Preskas-Pyopneumothoraks Kiky
Preskas-Pyopneumothoraks Kiky
Disusun Oleh :
Rezki Nazri
61112026
Pembimbing :
TAHUN 2016
BAB I
STATUS PASIEN
A. Identitas
Nama : Tn. K
Umur : 49 tahun
Pekerjaan : Nelayan
Suku : Melayun
Agama : Islam
B. Anamnesis
1. Keluhan Utama
Os mengeluh sesak napas disertai batuk berdahak dan nyeri dada sebelah
Os masuk via poli RSUD EF dengan keluhan sesak napas sejak lebih
kurang 2 minngu yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Sesak muncul
Sesak disertai batuk sejak 20 hari yang lalu, dengan dahak (+),
kental (+), kuning kehijauan (-), darah (-). Batuk dirasakan setiap saat
baik siang maupun malam hari dan sering mengeluh nyeri dada saat
batuk.
), dan penurunan nafsu makan (+), mual muntah (-), diare (-).
a. Hipertensi : disangkal
b. Riwayat DM : disangkal
h. B20 : (-)
a. Hipertensi : disangkal
b. Riwayat DM : disangkal
f. TB paru : disangkal
g. Lainnya : disangkal
4. Riwayat Kesehatan Lingkungan
5. Riwayat Pribadi
e. Olahraga (-)
6. Sosial Ekonomi
kehidupan sehari-hari.
C. Pemeriksaan Fisik
1. Status Umum
d. TB : 160 cm
e. BB : 54 kg
f. IMT : 21,1
2. Vital Sign
a. TD : 90/70 mmHg
b. RR : 20 kali/menit
c. Nadi : 80 kali/menit
d. Suhu : 36,5 c
e. SpO2 : 96 %
3. Status Generalisata
a. Kepala
Sekret (-)
- Mulut : Sianosis (-), ulkus (-), candidiasis (-), bibir kering (+)
b. Leher
c. Thorak
Paru
Jantung
d. Abdomen
tidak teraba
e. Ekstremitas
Superior : Edema (-/-), akral hangat (+/+), CRT < 2”, Ruam (-/-)
Inferior : Edema (-/-), akral hangat (+/+), CRT < 2”, Ruam (-/-)
4. Pemeriksaan Penunjang
Hb : 11 gr/dl
Leukosit : 37.900/ul
Hematokrit : 32 %
Trombosit : 767.000/ul
MCV : 69 fl
MCH : 24 pg
MCHC : 34 gr/dl
Basofil : 0%
Eosinofil : 0%
Limfosit : 2%
Monosit : 6%
Klorida : 83 mmol/L
HbsAg : (-)
VCT : : (NR)
Foto thorak PA :
7. Penanganan awal
8. Diagnosis
Hiponatremi berat
9. Follow Up Pasien
Hari / S O A P
Tanggal
HASIL LAB:
- GLUKOSA
SEWAKTU : 381
URINALISA
- Warna : kuning
- Kejernihan :
jernih
- Berat jenis : 1.015
- Ph : 5
- Leukosit : negatif
- Nitrit : negatif
- Protein : +
- Glukosa ++++
- Keton : +
- Urobilinogen :
negatif
- Bilirubin : negatif
- Eritrosit : +
ELEKTROLIT
Natrium : 111
mmol/L
Kalium : 3,0
mmol/L
Klorida : 72
mmol/L
HASIL LAB:
KIMIA DARAH
- Ureum : 33
- Kreatinin : 2.03
TUBERCULOSIS
ADA (Adenosine
Deaminase ) : 39
9 - sesak - Keadaan Umum : - Pyopneumoth - O2 nasal kanul 2
napas (+), Tampak sakit oraks kanan L/m
oktober2 terlebih sedang spontan - Infus Ringer
saat - Kesadaran : sekunder e.c Laktan : Nacl
spooling Compos Mentis susp TB paru 0,9% per 12 jam
016
- nyeri dada - Tekanan Darah : dd: bakteri, - Infus Nacl 3% per
kanan (+) 90/60 mmHg keganasan 24 jam
- lemas (+), - Nadi : 102 x / - pneumonia - Cefoperazone
- batuk (+) menit - Hiponatremi 3x1gr (iv) hari ke-
berdahak - Pernapasan : 22 x / - Diabetes 1
(+) warna menit Milletus Tipe - Metrodinazole
kuning - Suhu : 36,50C II 3x500mg
- mual - SPO2 : 98% - Acute kindey - Tramifen 20 mg
muntah menggunakan nasal injury 2x1 tab
tidak ada kanul O2 2 liter - Provital tab 2x1
- BAB (-) - Pulmo : - Ambroxol syr
sudah 4 - I : simetris kanan 2x2cth
hari dan kiri - OAT Kateguri I
- P: Fremitus kanan 1x4 tab
melemah , iri baik - Dulcolax tab 1x2
- P: sonor di paru kiri - Diet : MLTKTP
dan hypersonor di
paru kanan
- A: vesikuler
(melemah/+),
Ronkhi (-/-),
wheezing (-/-)
- Abdomen : Nyeri
tekan –
Hasil LAB:
Ureum : 14
Creatinine: 0.8
ELEKTROLIT
Natrium :118
Kalium : 2,7
Clorida : 95
HASIL LAB
DARAH
LENGKAP
Hb : 11 gr/dl
Leukosit:
25.000/ul
Hematokrit: 25 %
Trombosit:
667.000/ul
Eritrosit :3,7
juta/ul
MCV: 69 fl
MCH : 24 pg
MCHC : 34 gr/dl
HITUNG JENIS
LEUKOSIT
Basofil : 0%
Eosinofil : 0%
Netrofil Segment :
86%
Limfosit : 4%
Monosit : 10%
ELEKTROLIT
Natrium :121
Kalium : 2,7
Clorida : 95
Foto thorakx PA 11 oktober 2016
Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
Ad sanactionam : dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pendahuluan
Piopneumotoraks ialah terdapatnya gas atau udaradi dalam pleura (
pneumothoraks ) dan disertai cairan berupa nanah di pleura ( empiema ).
Piopneumothoraks diakibatkan oleh infeksi, yang mana infeksinya ini berasal dari
mikroorganisme yang membentuk gas atau dari robekan septik jaringan paru atau
esofagus ke arah rongga pleura. Kebanyakan adalah dari robekan abses subpleura
dan sering membuat fistula bronkopleura. Jenis kuman yang sering terdapat adalah
Stafilokokus aureus, Klebsiela, mikobakterium tuberkulosis dan lain-lain.
Etiologi piopneumotoraks biasanya berasal dari paru seperti pneumonia, abses paru,
adanya fistula bronkopleura, bronkiektasis, tuberkulosis paru, aktinomikosis paru,
dan dari luar paru seperti trauma toraks, pembedahan toraks, torakosentesis pada
efusi pleura, abses sub phrenik dan abses hati amuba. Patofisologi dari empiema itu
sendiri yaitu akibat invasi kuman piogenik ke pleura. Hal ini menyebabkan timbuk
keradangan akut yang diikuti dengan pembentukan eksudat seros. Dengan
bertambahnya sel-sel PMN, baik yang hidup ataupun yang mati dan peningkatan
kadar protein didalam cairan pleura, maka cairan pleura menjadi keruh dan kental.
Endapan fibrin akan membentuk kantung- kantung yang akhirnya akan melokalisasi
nanah tersebut.
I. Pneumothoraks
I.I. Definisi
Pneumotoraks adalah suatu keadaan terdapatnya udara atau gas di dalam
pleura yang menyebabkan kolapsnya paru yang terkena.
I.II. Klasifikasi
Menurut penyebabnya, pneumotoraks dapat dikelompokkan menjadi dua,
yaitu:
1. Pneumotoraks spontan
Yaitu setiap pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba. Pneumotoraks
tipe ini dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu:
a. Pneumotoraks spontan primer, yaitu pneumotoraks yang terjadi secara
tiba-tiba tanpa diketahui sebabnya.
b. Pneumotoraks spontan sekunder, yaitu pneumotoraks yang terjadi
dengan didasari oleh riwayat penyakit paru yang telah dimiliki
sebelumnya, misalnya fibrosis kistik, penyakit paru obstruktik kronis
(PPOK), kanker paru-paru, asma, dan infeksi paru.
2. Pneumotoraks traumatik,
Yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat adanya suatu trauma, baik
trauma penetrasi maupun bukan, yang menyebabkan robeknya pleura,
dinding dada maupun paru.
Pneumotoraks tipe ini juga dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua
jenis, yaitu :
a. Pneumotoraks traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang
terjadi karena jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada,
barotrauma.
b. Pneumotoraks traumatik iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi
akibat komplikasi dari tindakan medis. Pneumotoraks jenis inipun
masih dibedakan menjadi dua, yaitu :
1) Pneumotoraks traumatik iatrogenik aksidental
Adalah suatu pneumotoraks yang terjadi akibat tindakan
medis karena kesalahan atau komplikasi dari tindakan tersebut,
misalnya pada parasentesis dada, biopsi pleura.
2) Pneumotoraks traumatik iatrogenik artifisial (deliberate)
Adalah suatu pneumotoraks yang sengaja dilakukan dengan
cara mengisikan udara ke dalam rongga pleura. Biasanya
tindakan ini dilakukan untuk tujuan pengobatan, misalnya pada
pengobatan tuberkulosis sebelum era antibiotik, maupun untuk
menilai permukaan paru.
% luas pneumotoraks
A + B + C (cm)
= __________________ x 10
3
2. Rasio antara selisih luas hemitoraks dan luas paru yang kolaps dengan luas
hemitoraks.
(AxB) - (axb)
_______________ x 100 %
AxB
- PATOFISIOLOGI
Meningkatnya tekanan intra pleural sehingga akan menyebabkan
kemampuan dilatasi alveoli menurun dan lama-kelamaan mengakibatkan atelektasis
(layuhnya paru-paru). Apabila luka pada dinding dada tertutup dan klien masih
mampu bertahan, udara yang berlebihan dapat diserap hingga tekanan udara di dalam
rongga pleura akan kembali normal.
Karena adanya luka terbuka atau oleh pecahnya dinding paru-paru, kuman
dapat terhisap dan berkoloni di dalam pleura hingga terjadi inspeksi pleuritis. Jenis
kuman penyebab radang yang terbanyak adalah F nechrophorum, chorinebacterium
Spp, dan streptococcus spp. Oleh radang akan terbentuk exudat yang bersifat
pnukopurulent, purulent akan serosanguineus yang disertai pembentukan jonjot-
jonjot fibrin.
Pada luka tembus dada, bunyi aliran udara terdengar pada area luka tembus.
Yang selanjutnya disebut “sucking chest wound” (luka dada menghisap). Jika tidak
ditangani maka hipoksia mengakibatkan kehilangan kesadaran dan koma.
Selanjutnya pergeseran mediastinum ke arah berlawanan dari area cedera dapat
menyebabkan penyumbatan aliran vena kaca superior dan inferior yang dapat
mengurangi cardiac preload dan menurunkan cardiac output. Jika ini tidak ditangani,
pneumothoraks makin berat dapat menyebabkan kematian dalam beberapa menit.
Beberapa pneumothoraks spontan disebabkan pecahnya “blebs”, semacam struktur
gelembung pada permukaan paru yang pecah menyebabkan udara masuk ke dalam
kavum pleura.
Pneumathoraks. Robekan pada percabangan trakeobronkial menyebabkan
kolaps paru dan pergeseran mediastinum ke sisi yang tidak sakit.
hipoksia
Penyumbatan aliran vena
Meningkatkan tekanan
kava superior dan inferior
intra pleura
Kehilangan kesadaran
I.VII. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan pneumotoraks adalah untuk mengeluarkan
udara dari rongga pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi.
Pada prinsipnya, penatalaksanaan pneumotoraks adalah sebagai berikut :
1. Observasi dan Pemberian O2
Apabila fistula yang menghubungkan alveoli dan rongga pleura telah
menutup, maka udara yang berada didalam rongga pleura tersebut akan
diresorbsi. Laju resorbsi tersebut akan meningkat apabila diberikan tambahan
O2. Observasi dilakukan dalam beberapa hari dengan foto toraks serial tiap
(2)
12-24 jam pertama selama 2 hari . Tindakan ini terutama ditujukan untuk
pneumotoraks tertutup dan terbuka (4).
2. Tindakan dekompresi
Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus pneumotoraks
yang luasnya >15%. Pada intinya, tindakan ini bertujuan untuk mengurangi
tekanan intra pleura dengan membuat hubungan antara rongga pleura dengan
udara luar dengan cara:
a. Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura,
dengan demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan
berubah menjadi negatif karena mengalir ke luar melalui jarum
tersebut.
b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil :
1) Dapat memakai infus set
Jarum ditusukkan ke dinding dada sampai ke dalam
rongga pleura, kemudian infus set yang telah dipotong pada
pangkal saringan tetesan dimasukkan ke botol yang berisi air.
Setelah klem penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara
yang keluar dari ujung infus set yang berada di dalam botol.
2) Jarum abbocath
Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari gabungan
jarum dan kanula. Setelah jarum ditusukkan pada posisi yang
tetap di dinding toraks sampai menembus ke rongga pleura,
jarum dicabut dan kanula tetap ditinggal. Kanula ini kemudian
dihubungkan dengan pipa plastik infus set. Pipa infuse ini
selanjutnya dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem
penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar
dari ujung infuse set yang berada di dalam botol.
3) Pipa water sealed drainage (WSD)
Pipa khusus (toraks kateter) steril, dimasukkan ke rongga
pleura dengan perantaraan troakar atau dengan bantuan klem
penjepit. Pemasukan troakar dapat dilakukan melalui celah yang
telah dibuat dengan bantuan insisi kulit di sela iga ke-4 pada
linea mid aksilaris atau pada linea aksilaris posterior. Selain itu
dapat pula melalui sela iga ke-2 di garis mid klavikula.
Setelah troakar masuk, maka toraks kateter segera
dimasukkan ke rongga pleura dan kemudian troakar dicabut,
sehingga hanya kateter toraks yang masih tertinggal di rongga
pleura. Selanjutnya ujung kateter toraks yang ada di dada dan
pipa kaca WSD dihubungkan melalui pipa plastik lainnya.
Posisi ujung pipa kaca yang berada di botol sebaiknya berada 2
cm di bawah permukaan air supaya gelembung udara dapat
dengan mudah keluar melalui perbedaan tekanan tersebut.
Penghisapan dilakukan terus-menerus apabila tekanan
intrapleura tetap positif. Penghisapan ini dilakukan dengan
memberi tekanan negatif sebesar 10-20 cm H2O, dengan tujuan
agar paru cepat mengembang. Apabila paru telah mengembang
maksimal dan tekanan intra pleura sudah negatif kembali, maka
sebelum dicabut dapat dilakukuan uji coba terlebih dahulu
dengan cara pipa dijepit atau ditekuk selama 24 jam. Apabila
tekanan dalam rongga pleura kembali menjadi positif maka pipa
belum bisa dicabut. Pencabutan WSD dilakukan pada saat
pasien dalam keadaan ekspirasi maksimal.
3. Torakoskopi
Yaitu suatu tindakan untuk melihat langsung ke dalam rongga toraks
dengan alat bantu torakoskop.
4. Torakotomi
5. Tindakan bedah
a. Dengan pembukaan dinding toraks melalui operasi, kemudian dicari
lubang yang menyebabkan pneumotoraks kemudian dijahit
b. Pada pembedahan, apabila ditemukan penebalan pleura yang
menyebabkan paru tidak bias mengembang, maka dapat dilakukan
dekortikasi.
c. Dilakukan resesksi bila terdapat bagian paru yang mengalami robekan
atau terdapat fistel dari paru yang rusak
d. Pleurodesis. Masing-masing lapisan pleura yang tebal dibuang,
kemudian kedua pleura dilekatkan satu sama lain di tempat fistel.
I.VIII. Pengobatan Tambahan
1. Apabila terdapat proses lain di paru, maka pengobatan tambahan ditujukan
terhadap penyebabnya. Misalnya : terhadap proses TB paru diberi OAT,
terhadap bronkhitis dengan obstruksi saluran napas diberi antibiotik dan
bronkodilator.
2. Istirahat total untuk menghindari kerja paru yang berat.
3. Pemberian antibiotik profilaksis setelah setelah tindakan bedah dapat
dipertimbangkan, untuk mengurangi insidensi komplikasi, seperti emfisema.
I.IX. Rehabilitasi
1. Penderita yang telah sembuh dari pneumotoraks harus dilakukan pengobatan
secara tepat untuk penyakit dasarnya.
2. Untuk sementara waktu, penderita dilarang mengejan, batuk atau bersin
terlalu keras.
3. Bila mengalami kesulitan defekasi karena pemberian antitusif, berilah laksan
ringan.
4. Kontrol penderita pada waktu tertentu, terutama kalau ada keluhan batuk,
sesak napas.
II. Empyema
II.1. Definisi
II.III. KLASIFIKASI
a) Empiema Akut
Terjadi sebagai akibat infeksi sekunder dari tempat lain, bukan primer
dari pleura. Pada permulaan gejala-gejalanya mirip dengan pneumonia, yaitu
panas tinggi dan nyeri dada pleuritik. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
adanya tanda-tanda cairan dalam rongga pleura. Bila pada stadium ini
dibiarkan beberapa minggu, maka akan timbul toksemia, anemia, dan
clubbing finger. Jika nanah (pus) tidak segera dikeluarkan akan timbul fistel
bronkopleural. Adanya fistel ditandai dengan batuk yang makin produktif,
bercampur nanah dan darah masif dan kadang bisa menyebabkan sufokasi
(mati lemas).
Empiema karena pneumotorak pneumonia, timbul setelah cairan
pneumonia membaik. Sebaliknya pada streptococcus pneumonia, empiema
timbul sewaktu masih akut. Pneumonia karena basil gram negatif, misalnya
E.Coli dan bakterioids sering kali menimbulkan empiema.
b) Empiema Kronis
Batas yang tegas antara empiema akut dan kronis sukar ditentukan.
Disebut kronis jika empiema berlangsung selama lebih dari tiga bulan. Pada
saat itu, penderita akan mengeluh badannya tersa lemas, kesehatan makin
mundur, pucat, clubbing fingers, dada datar, dan ditemukan adanya tanda-
tanda cairan pleura. Bila terjadi fibrotorak, maka trakea dan jantung akan
tertarik ke sisi yang sakit.
Tanda-tanda utama empiema adalah sebagai berikut:
Demam, keringat malam
Nyeri pleura
Dispnea
Anoreksia dan penurunan berat badan
Perkusi dada, suara flattness
Palpasi, ditemukan penurunan fremitus
Diagnostik dapat ditegakkan berdasarkan hasil dari foto rontgen torak
(chest x-ray) dan torasintesis.
II.III PATOFISIOLOGI
Terjadi proses
inflamasi Pengembangan paru tidak optimal
Hipertermi
Nyeri Paru Ekstremitas
Gastrointestinal
Perjalanan klinis dibagi menjadi dua stadium, yaitu akut dan kronis. Empyema akut
memiliki gejala yang mirip dengan pneumonia bakteria, yaitu panas tinggi, nyeri
pleuritik, anemia. Jika nanah tidak segera dikeluarkan akan timbul fistel
bronkopleura dan empyema necessitasis. Batas tegas antara empyema akut dan
kronis sukar ditentukan, disebut kronik apabila berjalan sudah lebih dari tiga bulan.
Penderita mengeluh badan lemah dan kesehatan penderita tampak mundur.
Penderita yang diobati dengan tidak memadai atau dengan antibiotik yang tidak tepat
dapat mempunyai interval beberapa hari antara fase pneumonia klinik dan bukti
adanya empyema. Kebanyakan penderita menderita demam yang bersifat remiten,
takikardi, dispneu, sianosis, batuk-batuk.
II.VI. Diagnosis
Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda sebagai berikut yaitu bentuk thorak
asimetrik, bagian yang sakit tampak lebih menonjol, pergerakan napas pada sisi yang
sakit tertinggal, perkusi redup, bising napas pada bagian yang sakit melemah sampai
hilang. Pemeriksaan darah tepi menunjukkan leukositosis dan pergeseran ke kiri
seperti pada infeksi akut umumnya.
Biopsi pleura dapat dilakukan bersamaan dengan pungsi. Jaringan yang didapat
dikirimkan untuk pemeriksaan patologi anatomi dan mikroskopis. Pada pemeriksaan
patologi anatomi didapatkan gambaran endapan sentrifugasi padat dengan sel-sel
radang yang terdiri dari leukosit, PMN dan histiosit, kesan pleuritis supuratif.
II.VII. Penatalaksanaan
2. Torakoplasti
Tindakan ini dilakukan apabila empyema tidak dapat sembuh karena
adanya fistel bronkopleura atau tidak mungkin dilakukan dekortikasi.
Pada kasus ini pembedahan dilakukan dengan memotong iga
subperiosteal dengan tujuan untuk memperluas ruang gerak paru.
d. Pengobatan kausal
Pengobatan kausal ditujukan pada penyakit-penyakit yang menyebabkan
terjadinya empyema. Dapat diberikan pengobatan spesifik, untuk amebiasis,
tuberculosis, dan sebagainya.
Prognosis kurang baik, terutama pada usia lanjut, dimana sistem imunitasnya sudah
melemah, atau pada penyakit dasar yang berat dan karena terlambat dalam
pemberian obat. Kematian dapat disebabkan oleh gagal napas, dan sepsis.
DAFTAR PUSTAKA