Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Eklampsia didefinisikan sebagai kejadian kejang pada wanita hamil,

persalinan atau masa nifas yang menunjukkan gejala preeklamsia sebelumnya,

berupa hipertensi, proteinuria dan udem. Kejang pada eklamsia dapat berupa

kejang motorik fokal atau kejang tonik klonik umum. Istilah eklampsia berasal

dari bahasa Yunani yang berarti halilintar. Kata-kata tersebut dipergunakan

karena seolah-olah gejala eklampsia timbul dengan tiba-tiba tanpa didahului

5
tanda-tanda lain.

Berdasarkan saat timbulnya serangan, eklampsia dapat terjadi selama

kehamilan (antepartum), pada saat proses persalinan (intrapartum), dan setelah

melahirkan (postpartum). Eklampsia sering terjadi pada trimester terakhir dan

semakin meningkat saat mendekati kelahiran. Eklamsia terjadi pada 0,3%

kehamilan, dan terutama terjadi antepartum pada usia kehamilan 20-40

minggu atau dalam beberapa jam sampai 48 jam dan kadang-kadang lebih

1
lama dari 48 jam setelah kelahiran. Pada kasus yang jarang, eklampsia terjadi

pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu. Sekitar 75% kejang eklampsia

terjadi sebelum melahirkan, 50% saat 48 jam pertama setelah melahirkan,

1
tetapi perkembangan eklamsia postpartum juga dapat terjadi 3-4 minggu

5,1
setelah kelahiran.

Beberapa tanda dan gejala peringatan yang mendahului eklamsia dapat

berupa peningkatan tekanan darah yang tiba-tiba, nyeri kepala, perubahan

visual dan mental, retensi cairan, dan hiperfleksia, fotofobia, iritabel, mual dan

muntah. Untuk menentukan dengan pasti kondisi neuropatologik yang

menjadi pemicu kejang dapat dilakukan pemeriksaan diagnostic seperti foto

rongen, CT scan atau MRI. Walaupun kegiatan pre natal care, dilaporkan

telah menurunkan angka kejadian eklampsia di negara- negara barat, penyakit

5
ini masih merupakan salah satu penyebab terbesar kematian ibu dan janin.

2
BAB Il

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defnisi

Eklampsia merupakan keadaan dimana ditemukan serangan kejang tiba

tiba yang dapat disusul dengan koma pada wanita hamil, persalinan atau masa

2
nifas yang menunjukan gejala preeklampsia sebelumnya.

Eklampsia adalah merupakan serangan kejang yang di ikuti oleh koma,

1
yang terjadi pada wanita hamil dan nifas.

2.2 Insiden dan Faktor Resiko

Insiden eklampsia bervariasi antara 0,2% - 0,5% dari seluruh

persalinan dan lebih banyak ditemukan di negara berkembang (0,3%-0,7%)

dibandingkan negara maju (0,05%-0,1%). Insiden yang bervariasi dipengaruhi

antara lain oleh paritas, gravida, obesitas, ras, etnis, geografi, faktor genetik

dan faktor lingkungan yang merupakan faktor risikonya. Sedangkan menurut

waktu terjadinya, beberapa peneliti menyebutkan 50% kejang terjadi

antepartum, 25% intrapartum, dan 25% postpartum.

3,5
Adapun faktor resikonya antara lain:

1. Faktor Usia

Usia 20-30 tahun adalah periode paling aman untuk hamil atau

melahirkan, akan tetapi di negara berkembang sekitar 10% - 20% bayi

3
dilahirkan dari ibu yang usianya tergolong remaja. Dari penelitian didapatkan

bahwa dua tahun setelah menstruasi yang pertama, seorang wanita masih

sangat mungkin terjadinya hipertensi dan kejang di karenakan mengalami

tekanan yang baru dirasakan saat pertama kali melahirkan sehingga

menyebabkan preeklamsia dan eklamsia. Usia wanita remaja pada kehamilan

pertama atau nulipara umur belasan tahun (usia muda kurang dari 20 tahun)

juga masih sangat mungkin terjadinya hipertensi pada kehamilannya

dikarenakan organ reproduksi didalam tubuhnya masih belum matang secara

sempurna. Dan terjadi peningkatan hubungan usia terhadap preeklamsia dan

eklamsia pada wanita hamil yang berusia diatas 35 tahun, hal ini dikarenakan

organ reproduksi sudah mengalami penurunan, sehingga rentan terjadinya

hipertensi dalam kehamilannya. Maka faktor usia berpengaruh terhadap

terjadinya preeklamsia dan eklamsia.

2. Paritas

Dari penelitian didapatkan bahwa Primigravida mengalami kejadian

preeklamsia dan eklamsia sebesar 3-8 % dari semua kasus hipertensi pada

kehamilan. Dan faktor yang mempengaruhi preeklamsia dan eklamsia lebih

tinggi frekuensinya pada primigravida dibandingkan dengan multigravida,

terutama pada primigravida dengan usia muda. Hal tersebut dikarenakan

wanita dengan preeklamsia dan eklamsia dapat mengalami kelainan aktivasi

imun dan hal ini dapat menghambat invasi trovoblas pada pembuluh darah

ibu. Sehingga preeklamsia dan eklamsia lebih sering terjadi pada wanita yang

4
terpajan antigen paternal untuk yang pertama kali seperti kehamilan pertama

kali atau kehamilan pertama dengan pasangan baru.

3. Riwayat Hipertensi

Salah satu faktor risiko terjadinya preeklamsia atau eklamsia adalah

riwayat hipertensi kronis, atau penyakit vaskuler hipertensi sebelumnya, atau

hipertensi esensial. Sebagian besar kehamilan dengan hipertensi esensial

berlangsung normal sampai cukup bulan. Pada kira-kira sepertiga diantara para

wanita penderita tekanan darahnya tinggi setelah kehamilan 30 minggu tanpa

disertai gejala lain. Kira-kira 20% menunjukkan kenaikan yang lebih

mencolok dan dapat disertai satu gejala preeklampsia atau lebih, seperti

edema, proteinuria, nyeri kepala, nyeri epigastrium, muntah, gangguan visus (

Supperimposed preeklampsia), bahkan dapat timbul eklampsia dan perdarahan

otak.

4. Kehamilan Ganda

Preeklamsia dan eklamsia mempunyai risiko 3 kali lebih sering terjadi

pada kehamilan ganda dari 105 kasus kembar dua didapatkan 28,6% kejadian

preeklamsia dan didapatkan satu kasus kematian ibu karena eklamsia. Dari

hasil yang tercantum diatas, sebagai faktor penyebabnya adalah dislensia

uterus.

5. Faktor Genetika

Preeklamsia merupakan penyakit yang diturunkan, preeklamisa dan

eklamsia lebih sering ditemukan pada anak wanita dari ibu yang menderita

5
preeklamsia. Dan preeklamsia juga lebih sering ditemukan pada anak wanita

yang mempunyai riwayat preeklamsia dan eklamsia dalam keluarga. Karena

faktor ras dan genetika merupakan unsur yang penting sebagai faktor risiko

yang mendasari terjadinya hipertensi kronis.

6. Obesitas

Kegemukan disamping menyebabkan kolesterol tinggi dalam darah

juga menyebabkan kerja jantung lebih berat, karena jumlah darah yang berada

dalam badan sekitar 15% dari berat badan, semakin gemuk seseorang maka

semakin banyak pula jumlah darah yang terdapat didalam tubuh yang berarti

semakin berat juga fungsi pemompaan jantung, sehingga dapat menimbulkan

terjadinya preeklamsia.

2.3 Klasifikasi

1
Eklampsia di bagi menjadi 3 golongan :
1. Eklampsia antepartum ialah eklampsia yang terjadi sebelum persalinan

(ini paling sering terjadi),

a. Kejadian 15% sampai 60 %

b. Serangan terjadi dalam keadaan hamil

2. Eklampsia intrapartum ialah eklampsia saat persalinan

a. Kejadian sekitar 30 % sampai 35 %

b. Saat sedang inpartu

c. Batas dengan eklampsia gravidarum sulit ditentukan

6
3. Eklampsia postpartum ialah eklampsia setelah persalinan

a. Kejadian jarang

b. Terjadinya serangan kejang atau koma setelah persalinan berakhir

2.4 Etiologi

Etiologi dan patogenesis Preeklampsia dan Eklampsia saat ini masih

belum sepenuhnya dipahami, masih banyak ditemukan kontroversi, itulah

sebabnya penyakit ini sering disebut “the disease of theories”. Pada saat ini

hipotesis utama yang dapat diterima untuk dapat menerangkan terjadinya

Preeklampsia adalah : faktor imunologi, genetik, penyakit pembuluh darah,

dan keadaan dimana jumlah throphoblast yang berlebihan dan dapat

mengakibatkan ketidakmampuan invasi throphoblast terhadap arteri spiralis

4
pada awal trimester satu dan dua.

2.5 Patofisiologi

Patogenesis kejang pada eklamsia terus menjadi subyek penyelidikan

dan spekulasi yang ekstensif. Beberapa teori dan mekanisme telah

diimplikasikan sebagai faktor etiologi yang mungkin, namun tidak satupun

yang terbukti secara meyakinkan. Beberapa mekanisme etiologi yang terlibat

dalam patogenesis kejang pada eklamsia telah menyertakan vasokonstriksi

serebral atau vasospasme ensefalopati hipertensi, edema serebral atau infark,

pendarahan otak, dan ensefalopati metabolik. Namun, tidak jelas apakah

4
temuan ini adalah penyebab atau efek dari kejang.

7
Bahwa pada eklampsia di jumpai kadar aldosteron yang rendah dan

konsentrasi prolaktin yang tinggi dari pada kehamilan normal. Aldosteron

penting untuk mempertahankan volume plasma dan mengatur retensi air dan

natrium. Serta pada eklampsia parmeabilitas pembuluh darah terhadap protein

2
meningkat.

Pada plasenta dan uterus terjadi penurunan aliran darah ke plasenta

mengakibatkan gangguan fungsi plasenta. Pada hipertensi pertumbuhan janin

terganggu sehingga terjadi gawat janin sampai menyebabkan kematian karena

kekurangan oksigenasi. Kenaikan tonus uterus dan kepekaan terhadap

perangsangan sering terjadi pada eklampsia, sehingga mudah terjadi pada

5
partus prematurus.

2.6 Diagnosis dan Manifestasi Klinis

Diagnosis eklamsia dapat dipastikan dengan adanya hipertensi,

proteinuria, dan kejang. Hipertensi dianggap sebagai ciri khas untuk diagnosis

eklamsia. Hipertensi dapat menjadi berat (setidaknya 160 mm Hg sistolik dan

/ atau setidaknya 110 mm Hg diastolik) di 20-54% dari kasus atau ringan

(tekanan darah sistolik antara 140 dan 160 mm Hg atau tekanan darah

diastolik antara 90 dan 110 mm Hg) pada 30-60% dari kasus. Selain itu,

hipertensi berat lebih sering terjadi pada pasien yang mengalami eklamsia

antepartum (58%) dan mereka yang mengalami eklamsia pada 32 minggu

5
kehamilan atau sebelumnya (71%).

8
Diagnosis eklamsia biasanya dikaitkan dengan proteinuria (setidaknya

+ 1 pada dipstick). Beberapa gejala klinis berpotensi membantu dalam

penegakan diagnosis eklamsia. Gejala-gejala ini dapat terjadi sebelum atau

setelah onset kejang, termasuk diantaranya sakit kepala oksipital atau frontal

terus-menerus, penglihatan kabur, fotofobia, nyeri epigastrium dan / atau

kuadran kanan atas, dan perubahan status mental. Pasien akan memiliki

setidaknya satu dari gejala ini pada 59-75% dari kasus. Sakit kepala

dilaporkan oleh 50-75% pasien, sedangkan perubahan visual dilaporkan 19-

5
32% dari pasien.
3
Kejang dalam eklampsia ada 4 tingkat, meliputi:

1. Tingkat awal atau aura ( invasi )

Berlangsung 30 – 35 detik, mata terpaku dan terbuka tanpa melihat

( pandangan kosong ), kelopak mata dan tangan bergetar, kepala diputar

ke kanan dan ke kiri.

2. Stadium kejang tonik

Seluruh otot menjadi kaku, wajah kaku, tangan menggenggam dan kaki

membengkok kedalam, pernafasan berhenti, muka mulai kelihatan

sianosis, lidah dapat tergigit, berlangsung kira – kira 20 – 30 detik

3. Stadium kejang klonik

Semua otot berkontraksi dan berulang – ulang dalam waktu yang cepat,

mulut terbuka dan menutup, keluar ludah berbusa, dan lidah dapat

tergigit. Mata melotot, muka kelihatan kongesti dan sianosis. Setelah

9
berlangsung 1 -2 menit kejang klonik berhenti dan penderita tidak sadar,

menarik nafas, seperti mendengkur.

4. Stadium koma

Lamanya ketidaksadaran ini beberapa menit sampai berjam – jam.Kadang

antara kesadaran timbul serangan baru dan akhirnya penderita tetap dalam

keadaan koma.

2.7 Komplikasi

Komplikasi yang terberat adalah kematia ibu dan janin, usaha utama

adalah melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita preeklampsia dan

eklampsia

Terhadap janin dan bayi.

a. Solution plasenta

Karena adanya tekanan darah tinggi, maka pembuluh darah dapat mudah

pecah sehingga terjadi hematom retoplasenta yang menyebabkan sebagian

plasenta dapat terlepas.

b. Asfiksia mendadak, persalinan prematuritas, kematian janin dalam rahim.

c. Hemolisis

Kerusakan atau penghancuran sel darah merah karena gangguan integritas

membran sel darah merah yang menyebabkan pelepasan hemoglobin.

Menunjukkan gejala klinik hemolisis yang dikenal karena ikterus.

10
Terhadap ibu

a. Hiprofibrinogenemia

Adanya kekurangan fibrinogen yang beredar dalam darah, biasanya

dibawah 100mg persen. Sehingga pemeriksaan kadar fibrinogen harus

secara berkala.

b. Perdarahan otak

Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal pada

penderita eklampsia.

c. Kelainan mata

Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai

seminggu. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina yang merupakan

tanda gawat akan terjadinya apopleksia serebri.

2.8 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan eklampsia yang utama adalah terapi suportif untuk

stabilisasi fungsi vital, yang harus selalu diingat Airway, Breathing,

Circulation (ABC), mengatasi dan mencegah kejang, mengatasi hipoksemia

dan asidemia, mencegah trauma pada pasien ketika kejang, mengendalikan

tekanan darah khususnya pada saat krisis hipertensi, dan mencapai stabilisasi

ibu seoptimal mungkin sehingga dapat melahirkan janin pada waktu yang

5
tepat dan cara yang tepat.

11
1. Pengobatan Medikamentosa

a. Sama seperti pengobatan preeklampsia berat kecuali bila timbul

kejang-kejang lagi maka dapat diberikan MgSO4 2 gram intravenous

selama 2 menit minimal 20 menit setelah pemberian terakhir. Dosis

tambahan 2 gram hanya diberikan 1 kali saja. Bila setelah diberi dosis

tambahan masih tetap kejang maka diberikan jenis obat lain seperti

amobarbital / thiopental 3-5 mg/kgBB/IV perlahan-lahan.

b. Pemberian obat antihipertensi secara intermiten intra vena atau oral

untuk menurunkan tekanan darah, saat tekanan darah diastolik

dianggap berbahaya. Batasan yang digunakan para ahli berbeda – beda,

ada yang mengatakan 100 mmHg, 105 mmHg dan beberapa ahli

mengatakan 110 mmHg. Antihipertensi diberikan jika tekanan darah

diastolik > 110 mmHg. Dapat diberikan nifedipin sublingual 10 mg.

Setelah 1 jam, jika tekanan darah masih tinggi dapat diberikan

nifedipin ulangan 5-10 mg sublingual atau oral dengan interval 1 jam,

2 jam atau 3 jam sesuai kebutuhan. Penurunan tekanan darah tidak

boleh terlalu agresif. Tekanan darah diastolik jangan kurang dari 90

mmHg, penurunan tekanan darah maksimal 30%. Penggunaan

nifedipine sangat dianjurkan karena harganya murah, mudah didapat

dan mudah pengaturan dosisnya dengan efektifitas yang cukup baik.

c. Koreksi hipoksemia dan asidosis

13
d. Hindari penggunaan diuretik dan batasi pemberian cairan intra vena

kecuali pada kasus kehilangan cairan yang berat seperti muntah

ataupun diare yang berlebihan. Hindari penggunaan cairan

hiperosmotik.

a. Harus tersedia antidotum Magnesium Sulfat yaitu Kalsium Glukonas

10%, diberikan iv secara perlahan, apabila terdapat tanda – tanda

intoksikasi MgSO4.

b. Refleks patella (+)

c. Frekuensi pernafasan > 16 kali / menit.

d. Produksi urin > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya ( 0,5 cc/ kg BB/ jam ).

Pemberian Magnesium Sulfat sampai 20 gr tidak perlu

mempertimbangkan diurese.

Sikap dasar pada semua kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri

dengan tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin. Kehamilan

diakhiri bila sudah terjadi stabilisasi (pemulihan) hemodinamik dan

metabolisme ibu. Stabilisasi ibu dicapai dalam 4-8 jam setelah salah satu

1
atau lebih keadaan dibawah :

a. Setelah pemberian obat anti kejang terakhir.

b. Setelah kejang terakhir

c. Setelah pemberian obat-obat antihipertensi terakhir

14
d. Penderita mulai sadar (responsif dan orientasi)

3. Terminasi Kehamilan

a. Apabila pada pemeriksaan, syarat-syarat untuk mengakhiri persalinan

pervaginam dipenuhi maka persalinan tindakan dengan trauma yang

minimal.

b. Apabila penderita sudah inpartu pada fase aktif, langsung dilakukan

amniotomi lalu diikuti partograf. Bila ada kemacetan dilakukan seksio

sesar.

c. Tindakan seksio sesar dilakukan pada keadaan :

1) Penderita belum inpartu

2) Fase laten

3) Gawat janin

4) Tindakan seksio sesar dikerjakan dengan mempertimbangkan

keadaan atau kondisi ibu.

15
BAB III

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien

Nama : Ny. I.M

Umur : 26 Tahun

Pekerjaan : IRT

Agama : Islam

Pendidikan : SMA

Alamat : Jaya Mukti

Nama Suami : M.R

Tgl. Masuk : 04 Mei 2019 pukul 02:30 WIB

RM : 43.26.81

B. Anamnesa Penyakit

1. Keluhan Utama : Kejang setelah melahirkan

2. RPS :

Pasien datang ke RSUD DUMAI rujukan dari klinik tunas muda


medika, dengan keluhan tekanan darah 170/110. Kejang terjadi setelah
persalinan. Keluhan kejang 1 kali selama ± 1. Sebelumnya OS tidak pernah
mengalami kejang, OS mempunyai riwayat tekanan darah tinggi selama
kehamilan, keluhan tidak disertai dengan nyeri kepala, dan pandangan
kabur, mual muntah (-). OS melahirkan anak kedua. (bayi dilahirkan jam
14.30 wib, bayi dalam keadaan sehat).
3. Riwayat haid

Menarche : 12 tahun

Siklus : 28 hari

Lamanya : 7 hari

4. Riwayat Persalinan : G2P1A0

5. Riwayat Penyakit Terdahulu : tidak ada

6. Riwayat Penyakit Keluarga : tidak ada

7. Riwayat Penyakit Ginekologi : tidak ada

8. Riwayat Penggunaan Obat : tidak ada

C. Pemeriksaan Fisik

Status Present

1. Keadaan Umum

Sensorium : Compos Mentis

Tekanan darah : 170/110mmHg

Respirasi Rate : 22x/ menit

Heart Rate : 86x/ menit

Suhu : 36,40 C

Berat Badan : 58 kg

Tinggi Badan : 162 cm

17
2. Keadaan Penyakit

Anemia : (-)

Sianosis : (-)

Dyspnoe : (-)

Ikterus : (-)

Edema : (-)

Status Lokalisata

1. Kepala

Mata : Conjungtiva palpebra superior pucat (-/-)

Telinga : Tidak ditemukan kelainan

Hidung : Tidak ditemukan kelainan

Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-/-)

2. Thorax

Inspeksi: Simetris

Palpasi : fremitus kanan dan kiri sama

Perkusi : Sonor (+/+)

Auskultasi : Vesikuler (+/+),suara tambahan (-/-)

3. Abdomen

Inspeksi : Massa (-),striae gravidarum(-),bekas operasi(-)

Palpasi : Hati/Lien tidak teraba, nyeri tekan abdomen (-)

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Peristaltik usus normal

18
4. Ektremitas

Superior: Oedem (-/-)

Inferior: Oedem (-/-)

Status Obstetri dan Ginekologi

1. Abdomen

Inspeksi : Abdomen membesar asimetris

Palpasi : 2 jari dibawah pusat, nyeri tekan abdomen (-)

Perkusi : Tidak dilakukan pemeriksaan

Auskultasi : Tidak dilakukan pemeriksaan

2. Genitalia Ekterna

Inspeksi: DBN

Genitalia Interna

Vaginal Toucher : pembukaan 4-5 jam 23.00 (klinik)

D. Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium

Darah rutin

Hb : 12,3 gr/dl

Eritrosit : 3,92 juta/uL

3
Leukosit : 17.200 mm
Hematokrit : 36 %

3
Trombosit : 268.400 mm

19
E. Diagnosis Banding

Eklampsia

HT gestasional

Epilepsi

F. Diagnosis Kerja

Eklampsia post partum

G. Terapi

- Infus drip MgSO4 6 gr 28 tts/menit

- Cefo 1gr/12 jam

- Dopamet 3x2

- Odalat oros 1x1

21
FOLLOW UP

04/5/2019 05/5/2019

S: nyeri pinggang menjalar ke ari-ari, S: lemas, nafsu makan menurun


keluar lender darah (+), gerakan janin (+)
O: KU : tampak sakit sedang
O: KU : tampak sakit sedang Kes : CM
Kes : CM TD : 160/90
TD : 140/90 HR : 80 x/i
HR : 88 x/i
RR : 20x/i A: Post Partum + eklampsi
VT : O 8 cm
P : IVFD RL 20 tpm
A: G2P1A0 (36-37 mg) + PEB Dopamet 3x2
Cefixime 2x1
P : Infus drip MgSO4 6 gr 28 tts/menit Gasrul 2x1
Cefotaxime 1gr/12 jam Metronidazole 2x1
Dopamet 3x2 Paracetamol 3x1
Odalat oros 1x1

06/5/2019 7/3/2019

S: - S: -

O: KU : tampak sakit sedang O: KU : tampak sakit ringan


Kes : CM Kes : CM
TD : 130/80 TD : 120/70
HR : 78 x/i HR : 78 x/i

A: Post Partum + eklampsi A: Post Partum+ eklampsi

P : IVFD RL 20 tpm P : Cefixime 2x1


Cefixime 2x1 Gasrul 2x1
Gasrul 2x1 Paracetamol 3x1
Metronidazole 2x1
Paracetamol 3x1

22
BAB IV

PENUTUP

4.1 Pembahasan

Pasien datang ke RSUD DUMAI rujukan dari klinik tunas muda


medika, dengan keluhan tekanan darah 170/110. Kejang terjadi setelah
persalinan. Keluhan kejang 1 kali selama ± 1. Sebelumnya OS tidak pernah
mengalami kejang, OS mempunyai riwayat tekanan darah tinggi selama
kehamilan, keluhan tidak disertai dengan nyeri kepala, dan pandangan
kabur, mual muntah (-). OS melahirkan anak kedua. (bayi dilahirkan jam
14.30 wib, bayi dalam keadaan sehat).
Dari pemeriksaan penunjang, dilakukan pemeriksaan darah lengkap
ditemukan hasil normal, pemeriksaan urine didapatkan hasil protein urin
+3, kejernihan urin (agak keruh).
Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang
diagnosanya adalah eklampsia post partum. Dan diberikan terapi Infus drip
MgSO4 6 gr 28 tts/menit, Cefo 1gr/12 jam, Dopamet 3x2, Odalat oros
1x1.
Eklampsia didefinisikan sebagai kejadian kejang pada wanita hamil,
persalinan atau masa nifas yang menunjukkan gejala preeklamsia
sebelumnya, berupa hipertensi, proteinuria dan udem.
Diagnosis eklamsia dapat dipastikan dengan adanya hipertensi,
proteinuria, dan kejang. Hipertensi dianggap sebagai ciri khas untuk
diagnosis eklamsia. Hipertensi dapat menjadi berat (setidaknya 160 mm Hg
sistolik dan atau setidaknya 110 mm Hg diastolik) di 20-54% dari kasus
atau ringan (tekanan darah sistolik antara 140 dan 160 mm Hg atau tekanan
darah diastolik antara 90 dan 110 mm Hg) pada 30-60% dari kasus.

23
BAB V
KESIMPULAN

Eklampsia didefinisikan sebagai kejadian kejang pada wanita hamil,

persalinan atau masa nifas yang menunjukkan gejala preeklamsia sebelumnya,

berupa hipertensi, proteinuria dan udem. Kejang pada eklamsia dapat berupa

5
kejang motorik fokal atau kejang tonik klonik umum.

Diagnosis eklamsia dapat dipastikan dengan adanya hipertensi,

proteinuria, dan kejang. Hipertensi dianggap sebagai ciri khas untuk diagnosis

eklamsia. Hipertensi dapat menjadi berat (setidaknya 160 mm Hg sistolik dan

atau setidaknya 110 mm Hg diastolik).

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka

2. Cunningham, F Gary, et al. 2006. Obstetri William. Jakarta: EGC

3. Achadiat, C.M. (2004), Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi, EGC, Jakarta

4. Manuaba, IBG. Pengantar kuliah obstetri. Jakarta : EGC.2007.

5. Wiknjosastro, H. 2005. Preeklampsia dan Eklampsia dalam Ilmu Kebidanan.

Edisi ke 3. Yayasan Bina Pustaka Prawiroharjo. Jakarta.

25

Anda mungkin juga menyukai