Anda di halaman 1dari 7

Hubungan Antara Faktor Sosio-demografis dengan Gejala Depresi pada Mahasiswa

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga

Disusun Oleh :

Dewi Natasya Irawan 021711133137

Muhammad Canino Cahya C. 021711133138

Nur Nandini Wirawan 021711133139

Hashfi Hilman 021711133140

Departemen Ilmu Kesehatan Gigi Masyarakat

Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Airlangga
BAB 1

PENDAHULUAN

2.1 Latar Belakang

Pada kenyataannya setiap manusia di dunia pasti pernah merasa sakit. Sakit
merupakan kondisi saat kesehatan seseorang terganggu. Saat manusia sedang dalam
kondisi tidak baik, manusia tersebut akan mudah terjangkit penyakit.
Penyakit terbagi 2 jenis, yaitu penyakit yang dapat terlihat dan penyakit yang
tidak terlihat. Penyakit yang terlihat sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari,
contohnya batuk, flu, campak, demam berdarah, dan sebagainya. Berbeda dari penyakit
terlihat, penyakit yang tidak terlihat sulit ditemukan karena pengidapnya tidak
menunjukkan gejala klinis yang spesifik. Contoh dari penyakit yang tidak terlihat ini
adalah penyakit gangguan jiwa.
Kesehatan jiwa memengaruhi cara manusia berperasaan, berpikir, dan
menjalankan kegiatan sehari-hari. Kesehatan jiwa dan kesehatan fisik juga saling
mempengaruhi. Oleh karena itu, seperti kesehatan fisik, kesehatan jiwa juga sangat
penting.
Namun dewasa ini, kesadaran masyarakat Indonesia terhadap kesehatan jiwa
masih tergolong rendah terlihat dari data hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun
2018 yang menunjukkan prevalensi gangguan mental emosional pada remaja berumur
lebih dari 15 tahun sebesar 9,8 persen. Angka ini meningkat dibandingkan tahun 2013
yaitu sebesar 6 persen.
Penyakit gangguan jiwa yang sering ditemui di kehidupan sehari-hari adalah
depresi. Tidak banyak yang tahu bahwa depresi merupakan kondisi medis dengan gejala
yang nyata. Banyak stigma yang selama ini telah beredar namun sedikit yang
mengetahui mengenai kebenarannya. Mereka yang sedang berjuang melawan depresi
terkadang dipertanyakan oleh orang-orang disekitarnya.
Kesehatan jiwa juga memengaruhi kemampuan untuk belajar dan mencapai
potensi profesional yang maksimum. Depresi adalah masalah kesehatan jiwa yang sering
ditemukan dan mempengaruhi sebagian besar mahasiswa profesi kesehatan.
Sekolah kedokteran gigi dikenal memiliki lingkungan belajar yang sangat
menuntut dan penuh tekanan sehingga menimbulkan tingkat depresi yang lebih tinggi,
gangguan obsesif-kompulsif, aktivitas psikosomatis terkait stres dan peningkatan
gangguan suasana hati, serta sensitivitas interpersonal yang berlebihan. Banyak faktor
yang dapat memicu penyakit psikologis di kalangan mahasiswa seperti penyesuaian
dengan lingkungan sekolah yang baru, informasi yang berlebihan, kurangnya waktu
luang, kendala keuangan, penyebab stres terkait keluarga dan persaingan untuk nilai yang
lebih tinggi. Oleh karena itu, analisis yang lebih mendalam dapat membantu
mengidentifikasi hubungan antara faktor-faktor tersebut dengan gejala depresi yang di
timbul di kalangan mahasiswa fakultas kedokteran gigi.
Dengan disusunnya karya tulis ini, penulis ingin mengetahui prevalensi gejala
depresi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, serta
mengidentifikasi hubungan antara faktor sosial-demografis (misalnya tahun studi,
disiplin, jenis kelamin) dan gejala depresi. Dengan demikian, penulis tertarik membahas
evaluasi gejala depresi di antara mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Airlangga.

2.2 Rumusan Masalah

1. Berapakah tingkat gejala depresi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Airlangga?
2. Apakah terdapat hubungan antara faktor sosio-demografis dengan gejala depresi pada
mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga ?

2.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui tingkat gejala depresi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Airlangga
2. Untuk mengetahui hubungan antara faktor sosio-demografis dengan gejala depresi pada
mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga

2.4 Manfaat
1. Dengan mengetahui tingkat prevalensi gejala depresi pada mahasiswa Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Airlangga di harapkan adanya upaya untuk membantu
meminimalisir gejala depresi yang terjadi.
2. Dengan mengetahui hubungan antara faktor sosio-demografis dengan gejala depresi pada
mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga di harapkan dapat menjadi
dasar pembuatan kebijakan bagi organisasi mahasiswa yang ada di kampus agar dapat
lebih mengayomi mahasiswa melalui kegiatan yang di laksanakan agar tidak terjadi
kesenjangan yang berakibat pada terjadinya depresi pada mahasiswa.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Faktor Sosiodemografis Definisi

2.2 Faktor Sosiodemografis Klasifikasi

2.3 Definisi Gejala Depresi

2.4 Klasifikasi Gejala Depresi

Gangguan depresi terdiri dari tiga jenis, Maslim (2003) memaparkan:

1. Depresi Ringan

Gejala-gejala dari gangguan depresi ringan berupa sekurang-kurangnya harus ada dua
dari tiga gejala utama depresi, berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu, dan
hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang dilakukannya.

2. Depresi Sedang

Gejala-gejala dari gangguan depresi sedang berupa sekurang-kurangnya harus ada dua
dari tiga gejala utama depresi pada episode depresi ringan, berlangsung sekurang-
kurangnya sekitar 2 minggu, dan menghadapi kesulitan nyata dalam untuk meneruskan
kegiatan sosial, pekerjaan dan urusan rumah tangga.

3. Depresi berat

Terdapat dua jenis depresi berat, yaitu:

a. Depresi berat tanpa gejala psikotik

Gejala-gejala dari gangguan depresi berat tanpa gejala psikotik berupa semua dengan
tiga gejala utama depresi harus ada dan harus berintensitas berat. Bila ada gejala
penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor) yang mencolok, pasien mungkin
tidak mau atau tidak mampu untuk melaporkan banyak gejalanya yang secara rinci.
Depresi berat tanpa gejala psikotik biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya
2 minggu, akan tetapi jika gejala sangat berat dan beronset sangat cepat, maka masih
dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun waktu kurang dari 2 minggu,
sangat tidak mungkin pasien akan mampu merumuskan kegiatan sosial, pekerjaan
atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas.

b. Depresi berat dengan gejala psikotik

Gejala-gejala dari gangguan depresi berat dengan gejala psikotik berupa memenuhi
criteria dari depresif berat tanpa gejala psikotik dan disertai waham, halusinasi atau
stupor depresif. Waham merupakan suatu keyakinan seseorang yang tidak sesuai
dengan kenyataan, pada pasien depresi berat dengan gejala psikotik biasanya timbul
waham tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang mengancam dan pasien
merasa bertanggungjawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau olfatorik yang
muncul pada pasien depresi berat dengan gejala psikotik biasanya berupa suara yang
menghina atau menuduh, atau bau kotoran atau daging membusuk. Retardasi
psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor.

Adapun dalam Kaplan-Sadock Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Prilaku Psikiatri Klinis ,
Kaplan et al (2010) mengungkapkan bahwa depresi terbagi atas 2 jenis, yaitu depresi berat dan
depresi ringan. Gangguan depresi berat (mayor depressive disorders) memiliki gejala berupa
perubahan nafsu makan dan berat badan, perubahan pola tidur dan aktivitas, kekurangan energi,
perasaan bersalah, dan pikiran untuk bunuh diri yang berlangsung setidaknya ± 2 minggu.
Sedangkan, pada gangguan depresi ringan (minor depressive disorders) gejala yang timbul mirip
dengan gangguan depresi mayor tetapi gangguan ini bersifat lebih ringan dan atau berlangsung
lebih singkat.
BAB 3

PETA KONSEP

Anda mungkin juga menyukai