Anda di halaman 1dari 18

BAB I

Pendahuluan

A. Latar Belakang

Lahirnya UU No.22/1999 tentang otonomi daerah berimplikasi kepada


otonomi pendidikan dan otonomi sekolah, maka jadilah Indonesia menganut
konsep manajemen pendidikan berbasis sekolah(school based management)
atau biasa disingkat MBS. Sebelum adanya otonomi daerah ini pengelolaan
pendidikan yang dianut Indonesia sangat bersifat sentralistik, dimana pusat
sangat dominan dalam pengambilan kebijakan dan daerah bersifat pasif;
hanya sebagai penerima dan pelaksana pemerintah pusat.

MBS memberiksn keluasan bagi sekolah untuk menentukan arah dan


kebijakan yang relevan dengan situasi dan kondisi lingkungannya. MBS juga
memberikan peluang yang sangat besar bagi masyarakat untuk berpartisipasi
dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah.

Penting bagi guru, calon guru, maupun pemerhati pendidikan untuk


benar-benar memahami konsep MBS ini agar nantinya bisa menjalankan
manajeman pendidikan di sekolah sesuai dengan apa yang tertuang dalam
konsep MBS. Untuk itu dalam makalah ini akan dikupas mengenai pengertian
MBS, alasan mengapa perlu adannya MBS,ciri-ciri MBS, tujuan MBS,
manfaat MBS, faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam MBS, dan model-
model MBS.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan tersebut, dan agar
permasalahan lebih mudah untuk dibahas, maka dalam makalah ini penulis
merumuskan beberapa pokok, seperti:

1. Apa pengertian Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) ?


2. Mengapa perlu adanya Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) ?
3. Apa saja ciri-ciri Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) ?
4. Apa saja tujuan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) ?
5. Apa manfaat Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) ?
6. Faktor-faktor apa yang perlu diperhatikan dalam Manajemen Berbasis
Sekolah (MBS) ?
7. Berikan contoh model-model Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) ?

C. Tujuan Penulisan
Berdasar perumusan masalah diatas, pengetahuan tentang Manajemen
Berbasis Sekolah (MBS) penting untuk diketahui bagi pendidikan. Secara
umum tulisan ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui pengertian Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).
2. Mengetahui perlunya ada Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).
3. Mengetahui ciri-ciri Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).
4. Mengetahui tujuan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).
5. Mengetahui manfaat Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).
6. Mengetahui faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam Manajemen
Berbasis Sekolah (MBS).
7. Mengetahui contoh model-model Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).
BAB II

PEMBAHSAN

A. Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)


Secara leksikal, Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) berasal dari tiga
kata, yaitumanajemen, berbasis dan sekolah.Manajemen adalah proses
menggunakan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran. Berbasis
memiliki kata dasar basis yang berarti dasar atau asas. Sekolah adalah
lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat menerima dan memberikan
pelajaran. Berdasarkan makna leksikal tersebut maka MBS dapat diartikan
sebagai penggunaan sumber daya yang berasaskan pada sekolah itu sendiri
dalam proses pengajaran atau pembelajaran.
Definisi yang mencakup makna yang lebih luas dikemukakan oleh
Wohlstetter dan Mohrman (1996). Secara luas MBS berarti pendekatan politis
untuk mendesain ulang organisasi sekolah dengan memberikan kewenangan
dan kekuasaan kepada partisipan sekolah pada tingkat lokal guna memajukan
sekolahnya. Partisipan lokal sekolah tak lain adalah kepala sekolah, guru,
konselor, pengembang kurikulum, administrator, orang tua siswa, masyarakat
sekitar, dan siswa.
Secara lebih sempit MBS hanya mengarah pada perubahan tanggung
jawab pada bidang tertentu seperti dikemukakan Kubick (1988). MBS
meletakan tanggung jawab dalam pengambilan keputusan dari pemerintah
daerah kepada sekolah yang menyangkut bidang anggaran, personel, dan
kurikulum. Oleh karena itu, MBS memberikan hak kontrol proses pendidikan
kepada kepala sekolah, guru, siswa, dan orang tua.1
Istilah manajemen berbasis sekolah merupakan terjemahan dari “school
based management”. Istilah ini pertama kali muncul di Amerika Serikat

1
Nurkolis, Manajemen Berbasis Sekolah, Teori, Model, dan Aplikasi (Jakarta: Grasindo, 2006),
hal. 1.
ketika masyarakat mulai mempertanyakan relevansi pendidikan dengan
tuntutan dan perkembangan masyarakat setempat. MBS merupakan
paradigma baru pendidikan, yang memberikan otonomi luas pada tingkat
sekolah (pelibatan masyarakat) dalam kerangka kebijakan pendidikan
nasional. Otonomi diberikan agar sekolah leluasa mengolah sumber daya dan
sumber dana dengan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan,
serta lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat. Pelibatan masyarakat
dimaksudkan agar mereka lebih memahami, membantu, dan mengontrol
pengelolaan pendidikan. Dalam pada itu, kebijakan nasional yang menjadi
prioritas pemerintah harus pula dilakukan oleh sekolah. Pada sistem MBS,
sekolah dituntut secara mandiri menggali, mengalokasikan, menentukan
prioritas, mengendalikan, dan mempertanggungjawabkan pemberdayaan
sumber-sumber, baik kepada masyarakat maupun pemerintah.
MBS merupakan salah satu wujud dari reformasi pendidikan, yang
menawarkan kepada sekolah untuk menyediakan pendidikan yang lebih baik
dan memadai bagi para peserta didik. Otonomi dalam manajemen merupakan
potensi bagi sekolah untuk meningkatkan kinerja para staf, menawarkan
partisipasi langsung kelompok-kelompok yang terkait, dan meningkatkan
pemahaman masyarakat terhadap pendidikan.
Kewenangan yang bertumpu pada sekolah merupakan inti dari MBS
yang dipandang memiliki tingkat efektifitas tinggi serta memberikan
beberapa keuntungan berikut :
a. Kebijaksanaan dan kewenangan sekolah membawa pengaruh langsung
kepada peserta didik, orangtua, dan guru;
b. Bertujuan bagaimana memanfaatkan sumber daya lokal;
c. Efektif dalam melakukan pembinaan peserta didik seperti kehadiran,
hasil belajar, tingkat pengulangan, tingkat putus sekolah, moral guru dan
iklim sekolah;
d. Adanya perhatian bersama untuk mengambil keputusan, memberdayakan
guru, manajemen sekolah, rancang ulang sekolah, dan perubahan
perencanaan.
Dalam pelaksanaannya di Indonesia, perlu ditekankan bahwa kita tidak
harus meniru secara persis model-model MBS dari negara lain. Sebaliknya
Indonesia akan belajar banyak dari pengalaman-pengalaman pelaksanaan
MBS di negara lain, kemudian memodifikasi, merumuskan dan menyusun
model dengan mempertimbangkan berbagai kondisi setempat seperti sejarah,
geografi, struktur masyarakat, dan pengalaman-pengalaman pribadi di bidang
pengelolaan pendidikan yang telah dan sedang berlangsung selama ini.2

B. Alasan Mengapa Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)


Pengelolaan pendidikan yang dianut dan dijalankan di Indonesia selama
ini sangat bersifat sentalistik, di mana pusat sangat dominan dalam
pengambilan kebijakan. Sebaliknya, daerah dan sekolah bersifat pasif, hanya
sebagai penerima dan pelaksana perintah pusat. Pola kerja sentralistik
tersebut sering mengakibatkan adanya kesenjangan antara kebutuhan riil
sekolah dengan perintah atau apa yang digariskan oleh pusat.
F. Korten (1981) menilai, system sentralistik kurang bisa memberikan
pelayanan yang efektif, kelemahan-kelemahan pola sentralistik tersebut
selama ini tidak pernah digubris. Ketika lahir Undang-undang Nomor
22/1999 tentang Otonomi Daerah yang mengharuskan pelaksanaan
desentralisasi pendidikan, mau tidak mau pola sentralistik harus diubah.
Diperlukan formula baru dalam pengelolaan pendidikan di sekolah sesuai
dengan tuntutan masyarakat dan berkembangnya peraturan baru. Tujuan
utama penerapan MBS adalah untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan serta
mutu dan relevansi pendidikan di sekolah.
Inovasi yang diharapkan timbul di sekolah serta bertambahnya prestasi
masyarakat untuk mendukung dan mengawasi sekolah, akan memberikan
nilai positif terhadap peningkatan mutu dan relevansi pendidikan (S. Bellen
dkk, 2000).

2
E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2002), hal. 24.
Beberapa kegiatan pada tahap awal yang ditempuh dalam pelaksanaan
MBS antara lain meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. Meningkatkan kemampuan personil sekolah dalam pengelolaan sekolah,
termasuk pengelolaan sember daya dan penyusunan program untuk
mencapai tujuan sekolah.
b. Memberikan wewenang kepada sekolah untuk mengelola sumber daya
dan mengatur rumah tangga sekolah untuk mencapai tujuan sekolah
dalam batas-batas peraturan.
c. Mendorong partisipasi masyarakat yang lebih besar untuk mendukung
pendidikan di sekolah.
d. Mendorong pemanfaatan anggaran sekolah sesuai kebutuhan dan kondisi
sekolah dengan memberikan “block grant”yang dimanfaatkan bersama
dengan anggaran dan sumber-sumber lain.
e. Mendorong adanya transparasi dalam pengelolaan sekolah, mulai dari
perencanaan sampai dengan evaluasi. Dalam hal keuangan dengan
membuat RAPBS yang melibatkan kepala sekolah, guru serta pengurus
BP3 dan juga tokoh masyarakat.
f. Mendorong dan memanfaatkan kemampuan personil sekolah untuk
meningkatkan kretifitas dan kemampuan yang dapat mendukung
terjadinya proses belajar mengajar yang aktif, efektif dan menyenangkan
serta terciptanya kondisi sekolah yang “sayang anak” (child friendly).
g. Bekerjasama dengan pemerntah untuk mendukung upaya pelaksanaan
kegiatan rintisan MBS di sekolah yang ditunjuk (S. Ballen, dkk, 2000).
Peluang keberhasilan dalam menerapkan MBS di sekolah pada saat ini
cukup besar karena adanya factor pendukung berikut:
a. Tuntutan kehidupan demokratisasi yang cukup besar dari masyarakat
dalam era reformasi seperti sekarang ini.
b. Penerapan Undang-undang No. 22/1999 tentang Pemerintah Daerah yang
menekankan pada otonomi pemerintah pada tingkat Kabupaten/Kota.
c. Adanya komite sekolah yang berfungsi untuk membantu pelaksanaan
program JPS pendidikan di banyak sekolah.
d. Adanya keinginan pemerintah untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat terhadap pendidikan di sekolah dengan meningkatkan tugas,
fungsi dan peran BP3.3

C. Ciri-Ciri Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)


Dalam MBS peran serta masyarakat sangat penting, tidak seperti masa
lalu yang hanya terbatas memobilisasi sumbangan uang dan sejenisnya.
Sekolah sebagai lembaga pendidikan dalam model MBS memiliki fungsi dan
peran yang sangat besar. Masalah keuangan, kegiatan pembelajaran, sarana
prasarana, dan seluruh komponen penunjang pendidikan di sekolah
merupakan tanggung jawab sekolah yang telah “di-result”oleh masyarakat.
Dalam hal pembelajaran atau proses Kegiatan Belajar Mengajar
(KBM), maka model MBS ini menekankan kepada pembelajaran aktif (active
learning),pembelajaran efektif (efektive learning) dan pembelajaran yang
menyenangkan (joyfull learning). Cara pembelajaran seperti ini
memungkinkan munculnya keberanian pada diri siswa untuk mengemukakan
pendapat, bertanta, mengkritik, dan mengakui kelemahannya apabila memang
mereka melakukan kesalahan.
Dengan semangat belajar yang tinggi, kondisi tempat dan iklim belajar
yang menyenangkan, dukungan dari masyarakat serta orang tua yang cukup.
Pada gilirannya pendekatan ini akan dapat mengurangi bahkan mengikis
habis masalah putus sekolah atau Drop Out (DO). Manajemen sekolah yang
menitik beratkan pada aspek kemandirian sekolah dengan ciri utama pada
adanya keterbukaan atau transparansi pelaksanaannya dimulai dari
perencanaan sampai dengan pelaporan diselenggarakan secara terbuka.
Dari paparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri
manajemen berbasis sekolah antara lain:

3
Supriono, Sapari A, Manajemen Berbasis Sekolah, (Jawa Timur: SIC, 2001), hal. 6.
1. Ada upaya meningkatkan peran serta BP3 dan masyarakat untuk
mendukung kinerja sekolah.
2. Program sekolah disusun dan dilaksanakan dengan mengutamakan
kepentingan proses belajar mengajar (kurikulum), bahkan kepentingan
administratif.
3. Menerapkan prinsip efektifitas dan efisiensi dalam penggunaan sumber
daya sekolah (anggaran, personil, dan fasilitas).
4. Mampu mengambil keputusan yang sesuai dengan kebutuhan
kemampuan dan kondisi lingkungan sekolah walau berbeda dari pola
umum atau kebiasaan.
5. Menjamin terpeliharanya sekolah yang bertanggungjawab kepada
masyarakat, selain kepada pemerintah atau yayasan.
6. Meningkatkan profesionalisme personil sekolah.
7. Meningkatkan kemandirian sekolah di segala bidang.
8. Adanya keterlibatan semua unsur terkait dalam perencanaan program
sekolah, pelaksanaan sampai dengan evaluasi (kepala sekolah, guru, BP3,
dan tokoh masyarakat, dan lain-lain)
9. Adanya keterbukaan dalam pengelolaan pendidikan sekolah, baik yang
menyangkut program, anggaran, ketenagaan, prestasi sampai dengan
pelaporan.
10. Pertanggungjawaban sekolah dilakukan baik terhadap pemerintah,
yayasan, maupun masyarakat (S. Ballen dkk, 2000)4
Karakteristik MBS bisa diketahui antara lain dari bagaimana sekolah
dapat mengoptimalkan kinerja organisasi sekolah, proses belajar-mengajar,
pengelolaan sumber daya manusia, dan pengelolaan sumber daya dan
administrasi. Lebih lanjut, BPPN dan Bank Dunia (1999), mengutip dari
Focus on School: The Future Organisation of Education Services for Student,
Departement of Education, Australia (1990), mengemukakan ciri-ciri MBS
dalam bagan berikut :5

4
Ibid., hal.7.
5
E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah, (Bandung: PT Remaja Rosda
Sumber Daya
Organisasi Proses Belajar Sumber Daya
dan
Sekolah Mengajar Manusia
Administrasi
Menyediakan Meningkatkan Memberdayakan Mengidentifikasi
manajemen kualitas belajar staf dan sumber daya
organisasi siswa menempatkan yang diperlukan
kepemimpinan personel yang dan
transformasional dapat melayani mengalokasikan
dalam mencapai keperluan sumber daya
tujuan sekolah semua siswa tersebut sesuai
dengan
kebutuhan
Menyusun Mengembangkan Memilih staf Mengelola dana
rencana sekolah kurikulum yang yang memiliki sekolah
dan merumuskan cocok dan tanggap wawasan
kebijakan untuk terhadap manajemen
sekolahnya kebutuhan siswa berbasis sekolah
sendiri dan masyarakat
sekolah
Mengelola Menyelenggaraka Menyediakan Menyediakan
kegiatan n pengajaran yang kegiatan untuk dukungan
operasional efektif pengembangan administratif
sekolah profesi pada
semua staf
Menjamin adanya Menyediakan Menjamin Mengelola dan
komunikasi yang program kesejahteraan memelihara
efektif antara pengembangan staf dan siswa gedung dan
sekolah dan yang diperlukan sarana lainnya
masyarakat siswa
terkait (school
community)
Menjamin akan Program Kesejahteraan Memelihara
terpeliharanya pengembangan staf dan siswa gedung dan
sekolah yang yang diperlukan sarana lainnya
bertanggungjawa siswa
b (akuntabel)
kepada
masyarakat dan
pemerintah

D. Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)


MBS merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencapai
keunggulan masyarakat bangsa dalam penguasaan ilmu dan teknologi, yang
dinyatakan dalam GBHN. Hal tersebut diharapkan dapat dijadikan landasan
dalam pemgembangan pendidikan di Indonesia yang berkualitas dan
berkelanjutan, baik secara makro, meso maupun mikro.
MBS yang ditandai dengan otonomi sekolah dan pelibatan masyarakat
merupakan respons pemerintah terhadap gejala-gejala yang muncul di
masyarakat, bertujuan utuk meningkatkan efisiensi, mutu, dan pemerataan
pendidikan. Peningkatan efisiensi, antara lain diperoleh melalui keleluasaan
mengelola sumberdaya, partisipasi masyarakat dan penyederhanaan birokrasi.
Sementara peningkatan mutu dapat diperoleh antara lain melelui partisipasi
orangtua terhadap sekolah, fleksibilitas pengelolaan sekolah dan kelas,
peningkatan profesionalisme guru dan kepala sekolah, berlakunya sistem
insentif serta disinsetif. Peningkatan pemerataan antara lain diperoleh melalui
peningkatan partisipasi masyarakat yang memungkinkan pemerintah lebih
berkonsentrasi pada kelompok tertentu. Hal ini dimungkinkan karena pada
sebagian masyarakat tumbuh rasa kepemilikan yang tinggi terhadap sekolah.6

6
Ibid., hal.25.
E. Manfaat Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
MBS memberikan kebebasan dan kekuasaan yang besar pada sekolah,
disertai seperangkat tanggung jawab. Dengan adanya otonomi yang
memberikan tanggung jawab pengelolaan sumber daya dan pengembangan
strategi MBS sesuai dengan kondisi setempat, sekolah dapat lebih
meningkatkan kesejahteraan guru sehingga dapat lebih berkonsentrasi pada
tugas. Keleluasaan dalam mengelola sumber daya dan dalam menyertakan
masyarakat untuk berpartisipasi, mendorong profesionalisme kepala sekolah,
dalam peranannya sebagai manajer maupun pemimpin sekolah. Dengan
diberikannya kesempatan kepada sekolah untuk menyusun kurikulum, guru
didorong untuk berinovasi dengan melakukan eksperimentasi-eksperimentasi
di lingkungan sekolahnya. Dengan demikian, MBS mendorong
profesionalisme guru dan kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan di
sekolah. Melalui penyusunan kurikulum efektif, rasa tanggap sekolah
terhadap kebutuhan setempat meningkat dan menjamin layanan pendidikan
sesuai dengan tuntutan pesrta didik dan masyarakat sekolah. Prestasi peserta
didik dapat dimaksimalkan melalui peningkatan partisipasi orangtua,
misalnya orangtua dapat mengawasi langsung proses belajar anaknya.
MBS menekankan keterlibatan maksimal berbagai pihak, seperti pada
sekolah-sekolah swasta, sehingga menjamin partisipasi staf, orangtua, peserta
didik dan masyarakat yang lebih luas dalam perumusan-perumusan keputusan
tentang pendidikan. Kesempatan berpartisipasi tersebut dapat meningkatkan
komitmen mereka terhadap sekolah. Selanjutnya, aspek-aspek tersebut pada
akhirnya akan mendukung efektivitas dalam pencapaian tujuan sekolah.
Adanya kontrol dari masyarakat dan monitoring dari pemerintah ,
pengelolaan sekolah menjadi akuntabel, transparan, egaliter, dan demokratis,
serta menghapuskan monopoli dalam pengelolaan pendidikan. Untuk
kepentingan tersebut diperlukan kesiapan pengelola pada berbagai level untuk
melakukan perannya sesuai dengan kewenangan dan tanggung jawab.7

7
Ibid., hal.25.
F. Faktor-Faktor yang Perlu Diperhatikan dalam Manajemen Berbasis
Sekolah (MBS)
BPPN bekerjasama dengan Bank Dunia (1999) telah mengkaji beberapa
faktor yang perlu diperhatikan sehubungan dengan MBS. Fakto-faktor
tersebut yaitu :
a. Kewajiban Sekolah
MBS yang menawarkan keleluasaan pengelolaan sekolah memiliki
potensi yang besar dalam menciptakan kepala sekolah, guru, dan
pengelola sistem pendidikan profesional. Oleh karena itu,
pelaksanaannya perlu disertai seperangkat kewajiban, monitoring dan
tuntutan pertanggungjawaban (akuntabel) yang tinggi. Dengan demikian,
sekolah dituntut mampu menampilkan pengelolaan sumberdaya secara
transparan, demokratis, tanpa monopoli, dan bertanggungjawab baik
terhadap masyarakat maupun pemerintah, dalam rangka meningkatkan
kapasitas pelayanan terhadap peserta didik.
b. Kebijakan dan Prioritas Pemerintah
Pemerintah sebagai penanggung jawab pendidikan nasional berhak
merumuskan kebijakan-kebijakan yang menjadi prioritas nasional
terutama yang berkaitan dengan program peningkatan melek huruf dan
angka (literacy and numeracy), efisiensi, mutu dan pemerataan
pendidikan. Pemerintah juga perlu merumuskan seperangkat pedoman
umum tentang pelaksanaan MBS untuk menjamin bahwa hasil
pendidikan (student outcomes)terevaluasi dengan baik, kebijakan-
kebijakan pemerintah dilaksanakan secara efektif, sekolah dioperasikan
dalam kerangka yang disetujui pemerintah, dan anggaran dibelanjakan
sesuai dengan tujuan.
c. Peranan Orangtua dan Masyarakat
MBS menuntut dukungan tenaga kerja yang terampil dan
berkualitas untuk membangkitkan motivasi kerja yang lebih produktif
dan memberdayakan otoritas daerah setempat, serta mengefisienkan
sistem dan menghilangkan birokrasi yang tumpang tindih yaitu melalui
partisispasi masyarakat, orangtua dan dewan sekolah(school council).
d. Peranan Profesionalisme dan Manajerial
Kepala sekolah, guru dan tenaga administrasi harus memiliki
pengetahuan yang dalam tentang peserta didik dan prinsip-prinsip
pendidikan untuk menjamin bahwa segala keputusan penting yang dibuat
oleh sekolah, didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan pendidikan.
Kepala sekolah perlu mempelajari kebijakan pemerintahan maupun
prioritas sekolah sendiri. Ia harus :
1) Memiliki kemampuan untuk berkolaborasi dengan guru dan
masyarakat sekitar sekolah;
2) Memiliki pemahaman dan wawasan yang luas tentang teori
pendidikan dan pembelajaran;
3) Memiliki kemampuan dan ketrampilan untuk menganalisis situasi
sekarang berdasarkan apa yang seharusnya serta mampu
memperkirakan kejadian di masa depan berdasarkan situasi
sekarang;
4) Memiliki kemauan dan kemampuan untuk mengidentifikasi masalah
dan kebutuhan yang berkaitan dengan efektifitas pendidikan di
sekolah;
5) Mampu memanfaatkan berbagai peluang, menjadikan tentangan
sebagai peluang, serta mengkonseptualkan arah baru untuk
perubahan.
e. Pengembangan Profesi
Agar sekolah dapat mengambil manfaat yang ditawarkan MBS,
perlu dikembangkan adanya pusat pengembangan profesi, yang berfungsi
sebagai penyedia jasa pelatiahan bagi tenaga kependidikan untuk MBS.8

8
Ibid., hal.26.
G. Model-Model Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
1. Model MBS di Indonesia
Model MBS di Indonesia disebut Manajemen Peningkatan Mutu
Berbasis Sekolah (MPMBS). MPMBS dapat diartikan sebagai model
manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah,
fleksibilitas kepada sekolah, dan mendorong partisipasi secara langsung
warga sekolah dan masyarakat untuk meningkatkan mutu sekolah
berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Di Indonesia model MBS difokuskan pada peningkatan mutu,
tetapi tidak jelas dalam hal mutu apa. Mutu gurukah, mutu kurikulumkah,
mutu hasil pengajarankah, mutu proses belajar-mengajarkah, mutu
penilaiankah, atau mutu manajemennya? Perspektif mutu ini terlalu luas
untuk dicakup semua dalam model MBS di Indonesia. Pantaslah banyak
pelaku pendidikan merasa bingung akan sasaran MBS di Indonesia
karena tidak ada fokus garapan. Hal yang paling mendasar yang tidak
diungkap dalam target mutu yang ingin dicapai dalam model MBS di
Indonesia adalah mutu yang seperti apa? Apa kriterianya, bagaimana cara
mencapainya, kapan harus dicapai, dan bagaimana peran sekolah dalam
peningkatan mutu pendidikan ini?
Dengan tidak ada sasaran dalam peningkatan mutu model MBS ini
serta kepongahan para pejabat pendidikan di pusat maupun di daerah
maka penerapan MBS di Indonesia masih menghadapi ganjalan besar.
Padahal, salah satu dasar pokok terlaksananya reformasi adalah adanya
perubahan struktural secara mendasar dan besar-besaran. Bila tidak maka
upaya reformasi pendidikan melalui MBS itu hanya merupakan proyek
pemborosan.
Model MBS di Indonesia tidak berasal dari inisiatif warga
masyarakat, tetapi dari pemerintah. Hal ini bisa dimengerti karena setelah
32 tahun Indonesia berada dalam cengkeraman pemerintah otoriter yang
membuat warganya takut untuk mengeluarkan pendapat dan inisiatif.
Oleh karena itu, pendekatan yang digunakanpun berbeda dengan negara-
negara lain yang peran serta masyarakatnya sudah tinggi. Di Indonesia,
penerapan MBS diawali dengan dikelurkannya UU No.25 tahun 2000
tentang Rencana Strategis Pembangunan Nasional tahun 2000-2004.9
2. Model MBS di Amerika Serikat
Penerapan MBS secara serius di Amerika Serikat terjadi pada saat
adanya gelombang reformasi pendidikan tahap kedua, yaitu pada tahun
1980-an. Gelombang kedua ini sebagai kebangkitan kembali akan adanya
kesadaram dan pentingnya pengelolaan pendidikan pada tingkat sekolah.
Era itu merup-akan kelanjutan reformasi yang terjadi pada tahun 1970-an
pada saat sekolah-sekolah di distrik menerapkan Side-Based
Management.
Gelombang pertama ditandai dengan adanya sentralisasi fungsi-
fungsi pendidikan pada tingkat pusat, mencakup kurkulum dan ujian
nasional. Gelombang kedua terjadi karena adanya laporan dari The
National Commision on Excellentce in Educatin (1983) yang selanjtnya
dilakukan pengurangan keterlibatan pemerintah pusat dan pemerintah
federal.
Sistem pendidikan di Amarika Serikat, mula-mula secara
konstitusional pemerintah pusat (state) bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan pendidikan dan pemerintahan daerah (distric) hanya sebagai
unit pembuatan kebijakan dan administrasi. Pemerintah federal memiliki
peran yang terbatas bahkan semakin berkurang perannya. Perannya
hanya dibatasi terutama pada area khusus, yaitu dukungan pendapatan.10

9
Nurkolis, Manajemen Berbasis Sekolah, Teori, Model, dan Aplikasi, (Jakarta: Grasindo, 2006),
hal. 109.
10
Ibid., hal.91.
BAB III

SIMPULAN

Istilah manajemen berbasis sekolah merupakan terjemahan dari “school


based management”. Istilah ini pertama kali muncul di Amerika Serikat ketika
masyarakat mulai mempertanyakan relevansi pendidikan dengan tuntutan dan
perkembangan masyarakat setempat. MBS merupakan paradigma baru
pendidikan, yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah (pelibatan
masyarakat) dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional.

Model MBS di Indonesia tidak berasal dari inisiatif warga masyarakat,


tetapi dari pemerintah. Hal ini bisa dimengerti karena setelah 32 tahun Indonesia
berada dalam cengkeraman pemerintah otoriter yang membuat warganya takut
untuk mengeluarkan pendapat dan inisiatif. Oleh karena itu, pendekatan yang
digunakanpun berbeda dengan negara-negara lain yang peran serta masyarakatnya
sudah tinggi. Di Indonesia, penerapan MBS diawali dengan dikelurkannya UU
No.25 tahun 2000 tentang Rencana Strategis Pembangunan Nasional tahun 2000-
2004.

Dalam pelaksanaannya di Indonesia, perlu ditekankan bahwa kita tidak


harus meniru secara persis model-model MBS dari negara lain. Sebaliknya
Indonesia akan belajar banyak dari pengalaman-pengalaman pelaksanaan MBS di
negara lain, kemudian memodifikasi, merumuskan dan menyusun model dengan
mempertimbangkan berbagai kondisi setempat seperti sejarah, geografi, struktur
masyarakat, dan pengalaman-pengalaman pribadi di bidang pengelolaan
pendidikan yang telah dan sedang berlangsung selama ini
DAFTAR PUSTAKA

Nurkolis, Manajemen Berbasis Sekolah, Teori, Model, dan Aplikasi Jakarta:


Grasindo, 2006.

E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah, Bandung: PT Remaja Rosda Karya,


2002.

Supriono, Sapari A, Manajemen Berbasis Sekolah, Jawa Timur: SIC, 2001.

Anda mungkin juga menyukai