak masih ringan, tetapi
bila penderita mengalami sesak napas berat, nadi menjadi cepat dan kecil
disebabkan pengisian yang kurang.

I.V. Pemeriksaan fisik


Pada pemeriksaan fisik torak didapatkan
1. Inspeksi :
a. Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiper ekspansi
dinding dada)
b. Pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal
c. Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat
2. Palpasi :
a. Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar
b. Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat
c. Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit
3. Perkusi :
a. Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan tidak
menggetar
b. Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat, apabila tekanan
intrapleura tinggi
4. Auskultasi :
a. Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai menghilang
b. Suara vokal melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni negatif

I.VI. Pemeriksaan Penunjang


1. Foto Röntgen
Gambaran radiologis yang tampak pada foto röntgen kasus
pneumotoraks antara lain:
a. Bagian pneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps
akan tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru
yang kolaps tidak membentuk garis, akan tetapi berbentuk lobuler
sesuai dengan lobus paru.
b. Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa radio opaque
yang berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru
yang luas sekali. Besar kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan berat
ringan sesak napas yang dikeluhkan.
c. Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium
intercostals melebar, diafragma mendatar dan tertekan ke bawah.
Apabila ada pendorongan jantung atau trakea ke arah paru yang sehat,
kemungkinan besar telah terjadi pneumotoraks ventil dengan tekanan
intra pleura yang tinggi.
d. Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadi keadaan
sebagai berikut:
1) Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam pada tepi
jantung, mulai dari basis sampai ke apeks. Hal ini terjadi apabila
pecahnya fistel mengarah mendekati hilus, sehingga udara yang
dihasilkan akan terjebak di mediastinum.
2) Emfisema subkutan, dapat diketahui bila ada rongga hitam
dibawah kulit. Hal ini biasanya merupakan kelanjutan dari
pneumomediastinum. Udara yang tadinya terjebak di mediastinum
lambat laun akan bergerak menuju daerah yang lebih tinggi, yaitu
daerah leher. Di sekitar leher terdapat banyak jaringan ikat yang
mudah ditembus oleh udara, sehingga bila jumlah udara yang
terjebak cukup banyak maka dapat mendesak jaringan ikat
tersebut, bahkan sampai ke daerah dada depan dan belakang.
3) Bila disertai adanya cairan di dalam rongga pleura, maka akan
tampak permukaan cairan sebagai garis datar di atas diafragma

Foto Rö pneumotoraks (PA), bagian yang ditunjukkan dengan anak


panah merupakan bagian paru yang kolaps

2. Analisa Gas Darah


Analisis gas darah arteri dapat memberikan gambaran hipoksemi
meskipun pada kebanyakan pasien sering tidak diperlukan. Pada pasien
dengan gagal napas yang berat secara signifikan meningkatkan mortalitas
sebesar 10%.
3. CT-scan thorax
CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema
bullosa dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan
ekstrapulmoner dan untuk membedakan antara pneumotoraks spontan primer
dan sekunder.

I.VII. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan pneumotoraks adalah untuk mengeluarkan
udara dari rongga pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi.
Pada prinsipnya, penatalaksanaan pneumotoraks adalah sebagai berikut :
1. Observasi dan Pemberian O2
Apabila fistula yang menghubungkan alveoli dan rongga pleura telah
menutup, maka udara yang berada didalam rongga pleura tersebut akan
diresorbsi. Laju resorbsi tersebut akan meningkat apabila diberikan tambahan
O2. Observasi dilakukan dalam beberapa hari dengan foto toraks serial tiap
(2)
12-24 jam pertama selama 2 hari . Tindakan ini terutama ditujukan untuk
pneumotoraks tertutup dan terbuka (4).
2. Tindakan dekompresi
Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus pneumotoraks
yang luasnya >15%. Pada intinya, tindakan ini bertujuan untuk mengurangi
tekanan intra pleura dengan membuat hubungan antara rongga pleura dengan
udara luar dengan cara:
a. Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura,
dengan demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan
berubah menjadi negatif karena mengalir ke luar melalui jarum
tersebut.
b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil :
1) Dapat memakai infus set
Jarum ditusukkan ke dinding dada sampai ke dalam
rongga pleura, kemudian infus set yang telah dipotong pada
pangkal saringan tetesan dimasukkan ke botol yang berisi air.
Setelah klem penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara
yang keluar dari ujung infus set yang berada di dalam botol.
2) Jarum abbocath
Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari gabungan
jarum dan kanula. Setelah jarum ditusukkan pada posisi yang
tetap di dinding toraks sampai menembus ke rongga pleura,
jarum dicabut dan kanula tetap ditinggal. Kanula ini kemudian
dihubungkan dengan pipa plastik infus set. Pipa infuse ini
selanjutnya dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem
penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar
dari ujung infuse set yang berada di dalam botol.
3) Pipa water sealed drainage (WSD)
Pipa khusus (toraks kateter) steril, dimasukkan ke rongga
pleura dengan perantaraan troakar atau dengan bantuan klem
penjepit. Pemasukan troakar dapat dilakukan melalui celah yang
telah dibuat dengan bantuan insisi kulit di sela iga ke-4 pada
linea mid aksilaris atau pada linea aksilaris posterior. Selain itu
dapat pula melalui sela iga ke-2 di garis mid klavikula.
Setelah troakar masuk, maka toraks kateter segera
dimasukkan ke rongga pleura dan kemudian troakar dicabut,
sehingga hanya kateter toraks yang masih tertinggal di rongga
pleura. Selanjutnya ujung kateter toraks yang ada di dada dan
pipa kaca WSD dihubungkan melalui pipa plastik lainnya.
Posisi ujung pipa kaca yang berada di botol sebaiknya berada 2
cm di bawah permukaan air supaya gelembung udara dapat
dengan mudah keluar melalui perbedaan tekanan tersebut.
Penghisapan dilakukan terus-menerus apabila tekanan
intrapleura tetap positif. Penghisapan ini dilakukan dengan
memberi tekanan negatif sebesar 10-20 cm H2O, dengan tujuan
agar paru cepat mengembang. Apabila paru telah mengembang
maksimal dan tekanan intra pleura sudah negatif kembali, maka
sebelum dicabut dapat dilakukuan uji coba terlebih dahulu
dengan cara pipa dijepit atau ditekuk selama 24 jam. Apabila
tekanan dalam rongga pleura kembali menjadi positif maka pipa
belum bisa dicabut. Pencabutan WSD dilakukan pada saat
pasien dalam keadaan ekspirasi maksimal.

3. Torakoskopi
Yaitu suatu tindakan untuk melihat langsung ke dalam rongga toraks
dengan alat bantu torakoskop.
4. Torakotomi
5. Tindakan bedah
a. Dengan pembukaan dinding toraks melalui operasi, kemudian dicari
lubang yang menyebabkan pneumotoraks kemudian dijahit
b. Pada pembedahan, apabila ditemukan penebalan pleura yang
menyebabkan paru tidak bias mengembang, maka dapat dilakukan
dekortikasi.
c. Dilakukan resesksi bila terdapat bagian paru yang mengalami robekan
atau terdapat fistel dari paru yang rusak
d. Pleurodesis. Masing-masing lapisan pleura yang tebal dibuang,
kemudian kedua pleura dilekatkan satu sama lain di tempat fistel.
I.VIII. Pengobatan Tambahan
1. Apabila terdapat proses lain di paru, maka pengobatan tambahan ditujukan
terhadap penyebabnya. Misalnya : terhadap proses TB paru diberi OAT,
terhadap bronkhitis dengan obstruksi saluran napas diberi antibiotik dan
bronkodilator.
2. Istirahat total untuk menghindari kerja paru yang berat.
3. Pemberian antibiotik profilaksis setelah setelah tindakan bedah dapat
dipertimbangkan, untuk mengurangi insidensi komplikasi, seperti emfisema.

I.IX. Rehabilitasi
1. Penderita yang telah sembuh dari pneumotoraks harus dilakukan pengobatan
secara tepat untuk penyakit dasarnya.
2. Untuk sementara waktu, penderita dilarang mengejan, batuk atau bersin
terlalu keras.
3. Bila mengalami kesulitan defekasi karena pemberian antitusif, berilah laksan
ringan.
4. Kontrol penderita pada waktu tertentu, terutama kalau ada keluhan batuk,
sesak napas.
II. Empyema

II.1. Definisi

Empiema adalah terkumpulnya cairan purulen (pus) di dalam rongga


pleura. Pada awalnya cairan pleura sedikit dengan jumlah leukosit rendah,
tetapi sering kali cairan ini berkembang ke tahap fibropurulen dan akhirnya ke
tahap dimana cairan tersebut membungkus paru dalam membran eksudatif yang
kental. (Brunner & Suddarth,2001)
Empiema adalah keadaan dimana saat efusi pleura mengandung nanah.
Empiema disebabkan oleh perluasan infeksi dari struktur yang berdekatan dan
dapat merupakan komplikasi dari pneumonia, abses paru, atau perforasi
karsinoma ke dalam rongga pleura. (Price, Sylvia A & Wilson, Lorraine, 2005)
Empiema adalah terkumpulnya cairan purulen (pus) di dalam rongga
pleura. Awalnya, cairan pleura adalah encer dengan jumlah leukosit rendah,
tetapi sering kali menjadi stadium fibropurulen dan akhirnya sampai pada
keadaan dimana paru-paru tertutup oleh membran eksudat yang kental.
(Somantri, Irman, 2007)
Empiema adalah suatu efusi pleura eksudat yang disebabkan oleh infeksi
langsung pada rongga pleura yang menyebabkan cairan pleura menjadi keruh
dan kental. Pada empiema terdapat cairan pleura yang mana pada kultur
dijumpai bakteri atau sel darah putih > 15.000 / mm3 dan protein > 3 gr/ dL.
II.II. ETIOLOGI

a) Berasal dari paru


 Pneumonia
 Abses paru
 Adanya fistel pada paru
 Bronkhiektasis
 Tuberkulosis
 Infeksi fungidal paru
b) Infeksi di luar paru
 Trauma dari tumor
 Pembedahan otak
 Thorakosentesis
 Subfrenic abses
 Abses hati karena amoeba
c) Bakteriologi (terjadi pada semua umur, sering dialami oleh anak-anak)
 Streptococcus pyogenes
 Bakteri gram negatif
 Bakteri anaerob

II.III. KLASIFIKASI

Empiema dibagi menjadi dua stadium yaitu sebagai berikut:

a) Empiema Akut
Terjadi sebagai akibat infeksi sekunder dari tempat lain, bukan primer
dari pleura. Pada permulaan gejala-gejalanya mirip dengan pneumonia, yaitu
panas tinggi dan nyeri dada pleuritik. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
adanya tanda-tanda cairan dalam rongga pleura. Bila pada stadium ini
dibiarkan beberapa minggu, maka akan timbul toksemia, anemia, dan
clubbing finger. Jika nanah (pus) tidak segera dikeluarkan akan timbul fistel
bronkopleural. Adanya fistel ditandai dengan batuk yang makin produktif,
bercampur nanah dan darah masif dan kadang bisa menyebabkan sufokasi
(mati lemas).
Empiema karena pneumotorak pneumonia, timbul setelah cairan
pneumonia membaik. Sebaliknya pada streptococcus pneumonia, empiema
timbul sewaktu masih akut. Pneumonia karena basil gram negatif, misalnya
E.Coli dan bakterioids sering kali menimbulkan empiema.
b) Empiema Kronis
Batas yang tegas antara empiema akut dan kronis sukar ditentukan.
Disebut kronis jika empiema berlangsung selama lebih dari tiga bulan. Pada
saat itu, penderita akan mengeluh badannya tersa lemas, kesehatan makin
mundur, pucat, clubbing fingers, dada datar, dan ditemukan adanya tanda-
tanda cairan pleura. Bila terjadi fibrotorak, maka trakea dan jantung akan
tertarik ke sisi yang sakit.
Tanda-tanda utama empiema adalah sebagai berikut:
 Demam, keringat malam
 Nyeri pleura
 Dispnea
 Anoreksia dan penurunan berat badan
 Perkusi dada, suara flattness
 Palpasi, ditemukan penurunan fremitus
Diagnostik dapat ditegakkan berdasarkan hasil dari foto rontgen torak
(chest x-ray) dan torasintesis.

II.III PATOFISIOLOGI

Akibat invasi basil piogeneik ke pleura, maka akan timbul


peradangan akut yang diikuti dengan pembentukan eksudat
serosa. Dengan banyaknya sel polimorphonucleus (PMN) baik
yang hidup maupun yang mati dan meningkatnya kadar protein,
maka cairan menjadi keruh dan kental. Adanya endapan –
endapan fibrin akan membentuk kantong – kantong yang
melokalisasi nanah tersebut. Apabila nanah menembus bronkus,
maka akan timbul fistel bronkopleuralyang menembus dinding
toraks dan keluar melalui kulit yang disebut empiema
nessensiatis. Stadium ini masih disebut empiema akut yang lama
kelamaan akan menjadi kronis.
Sekresi cairan menuju celah pleura normalnya membentuk
keseimbangan dengan drainase oleh limfatik subpleura. Sistem
limfatik pleura dapat mendrainase hampir 500 ml/hari. Bila volume
cairan pleura melebihi kemampuan limfatik untuk mengalirkannya
maka, efusi akan terbentuk.
Efusi parapnemonia merupakan sebab umum empiema.
Pneumonia mencetuskan respon inflamasi. Inflamasi yang terjadi
dekat dengan pleura dapat meningkatkan permeabilitas sel
mesotelial, yang merupakan lapisan sel terluar dari pleura. Sel
mesotelial yang terkena meningkat permeabilitasnya terhadap
albumin dan protein lainnya. Hal ini mengapa suatu efusi pleura
karena infeksi kaya akan protein. Mediator kimia dari proses
inflamasi menstimulasi mesotelial untuk melepas kemokin, yang
merekrut sel inflamasi lain. Sel mesotelial memegang peranan
penting untuk menarik neutrofil ke celah pleura. Pada kondisi
normal, neutrofil tidak ditemukan pada cairan pleura. Neutrofil
ditemukan pada cairan pleura hanya jika direkrut sebagai bagian
dari suau proses inflamasi. Netrofil, fagosit, mononuklear, dan
limfosit meningkatkan respon inflamasi dan
mengeluarkan mediator untuk menarik sel-sel inflamator lainya ke
dalam pleura.
Pembentukan empiema terjadi dalam 3 tahap, yaitu :
1.Fase eksudatif: Terjadi pada hari-hari pertama saat efusi. Inflamasi pleura
menyebabkan peningkatan permeabilitas dan terjadi penimbunan cairan
pleura namun masih sedikit. Cairan yang dihasilkan mengandung elemen
seluler yang kebanyakan terdiri atas neutrofil. Stadium ini terjadi selama 24 –
72 jam dan kemudian berkembang menjadi stadium fibropurulen. Cairan
pleura mengalir bebas dan dikarakterisasi dengan jumlah sel darah putih yang
rendah dan enzim laktat dehidrogenase (LDH) yang rendah serta glukosa dan
pH yang normal, drainase yang dilakukan sedini mungkin dapat
mempercepat perbaikan.
2. Fase fibropurulen: Dikarakterisasi dengan inflamasi pleura yang meluas
dan bertambahnya kekentalan dan kekeruhan cairan. Cairan dapat berisi
banyak leukosit polimorfonuklear (PMN) , bakteri dan debris seluler.
Akumulasi protein dan fibrin disertai pembentukan membrane fibrin, yang
membentuk bagian atau lokulasi dalam ruang pleura. Saat stadium ini
berlanjut, pH cairan pleura dan glukosa menjadi rendah sedangkan LDH
meningkat. Stadium ini berakhir setelah 7 – 10 hari dan sering membutuhkan
penanganan yang lanjut seperti torakostomi dan pemasangan tube.
3. Fase organisasi: Terjadi pembentukan kulit fibrinosa pada membrane
pleura, membentuk jaringan yang mencegah ekspansi pleura dan membentuk
lokulasi intrapleura yang menghalangi jalannya tuba torakostomi untuk
drainase. Kulit pleura yang kental terbentuk dari resorpsi cairan dan
merupakan hasil dari proliferasi fibroblast. Parenkim paru menjadi
terperangkap dan terjadi pembentukan fibrotoraks. Stadium ini biasanya
terjadi selama 2 – 4 minggu setelah gejala awal.
Gambaran bakteriologis efusi parapneumoni dengan kultur
positif berubah seiring berjalannya waktu. Sebelum era antibiotik,
bakteri yang umumnya didapatkan adalah Streptococcus
pneumoniae danstreptococci hemolitik. Saat ini, organisme aerob
lebih sering diisolasi dibandingkan organisme anaerob.
Staphylococcus aureus dan S pneumoniae tumbuh pada 70 % kultur
bakteri gram positif aerob. Bakteriologi suatu efusi parapneumoni
berhubungan erat dengan bakteriologi pada proses pneumoni.
Organisme aerob gram positif dua kali lebih sering diisolasi
dibandingkan organisme aerob gram negatif. Klebsiela,
Pseudomonas, dan Haemophilus merupakan 3 jenis organisme
aerob gram negatif yang paling sering diisolasi.
Bacteroides dan Peptostreptococcus merupakan organisme
anaerob yang paling sering diisolasi. Campuran bakteri aerob dan
anaerob lebih sering menghasilkan suatu empiema dibandingkan
infeksi satu jenis organisme. Bakteri anaerob telah dikultur 36
sampai 76 % dari empiema. Sekitar 70 % empiema merupakan
suatu komplikasi dari pneumoni. Pasien dapat mengeluh menggigil,
demam tinggi, berkeringat, penurunan nafsu makan, malaise, dan
batuk. Sesak napas juga dapat dikeluhkan oleh pasien.
A. Pathway Empiema
Invasi kuman piogen dan etiologi
lainnya

Peradangan pleura akut yang


diikuti dengan pembentukan
eksudat serosa

Penumpukan sel-sel PNM yang


mati bercampur dengan cairan
pleura

Proses supurasi meningkat tidak


mampu di absorbsi pleura

Akumulasi pus di kavum pleura

Terjadi proses
inflamasi Pengembangan paru tidak optimal

Hipertermi
Nyeri Paru Ekstremitas
Gastrointestinal

paO2 menurun, Penurunan suplai


Efek
pCO2 meningkat, ke jaringan
hiperventelasi
sesak napas,
produksi sekret
meningkat, Produksi HCl Metabolisme
penurunan imunitas meningkat, anaerob
akumulasi gas
Pola napas tidak meningkat
efektif, inefektif Produksi asam
bersihan jalan laktat
napas
Konstipasi, mual,
muntah
Intoleransi aktivitas,
II.V. Manifestasi klinis

Perjalanan klinis dibagi menjadi dua stadium, yaitu akut dan kronis. Empyema akut
memiliki gejala yang mirip dengan pneumonia bakteria, yaitu panas tinggi, nyeri
pleuritik, anemia. Jika nanah tidak segera dikeluarkan akan timbul fistel
bronkopleura dan empyema necessitasis. Batas tegas antara empyema akut dan
kronis sukar ditentukan, disebut kronik apabila berjalan sudah lebih dari tiga bulan.
Penderita mengeluh badan lemah dan kesehatan penderita tampak mundur.

Penderita yang diobati dengan tidak memadai atau dengan antibiotik yang tidak tepat
dapat mempunyai interval beberapa hari antara fase pneumonia klinik dan bukti
adanya empyema. Kebanyakan penderita menderita demam yang bersifat remiten,
takikardi, dispneu, sianosis, batuk-batuk.

II.VI. Diagnosis

Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda sebagai berikut yaitu bentuk thorak
asimetrik, bagian yang sakit tampak lebih menonjol, pergerakan napas pada sisi yang
sakit tertinggal, perkusi redup, bising napas pada bagian yang sakit melemah sampai
hilang. Pemeriksaan darah tepi menunjukkan leukositosis dan pergeseran ke kiri
seperti pada infeksi akut umumnya.

 Pada foto thorak PA dan lateral, didapatkan gambaran opasitas yang


menunjukan cairan. jantung dan mediastinum terdorong kearah yang sehat,
bila nanahnya cukup banyak sel iga pada sisi yang sakit melebar,dan juga
tampak penebalan pleura.
gambar foto rontgen pada pasien empyema

Diagnosa pasti dapat ditegakan dengan melakukan aspirasi pleura, selanjutrnya


nanah dipakai sebagai bahan untuk pemerksaan bakteriologi, amuba, jamur, kultur
dan tes kepekaan antibiotik.

Biopsi pleura dapat dilakukan bersamaan dengan pungsi. Jaringan yang didapat
dikirimkan untuk pemeriksaan patologi anatomi dan mikroskopis. Pada pemeriksaan
patologi anatomi didapatkan gambaran endapan sentrifugasi padat dengan sel-sel
radang yang terdiri dari leukosit, PMN dan histiosit, kesan pleuritis supuratif.

Gambaran Patologi anatomi


 Pemeriksaan Pus
Aspirasi pleura akan menunjukkan adanya pus di dalam rongga dada
(pleura). Pus dipakai sebagai bahan pemeriksaan sitologi, bakteriologi,
jamur, dan amoeba. Untuk selanjutnya dilakukan kultur (pembiakan)
terhadap kepekaan antibiotik.
Kultur bakteri aerob dan anaerob, mikobakteri, fungi, mikoplasma,
dan bila ada indikasi disertai dengan pemeriksaan viral patogen.
Torakosentesis dapat membantu mengetahui penyebab efusi dan
menyingkirkan infeksi. Kekuatan diagnostik yang di ambil dari hasil kultur
yang diambil dari torakosentesis adalah lemah, namun tinggi pada anak
dengan infeksi yang jelas dan mendapatkan antibiotika lebih dalam waktu
24 jam. Tanpa adanya infeksi, normalnya cairan pleura memiliki berat jenis
yang rendah (<1.015) dan protein (<2.5 g/dL), kadar laktat dehidrogenase
yang rendah (3 g/dL) dan laktat dehidrogenase yang tinggi (>250 IU/L), pH
yang rendah (<7.2), glukosa yang rendah (<40 mg/dL), dan hitung selular
yang tinggi dengan banyaknya leukosit polimorfonuklear. Diagnosis
empiema ditegakkan bila ditemukan cairan pleura yang purulen, terdeteksi
bakteri gram atau adanya hitung sel darah putih lebih dari 5 x 109 sel/l5.

II.VII. Penatalaksanaan

Prinsip penanggulangan empyema thoraks adalah :

a. Pengosongan rongga pleura


Prinsip ini seperti yang dilakukan pada abses dengan tujuan mencegah efek
toksik dengan cara membersihkan rongga pleura dari nanah dan jaringan-
jaringan yang mati. Pengosongan pleura dilakukan dengan cara:
1. Closed drainage = tube thoracostomy = water sealed drainage (WSD)
dengan indikasi antara lain nanah sangat kental dan sukar diaspirasi,
nanah terus terbentuk setelah 2 minggu, terjadinya piopneumothoraks.
Gambar water sealed drainage

2. Open drainage Karena drainase ini menggunakan kateter thoraks yang


besar, maka diperlukan pemotongan tulang iga. Drainase terbuka ini
dikerjakan pada empyema menahun karena pengobatan yang diberikan
terlambat, pengobatan tidak adekuat atau mungkin sebab lain seperti
drainase yang kurang bersih.

gambar open window thoracostomy


b.Pemberian antibiotik yang sesuai

Antibiotik harus segera diberikan begitu diagnosis ditegakkan dan dosis


harus adekuat. Pemilihan antibiotik didasarkan pada hasil pengecatan gram dari
hapusan nanah. Pengobatan selanjutnya bergantung dari hasil kultur dan uji
kepekaan.
Mengingat kematian utama empiema karena terjadinya sepsis, maka
antibiotik memegang peranan penting. Antibiotik harus segera diberikan begitu
diagnosis ditegakkan dan dosis harus adekuat. Pemilihan antibiotik didasarkan pada
hasil pengecatan Gram dari hapusan nanah. Pengobatan selanjutnya bergantung dari
hasil kultur dan uji kepekaan.
Empiema Stafiloccocus pada bayi paling baik diobati dengan cara paranteral
atau bila dapat diterapkan dengan penisilin G atau vankomisin. Infeksi
Pneumoccocus berespon terhadap penisilin, seftriakson atau sefotaksim, tetapi
mungkin perlu vankomisin jika terjadi resistensi terhadap penisilin. H. influenza
berespon terhadap sefotaksim, seftriakson, ampisilin atau klorampenicol.
Akhir-akhir ini penggunaan obat-obatan fibrolitik seperti streptokinase ,
urokinase secara intrapleural juga dapat digunakan.tetapi penggunaan fibrinolitik ini
masih dalam penelitian. fibrinolitik bekerja menghancurkan fibrin yang melekat di
permukaan pleura sehingga akan mempermudah drainase dari cairan pleura.

Obat-obatan yang biasanya digunakan antara lain :

1. Ampicillin 500 mg dan Sulbactam 500 mg


2. Amoxcilin 250-500 mg dan Clavulanat 125 mg
3. Piperacillin 2- 4 gram dan Tazobactam 250-500 mg
4. Vankomisin (vankokin,vancoled,lyphocin) dapat secara intra vena, dengan
dosis 1 gram dalam 200 ml NaCl 0,9% per 12 jam.
5. Eritromicin oral 2 – 4 kali per hari 250-500 mg.
c. Penutupan rongga pleura
Pada empyema menahun, seringkali rongga empyema tidak menutup karena
penebalan dan kekakuan pleura. Bila hal ini terjadi, maka dilakukan
pembedahan, yaitu :
1. Dekortikasi
Tindakan ini termasuk operasi besar yaitu : mengelupas jaringan pleura
yang menebal. Indikasi dekortikasi ialah drainase tidak berjalan baik,
karena kantung-kantung yang berisi nanah, sukar dicapai oleh drain,
empyema totalis yang mengalami organisasi pada pleura visceralis.

2. Torakoplasti
Tindakan ini dilakukan apabila empyema tidak dapat sembuh karena
adanya fistel bronkopleura atau tidak mungkin dilakukan dekortikasi.
Pada kasus ini pembedahan dilakukan dengan memotong iga
subperiosteal dengan tujuan untuk memperluas ruang gerak paru.
d. Pengobatan kausal
Pengobatan kausal ditujukan pada penyakit-penyakit yang menyebabkan
terjadinya empyema. Dapat diberikan pengobatan spesifik, untuk amebiasis,
tuberculosis, dan sebagainya.

II.VIII. Penanggulangan Empyema

Penanggulangan empyema tergantung dari fase empyema :

a. Fase I (fase eksudat)


Dilakukan drainase tertutup (WSD) dan dengan WSD dapat dicapai tujuan
diagnostik terapi dan prevensi, diharapkan dengan pengeluaran cairan
tersebut dapat dicapai pengembangan paru yang sempurna.
b. Fase II (fase fibropurulen)
Pada fase ini penanggulangan harus lebih agresif lagi yaitu dilakukan
drainase terbuka (reseksi iga open window ). Dengan cara ini nanah yang ada
dapat dikeluarkan dan perawatan luka dapat dipertahankan. Drainase terbuka
juga bertujuan untuk menunggu keadaan pasien lebih baik dan proses infeksi
lebih tenang sehingga intervensi bedah yang lebih besar dapat dilakukan.
c. Fase III (fase organisasi)
Dilakukan intervensi bedah berupa dekortikasi agar paru bebas mengembang
atau dilakukan obliterasi rongga pleura dengan cara dinding dada
dikolapskan (torakoplasti) dengan mengangkat iga-iga sesuai dengan
besarnya rongga empyema.
II.IX. Prognosis

Prognosis kurang baik, terutama pada usia lanjut, dimana sistem imunitasnya sudah
melemah, atau pada penyakit dasar yang berat dan karena terlambat dalam
pemberian obat. Kematian dapat disebabkan oleh gagal napas, dan sepsis.
DAFTAR PUSTAKA

 Guyton, Arthur, C. Hall, John, E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9.


Jakarta : EGC; 1997.
 Sudoyo, Aru, W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. K, Marcellus, Simadibrata.
Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta : Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2006.
 Bowman, Jeffrey, Glenn. Pneumothorax, Tension and Traumatic.Updated: 2010
May 27; cited 2011 January 10. Available from
http://emedicine.medscape.com/article/827551
 Alsagaff, Hood. Mukty, H. Abdul. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya :
Airlangga University Press; 2009.
 Schiffman, George. Stoppler, Melissa, Conrad. Pneumothorax (Collapsed Lung).
Cited : 2011 January 10. Available from :
http://www.medicinenet.com/pneumothorax/article.htm
 Malueka, Rusdy, Ghazali. Radiologi Diagnostik. Yogyakarta : Pustaka Cendekia
Press; 2007.
 Fauci, Anthony et al. Harrison’s Manual of Medicine 17 thEdition. 2009.
NewYork : The McGraw-Hill Company7.Marc Tobler,

 Barry HG, et al. Empyema Imaging. 2011. Medscape. Diakses tanggal 7


januari 2014.http://emedicine.medscape.com/article/355892-overview

 Huang-Che H, Heng-Chung C, et al. Lung abcess predicts the surgical outcome


in patients with pleural empyema. 2010. Journal of Cardiothoracic Surgery.

Anda mungkin juga menyukai