Anda di halaman 1dari 22

Geologi Sulawesi

Berdasarkan struktur litotektonik, Sulawesi dan pulau-pulau sekitarnya dibagi


menjadi empat, yaitu: Mandala barat (West & North Sulawesi Volcano-Plutonic Arc) sebagai
jalur magmatik yang merupakan bagian ujung timur Paparan Sunda, Mandala tengah (Central
Sulawesi Metamorphic Belt) berupa batuan malihan yang ditumpangi batuan bancuh sebagai
bagian dari blok Australia, Mandala Timur (East Sulawesi Ophiolite Belt) berupa ofiolit yang
merupakan segmen dari kerak samudera berimbrikasi dan batuan sedimen berumur Trias-
Miosen dan keempat adalah Fragmen Benua Banggai-Sula-Tukang Besi, kepulauan paling
timur dan tenggara Sulawesi yang merupakan pecahan benua yang berpindah ke arah barat
karena strike-slip faults dari New Guinea.
TEKTONIK PULAU SULAWESI
Tektonik pulau sulawesi terbentuk akibat dari peristiwa konvergen dan transform.
Untuk kawasan konvergen di sulawesi ini, lempeng Eurasia, lempeng Pasific dan lempeng
Indo-Australia saling bergerak dan mendekati. Pergerakan ketiga lempeng ini bersifat
tumbukan. Tumbukan antar lempeng Eurasia, lempeng Pasific dan lempeng Indo-Australia
ini tertekuk dan menyusup kebawah lempeng benua hingga masuk ke Astenosfer merupakan
(zona melange), dimana di tempat ini merupakan kedudukan titik-titik focus Gempa tektonik.
Pada saat terjadi zona mélange di pulau sulawesi, palung lantai samudra dan sedimen
terakumulasi di dalamnya. Akibatnya sedimen tersebut terperangkap diantara lempeng,
menjadi hancur, mengalami pergeseran dan teranjakan. Setelah mengalami pergeseran dan
teranjakan, maka terbentuklah cekungan sedimen di pulau jawa
Setelah mengalami pergeseran dan teranjakan, akibat dari tumbukan antar ketiga
lempeng ini, Pulau Sulawesi mengalami morfologi yaitu terjadinya Pre-Cretaceous
accretionary Complex berupa busur vulkanik Neogene yang terjadi di daerah barat Sulawesi.
Kemudian juga terbentuk Ophiolite complex pada bagian timur dan sisa lengan timur selatan
sulawesi. Setelah itu, terbentuk batuan metamorf yang mana batuan metamorf ini terkandung
pada material-material yang terdapat pada kedua benua dan lautan, yang kemudian
mengalami pendorongan dari barat menuju bagian atas barat Sulawesi, kemudian terangkat
keatas sehingga terbentuklah rangkaian pegunungan.
Di bagian pegunungan di pulau Sulawesi, aktivitas magmatik tersier khususnya di
bagian barat sulawesi ini terjadi pada waktu geologi Cretecouis sampai zaman Kristalisasi
Eosen dan juga terjadi pada masa waktu Oligocene hingga Obduksi Miocene. Khus pada
zaman Miocene dijelaskan dimana Pada zaman Miocene akhir hingga pliocene terjadi prores
ekstruksi dan intruksi magma batuan yang terjadi dalam selang waktu yang pendek dari
Miocene tengah hingga Pliocene yang menyebabkan terjadinya peleburan lapisan
Lithosphere (3-18 Ma) sedangkan Miocene akhir, busur Magmatik Sulawesi barat pada
umumnya terasosian dengan tubrukan antar benua-benua, pada benua kecil terbagi dari
lempeng Australian-New Guinea yang disubduksikan bagian bawah barat-Sundaland utama.
Untuk pegunungan Neogene dibentuk oleh tubrukan antara dua benua (Buton-Tukang besi
dan Baggai-Sula). Selain terdapat pegunungan di pulau Sulawesi ini juga terdapat benua kecil
(microcontinent) yang terpisah dari New Guinea pusat, terbawah kearah barat sepanjang
pergerakan sistem patahan Sorong-Yapen pada lempeng laut Philipine, yang kemudian
berlanjut mengalami tubrukan pada margin timur dari ophiolite Complex.
Sedangkan untuk kawasan Transform di pulau sulawesi ini, ketiga lempeng bergerak
lateral berlawanan arah, yang mana tepi lempeng bergesekan sehingga mengakibatkan adanya
patahan yang terjadi akibat tubrukan antara SSE-NNW bagian palu koro yang mengalami
sesar Horizontal/ mendatar yang bergerak kearah kiri menuju bagian utara dari Sulawesi
timur. Patahan ini merupakan pergerakan patahan yang terjadi akibat terasosiasi dengan rezim
transtensional. Pergerakan transtensional ini juga mengalami cekungan-cekungan sehingga
terbentuklah danau-danau kecil di Propinsi Sulawesi.

A. Sejarah Geomorfologi dan Proses Tektonik yang Membentuk Pulau Sulawesi


Profesor John A. Katili, ahli geologi Indonesia yang merumuskan geomorfologi Pulau
Sulawesi bahwa terjadinya Sulawesi akibat tabrakan dua pulau (Sulawesi bagian Timur dan
Sulawesi bagian Barat) antara 19 sampai 13 juta tahun yang lalu, terdorong oleh tabrakan
antara lempeng benua yang merupakan fundasi Sulawesi Timur bersama Pulau-Pulau
Banggai dan Sula, yang pada gilirannya merupakan bagian dari lempeng Australia, dengan
Sulawesi Barat yang selempeng dengan pulau-pulau Kalimantan, Jawa dan Sumatra,
Sulawesi menjadi salah satu wilayah geologis paling rumit di dunia.
Perbedaan geomorfologi kedua pulau yang bertabrakan secara dahsyat itu
menciptakan topografi yang bergulung gulung, di mana satu barisan gunung segera diikuti
barisan gunung lain, yang tiba-tiba dipotong secara hampir tegak lurus oleh barisan gunung
lain. Kurang lebih seperti kalau taplak meja disorong dari beberapa sudut dan arah
sekaligus.Makanya jarang kita bisa mendapatkan pemandangan seperti di Jawa, Sumatera,
atau Kalimantan, di mana gununggunung seperti kerucut dikelilingi areal persawahan atau
hutan sejauh mata memandang. Kecuali di Sulawesi Selatan (itupun di selatan Kabupaten
Enrekang), kita sulit menemukan hamparan tanah pertanian yang rata.
Sederhananya, Sulawesi adalah pulau gunung, lembah, dan danau, sementara dataran
yang subur, umumnya terdapat di sekeliling danau-danau yang bertaburan di keempat lengan
pulau Sulawesi. Ekologi yang demikian ikut menimbulkan begitu banyak kelompok etno-
linguistik. Setiap kali satu kelompok menyempal dari kelompok induknya dan berpindah
menempati sebuah lembah atau dataran tinggi di seputar danau, kelompok itu terpisah oleh
suatu benteng alam dari kelompok induknya, dan lewat waktu puluhan atau ratusan tahun,
mengembangkan bahasa sendiri. Geomorfologi yang khas ini menyebabkan pinggang
Sulawesi Tana Luwu dan Tana Toraja di provinsi Sulawesi Selatan, bagian selatan Kabupaten
Morowali, Poso, dan Donggala di provinsi Sulawesi Tengah, dan bagian pegunungan provinsi
Sulawesi Barat sangat kaya dengan berbagai jenis bahan galian. Batubara terdapat di sekitar
Enrekang, Makale, dan Sungai Karama. Sulawesi Barat sebelah utara, terdapat tambang
batubara dan banyak jenis logam tersebar di berbagai pelosok Sulawesi. Tembaga dan nikel
terdapat di sekitar Danau-Danau Matano, Mahalona dan Towuti. Bijih besi bercampur nikel,
yang diduga berasal dari meteor, memungkinkan lahirnya pandai besi di lembah-lembah
Rampi, Seko dan Rompong di hulu Sungai Kalaena (Luwu Utara) dan di Ussu, dekat Malili
(Luwu Timur).

Berikut skema terbentuknya Pulau Sulawesi :


1. EOSEN (65-40 juta tahun yang lalu)
Proses pembentukan pulau Sulawesi yang unik telah melalui proses yang juga unik
yaitu hasil akhir dari sebuah kejadian apungan benua yang diawali 65 juta tahun lalu. Saat itu
ada 2 daratan yaitu cikal bakal kaki Sulawesi Tenggara dan Timur, dan cikal bakal kaki
Sulawesi Selatan, Barat dan Utara. Kedua apungan daratan itu terbawa bergerak ke barat
menuju Borneo (sekarang bernama Kalimantan). Proses tumbukan akibat apungan lempeng
benua itu menyebabkan kedua daratan itu mulai terkumpul menjadi satu daratan baru.
2. MIOSEN (40-20 juta tahun yang lalu)
Pada zaman ini pergerakan lempeng kearah barat disertai dengan persesaran yang
menyebabkan mulai terjadi perubahan ekstrim bentuk daratan. Bagian tengah ketiga daratan
itu tertekuk akibat benturan atau pergeseran, sebuah proses yang lebih kuat dibandingkan apa
yang terjadi di kedua ujung atas dan bawahnya (daratan utara dan selatan). Proses tektonik
berlangsung kuat di daerah yang tertekuk itu sehingga menyebabkan pencampur-adukan
jenis-jenis batuan yang berasal dari lingkungan pengendapan yang berbeda.
3. PLIOSEN (15-6 juta tahun yang lalu)
Hingga zaman ini proses penumbukan kedua daratan itu terus berlangsung, bahkan apungan
hasil tumbukan terus bergerak hingga mendekat ke daratan Kalimantan lalu berhenti di sana.
Persesaran yang telah mulai sejak zaman Miosen masih terus berlangsung, bahkan
berdampak apada pemisahan kelompok batuan dari kawasan di sekitar danau Poso dan
kelompok batuan sekitar danau Matano. kedua kelompok batuan ini meski lokasinya
berdampingan, namun memperlihatkan asosiasi batuan yang berbeda.
4. PLITOSEN (4-2 juta tahun yang lalu)
Pada zaman ini mulai berlangsung fenomena baru, yaitu proses pemekaran dasar
samudra di laut antara Kalimantan dan Sulawesi (sekarang dikenal dengan selat Makasar).
Pemekaran dasar samudra ini menyebabkan cikal bakal atau pulau Sulawesi purba. Dan pulau
Sulawesi purba ini kembali bergerak ke timur menjauhi Kalimantan. kecepatan gerakan
apungan di atas lempeng benua adalah peristiwa yang berlangsung perlahan namun konsisten
dengan laju beberapa centimeter pertahun. Diperkirakan juga bahwa, Sulawesi barat
bertabrakan dengan Kalimantan timur pada akhir Pliosen yang sementara itu menutup selat
Makasar dan baru membuka kembali dalam periode Kwarter, meskipun tidak ada data pasti
yang menunjang pendapat ini. Endapan tebal dari sebelum Miosen di selat Makasar
memberikan petunjuk bahhwa Kalimantan dan Sulawesi pernah terpisahkan sekurang-
kurangnya 25 Ma. Di daerah Doangdoang, penurunan permukaan air laut sampai 100 meter
akan menyebabkan munculnya daratan yang bersinambungan antara Kalimamantan tenggara
dan Sulawesi barat daya. Dengan demikian, suatu pengamatan yang menarik ialah bahwa
garis kontur 1000 m di bawah laut di sebelah timur Kalimantan persis sama dengan garis
yang sama di Sulawesi barat, sehingga mungkin selat Makasar dulu hanya jauh lebih sempit.
Sulawesi meliputi tiga propinsi geologi yang berbeda-beda, digabung menjadi satu oleh
gerakan kerak bumi. Propinsi-propinsi tersebut adalah Sulawesi barat dan timur yang
dipisahkan oleh patahan utara barat laut antara Palu dan Teluk Bone (patahan Palu Koro),
serta Propinsi Banggai Sula yang mencakup daerah Tokala di belakang Luwuk dan
Semenanjung Barat laut, Kepulauan Banggai, pulau Buton dan Kep. Sula (yang kenyataannya
merupakan bagian Propinsi Maluku). Pergerakan kerak bumi pada lempeng Indo-Australia
dan Pasifik yang mengarah ke utara bertemu dengan pergerakan lempeng Eurasia yang
cenderung ke arah selatan. meskipun pergerakan kerak bumi sangat kecil, yaitu sekitar 5
hingga 7 sentimeter per tahun, namun sangat berpengaruh terhadap aktivitas tektonik kerak
bumi. Perubahan letak ini nantinya bakal mengakibatkan struktur lempeng menjadi labil dan
rapuh. Dari sejarah geologi, daratan Sulawesi terbentuk akibat adanya aktivitas tektonik.
Dengan pengaruh pergerakan ketiga lempengan yang ada, membentuk struktur geologi dan
pulau-pulau yang begitu rumit dan beriringan. Dari sesar-sesar yang ada, terdapat sesar aktif
yang sewaktu-waktu bergerak. Aktifnya sesar ini apabila dipicu pergerakan lempeng yang
melepaskan energi relatif besar. Salah satunya akan berakibat terjadinya gempa tektonik yang
kemudian disusul tsunami.
B. Karakteristik Pulau Sulawesi
Pulau Sulawesi mempunyai bentuk yang berbeda dengan pulau lainnya. Apabila melihat
busur-busur disekeliling Benua Asia, maka bagian convaxnya mengarah ke Asia tetapi Pulau
Sulawesi memiliki bentuk yang justru convaxnya yang menghadap ke Asia dan terbuka ke
arah Pasifik, oleh karena itu Pola Sulawesi sering disebut berpola terbalik atauinverted arc.

Pulau Sulawesi terletak pada zona peralihan antara Dangkalan Sunda dan dangkalan Sahul
dan dikelilingi oleh laut yang dalam. Dibagian utara dibatasi oleh Basin Sulawesi (5000-5500
m). Di bagian Timur dan Tenggara di batasi oleh laut Banda utara dan Laut Banda Selatan
dengan kedalaman mencapai 4500-5000 m. Sedangkan untuk bagian Barat dibatasi oleh
Palung Makasar (2000-2500 m).

Sebagian besar daerahnya terdiri dari pegunungan dan tataran rendah yang terdapat secara
sporadik, terutama terdapat disepanjang pantai. Dataran rendah yang relatif lebar dan padat
penduduknya adalah dibagian lengan Selatan. Berdasarkan orogenesenya dapat dibagi ke
dalam tiga daeran (Van Bemmelen, 1949) sebagai berikut :
1. Orogenese di bagian Sulawesi Utara
Meliputi lengan Utara Sulawesi yang memanjang dari kepulauan Talaud sampai ke
Teluk Palu-Parigi. Daerah ini merupakan kelanjutan ke arah Selatan dari Samar Arc.
Termasuk pada daerah ini adalah Kepulauan Togian, yang secara geomorfologis dikatakan
sebagai igir Togian (Tigian Ridge). Daerah orogenese ini sebagain termasuk pada inner arc,
kecuali kepulauan Talaud sebagai Outer Arc.

2. Orogenese di bagian Sulawesi Sentral


Dibagian sentral ini terdapat tiga struktur yang menjalur Utara – Selatan sebagai
berikut :
a. Jalur Timue disebut Zone Kolonodale
b. Jalur Tengah disebut Zone Poso
c. Jalur Barat disebut Zone Palu

Jalur Timur terdiri atas lengan timur dan sebagian yang nantinya bersambung dengan lengan
Tenggara. Sebagai batasnya adalah garis dari Malili-Teluk Tomori. Daerah ini oleh
singkapan-singkapan batuan beku ultra basis. Jalur Tengah atau Zone Poso, batas Barat jalur
ini adalah Medianline. Zona ini merupakan Graben yang memisahkan antara Zona Barat dan
Timur. Dibagian Utara Zone ini terdapat Ledok Tomini dan di Selatannya terdapat Ledok
Bone. Daerah ini ditandai oleh mayoritas batuan Epi sampai Mesometamorfik crystalline
schist yang kaya akan muscovite.
Jalur Barat atau Zona Palu, ditandai oleh terdapat banyaknya batuan grano-diorite,
crystalline schist yang kaya akan biotite dan umumnya banyak ditemui juga endapan pantai.
Zona ini dibagian Utara dibatasi oleh Teluk Palu-Parigi, di Selatan dibatasi garis dari Teluk
Mandar-Palopo. Dari Teluk Mandar-Palopo ke arah selatan sudah termasuk lengan Selatan-
Sulawesi. Daerah jalur Barat ini merupakan perangkaian antara lengan Utara Zone Palu dan
lengan selatan merupakan satuan sebagain Inner Arc.

3. Orogenese di bagian Sulawesi Selatan


Secara garis besar tangan selatan Sulawesi merupakan kelanjutan Zone Palu (Zone
bagian barat Sulawesi Tengah) dan tangan tenggara merupakan kelanjutan dari tangan Timur
Sulawesi (Zone Kolonodale). Secara Stratigrafi antara lengan selatan dan lengan tenggara
banyak memiliki kesamaan, begitu juga antara Zone Palu Lengan Utara dengan Zone
Kolonodale Lengan Timur. Walaupun demikian diantaranya terdapat perbedaan-perbedaan
sebagai contoh bagian ujung selatan (di Selatan Danau Tempe) banyak kesamaannya dengan
Pulau Jawa dan Sumatera sedangkan ujung selatan lengan tenggara lebih banyak
kesamaannya dengan Boton Archipelago dan Group Tukang Besi.

C. Geologi Pulau Sulawesi


Secara geologi, sulawesi merupakan wilayah yang geologinya sangat komplek, karena
merupakan perpaduan antara dua rangkaian orogen (Busur kepulauan Asia timur dan sistem
pegunungan sunda). Sehingga, hampir seluruhnya terdiri dari pegunungan, sehingga
merupakan daerah paling berpegunungan di antara pulau-pulau besar di Indonesia.
Sulawesi terletak pada pertemuan 3 Lempeng besar yaitu Eurasia, Pasifik,dan Indo-
Australia serta sejumlah lempeng lebih kecil (Lempeng Filipina) yang menyebabkan kondisi
tektoniknya sangat kompleks. Kumpulan batuan dari busur kepulauan, batuan bancuh, ofiolit,
dan bongkah dari mikrokontinen terbawa bersama proses penunjaman, tubrukan, serta proses
tektonik lainnya.

Secara rinci fisiografi sulawesi adalah sebagai berikut :


1. Lengan Utara Sulawesi
Pada lengan ini, fisiograsinya terbagi menjadi tiga bagian berdasarkan aspek
geologinya. Ketiga bagian tersebut adalah :
 Seksi Minahara, merupakan ujung timur dari lengan utarasulawesi dengan arah timur laut
barat daya yang bersambung dengan penggungan sangihe yang didirikan oleh aktifitas
vulkanis pegunungan soputan.
 Seksi gorontalo merupakan bagian tengah dari lengan utara sulawesi dengan arah timur ke
bawah, namun aktifitas vulkanis sudah padam yang lebar daratanya sekitar 35-110 km, tapi
bagian baratnya menyempit 30 km (antara teluk dondo dipantai utara dan tihombo di pantai
selatan). Seksi ini dilintasi oleh sebuah depresi menengah yang memanjang yaitu sebuah jalur
antara rangkaian pegunungan di pantai utara dan pegunungan di pantai selatan yang disebut
zone limboto.
 Jenjang sulawesi utara, merupakan lengan utara sulawesi yang arahnya dari utara ke selatan
dan terdapat depresi (lanjutan zone limboto di gorontalo) yang sebagian besar di tutup oleh
vulkan-vulkan muda, sedangkan antara lengan utara dan lengan timur di pisahkan oleh teluk
tomini yang lebarnya 100 km di bagian timur dan sampai 200 km di bagian barat sedangkan
dasar teluknya semakin dangkal kea rah barat ( ( kurang dari 2000 meter ) dan di bagian
tengah teluk tomini tersebut terdapat pegunungan di bawah permukaan air laut dengan bagian
tinggi berupa kepulauan togian.
2. Lengan Timur
Lengan timur sulawesi arahnya timur laut barat daya dan dapat di bedakan menjadi
tiga bagian. Tiga bagian tersebut adalah :
 Bagian timur, berupa semenanjung Bualeno yang di pisahkan dengan bagian tengah oleh
tanah genting antara teluk poh dan teluk besama.
 Bagian tengah, dibentuk oleh pegunungan Batui dengan pegunungan Batulumpu yang arahnya
timurlaut-baratdaya yang berangsur-angsur lenardari 20 km di timur sampai 80 km di utara
Bungku.
 Bagian barat, merupakan pegunungan tinggi yang membujur antara garis ujng Api sampai
Teluk Kolokolo bagian timur dan garis Lemoro sampai teluk Tomini di barat dan lebarnya
sekitar 75-100 km.

3. Lengan Tenggara
Batas antara lengan tenggara dengan bagian tengah sulawesi adalah berupa tanah
gentingantara teluk Usu dengan teluk Tomori yang lebarnya 100 km. Sedangkan lengan
tenggara Sulawesi dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu :
 Bagian utara, berupa massip-massPeridotit dari pegunungan Verbeek yang di tengahnya
terdapat dua graben yaitu danau Matana dan Danau Tomini yang letaknya berada ntara teluk
Palopo (Ujung utara teluk Bone) dengan Teluk Tolo.
 Bagian Tengah, berupa Pegunungan Mekongga di sebelah barat dan sediment peridorit di
sebelah timur yang di batasi oleh Pegunuingan Tangeasinua, sedangkan antara kedua
pegunungan tersebut terdapat basin yang dialiri sungai Konewha, sedangkan kea rah tenggara
jalur ini tenggelam dan membentuk teluk-teluk dan pulau-pulau kecil serta berkelanjutan
sampai kepulauan Manui.
 Bagian Selatan, merupakan suatu depresi yang membujur dari arah barat ke timur yang
membentang antara Kendari dan Kolaka yang diisi dataran Aluvial yang berawa sedangkan di
bagian selatannya berupa pegunungan dan bukit-bukit yang teratur dengan membujug barat
ke timur.
4. Lengan Selatan
Bagian sulawesi selatan merupakan daerah yang dibatasi oleh garis enggara-baratlauit
dari muara sungai Karama sampai Palopo. Batas lengan utara dari garis timur laut-barat daya
dari palopo sampai teluk Mandar. Namun secara geologis bagian barat lengan sulawesi
tengah termasuk Pegunungan Quarles yang lebih dekat hubungnnya dengan bagian selatan
dengan lempeng selatan. Fisiografi lengan selatan berupa pegunungan seperti pegunungan
yang ada di antara Majene yang membujur utara-selatan, antara pegunungan Quarles dengan
pegunungan Latimojong dipisahkan oleh lembah Sadang dan diantara lembah Sadang dan
teluk Bone terdapat Pegunungan Latimojong yang membujur dari utara ke selatan dengan
ketinggian sekitar 3000 mdpl. Pada bagian utara dan selatan lengan ini dipisahkan oleh
depresi dengan arah baratlau-tenggara yang terdapat danau-danau seperti Tempe, Sidenreng,
dan danau Buaya. Pada bagian selatannya lengan ini mempunyai ketinggian yang lebih
rendah jika dibandingkan dengan bagian utara. Di daerah ini ada dua jalur pegunungan yaitu
di bagian barat dengan ketinggian diatas 1000 mdpl dan bagian timur dengan ketinggian 800
mdpl yang dipisahkan oleh lembah Sungai Walaneia. Kedua jalur pegunungan tersebut di
sebelah selatan pegunungan Bontorilni, bersatu sebagai hulu sungai Walaneia yang mengalir
ke utara tertutup oleh vulkan besar Lampobatang. Sedangkan di luar pantai Makasar terdapat
dangkalan Spermonde dengan rangkaian karang, dan di luar pantai Watampone terdapat
dangkalan dengan rangkaian karang, laut dangkal dan sebelah baratnya menurun sampai
palung Bone.

Sulawesi Tengah
Keempat lengan dari pulau Sulawesi bertemu di bagian tengah. Bagian ini di batasi
oelh garis yang melalui Donggala-parigi-Lemore Teluk Tomini dari lengan utara dan timur,
garis dari Mojene-palopor Dongi sampai teluk Temori membatasi dengan lengan selatan dan
tenggara. Bagian tengah Sulawesi terbagi dalam tiga zona yang memiliki perkembangan
Geologi yang berbeda dan mengarah utara-selatan. Ketiga zona tersebut adalah :
1. Zona Palu, merupakan busur dalam vulkanis, tetapi telah padam, zona ini bersatu ke utara
dengan Sulawesi utara dan selatan dengan Sulawesi selatan Batuan utama seperti grafik.
2. Zona Poso, emrupakan palung antara yang seperti Grnit dan endapan sediment pantai batuan
metamosif dengan endapan konglomerat, batu pasar dan letaknya tidak selaras diatas batuan
metamotif.
3. Zona Kolondale, merupakan busur luar dengan dicirikan oleh batuan ultra basa, batuan
segimen yang terdiri dari gamping dan batu api usia mesozaikum.

Berdasarkan geologinya, lengan timur dan tenggara di dominasikan oleh batuan


malihan dan afiolit yang terobdaksi pada miosen ke atas. Mandala timur, Benua mini
banggai-Sulawesi berasal dariAustralia dan berumur Palezoikum-Mesozoikum. Sedangkan
pada lengan selatan di dominasi oleh batuan gunung api dan lengan selatan di dominasik oleh
batuan gunung api dan terobosan Miosen lebih muda yang membentuk sabuk lipatan diatas
tepi bagian timur daratan sunda. Pada bagian tengah pulau Sulawesi didominasi batuan yang
berasal dari aktivitas volkanik seperti granit. Sedangkan pada lengan utara di dominasi oleh
batuan metamorf seperti Sekis Kristalin dan Phelit. Dilihat dari Geologi regional di lengan
selatan pulau Sulawesi yang terdapat formasi latimojong yang terdiri atas batuan batu lava,
batu pasir termetakan, batuan sabak, filit dan sekis merupakan formasi batuan yang mirip
dengan geologi Kalimantan Barat yaitu tepian benua yang terbentuk oleh proses penunjaman.
Sehingga diperkirakan Sulawesi dan Kalimantan, dulunya merupakan satu kesatuan daratan
lempeng Eurasia.

Proses Geologi Pembentukan Pulau Sulawesi


1. Zaman Paleozoikum
Pada periode Perm (280 Ma.) semua daratan menjadi satu benua yaitu benua Pangea.
2. Zaman Mesozoikum
a. Pada periode Trias (250 Ma), pecahnya Pangea menjadi dua yaitu Laurasia dan Gondwana.
Laurasia meliputi Amerika Utara, Eropa dan sebagian besar Asia sekarang. Sampai beberapa
tahun belakangan ini pandangan yang umum diterima dalam sejarah geologi adalah bahwa
Indonesia dan wilayah sekitar bagian barat (Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa,
Kalimantan dan bagian barat Sulawesi) merupakan bagian benua Laurasia, yang belum lama
berselang masih terpisahkan dari bagian timur ( bagian Timur Sulawesi, Timor, Seram, Buru,
dan seterusnya) yang merupakan bagian benua Gondwana.
b. Pada Periode Jura (215 Ma.), Bagian barat Sulawesi bersama sama dengan Sumatera,
Kalimantan, dan daratan yang kemudian akan menjadi kepulauan lengkung Banda dianggap
terpisahkan dari antartika dalam pertengahan zaman Jura, atau dengan kata lain, Bagian barat
Indonesia bersama dengan Tibet, Birma Thailand, Malaysia dan Sulawesi Barat, terpisah dari
benua Gondwana.
3. Zaman Konozoikum
a. Pada kurun Eosen (60 Ma) Australia terpisah dari Antartika, vulkanisme mulai timbul di
bagian barat Sulawesi.
b. Pada kurun Oligosen (40 Ma), Posisi Indonesia bagian barat dan Sulawesi bagian barat,
posisinya seperti posisi sekarang.
c. Pada kurun Miosen (25 Ma), Australia, Irian dan bagian timur Sulawesi barangkali
terpisahkan dari Irian sebelum bertabrakan dengan Sulawesi bagian barat, pada zaman
pertengahan miosen dimana mulai munculnya daratan. Dimana Australia, Sulawesi Timur
dan Irian terus bergarak ke utara kira kira 10 cm pertahun.

Peristiwa yang paling dramatik dalam sejarah geologi Indonesia terjadi dalam kurun
Miosen, ketika lempeng Australia bergerak ke Utara mengakibatkan melengkungnya bagian
timur, lengkung Banda ke Barat. Gerakan ke arah barat ini digabung dengan desakan ke darat
sepanjang sistem patahan Sorong dari bagian barat Irian dengan arah timur barat, mengubah
kedua masa daratan yang akan menghasilkan bentuk khas Sulawesi yang sekarang.
Diperkirakan tabrakan ini terjadi pada 19-13 Ma yang lalu. Kepulauan Banggai Sula
bertabrakan dengan Sulawesi timur dan seakan akan menjadi ujung tombak yang masuk ke
Sulawesi barat, yang menyebabkan semenanjung barat daya berputar berlawanan dengan arah
jarum jam sebesar kira kira 35 derajat, dan bersama itu membuka teluk Bone. Semenanjung
Utara memutar ujung utaranya menurut arah jarum jam hampir sebesar 90 derajat ,yang
menyebabkan terjadinya subduksi (penempatan secara paksa suatu bagian kerak bumi di
bawah bagian lain pada pertemuan dua lempeng tektonik), sepanjang Alur Sulawesi Utara
dan Teluk Gorontalo. Dan Obduksi (penempatan secara paksa suatu bagian kerak bumi diatas
bagian lain pada pertemuan dua lempeng tektonik), batuan ultra basis di Sulawesi timur dan
tenggara diatas reruntuhan pengikisan atau endapan batuan yang lebih muda yang bercampur
aduk.
Diperkirakan juga bahwa, Sulawesi barat bertabrakan dengan Kalimantan timur pada
akhir Pliosen (3 Ma yang lalu) yang sementara itu menutup selat Makasar dan baru membuka
kembali dalam periode Kwarter, meskipun tidak ada data pasti yang menunjang pendapat ini.
Endapan tebal dari sebelum Miosen di selat Makasar memberikan petunjuk bahhwa
Kalimantan dan Sulawesi pernah terpisahkan sekurang-kurangnya 25 Ma. dalam periode
permukaan laut rendah, mungkin sekali pada masa itu terdapat pulau-pulau khususnya di
daerah sebelah barat Majene dan sekitar gisik Doangdoang. Di daerah Doangdoang,
penurunan permukaan air laut sampai 100 m. akan menyebabkan munculnya daratan yang
bersinambungan antara Kalimamantan tenggara dan Sulawesi barat daya. Biarpun demikian,
suatu pengamatan yang menarik ialah bahwa garis kontur 1000 m di bawah laut di sebelah
timur Kalimantan persis sama dengan garis yang sama di Sulawesi barat, sehingga mungkin
selat Makasar dulu hanya jauh lebih sempit.
Sulawesi meliputi tiga propinsi geologi yang berbeda-beda, digabung menjadi satu
oleh gerakan kerak bumi. Propinsi-propinsi tersebut adalah Sulawesi barat dan timur yang
dipisahkan oleh patahan utara barat laut antara Palu dan Teluk Bone (patahan Palu Koro),
serta Propinsi Banggai Sula yang mencakup daerah Tokala di belakang Luwuk dan
Semenanjung Barat laut, Kepulauan Banggai, pulau Buton dan Kep. Sula (yang kenyataannya
merupakan bagian Propinsi Maluku).

Struktur Geologi Pulau Sulawesi


Berdasarkan keadaan litotektonik Pulau Sulawesi dibagi 4 yaitu:

Mandala barat (West & North Sulawesi Volcano-Plutonic Arc) sebagai jalur magmatik
(Cenozoic Volcanics and Plutonic Rocks) yang merupakan bagian ujung timur Paparan
Sunda.
1. Bagian Utara
Memanjang dari Buol sampai sekitar Manado. Batuan bagian utara bersifat riodasitik
sampai andesitik, terbentuk pada Miosen-Resen dengan batuan dasar basaltik yang terbentuk
pada Eosen-Oligosen.
a. Sulawesi Utara
 Geologi daerah Sulut didominasi oleh batu gamping sebagai satuan pembentuk cekungan
sedimen Ratatotok.
 Satuan batuan lainnya adalah kelompok breksi dan batupasir, terdiri dari breksi-konglomerat
kasar, berselingan dengan batupasir halus-kasar, batu lanau dan batu lempung yang
didapatkan di daerah Ratatotok-Basaan, serta breksi andesit piroksen.
 Kelompok Tuf Tondano berumur Pliosen terdiri dari fragmen batuan volkanik kasar
andesitan mengandung pecahan batu apung, tuf, dan breksi ignimbrit, serta lava andesit-
trakit.
 Batuan Kuarter terdiri dari kelompok Batuan Gunung api Muda terdiri atas lava andesit-
basal, bom, lapili dan abu.
 Kelompok batuan termuda terdiri dari batu gamping terumbu koral, endapan danau dan
sungai serta endapan alluvium aluvium.
b. Gorontalo
 Daerah Gorontalo merupakan bagian dari lajur volkano-plutonik Sulawesi Utara yang
dikuasai oleh batuan gunung api Eosen-Pliosen dan batuan terobosan.
 Pembentukan batuan gunung api dan sedimen di daerah penelitian berlangsung relatif
menerus sejak Eosen-Miosen Awal sampai Kuarter, dengan lingkungan laut dalam sampai
darat, atau merupakan suatu runtunan regresif.
 Pada batuan gunung api umumnya dijumpai selingan batuan sedimen, dan sebaliknya pada
satuan batuan sedimen dijumpai selingan batuan gunung api, sehingga kedua batuan tersebut
menunjukkan hubungan superposisi yang jelas.
 Fasies gunung api Formasi Tinombo diduga merupakan batuan ofiolit, sedangkan batuan
gunung api yang lebih muda merupakan batuan busur kepulauan.
2. Bagian barat
Dari Buol sampai sekitar Makasar. Busur magmatik bagian barat mempunyai batuan
penyusun lebih bersifat kontinen yang terdiri atas batuan gunung api-sedimen berumur
Mesozoikum-Mesozoikum Kuarter dan batuan malihan berumur Kapur. Batuan tersebut
diterobos granitoid bersusunan terutama granodioritik sampai granitik yang berupa batolit,
stok, dan retas.
a. Enrekang Sulawesi Selatan
Berdasarkan pengamatan geologi pada data penginderaan jauh dan lapangan, maka batuan di
daerah Enrekang dapat dibagi menjadi 8 satuan, yaitu:
 Satuan batu pasir malih (Kapur Akhir)
 Satuan batuan serpih (Eosen-Oligosen Awal)
 Satuan batun gamping (Eosen)
 Satuan batu pasir gampingan (Oligosen-Miosen Tengah)
 Satuan batu gamping berlapis (Oligosen-Miosen Tengah)
 Satuan klastika gunung api (Miosen Akhir)
 Satuan batu gamping terumbu (Pliosen Awal)
 Satuan konglomerat (Pliosen)
Struktur geologi yang berkembang di daerah ini terdiri atas sesar naik, sesar mendatar,
sesar normal dan lipatan yang pembentukannya berhubungan dengan tektonik regional
Sulawesi dan sekitarnya.

Mandala tengah (Central Sulawesi Metamorphic Belt) berupa batuan malihan yang
ditumpangi batuan bancuh sebagai bagian dari blok Australia.

Mandala timur (East Sulawesi Ophiolite Belt) berupa ofiolit yang merupakan segmen dari
kerak samudera berimbrikasi dan batuan sedimen berumur Trias-Miosen. Sesar Lasolo yg
merupakan sesar geser membagi lembar daerah Kendari menjadi dua lajur, yaitu:
1. Lajur Tinondo, yang menempati bagian barat daya merupakan himpunan batuan yang
bercirikan asal paparan benua, sedangkan
2. Lajur Hialu, yang menempati bagian timur laut daerah ini, merupakan himpunan batuan
yang bercirikan asal kerak samudera. Batuan yang terdapat di Lajur Tinondo adalah Batuan
Malihan Paleozoikum, dan diduga berumur Karbon.

Kendari, Sulawesi Utara


Hasil pengukuran gaya berat di daerah Kendari, Sulawesi Tenggara, yang sebagian
besar daerahnya ditutupi oleh batuan ofiolit, menunjukan perkembangan tektonik dan geologi
daerah ini mempunyai banyak persamaan dengan daerah Lengan Timur Sulawesi dengan
ditemukannya endapan hidrokarbon di daerah Batui.
Struktur lipatan hasil analisis data gaya berat daerah ini menunjukkan potensi sumber
daya geologi yang sangat besar, berupa: panas bumi dan endapan hidrokarbon.
 Panas bumi berada di sekitar daerah Tinobu, Kecamatan Lasolo, sepanjang sesar Lasolo.
 Cebakan hidrokarbon di sekitar pantai dan lepas pantai timur daerah ini, seperti: daerah
Kepulauan Limbele, Teluk Matapare (Kepulauan Nuha Labengke) Wawalinda Telewata
Singgere pantai Labengke), Wawalinda, Telewata, Singgere, utara Kendari, dan lain
sebagainya.
Kepulauan paling timur Banggai-Sula dan Buton merupakan pecahan benua yang
berpindah ke arah barat karena strike-slip faults dari New Guinea.
D. Stratigrafi Pulau Sulawesi
Urut-urutan stratigrafi dari muda hingga tua sebagai berikut :
a. Endapan alluvium,
b. Endapan teras (Kuarter),
c. Batuan tufa (Pliosen – Kuarter),
d. Batuan sedimen termetamorfose rendah dan batuan malihan yang keduanya termasuk
Formasi Tinombo (Kapur Atas – Eosen Bawah),
e. Batuan gunungapi (Kapur Atas – Oligosen Bawah) yang menjemari dengan Formasi
Tinombo,
f. Batuan intrusi granit (Miosen Tengah – Miosen Atas) ditemukan menerobos batuan malihan
Formasi Tinombo.

Tatanan geologi P. Banggai dan P. Labobo disusun oleh 7 satuan batuan, yang
dikelompokkan dari satuan tertua hingga muda sebagai berikut :
a. Kompleks batuan malihan adalah satuan batuan tertua yang terdiri dari sekis, gneis dan
kuarsit berwarna kelabu dan kehijauan, berumur Karbon.
b. Granit Banggai yang terdiri dari granit, granodorit, diorit kuarsa dan pegmatit. Bentang alam
satuan batuan granit ini memperlihatkan bentuk morfologi bergelombang dengan permukaan
relatif halus membulat.
c. Sedimen Formasi Bobong (Jbs). Satuan batuan konglomerat dan batu pasir yang diendapkan
tidak selaras diatas Granit, Formasi ini diduga berumur Jura Awal sampai Jura Tengah.
d. Batu gamping klastik, berwarna putih bersih hingga kotor kecoklatan, ukuran butir pasiran
(relatif seragam) sebagai kalkarenit hingga kalsirudit. Dari kumpulan fosil yang
dikandungnya, berumur dari Eosen sampai Miosen Tengah, tersebar luas dan hampir terdapat
di seluruh P. Banggai.
e. Batugamping Salodik (Tems) Adalah batugamping fragmen dengan ukuran FormasiTems).
f. Batugamping terumbu Formasi Peleng (QL): Endapan batuan berumur kuarter yang
penyebaran tidak merata, sebagian berupa batugamping konglomeratan, berwarna putih kotor
hingga kecoklatan, setempat berongga-rongga, tidak berlapisdan keras.
g. Aluvium: Satuan batuan termuda daerah ini adalah, terdiri atas lumpur, lempung, pasir dan
kerikil, berupa endapan permukaan sungai dan di sekitar pantai, diantaranya terdapat di
pantai Lambako-Pasir putih yang merupakan muara Sungai Selangat dan Paisu M.

Tektonik Geologi Papua

I. Tektonik Regional

Tektonik Pulau Papua pada saat ini berada pada bagian tepi utara Lempeng Indo-Australia,
yang berkembang akibat adanya pertemuan antara Lempeng Australia yang bergerak ke utara
dengan Lempeng Pasifik yang bergerak ke barat.

Dua lempeng utama ini mempunyai sejarah evolusi yang diidentifikasi yang berkaitan erat
dengan perkembangan sari proses magmatik dan pembentukan busur gunung api yang
berasoisasi dengan mineralisasi emas phorpir dan emas epithermal. Menurut Smith (1990),
perkembangan Tektonik Pulau Papua dapat dipaparkan sebagai berikut:

Gambar 1. Tektonik Papua dan PNG


a. Periode Oligosen sampai Pertengahan Miosen (35– 5 JTL)

Pada bagian belakang busur Lempeng kontinental Australia terjadi pemekaran yang
mengontrol proses sedimentasi dari Kelompok Batugamping Papua Nugini selama Oligosen
– Awal Miosen dan pergerakan lempeng ke arah utara berlangsung cepat dan menerus.

Pada bagian tepi utara Lempeng Samudera Solomon terjadi aktivitas penunjaman,
membentuk perkembangan Busur Melanesia pada bagian dasar kerak samudera selama
periode 44 – 24 Juta Tahun yang lalu (JTL).
Kejadian ini seiring kedudukannya dengan komplek intrusi yang terjadi pada Oligosen –
Awal Miosen seperti yang terjadi di Kepatusan Bacan, Komplek Porphir West Delta – Kali
Sute di Kepala Burung Papua.
Selanjutnya pada Pertengahan Miosen terjadi pembentukan ophiolit pada bagian tepi selatan
Lempeng Samudera Solomon dan pada bagian utara dan Timur Laut Lempeng Indo-
Australia. Kejadian ini membentuk Sabuk Ofiolit Papua dan pada bagian kepala Burung
Papua diekspresikan oleh adanya Formasi Tamrau.

Pada Akhir Miosen terjadi aktivitas penunjaman pada Lempeng Samudera Solomon ke arah
utara, membentuk Busur Melanesia dan ke arah selatan masuk ke lempeng Indo-Australia
membentuk busur Kontinen Calc Alkali Moon – Utawa dan busur Maramuni di Papua
Nugini.

b. Periode Miosen Akhir – Plistosen (15 – 2 JTL)


Mulai dari Miosen Tengah bagian tepi utara Lempeng Indo-Australia di Papua Nugini sangat
dipengerahui oleh karakteristik penunjaman dari Lempeng Solomon. Pelelehan sebagian ini
mengakibatkan pembentukan Busur Maramuni dan Moon-Utawa yang diperkirakan berusia
18 – 7 Juta Tahun yang lalu.
Busur Vulkanik Moon ini merupakan tempat terjadinya prospek emas sulfida ephitermal dan
logam dasar seperti di daerah Apha dan Unigolf, sedangkan Maramuni di utara, Lempeng
Samudera Solomon menunjam terus di bawah Busur Melanesia mengakibatkan adanya
penciutan ukuran selama Miosen Akhir.
Pada 10 juta tahun yang lalu, pergerakan lempeng Indo-Australia terus berlanjut dan
pengrusakan pada Lempeng Samudra Solomon terus berlangsung mengakibatkan tumbukan
di perbatasan bagian utara dengan Busur Melanesia.
Busur tersebut terdiri dari gundukan tebal busur kepulauan Gunung Api dan sedimen depan
busur membentuk bagian “Landasan Sayap Miosen” seperti yang diekspresikan oleh Gunung
Api Mandi di Blok Tosem dan Gunung Api Batanta dan Blok Arfak.
Kemiringan tumbukan ini mengakibatkan kenampakan berbentuk sutur antara Busur
Melanesia dan bagian tepi utara Lempeng Australia yang diduduki oleh Busur Gunung Api
Mandi dan Arfak terus berlangsung hingga 10 juta tahun yang lalu dan merupakan akhir dan
penunjaman dan perkembangan dari busur Moon – Utawa.
Kenampakan seperti jahitan ditafsirkan dari bentukan tertutup dari barat ke timur mulai dari
Sorong, Koor, Ransiki, Yapen, dan Ramu – Zona Patahan Markam.
Pasca tumbukan gerakan mengiri searah kemiringan ditafsirkan terjadi sepanjang Sorong,
Yapen, Bintuni dan Zona Patahan Aiduna, membentuk kerangka tektonik di daerah Kepala
Burung. Hal ini diakibatkan oleh pergerakan mencukur dari kepala tepi utara dari Lempeng
Australia.
Kejadian yang berasosiasi dengan tumbukan busur Melanesia ini menggambarkan bahwa
pada Akhir Miosen usia bagian barat lebih muda dibanding dengan bagian timur. Intensitas
perubahan ke arah kemiringan tumbukan semakin bertambah ke arah timur.
Akibat tumbukan tersebut memberikan perubahan yang sangat signifikan di bagian cekungan
paparan di bagian selatan dan mengarahkan mekanisme perkembangan Jalur Sesar Naik
Papua.
Zona Selatan tumbukan yang berasosiasi dengan sesar serarah kemiringan konvergensi antara
pergerakan ke utara lempeng Indo-Australia dan pergerakan ke barat lempeng Pasifik
mengakibatkan terjadinya resultante NE-SW tekanan deformasi. Hal itu mengakibatkan
pergerakan evolusi tektonik Papua cenderung ke arah Utara – Barat sampai sekarang.
Kejadian tektonik singkat yang penting adalah peristiwa pengangkatan yang diakibatkan oleh
tumbukan dari busur kepulauan Melanesia. Hal ini digambarkan oleh irisan stratigrafi di
bagian mulai dari batuan dasar yang ditutupi suatu sekuen dari bagian sisi utara Lempeng
Indo-Australia yang membentuk Jalur Sesar Naik Papua. Bagian tepi utara dari jalur sesar
naik ini dibatasi oleh batuan metamorf dan teras ophilite yang menandai kejadian pada
Miosen Awal.
Perbatasan bagian selatan dari sesar naik ini ditandai oleh adanya batuan dasar Precambrian
yang terpotong di sepanjang Jalur Sesar Naik. Jejak mineral apatit memberikan gambaran
bahwa terjadi peristiwa pengangkatan dan peruntuhan secara cepat pada 4 – 3,5 juta tahun
yang lalu(Weiland, 1993).
Selama Pliosen (7 – 1 juta tahun yang lalu) Jalur lipatan papua dipengaruhi oleh tipe magma
I, yaitu suatu tipe magma yang kaya akan komposisi potasium kalk alkali yang menjadi
sumber mineralisasi Cu-Au yang bernilai ekonomi di Ersberg dan Ok Tedi.
Selama pliosen (3,5 – 2,5 JTL) intrusi pada zona tektonik dispersi di kepala burung terjadi
pada bagian pemekaran sepanjang batas graben. Batas graben ini terbentuk sebagai respon
dari peningkatan beban tektonik di bagian tepi utara lempeng Indo-Australia yang
diakibatkan oleh adanya pelenturan dan pengangkatan dari bagian depan cekungan sedimen
yang menutupi landasan dari Blok Kemum. Menurut Smith (1990), sebagai akibat benturan
lempeng Indo-Australia dan Pasifik adalah terjadinya penerobosan batuan beku dengan
komposisi sedang kedalam batuan sedimen diatasnya yang sebelumnya telah mengalami
patahan dan perlipatan.
Hasil penerobosan itu selanjutnya mengubah batuan sedimen dan mineralisasi dengan
tembaga yang berasosiasi dengan emas dan perak.
Tempat – tempat konsentrasi cebakan logam yang berkadar tinggi diperkirakan terdapat pada
lajur Pegunungan Tengah Papua mulai dari komplek Tembagapura (Erstberg, Grasberg ,
DOM, Mata Kucing, dll), Setakwa, Mamoa, Wabu, Komopa – Dawagu, Mogo Mogo –
Obano, Katehawa, Haiura, Kemabu, Magoda, Degedai, Gokodimi, Selatan Dabera, Tiom,
Soba-Tagma, Kupai, Etna Paririm Ilaga.
Sementara di daerah Kepala Burung terdapat di Aisijur dan Kali Sute. Sementara itu dengan
adanya busur kepulauan gunungapi (Awewa Volkanik Group) yang terdiri dari : Waigeo
Island (F.Rumai) Batanta Island (F.Batanta), Utara Kepala Burung (Mandi & Arfak Volc),
Yapen Island (Yapen Volc), Wayland Overhrust (Topo Volc), Memungkinkan terdapatnya
logam, emas dalam bentuk nugget.
—————-
II. Fisiografi dan Stratigrafi di Papua
1. Fisiografi
Fisiografi Papua secara umum dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu bagian Kepala
Burung, Leher dan Badan. Bagian utara Kepala Burung merupakan pegunungan dengan relief
kasar, terjal, sampai sangat terjal.
Batuan yang tersusun berupa batuan gunung api, batuan ubahan, dan batuan intrusif asam
sampai menengah. Morfologi ini berangsur berubah ke arah barat sampai selatan berupa
dataran rendah aluvial, rawa dan plateau batugamping.
Bagian Badan didominasi oleh Pegunungan Tengah, dataran pegunungan tinggi dengan
lereng di utara dan di selatan berupa dataran dan rawa pada permukaan dekat laut. Dataran di
utara terdiri dari cekungan luar antar bukit dikenal sebagai dataran danau yang dibatasi di
bagian utaranya oleh medan kasar dengan relief rendah sampai sedang.
Pulau New Guinea telah diakui sebagai hasil dari tumbukan Lempeng Australia dengan
Lempeng Pasifik. Menurut Pigram dan Davies (1987), Konvergensi dan deformasi bagian
tepi utara lempeng Australia yang berada di bagian timur Papua New Guinea dimulai sejak
Eosen hingga sekarang.
Hal itu mengakibatkan kenampakan geologi dan fisiografi Pulau New Guinea dapat dibagi ke
dalam 3 provinsi tektonik yaitu :
1. Dataran Bagian Selatan (Sauthern Plains)
2. New Guinea Mobile Belt (NGMB)
3. Bagian Tepi Lempeng Pasifik (Sabuk Ophiolite Papua )
Kenampakan fisiografi dari Papua ini merupakan kenampakan dari keadaan geologi dan
tektonik yang pernah terjadi di tempat tersebut.
Kerak kontinen Lempeng Australia yang berada di bawah laut Arafura dan meluas ke arah
utara merupakan dasar bagian selatan dari Pegunungan Tengah Papua, batuan dasarnya
tersusun oleh batuan sedimen paparan berumur Paleozoik sampai Kuarter
Tengah (Visser dan Hermes, 1962; Dow dan Sukamto, 1984).
Provinsi Tektonik Dataran selatan terdiri dari dataran dan rawa-rawa didasari oleh batuan
sedimen klastis yang mempunyai ketebalan lebih dari 2 km berumur Eosen sampai
MiosenTengah ditutupi oleh batugamping berumur Pliosen – Plistisen (Dow dan Sukamto,
1984). Lebar dataran ini membentang sepanjang 300 km.
Masuk lebih kedalam lagi dijumpai adanya formasi-formasi batuan yang terlipat kuat dan
mengalami persesaran intensif yang dikenal dengan sebutan New Guinea Mobile Belt (Dow,
1977).
Kerak Kontinen Lempeng Australia yang ditutupi oleh sedimen paparan yang berada pada
bagian ini telah mengalami pengangkatan dan terdeformasi selebar 100 km berupa perlipatan
dan persesaran ini menempati bagian ketiga dari Mobile Belt.
Kompresi, deformasi dan pengangkatan dari Pegunungan Tengah disebut
oleh Dow dan Sukamto (1984) sebagai Orogenesa Melanesia. Proses orogenesa dimulai pada
awal Miosen hingga Miosen Akhir dan mencapai puncaknya selama Pliosen Akhir hingga
Awal Plistosen.
Geometri struktur jalur lipatan ini mengarah ke Barat Laut (Minster dan Jordan, 1978),
selanjutnya Dow dan Sukamto (1984) memperkirakan mengarah 55º dari selatan ke arah
barat dan relatif konstan sepanjang orogenesa berlangsung. Batuan dasar dan sedimen
paparan terangkat secara bersamaan sepajang komplek sistem struktur yang mengarah ke
barat laut tersebut.
Sebagai akibatnya bagian sedimen yang ada pada daerah tersebut mengalami persesaran dan
terkoyakan, perlipatan yang kuat pada bagian selatan dari antiklin sering mengalami
pembalikkan sepanjang struktur utama yang mengalami pergeseran mendatar
mengiri (Dowdan Sukamto, 1984).
Di Papua bagian utara atau bagian ke dua dari Mobile Belt New Guinea tersusun oleh batuan
vulkanik afanitik yang merupakan bagian tepi utara lempeng Australia yang terjadi selama
periode tumbukan kontinen dengan busur kepulauan pada waktu Oligosen (Jaques
Dozy dan Robinson, 1997; Dow, 1977).
Bagian dari Mobile Belt ini tersusun oleh batuan ultramafik Mesozoik sampai Tersier dan
mendasari batuan intrusi dari Sabuk Ophiolit Papua dibagian utara yang dibatasi oleh suatu
endapan gunung api bawah laut yang berumur Tersier.
Endapan Gunung Api bawah laut ini tumpang tindih dengan sedimen klastik hasil erosi
selama pengangkatan pegunungan tengah yang diendapkan di cekungan Pantai Utara (Visser
dan Hermes, 1962).
Sabuk Ophiolite ini dibagian selatan dibatasi oleh suatu seri dari komplek patahan terbalikkan
sehingga mendekatkan sabuk ophiolit untuk berhadapan dengan sedimen dari Jalur
Pegunungan Tengah.
Pergerakan dari kerak samudera Pasifik sekarang mempunyai batas di sebelah utara pantai
Pulau New Gunea. Formasi stratigrafi yang menyusun daerah ini diterobos oleh suatu grup
magma intermediate berumur Pliosen berupa kalk alkali stock dan batholit yang menempati
sepanjang jalur struktur regional utama.
——————–
2. Stratigrafi
Stratigrafi wilayah Papua terdiri atas :
1. Paleozoic Basement (Pre-Kambium Paleozoicum)
Di daerah Badan Burung atau sekitar Pegunungan Tengah tersingkap Formasi Awigatoh
sebagai batuan tertua di Papua yang berumur pre-Kambium.
Formasi ini juga disebut Formasi Nerewip oleh Parris (1994) di dalam lembar Peta Timika.
Formasi ini terdiri dari batuan metabasalt, metavulkanik dengan sebagian kecil batugamping,
batuserpih dan batulempung.
Formasi Awigatoh ini ditindih secara tidak selaras oleh Formasi Kariem. Formasi Kariem
tersusun oleh perulangan batupasir kuarsa berbutir halus dengan batuserpih dan batulempung.
Umur formasi ini diperkirakan sekitar Awal Paleozoikum atau pre-Kambium yang didasarkan
pada posisi stratigrafinya yang berada di bawah Formasi Modio yang berumur ilur Devon.
Didaerah Gunung Bijih Mining Access (GBMA) dijumpai singkapan Formasi Kariem yang
ditutupi secara disconformable oleh Formasi Tuaba. Formasi Tuaba tersusun oleh batupasir
kuarsa berlapis sedang dengan sisipan konglomerat dan batuserpih yang diperkirakan
berumur Awal Paleozoikum atau pre-Kambrium.
Selanjutnya di atas Formasi Tuaba dijumpai Formasi Modio yang dibagi menjadi 2 bagian
yaitu bagian bawah Anggota A yang didominasi oleh batuan karbonat yaitu stromatolitik
dolostone yang berlapis baik.
Sedangkan di bagian atasnya ditempati oleh Anggota B yang terdiri dari batupasir berbutir
halus dengan internal struktur seperti planar dan silang siur, serta laminasi sejajar.
Umur formasi ini ditentukan berdasarkan kandungan koral dan fission track yang
menghasilkan Silur-Devon. Kontak formasi ini dengan Formasi Aiduna yang terletak di
atasnya ditafsirkan sebagai kantak disconformable (Ufford, 1996).
Formasi Aiduna dicirikan oleh batuan silisiklastik berlapis baik dengan sisipan batubara, dan
ditafsirkan sebagai endapan fluvial sampai lingkungan delta, dan secara stratigrafi formasi ini
ditindih secara selaras oleh Formasi Tipuma. Umur formasi ini ditentukan berdasarkan
kandungan fosil brachiopoda yaitu Perm.
Di daerah Kepala Burung atau Salawati-Bintuni, batuan dasar yang berumur Paleozoikum
terutama tersingkap di sebelah timur kepala Burung yang dikenal sebagai Tinggian Kemum,
serta disekitar Gunung Bijih Mining Access (GBMA) yaitu di sebelah barat daya Pegunungan
Tengah. Batuan dasar tersebut disebut Formasi Kemum yang tersusun oleh batusabak, filit
dan kuarsit.
Formasi ini di sekitar Kepala Burung dintrusi oleh bitit Granit yang berumur Karbon yang
disebut sebagai Anggi Granit pada Trias. Oleh sebab itu Formasi Kemum ditafsirkan
terbentuk pada sekitar Devon sampai Awal Karbon (Pigram dkk, 1982).
Selanjutnya Formasi Kemum ditindih secara tidak selaras oleh Group Aifam. Di sekitar
Kepala Burung group ini dibagi menjadi 3 Formasi yaitu Formasi Aimau, Aifat dan Ainim.
Group ini terdiri dari suatu seri batuan sedimen yang taktermalihkan dan terbentuk di
lingkungan laut dangkal sampai fluvio-delataik. Satuan ini di daerah Bintuni ditutupi secara
tidak selaras oleh Formasi Tipuma yang berumur Trias (Bintoro & Luthfi, 1999).
2. Sedimentasi Mesozoikum hingga Senosoik
a. Formasi Tipuma
Formasi Tipuma tersebar luas di Papua, mulai dari Papua Barat hingga dekat perbatasan di
sebelah Timur. Formasi ini dicirikan oleh batuan berwarna merah terang dengan sedikit
bercak hijau muda.
Formasi ini terdiri dari batulempung dan batupasir kasar sampai halus yang berwarna abu-abu
kehijauan dengan ketebalan sekitar 550 meter. Umur formasi ini diperkirakan sekitar Trias
Tengah sampai Atas dan diendapkan di lingkungan supratidal.
b. Formasi Kelompok Kembelangan
Di daerah Kepala Burung, Formasi Tipuma ditutupi secara tidak selaras oleh Kembelangan
Grup (Kelompok Kembelangan) yang tak terpisahkan. Kelompok ini diketahui terbentang
mulai dari Papua Barat hingga Arafura Platform.
Kelompok Kembelangan terdiri atas lapis batudebu dan batulumpur karboniferus pada
lapisan bawah batupasir kuarsa glaukonitik butiran-halus serta sedikit shale pada lapisan atas,
dimana pada bagian atasnya di sebut Formasi Jass terdiri dari batupasir kuarsa dan
batulempung karbonatan.
Sedangkan di daerah Leher dan Badan Burung Kembelangan Grup dapat dibagi menjadi 4
formasi yaitu dari bawah ke atas adalah Formasi Kopai (batupasir dengan sisipan
batulempung), Formasi (batupasir), Formsi Paniya (batulempung) dan Formasi Eksmai
(batupasir). Kelompok ini berhubungan dengan formasi Waripi dari kelompok Batuan
Gamping New Guinea atau New Guinea Limestone Group (NGLG).
c. Formasi Batu Gamping New Guinea
Selama masa Cenozoik, kurang lebih pada batas Cretaceous dan Cenozoik.
Pulau New Guinea dicirikan oleh pengendapan (deposisi) karbonat yang dikenal sebagai
Kelompok Batu Gamping New Guinea (NGLG).
Kelompok ini berada di atas Kelompok Kembelangan dan terdiri atas empat formasi, yaitu
(1). Formasi Waripi Paleosen hingga Eosen; (2). Formasi Fumai Eosen; (3) Formasi Sirga
Eosin Awal; (3). Formasi Imskin; dan (4). Formasi Kais Miosen Pertengahan hingga
Oligosen.
3. Sedimentasi Senosoik Akhir
Sedimentasi Senosoik Akhir dalam basement kontinental Australia dicirikan oleh sekuensi
silisiklastik yang tebalnya berkilometer, berada di atas strata karbonat Miosen Pertengahan.
Di Papua dikenal 3 (tiga) formasi utama, dua di antaranya dijumpai di Papua Barat, yaitu
formasi Klasaman dan Steenkool. Formasi Klasaman dan Steenkool berturut-turut dijumpai
di Cekungan Salawati dan Bintuni.
4. Kenozoikum
Grup Batugamping New Guinea, Grup ini dibagi menjadi 4 formasi dari tua ke muada adalah
sebagai berikut : Formasi Waripi, Formasi Faumai, Formasi Sirga dan Formasi Kais.
Formasi Waripi terutama tersusun oleh karbonat dolomitik, dan batupasir kuarsa diendapkan
di lingkungan laut dangkal yang berumur Paleosen sampai Eosen. Di atas formasi ini
diendapkan Formasi Faumai secara selaras dan terdiri dari batugamping berlapis tebal
(sampai 15 meter) yang kaya fosil foraminifera, batugamping lanauan dan perlapisan
batupasir kuarsa dengan ketebalan sampai 5 meter, tebal seluruh formasi ini sekitar 500
meter.
Formasi Faumai terletak secara selaras di atas Formasi Waripi yang juga merupakan sedimen
yang diendapkan di lingkungan laut dangkal. Formasi ini terdiri dari batuan karbonat berbutir
halus atau kalsilutit dan kaya akan fosil foraminifera (miliolid) yang menunjukkan umur
Eosen.
Formasi Sirga dijumpai terletak secara selaras di atas Formasi Faumai, terdiri dari batupasir
kuarsa berbutir kasar sampai sedang mengandung fosil foraminifera, dan batuserpih yang
setempat kerikilan. Formasi Sirga ditafsirkan sebagai endapan fluvial sampai laut dangkal
dan berumur Oligosen Awal.
Formasi Kais terletak secara selaras di atas Formasi Sirga. Formasi Kais terutama tersusun
oleh batugamping yang kaya foraminifera yang berselingan dengan lanau, batuserpih
karbonatan dan batubara. Umur formasi ini berkisar antara Awal Miosen sampai Pertengahan
Miosen dengan ketebalan sekitar 400 sampai 500 meter.
5. Miosen sampai sekarang
Pada Miosen sampai sekarang, di Papua dijumpai adanya 3 formasi yang dikenal sebagai
Formasi Klasaman, Steenkool dan Buru yang hampir seumur dan mempunyai kesamaan
litologi, yaitu batuan silisiklastik dengan ketebalan sekitar 1000 meter. Ketiga formasi
tersebut di atas mempunyai hubungan menjari, Namun Formasi Buru yang dijumpai di
daerah Badan Burung pada bagian bawahnya menjemari dengan Formasi Klasafat. Formasi
Klasafat yang berumur Mio-Pliosen dan terdiri dari batupasir lempungan dan batulanau
secara selaras ditindih oleh Formasi Klasaman dan Steenkool.
Endapan aluvial dijumpai terutama di sekitar sungai besar sebagai endapan bajir, terutama
terdiri dari bongkah, kerakal, kerikil, pasir dan lempung dari rombakan batuan yang lebih tua.
6. Stratigrafi Lempeng Pasifik
Pada umumnya batuan Lempeng Pasifik terdiri atas batuan asal penutup (mantle derived
rock), island-arc volcanis dan sedimen laut dangkal. Di Papua, batuan asal penutup banyak
dijumpai luas sepanjang sabuk Ophiolite Papua, Pegunungan Cycloop, Pulau Waigeo, Utara
Pegunungan Gauttier dan sepanjang zona sesar Sorong dan Yapen pada umumnya terbentuk
oleh batuan ultramafik, plutonil basik, dan mutu-tinggi metamorfik. Sedimen dalam Lempeng
Pasifik dicirikan pula oleh karbonat laut-dangkal yang berasal dari pulau-arc. Satuan ini
disebut Formasi Hollandia dan tersebar luas di Waigeo, Biak, Pulau Yapen dan Pegunungan
Cycloop. Umur kelompok ini berkisar dari Miosen Awal hingga Pliosen.
7. Stratigrafi Zona Transisi
Konvergensi antara lempeng Australia dan Pasifik menghasilkan batuan dalam zona
deformasi. Kelompok batuan ini diklasifikasikan sebagai zona transisi atau peralihan, yang
terutama terdiri atas batuan metamorfik. Batuan metamorfik ini membentuk sabuk kontinyu
(>1000 km) dari Papua hingga Papua New Guinea.

Gambar 2. Stratigrafi wilayah Papua


————————————-
III. Tektonik Papua dan Sesar yang ada di Papua sekarang
Gambar 3. Peta Tektonik Papua
Tektonik Papua saat ini dipengaruhi oleh pergerakan 2 lempeng besar, yaitu lempeng Pasifik
kearah barat dan lempeng Indo-Australia yang ke arah utara dengan jalur subduksi terdapat di
perairan utara Papua sampai perairan utara Biak dan perairan barat Fakfak sampai perairan
selatan Kaimana.
Dari peta tektonik Papua, terlihat bahwa konvergensi busur Melanesia dan lempeng Indo-
Australia menghasilkan banyak sesar lokal, jalur sesar pegunungan tengah yang memanjang
dari barat ke timur di bagian tengah pulau Papua, cekungan utara Papua dan pengangkatan di
pesisir utara Papua dan di pegunungan Jayawijaya (2mm/tahun).
Sedangkan batas lempeng tektonik di utara Papua membentuk sesar geser yang terjadi di
bagian utara yaitu Sesar Sorong-Yapen.
Sesar ini merupakan sesar geser mengiri, sebelah utara relatif bergeser ke barat dan bagian
selatan relatif bergerak ke timur. Sudut lereng di sebelah utara lebih curam dibandingkan
sebelah selatan.
Lereng curam ini berpotensi longsor dan dapat membangkitkan tsunami ketika ada getaran
gempa. Gempa yang sering terjadi dengan kedalaman dangkal, di sekitar sesar dan di sekitar
leher burung.

Anda mungkin juga menyukai