Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN SURVEI ENTOMOLOGI MALARIA

DI DESA BATANG KULUR


WILAYAH KERJA PUSKESMAS BUNGKUKAN,
KECAMATAN KELUMPANG BARAT
KABUPATEN KOTABARU

TIM UNIT ENTOMOLOGI

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN
BALAI LITBANG KESEHATAN TANAH BUMBU
Jl. Loka Litbang Kawasan Perkantoran Pemda Tanah Bumbu, Kelurahan Gunung
Tinggi, Kecamatan Batulicin, Pondok Butun, Tanah Bumbu, Pd. Butun, Batu Licin,
Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan 72271
Email : balaitanbu@gmail.com, url : http://www.bp4b2tanahbumbu.litbang.depkes.go.id/
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap rasa Syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa. Atas
perkenanNyalah maka kegiatan Survei Entomologi Malaria oleh tim Laboratorium Entomologi akhirnya
dapat terlaksana.
Kegiatan ini merupakan implementasi dari komitmen kerjasama Balai Litbangkes Tanah Bumbu,
BBTKL Banjarbaru, Dinas Kesehatan Provinsi Kalsel, Dinas Kesehatan/Kabupaten Kota di Kalsel dan GF
(Global Fund) Malaria dalam menurunkan kasus malaria guna pencapaian target eliminasi malaria di
Provinsi Kalimantan Selatan.

Demikian laporan kegiatan ini dibuat dan dapat membantu dalam penentuan kebijakan program
malaria.

Tanah Bumbu, 25 Juli 2019


Kasie Layanan dan Sarana Penelitian, Koordinator Entomologi,

a
Yuniarti Suryatinah, Apt S.KM., M.SC
N r P 1 986062 82010122004 NtP 198404072006041003

Mengetahui,
Litbangkes Tanah Bumbu,

'^\\
t6 Nuhung, M.Sc.
1 9670801 20001 21 005
RINGKASAN

Penyakit tular vektor (Vector-borne diseases) masih menjadi penyakit endemis bagi negara tropis
yang dapat menimbulkan wabah atau kejadian luar biasa serta dapat menimbulkan masalah kesehatan
masyarakat. Salah satu penyakit tular vektor adalah Malaria. Malaria merupakan penyakit yang disebabkan
oleh parasit Plasmodium yang disebarkan oleh nyamuk Anopheles. Kasus malaria di Indonesia pada
Tahun 2017 dilaporkan 261.000 kasus dan tahun 2018 turun menjadi 220.000 kasus.
Survei entomologi dilakukan di Desa Batang Kulur, Kecamatan Kelumpang Barat, Kabupaten
Kotabaru pada tanggal 10 – 12 Juli 2019 dengan koordinat 2048’46,37” S dan 116004’20,36”E. Kegiatan
yang dilakukan yaitu penangkapan nyamuk dengan umpan orang, pembedahan nyamuk dan survei larva.
Hasil kegiatan survei didapatkan jenis nyamuk yang tertangkap ada 7 Spesies yaitu Aedes vexans,
Ae.albopictus, Culex quinquefasciatus, Cx. tritaeniorhynchus, Cx. vishnui, Mansonia dives dan Anopheles
leucosphyrus group. Hasil penelitian Balai Litbangkes Tanah Bumbu Tahun 2015 dengan pemeriksaan
Polymerase Chain Reaction (PCR) diketahui An. leucosphyrus merupakan vektor malaria di Kotabaru.
Hasil penangkapan nyamuk dengan umpan orang, An. leucosphyrus mulai muncul pada jam 22.00
dan kembali meningkat pada jam 04.00. Nilai kepadatan perjam (MHD) An. leucosphyrus group yaitu 0,30
sedangkan nilai kepadatan permalam yaitu 2,67. Berdasarkan Permenkes 50 tahun 2017, nilai MBR
Anopheles harus kurang dari 0,025, sedangkan di Desa Batang Kulur adalah 2,67 artinya sudah melebihi
dari kepadatan yang di persyaratkan.
Habitat perkembang biakan nyamuk yang ditemukan ada 2 yaitu kolam dan mata air. Larva
anopheles ditemukan pada habitat kolam. Tempat perindukan yang ditemukan sangat mendukung
perkembangbiakan nyamuk Anopheles leucosphyrus group dengan adanya sumber makanan bagi larva
berupa lumut hijau serta parameter suhu 27,6 – 28,1 dan pH air 7,2 -7,8 yang cocok bagi kehidupan larva.
Upaya penurunan kasus malaria secara terpadu juga perlu me terjadi dukungan dari sektor
masyarakat. Pencegahan terhadap faktor risiko juga perlu dilakukan secara kelompok dan perorangan
seperti tidak keluar pada malam hari jika tidak perlu, proteksi diri dari nyamuk, penggunaan kelambu pada
saat tidur dan penanganan tempat habitat larva serta pengobatan secara tuntas.

2
DAFTAR ISI

Hal.
KATA PENGANTAR...................................................................................................................
RINGKASAN ……………………………………………………………………………………………..
DAFTAR ISI................................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................................
B. Tujuan...........................................................................................................
BAB II METODE......................................................................................................
A. Tinjauan Pustaka..............................................................................................
B. Tempat dan Waktu..............................................................................................
C. Tahapan Survei..............................................................................................
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Survei Nyamuk.......................................................................................................
B. Survei Larva.................................................................................................................
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………………………………………….
A. Kesimpulan ………………………………………………………………………..
B. Saran …………………………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................
LAMPIRAN..................................................................................................................

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Malaria merupakan penyakit tular vektor yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, karena
dapat menyebabkan kematian dan menurunkan produktifitas sumber daya manusia. Malaria adalah
penyakit yang disebabkan oleh parasit Plasmodium dan ditularkan oleh nyamuk Anopheles. Secara global,
penyebarannya sangat luas yaitu di wilayah antara garis bujur 60° di utara dan 40° di selatan, meliputi
lebih dari 100 negara beriklim tropis dan sub tropis.1 Penduduk yang berisiko terkena malaria berjumlah
sckitar 2,3 miliar atau 41% dari penduduk dunia. Setiap tahun jumlah kasus malaria berjumlah 300-500 juta
dan mengakibatkan 1,5 s/d 2,7 juta kematian, terutama di Afrika sub Sahara. Asia Selatan dan Asia
Tenggara serta Amerika Tengah. Wilayah yang kini sudah bebas malaria adalah Eropa, Amerika Utara,
sebagian besar Timur Tengah, sebagian besar Karibia, sebagian Amerika Selatan. Australia dan Cina. 2
Situasi malaria di Indonesia menunjukkan masih terdapat 10,7 juta penduduk yang tinggal di daerah
endemis menengah dan tinggi malaria. Daerah tersebut terutama meliputi Papua, Papua Barat, dan NTT.
Pada 2017, dari jumlah 514 kabupaten/kota di Indonesia, 266 (52%) di antaranya wilayah bebas malaria,
172 kabupaten/kota (33%) endemis rendah, 37 kabupaten/kota (7%) endemis menengah, dan 39
kabupaten/kota (8%) endemis tinggi.
Saat ini pemerintah Indonesia khususnya Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sudah on the track
dalam upaya eliminasi malaria pada 2030. Pada tahun 2016 jumlah kab/kota eliminasi malaria sebanyak
247 dari target 245. Pada 2017 pemerintah berhasil memperluas daerah eliminasi malaria yakni 266
kabupaten/kota dari target 265 kabupaten/kota. Sementara tahun 2018 ditargetkan sebanyak 285
kabupaten/kota yang berhasil mencapai eliminasi, dan 300 kabupaten/kota pada 2019. 3 Selain itu,
pemerintah menargetkan tidak ada lagi daerah endemis tinggi malaria di 2020. Pada 2025 semua
kabupaten/kota mencapai eliminasi, 2027 semua provinsi mencapai eliminasi, dan 2030 Indonesia
mencapai eliminasi. Eliminasi malaria adalah upaya untuk menghentikan penularan malaria setempat
dalam satu wilayah geografi tertentu.3, 4
Secara umum, Kabupaten/Kota di Kalimantan Selatan sebanyak 53% sudah bebas malaria. Angka
Annual Parasite Incidance (API) di kalsel adalah 0,21 kurang dari 1 ‰ dan angka Slide parasite rate adalah
3,0 atau kurang dari 5% sehingga sudah masuk zona hijau. Namun beberapa kabupaten yang masih pada
daerah kuning yaitu Tabalong dan Kotabaru.
Kabupaten Kotabaru secara adminitratif memiliki 28 Puskesmas, Data tahun 2018 masih
ditemukan 22 Desa Endemis Malaria yaitu Kecamatan Pulau Sembilan (4 Desa); Kecamatan Kelumpang
Barat (5 Desa); Sungai Durian (3 Desa); Pamukan Barat (3 Desa); Hampang (2 Desa); Kelumpang Hulu
(2 Desa); Pulau Laut Selatan (2 Desa); dan Pulau Laut Tengah (1 Desa). Desa Endemis terbanyak yaitu
di Kecamatan Kelumpang Barat yaitu Desa Bungkukan, Batang Kulur, Siayuh, Magalau Hulu dan
tanjung sari. Hingga hulan Juni 2019 di Desa batang Kulur dilaporkan ada 20 kasus malaria.
Peningkatan kasus secara signifikan terjadi di Bulan Maret sebanyak 12 kasus. 5

4
Gambar 1. Situasi malaria di Kalimantan Selatan Pada Tahun 2018
(sumber : Dinas Kesehatan Provinsi Kalsel)5

Secara alamiah, penularan malaria terjadi karena adanya interaksi antara agent (parasit
Plasmodium spp), host de finitive (nyamuk Anopheles spp) dan host intermediate (manusia). Karena itu,
penularan malaria dipengaruhi oleh keberadaan dan fluktuasi populasi vektor (penular yaitu nyamuk
Anopheles spp), yang salah satunya dipengaruhi oleh intensitas curah hujan, serta sumber parasit
Plasmodium spp. atau penderita di samping adanya host yang rentan.6 Spesies Anopheles mampu
menjadi vektor malaria apabila mempunya hidup yang panjang, kontak dengan manusia cukup tinggi,
dan merupakan jenis yang dominan di lokasi yang tersebut.7
Di Indonesia dijumpai lebih dari 90 spesies Anopheles spp. dan yang telah diketahui menjadi vektor
adalah sebanyak 18 spesies. Yang paling dikenal adalah An. sundaicus, An. barbirostris, An. maculatus
dan An. aconitus. 8Pengamatan nyamuk Anopheles dan tempat habitatnya perlu dilakukan di Desa Haur
Gading untuk mengetahui tersangka vektor yang berperan dalam penukaran malaria.

B. Tujuan
1. Mengetahui spesies dan komposisi nyamuk
2. Menganalisis kepadatan dan fluktuasi nyamuk tersangka vektor malaria
3. Mengetahui tempat perindukan nyamuk

5
BAB II
METODE

A. TINJAUAN PUSTAKA
Malaria merupakan penyakit menular yang disebarkan melalui gigitan nyamuk Anopheles. Sekitar
2,3 milyar atau 41% penduduk dunia berisiko terkena penyakit malaria. Setiap tahun, diperkirakan jumlah
kasus malaria 300-500 juta dengan kematian 1,5-2,7 juta jiwa.9 Malaria dinyatakan sebagai masalah
kesehatan masyarakat yang utama pada 9 negara Asia Tenggara yang meliputi Myanmar, Kamboja,
Indonesia, Laos, Malaysia, Philiphines, Singapore, Thailand dan Vietnam.9,10
Malaria diduga berasal dari Afrika, dengan ditemukan fosil nyamuk yang telah berumur 3 juta tahun.
Penyebaran malaria mengikuti migrasi ke wilayah di sepanjang pantai Mediteria, Mesopotamia, Jazirah
India dan Asia Tenggara. Kemungkinan P.vivax dan P. malariae menyebar dari Asia Tenggara ke Amerika
melalui pelayanan lintas pasifik migrasi manusia. Selanjutnya Plasmodium falciparum tersebar setelah era
Columbus, melalui perbudakan oleh para penakluk Spanyol yang membawa orang Afrika ke Amerika
Tengah.10–12
Malaria disebabkan oleh infeksi dengan lima spesies Plasmodium yang siklus hidupnya sangat
mirip. Infeksi dimulai ketika tahap infektif sporozoit, disuntikkan oleh nyamuk dan dibawa ke seluruh tubuh
sampai mereka menyerang hepatosit hati di mana mereka mengalami fase persilangan aseksual
(Skizogoni eksoeritrositik) menghasilkan merozoit tidak berinti. Merozoit ini menuju ke dalam darah dan
menyerang sel darah merah di mana mereka memulai fase kedua dari penggandaan aseksual (Skizogoni
eritrositik) yang menghasilkan produksi sekitar 8-16 merozoit yang menyerang sel darah merah baru.
Proses ini terus terjadi secara berulang. Sebagai infeksi berlanjut, beberapa merozoit muda berkembang
menjadi gametosit jantan dan betina yang bersirkulasi di perifer darah sampai mereka terhisap oleh
nyamuk Anopheles betina saat menghisap darah. Di dalam tubuh nyamuk gametosit matang menjadi
gamet jantan dan betina, terjadi pembuahan dan zigot motil (ookinet) terbentuk dalam lumen usus nyamuk,
awal mula sebuah proses yang dikenal sebagai sporogoni. Ookinet menembus dinding usus dan menjadi
ookista dimana fase multiplikasi terjadi dalam pembentukan sporozoit yang bermigrasi ke kelenjar ludah
nyamuk dan disuntikkan ketika nyamuk menghisap darah inang baru.12–14
Penyebaran malaria ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya agent, host (penjamu) dan
lingkungan yang saling berinteraksi. Agent (parasit) hidup dalam tubuh manusia (intermediat) dan tubuh
nyamuk (definitif). Dalam tubuh nyamuk agent berkembang menjadi bentuk infektif, siap menularkan ke
manusia yang berfungsi sebagi host intermediat bisa terinfeksi dan menjadi tempat berkembangnya
agen.15,16 Kemampuan vektor dalam menularkan agen dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya
adalah (a) kekhususan inang, (b) rentang hidup vektor, (c) frekuensi makan, (d) mobilitas vektor, (e) tingkat
populasi vektor dan (f) aktifitas penyesuaian diri. Dengan demikian, kapasitas vektorial maupun
kemampuan vektor menularkan penyakit dipengaruhi oleh tinggi rendahnya populasi vektor.16
Nyamuk dewasa Anopheles berukuran 0,413 cm dengan tubuh tampak rapuh namun mempunyai
struktur dan fungsi tubuh yang diperkuat oleh rangka ekso dan endoskeleton yang kokoh untuk melindungi

6
alat-alat dalam yang lembut. Organ dan sistem yang lengkap untuk kehidupannya seperti pada manusia
yaitu ada otot, respirasi, sirkulasi, ekskresi, syaraf, pencernaan, indra dan reproduksi. Organ-organ dan
sistem-sistem yang lengkap untuk kehidupannya samaseperti pada manusia adanya saraf, pencernaan
otot, ekskresi, sirkulasi, pernafasan, alat reproduksi dan indera. Stadium pra dewasa nyamuk melakukan
aktifitas kehidupan dan berkembang di dalam air. Nyamuk mempunyai siklus hidup melalui empat stadium
yaitu stadium telur, larva, pupa dan nyamuk dewasa, sehingga nyamuk dikelompokkan ke dalam golongan
insekta bermetamorfosa sempurna. Stadiumtelur, larva dan pupa dari nyamuk ini hidup dan berkembang
biak di dalam air. Stadium telur berukuran dengan panjang 6 mm dan lebar 1,25 mm, dengan sisi ada
pelampung, menetas setelah 12 hari dalam keadaan normal. Telur nyamuk berkisar antara 100 sampai
300 butir (rata-rata 150 butir sekali bertelur) kemudian menetas jadi larva yang mengalami perkembangan
(4 instar) selama 4 sampai 8 hari. Kemudian berkembang menjadi pupa, selama 2- 3 hari dan menjadi
dewasa. Nyamuk betina Anopheles mempunyai umur rata-rata 25,6 hari. Untuk menjadi vektor malaria
nyamuk Anopheles betina harus dapat hidup sekurang-kurangnya 9 sampai 16 hari untuk mendukung
perkembangan sporozoit. Hal ini terkait dengan siklus sporozoit dalam tubuh nyamuk berlangsung 8
sampai 16 hari. Sporozoit yang infektif ini masuk ke dalam kelenjar ludah nyamuk untuk ditularkan ke
dalam tubuh manusia.16
Dinamika populasi merupakan gambaran fluktuasi populasi nyamuk dari waktu ke waktu, diukur
melalui kepadatan nyamuk di suatu tempat. Nyamuk Anopheles betina menggigit manusia atau hewan
untuk perkembangan telurnya dan aktif mencari makan pada malam hari mulai jam 18.00 hingga pagi jam
6.00, dengan puncak gigitan untuk setiap spesies berbeda. Perkiraan umur nyamuk (umur relatif) di alam
merupakan salah satu faktor yang penting dalam menentukan inkriminasi vektor sehingga dapat terdeteksi
adanya transmisi yang menyebabkan tinggi rendahnya kasus di suatu tempat, dapat ditentukan dengan
pembedahan ovarium dan penghitungan lamanya siklus gonotrofik. Nyamuk bergerak dari tempat
berkembang biak ke tempat istirahat kemudian ke tempat hospes tergantung pada kemampuan
terbangnya. Pada umumnya, nyamuk mampu terbang sejauh 350- 550 meter.16,17

B. TEMPAT DAN WAKTU


Kegiatan survei dilakukan di Desa Batang Kulur, Kecamatan Kelumpang Barat, Kabupaten Kotabaru
pada tanggal 10 – 12 Juli 2019 dengan koordinat 2048’46,37” S dan 116004’20,36”E.

7
Gambar 2. Lokasi Survei
C. TAHAPAN SURVEI
Tahapan kegiatan survei yang dilakukan yaitu :
a. Penangkapan Nyamuk dengan Umpan Orang
Koleksi nyamuk menggunakan umpan orang atau human landing collection (HLC) untuk
mengetahui kepadatan (densitas) nyamuk yang kontak dengan manusia dan resting untuk
mengetahui perilaku nyamuk istirahat (WHO 2015). Penangkapan dengan penangkapan HLC dan
resting dilakukan di dalam rumah (Umpan Orang dalam/UOD) (Dinding Dalam/DD) dan di luar
rumah (Umpan Orang luar/UOL) (Dinding luar/DL). Jumlah kolektor secara total berjumlah 6
orang, masing-masing rumah terdiri dari 2 kolektor dari 3 rumah yang digunakan. Penangkapan
nyamuk dilakukan selama semalam dimulai pukul 18.00-06.00 dan setiap jam terdiri atas 45 menit
penangkapan dengan umpan orang dan 10 menit dilakukan dengan penangkapan resting nyamuk
dengan menggunakan aspirator. Nyamuk yang tertangkap melalui HLC dan resting di identifikasi
dibawah mikroskop stereo menggunakan kunci identifikasi morfologi bergambar Rampa et al. 18

b. Pembedahan nyamuk
Pembedahan nyamuk dilakukan dengan menggunakan jarum seksi di bawah mikroskop.
Sebelumnya kaki dan sayapnya dilepaskan terlebih dahulu agar tidak mengganggu saat
pembedahan, kemudian ditambahkan larutan garam fisiologis (GF) dan diteteskan di atas kaca
objek/slide. Setelah itu, nyamuk diletakkan ditas kaca objek yang telah diteteskan larutan GF.
Abdomen segmen ketujuh ditarik dengan jarum seksi sampai ovariumnya kelihatan dan terendam
larutan GF. Setelah itu, ovarium dilihat dibawah mikroskop dengan pembesaran 40x. Nyamuk
parus (pernah bertelur) diteruskan dengan pembedahan seluruh bagian tubuh, sedangkan jika
nulliparous (tidak pernah bertelur) maka tidak diteruskan. Nyamuk parus kemudian dihancurkan
dengan jarum bedah, sehingga bagian tubuhnya terpisah menjadi kecil-kecil dan semua bagian
tubuh tersebut terendam larutan GF. Nyamuk diamati dengan menggunakan mikroskop.

c. Survei larva

8
Pengamatan karakteristik habitat dilakukan pada bulan berupa: tumbuhan air, predator alami,
jentik yang ditemukan, serangga lain, jarak terhadap permukiman, ekosistem sekitar, kondisi air,
dasar perairan, kedalaman, pH, salinitas dan suhu.

Pengamatan habitat jentik dilakukan di semua jenis perairan baik alamiah maupun buatan yang
diduga sebagai tempat perkembangbiakan. Pencidukan dilakukan merata mewakili luas perairan.
Pengamatan dilakukan dengan menggunakan cidukan atau pipet. Jentik yang didapat dari setiap
jenis perairan di masukkan kedalam gelas plastik dan diberi label berdasarkan tanggal penelitian.
Jentik yang ditemukan kemudian diidentifikasi dengan melihat ciri morfologi jentik.

d. Anallisis Data

Kelimpahan dan Dominasi Spesies19

Kepadatan nyamuk spesies tertentu dengan beberapa penangkapan penangkapan yang


dinyatakan dalam kelimpahan nisbi, frekuensi tertangkap dan angka dominasi nyamuk.(Sigit 1986)
Jumlah Individu Spesies Tertentu yang Ditangkap
Kelimpahan Nisbi = X 100%
Jumlah Total Individu Nyamuk yang Tertangkap
Jumlah Bulan Tertangkapnya Nyamuk Spesies Tertentu
Frek. Spesies =
Jumlah Bulan Penangkapan

Dominansi Spesies = Kelimpahan nisbi X Frekuensi spesies.

Kepadatan Nyamuk19

Kepadatan populasi nyamuk dapat diketahui dari hasil penangkapan di daerah penelitian,
maka data yang diperoleh dihitung menurut rumus yaitu :
Man Hour Density (MHD) :Jumlah nyamuk yang ditangkap dengan umpan orang
Lama penangkapan/ jam x Jlh penangkap xJlh wkt penangkapan
Man Bittting Rate (MBR) : Jumlah nyamuk yang ditangkap dengan umpan orang
Lama penangkapan/ jam x Jumlah malam x Jumlah umpan orang

Proporsi Parus (Parity Rate), Peluang Hidup20 dan Umur Relatif21

Proporsi parus adalah persentase nyamuk yang pernah bertelur berdasarkan hasil
pembedahan kelenjar ovari dalam suatu periode penangkapan.

Jumlah nyamuk pernah bertelur (parus)


Parity rate : x 100 %
Jumlah nyamuk yang diperiksa ovariumnya

9
Peluang hidup nyamuk setiap hari yang dinyatakan dalam % yang diperoleh dari suatu
perhitungan matematis dengan mengetahui proporsi parus dan siklus gonotropik (Davidson 1954).

Rumus  Peluang hidup (P) = b d


P : peluang hidup nyamuk setiap hari
b : siklus gonotropik (hari)
d : Parus rate (porporsi nyamuk parus = %)
Hasil pengukuran : Peluang hidup nyamuk setiap hari (%)

Umur relatif nyamuk di populasi adalah perkiraan umur nyamuk di populasi yang dinyatakan
dalam hari, yang diperoleh melalui suatu perhitungan matematis dengan melakukan perhitungan
setelah diketahuinya peluang hidup nyamuk setiap hari (Davidson 1954; Drapper and Davidon
1952).
Keterangan :
1
Umur relatif di populasi : log e : bilangan matematis tertentu
- log e p p : Peluang hidup nyamuk

10
BAB III
HASIL

A. SURVEI NYAMUK
Jenis nyamuk yang tertangkap ada 7 Spesies yaitu Aedes vexans, Ae.albopictus, Culex
quinquefasciatus, Cx. tritaeniorhynchus, Cx. vishnui, Mansonia dives dan Anopheles leucosphyrus.
Berdasarkan hasil penelitian Balai Litbangkes Tanah Bumbu tahun 2016 dengan konfirmasi
pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR) diketahui An. leucosphyrus merupakan vektor
malaria di Kotabaru.
Tabel 1. Ragam Jenis Nyamuk, Komposisi, Suhu dan Kelembaban di Desa Batang Kulur, Kecamatan
Kelumpang Barat, Kabupaten Kotabaru

Cx. tritaeniorhynchus
Cx. quinquefasciatus

An. leucosphyrus
Ae. albopictus
Ae. vexans

Cx. vishnui

Ma. dives
Kelembaban
No Jam Suhu (0C)
(%)

1 18.00-19.00 2 0 0 0 0 0 0 28,4 85
2 19.00-20.00 1 1 1 0 0 0 0 28,4 85
3 20.00-21.00 2 0 0 1 0 0 0 27,9 85
4 21.00-22.00 2 0 0 0 0 0 2 27,3 87
5 22.00-23.00 1 0 1 5 1 0 6 27 90
6 23.00-24.00 2 0 1 1 0 1 3 26,9 91
7 24.00-01.00 2 0 2 2 0 0 1 26,9 89
8 01.00-02.00 1 0 1 5 0 0 1 26,8 89
9 02.00-03.00 1 0 2 2 0 0 0 26,7 91
10 03.00-04.00 1 0 3 0 1 0 0 26,5 91
11 04.00-05.00 0 0 2 4 0 0 2 26,1 91
12 05.00-06.00 0 0 0 1 1 1 1 26,1 91

Anopheles leucosphyrus merupakan nyamuk yang banyak ditemukan di habitat hutan dan
pemukiman sekitar hutan. Anopheles leucosphyrus merupakan bagian dari Anopheles leucosphyrus
group mempunyai beberapa spesies yaitu An. latens, An. cracens, An. scanloni, An. baimaii, An.
mirans, An. recens, An. balabacensis, An. introlatus, dan An. leucosphyrus. An. Pujutensis, An.
Recens dan An. Sulawesi.22 Beberapa spesies yang sudah menjadi vektor malaria pada manusia
adalah: An. baimaii [Bangladesh, Cina (Yunnan), India (Andamans, Assam, Meghalaya, Benggala
Barat), Myanmar, Thailand]; An. latens [Kalimantan (Indonesia)], Semenanjung Malaysia, Thailand];
An. cracens (Sumatra, Semenanjung Malaysia, Thailand); An. scanloni (Thailand); An. elegans (Ghat
Barat India); An. recens (Sumatra) atau An. mirans [Sri Lanka dan India barat daya (Karnataka,
Kerala, Tamil Nadu)], yang juga merupakan vektor alami malaria simian/primate bersama dengan An.

11
balabacensis, An. dirus dan An. leucosphyrus.22 Distrubusi dan penyebaran Anopheles leucosphyrus
group di dunia dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 3. Distribusi Anopheles leucosphyrus group di Dunia (Sumber : Maekawa et al. (2009). First
Record of Anopheles balabacensis from Western Sumbawa Island, Indonesia. Journal of
the American Mosquito Control Association. 25. 203-5. 10.2987/08-5824.1.)23

5 Ae. vexans
Jumlah nyamuk

4 Ae. albopictus
Cx. quinquefasciatus
3
Cx. tritaeniorhynchus
2 An. leucosphyrus group
Cx. vishnui
1
Ma. dives
0

-1

Gambar 4. Fluktuasi nyamuk dengan umpan orang di Desa Batang Kulur Kecamatan Kelumpang
Barat, Kabupaten Kotabaru

12
Nyamuk mempunyai fluktuasi yang berbeda untuk setiap spesies dan tempat. Hasil penangkapan
nyamuk dengan umpan orang, Ae. vexans mempunyai fluktuasi yang stabil dari sore hingga jam 03.00.
Fluktuasi Cx. tritaeniorhynchus meningkat pada jam 22.00 dan 01.00, sedangkan Anopheles leucosphyrus
mulai muncul pada jam 22.00 dan kembali meningkat pada jam 04.00 (Gambar 4). Dengan diketahui
fluktuasi nyamuk Anopheles pada jam 22.00, perilaku yang berisiko pada jam tersebut perlu di tiadakan
atau dicari alternatif lain untuk melakukan proteksi diri dari nyamuk.
Jumlah nyamuk terbanyak adalah Cx. tritaeniorhynchus, An. leucosphyrus group dan Ae. vexans .
Nilai kepadatan perjam (MHD) secara berurutan yaitu 0,39, 0,30 dan 0,28, sedangkan nilai kepadatan
permalam yaitu 3,50, 2,67 dan 2,50. Berdasarkan Permenkes 50 tahun 2017, nilai MBR Anopheles harus
kurang dari 0,025, sedangkan di Desa Batang Kulur adalah 2,67 artinya sudah melebihi dari kepadatan
yang di persyaratkan.
Tabel 2. Jumlah Nyamuk yang Tertangkap,Kepadatan nyamuk, Kelimpahan Nisbi dan Dominasi Spesies
Kepadatan nyamuk
No Jumlah Perspesies Jumlah KN*** DS****
MHD* MBR**
1 Ae. Vexans 15 0,28 2,50 0,21 0,21
2 Ae. Albopictus 1 0,02 0,17 0,01 0,01
3 Cx. Quinquefasciatus 13 0,24 2,17 0,19 0,19
4 Cx. Tritaeniorhynchus 21 0,39 3,50 0,30 0,30
5 An. leucosphyrus group 16 0,30 2,67 0,23 0,23
6 Cx. Vishnui 3 0,06 0,50 0,04 0,04
7 Ma. Dives 1 0,02 0,17 0,01 0,01
*MHD : Kepadatan nyamuk menghisap darah perorang/jam/spesies, **MBR : Kepadatan nyamuk menghisap darah perorang/hari/spesies
***KN : kelimpahan Nisbi, ****DS : Dominasi spesies

Pada Tabel 3 dapat di ketahui bahwa An. leucosphyrus group lebih banyak menghisap darah di
luar rumah pada jam 22.00. umumnya parus (sudah pernah bertelur) dengan perkiraan umur 21,54 hari
dan peluang hidup 95%. Peluang nyamuk menjadi vektor di Desa Batang Kulur sangat besar mengingat
umurnya lebih dari 15 hari. Masa inkubasi Plasmodium falcifarum adalah yang paling lama dibandingkan
dengan plasmodium yang lain di tubuh nyamuk.24 Plasmodium falcifarum perlu waktu hingga 14 hari untuk
menjadi infektif dan masuk di kelenjar ludah nyamuk dan menjadi tahap soporozoit. Kondisi alam beruapa
suhu dan kelembaban yang optimum, serta ada/tidaknya predator alami dapat mempengaruhi peluang
hidup nyamuk di alam.25 Peluang hidup An. leucosphyrus group di Desa Batang Kulur sangat optimum
karena lebih dari 90% (yaitu 95%), sehingga nyamuk mampu mempunyai umur yang lama untuk
melakukan aktifitas dan bererproduksi.26

13
Tabel 3. Jumlah An. leucosphyrus group Di Dalam Dan Di Luar Rumah, Parous Dan Perkiraan Umur Nyamuk

An. leucosphyrus gruop Jumlah Umur Populasi Peluang hidup


No Jam % Parus
Luar Dalam Parus (hari) perhari (%)
1 18.00-19.00 0 0
2 19.00-20.00 0 0
3 20.00-21.00 0 0
4 21.00-22.00 1 1
5 22.00-23.00 5 1
6 23.00-24.00 2 1
7 24.00-01.00 0 1 14 87,5 21,54 95%
8 01.00-02.00 1 0
9 02.00-03.00 0 0
10 03.00-04.00 0 0
11 04.00-05.00 2 0
12 05.00-06.00 0 1
Jumlah 11 5
Parus : Nyamuk yang sudah pernah bertelur, Luar : penangkapan di Luar rumah, Dalam: Penangkapan di dalam Rumah.

B. SURVEI LARVA
Habitat perkembang biakan nyamuk yang ditemukan ada 2 yaitu kolam dan mata air. Larva yang
ditemukan yaitu Culex dan Anopheles. Tanaman air yang ditemukan salah satunya adalah lumut hijau
yang merupakan sumber makanan larva. Anopheles leucosphyrus group mempunyai habitat di hutan atau
disekitar habitat hutan.27 Tempat ditemukan larva biasanya di mata air dan sekitar pinggir sungai yang
tenang pada suhu 24,10 °C - 27,15 °C dan pH 7,13 - 7,2.28 Hal tersebut sesuai dengan yang ditemukan di
Desa Batang Kulur yaitu suhu 27,6 – 28,1 dan ph 7,2 -7,8, yang mengindikasikan bahwa lingkungan
habitat tersebut sangat cocok untuk perkembangbiakannya.

Tabel. 4. Macam Perindukan Nyamuk, Koordinat dan indicator Air di Desa Batang Kulur, Kecamatan Kelumpang
Barat, Kab. Kotabaru.
Koordinat
No Macam Perindukan Tanaman air Salinitas pH Suhu Jenis larva
S E
Lumut hijau,
1 02.84336 116.05051 Kolam 0 7,8 27,6 Culex, Anopheles
ganggang
2 02.84397 116.05051 Mata air - 0 7,2 27,7 -
Lumut hijau,
3 02.84302 116.05023 Kolam 0 7,2 28,1 Culex, Anopheles
ganggang

Upaya penurunan kasus malaria secara terpadu tidak bisa hanya mengandalkan upaya dari
pihak Puskesmas dan Dinas Kesehatan. Keberhasilan pengendalian akan lebih cepat jika terjadi dukungan
dari sektor masyarakat dan industry yang berada disekitarnya. Pencegahan terhadap faktor risiko juga
perlu dilakukan baik secara kelompok meupaun perorangan seperti tidak keluar pada malam hari jika tidak
perlu, penggunaan kelambu pada saat tidur dan penanganan tempat habitat larva serta pengobatan secara
tuntas.

14
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Spesies dan komposisi nyamuk yang ditemukan yaitu Aedes vexans, Ae.albopictus, Culex
quinquefasciatus, Cx. tritaeniorhynchus, Cx. vishnui, Mansonia dives dan Anopheles leucosphyrus.
2. Kepadatan dan fluktuasi nyamuk tersangka vector malaria di Desa Batang Kulur dengan Jumlah
nyamuk terbanyak adalah Cx. tritaeniorhynchus, An. leucosphyrus group dan Ae. vexans . Nilai
kepadatan perjam (MHD) secara berurutan yaitu 0,39, 0,30 dan 0,28, sedangkan nilai kepadatan
permalam yaitu 3,50, 2,67 dan 2,50. Hasil penangkapan nyamuk dengan umpan orang, Ae.
vexans mempunyai fluktuasi yang stabil dari sore hingga jam 03.00. Fluktuasi Cx.
tritaeniorhynchus meningkat pada jam 22.00 dan 01.00, sedangkan Anopheles leucosphyrus mulai
muncul pada jam 22.00 dan kembali meningkat pada jam 04.00
3. Tempat perindukan nyamuk yang ditemukan yaitu Habitat perkembang biakan nyamuk yang
ditemukan ada 2 yaitu kolam dan mata air.

B. Saran
Penemuan keberadaan tersangka vektor malaria di Desa Batang Kulur, disarankan kepada
warga desa untuk dapat melakukan tindakan yang dapat mengurangi risiko tergigit nyamuk terutama
pada malam hari seperti mengurangi aktifitas di luar rumah pada malam hari, tidur memakai kelambu,
memakai pakaian panjang, memakai reppalent, dan lain-lain. Dinkes dan Puskesmas dapat
melakukan surveilans malaria secara berkelanjutan.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Cowman AF, Healer J, Marapana D, Marsh K. Review Malaria : Biology and Disease. Cell. 2016;167(3):610–
24.
2. Cibulskis RE, Alonso P, Aponte J, Aregawi M, Barrette A, Bergeron L, et al. Malaria : Global progress 2000 –
2015 and future challenges. Infect Dis Poverty. 2016;5(61):1–8.
3. Sitohang V, Sariwati E, Fajariyani SB, Hwang D, Kurnia B, Hapsari RK, et al. Comment Malaria elimination in
Indonesia : halfway there. Lancet Glob Heal. 2018;6(6):e604–6.
4. Kenterian Kesehatan Republik Indonesia. InfoDatin-Malaria-2016.pdf. Jakarta, Indonesia: Pusdatin
Kemenkes RI; 2018.
5. Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan. Evaluasi Capaian Kinerja P2 Malaria Di Kalsel Dan
Perencanaan Kegiatan Tahun 2019. Banjarmasin, Indonesia; 2019.
6. Kp P, Af R, Mb T, Beck-johnson LM, Nelson WA, Paaijmans P, et al. The importance of temperature
fluctuations in understanding mosquito population dynamics and malaria risk Subject Areas : R Soc Open
Sci. 2017;4(3):160969.
7. Tyrrell MB, Verdonck K, Muela SH, Gryseels C. Defining micro ‑ epidemiology for malaria elimination :
systematic review and meta ‑ analysis. Malar J. 2017;16(1):1–20.
8. Elyazar, Iqbal RF et al. The distribution and bionomics of Anopheles malaria vector mosquitoes in Indonesia.
Adv Parasitol. 2013;83:173–266.
9. Sutarto ECB. Faktor Lingkungan, Perilaku dan Penyakit Malaria Environmental Factors , Behavior and
Malaria Disease. AgromedUnila. 2017;4(6):271–8.
10. Amato R, Pearson RD, Almagro-Garcia J, Amaratunga C, Lim P, Suon S, et al. Origins of the current
outbreak of multidrug-resistant malaria in southeast Asia: a retrospective genetic study. Lancet Infect Dis.
2018;18(3):337–45.
11. Talisuna AO, Bloland P, D’Alessandro U. History, Dynamics, and Public Health Importance of Malaria
Parasite Resistance. Clin Microbiol Rev. 2004;17(1):235–54.
12. Cox FE. History of the discovery of the malaria parasites and their vectors. Parasit Vectors. 2010;3(5):1–9.
13. Fang J, McCutchan TF. Thermoregulation in a parasite’s life cycle. Nature [Internet]. 2002;418(6899):742.
Available from: https://doi.org/10.1038/418742a
14. Beck-Johnson LM, Nelson WA, Paaijmans KP, Read AF, Thomas MB, Bjørnstad ON. The effect of
temperature on Anopheles mosquito population dynamics and the potential for malaria transmission. PLoS
One. 2013;8(11).
15. Gurarie D, Karl S, Zimmerman PA, King CH, Pierre TG, Davis TME. Mathematical modeling of malaria
infection with innate and adaptive immunity in individuals and agent-based communities. PLoS One.
2012;7(3):1–13.
16. Munif A. Nyamuk Vektor Malaria dan Hubungannya Dengan Aktivitas Kehidupan Manusia Di Indonesia.
Aspirator J Vector Borne Dis Stud. 2009;1(2):94–102.
17. Lobo V, Laumalay HM. Studi Laboratorium Siklus Hidup Anopheles vagus Pradewasa sebagai Vektor
Filariasis dan Malaria di Provinsi Nusa Tenggara Timur A laboratory Study of the Pre-Adult Filaria and
Malaria Vector , Anopheles vagus in East Nusa Tenggara Province. Balaba. 2019;15(1):61–8.
18. Rampa Rattanarithikul; Harrison, Bruce A; Panthusiri, Prachong; Coleman RE. Illustrated keys to the
mosquitoes of thailand i. Background; geographic distribution; lists of genera, subgenera, and species; and a
key to the genera. Southeast Asian Journal of Tropical Medicine and Public Health; 2005. p. Vol. 36, Iss. S1,
1-80.
19. Kemenkes R. Permenkes No 50 Tahun 2017 tentang Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan Dan
Persyaratan Kesehatan Untuk Vektor Dan Binatang Pembawa Penyakit Serta Pengendaliannya. 2017.
20. Draper CC, Davidson G. A new method of estimating the survival-rate of anopheline mosquitoes in nature
[13]. Vol. 172, Nature. 1953. p. 503.
21. Davidson G. Estimation of the Survival-Rate of Anopheline Mosquitoes. Nat Publ Gr. 1954;

16
22. lndriyati L, Andiarsa D, Hairani B. Vektor Malaria Baru di Kabupaten Kotabaru , Provinsi Kalimantan Selatan ,
lndonesia. Vektora. 201 7;9(1 ):1*8.
23, Sallum MAM, Peyton EL, Harrison BA, Wilkerson RC. Revision of the Leucosohyrus grouo of Anooheles
(Cellia) (Diptera, Culicidae). Rev Bras Entomol finternet].2005;49(Peyton 1989):01-152. Available from:
htp //www.scielo. br/scielo. php?scriptrsci_arttext&pid=S0085-
56262005000500001 &lng=en&nrm=iso&1ng=g,
24. Maekawa Y, Sunahara T, Uemura H, Takagi M. Finst Record of Anopheles balabacensis from Western
Sumbawa lsland, lndonesia. 2009;(July):1-5.
25. Elliott R. The influence of vector behavior on malaria transmission. Am J Troo Med Hvg. 1972;21(5
Suppl):755-63.
26. Eckhoff PA. A malaria transmission-directed model of mosquito life cycle and ecology. Malar J.
2011',10(1):1-17 .

27. Coluzzi M. Malaria VectorAnalysis and Control. 1992;8(4).


28. Tainchum K, Kongmee M, Manguin S, Bangs MJ, Chareonviriyaphap T. Anopheles species diversity and
distribution of the malaria vectors of Thailand. Trends Parasitol Internetl. 2015;31(3):'109-19. Available from:
htp //dx.doi.org/1 0. 1 0 1 6/j.pt.201 5.01 .004
29. Santoso NB, Hadi KU, Sigit SH, Koesharto FX. Karakteristik Habitat Larva Anopheles maculatus &
Anopheles balabacencis Di daerah Endemik Malaria Kecamatan Kokap Kulonprogo Daerah lstimewa
Yogyakarta. IPB University; 2001.

t7
Lampiran
Foto Kegiatan

Kegiatan Penangkapan nyamuk dengan Umpan badan

Pencidukan Tempat habitat nyamuk dan pengukuran indikator air

18
Nyamuk Anopheles leucosphyrus group yang
tertangkap

Foto bersama Tim Entomologi Balai Litbang Kesehatan Tanah Bumbu dan Tim Puskesmas Bungkukan

19
20

Anda mungkin juga menyukai