Anda di halaman 1dari 17

Analisis Kajian Prespektif Dan Permasalahan Lembaga

Keuangan Bank dan Non Bank Syariah


(Pegadaian Syariah)
Makalah

Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Keuangan Islam


Tahun Akademik 2018

Oleh:

Siti Nurhasanah 10090316094


Tanti 10090316106
Hani Nur Hotimah 10090316112
Rani Safitri 10090316113

MANAJEMEN B

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG

2018
Abstrak

Masyarakat di negeri ini tidak begitu asing dengan kata pegadaian, terutama
pada masyarakat yang tidak bankable atau kesulitan dalam mengakses pinjaman
atau pembiayaan pada perbankan. Ketika seseorang membutuhkan dana dalam
kondisi yang mendesak dan cepat, sedangkan yang bersangkutan tidak memiliki
dana cash atau tabungan maka pendanaan pihak ketiga menjadi altervative
pemecahannya. Selain pegadaian konvensional saat ini berkembang juga pegadaian
syariah, yang dalam transaksinya menggunakan prinsip syariah islam. Peningkatan
jumlah nasabah, laba, maupun outlet bukan hanya terjadi pada pegadaian konvensional,
tetapi juga terjadi pada pegadaian syari’ah. Landasan dalam operasionalisasi gadai syariah
adalah Fatwa Dewan Syariah Nasional nomor: 25/DSN-MUI/III/2002 tanggal 26 Juni 2002
tentang rahn, fatwa nomor: 26/DSN-MUI/III/2002 tentang rahn emas dan : 68/DSN-
MUI/III/2008 tentang rahn tasjily. Sebagai masyarakat muslim penting bagi kita
mengetahui akan eksistensi pegadaian syariah. Dengan menggunakan analisis
SWOT (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman), maka akan dapat dilihat oleh
strategi apa yang akan diambil untuk meminimalisir kelemahan yang ada dan
mengatasi Ancaman masuk untuk meningkatkan kekuatan dan mengambil peluang.

i
DAFTAR ISI

Abstrak .......................................................................................................................i
DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii
BAB I
PENDAHULUAN ..........................................................................................................1
BAB II
KAJIAN TEORITIS ........................................................................................................3
2.1 Pengertian Pegadaian .......................................................................................3
2.2 Rukun, Syarat Gadai dan Berakhirnya Akad Gadai ..............................................4
2.3 Tujuan Pegadaian Syariah .................................................................................5
2.4 Persamaan dan Perbedaan Pegadaian Konvensional dengan Syariah..................6
BAB III
PRESPEKTIF DAN PERMASALAHAN .............................................................................8
3.1 Prespektif .........................................................................................................8
3.2 Permasalahan ...................................................................................................9
BAB IV
ANALISIS PEMBAHASAN ........................................................................................... 10
4.1 Prespektif ....................................................................................................... 10
4.2 Permasalahan ................................................................................................. 10
BAB V
KESIMPULAN ........................................................................................................... 12
5.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 14

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Pada prinsipnya gadai merupakan sebuah kegiatan muamalat yang mirip


dengan utang piutang. Dengan tujuan jika orang yang berhutang tidak mampu
mengembalikan hutangnya barang jaminan ini sebagai pengganti dari hutang
tersebut.

Pegadaian menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerd)


pada bab XX tentang gadai pasal 1150, yakni: “suatu hak yang diperoleh kreditur
atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh debitur, atau oleh
kuasanya, sebagai jaminan atas utangnya, dan yang member wewenang kepada
kreditur untuk mengambil pelunasan piutangnya dari barang itu dengan mendahului
kreditur-kreditur lain; dengan pengecualian biaya penjualan sebagai pelaksanaan
putusan atas tuntutan mengenai pemilikan atau penguasaan, dan biaya
penyelamatan barang itu, yang dikeluarkan setelah barang itu diserahkan sebagai
gadai dan harus didahulukan.

Konsep perekonomian yang berbentuk rahn telah diatur dalam al-Quran dan
sunah rosul. Dimana dalam kegiatan didalamnya menghindari dari segala praktek
riba’. Karena pada dasarnya segala sesuatu itu boleh selama tidak ada dalil yang
melarangnya. Hadirnya pegadaian sebagai sebuah lembaga keuangan formal di
Indonesia merupakan lembaga keuangan yang berfungsi menyalurkan pembiayaan
dalam bentuk uang pinjaman kepada masyarakat yang membutuhkan.

Sementara itu di Indonesia sendiri terdapat lembaga pegadaian yang


berbeda dalam prinsip dan operasionalnya. Ada pegadaian konvensional dan ada
pegadaian yang berprinsip serta beroperasi secara syariah.

PT Pegadaian merupakan lembaga perkreditan yang dikelola oleh


pemerintah yang kegiatan utamanya melaksanakan penyaluran uang pinjaman atau
kredit atas dasar hukum gadai. Penyaluran uang pinjaman tersebut dilakukan

1
dengan cara yang mudah, cepat, aman dan hemat sehingga tidak memberatkan bagi
masyarakat yang melakukan pinjaman dan tidak menimbulkan masalah yang baru
bagi peminjam setelah melakukan pinjaman di pegadaian, sesuai dengan motto nya
“Mengatasi masalah tanpa masalah”. PT Pegadaian (Persero) yang sebelumnya
dikenal sebagai Perum Pegadaian sebagai lembaga perkreditan yang memiliki
tujuan khusus yaitu penyaluran uang pinjaman atas dasar hukum gadai yang
ditujukan untuk mencegah praktek ijon, pegadaian gelap, riba, serta pinjaman tidak
wajar lainnya.PT Pegadaian (Persero) merupakan salah satu alternatif bagi
masyarakat untuk mendapatkan kredit, baik dalam skala kecil maupun skala besar,
dengan pelayanan yang mudah, cepat dan aman. Kemudahan dan kesederhanaan
dalam prosedur memperoleh kredit merupakan modal dasar dalam mendekati
pangsa pasar. Perum pegadaian mengeluarkan produk berbasis syariah yang disebut
dengan Pegadaian Syariah. Pada dasarnya, produk-produk berbasis syariah
memiliki karakteristik seperti: tidak memungut bunga dalam berbagai bentuk
karena riba, menetapkan uang sebagai alat tukar bukan sebagai komoditas yang
diperdagangkan, dan melakukan bisnis untuk memperoleh imbalan atas jasa atau
bagi hasil.

2
BAB II

KAJIAN TEORITIS

2.1 Pengertian Pegadaian

Dalam istilah bahasa Arab, gadai diistilahkan dengan rahn dan dapat juga
dinamai alhabsu (Pasaribu, 1996. 139). Secara etimologis, arti rahn adalah tetap dan
lama, sedangkan al-habsu berarti penahanan terhadap suatu barang dengan hak
sehingga dapat dijadikan sebagai pembayaran dari barang tersebut (Syafe’i,
2000:159). Pengertian ini didasarkan pada praktek bahwa apabila seseorang ingin
berhutang kepada orang lain, ia menjadikan barang miliknya baik berupa barang
begerak ataupun barang tak bergerak berada dibawah penguasaan pemberi
pinjaman sampai penerima pinjaman melunasi hutangnya.

Sedangkan Gadai menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata


(Burgenlijk Wetboek) Buku II Bab XX Pasal 1150, adalah suatu hak yang diperoleh
seseorang berpiutang atas suatu barang bergera, yang diserahkan kepadanya oleh
seseorang yang berhutang atau oleh orang lain atas namanya dan yang memberikan
kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari pada orang-
orang yang berpiutang lainnya, dengan pengecualian biaya untuk melelang barang
tersebut dan biaya-biaya mana yang harus didahulukan (Usman, 1995:357).Selain
berbeda dengan KUH Perdata, pengertian gadai menurut syariat Islam juga berbeda
dengan pengertian gadai menurut hukum adat yang mana dalam ketentuan hukum
adat pengertian gadai yaitu menyerahkan tanah untuk menerima pembayaran
sejumlah uang secara tinai, dengan ketentuan si penjual (penggadai) tetap berhak
atas pengembalian tanahnya dengan jalan menebusnya kembali (Pasaribu,
1996:140).

Menurut Subagyo, (1999 : 88) menyatakan bahwa pegadaian adalah suatu


lembaga keuangan bukan bank yang memberikan kredit kepada masyarakat dengan
corak khusus yaitu secara hukum gadai.Sigit Triandaru (2000 : 179) menyatakan

3
bahwa pegadaian adalah satusatunya badan usaha di Indonesia yang secara resmi
mempunyai izin untuk melaksanakan kegiatan lembaga keuangan berupa
pembayaran dalam bentuk penyaluran dana ke masyarakat atas dasar hukum gadai.

Gadai Syariah merupakan perjanjian antara seseorang untuk menyerahkan


harta benda berupa emas/perhiasan/kendaraan dan/atau harta benda lainnya sebagai
jaminan dan/atau agunan kepada seseorang dan/atau lembaga pegadaian syariah
berdasarkan hukum gadai prinsip syariah Islam; sedangkan pihak lembaga
pegadaian syariah menyerahkan uang sebagai tanda terima dengan jumlah
maksimal 90% dari nilai taksir terhadap barang yang diserahkan oleh penggadai.
Gadai dimaksud, ditandai dengan mengisi dan menandatangani Surat Bukti Gadai
(rahn).

2.2 Rukun, Syarat Gadai dan Berakhirnya Akad Gadai


Pada dasarnya aspek hukum keperdataan Islam dalam hal transaksi baik
dalam benutki jual beli, sewa menyewa, gadai maupun yang semacamnya
mempersyaratkan rukun dan syarat sah termasuk dalam transaksi gadai. Demikian
juga hak dan kewajiban bagi pihakpihak yang melakukan transaksi gadai. Hal
dimaksud di ungkapkan sebagai berikut (Zainudin Ali, 2008:20):

 Rukun Gadai

Menurut jumhur ulama rukun gadai ada 4 (empat):

a. Shigat (lafal ijab dan qabul)

b. Orang yang berakad (Akid) 1). Rahin (orang yang memiliki barang) 2). Murtahin
(orang yang mengambil gadai)

c. Marhun (harta yang dijadikan jaminan)

d. Marhun bih (utang)

 Syarat Gadai

Berikut syarat dalam melakukan transaksi gadai (Zainuddin Ali, 2008:21) :

4
1. Orang yang berakad cakap hokum.
2. Isi akad tidak mengandung akad bathil
3. Marhun Bih (Pinjaman). Pinjaman merupakan hak yang wajib dikembalikan
kepada murtahin dan bisa dilunasi dengan barang yang dirahnkan tersebut serta
pinjaman itu jelas dan tertentu
4. Marhun (barang yang dirahnkan). Marhun bisa dijual dan nilainya seimbang
dengan pinjaman, memiliki nilai, jelas ukurannya,milik sah penuh dari rahin,
tidak terkait dengan hak orang lain, dan bisa diserahkan baik materi maupun
manfaatnya.
5. Jumlah utang tidak melebihi dari nilai jaminan
6. Rahin dibebani jasa manajemen atas barang berupa biaya asuransi,biaya
penyimpanan,biaya keamanan, dan biaya pengelolaan serta administrasi.
 Berakhirnya Akad Gadai

Akad gadai akan berakhir apabila (Abdul Ghofur, 2005:96) :

a. Barang gadai telah diserahkan kembali pada pemiliknya


b. Rahin telah membayar hutangnya
c. Pembebasan utang dengan cara apapun, walaupun dengan pemindahan oleh
murtahin
d. Pembatalan oleh murtahin walaupun tidak ada persetujuan dari pihak lain
e. Rusaknya barang rahin bukan oleh tindakan atau pengguna murtahin
f. Pemanfaatan barang rahn dengan penyewaan, hibah atau shadaqah baik dari
pihak rahin maupun murtahin.

2.3 Tujuan Pegadaian Syariah


Pegadaian Syariah pada dasarnya mempunyai tujuan-tujuan pokok seperti
dicantumkan dalam PP No. 103 tahun 2000 sebagai berikut:

a. Turut melaksanakan dan menunjang pelaksanaan kebijaksanaan dan program


pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasional pada umumnya
melalui penyaluran uang pembiayaan/ pinjaman atas dasar hokum gadai
b. Pencegahan praktik pegadaian gelap, dan pinjaman tidak wajar lainnya

5
c. Pemanfaatan gadai bebas bunga pada gadai syariah memiliki efek jaring
pengaman sosial karena masyarakat yang butuh dana mendesak tidak lagi
dijerat pinjaman/ pembiayaan berbasis bunga
d. Membantu orang-orang yang membutuhkan pinjaman dengan syarat mudah.

2.4 Persamaan dan Perbedaan Pegadaian Konvensional dengan Syariah


Pegadaian konvensional dan pegadaian syariah adalah sama-sama lembaga
keuangan yang memberikan pinjaman kepada masyarakat atas dasar gadai. Dalam
menjalankan usahanya pegadaian tersebut memberikan pinjaman dengan adanya
agunan atau jaminan dari masyarakat yang berguna apabila suatu saat nasabah tidak
mampu membayar utangnya, maka pihak pegadaian boleh melakukan pelelangan
atas barang tersebut dengan memberitahukan terlebih dahulu kepada nasabah
peminjam biasanya 3 hari sebelum diadakan pelelangan.

Pada prinsipnya barang jaminan yang diberikan nasabah tersebut tidak


boleh diambil manfaatnya, karena disini pegadaian hanya berkewajiban menjaga
dan memelihara barang tersebut agar tetap utuh sperti sedia kala, namun boleh juga
diambil manfaatnya apabila ada kesepakatan antara nasabah dengan pihak
pegadaian.

Biaya barang yang telah digadaikan tersebut menjadi tanggungan nasabah


dalam hal biaya pemeliharaan dan penjagaan oleh pegadaian, dan besarnya biaya
telah ditentukan sebelumnya sesuai dengan jenis barang dan besarnya pinjaman.
Dan apabila pinjaman telah jatuh tempo, pihak pegadaian memberitahukan kepada
peminjam/nasabah apakah dilakukan perpanjangan waktu peminjaman atau tidak?
Dan setelah dilakukan perpanjangan waktu dan nasabah juga tidak mampu
membayar utangnya maka akan dilakukan penjualan atau pelelangan, semua biaya
pokok pinjaman dan biaya administrasi dan biaya diadakannya lelang tersebut
ditanggung dari hasil penjualan lelang tersebut, dan apabila ada kelebihan uang
maka akan diberikan kembali kepada nasabah yang bersangkutan.

Strategi dalam pencapian tujuan organisasi dapat dirumuskan sebelumnya


dengan melakukan suatu analisis terhadap keseluruan indikasi dalam organisasi

6
tersebut. Dengan mengadakan analisis maka pemimpin mampu menemukan
formula (strategi) yang baik untuk mengarahkan seluruh potensi organisasi, guna
pencapaian tujuan organisasi. Pemimpin seperti inilah yang cerdas dalam
memimpin serta mengarahkan organisasi maju kedepan, dan bukan pada hanya
rutinitas organisasi. Selain itu, kegiatan analisis organisasi juga dapat digunakan
dalam pengambilan keputusan dan pemecahan suatu masalah. Dengan
menggunakan analisis yang menyeluruh dan tepat, maka pemimpin akan tepat
dalam mengambil keputusan serta lebih memberdayakan pelaku-pelaku organisasi.

7
BAB III

PRESPEKTIF DAN PERMASALAHAN

3.1 Prespektif
Munculnya praktek gadai syari’ah dikarenakan atas koreksi system gadai
yang telah berlaku lama sejak jaman Belanda. Landasan dalam operasionalisasi
gadai syariah adalah Fatwa Dewan Syariah Nasional nomor: 25/DSN-MUI/III/2002
tanggal 26 Juni 2002 tentang rahn, fatwa nomor: 26/DSN-MUI/III/2002 tentang
rahn emas dan : 68/DSN-MUI/III/2008 tentang rahn tasjily.

Dalam fatwa DSN menyatakan bahwa pinjaman dengan menggadaikan


barang sebagai jaminan utang dalam bentuk rahn diperbolehkan dengan ketentuan
sebagai berikut :

a. Murtahin (penerima barang) mempunyai hak untuk menahan Marhun (barang)


sampai semua utang rahin (yang menyerahkan barang) dilunasi.
b. Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik rahin. Pada prinsipnya marhun
tidak boleh dimanfaatkan oleh murtahin kecuali seizin rahin, dengan tidak
mengurangi nilai marhun dan pemanfaatannya itu sekadar pengganti biaya
pemeliharaan perawatannya.
c. Pemeliharaan dan penyimpanan marhun pada dasarnya menjadi kewajiban
rahin, namun dapat dilakukan juga oleh murtahin, sedangkan biaya dan
pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban rahin.
d. Besar biaya administrasi dan penyimpanan marhun tidak boleh ditentukan
berdasarkan jumlah pinjaman.
e. Penjualan marhun
1. Apabila jatuh tempo, murtahin harus memperingatkan rahin untuk segera
melunasi utangnya
2. Apabila rahin tetap tidak melunasi utangnya, maka marhun dijual
paksa/dieksekusi.

8
3. Hasil Penjualan marhun digunakan untuk melunasi utang, biaya
pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya penjualan.
4. Kelebihan hasil penjualan menjadi milik rahin dan kekurangannya
menjadi kewajiban rahin

3.2 Permasalahan
Dalam menjalankan operasionalnya tentu banyak ditemui permasalahan
dalam pegadaian syariah antara lain:

1. Secara kebijakan, pegadaian syariah saat ini belum mampu terlepas dari
monopoli pemerintah sehingga menutup ruang bagi pihak swasta untuk membuka
usaha gadai syariah.

2. Secara regulasi pegadaian syariah belum mempunyai perangkat hukum yang


memadai karena belun memiliki UU yang mengaturnya.

3. Politik hukum Indonesia tentang pegadaian syariah belum berhasil mengusung


pengusulan RUU pegadaian syariah sebagaimana keberhasilan pengusulan dan
pengesahan UU perbankan syariah.

4. Pegadaian syariah yang sekarang berkembang masih belum memiliki system


manajerial yang ideal layaknya lembaga keuangan lain sehingga lembaga tersebut
masih kurang optimal dalam melayani kebutuhan masyarakat.

5. Pegadaian syariah yang sekarang berkembang masih belum mampu bersaiang


dalam hal teknologi dengan lembaga keuangan lainnya, sehingga sarana dan
prasarana yang dimiliki pegadaian masih terbatas dan kurang memadai.

6. Pegadaian syariah yang sekarang berkembang masih belum memiliki sumber


daya manusia (SDM) yang handal dan memehami ilmu manajemen dan ilmu gadai
syariah, sehingga lembaga tersebut terkesan lamban dalam pengembangan
usahanya.

9
BAB IV

ANALISIS PEMBAHASAN

4.1 Prespektif
Dari landasan syariah yang telah dibahas pada bagian sebelumnya, adapun
mekanisme operasional Pegadaian Syariah dapat digambarkan sebagai berikut:
melalui akad rahn, nasabah menyerahkan barang bergerak dan kemudian Pegadaian
menyimpan dan merawatnya di tempat yang telah disediakan oleh Pegadaian.
Akibat yang timbul dari proses penyimpanan adalah timbulnya biaya-biaya yang
meliputi nilai investasi tempat penyimpanan, biaya perawatan dan keseluruhan
proses kegiatannya.

Atas dasar ini dibenarkan bagi Pegadaian mengenakan biaya sewa kepada
nasabah sesuai jumlah yang disepakati oleh kedua belah pihak. Pegadaian Syariah
akan memperoleh keutungan hanya dari bea sewa tempat yang dipungut bukan
tambahan berupa bunga atau sewa modal yang diperhitungkan dari uang pinjaman.
Sehingga di sini dapat dikatakan proses pinjam meminjam uang hanya sebagai
penarik minat konsumen untuk menyimpan barangnya di Pegadaian.

Transaksi gadai atau rahn terdapat dua akad, yakni, akad rahn dan akad
ijarah. Dikatakan akad rahn, jika akad utang dengan menggadaikan harta sebagai
jaminan utang tersebut. Kedua, diklasifikasikan akad ijarah, apabila penyewaan
tempat dan jasa penyimpanan harta gadai tersebut. Pegadaian yang menyewakan
tempat dan meberikan jasa penyimpanan, sedangkan nasabah yang menyewa
tempat dan jasa penyimpanan. Kedua akad akan ditandatangani sekaligus pada saat
nasabah (rahn) menyerahkan hartanya.

4.2 Permasalahan
Permasalahan yang terjadi di pegadaian syariah muncul karena adanya ke
belum matangan konsep yang ditawarkan dengan realita yang terjadi dilapangan.
Artinya setiap masalah yang ada harus segera diatasi agar kedepannya pegdaian
syariah lebih baik dalam operasionalnya. Pegadaian syariah perlu merekrut orang-

10
orang yang ahli di bidangnya untuk mengembangkan kinerja. Dan juga mungkin
dapat memberikan training kepada para karyawannya. Walaupun berbasis syariah
pegadaiaan juga perlu menerapkan teknologi yang semakin maju ini dalam
operasionalnya. Karena hal tersebut akan mempermudah dan dapat memunculkan
daya tarik tersendiri bagi para masyarakat yang memilih pegadaian syariah sebagai
solusi permasalahan keuangan yang mereka hadapi.

Pada permasalahan ini pemerintah juga perlu memberikan regulasi hukum


yang jelas untuk pegadaian syariah. Peran pemerintah juga pastinya diperlukan
dalam memcahkan masalah yang terjadi terutama permasalahan yang menyangkut
dengan belum adanya undang-undang yang mengatur secara jelas tentang
pegadaian syariah.

11
BAB V

KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
Prospek suatu perusahaan secara relatif dapat dilihat dari suatu analisis yang
disebut SWOT, yakni Kekuatan (Strenght), Kelemahan (Weakness), Peluang
(opportunity) dan Ancaman (Threath). Hal-hal tersebut dapat diuraikan sebagai
berikut:

1. Kekuatan Pegadaian Syari’ah bersumber dari:

a. Dukungan umat Islam yang merupakan mayoritas penduduk.


b. Dukungan lembaga keuangan Islam di seluruh dunia.
c. Pemberian pinjaman lunak Al-Qardul Hasan dan pinjaman Mudharabah
dengan sistem bagi hasil pada pegadaian Syari’ah sangat sesuai dengan
kebutuhan pembangunan.

2. Kelemahan Pegadaian Syari’ah:

a. Berprasangka baik kepada semua nasabahnya dan berasumsi bahwa semua


orang yang terlibat dalam perjanjian bagi hasil adalah jujur. Namun hal ini
dapat menjadi bumerang.
b. Memerlukan metode penghitungan yang rumit terutama dalam menghitung
biaya yang dibolehkan dan pembagian nasabah untuk nasabah-nasabah
yang kecil.
c. Karena menggunakan konsep bagi hasil, pegadaian Syari’ah lebih banyak
memerlukan tenaga-tenaga profesional yang handal.
d. Perlu adanya perangakat peraturan pelaksanaan untuk pembinaan dan
pengawasannya.

3. Peluang Pegadaian Syari’ah.

a. Munculnya berbagai lembaga bisnis Syari’ah (lembaga keuangan


Syari’ah),

12
b. Adanya peluang ekonomi bagi berkembangnya Pegadaian Syari’ah.

4. Ancaman Pegadaian Syari’ah.

a. Dianggap adanya fanatisme agama.


b. Susah untuk menghilangkan mekanisme bunga yang sudah mengakar dan
menguntungkan bagi sebagian kecil golongan.

13
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Zainuddin, 2008. Hukum Gadai Syariah, Jakarta: Sinar Grafika.


Andri Soemitra, 2009. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Medan: Kencana.
Abdurahman, Yahya, Pegadaian dalam Pandangan Islam. Bogor: Al-Azhar Press, 2010
Antonio, Muhammad Syafe’i, 2001. Bank Syariah, Jakarta: Gema Insani.
Hadi, Muhammad Sholikul, 2002. Pegadaian Syariah, Yogyakarta: Salemba Diniyah
Subagiyo, Rokhmat. 2014. Tinjauan Syariah Tentang Pegadaian Syariah. Tulungagung:
IAIN
Saputra Randi, Kasyiful Mahali. 2010. Analisis Potensi Dan Kendala Pegadaian Syariah
Di Kota Medan. Medan : Universitas Sumatera Utara

14

Anda mungkin juga menyukai