Anda di halaman 1dari 13

IMUNOKROMATOGRAFI

Imunologi berasal dari 2 buah kata bahasa Latin, immunis yang semula berati: bebas
beri beban pajak atas bebas beban kerja dan logos yang berararti ilmu. Namun imunologi
bukanlah ilmu untuk mencari cara-cara menghindar dari kewajiban membayar pajak, melainkan
ilmu yang ada kaitannya dengan system pertahanan tubuh.

Sebagai suatu ilmu, imunologi merupakan cabang ilmu kedokteran yang baru, namun
dengan perkembangannya yang begitu pesat, ilmu tersebut merupakan cabang ilmu pengetahuan
yang mandiri. Sebagai suatu ilmu, maka imunologi mengembangkan diri baik pada aspek-aspek
dasarnya maupun pada aspek ilmu terapannya.

Pada proses pemeriksaan laboratorium imunologi serologi, digunakan beberapa metode


untuk mempermudah dalam proses pemeriksaan untuk mendiagnosa suatu penyakit. Pada tugas
ini disediakan cara mendiagnosa beberapa jenis penyakit dengan menggunakan metode
imunokromatografi. Yang mana proses pendiagnosaannya dengan menggunakan indicator warna
(koloid emas). Secara umum metode Imunokromatografi untuk mendeteksi sebuah spesimen
dengan menggunakan dua antibodi. Antibodi pertama berada dalam larutan uji atau sebagian
terdapat pada membran berpori dari alat uji. Antibodi ini dilabeli dengan lateks partikel atau
partikel koloid emas (antibody berlabel). Keberadaan antigen akan dikenali oleh antibody
berlabel dengan membentuk ikatan antigen-antibodi . komplek ikatan ini kemudian akan
mengalir karena adanya kapilaritas menuju penyerap, yang terbuat dari kertas penyaring.
Selama aliran, kompleks ini akan dideteksi dan diikat oleh antibody kedua yang terdapat pada
membran berpori, sehingga terdapat komplek pada daerah deteksi pada membrane yang
menunjukkan hasil uji.

Immunochromatography test (ICT) merupakan uji imunokromatografi yang dapat


mendeteksi antigen yang terdapat pada serum atau plasma. Prinsip dasarnya adalah adanya
pengikatan antara antigen dengan antibody pada daerah test line, selanjutnya antibody akan
berikatan dengan colloidal gold-labeled conjugate. Komplek yang terbentuk akan bergerak pada
membrane selulosa.
Deteksi antigen dengan menggunakan metode ini memiliki beberapa kelebihan jika
dibandingkan dengan metode yang lain seperti ELISA (Enzyme-linked Immunosorbent Assay),
RIA-IRMA dan lain-lain. Kelebihan metode ini adalah waktu yang diperlukan untuk pengujian
relative singkat sekitar 2-10 menit dan hasil uji dapat dilihat secara langsung. Pengujian dengan
metode ini juga dapat dilakukan oleh setiap orang karena tidak memerlukan ketrampilan khusus
seperti halnya dalam uji ELISA. Selain itu, metode ini dapat dijadikan sebagai pemeriksaan awal
untuk uji kualitatif dan dapat dikerjakan langsung di lapangan karena merupakan alat uji yang
sederhana. Walaupun, metode ini lebih sederhana dan mudah dibandingkan metode lainnya, akan
tetapi memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi terhadap antigen.

Gambar Test Imunokromatografi :


Uji Imunokromatografi
MALARIA

Sporozoit masuk kedalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk Anopheles, dan menetap di
hepatosit. Plasmodium vivax, P.ovale dan P.cynomolgi memiliki tahap dorman yang disebut hypnozoit
yang menetap selam berminggu-minggu sampai beberpa tahun kemudian berkembang menjadi schisont
praeritrosit. Sebaliknya P.falcifarum dan P.malaria tidak memiliki tahap persisten tersebut. Suatu
schisont praeritrosit mengandung 10.000-30.000 merozoit yang dilepaskan kedalam sirkulasi, dan
menginvasi sel darah merah. Didalam sel darah merah(SDM), merozoit berkembang melalui beberapa
tahap, yaitu bentuk cincin, tropozoit dan schisont eritrosit.

Sel darah merah yang terinfeksi dengan P.falcifarum membentuk suatu struktur benjolan yang
padat electron pada membrane permukaan. Struktur yang berbentuk benjolan tersebut terdiri dari protein
inang maupun parasit, termasuk protein parasit KAHRP (knob-associted histidin rich protein) dan
PfEMP-1(Plasmodium falcifarum erytrosyte membrane protein-1). PfEMP-1 berperan pada sitoadhesi
(cytoadhesion) dari SDM yang terinfeksi P.falcifarum pada thrombospodin (TSP), dan bebrapa resptor sel
endotel, termasuk CD 36, ICAM-1,VCAM, dan ELAM.

Antigen malaria, walaupun amat banyak jenisnya, namun dewasa ini yang menjadi target dari
imunoasai untuk mendeteksi adanya infeksi dengan parasit malaria, khususnya untuk uji diagnostik cepat
(rapid diagnostic test = RDT) hanya ada beberapa saja, yaitu histidine-rich protein-1 (HRP-1) dari
P.falcifarum, parasite-specific lactate dehydrogenase (pLDH), dan Plasmodium aldolase dari parasit
glycolitic pathway yang terdapat pada semua spesies.

Pemeriksaan

Metode : Deteksi antigen HRP-2

Prinsip : Imunokromatografi

Bahan : Darah lisis

Alat dan Reagen : - Tabung reaksi

- Kit
Prosedur :

Ujung bawah (sample Pad) dari carik celup, dicelupkan kedalam tabung yang berisi darah
penderita yang telah dilisiskan. Darah tersebut akan diisap, dan bermigrasi kearah absorbent pad. Setelah
terjadi perubahan warna pada garis kontol, carik celup dikeluarkan, dan dicelupkan ketabing lain yang
berisi larutan dapar pencuci untuk pembersihan. Seluruh tes selesai dalam waktu 20 menit.Tes dibaca
dengan kasat mata, dan dilihat adanya perubahan warna, baik pada garis pengikat ( capture line) maupun
garis control. Tes dikatakan positif bila kedua garis tersebut memberi warna merah, dan dikatakan
negative bila hanya garis control saja yang berwarna merah.

Pengembangan Alat Diagnostik HBsAg Berdasarkan Metode Imunokromatografi

Infeksi virus hepatitis B adalah salah satu hepatitis yang tersering ditemukan dan merupakan
problem kesehatan masyarakat yang besar di dunia. Pada saat ini diperkirakan terdapat 350 juta pengidap
hepatitis B di dunia dan tiga perempat dari mereka (78%) berada di negara Asia Tenggara termasuk
Indonesia (WHO, 1987). Di Indonesia hepatitis merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah
penyakit infeksi dan paru dengan jumlah penderita mencapai ± 40 juta.

Rapid test merupakan uji kromatografi immunoassay dengan menggunakan metode “direct
sandwich”. Prinsip dasar rapid test adalah pengikatan antigen oleh antibodi monoklonal yang spesifik.
Salah satu jenis rapid tes yang banyak digunakan adalah alat diagnostic berupa stik uji untuk mendeteksi
keberadaan antigen atau pun antibody dalam sampel berupa darah, plasma atau serum. Stik uji ini mirip
dengan stik kehamilan yang menggunakan prinsip imunokromatografi yang telah banyak digunakan dan
beredar di masyarakat.

Secara umum metode Imunokromatografi untuk mendeteksi sebuah spesimen dengan


menggunakan dua antibodi. Antibodi pertama berada dalam larutan uji atau sebagian terdapat pada
membran berpori dari alat uji. Antibodi ini dilabeli dengan lateks partikel atau partikel koloid emas
(antibody berlabel). Keberadaan antigen akan dikenali oleh antibody berlabel dengan membentuk ikatan
antigen-antibodi . komplek ikatan ini kemudian akan mengalir karena adanya kapilaritas menuju
penyerap, yang terbuat dari kertas penyaring. Selama aliran, kompleks ini akan dideteksi dan diikat oleh
antibody kedua yang terdapat pada membran berpori, sehingga terdapat komplek pada daerah deteksi
pada membrane yang menunjukkan hasil uji.
Immunochromatography test (ICT) HBsAg merupakan uji imunokromatografi yang dapat
mendeteksi antigen yang terdapat pada serum atau plasma. Prinsip dasarnya adalah adanya pengikatan
antara antigen (HBsAG) dengan antibody (anti-HBs) pada daerah test line, selanjutnya antibody akan
berikatan dengan colloidal gold-labeled conjugate. Komplek yang terbentuk akan bergerak pada
membrane selulosa.

Deteksi antigen dengan menggunakan metode ini memiliki beberapa kelebihan jika dibandingkan
dengan metode yang lain seperti ELISA (Enzyme-linked Immunosorbent Assay), RIA-IRMA dan lain-
lain. Kelebihan metode ini adalah waktu yang diperlukan untuk pengujian relative singkat sekitar 2-10
menit dan hasil uji dapat dilihat secara langsung. Pengujian dengan metode ini juga dapat dilakukan oleh
setiap orang karena tidak memerlukan ketrampilan khusus seperti halnya dalam uji ELISA. Selain itu,
metode ini dapat dijadikan sebagai pemeriksaan awal untuk uji kualitatif dan dapat dikerjakan langsung di
lapangan karena merupakan alat uji yang sederhana. Walaupun, metode ini lebih sederhana dan mudah
dibandingkan metode lainnya, akan tetapi memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi terhadap
antigen.

Riset dan Pengembangan

Penelitian tentang pembuatan alat diagnostik yang praktis berdasarkan metode


imunokromatografi terhadap HBsAg telah banyak dilakukan dan dikembangkan. Penelitian ini meliputi
penelitian pembuatan antibody monoklonal yang spesifik terhadap HBsAg, uji sensitivitas dan uji
spesifisitas. Penelitian ini sangat diperlukan untuk membandingkan strip HBsAg yang dikembangkan
dengan alat diagnostic lainnya yang beredar di pasaran.

Pembuatan antibodi monoklonal

Pembuatan antibodi monoklonal dilakukan berdasarkan teknologi hibridoma dengan


menggunakan hewan coba berupa tikus atau kelinci. Langkah-langkah dalam pembuatan antibody
monoklonal seperti pada gambar di bawah ini:

a. Antigen disuntikkan pada hewan coba dengan harapan hewan coba membentuk antibodi terhadap
antigen yang disuntikkan. Darah dari hewan coba kemudian disentrifugasi untuk memisahkan
plasma darah dengan serum. Serum yang didapatkan mengandung antibody terhadap antigen,
akan tetapi antibody yang dihasilkan merupakan antibody poliklonal.
b. Sel limfosit dari hewan coba yang telah disuntik antigen kemudian diambil dan difusikan dengan
sel myeloma sehingga terbentuklah sel hibridoma. Sel hibridoma ini kemudian diklon sehingga
didapatkan antibody monoklonal yang spesifik terhadap antigen.

Uji Sensitivitas dan Uji Spesifisitas

Uji sensitivitas dan uji spesifisitas alat diagnostic sangat penting dilakukan untuk mengetahui kualitas alat
diagnostic yang dikembangkan. Uji sensitivitas dilakukan untuk mengetahui tingkat kemampuan suatu
alat diagnostic dalam mendeteksi keberadaan suatu senyawa, dalam hal ini HBsAg. Begitu pula halnya
dengan uji spesifisitas. Uji ini dilakukan untuk mengetahui tingkat spesifikasi alat diagnostic dalam
mendeteksi suatu senyawa (antigen) tertentu.

Tahapan Pengembangan Produksi (Scalling Up)

Prototype strip diagnostik yang telah melalui uji kelayakan akan menjalani pengembangan proses
(scalling up). Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melakukan scale up adalah faktor-faktor yang
berubah secara mekanik maupun fisik dengan adanya scale up yang dapat menurunkan sensitivitas dan
spesifisitas produk.

HEPATITIS Hepatitis B surface Antigen (HbsAg)

Hepatitis adalah suatu proses peradangan pada jaringan hati yang memberikan gejala lemah
badan, kencing seperti air teh disusul dengan mata dan badan menjadi kuning. Tidak semua penyakit
hepatitis mempunyai bentuk yang klasik seperti ini. Ada hepatitis yang tidak nyata (inapparent hepatitis),
ada yang tanpa ikterik, ada yang bentuk jinak (benigna) dan adan yang ganas (fulminan). Salah satu
penyebab hepatitis adalah virus.

Penularan virus hepatitis B (VHB) terjadi melalui dua pola, yaitu pola vertikal dan pola
horizontal. Pda pola vertical infeksi terjadi pada ibu hamil dengan HBsAg positif pada anak yang
dilahirkannya pad saat persalinan (penularan perinatal). Sedangkan pada pola horizontal infeksi VHB
dapa melalui luka atau selaput lender, mis: suntikan, tattoo dll.
Setelah VHB masuk kedalam tubuh penderita yang tidak memiliki kekebalan terhadap VHB.
Poly-human serum albumin reseptor (poly PAR) yang terdapat pada permukaan HBsAg akan mengikat
poly-human serum albumin (poly-HSA) yang dibuat oeh hepatosit. Dalam tahap selanjutnya poly-HAS
yang sudah diikat oleh PAR dari VHB pada satu kutubnya akan diikat oleh PAR yang terdapat pada
permukaan hepatosit pada kutubnya yang lain. Setelah itu VHB masuk kedalam siklus dari hepatosit.

Bila ada sel limposit T CD8 yang lewat, maka kompleks antigen-MHC kelas I akan ditangkap
oleh reseptor yang da dipermukaan limposit TCD8 dan menimbulkan signal pada sel limposit tersebut
sehingga sel tersebut menjadi aktif, dan melepaskan sitokin yang dapat menghancurkan seluruh sel yang
terinfeksi beserta isinya. Bebrapa sel hepatosit yang rusak tersebut melepaskan enzimnya sehingga kadar
SGOT, SGPT, bilirubin dan gamma-GT dalam serum meningkat.

Waktu inkubasi VHB terentang antara 6 minggu samapai 6 bulan. HBsAg biasanya positif selama
beberapa gejala klinis dari penyakit masih ada dan baru menghilang beberapa minggu (1-12 minggu)
kemudian. HBsAg yang menetap lebih dari 6 bulan merupakan petunjuk dari infeksi VHB yang menahun
atau penderita akan mengidap VHB (carrier) yang sehat.

Tes HBsAg (rapid test)

Prinsip Pemeriksaan :

Imunokromatografi dengan prinsip serum/plasma yang diteteskan pada bantalan sample bereaksi
dengan partikel yang telah dilapis dengan anti HBs (antibody). Campuran ini selanjutnya akan bergerak
sepanjang strip membrane untuk berikatan dengan antibody spesifik pada daerah tes (T), sehingga akan
menghasilkan garis warna.

Alat dan Bahan :

- Kit ACON HBsAg

- Alat tes

- Pipet tetes

- Serum atau plasma


Prosedur :

1. Alat tes dilepaskan dari tutupnya ( untuk mendapatkan

hasil yang baik sebaiknya tes dilakukan dalam waktu 1 jam.

2. Tempatkan alat tes pada permukaan datar dan bersih.

Pipet tetes dipegang secara vertical lalu diteteskan 3

Tetes serum/plasma (+100 ul) kedalam sumur specimen (S) alat tes. Hindarkan adanya gelembung

3. Tunggu sampai garis merah muncul pada alat tes (C/T).

Hasil sebaiknya dibaca dalam waktu 15 menit.

Interpretasi Hasil :

Positif : Terbentuk dua garis merah pada bagian control (C) dan tes (T), atau samar-samar

Negatif: Hanya 1 garis merah muncul pada bagian komtrol (C)

Invalid : Tidak timbul garis merah sama sekali atau timbul hanya pada bagian tes

DEMAM BERDARAH DENGUE

Penyakit demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue yang termasuk dalam virus arbo.
Manifestasi klinik dari penyakit ini amat bervariasi, mulai dari penyakit yang paling ringan, demam
dengue(DF), demam berdarah dengue (DHF). Dan dengue shock syndrome (DSS), virus dengue terdiri
dari 4 serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Struktur antigen dari ke-4 serotipe ini sangat
mirip satu dengan yang lain, namun antibody terhadap masing-masing serotype tidak dapat saling
memberikan perlindungan silang.
Di dalam tubuh manusia virus berkembang biak dalam system retikuloendotelial, dengan target
utama virus dengue adalah monosit atau makrofag walaupun sel-sel lain seperti sel kupfer dari hepar juga
dapat terkena. Viremia timbul terjadi reaksi anamnestik dari pembentukan antibody, khususnya daripada
saat menjelang tampak gejala klinik hingga 5-7 hari sesudahnya. Virus bersirkulasi dalam darah perifer di
dalam sel monosit/makrofag, sel limposit B dan sel limposit T.

Infeksi primer ditandai dengan timbulnya antibody IgM terhadap dengue sekitar 3-5 hari setelah
timbulnya demam, menngkat tajam dalam satu sampai tiga minggu, bertahan selama 30-90 hari,
meskipun pada bebrapa kasus ada yang masih dapat dideteksi hingga delapan bulan. Antibodi IgG
terhadap dengue diproduksi sekitar dua minggu sesudah infeksi. Titer IgG ini meningkat amat cepat, lalu
menurun secara lambat dalam waktu yang lama dan biasanya bertahan seumur hidup. Pada infeksi
sekunder kelas IgG dimana pada hari kedua saja, IgG ini sudah dapat meningkat tajam kemudian akan
diikuti dengan timbulnya IgM anti-dengue.

Terdapat korelasi antara infeksi dengue primer-sekunder dengan beratnya penyakit. Beberapa
literatur menunjukkan bahwa, infeksi primer hanya menyebabkan suatu keadaan yang disebut ‘febrile self
limiting disease’ sedangkan infeksi sekunder dapat menimbulkan komplikasi yang berat.

Pemeriksaan

Metode : Captured Imunocromatigrphic IgM dan IgG

Prinsip :

Apabila tedapat antibody dengue baik IgM atau IgG didalam serum akan diikat oleh anti-human
IgM atau IgG yang dilapiskan pada dua garis silang distrip nitroselulosa. Kemudian formasi ikatan
konjugat antibody monoclonal berlabel dan koktail antigen rekombinan dengue 1,2,3,4 yang juga ada
dinitroselulose, ditangkap (captured) oleh ikatan serum antibody dengue spesifik IgM atau IgG dengan
anti-human pada garis silang dan membentuk garis berwarna pink/ungu.

Bahan : serum

Alat dan reagen : - Kit PanBio Duo Rapid Strip IgM & IgG
Prosedur :

1. Teteskan 75 ul (3 tetes) buffer kedalam tabung.

2. Tambahkan 1 ul serum, aduk sebentar

3. Masukkan strip test

4. Baca hasil setelah 15-30 menit

Interpretasi hasil :

Positif Dengue Primer : Positif garis M dan C

Positif Dengue Sekunder : Positif garis M, G, dan C atau G dan C

Negatif : Positif hanya pada garis C

Invalid : Tidak terlihat garis C

Ket : C = control, M = IgM, G = IgG

Human Immunodefesiensi Virus (HIV)/AIDS

AIDS adalah suatu sindroma yang amat serius, dan ditandai oleh adanya kerusakan system
kekebalan tubuh dari penderitanya. Penyebab penyakit AIDS adalah Human Immunodefesiensi Virus
(HIV) yang termasuk famili retrovirus, dan sub famili lenti virus. Dikenal dua macam subtype HIV yaitu
HIV-1 yang enyebar keseluruh dunia dan HIV-2 yang terutama terdapat di Afrika Barat dan Portugal.
Lapisan luar (envelope) dari virus mempunyai banyak tonjolan (spike), masing-masing tonjolan terdiri
dari sekitar 4 molekul protein gp 120 yang menonjol keluar, dan sejumlah yang sama glukoprotein
transmembran gp 41 yang merupakan tempat perlekatan dari gp 120. Dibawah envelope terdapat terdapat
satu lapisan protein matriks yang disebut p 17, yang selanjutnya meliputi core atau kapsid (capsid).

Bila virion HIV masuk kedalam sel target, beberapa peristiwa yang kompleks, dan berurutan akan
berlangsung yang berakhir dengan pembentukan partikel virus yang baru dari beberapa sel target yang
terinfeksi. Dalam tahap awal infeksi, system imun mungkin berhasil untuk memerangi dan mengeliminasi
beberapa sel yang terinfeksi, namun sebagian dari sel terinfeksi tersebut akan tertinggal, menghindari
mekanisme dari daya tahan host, dan virus didalamnya akan terus berkembang biak dalam kecepatan
yang agak kurang selama bebrapa dasawarsa. Selama periode ini kondisi penderita umumnya cukup baik.

Dalam tahap awal infeksi, terjadi suatu window periode, yaitu keadaan seronegatif selama kurun
waktu 6 minggu sampai 6 bulan sesudah infeksi. Antibodi spesifik terhadap gp 41 dapat dilacak beberapa
minggu atau beberapa bulan lebih awal daripada antibody terhadap p24, dan tetap ada selama perjalanan
penyakit. Dalama respon imun humoral tersebut dibentuk juga antibody (neutralizing antibodies) terhadap
gp 120 (bagian luar envelope), dan terhadap gp 41 (protein transmembran yang merupakan tempat yang
penting oada infeksi virus).

Pemeriksaan

Metode : Immunokromatografi (Anti HIV-1/HIV-2)

Prinsip :

Immunokromatografi dimana membrane dilapisi oleh antigen HIV rekombinan pada garis tes.
Pada saat serum diteteskan pada salah satu ruang membrane, sample akan bereaksi dengan partikel yang
telah dilapisi dengan protein A yang terdapat pada bantalan specimen. Selanjutnya campuran ini akan
bergerak secara kromatografi keujung lain membrane dan bereaksi dengan antigen HIV rekombinan yang
terdapat pada garis tes. Jika serum/plasma mengandung antibody HIV-1/HIV-2 maka akan timbul garis
warna pada garis tes.

Alat dan bahan :

- Kit ACON HIV-1/2 : - alat tes

- Buffer

- Pipet tetes

- Serum/plasma (EDTA/heparin/citrate)
Prosedur :

1.Alat tes dilepaskan dari tutupnya dan dilakukan paa suhu ruangan. Sebaiknya tes dilakukan dalam
waktu 1 jam untuk mendapatkan hasil yang baik.

2. Tempatkan alat tes pada permukaan datar dan bersih. Pipet tetes dipegang secara vertical lalu
teteskan serum/plasma 1 tetes(+ 30-40 ul) kedalam sumur specimen (S), kemudian tambahakan 2
tetes buffer. Hindarkan adanya gelembung udara.

3. Tunggu sampai garis merah muncul. Hasil sebaiknya dibaca dalam waktu 10 menit.

Catatan : Hasil tidak dinterpretasikan setelah 20 menit.

Interpretasi hasil :

Positif(reaktif) :Jika nampak garis merah pada Control dan garis Tes

- Negatif (non reaktif) : Hanya nampak 1 garis merah pada bagian control

- Invalid : Tidak nampak garis merah samasekali atau nampk hanya

pada bagian tes(T).

Anda mungkin juga menyukai