Oleh :
Christofel Ari Nugraha T.
17014101329
Masa KKM : 4 Februari 2019 – 11 Februari 2019
Pembimbing :
dr. Chandra Tanoeisan
Penguji :
i
LEMBAR PENGESAHAN
Mengetahui,
Pembimbing
Penguji
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Menurut World Health Organization (WHO), stroke adalah gejala dan atau
tanda gangguan fungsi otak fokal maupun global yang terjadi tiba-tiba dan
berlangsung progresif atau menetap atau berakhir kematian tanpa penyebab lain
selain gangguan vaskular.1
Stroke merupakan urutan kedua penyakit mematikan setelah penyakit
jantung. Serangan stroke lebih banyak dipicu karena hipertensi yang disebut silent
killer, diabetes mellitus, obesitas dan berbagai gangguan aliran darah ke otak.
Angka kejadian stroke didunia kira-kira 200 per 100.000 penduduk dalam setahun.
Setiap tahun, hampir 700.000 orang Amerika mengalami stroke, dan stroke
mengakibatkan hampir 150.000 kematian. Di Amerika Serikat tercatat hampir
setiap 45 detik terjadi kasus stroke, dan setiap 4 detik terjadi kematian akibat
stroke.2
Di Indonesia sendiri, penyakit stroke merupakan penyebab utama kematian
dengan prevalensi berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013
adalah 12 kasus per 1000 jiwa. Sementara itu, prevalensi stroke berdasarkan
diagnosis tenaga kesehatan tertinggi terdapat di provinsi Sulawesi Utara (10,8%),
diikuti Daerah Istimewa Yogyakarta (10,3%), Bangka Belitung dan DKI Jakarta
masing-masing 9,7%.3
Dengan kemajuan teknologi, stroke lebih sering meninggalkan kecacatan
dibandingkan kematian. Stroke merupakan penyebab kecacatan kedua terbanyak di
seluruh dunia pada individual di atas 60 tahun. Beban biaya yang ditimbulkan
akibat stroke sangat besar, selain bagi pasien dan keluarganya, juga bagi negara.
Kondisi ini belum memperhitungkan beban psikososial bagi keluarga yang
merawatnya. Delapan puluh persen pasien stroke mempunyai defisit neuromotor
sehingga memberikan gejala kelumpuhan sebelah badan (hemiparesis) dengan
tingkat kelemahan bervariasi dari yang lemah hingga berat, kehilangan sensibilitas,
kegagalan sistem koordinasi, perubahan pola jalan dan terganggunya
keseimbangan. Hal ini mempengaruhi kemampuannya untuk melakukan aktivitas
hidup sehari-hari.2,3
1
Rehabilitasi medik pasien stroke adalah usaha yang dapat dilakukan guna
mengembalikan kemampuan pasien stroke secara fisik pada keadaan semula atau
setidaknya mendekati normal seperti sebelum sakit dalam waktu sesingkat
mungkin. Prinsip rehabilitas medik pada stroke ialah mengusahakan agar sedapat
mungkin pasien tidak bergantung pada orang lain. Dalam penanganan pasien
diperlukan adanya satu tim yang terdiri dari berbagai disiplin keahlian, agar tercapai
hasil yang sebaik-baiknya. Tim rehabilitasi medik pasca stroke terdiri dari dokter
spesialis rehabilitasi medik, fisioterapis, okupasi terapis, ortotis prostetis, terapi
wicara, sosial-medik, psikolog, dan perawat rehabilitasi.4
Manfaat rehabilitasi pada pasien stroke bukan untuk mengubah defisit
neurologis melainkan menolong pasien untuk mencapai fungsi kemandirian
semaksimal mungkin dalam konteks lingkungannya. Jadi tujuannya adalah lebih ke
arah meningkatkan kemampuan fungsional daripada memperbaiki defisit
neurologis atau mengusahakan agar pasien dapat memanfaatkan kemampuan
sisanya untuk mengisi kehidupan secara fisik, emosional, dan sosial ekonomi
dengan baik.5,6
Berikut ini disampaikan sebuah laporan kasus seorang pasien dengan
hemiparesis dextra et causa stroke non hemoragik yang dirawat di bagian
Rehabilitasi Medik RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Menurut WHO, stroke adalah suatu gangguan fungsional otak yang terjadi
secara mendadak baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam dan
dapat menimbulkan kematian yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah
otak.1
B. EPIDEMIOLOGI
Stroke merupakan penyebab kecacatan nomor satu dan kematian nomor dua
di dunia. Penyakit ini telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia dan semakin
penting, dengan dua pertiga stroke sekarang terjadi di negara-negara yang sedang
berkembang.5,6
Menurut American Heart Assosiation (AHA), angka kejadian stroke pada
laki-laki usia 20-39 tahun sebanyak 0,2% dan perempuan sebanyak 0,7%. Usia 40-
59 tahun angka terjadinya stroke pada perempuan sebanyak 2,2% dan laki-laki
1,9%. Seseorang pada usia 60-79 tahun yang menderita stroke pada perempuan
5,2% dan laki-laki sekitar 6,1%. Prevalensi stroke pada usia lanjut semakin
meningkat dan bertambah setiap tahunnya dapat dilihat dari usia seseorang 80 tahun
keatas dengan angka kejadian stroke pada laki-laki sebanyak 15,8% dan pada
perempuan sebanyak 14%.7,8
3
Arteri karotis interna pada kedua sisi menghantarkan darah ke otak melalui
percabangan utamanya, arteri serebri media dan arteri serebri anterior serta arteri
khoroidalis anterior. Kedua arteri vertebralis bergabung di garis tengah pada batas
kaudal pons untuk membentuk arteri basilaris, yang menghantarkan darah ke
batang otak dan serebelum, serta sebagian hemisfer serebri melalui cabang
terminalnya, arteri serebri posterior. Sirkulasi anterior dan posterior berhubungan
satu dengan lainnya melalui sirkulus arteriosus Willisi. Sirkulus ini merupakan
lingkaran terutup dan berada di dasar hipotalamus dan khiasma optikum. Sirkulus
ini, mempunyai salah cabang yang menjadi arteri perforata.10,11
Terdapat pula banyak hubungan anastomosis lain di antara arteri-arteri yang
mendarahi otak, dan antara sirkulasi intrakranial dan ekstrakranial; sehingga oklusi
pada sebuah pembuluh darah besar tidak selalu menimbulkan stroke karena
jaringan otak di bagian distal oklusi mungkin mendapatkan perfusi yang adekuat
dari pembuluh darah kolateral.9
Arteri serebri anterior berjalan melalui bagian medial atas dari khiasma
optikum dan selanjutnya terletak di fisura longitudinalis dan parietalis, baik untuk
korteks sensorik maupun motorik. Arteri serebri anterior kanan berhubungan
dengan arteri serebri anterior kiri melalui arteri komunikans anterior yang
merupakan bagian sirkulus arteriosus Willisi.11
Arteri serebri media yang merupakan arteri terbesar, terbagi dan bercabang
untuk memasok darah sebagian besar daerah permukaan lobus frontalis, parietalis,
4
dan temporalis termasuk korteks motorik, korteks sensorik, insula dan korteks
auditorik.11
Arteri vertebralis mempercabangkan arteri spinalis posterior, arteri spinalis
anterior yang memperdarahi medulla spinalis, dan arteri serebelaris posterior
inferior yang menyuplai bagian inferior serebelum sebelum bersatu menjadi arteri
basilaris. Cabang-cabang arteri basilaris adalah cabang kecil di pons dan arteri
serbelaris anterior inferior yang memperdarahi bagian inferior dan anterior
serebelum. Cabang akhir dan merupakan cabang utama arteri basilari adalah arteri
serberi posterior yang memperdarahi lobus oksipitalis termasuk korteks visual dan
cabang arteri serebelaris superior yang memperdarahi bagian superior serebelum.11
Darah vena otak mengalir dari vena profunda serebri dan vena superfisialis
serebri menuju sinus venosus duramater, dan dari sini menuju ke vena jugularis
interna kedua sisi.10
5
a. Ambang fungsional: adalah batas aliran darah otak (yaitu sekitar 50-60 cc/ 100
gram/ menit), yang bila tidak terpenuhi akan menyebabkan terhentinya fungsi
neuronal, tetapi integritas sel-sel saraf masih utuh.
b. Ambang aktivitas listrik otak: adalah batas aliran darah otak (sekitar 15 cc/
100 gram/menit) yang bila tidak tercapai, akan menyebabkan aktivitas listrik
neuronal terhenti. Ini berarti, sebagian struktur intrasel telah berada dalam
proses disintegrasi.
c. Ambang kematian sel: yaitu batas aliran darah otak yang bila tak terpenuhi,
akan menyebabkan kerusakan total sel-sel otak (CBF kurang dari 15 cc/ 100
gram/ menit). 10
E. KLASIFIKASI STROKE
1. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik adalah suatu kondisi yang terjadi terutama
disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah di otak. Pembuluh darah pecah dan
kemudian melepaskan darah ke otak. Setelah pecahnya arteri, pembuluh darah
tidak mampu membawa darah dan oksigen ke otak dan menyebabkan sel mati.
Alasan lain yang dapat menyebabkan strok hemoragik adalah darah yang
mengalir ke otak akibat pecahnya pembuluh darah tersebut membentuk
gumpalan di dalam otak dan menyebabkan kerusakan jaringan otak. Hal ini
dapat menyebabkan kerusakan fungsi otak. Hampir 70% kasus stroke
hemoragik terjadi pada pasien hipertensi. Umumnya terjadi pada saat
melakukan aktivitas, namun juga dapat terjadi pada saat istirahat.Kesadaran
umumnya menurun dan penyebab yang paling banyak adalah akibat hipertensi
yang tidak terkontrol. Stroke hemoragik terbagi menjadi intracerebral
hemorrhage (ICH) dan subarachnoid hemorrhage (SAH).13
6
maka terjadi serangkaian proses patologik pada daerah iskemik. Perubahan ini
dimulai dari tingkat seluler berupa perubahan fungsi dan struktur sel yang
diikuti dengan kerusakan fungsi dan integritas susunan sel, selanjutnya akan
berakhir dengan kematian neuron. Dapat berupa iskemia, emboli, spasme
ataupun trombus pembuluh darah otak.Umumnya terjadi setelah beristirahat
cukup lama atau bangun tidur. Tidak terjadi perdarahan, kesadaran umumnya
baik dan terjadi proses edema otak oleh karena hipoksia jaringan otak. Hampir
sebagian besar pasien atau sebesar 83% mengalami stroke jenis ini.13
Menurut onset serangannya dan reversibilitas defisit neurologis yang
terjadi, maka stroke iskemik masih diklasifikasikan sebagai berikut:
a. TIA (Trancient Ischemic Attack)
Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan
peredaran darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.12
b. RIND (Reversible Ischemic Neurologic Deficit)
Gangguan neurologi yang timbul dan akan menghilang secara sempurna
dalam waktu 1 minggu dan maksimal 3 minggu.12
c. Stroke in Evolution (Progressive Stroke)
Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan yang
muncul semakin berat dan bertambah buruk. Proses ini biasanya
berjalan dalam beberapa jam atau beberapa hari.12
d. Completed Stroke
Gangguan neurologi yang timbul bersifat menetap atau permanen.12
7
Muntah Sering Sering Tidak, kecuali
lesi di batang
otak
Hipertensi Hampir selalu Biasanya tidak Sering kali
F. FAKTOR RESIKO
Faktor risiko stroke dibagi menjadi faktor risiko yang tidak dapat
dimodifikasi maupun yang dapat dimodifikasi seperti berikut :14
Tabel 2.2. Faktor-faktor risiko Stroke
Faktor yang tidak dapat dimodifikasi Faktor yang dapat dimodifikasi
Umur Hipertensi
Jenis kelamin DM
Ras Dislipidemia
Herediter Stenosis karotis
Riwayat TIA sebelumnya
Homosisteinemia, Polisitemia
Hiperurisemia
Faktor gaya hidup dan kebiasaan :
- Merokok
- Aktivitas sedenter, Obesitas
- Diet
- Alkohol
- Penyalahgunaan obat (Kokain dan
Amfetamin)
8
G. PATOGENESIS
1. Stroke Non Hemoragik
Iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah otak oleh
trombus atau embolus.Trombus umumnya terjadi karena berkembangnya
aterosklerosis pada dinding pembuluh darah, sehingga arteri menjadi tersumbat,
aliran darah ke area trombus menjadi berkurang, menyebabkan iskemia
kemudian menjadi kompleks iskemia akhirnya terjadi infark pada jaringan otak.
Emboli disebabkan oleh embolus yang berjalan menuju arteri serebral melalui
arteri karotis. Terjadinya blok pada arteri tersebut menyebabkan iskemia yang
tiba-tiba berkembang cepat dan terjadi gangguan neurologi fokal. Perdarahan
otak dapat disebabkan oleh pecahnya dinding pembuluh darah oleh emboli.8
2. Stroke Hemoragik
Pembuluh darah otak yang pecah menyebabkan darah mengalir ke substansi
atau ruangan subarachnoid yang menimbulkan perubahan komponen
intrakranial yang seharusnya konstan. Adanya perubahan komponen intrakranial
yang tidak dapat dikompensasi tubuh akan menimbulkan peningkatan tekanan
intra kranial (TIK) yang bila berlanjut akan menyebabkan herniasi otak sehingga
timbul kematian. Di samping itu, darah yang mengalir ke substansi otak atau
ruang subarachnoid dapat menyebabkan edema, spasme pembuluh darah otak
dan penekanan pada daerah tersebut menimbulkan aliran darah berkurang atau
tidak ada sehingga terjadi nekrosis jaringan otak.8
H. MANIFESTASI KLINIK
Pada stroke hemoragik umumnya terjadi pada saat melakukan aktivitas,
namun juga dapat terjadi pada saat istirahat. Kesadaran umumnya menurun dan
penyebab yang paling banyak adalah akibat hipertensi yang tidak terkontrol,
serta terdapat nyeri kepala dan terdapat muntah.
Sedangkan pada stroke non hemoragik umumnya terjadi setelah beristirahat
cukup lama atau bangun tidur. Tidak terjadi perdarahan, tidak ada muntah dan
tidak terdapat nyeri kepala, kesadaran umumnya baik dan terjadi proses edema
9
otak oleh karena hipoksia jaringan otak serta sering terdapat gangguan bicara.
Hampir sebagian besar pasien atau sebesar 83% mengalami stroke jenis ini.1
I. DIAGNOSIS
Diagnosis klinik stroke dibuat berdasarkan batasan stroke, dilakukan
pemeriksaan klinis yang teliti, meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan neurologis dan pemeriksaan radiologis. Pemeriksaan fisik dapat
membantu menentukan lokasi kerusakan pada otak. Untuk memperkuat
diagnosis biasanya dilakukan pemeriksaan CT scan. Kedua pemeriksaan tersebut
juga bisa membantu menentukan penyebab dari stroke, mengetahui lokasi lesi
dan menentukan luas atau beratnya penyakit.7 Meskipun demikian, alat ini mahal
dan tidak semua fasilitas kesehatan memiliki peralatan tersebut. Sehingga,
diperlukan suatu alat diagnostik klinis berupa sistem skoring sederhana untuk
membedakan stroke hemoragik atau stroke iskemik.
Skor Siriraj adalah salah satu sistem skoring yang telah dikembangkan
sekitar tabun 1984-1985 di Rumah Sakit Siriraj, Universitas Mahidol, Bangkok,
Thailand. Nilai skor Siriraj lebih dari satu mengindikasikan perdarahan
intraserebral, sedangkan nilai di bawah minus satu mengindikasikan infark
serebri. Nilai antara satu dan minus satu menunjukkan hasil yang belum jelas,
sehingga membutuhkan pemeriksaan CT-Scan kepala.16
10
DIAGNOSIS TOPIS
Diagnosis topis dapat ditentukan dari gejala yang timbul, antara lain dengan cara
membedakan letak lesi apakah kortikal atau subkortikal (kapsula interna, ganglia
basalis, thalamus), batang otak dan medula spinalis.17
1. Gejala klinis pada topis di kortikal
a. Afasia
b. Wajah dan lengan lebih lumpuh atau tungkai lebih lumpuh
c. Kejang
d. Gangguan sensoris kortikal
e. Deviasi mata ke daerah lesi
2. Gejala klinis pada topis subkortikal
a. Wajah, lengan dan tungkai mengalami kelumpuhan yang sama berat
b. Gangguan sensorik
c. Sikap distonik
3. Gejala klinis pada topis di batang otak
a. Hemiplegi alternans
b. Nistagmus
c. Gangguan pendengaran
d. Tanda serebelar
e. Gangguan sensorik wajah ipsilateral dan pada tubuh kontralateral
4. Gejala klinis pada topis di medulla spinalis
a. Gangguan sensorik setinggi lesi
b. Gangguan miksi dan defekasi
c. Wajah tidak kelainan
d. Brown Sequard syndrome
11
1. Fase awal
Tujuannya adalah untuk mencegah komplikasi sekunder dan melindungi
fungsi yang tersisa.Program ini dimulai sedini mungkin setelah keadaan umum
memungkinkan dimulainya rehabilitasi. Hal-hal yang dapat dikerjakan
adalah proper bed positioning, latihan lingkup gerak sendi, stimulasi elektrikal
dan begitu pasien sadar dimulai penanganan masalah emosional.17
2. Fase lanjutan
Tujuannya adalah untuk mencapai kemandirian fungsional dalam
mobilisasi dan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS). Fase ini dimulai pada
waktu pasien secara medik telah stabil. Biasanya pasien dengan stroke trombotik
atau embolik, biasanya mobilisasi dimulai pada 2-3 hari setelah stroke. Pasien
dengan perdarahan subarakhnoid mobilisasi dimulai 10-15 hari setelah stroke.
Program pada fase ini meliputi: 19, 20
a. Fisioterapi
- Stimulasi elektrikal untuk otot-otot dengan kekuatan otot (kekuatan 2 ke
bawah).
- Diberikan terapi panas superficial (infra red) untuk melemaskan otot.
- Latihan lingkup gerak sendi bisa pasif, aktif dibantu atau aktif tergantung
dari kekuatan otot.
- Latihan untuk meningkatkan kekuatan otot.
- Latihan fasilitasi atau reedukasi otot.
- Latihan mobilisasi.
b. Okupasi Terapi
Sebagian besar pasien stroke dapat mencapai kemandirian dalam
aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS), meskipun pemulihan fungsi neurologis
pada ekstremitas yang terkena belum tentu baik. Dengan alat bantu yang
disesuaikan, AKS dengan menggunakan satu tangan secara mandiri dapat
dikerjakan. Kemandirian dapat dipermudah dengan pemakaian alat-alat yang
disesuaikan.
c. Terapi Bicara
12
Pasien stroke sering mengalami gangguan bicara dan komunikasi. Ini
dapat ditangani oleh speech therapist dengan cara:
1) Latihan pernapasan (pre speech training) berupa latihan napas, menelan,
meniup, latihan gerak bibir, lidah dan tenggorokan.
2) Latihan di depan cermin untuk latihan gerakan lidah, bibir dan
mengucapkan kata-kata.
3) Latihan pada pasien disartria lebih ditekankan ke artikulasi mengucapkan
kata-kata.
4) Pelaksana terapi adalah tim medik dan keluarga.
d. Ortotik Prostetik
Pada pasien stroke dapat digunakan alat bantu atau alat ganti dalam
membantu transfer dan ambulasi pasien. Alat-alat yang sering digunakan antara
lain: arm sling, walker, wheel chair, knee back slap, short leg brace, cock-up
splint, ankle foot orthotic (AFO), knee ankle foot orthotic (KAFO).
e. Psikologi
Semua pasien dengan gangguan fungsional yang akut akan melampaui
serial fase psikologis, yaitu: fase syok, fase penolakan, fase penyesuaian dan fase
penerimaan. Sebagian pasien mengalami fase-fase tersebut secara cepat,
sedangkan sebagian lagi mengalami secara lambat, berhenti pada salah satu fase,
bahkan kembali ke fase yang telah lewat.Pasien harus berada pada fase
psikologis yang sesuai untuk dapat menerima rehabilitasi.
f. Sosial Medik dan Vokasional
Pekerja sosial medik dapat memulai bekerja dengan wawancara
keluarga, keterangan tentang pekerjaan, kegemaran, sosial, ekonomi dan
lingkungan hidup serta keadaan rumah pasien.19
13
BAB III
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS
Nama : Tn. JT
Umur : 43 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Batu kota lingk. V
Agama : Kristen Protestan
Pekerjaan : Pegawai swasta
Tanggal pemeriksaan : 4 Februari 2019
B. ANAMNESIS
1. Keluhan utama
Kelemahan anggota gerak sebelah kanan
14
5. Riwayat kebiasaan
Pasien lebih dominan menggunakan tangan kanan dalam melakukan
aktivitas sehari-hari. Riwayat merokok dan minum alkohol disangkal.
7. Riwayat psikologis
Pasien terlihat bersemangat untuk berobat karena keadaannya semakin
membaik.
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
Keadaan umum : Cukup
Kesadaran : Compos Mentis, GCS E4M6V5
Tanda vital : Tekanan darah = 130/80 mmHg
Nadi = 82 x/menit
Respirasi = 20 x/menit
Suhu = 36,7°
SpO2 = 99%
Kepala : Normosefali
Mata : Pupil bulat isokor Ǿ 3 mm/3mm, RC +/+, RCTL +/+
konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)
Hidung : Sekret (-), konka oedem (-), septum deviasi (-)
Telinga : Sekret (-), MAE lapang, membran timpani intak
Mulut : Sianosis (-), mulut mencong (-)
Leher : Trakea letak di tengah, pembesaran KGB (-)
15
Paru : Gerakan dada simetris kanan = kiri, stem fremitus kanan =
kiri, sonor di kedua lapangan paru, suara nafas
vesikuler, rhonki (-), wheezing (-)
Jantung : Ictus cordis tidak tampak dan tidak teraba, BJ I-II normal,
Gallop (-), Murmur (-)
Abdomen : Datar, lemas, BU (+) normal, hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas : Akral hangat, oedem (-)
2. Status Neurologis
a. Tanda Rangsang Meningeal :
Kaku kuduk (-), Lasegue (-), Kernig (-), Brudzinksi (-)
b. Nervus kranialis :
16
VII Pemeriksaan fungsi motorik : mengerutkan
(facialis) dahi, mimik, mengangkat alis, menutup
mata, moncongkan bibir/nyengir, Tidak
memperlihatkan gigi, bersiul Normal
Pemeriksaan fungsi sensorik (2/3 anterior
lidah)
c. Status Neuromuskuler
Refleks fisiologis ++ ++ ++ ++
17
Refleks patologis (-) (-) (-) (-)
Sensibilitas :
Protopatik Normal Normal Normal Normal
Propioseptif Normal Normal Normal Normal
3. Skala Barthel
18
Aktivitas Tingkat Kemandirian N Nilai
Total 100 35
Nilai Interpretasi:
0-20 : Ketergantungan total 100 : Mandiri
25-40 : Ketergantungan berat
45-55 : Ketergantungan sedang
60 - 95 : Ketergantungan ringan
19
4. Pemeriksaan Mini Mental Scale Examination (MMSE)
Mengenal
Pasien disuruh menyebut lagi 3 objek diatas 3 3
kembali
20
Pasien disuruh menggambar bentuk dibawah ini 1 0
Total 30 26
Penilaian :
<24 ➔ dianggap terdapat gangguan kognitif
Mendekati ajal 10
Meninggal 0
21
D. RESUME
Seorang laki-laki 43 tahun datang dengan keluhan kelemahan
anggota gerak sebelah kanan dialami sejak Desember 2018. Awalnya pasien
baru bangun dari tidur tiba-tiba merasa lemah pada pada anggota gerak
kanan, pasien juga mengeluhkan bicara pelo, jika berjalan harus dipapah.
Pasien kemudian rutin kontrol di poliklinik Rehabilitasi Medik sampai
sekarang. Saat ini pasien berjalan dengan bantuan kursi roda dan bicara pelo
(+), mulut mencong (-). BAK dan BAB normal. Aktivitas sehari-hari
dibantu seperti toileting, berpakaian, mandi dan naik turun tangga. Ada
riwayat hipertensi dalam keluarga.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda vital: TD 130/80
mmHg, nadi 82x/menit, respirasi 20x/menit, dan suhu 36,7°C. Pemeriksaan
motorik menunjukkan hemiparesis dextra dengan kekuatan otot ekstremitas
superior dextra 3/3/3/3 dan ekstremitas inferior dextra 4/4/3/3, gerakan
ekstremitas dextra menurun, tonus otot ekstremitas dextra meningkat.
Penghitungan indeks Barthel didapatkan 35 (ketergantungan berat),
Karnofsky Performance Status Scale didapatkan 50 dan MMSE didapatkan
skor 26 (tidak terdapat gangguan kognitif).
E. DIAGNOSIS
Diagnosis klinis : Hemiparesis dextra
Diagnosis topis : Subkortikal serebri sinistra
Diagnosis etiologi : Stroke Non Hemoragik
Diagnosis fungsional :
22
▪ Environment Rumah permanen 2 lantai, di dalam rumah
ada toilet duduk, tinggal dengan istri dan
anak-anak
2. Okupasi Terapi
Evaluasi:
1) Kelemahan anggota gerak kanan
2) Gangguan AKS
Program: Activity Daily Life
1) Latihan AKS
2) Latihan ketahanan berdiri
3. Ortotik Prostetik
Evaluasi :
23
Gangguan berjalan
Program :
Walker
4. Psikologi
Evaluasi :
Pasien terlihat bersemangat untuk berobat karena keadaannya semakin
membaik.
Program :
Memberikan support mental kepada pasien dan keluarga agar tetap rutin
melakukan terapi di Poliklinik Rehabilitasi Medik ataupun di rumah.
5. Terapi Wicara
Evaluasi :
Ada gangguan artikulasi
Program :
Speech Therapy
6. Sosial Medik
Evaluasi :
Pasien sebagai Pegawai swasta
Biaya perawatan ditanggung BPJS
Biaya hidup sehari-hari cukup
Program :
Memberikan edukasi dan bimbingan kepada pasien untuk berobat
dan berlatih secara teratur.
H. PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : dubia
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
24
I. EDUKASI
1. Minum obat teratur dan rajin kontrol dokter.
2. Teratur menjalankan terapi di poliklinik Rehab Medik.
3. Rajin berlatih di rumah.
4. Tetap optimis dan menghindari stress.
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Kabi Glen. Gambaran Faktor Risiko Pada Pasien Stroke Iskemik Yang Dirawat
Inap Neurologi RSUP Prof DR.R.D.Kandou Manado periode Juli 2012 – Juli
2013. Manado. Jurnal e-Clinic;2015.
2. American Heart Association Statistics Committee And Stroke Statistics
Subcommittee. Heart Disease And Stroke Statistics-2016 Update: A Report
From American Heart Association. Circulation. 2016
3. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta:
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan: 2013; 91-4
4. Carolee JW, Stein CJ, Arena R, Cherney LR, Cramer SC, Harvey RL, etc.
Guideline For Adult Stroke Rehabilitation and Recorvery. Stroke.2016;47:e98-
169.
5. Brainin M, et all. Poststroke chronic disease management: towards improved
identification and interventions for poststroke spasticity-related complications.
International Journal of Stroke. World Stroke Organization. 2013,6; 42–46
6. Misbach J, Wendra A. Stroke In Indonesia. A First Large Prospective Hospital
Based Study of Acute Stroke in 28 Hospitals in Indonesia. Jakarta ;2013
7. Batson DW, Avent J. Adult Neurogenic Communication Disorders. In:
Braddom RL. Physical Medicine and Rehabilitation. 4th ed. Philadelphia:
Saunders; 2011. p. 54-57
8. Hutagalung HS. Efek Aspirin, cilostazol serta clopidogrel terhadap outcome
fungsional pada pasien stroke iskemik [thesis]. Medan: Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Sumatera Utara; 2014. p. 1-2.
9. Ankush C, Li W, Stone C, Ding Y. The Cerebral Circulation and
Cerebrovascular Disease. Brain circulation;2017(3):45-49.
10. Khaled M, Mohr JP, Gutierrez J. A Functional Perspective on the Embryology
and Anatomy of cerebral blood supply.Journal of stroke 2015;17(2):144-158.
11. Baehr M, Frotscher M. Duus' Topical Diagnosis in Neurology. 5th ed. Stuttgart:
Thieme; 2012. Chapter 11, Blood supply and vascular disorders of the central
nervous system. p. 270-314.
26
12. Misbach J. Stroke: aspek diagnostik, patofisiologi, manajemen. Jakarta: Badan
Penerbit FKUI; 2012.
13. Cuccurullo SJ. Physical Medicine and Rehabilitation Board Review. 3rd edition.
New jersey: Demos medical publishing. 2015.
14. Dawson AS, Knox J, McClure A, Foley N, Teasell R. Stroke Rehabilitation.
Fourth edition. Canadian Best Practice Recommendation for stroke care. 2013.
15. Ritarwan, K. Pengaruh Suhu Tubuh Terhadap Outcome Pasien Stroke yang
Dirawat di RSUP H. Adam Malik Medan [thesis]. Medan: Departemen
Neurologi FK USU/RSUP H. Adam Malik; 2012
16. Widiastuti P, Nuartha A. Sistem skoring diagnostic untuk stroke: skor Siriraj.
Kalbe Med. 2015;42(10):2-4
17. Misbach J. Guideline Stroke Tahun 2011. PERDOSSI: Jakarta;2011.
18. Walelang Th. Faktor resiko dan pencegahan stroke. Poceeding symposium
stroke update. Manado. Perdosi; 2011.
19. Haiqing Zheng, Cao N, Yin Y, Feng W. Stroke Recorvery and Rehabilitation
in2016: a year in review of basic science and clinical science. Stroke vascular
neurology;2017.
20. Masahiro AB, Wataru K. Rehabilitation for Cerebrovascular Disease: Current
and New Methods in Japan.JMAJ;2012(55):3.
27