Anda di halaman 1dari 74

BIOSINTESIS HORMON, METABOLISME, DAN

MEKANISME KERJANYA

Secara klasik hormon didefinisikan sebagai suatu substansi yang diproduksi pada suatu
jaringan khusus, yang kemudian dilepaskan ke dalam aliran darah, dan kemudian menuju
ke sel yang responsif yang jaraknya cukup jauh, dimana hormon tersebut mengeluarkan
efeknya yang khas. Pada mulanya dianggap perjalanan tersebut sederhana ternyata
merupakan suatu petualangan untuk menjadi lebih kompleks dan kemudian menjadi suatu
bentuk baru merupakan peneltian laboratorium yang tidak selesai-selesainya di seluruh
dunia. Sesungguhnya, anggapan bahwa hormon merupakan produk dari jaringan khusus,
telah berubah.

Kompleks hormon dan reseptor hormon telah ditemukan pada organisme bersel tunggal
yang primitif, menunjukkan bahwa kelenjar endokrin merupakan perkembangan evolusi
yang lambat. Kemampuan sel yang secara luas dapat memproduksi hormon menjelaskan
teka-teki ditemukannya hormon di tempat-tempat yang aneh, seperti hormon
gastrointestinal ditemukan di otak, hormon reproduksi di sekresi intestinal, dan
kemampuan sel kanker yang secara tak terduga mampu memproduksi hormon. Dari dulu
hingga sekarang ini hormon dan neurotransmitter dianggap sebagai suatu sarana
komunikasi. Hanya jika hewan berevolusi ke tingkat organisme yang kompleks yang
menyebabkan kelenjar – kelenjar khusus berkembang hingga mampu memproduksi
hormon hingga bisa digunakan pada bentuk yang lebih canggih. Selanjutnya, hormon harus
telah muncul meskipun sebelum terjadinya pemisahan antara tumbuhan dan hewan karena

1
banyak substansi tumbuhan sama seperti hormon dan reseptor hormon. Oleh karena itu,
tidaklah mengherankan bahwa karena setiap sel mengandung gen-gen yang penting untuk
ekspresi hormonal, maka sel kanker, karena hilangnya diferensiasi, mengakibatkan ia tidak
mampu mentup ekspresi gen, sehingga memproduksi hormon pada lokasi, dan waktu yang
tidak sesuai.

Komunikasi Parakrin
Komunikasi interseluler yang meliputi difusi lokal substansi regulasi dari satu sel ke sel-sel
yang terdekat.

Komunikasi Autokrin
Komunikasi intraseluler sel dimana satu sel tunggal memproduksi substansi regulasi yang
berinteraksi ke reseptor atau ke dalam sel yang sama.

Komunikasi Intrakrin
Merupakan bentuk komunikasi intraseluler yang terjadi jika substansi yang tidak disekresi
berikatan dengan reseptor intraseluler.

Mari sekarang kita mengikuti satu molekul estradiol dalam hal riwayat kerjanya dan untuk
mendapatkan gambaran menyeluruh bagaimana hormon dibentuk, bekerja, dan
dimetabolisme. Estradiol memulai masa hidupnya dengan disintesis di dalam satu sel
khususnya sel yang sesuai dengan tugasnya. Agar biosintesis ini dapat terlaksana haruslah
terdapat enzim yang sesuai dan mampu bersama dengan prekursor yang sesuai pula. Pada
wanita dewasa, sumber dasar dari estradiol adalah sel granulosa dari folikel yang sedang
berkembang dan korpus luteum. Sel-sel ini mempunyai kemampuan untuk memulai
steroidogenesis sebagai respon terhadap stimulus spesifik. Agen yang menstimulus adalah
gonadotropin, follicle-stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormne (LH). Langkah
awal proses ini yang akan meningkatkan kadar estradiol adalah transmisi pesan dari agen
stimuli kepada mekanisme produksi steroid di dalam sel.

Pesan-pesan yang menstimulir steroidogenesis haruslah ditransmisi melalui membran sel.


Hal ini penting karena gonadotropin, menjadi glikopeptida yang besar sekali, tidak seperti
biasanya memasuki sel, tetapi harus berkomunikasi dengan sel tersebut dengan bergabung
dengan reseptor spesifik di permukaan membran sel. Dengan mengaktifkan serangkaian
tahap komunikasi. Sejumlah penelitian telah dilakukan untuk mengetahui metode
komunikasi ini. E.W Sutherland, Jr., menerima Hadiah Nobel pada tahun 1971 karena
mengajukan konsep second messenger.

2
Gonadotropin, messenger pertama, mengaktifkan suatu enzim di dalam membran sel yang
disebut adenylate cyclase. Enzim ini mengirimkan pesan dengan cara mengkatalisir
produksi suatu messenger kedua di dalam sel, cyclic adenosine 3’.5’-monophosphat (cyclic
AMP), lebih menyerupai tongkat kecil pada lomba estafet.

Cyclic AMP, messenger kedua, mengawali proses steroidogenesis, yang mengakibatkan


sintesis dan sekresi hormon estradiol. Gagasan transmisi pesan ini semakin berkembang
menjadi lebih kompleks dengan memperhatikan aspek fisiologis, seperti heterogenisitas
hormon peptida, regulasi up-and-down membran sel reseptor, aktivitas regulasi adenylate
cyclase, dan jalur penting untuk faktor regulasi autokrin dan parakrin.

Sekresi estradiol ke dalam aliran darah langsung setelah disintesis. Begitu berada di dalam
aliran darah, estradiol bertahan dalam dua bentuk, terikat dan bebas. Sebagian besar
dalam bentuk berikatan dengan protein pembawa, yaitu albumin dan sex steroid hormone-
binding globulin. Aktivitas biologik suatu hormon terbatas karena dalam bentuk berikatan
di dalam darah, hal ini dapat mencegah terjadinya efek yang ekstrim secara tiba-tiba.
Sebagai tambahan, bentuk berikatan ini mencegah agar tidak cepat dimetabolisme,
sehingga memungkin hormon untuk berada dalam jangka waktu yang lama untuk dapat
mengeluarkan efek biologisnya. Mekanisme yang menyerupai reservoar ini mencegah
kelebihan atau kekurangan kadar hormon hingga memungkinkan kadar dan efek hormon
selalu stabil.

Efek biologik metabolik hormon tergantung pada kemampuan sel untuk mensintesis dan
mempertahankan hormon. Estradiol yang telah berikatan dengan protein, tetapi berada
secara bebas di aliran darah segera akan masuk ke dalam sel secara difusi yang cepat untuk
bisa mengeluarkan efeknya,bagaimanapun juga estradiol harus berikatan dengan reseptor
dalam sel. Pekerjaan reseptor adalah untuk membantu transmisi pesan dari hormon menuju
transkripsi inti gen. Hasilnya adalah diproduksinya messenger RNA yang mengakibatkan
sintesis protein dengan respon seluler sesuai dengan karakteristik hormon.

Begitu estradiol telah menyelesaikan misinya, ia dilepaskan lagi kedalam aliran darah.
Estradiol dapat melakukan tugasnya beberapa kali sebelum hilang dari sirkulasi akibat
dimetabolisme. Sebaliknya, banyak molekul yang dimetabolisme tanpa sempat
mengeluarkan efeknya. Tidak seperti estradiol, hormon lain seperti testosteron,
dimetabolisme dan dirubah didalam sel setelah mengeluarkan efek hormonnya.Pada kasus
terakhir, suatu steroid dilepas kedalam aliran darah, sebagai suatu komponen yang aktif.
Clearens steroid dari darah bervariasi tergantung pada struktur molekulnya.

3
Sel yang mampu melakukan clearing estradiol dari sirkulasi menyelesaikan tugas ini secara
biokimiawi, dirubah ke estroal dan estriol, masing-masing merupakan estrogen yang
efektivitasnya moderat dan yang sangat lemah ( dan melakukan konjugasi untuk
memproduksinya menjadi fraksi yang larut air dan diekskresikan kedalam urin dan empedu
(sulfo dan glukoro kunjugates).

Oleh karena itu hormon steroid memiliki riwayat hidup yang berbeda dalam waktu yang
singkat. Sekarang kita bersiap – siap untuk mereview segmen penting dari masa hidup
hormon-hormon ini secara lebih detail.

Nomenklatur

Seluruh hormon steroid pada dasarnya memiliki struktur yang sama meskipun secara
relatif terdapat sedikit perbedaan kimiawi yang mengakibatkan perbedaan aktivitas
biokimiawi yang nyata. Struktur dasarnya adalah molekul perhidrosiklopentane-
phenanthrene. Molekul ini terdiri dari tiga 6- rantai karbon dan dan satu 5-rantai karbon , 1
rantai adalah benzene, 2 rantai nephtalene dan 3 rantai phenanthrene ditambah 1
siklopentane ( 5-rantai karbon ) dan pada inti steroid terdapat struktur perhidro-
siklopentanephenanthrene.

Steroid sex dibagi dalam 3 kelompok besar berdasarkan jumlah atom karbon yang mereka
miliki yang memiliki 21 rantai karbon termasuk kortikosteroid dan progestin. Struktur
dasarnya inti pregnane yang memiliki 19 rantai karbon termasuk seluruh androgen dan
struktur dasarnya adalah androstane, sedangkan yang memiliki 18 rantai karbon
berdasarkan inti entrane.

4
Terdapat 6 pusat asimetri pada struktur rantai dasar, dan ada bagian isomer yang mungkin.
Hampir kesemuanya terjadi secara alamiah dan steroid yang aktif hampir datar, dan
pergantian dibawah dan diatas plane dari cincin ditandai sebagai α( garis putus-putus) dan
β(garis lurus). Perubahan posisi meskipun satu substituen dapat mengakibatkan isomer
menjadi tidak aktif. Seperti contoh, 17-epitestosterone lebih lemah daripada testosteron
yang hanya berbeda kelompok hidroksil diposisi α pada atom C-17 lebih baik didalam
posisi α.

Konversi untuk penamaan steroid menggunakan nomor atom untuk membentuk nama
dasar ( contohnya preguane, androstane, estrane ) Nama dasar diawali nomor yang
menunjukkan posisi rantai ganda, dan namanya bisa berubah untuk menunjukkan satu, dua,
atau tiga rantai ganda : -ene,-diene, -triene. Mengikuti nama dasar, kelompok hidroksil
ditunjukkan oleh nomor pelengkan karbon, dan satu, dua atau tiga kelompok hidroksil
ditandai dengan : -ol, -diol, -triol. Kelompok keton diurutkan berdasarkan nomor
pelengkap karbon dan satu, dua, atau tiga kelompok ditandai dengan – one, -dione, -trione.
Istilah khusus seperti dehidro, eliminasi 2 hidrogen ; deoksi, eliminasi oksigenasi ; nor,
eliminasi karbon ; Δ atau lokasi rantai ganda.

5
Lipoprotein dan kolesterol

Kolesterol adalah bahan dasar untuk steroidogenesis. Seluruh organ yang memproduksi
steroid kecuali plasenta dapat membentuk kolesterol dari asetat. Progestin, androgen, dan
estrogen dapat disintesis insitu diberbagai jaringan kompartemen ovarium dari dua molekul
asetat karbon melalui kolesterol sebagai prekursor steroid yang umum. Meskipun
demikian, sintesis insitu tidak bisa memenuhi kebutuhan dan oleh sebab itu sumber utama
adalah kolesterol darah yang memasuki sel-sel ovarium dan dapat dimasukkan kedalam
rangkaian biosintesis atau disimpan dalam bentuk ester untuk dipakai kemudian hari.
Masuknya kolesterol ke dalam sel dimediasi melalui reseptor membran sel untuk
lowdensity lipoprotein ( LDL ) yang merupakan pembawa kolesterol dalam aliran darah.
Lipoprotein adalah molekul yang besar yang memfasilitasi transport lemak nonpolar di
dalam cairan solvent polar, yaitu plasma darah. Terdapat lima kategori mayor lipoprotein
berdasarkan nilai dan densitasnya ( flotasi saat di ultrasentrifugasi ).

Chylomicrons

Molekul besar, kholesterol (10 %) dan trigliserida (90 %) mengangkut partikel yang
terbentuk di usus setelah makan makanan berlemak.

6
Very Low-Desity Lipoprotein (VLDL)

Juga mengangkut kolesterol, tetapi terutama trigliserida, lebih padat dibanding


chylomicrons.

Intermediate-Density Lipoprotein (IDL)

Produk akhir dari dari katabolisme VLDL, terbentuk setelah pelepasan trigliserida
menyisakan ± 50 % kholesterol; pengangkut kholesterol utama (2/3) di dalam plasma
sehingga ada hubungan yang kuat antara peningkatan kadar LDL dan penyakit
kardiovaskular.

High-Density Lipoprotein (HDL)

Lipoprotein yang paling kecil dan paling tebal dan mengandung protein dan fosfolipid
yang paling tinggi; kadar HDL berhubungan terbalik dengan aterosklerosis (kadar yang
tinggi bersifat protektif). HDL, selanjutnya dibagi atas fraksi yang lebih tipis (HDL 2) dan
fraksi yang lebih tebal (HDL3). HDL2 berhubungan kuat dengan penyakit kardiovaskular.

Lipoprotein terdiri dari 4 unsur:


1. Kolesterol dalam 2 bentuk:
Kolesterol bebas di atas permukaan spheris molekul lipoprotein, dan kolesterol
diesterifikasi di bagian dalam molekul ;
2. Trigliserida di bagian dalam bagian spheris
3. Fosfolipid
4. Protein: Substansi elektris di atas permukaan spheris dan bertanggung jawab terhadap
missibilitas (Miscibility) dengan plasma dan air.

Permukaan protein, yang di sebut apoprotein, merupakan tempat berikatan ke reseptor


lipoprotein molekul di permukaan sel. Permukaan protein yang prinsipil dari LDL adalah
apoprotein B, dan apoprotein A-1 adalah apoprotein prinsipil dari HDL.

Lemak untuk jaringan perifer diperoleh dari sekresi VLDL oleh hepar. Trigliserida
dilepaskan dari VLDL oleh lipoprotein lipase yang terdapat di dalam sel endotel kapiler
juga oleh enzim lipase yang terdapat di sel endotel sinusoid hepar. Dalam proses ini,
komponen permukaan (kolesterol bebas, fosfolipid, apoprotein) dirubah ke HDL.
Akhirnya, VLDL dikonversi ke LDL yang memegang peranan penting dalam hal
transportasi kolesterol ke sel-sel seluruh tubuh. Enzim lipase hepar sensitif terhadap
perubahan, steroid seks; mengalami supresi oleh estrogen dan stimulasi oleh androgen.
7
LDL dilepaskan dari darah oleh reseptor seluler yang mengenali salah satu apoprotein
permukaan. Lipoprotein berikatan ke reseptor membran sel mengalami internalisasi dan
degradasi. Kadar kolesterol intraseluler sebagian diatur oleh “ Up-and Down-Regulation”
dari reseptor LDL di membran sel. Jika reseptor ldl ini mengalami saturasi atau defisiensi,
LDL diambil oleh “scavenger” cells (sangat menyerupai derivat makrofag) di dalam
jaringan lain, terutama tunika intima arteria. Oleh karena itu, sel-sel ini bisa menjadi nidus
plak aterosklerotik.

HDL disekresi oleh hepar dan usus atau merupakan produk dari degradasi VLDL. Molekul
cholesteryl esther bergerak untuk membentuk suatu inti di dalam sebuah partikel spheris
yang kecil yaitu partikel HDL3. Partikel ini menerima kolesterol bebas, mungkin
diperantarai oleh reseptor yang mengenal apoprotein A-1. dengan mengambil kolesterol,
ukuran partikel meningkat, untuk kemudian membentuk HDL2, fraksi tersebut
merfleksikan perubahan diet dan hormon. Kadar HDL3 masih relatif stabil.

Bagian protein dari partikel lipoprotein kuat hubungannya dengan risiko terjadinya
penyakit kardiovaskular, dan abnormalitas genetik saat sintesisnya atau strukturnya dapat
mengakibatkan keadaan yang atherogenik. Lipoprotein merupakan alasan utama terhadap
resiko atherosklerosis antara pria dan wanita. Bila orang dewasa, kadar kolesterol HDL
adalh sekitar 10 mg/dL lebih tinggi daripada wanita, dan perbedaan ini berlanjut hingga
usia post-menopause. Kolesterol dan HDL kadarnya lebih rendah pada wanita pre-
menopause daripada pria, namun setelah menopause kadarnya meningkat dengan cepat.

Sifat protektif alamiah dari HDL adalah karena kemampuannya mengambil kolesterol
bebas dari sel atau dari lipoprotein di sirkulasi. Lemak yang kaya dengan HDL dikenal
8
sebagai HDL3, yang kemudian berubah menjadi partikel yang lebih besar namun rendah
densitasnya, yaitu HDL2. Oleh karena itu, HDL yang berubah menjadi sel “scavenger“ yang
kaya lemak (residu makrofag di dinding arteri) kembali ke keadaan rendah lemak dan
membawa kelebihan kolesterol ke tempat yang bisa memetabolisme (utamanya di hati).
Metode lain bagaimana HDL membuang kolesterol dari tubuh terfokus pada “Up-take”
kolesterol bebas dari membran sel. Kolesterol bebas ini teresterifikasi dan bergerak ke
bagian inti partikel HDL oleh karena itu, HDL bisa membuang kolesterol dengan cara
membawa kolesterol ke tempat yang bisa menggunakannya (sel-sel yang memproduksi
steroid) atau yang bisa memetabolisme dan ekskresi (hepar).

Agar keadaan kardiovaskular tetap sehat, konsentrasi kolesterol darah haruslah tetap
rendah dan pelepasannya dari aliran darah haruslah dicegah. Problem transport elektron
dipecahkan dengan cara esterifikasi kolesterol dan membungkus ester tersebut ke dalam
bagian inti lipoprotein plasma. Pengiriman kolesterol ke sel adalah melalui reseptor
lipoprotein. Setelah mengikat lipoprotein dengan pembungkusnya yang terdiri dari
kolesterol teresterifikasi, kompleks tersebut dibawa ke dalam sel secara “receptor-mediated
endocytosis” (akan dibicarakan lebih lanjut), di aman nantinya lisosom akan membebaskan
kolesterol untuk digunakan oleh sel.

Perlindungan utama terhadap atherosklerosis tergantung pada tinggi afinitas reseptor


terhadap LDL dan berapa kali kemampuan reseptor untuk bersiklus, sehingga
memungkinkan sejumlah besar kolesterol bisa diangkut sementara tetap mempertahankan
kadar LDL darah dalam keadaan rendah (sehat). Sel-sel dapat mengontrol ambilan
kolesterol mereka dengan cara meningkatkan atau menurunkan jumlah reseptor LDL
sesuai dengan kadar kolesterol intraselluler. Oleh karena itu diet tinggi kolesterol
mempengaruhi hepar untuk mengurangi jumlah reseptor LDL di dalam selnya, karena
peningkatan kadar LDL darah.

Steroidogenesis

Seluruh jalur biosintesis steroid yang diperlihatkan pada gambar berdasarkan temuan
Kenneth J. Ryan dan rekan kerjanya. Jalur ini mengikuti pola dasar yang ditunjukkan oleh
semua organ endokrin yang memproduksi steroid. Dengan demikian, tidaklah
mengherankan bahwa ovarium manusia normal memproduksi seluruh tiga kelas steroid sex
; estrogen, progestin, dan androgen. Pentingnya androgen ovarium perlulah diperhatikan,
tidak hanya sebagai prekursor obligat untuk estrogen, tetapi juga penting secara klinis.

9
Ovarium berbeda dengan testis dalam hal komplemen dasar enzim khusus dan juga
distribusi produk sekresinya. Ovarium dibedakan dari kelenjar adrenal karena tidak adanya
reaksi 21-hydroxylase dan 11β-hydroxylase. Sehingga glukokortikoid dan
mineralokortikoid tidak diproduksi oleh jaringan ovarium normal.

Selama steroidogenesis, nomor atom karbon didalam kolesterol atau didalam molekul
steroid lainnya, bisa dikurangi, tetapi tidak bisa bertambah. Reaksi berikut ini memegang
peranan :

1. Pemisahan sebuah rantai samping ( reaksi desmolase )


2. Konversi kelompok hydroxyl ke keton atau kelompok keton ke kelompok hydroxyl.
3. Penambahan kelompok OH ( reaksi hidroksilasi )
4. Pembentukan ikatan ganda ( pelepasan hidrogen )
5. Penambahan hidrogen untuk mengurangi ikatan ganda ( saturasi )

Pandangan tradisional tentang steroidogenesis bahwa setiap tahap dimediasi oleh banyak
enzim, yang berbeda dari satu jaringan ke jaringan lain. Dasar kesederhanaan sistem ini
muncul jika komplemen DNA dan gen yang bertanggung jawab dikloning.

Enzim steroidogenik selain dehydrogenase juga anggota dari kelompok oksidase


cytochrome P450. Cytochrome P450 adalah istilah generik untuk keluarga enzim oksidatif,
disebut 450 karena suatu pigmen absorben ( 450 ) akan bergeser/ berubah jika direduksi.
Enzim P450 bisa memetabolis banyak substrat ; antara lain, di hepar enzim P450
memetabolisme toksin dan polutan dari lingkungan. Enzim P450 berikut ini diidentifikasi
dengan steroidogenesis ; P450 scc adalah enzim dari pelepasan rantai samping kolesterol ;
P450 C11 memediasi 11-hydroxylase, 18 – hydroxylase dan 19-methyl oxidase ; P450 C17
memediasi 17 – hydroxilase dan 17, 20-lyase; P450 c21 memediasi 21-hydroxylase ; dan
P450 arom memediasi aromatisasi androgen menjadi estrogen. Perbedaan dalam hal
organisasi exon-intron gen P450 ditandai oleh kecocokan dengan asalnya yang primitif;
oleh karena itu superfamily gen P450 menyimpang lebih dari 1,5 juta tahun yang lalu.

10
Pengetahuan tentang struktur enzim P450 yang diperoleh dari studi tentang asam amino
dan nucleotide frequencing menunjukkan bahwa seluruh tahap antara kolesterol dan
pregnolon dimediasi oleh suatu protein tunggal, P450 scc, berikatan dengan membran
mitokrondia bagian dalam. Data kloning menunjukkan adanya suatu gen P450 tunggal
yang unik pada kromosom 15. Eksperimen ini menunjukkan bahwa tahap yang multipel
tidak memerlukan enzim yang multiple. Perbedaan aktivitas menunjukkan adanya
modifikasi post translational. Gen ini mengandung rangkaian promoter jaringan spesifik,
dimana sekurang-kurangnya ada satu alasan bahwa mekanisme regulasi bisa berbeda pada
jaringan yang berbeda ( misalnya plasenta dan ovarium ).
11
Konversi dari kolesterol ke pregnenolon melalui hidroksilasi pada posisi karbon 20 dan 22,
dilanjutkan dengan pelepasan rantai samping. Konversi kolesterol ke pregnenolon oleh
P450 scc berlangsung di dalam mitokondria. Hal ini merupakan efek penting dari stimulasi
hormon tropik, yang juga menyebabkan uptake substrat kolesterol untuk langkah ini.
Hormon tropik dari hipofisis anterior berikatan ke permukaan sel reseptor dari sistem
protein G, activate adenylase cyclase, dan meningkatkan siklik AMP intra seluler. Aktivitas
siklik AMP menyebabkan transkripsi gen yang menyediakan enzim steroidogenik dengan
protein asesoris. Lebih cepat lagi cyclic AMP menstimulasi hidrolisis cholesteryl ester dan
transportasi kolesterol bebas ke mitokondria.

Sistem Dua-Sel

Sistem Dua-sel adalah penjelasan logis tentang proses steroidogenesis. Penjelasan ini, pada
mulanya dikemukakan oleh Fallek pada 1959, sekaligus membawa informasi tentang
tempat produksi steroid secara spesifik, bersama dengan munculnya dan pentingnya
reseptor hormon. Fakta-fakta berikut ini adalah penting ;
1. Reseptor FSH terdapat di sel-sel granulosa
2. Reseptor FSH diinduksi oleh FSH
3. Reseptor LH terdapat di sel-sel theca dan pada mulanya tidak terdapat di sel-sel
granulosa, tetapi bersamaan dengan perkembangan folikel, FSH memacu munculnya
reseptor LH di sel-sel granulosa.
4. FSH memacu aktivitas enzim aromatase di dalam sel-sel granulosa
5. Mekanisme kerja diatas dimodulasi oleh faktor autokrin dan parakrin yang disekresi
oleh sel-sel theca dan granulosa.

12
Transport steroid di dalam darah

Selama bersirkulasi di dalam darah, sebagian besar steroid sex yang penting, estradiol dan
testosteron, berikatan dengan protein pembawa, yang dikenal dengan sex hormone-
binding globulin ( SHBG ) yang diproduksi di hepar. 30 % lain berikatan longgar dengan
albumin, sisanya hanya 1 persen yang tidak berikatan dan bebas. Sejumlah sangat kecil
juga berikatan dengan corticosteroid-binding globulin. Hipertiroidism, kehamilan, dan
pemberian estrogen meningkatkan kadar SHBG, sedangkan kortikosteroid, androgen,
progestin, growth hormone, insulin, dan IGF-I menurunkan SHBG

Metabolisme Estrogen

Androgen adalah prekursor yang umum untuk estrogen. 17ß Hidroksi steroid
dehidrogenase aktivitasnya adalah merubah androstenedion menjadi testoteron, yang
bukan merupakan produk utama dari ovarium yang normal. Terjadi proses demetilasi yang
cepat pada C-9 dan aromatisasi menjadi estradiol, yang merupakan produk utama dari
ovarium manusia. Estradiol juga meningkat dalam jumlah besar yang berasal dari

13
androstenedion melalui estron, sedangkan estron sendiri disekresi dalam jumlah yang
bermakna setiap harinya. Estriol adalah metabolit perifer dari estron dan estradiol bukan
merupakan produk utama dari ovarium. Susunan estriol secara khas merupakan hasil
metabolik detoksifikasi, yang merupakan konversi dari bahan biologis aktif menjadi
bentuk yang kurang aktif .

Konversi steroid di jaringan perifer tidak selalu berupa produk inaktifasi. Androgen bebas
di perifer di konversi menjadi estrogen bebas sebagai contoh di kulit dan sel-sel lemak.
Lokasi sel lemak mempengaruhi aktivitasnya. Wanita dengan obesitas sentral ( didaerah
abdomen ) memproduksi lebih banyak androgen. Siiteri dan MacDonald kadar estrogen
yang cukup bisa diperoleh dari androgen sirkulasi untuk mengakibatkan perdarahan pada
wanita post menopause. Pada wanita kelenjar adrenal tetap merupakan sumber utama
androgen sirkulasi, terutama androstenedion. Pada laki – laki, hampir semua estrogen
sirkulasi berasal dari konversi androgen diperifer. Dengan demikian bisa dilihat bahwa
pola steroid sirkulasi pada wanita dipengaruhi oleh aktivitas berbagai proses di luar
ovarium. Karena keadaan diperifer berperan terhadap kadar steroid maka istilah secretion
rate menunjukan sekresi langsung dari organ, sedangkan production rate adalah sekresi
langsung dari organ ditambah hasil dari konversi prekursor di perifer. Metabolic clearance
rate ( MCR ) adalah jumlah volume darah yang dibersihkan oleh hormon per unit waktu .
Blood production rate (PR ) jumlah dari MCR dikali dengan konsentrasi hormon di dalam
darah.

14
Pada wanita normal yang tidak hamil, estradiol diproduksi 100 – 300 mg / hari. Produksi
androstenedion sekitar 3 mg / hari dan konversi di perifer ( sekitar 1 % ) dari
androstenedion menjadi estron jumlahnya sekitar 20 – 30 % dari produksi estron perhari.
Karena androstenedion disekresi dalam jumlah miligram, meskipun konversinya dalam
persentase yang kecil menjadi estrogen namun hasil ini bermakna untuk estrogen, yang
berada dan bisa berfungsi dalam jumlah mikrogram. Oleh karena itu estrogen sirkulasi
pada wanita merupakan jumlah dari sekresi ovarium berupa estradiol dan estron ditambah
prekursor C-19 di perifer .

15
Metabolisme Progesteron

Konversi steroid menjadi progesteron di perifer tidak tampak pada wanita yang tidak hamil
; sehingga progesterone production ratenya merupakan kombinasi dari sekresi adrenal dan
ovarium.

Produksinya dari adrenal sedikit, production rate progesteron di darah pada fase pre
ovulatory kurang dari 1 mg/hari. Selama fase luteal produksinya meningkat 20 - 30 mg /
hari. Metabolisme progesteron, karena adanya banyak produk ekskresi menjadi lebih
kompleks daripada estrogen tetapi 10 – 20 % dari progesteron di ekskresi dalam bentuk
pregnanadiol.

Pregnanadiol glukoronid di jumpai di urin dengan konsentrasi kurang dari 1 mg/hari


sampai ovulasi. Pasca ovulasi eksresi pregnenediol mencapai puncaknya 3 – 6 mg / hari.
Yang menetap sampai dengan 2 hari sebelum menstruasi. Pemeriksaan pregnanadiol di urin
sekarang ini sedikit manfaatnya kecuali test kits yang bisa dilakukan sendiri di rumah
untuk mengetahui ovulasi .

Pada fase preovulasi pada wanita dewasa, pada semua wanita prapubertas dan pada laki-
laki normal, kadar progesteron darah berada pada batas minimal sensitivitas pemeriksaan
imuno essay : kurang dari 1 ng/ml. Setelah ovulasi, yaitu selama fase luteal, kadar
progesteron berkisar 3 – 15 ng/ml. Pada hiperplasia adrenal kongenital, kadar progesteron
darah bisa meningkat 50 kali jumlah normal.

Pregnanetriol adalah metabolit urine yang utama dari 17α hidroksi progesteron dan secara
klinis bermakna pada sindroma adrenogenital, dimana terjadi akumulasi enzim 17α
hidroksi progesteron dan peningkatan ekskresi pregnanetriol. Pemeriksaan 17α hidroksi
progesteron plasma dan serum lebih sensitif dan lebih aurat untuk mengetahui defisiensi
enzim daripada mengukur kadar pregnanetriol dalam keadaan normal kadar 17α hidroksi
progesteron kurang dari 100 ng/dL, meskipun setelah ovulasi dan selama fase luteal pada
siklus menstruasi normal, puncaknya bisa mencapai 200 ng/dL. Pada sindroma hiperplasia
adrenal, jumlahnya bisa mencapai 10-40x jumlah normal.

16
Ekskresi Steroid

Steroid aktif dan metabolitnya diekskresikan sebagai sulfo dan glukuro konjugat.
Konjugasi steroid merubah ikatan hidrofobik menjadi hidrofilik yang secara umum
mengurangi atau membatasi aktifitas steroid. Hal ini tidak seluruhnya benar, karena
hidrolisis ikatan ester dapat terjadi pada jaringan target dan disimpan dalam bentuk aktif.
Selanjutnya, estrogen konjugat bisa mempunyai aktifitas biologis, dan telah diketahui
bahwa konjugat sulfat disekresi secara aktif dan bisa berperan sebagai prekursor, dijumpai
di sirkulasi dalam konsentrasi dalam konsentrasi yang relatif tinggi karena berikatan
dengan protein serum. Meskipun demikian biasanya konjugasi oleh hepar dan mukosa
intestinal merupakan suatu tahap untuk deaktivasi sebelum diekskresi ke urin dan kandung
empedu.

17
Mekanisme Kerja Seluler

Di dalam sirkulasi hormon berada dengan konsentrasi yang sangat rendah, hal ini bertujuan
untuk memberikan respon yang spesifik dan kerja yang efektif, sel target memerlukan
adanya mekanisme yang spesifik. Ada 2 tipe utama kerja hormon di jaringan
target.Pertama sebagai mediator kerja hormon tropik ( peptida dan hormon glikoprotein )
dengan reseptornya pada sel membran. Sebaliknya, kadar hormon steroid yang lebih
sedikit siap memasuki sel, dan dasar mekanisme kerjanya adalah berikatan dengan reseptor
spesifik didalam sel. Afinitas, spesifitas, dan aktivitas reseptor, bersama dengan
konsentrasi reseptor yang banyak didalam sel, sehingga memungkinkan hormon dalam
jumlah yang kecil bisa mengghasilkan respon biologis. Banyak tipe reseptor yang berbeda
yang bisa dikenal sebagaimana kategori berikut ini :

Reseptor intraselular

Reseptor ini berada di nukleus menyebabkan proses transkripsi. Sebagai contoh reseptor
untuk hormon estrogen dan tiroid.

Reseptor protein G

Reseptor ini terdiri atas suatu rantai polipeptida tunggal di membran sel. Berikatan dengan
hormon spesifik menyebabkan interaksi dengan protein G. Sehingga mengaktivasi second
mesenger contohnya reseptor untuk hormon tropik, prostaglandin, bau – bauan. Second
messenger antara lain enzim adenilat siklase, sistem fosfolipase dan perubahan ion
kalsium.

18
Ion Gate Channels

Reseptor dipermukaan sel ini terdiri dari berbagai unit, yang jika telah berikatan akan
membuka saluran ion. Masuknya ion merubah aktivitas listrik sel. Contoh paling baik
untuk tipe ini adalah asetil kolin .

Reseptor dengan aktivitas enzim intrinsik

Reseptor transmembrabn ini mempunyai komponen intraseluler dengan aktivitas tirosin


kinase atau serin kinase. Jika berikatan akan memyebabkan autofosforilasi dan menjadi
aktif. Contohnya reseptor untuk insulin dan growth factor dan reseptor untuk aktivin dan
inhibin ( serin kinase ).

Reseptor lain
Reseptor yang tidak memenuhi kategori diatas seperti reseptor untuk LDL, Prolaktin ,
Growth hormon dan beberapa growth hormon .

MEKANISME KERJA HORMON STEROID

Reaksi spesifik jaringan terhadap hormon steroid seks karena adanya reseptor protein
intraseluler. Pada jaringan lain yang berbeda seperti hepar, ginjal, dan uterus, memberikan
respon dengan cara yang sama. Mekanismenya antara lain : (1) Homon steroid berdifusi
melalui membran sel. (2) Hormon steroid berikatan ke reseptor protein, (3) Interaksi
kompleks hormon – reseptor dengan DNA intisel, (4) Sintesis mRNA, (5) Transportasi
mRNA ke Ribosom, dan akhirnya (6) Sintesis protein didalam sitoplasma yang
menghasilkan aktivitas seluler yang spesifik. Reseptor hormon steroid pada mulanya
mempengaruhi transkripsi gen, juga mengatur peristiwa pasca transkripsi dan proses non
genomik. Reseptor steroid mengatur transkripsi gen melalui berbagai mekanisme, dan
tidak semuanya membutuhkan interaksi secara langsung dengan DNA .

19
Masing-masing kelompok mayor dari hormon steroid seks termasuk estrogen, progestin,
dan androgen telah didemonstrasikan bekerja berdasarkan mekanisme umum.
Glukokortikoid, mineralokortikoid, dan kemungkinan reseptor androgen, ketika tidak
berikatan terletak di sitoplasma dan berpindah ke dalam inti setelah hormon-reseptor
berikatan. Estrogen dan progestin berpindah melewati membran inti dan berikatan dengan
reseptornya di dalam nukleus.

Hormon steroid dengan cepat berpindah melewati membran sel secara difusi sederhana.
Faktor-faktor yang berperan untuk transfer ini belum diketahui, tetapi konsentrasi hormon
bebas di dalam aliran darah tampaknya merupakan hal penting dan sebagai penentu fungsi
seluler. Begitu masuk ke dalam sel, hormon steroid seks berikatan dengan reseptornya
masing-masing. Selama proses ini, terjadi proses transformasi atau aktivasi reseptor.
Transformasi berhubungan dengan perubahan kompleks hormon-reseptor yang
menghasilkan tempat pengikatan yang diperlukan oleh kompleks tersebut untuk berikatan
dengan kromatin. Pada saat tidak berikatan, reseptor tersebut dipengaruhi oleh heat shock
protein yang melindungi reseptor, membuatnya stabil, dan mempertahankan bentuk
penyesuaian sehingga daerah pengikatan dari DNA berada dalam keadaan inaktif. Aktivasi
reseptor dikendalikan oleh pengikatan hormon yang menyebabkan disosiasi kompleks the
receptor-heat shock proteins.

Kompleks hormon-reseptor berikatan dengan DNA spesifik (elemen responsif terhadap


hormon) yang berlokasi di pangkal gen. Pengikatan spesifik dari hormon-reseptor dengan

20
DNA menghasilkan proses inisiasi transkripsi dari polymerase RNA. Transkripsi mengarah
pada translasi, suatu proses sintesis protein yang dimediasi oleh mRNA pada ribosom.
Prinsip dari peran hormon steroid adalah regulasi sintesis protein intraseluler yang
dipengaruhi oleh mekanisme reseptor.

Aktivitas biologis hanya dipertahankan saat tempat nukleus ditempati oleh kompleks
hormon-reseptor. Nilai disosiasi rata-rata hormon dan reseptornya serta waktu paruh
kompleks ikatan kromatin nukleus merupakan faktor dalam respon biologis, sebab elmen
respon hormonal banyak sekali dan dalam kondisi normal, hanya dibutuhkan sangat
sedikit. Oleh karena itu, prinsip klinis penting adalah sebagai berikut : durasi paparan
terhadap hormon adalah penting sebagai dosis. Satu-satunya alasan bahwa hanya sedikit
strogen yang ada di dalam sirkulasi adalah panjangnya waktu paruh kompleks hormon-
reseptor estrogen. Tentu saja, faktor penentu dalam potensi yang bervariasi di antara
estrogen (estradiol, estron, estriol) adalah lamanya waktu kompleks estrogen-reseptor
menempati nukleus. Tingginya nilai disosiasi rata-rata dengan suatu estrogen lemah
(estriol) dapat diperoleh dengan perlekatan yang lama untuk memperpanjang aktivitas dan
pengikatan nukleus. Kortisol dan progesteron harus bersirkulasi dalam jumlah besar oleh
karena mereka memiliki kompleks reseptor yang waktu paruhnya pendek di dalam
nukleus.

Peran penting estrogen adalah memodifikasi dirinya sendiri dan aktivitas hormon steroid
lainnya dengan cara mempengaruhi konsentrasi reseptor. Estrogen meningkatkan respons
jaringan target terhadap dirinya, progestin, dan androgen dengan meningkatkan konsentrasi
reseptornya sendiri dan reseptor progestin dan androgen intraseluler. Progesteron dan
klomifem –di sisi lain- membatasi respon jaringan dengan menghalangi mekanisme
tersebut, serta menurunkan konsentrasi reseptor estrogen. Sejumlah kecil deplesi reseptor
dan sedikit steroid dalam darah dapat mengaktifkan mekanisme ini.

Sintesis reseptor steroid seks, berlangsung di dalam sitoplasma, tapi dengan reseptor
estrogen dan progestin, suatu hormon sintesis, harus cepat diikuti dengan transportasi ke
dalam nukleus. Terdapat lalu lintas nuklear yang ekstensif. Membran nuklear mengandung
3.000 – 4.000 pori-pori. Satu sel yang mensintesis DNA mengimpor  1.000.000 histon
dari sitoplasma setiap 3 menit. Jika sel tumbuh dengan cepat, sekitar 3 ribosom lain
diangkut tiap menit ke jurusan lain. Sel tipikal dapat mensintesis 10.000 – 20.000 protein
yang berbeda. Bagaimana mereka tahu ke mana mereka harus pergi? Jawabannya adalah
protein ini memiliki sinyal lokalisasi. Dalam hal protein reseptor hormon steroid, sinyal
berada dalam bagian hinge.

21
Reseptor estrogen dan progestin keluar secara kontinyu dari nukleus ke sitoplasma dan
ditransfor balik ke nukleus secara aktif. Siklus tetap ini; difusi tetap ke dalam sitoplasma
secara seimbang dengan transpor aktif ke dalam nukleus. Kejadian ini memungkinkan
terjadinya beberapa penyakit oleh karena kontrol lalu lintas yang buruk. Hal ini benar
untuk beberapa penyakit misalnya sindroma Reye’s, suatu penyakit didapat yang
disebabkan oleh adanya gangguan fungsi enzim mitokondrial.

Proses pada kompleks hormon-reseptor setelah terjadi aktivasi gen disebut sebagai
hormone-receptors processing. Pada kasus ini reseptor estrogen, termasuk di dalamnya
proses degradasi cepat dari reseptor-reseptor yang tidak terikat dengan est6rogen dan
sebuah proses degradasi lambat dari reseptor-reseptor yang terikat setelah transkripsi gen.
Penurunan cepat reseptor-reseptor estrogen sesuai dengan klinis bahwa estrogen muncul
secara kontinyu adalah sebuah faktor penting untuk respon yang kontinyu.

Contoh yang sangat penting dari faktor ini, berbeda antara estradiol dan estriol. Estriol
hanya memiliki 20% – 30% daya ikat dengan reseptor estrogen dibanding estrsdiol. Oleh
karena itu, hilang dari sel dengan lebih cepat, tetapi konsentrasi efektif tetap sama dengan
estradiol dan dapat menghasilkan respon biologis yang mirip. Pada kehamilan, konsentrasi
estriol sangat tinggi. Hal ini dapat menjadi hormon yang penting, tidak hanya sebagai
metabolit.
Penurunan reseptor-reseptor estrogen dalam endometrium oleh agen progestasional adalah
dasar mendasar untuk penambahan progestin dalam program pengobatan estrogen.
peningkatan dan penurunan progestin pada reseptor yang sebelumnya sudah ada, dan ini
diikuti dengan inhibisi estrogen dan menginduksi sintesis reseptor estrogen. Penggunaan
antibodi monoklonal Immunositokimia, aksi ini telah me njadi tirtik efek interupsi.
Androgen tidak mengikuti deplesi reseptor estrogen tetapi pada beberapa penurunan
estrogen memacu pengaktifan RNA pada sitoplasma.

22
Reseptor Superfamily

Teknik DNA rekombinan telah memungkinkan penelitian tentang sekuensi gen yang
mengkode sintesis reseptor nukleus. Reseptor hormon steroid memiliki struktur yang
hampir sama dengan reseptor hormon thyroid, 1.25-dihydroxyvitamine D 3 dan asam
retinoat; sehingga reseptor-reseptor tadi disebut sebagai superfamily. Tiap reseptor
memiliki domain khusus yang sama dan bisa saling dipertukarkan. Sehingga tidaklah
mengherankan bahwa hormon spesifik bisa berinteraksi dengan lebih dari satu reseptor di
kelompok ini. Analisa reseptor ini menunjukkan suatu riwayat evolusi kompleks selama
duplikasi gen dan pertukaran antar domain dari asal yang berbeda. Kelompok ini sekarang
termasuk sekitar 150 protein, praktis dijumpai pada semua spesies, dari cacing, serangga,
hingga manusia. Sebagian besar disebut sebagai orphan receptors karena ligan spesifik
untuk protein ini belum diidentifikasi. Telah menjadi hal yang diperdebatkan bahwa 6
reseptor steroid berasal dari gen reseptor asal yang sama. Identifikasi reseptor steroid di
lamprey dates laut yang berasal lebih dari 450 juta tahun yang lalu, dan ciri khas reseptor
yang berfungsi seperti reseptor estrogen pada moluska menunjukkan bahwa awal dari
reseptor steroid seks adalah suatu reseptor estrogen.

23
MEKANISME KERJA

Reseptor keluarga steroid banyak terdapat dalam inti bahkan juga ketika tidak berikatan
dengan ligan, kecuali untuk reseptor androgen, mineralokortikoid, dan glukokortikoid
dimana uptake inti bergantung pada pengikatan hormon. Tetapi reseptor estrogen
mengalami apa yang disebut nucleocytoplasmic shutting. Jika shutting ini mengalami
gangguan, maka reseptor-reseptor akan mengalami degradasi lebih cepat dalam sitoplasma.
Agen-agen yang menghambat dimerisasi (misalnya antagonis estrogen murni)
menghambat translokasi inti dan karenanya meningkatkan degradasi sitoplasmik.

Sebelum berikatan, reseptor estrogen merupakan sebuah kompleks inaktif yang mencakup
berbagai macam protein, termasuk protein heat shock. Protein heat shock 90 tampaknya
merupakan protein yang sangat penting, dan banyak protein lain yang terkait dengan

24
protein ini. Protein heat shock ini tidak hanya penting untuk mempertahankan keadaan
inaktif, tetapi juga untuk menyebabkan pelipatan yang tepat untuk transpor melewati
membran. “Aktivasi” atau “transformasi” adalah disosiasi dari protein heat shock 90.

Bayangkan reseptor steroid yang bebas sebagai protein mobil yang tertata longgar yang
membentuk kompleks dengan protein heat shock. Reseptor keluarga steroid terdapat dalam
kompleks ini dan tidak dapat berikatan dengan DNA sampai union dengan hormon steroid
membebaskan protein heat shock dan memungkinkan dimerisasi. Perubahan konformasi
yang diinduksi oleh pengikatan hormon ini melibatkan sebuah proses disosiasi untuk
membentuk tatanan reseptor yang lebih erat. Domain pengikat hormon mengandung
heliks-heliks yang membentuk sebuah kantung (juga disebut sebagai lipatan sandwich).
Setelah berikatan dengan hormon, kantung ini mengalami perubahan konformasi yang
menyebabkan terbentuknya permukaan baru yang memiliki potensi berinteraksi dengan
protein ko-aktivator dan ko-represor. Bentuk konformasi merupakan faktor penting dalam
menentukan pesan yang dikirimkan kepada gen dengan tepat. Bentuk konformasi
menunjukkan perbedaan kecil yang bermakna dengan tiap ligan; estradiol, tamoksifen, dan
raloksifen masing-masing menginduksi konformasi yang berbeda yang ikut berperan
dalam pesan akhir agonisme atau antagonisme. Aktivitas estrogen lemah dari estriol ini
disebabkan oleh perubahan bentuk konformasinya jika dikombinasikan dengan reseptor
estrogen dibandingkan dengan estradiol.

Domain pengikat hormon pada reseptor estrogen mengandung sebuah kavitas yang
dikelilingi oleh struktur-struktur berbentuk baji, dan ketepatan ke dalam kavitas inilah yang
sangat mempengaruhi pesan genetik. Ukuran kavitas pada reseptor estrogen ini relatif
besar, lebih besar daripada volume sebuah molekul estradiol, hal ini menjelaskan

25
penerimaan berbagai macam ligan. Karena itu, estradiol, tamoksifen, dan raloksifen
masing-masing berikatan pada daerah yang sama dalam domain pengikat hormon, tetapi
bentuk konformasi masing-masing tidak sama.

Bentuk konformasi merupakan faktor mayor dalam menentukan kemampuan ligan


reseptornya untuk berinteraksi dengan koaktivator dan korepresor. Bentuk konformasi
tidak hanya sekedar “on” atau “off”, tetapi mungkin saja terdapat konformasi intermediet
sehingga menyediakan suatu spektrum aktivitas agonis/antagonistik.

Anggota-anggota subkeluarga reseptor tiroid dan asam retinoat tidak terdapat dalam
kompleks inaktif dengan protein heat shock. Anggota-anggota subkeluarga reseptor tiroid
dan asam retinoat dapat membentuk dimer dan berikatan dengan elemen respon pada
DNA, tetapi tanpa ligan, anggota-anggota subkeluarga reseptor tiroid dan asam retinoat ini
akan bertindak sebagai penekan transkripsi.

Dapat terbentuk mutan reseptor estrogen yang tidak dapat mengikat estradiol. Mutan-
mutan ini dapat membentuk dimer dengan reseptor estrogen alami (wild type), dan
kemudian berikatan dengan elemen respon estrogen, tetapi tidak dapat mengaktivasi
transkripsi. Hal ini menunjukkan bahwa transkripsi bergantung pada hasil pengikatan
estradiol pada reseptor estrogen, perubahan struktural yang tergantung pada estrogen.
Dimerisasi oleh diri sendiri tidak cukup untuk menyebabkan transkripsi; demikian juga
pengikatan dimer pada DNA tidaklah cukup.

Model molekuler dan kalkulasi energi fisik menunjukkan bahwa pengikatan estrogen
dengan reseptornya bukan merupakan mekanisme key and lock sederhana. Pengikatan ini
melibatkan konversi kompleks estrogen-reseptor menjadi geometri yang diinginkan yang
banyak ditentukan oleh daerah pengikatan reseptor spesifik. Respon estrogenik tergantung
pada konformasi ikatan akhir dan karakter elektronik kelompok-kelompok fungsional yang
menyumbangkan energi. Fungsi transaktivasi akhir bergantung pada variabel-variabel ini.

Reseptor-reseptor estrogen, progesteron, androgen, dan glukokortikoid berikatan dengan


elemen-elemen responnya sebagai dimer, sebuah molekul hormon untuk tiap dua unit pada
dimer. Reseptor-alfa estrogen dapat membentuk dimer dengan reseptor alfa lainnya
(homodimer) atau dengan reseptor-beta estrogen (heterodimer). Serupa dengan hal ini,
reseptor-beta estrogen dapat membentuk homodimer atau heterodimer dengan reseptor
alfa. Hal ini memungkinkan adanya banyak jalur sinyalisasi estrogen, alternatif-alternatif
yang lebih lanjut ditingkatkan oleh kemungkinan penggunaan berbagai elemen respon

26
dalam gen-gen target. Sel-sel yang mengekspresikan hanya satu dari reseptor-reseptor
estrogen akan merespon kepada homodimer ; sel-sel yang mengekspresikan keduanya
dapat merespon kepada homodimer dan heterodimer.

Sekuens asam amino dari domain pengikat DNA yang serupa dalam keluarga reseptor ini
menunjukkan konservasi evolusioner dari segmen-segmen homolog. Sebuah bagian
penting dari pola konformasi terdiri dari unit-unit pengulang sistim multipel yang
ditemukan dalam dua struktur, masing-masing diikat dalam bentuk menyerupai jari oleh
ion seng, sehingga disebut zinc fingers. Zinc fingers pada berbagai reseptor hormon
tidaklah identik. Jari-jari asam amino ini dianggap berinteraksi dengan pola-pola
komplementer serupa dalam DNA. Perubahan-perubahan yang bertujuan (mutasi
eksperimental) menunjukkan bahwa konservasi residu-residu sistin adalah penting untuk
aktivitas pengikatan, demikian juga dengan penggunaan seng.

Domain pengikat DNA bersifat spesifik untuk daerah enhancer (disebut sebagai elemen
yang responsif terhadap hormon) dalam promoter gen, terletak pada regio flanking 5’.
Aktivitas elemen yang responsif terhadap hormon memerlukan adanya kompleks hormon-
reseptor. Karena itu, regio ini merupakan bagian dari gen dimana domain pengikat DNA
pada reseptor akan berikatan. Terdapat setidaknya empat elemen responsif hormon yang
berbeda, satu untuk glukokortikoid/ progesteron/androgen, satu untuk estrogen, satu untuk
vitamin D3, dan satu untuk tiroid/asam retinoat. Daerah-daerah ini menunjukkan
perbedaan bermakna dalam jumlah nukelotida antara.

Pengikatan kompleks hormon-reseptor pada elemen responsif hormonnya menyebabkan


banyak perubahan, hanya satu diantaranya yang merupakan perubahan konformasi dalam
DNA. Walaupun elemen responsif hormon untuk glukokortikoid, progesteron, dan
androgen memediasi semua respon hormonal ini, terdapat perbedaan halus dalam daerah-
daerah pengikatan, dan terdapat sekuens-sekuens tambahan diluar daerah pengikat DNA
yang mempengaruhi aktivasi oleh ketiga hormon yang berbeda ini. Cloning dari DNA
komplementer untuk reseptor steroid telah menunjukkan sejumlah besar struktur yang
serupa yang memiliki fungsi yang tidak diketahui. Diyakini bahwa produk-produk protein
dari sekuens-sekuens ini terlibat dalam pengaturan dimulainya transkripsi yang terjadi
dalam kotak TATA.

Terdapat 3 RNA polimerasi berbeda (disebut sebagai I, II, dan III), masing-masing bekerja
dalam transkripsi satu set gen yang berbeda dengan promoter spesifik (daerah inisiasi
transkripsi polimerase). Faktor-faktor transkripsi merupakan polipeptida, yang membentuk

27
kompleks dengan enzim polimerase, yang memodulasi transkripsi pada daerah promoter
atau pada sebuah sekuens lebih lanjut pada DNA. Karena itu, reseptor hormon steroid
merupakan faktor transkripsi. Kompleks faktor transkripsi polimerase dapat dikembangkan
secara sekuensial dengan menyertakan polipeptida-polipeptida individual, atau transkripsi
dapat terjadi akibat interaksi dengan kompleks lengkap yang telah terbentuk sebelumnya.
Efek yang terjadi dapat bersifat positif atau negatif, aktivasi atau represi.

Pada kebanyakan kasus, reseptor hormon steroid mengaktivasi transkripsi dengan bekerja
sama dengan beberapa kelompok polipeptida.
1. Faktor-faktor transkripsi lain – peptida-peptida yang berinteraksi dengan enzim
polimerase dan DNA.
2. Koaktivator dan korepresor – peptida-peptida yang berinteraksi dengan daerah TAF
pada reseptor, disebut juga sebagai protein adapter.
3. Faktor-faktor kromatin – perubahan-perubahan organisasi struktural yang
memungkinkan terbentuknya suatu struktur yang tepat untuk respon transkripsi.

Kompleks steroid-reseptor mengatur jumlah transkrip mRNA yang berasal dari gen-gen
target. Reseptor yang telah diduduki oleh estrogen akan berikatan dengan elemen respon
estrogen pada region flanking 5’ pada gen-gen yang diregulasi oleh estrogen, sehingga
memungkinkan induksi transkripsi RNA yang efisien. Hal ini dapat terjadi melalui
pengikatan langsung dengan DNA dan interaksi dengan elemen respon estrogen atau
melalui interaksi protein dengan koaktivator antara reseptor estrogen dan daerah-daerah
DNA. Koaktivator dan korepresor merupakan protein intraseluler (disebut protein
adaptor) yang mengaktivasi atau menekan daerah TAF, baik dengan bekerja pada reseptor
atau pada DNA. Kebanyakan gen yang diregulasi oleh estrogen merespon dalam waktu 1-2
jam setelah pemberian estrogen. Hanya sedikit yang merespon dalam hitungan menit.
Kebutuhan waktu ini mungkin mencerminkan perlunya untuk mensintesis protein-protein
peregulasi.

Salah satu aspek aktivitas, misalnya dengan reseptor estrogen, adalah peningkatan afinitas
untuk estrogen. Ini merupakan aksi estrogen, dan paling besar dijumpai pada estradiol dan
paling kecil pada estriol. Aksi estradiol ini, yaitu kemampuan berikatan pada satu daerah
untuk mempengaruhi daerah lain, disebut kooperativitas. Peningkatan afinitas disebut
kooperativitas positif. Keuntungan biologis dari kooperativitas positif adalah bahwa
kooperativitas positif ini meningkatkan kemampuan reseptor untuk merespon kepada
perubahan-perubahan kecil dalam konsentrasi hormon. Salah satu aksi antiestrogen dari

28
klomifen adalah karakteristik kooperativitas negatifnya, inhibisi transisi dari keadaan
berafinitas rendah menjadi keadaan berafinitas tinggi. Relatif lamanya durasi kerja
ekstradiol disebabkan oleh keadaan berafinitas tinggi yang dicapai reseptor.

TAF (fungsi aktivitas transkripsional) merupakan bagian reseptor yang mengaktivasi


transkripsi gen setelah berikatan dengan DNA. Pengikatan ligan memproduksi konformasi
yang memungkinkan TAF untuk melakukan tugasnya. TAF-1 dapat merangsang transkripsi
pada tidak adanya hormon jika dilakukan fusi TAF-1 kepada DNA; namun, TAF-1 juga
mendorong pengikatan DNA pada reseptor yang intak. TAF-2 dipengaruhi oleh ligan yang
terikat tersebut, dan reseptor estrogen bergantung pada pengikatan estrogen untuk dapat
melakukan aktivitas penuh. TAF-2 terdiri dari sejumlah elemen terdispersi yang disatukan
setelah pengikatan estrogen. Aktivitas TAF-1 dan TAF-2 bervariasi sesuai dengan promoter
dalam sel-sel target. Daerah-daerah ini dapat bekerja secara bebas atau satu sama lain.

Karenanya perbedaan aktivitas TAF menyebabkan perbedaan aktivitas dalam sel-sel yang
berbeda. Disamping pengikatan reseptor steroid yang telah mengalami dimerisasi kepada
elemen respon DNA, aktivitas hormon steroid dimodulasi oleh jalur-jalur lain (faktor-
faktor transkripsi protein dan koaktivator/korepresor lain) yang mempengaruhi aktivasi
transkripsi. Hal ini merupakan konsep yang penting: konsep konteks seluler. Hormon yang
sama dapat menimbulkan respon yang berbeda pada sel-sel yang berbeda sesuai dengan
konteks seluler dari regulator protein.

Konsentrasi koaktivator/korepresor dapat mempengaruhi respon seluler, dan hal ini


merupakan penjelasan lain untuk adanya respon yang kuat dari jumlah hormon yang
sedikit. Sejumlah kecil reseptor tetapi dengan sejumlah besar koaktivator/korepresor maka
sel dapat menjadi sangat responsif terhadap sinyal yang lemah.

29
Fosforilasi daerah reseptor spesifik merupakan metode regulasi yang penting, demikian
juga dengan fosforilasi peptida-peptida lain yang mempengaruhi transkripsi gen.
Fosforilasi dapat diregulasi oleh reseptor membran sel dan pengikatan ligan, sehingga
tercipta metode untuk ligan yang terikat pada membran sel untuk berkomunikasi dengan
gen-gen reseptor steroid.

Jalur siklik AMP dan protein kinase A meningkatkan aktivitas transkripsional dari reseptor
estrogen dengan melakukan fosforilasi. Pada beberapa kasus fosforilasi memodulasi
aktivitas peptida spesifik atau koaktivator/korepresor yang, sebaliknya, memodulasi
reseptor. Anggota-anggota superkeluarga reseptor steroid merupakan fosfoprotein.
Fosforilasi terjadi mengikuti pengikatan steroid dan terjadi dalam sitoplasma maupun inti.
Fosforilasi ini diyakini dapat memperbaiki aktivitas kompleks reseptor steroid.

Fosforilasi reseptor meningkatkan potensi molekul untuk meregulasi transkripsi. Growth


factor dapat merangsang fosforilasi protein kinase yang kemudian dapat menimbulkan
aktivasi sinergistik dari gen-gen atau bahkan aktivitas yang tidak bergantung pada ligan.
Epidermal growth factor (EGF), IGF-1, dan TGF-α dapat mengaktivasi reseptor estrogen
pada tidak adanya estrogen. Respon terhadap growth factor ini dapat diblokade oleh
antiestrogen murni (hal ini menunjukkan bahwa antagonis kuat akan mengunci reseptor
dalam konformasi yang akan menolak jalur yang tidak tergantung pada ligan). Mekanisme
aktivasi growth factor yang sebenarnya tidak diketahui, tetapi diketahui bahwa reseptor
steroid dapat diaktivasi melalui sinyal kimiawi (kaskade fosforilasi) yang berasal dari
membran plasma. Penarikan aktivitas kinase bersifat spesifik untuk ligan yang spesifik;
karena itu tidak semua ligan dapat merangsang fosforilasi.

Sebuah penjelasan lain untuk kuatnya respon dari steroid dalam jumlah kecil adalah
hubungan umpan balik positif. Estrogen mengaktivasi reseptornya, ekspresi gen
merangsang growth factor (EFG, IGF-1, TGF-α, FGF), dan growth factor bekerja dalam
kapasitas autokrin akan mengaktivasi reseptor estrogen lebih lanjut.

Ringkasan – Tahapan dalam Mekanisme Reseptor-Hormon Steroid

1. Pengikatan hormon kepada domain pengikat hormon yang telah dibiarkan dalam
keadaan inaktif oleh berbagai protein heat shock.
2. Aktivasi kompleks hormon-reseptor, oleh perubahan korformasi, mengikuti disosiasi
protein heat shock.
3. Dimerisasi kompleks hormon-reseptor.

30
4. Pengikatan dimer kepada elemen responsif hormon pada DNA pada daerah zinc finger
pada domain pengikat DNA.
5. Stimulasi transkripsi, dimediasi oleh fungsi aktivasi transkripsi (TAF), dan dipengaruhi
oleh protein (faktor-faktor transkripsi dan koaktivator/korepresor lain) konteks dari sel,
dan oleh fosforilasi.

Ringkasan – Faktor-faktor yang Menentukan Aktivitas Biologis

1. Afinitas hormon untuk domain pengikat hormon pada reseptor.


2. Diferensial ekspresi subtipe reseptor (misalnya ER-α dan ER-β) jaringan target.
3. Bentuk konformasi dari kompleks ligan-reseptor, dengan dampak pada dua aktivitas
penting: dimerisasi dan modulasi protein adapter.
4. Diferensial ekspresi protein adaptor jaringan target dan fosforilasi.

PERBEDAAN PERANAN ER-α DAN ER-β

Telah dibuat tikus jantan dan tikus betina yang homozigot untuk disrupsi gen reseptor
estrogen alfa, “tikus knockout reseptor estrogen alfa”. Baik tikus jantan maupun tikus
betina dengan sifat knockout ini infertil. Spermatogenesis pada tikus jantan mengalami
penurunan dan testis mengalami atrofi progresif, akibat dari peranan testikuler untuk
estrogen, karena kadar gonadotropin dan steroidogenesis testikuler tetap normal. Perilaku
seksual tidak mengalami perubahan, tetapi intromission (insersi), ejakulasi, dan perilaku
agresif berkurang. Tikus betina dengan gen reseptor estrogen alfa yang rusak tidak
mengalami ovulasi, dan ovariumnya tidak merespon kepada stimulasi gonadotropin.
Hewan-hewan betina ini memiliki kadar estradiol, testosteron, dan LH yang tinggi. Sintesis
FSH subunit-β meningkat, tetapi sekresi FSH berada pada tingkat normal, ini menunjukkan
adanya daerah-daerah kerja yang berbeda untuk estrogen dan inhibin. Perkembangan
uterus normal (dikarenakan tidak adanya testosteron pada awal-awal masa kehidupan),
tetapi pertumbuhan mengalami gangguan. Perkembangan duktus dan alveolus kelenjar
mammaria tidak ada. Tikus betina tanpa aktivitas reseptor estrogen alfa tidak menunjukkan
perilaku seksual reseptif. Jenis tikus hasil rekayasa genetik ini menunjukkan aktivitas
esensial untuk reseptor estrogen alfa. Perkembangan pada masa janin dan perkembangan
dini yang relatif normal menunjukkan bahwa reseptor estrogen beta memegang peranan
primer dalam fungsi-fungsi tersebut. Sebagai contoh, kerja nongenomik dari estrogen juga
mungkin dan dapat menerangkan sebagian dari respon estrogen pada model knockout.

Diferensial ekspresi dari reseptor alfa dan beta dapat terjadi pada berbagai jaringan
(misalnya ER-β merupakan reseptor estrogen yang paling banyak dijumpai pada daerah-
31
daerah tertentu pada otak dan sistem kardiovaskuler) sehingga menyebabkan adanya
respon yang berbeda dan selektif terhadap estrogen-estrogen spesifik. Sel-sel granulosa
manusia dari folikel ovarium hanya mengandung mRNA ER-β; payudara manusia
mengekspresikan ER-α maupun ER-β. Beberapa bagian pada otak tikus hanya
mengandung ER-β, bagian-bagian lain hanya mengandung ER-α, dan beberapa daerah
mengandung kedua reseptor tersebut.

Cerita tentang estrogen lebih lanjut dipersulit oleh kenyataan bahwa pengikatan estrogen
yang sama kepada reseptor alfa dan beta dapat menimbulkan efek yang berlawanan.
Sebagai contoh, estradiol dapat merangsang transkripsi gen dengan ER-α dan daerah
tertentu pada elemen respon estrogen; namun estradiol dan ER-β pada sistem yang sama
akan menghambat transkripsi gen. Karena itu, pesan-pesan yang berbeda dan unik dapat
ditentukan oleh kombinasi (1) estrogen tertentu, (2) reseptor alfa atau beta, dan (3) elemen
respon yang ditargetkan. Sampai tingkat tertentu, perbedaan-perbedaan dengan ER-α dan
ER-β dipengaruhi oleh aktivasi TAF-1 dan TAF-2; agen-agen yang mampu mencampur
agonisme dan antagonisme estrogen memproduksi pesan-pesan agonis melalui TAF-1
dengan ER-α, tetapi karena ER-β tidak memiliki TAF-1 yang sama, agen-agen demikian
dapat menjadi antagonis murni dalam sel-sel yang merespon hanya kepada ER-β. ER-α dan
ER-β memiliki pengaruh berbeda pada konteks peptida sel, terutama koaktivator dan
korepresor.

RESEPTOR PROGESTERON

Reseptor progesteron diinduksi oleh estrogen pada tingkat transkripsi dan diturunkan oleh
progestin pada tingkat transkripsi maupun translasi (mungkin melalui fosforilasi reseptor).
Reseptor progesteron (dengan cara yang sama seperti reseptor estrogen) memiliki dua
bentuk utama, disebut sebagai reseptor A dan B. Kedua bentuk reseptor ini diekspresikan
oleh satu gen tunggal; kedua bentuk reseptor ini merupakan hasil dari transkripsi dari
promoter-promoter yang berbeda, dalam sebuah sistem regulasi transkripsi yang kompleks.
Tiap bentuk reseptor dikaitkan dengan protein-protein tambahan, yang penting untuk
pelipatan polipeptida menjadi sebuah struktur yang memungkinkan terjadinya pengikatan
hormon dan aktivitas reseptor. Berat molekul A adalah 94.000 dan berat molekul B adalah
114.000 dengan 933 asam amino, 164 buah lebih banyak daripada A. Reseptor B memiliki
segmen upstream unik (164 asam amino) yang disebut sebagai segmen upstream B (BUS).

32
Pada reseptor progesteron, TAF-1 terletak pada segmen asam amino-91 tepat dibagian
upstream dari domain pengikat DNA. TAF-2 terletak pada domain pengikat hormon.
Sebuah fragmen yang tidak memiliki domain pengikat hormon akan mengaktivasi
transkripsi sampai tingkat yang sebanding dengan reseptor B full-length yang diaktivasi
oleh hormon, dan lebih tinggi daripada yang terjadi dengan reseptor A, sehingga lebih jauh
daripada TAF-1 saja. Karena itu, pada sel-sel yang tepat BUS mengandung sepertiga
domain aktivasi, TAF-3, dan secara otonom dapat mengaktivasi transkripsi atau dapat
bersinergi dengan TAF lain. Pada tidak adanya pengikatan hormon, regio C-terminal pada
reseptor progesteron akan mengeluarkan efek inhibitorik pada transkripsi. Agonis
progesteron akan menginduksi perubahan konformasi yang dapat mengatasi fungsi
inhibitorik inheren dalam ekor karboksi pada reseptor. Pengikatan dengan antagonis
progesteron akan menimbulkan perubahan struktural yang memungkinkan
dipertahankannya aksi inhibitorik.
Agen-agen progestasional dapat menunjukkan berbagai respon yang ditentukan oleh
produksi jaringan target dan aktivitas kedua bentuk reseptor dengan dimerisasi sebagai AA
dan BB (homodimer) atau AB (heterodimer). Reseptor-reseptor progesteron berfungsi
dalam mekanisme yang dimiliki bersama oleh superkeluarga reseptor ini: sebuah kompleks
tak terikat dengan protein heat shock, pengikatan hormon, dimerisasi, pengikatan DNA
kepada elemen respon progesteron, dan modulasi transkripsi oleh fosforilasi dan berbagai
protein.

A dan B diekspresikan dalam jumlah yang kurang lebih seimbang pada sel kanker
payudara dan sel kanker endometrium. Studi-studi menunjukkan bahwa kedua reseptor ini
dapat diatur dengan bebas; misalnya kadar relatifnya berbeda dalam endometrium selama
siklus menstruasi. Spesifitas jaringan dengan reseptor progesteron dipengaruhi oleh
reseptor dan dimer mana yang aktif, dan disamping itu, aktivitas transkripsional A dan B

33
bergantung pada perbedaan-perbedaan sel target, terutama dalam konteks promoter.
Namun, pada kebanyakan sel, B merupakan regulator positif untuk gen-gen yang responsif
terhadap progesteron, dan A menghambat aktivitas B. Mutasi dalam terminus karboksi B
akan mempengaruhi aktivitas transkripsional B. Tetapi mutasi pada A tidak memiliki
dampak pada aktivitas inhibitorik transkripsional-nya. Hal ini menunjukkan adanya dua
jalur yang berbeda untuk aktivasi dan represi transkripsi oleh reseptor progesteron. Karena
itu, represi aktivitas transkripsional reseptor estrogen manusia (demikian juga transkripsi
glukokortikoid, mineralokortikoid, dan androgen) bergantung pada ekspresi A.

Luasnya aktivitas A sehubungan dengan semua steroid menunjukkan bahwa A mengatur


kerja hormon steroid dimanapun A diekspresikan. A tidak membentuk heterodimer dengan
reseptor estrogen. A tidak mencegah reseptor estrogen untuk berikatan dengan DNA. A
tidak menyebabkan perubahan struktur reseptor estrogen. Karena itu, A mungkin
berkompetisi dengan reseptor estrogen untuk sebuah protein yang penting; dalam hal ini A
akan menghambat reseptor estrogen hanya pada sel-sel yang mengandung faktor yang
sangat penting tersebut. Atau jika target merupakan protein yang sangat penting, maka
sekali lagi merupakan aktivator transkripsi yang esensial.

RESEPTOR ANDROGEN
Mekanisme seluler untuk androgen lebih kompleks. Androgen dapat bekerja pada salah
satu dari ketiga cara berikut.
1. Melalui konversi intraseluler testosteron menjadi dihidrotestosteron (DHT), aktivitas
intrakrin.
2. Melalui testosteron itu sendiri, aktivitas endokrin.
3. Melalui konversi intraseluler testosteron menjadi estradiol (aromatisasi), aktivitas
intrakrin.

34
Jaringan-jaringan yang secara eksklusif bekerja melalui jalur testosteron merupakan
derivat duktus Wolffii, sedangkan folikel rambuh dan derivat-derivat sinus urogenitalis dan
tuberkel urogenitalis memerlukan konversi testosteron menjadi DHT. Hipotalamus secara
aktif mengubah androgen menjadi estrogen; akibatnya, mungkin diperlukan aromatisasi
untuk pesan-pesan umpan balik androgen tertentu dalam otak.

Pada sel-sel yang hanya merespon kepada DHT, hanya DHT yang akan ditemukan dalam
inti yang mengaktivasi produksi messenger RNA. Karena testosteron dan DHT berikatan
dengan reseptor androgen afinitas tinggi yang sama, mengapa perlu adanya mekanisme
DHT?. Sebuah penjelasan adalah bahwa hal ini merupakan mekanisme untuk memperkuat
kerja androgen, karena reseptor androgen akan lebih cenderung berikatan dengan DHT
(afinitasnya lebih besar). Antiandrogen, termasuk siproteron asetat dan spironolakton,
berikatan dengan reseptor androgen dengan kurang lebih 20% dari afinitas testosteron.
Afinitas lemah ini ditandai oleh pengikatan tanpa aktivasi respon biologis.

Reseptor androgen, seperti reseptor progesteron, terdapat dalam bentuk B full-length dan
bentuk A yang lebih pendek. Mungkin saja bahwa bentuk A dan B dari reseptor androgen
ini memiliki perbedaan fungsional; namun, hal ini masih harus ditentukan. Sekuens asam

35
amino dari reseptor androgen pada domain pengikat DNA menyerupai sekuens asam
amino reseptor untuk progesteron, mineralokortikoid, dan glukokortikoid tetapi paling
mirip dengan reseptor progesteron. Dapat terjadi reaksi silang untuk reseptor-reseptor
androgen dan progestin tetapi hanya jika kedua hormon ini terdapat dalam konsentrasi
farmakologis. Progestin tidak hanya berkompetisi untuk reseptor androgen tetapi juga
berkompetisi untuk penggunaan enzim 5α-reduktase untuk metabolisme.
Dihidroprogesteron yang dihasilkan juga berkompetisi dengan testosteron dan DHT untuk
reseptor androgen. Karena itu, suatu progestin dapat bertindak sebagai antiandrogen
maupun sebagai antiestrogen. Eskpresi gen responsif androgen dapat juga dimodifikasi
oleh estrogen; telah bertahun-tahun diketahui bahwa androgen dan estrogen dapat
melakukan kerja melawan respon biologis satu sama lain. Respon jaringan target ini
ditentukan oleh interaksi gen dengan kompleks hormon-reseptor, androgen dengan
reseptornya dan estrogen dengan reseptornya. Respon biologis akhir mencerminkan
keseimbangan kerja hormon-hormon yang berbeda dengan reseptor-reseptornya, yang
dimodofikasi oleh berbagai regulator transkripsi.

Sindrom feminisasi testikuler (insensitivitas androgen) merupakan suatu kelainan


kongenital dalam reseptor androgen intraseluler (kurang lebih 200 mutasi unik telah
diidentifikasikan). Gen reseptor androgen terletak pada kromosom X manusia pada Xq11-
12, merupakan satu-satunya reseptor hormon steroid yang terletak pada kromosom X.
karena itu, feminisasi testikuler merupakan kelainan X-linked. Studi-studi molekuler pada
pasien-pasien dengan feminisasi testikuler telah menunjukan bahwa delesi asam amino dari
domain pengikat steroid disebabkan oleh perubahan nukleotida dalam gen yang mengkode
reseptor androgen. Apa yang dahulu membingungkan sekarang mudah dipahami sebagai
peningkatan progresif dalam kerja reseptor androgen. Pada satu ujung, sama sekali tidak
ada pengikatan androgen - feminisasi testikuler komplit. Bagian tengah merupakan suatu
spektrum gambaran klinis yang mencerminkan berbagai derajat reseptor dan pengikatan
yang tidak normal. Pada ujung yang lain, pernah dikatakan bahwa sekitar 25% dari semua
pria infertil dengan genitalia normal dan riwayat keluarga normal mengalami azoospermia
akibat kelainan reseptor. Reseptor androgen juga memegang peranan dalam fisiologi
neuron motoril, karena suatu mutasi spesifik dalam reseptor androgen bertanggung jawab
untuk terjadinya penyakit Kennedy (atrofi muskuler spinobulbaris X-linked), suatu keadaan
yang dikaitkan dengan degenerasi neuron motorik.

36
KERJA NONGENOMIK DARI HORMON STEROID

Efek genomik hormon steroid ditandai oleh relatif lambatnya waktu respon yaitu 1 jam
atau lebih. Namun, beberapa efek hormon steroid dapat segera terjadi, dalam hitungan
beberapa detik, dan untuk mencapai respon yang cepat ini maka mekanisme nongenomik
harus bekerja. Respon yang cepat ini juga tidak terpengaruh oleh inhibitor transkripsi gen
atau sintesis protein. Aksi cepat pernah dilaporkan terjadi pada semua hormon steroid dan
termasuk transpor kalsium dan sodium melalui membran, efek neural, dan reaksi oosit dan
sperma tertentu. Sistem messenger dan efektor yang digunakan bervariasi dari sel ke sel
dan dari steroid ke steroid. Telah diidentifikasikan reseptor membran sel spesifik untuk
berbagai steroid; namun, selama ini sulit untuk menunjukkan peranan fisiologis untuk
daerah-daerah pengikat ini. Namun demikian, penelitian sejauh ini menunjukkan bahwa
hormon steroid dapat berikatan dengan reseptor membran dan memicu perubahan cepat
dalam sistem transpor elektrolit. Vasodilatasi yang diinduksi estrogen yang terjadi dalam
arteri koroner dianggap dimediasi, setidaknya sebagian, melalui mekanisme fluks kalsium
nongenomik.

AGONIS DAN ANTAGONIS

Agonis adalah sebuah substansi yang merangsang respon. Antagonis jelas menyebabkan
hambatan komplit terhadap kerja agonis. Aktivitas agonistik terjadi mengikuti pengikatan
reseptor yang kemudian akan menyebabkan stimulasi pesan yang dikaitkan dengan
reseptor tersebut. Aktivitas antagonistik terjadi mengikuti pengikatan reseptor dan ditandai
oleh blokade pesan reseptor atau tidak terkirimnya pesan. Kebanyakan senyawa yang
digunakan dalam cara ini dan yang berikatan dengan reseptor inti hormon memiliki
campuran respon agonis dan antagonis, bergantung pada jaringan dan lingkungan
hormonal. Contoh-contoh antagonis mencakup tamoksifen, RU486, dan antagonis reseptor
histamin.

ANTAGONIS SHORT-ACTING

Antagonis short-acting, seperti estriol, sebenarnya merupakan kombinasi agonisme dan


antagonisme bergantung pada waktunya. Respon estrogen jangka pendek dapat timbul
karena estriol berikatan dengan reseptor inti, tetapi respon jangka panjang tidak terjadi
karena pengikatan ini berlangsung untuk waktu pendek. Antagonisme timbul bila estriol
berkompetisi dengan estradiol untuk reseptor. Namun, jika keberadaan hormon lemah,

37
estriol, dapat dipertahankan secara konstan, maka pengikatan jangka panjang mungkin
terjadi, dan dapat timbul respon estrogen yang poten.

ANTAGONIS LONG-ACTING

Klomifen dan tamoksifen merupakan campuran agonis dan antagonis estrogen.


Endometrium sangat sensitif terhadap respon agonistik, sedangkan payudara lebih sensitif
terhadap respon antagonistik. Kerja antagonistik merupakan akibat dari pengikatan
reseptor inti dengan perubahan dalam pemrosesan DNA reseptor normal dan kegagalan
memenuhi reseptor hormon, sehingga akhirnya menyebabkan deplesi.
Perubahan molukel GnRH menimbulkan kerja agonis maupun antagonis. GnRH
merupakan dekapeptida; antagonis menunjukkan substitusi pada beberapa posisi,
sedangkan agonis menunjukkan substitusi pada pada posisi 6 atau 10. Molekul agonis
GnRH pertama-tama akan merangsang kelenjar pituitari untuk mensekresi gonadotropin,
kemudian karena adanya stimulasi konstan ini, terjadilah down-regulasi dan desensitisasi
reseptor membran sel, dan sekresi gonadotropin akan terhenti. Molekul antagonis berikatan
dengan reseptor membran sel dan gagal mengirimkan pesan dan karenanya merupakan
inhibitor kompetitif. Berbagai agonis GnRH digunakan untuk terapi endometriosis,
leiomioma uteri, pubertas prekoks, kanker kelenjar prostat, hiperandrogenisme ovarium,
dan sindrom pramenstruasi.

ANTAGONIS FISIOLOGIS

Secara tegas dikatakan, progestin bukan antagonis estrogen. Progestin dapat memodifikasi
kerja estrogen dengan menyebabkan deplesi reseptor estrogen. Juga terdapat bukti bahwa
progestin dapat menghambat aktivasi transkripsi oleh reseptor estrogen. Disamping itu,
progestin dapat menginduksi aktivitas enzim yang mengubah estradiol poten menjadi
estron sulfat yang tidak poten, yang kemudian disekresikan dari sel. androgen memang
memblokade kerja estrogen, tetapi mekanismenya tidak sepenuhnya jelas. Daripada berupa
dampak langsung pada kadar reseptor estrogen, kerja androgen lebih diarahkan kepada
aktivitas gen setelah terjadinya pengikatan reseptor estrogen. Tingginya kadar androgen
dapat menimbulkan dampak estrogen dan progestasional dengan berikatan dengan reseptor
estrogen dan progesteron.

38
ANTIESTROGEN

Saat ini, terdapat dua kelompok antiestrogen: antiestrogen murni dan senyawa dengan
aktivitas agonistik maupun antagonistik. Senyawa campuran agonis-antagonis meliputi
derivat-derivat trifeniletilen (keluarga estrogen nonsteroid seperti klomifen dan
tamoksifen) dan agen-agen nonsteroid yang mengandung sulfur (benzotiopren, seperti

39
raloksifen). Antiestrogen murni memiliki rantai samping tebal yang, hanya dengan sedikit
imajinasi, dapat digambarkan sebagai obstruksi terhadap perubahan-perubahan konformasi
yang tepat. Suatu antiestrogen yang ideal akan memiliki sifat-sifat sebagai berikut:

1. Suatu senyawa yang merupakan antagonis murni pada sel-sel arsinoma payudara yang
sedang berproliferasi.
2. Perkembangan resistensi jarang terjadi atau memerlukan paparan dalam waktu lama.
3. Afinitas tinggi untuk reseptor estrogen sehingga dosis terapeutik mudah dicapai.
4. Tidak mengganggu kerja estrogen yang menguntungkan.
5. Tidak memiliki efek toksik atau karsinogenik.

Tamoksifen Antiestrogen

Tamoksifen sangat menyerupai klomifen (dalam struktur dan kerjanya), keduanya


merupakan senyawa nonsteroid yang secara struktural berkaitan dengan dietilstilbestrol.
Tamoksifen, dengan berikatan dengan reseptor estrogen, secara kompetitif menghambat
pengikatan estrogen. In vitro, afinitas pengikatan estrogen untuk reseptornya adalah 100-
1000 kali lebih besar daripada tamoksifen. Karena itu, tamoksifen harus terdapat dalam
konsentrasi 100-1000 kali lebih besar daripada estrogen agar dapat mempertahankan
inhibisi sel-sel kanker payudara. Studi-studi in vitro menunjukkan bahwa mekanisme kerja
ini tidak berisifat sitosidal, tetapi lebih bersifat sitostatik (dan karenanya harus digunakan
untuk jangka panjang). Kompleks tamoksifen-reseptor estrogen berikatan dengan DNA,
tetapi apakah merupakan pesan estrogenik agonistik atau pesan antiestrogenik antagonistik
yang lebih mendominasi akan ditentukan oleh elemen promoter apa yang terdapat dalam
tipe-tipe sel spesifik.

Telah banyak uji klinis dengan tamoksifen sebagai terapi ajuvan untuk kanker payudara,
dan banyak yang masih berlangsung. Secara umum, dampak terapi tamoksifen pada kanker
payudara dapat diringkas sebagai berikut: survival bebas penyakit bertambah panjang.
Terdapat peningkatan survival 5 tahun sekitar 20%, kebanyakan dijumpai pada wanita
berusia lebih dari 50 tahun. Angka respon pada kanker payudara lanjut adalah 30-35%,
paling jelas tampak pada pasien-pasien dengan tumor yang positif untuk reseptor estrogen,
mencapai 75% pada tumor-tumor yang sangat positif untuk reseptor estrogen.

Perubahan protein serum mencerminkan kerja estrogenik (agonistik) tamoksifen. Ini


mencakup penurunan antitrombin III, kolesterol, dan kolesterol-LDL, sedangkan kadar
kolesterol-HDL dan globulin pengikat hormon seks (SHBG) meningkat (demikian juga

40
dengan globulin-globulin pengikat lain). Aktivitas estrogenik tamoksifen, 20 mg setiap
hari, hampir sama potennya dengan 2 mg estradiol dalam menurunkan kadar FSH pada
wanita-wanita pasca menopause, 26% banding 34% dengan estradiol. Kerja estrogenik
tamoksifen mencakup stimulasi sintesis reseptor progesteron, penjagaan tulang seperti apa
yang dilakukan estrogen, dan efek estrogenik pada mukosa vagina dan endometrium.
Tamoksifen meningkatkan frekuensi karsinoma hepar pada tikus jika diberikan dalam dosis
besar. Hal ini konsisten dengan kerja estrogenik agonistiknya, tetapi efek ini kecil
kemungkinannya menjadi masalah klinis (dan hal ini belum pernah dijumpai) pada dosis
yang digunakan saat ini. Tamoksifen menyebabkan penurunan antitrombin III, dan terdapat
sedikit peningkatan dalam insiden trombo-emboli yang dijumpai pada pasien-pasien yang
mendapat terapi tamoksifen dibandingkan dengan kontrol. Namun, dari sudut pandang uji
klinis acak, tidak dijumpai peningkatan bermakna dalam mortalitas jantung atau vaskuler
pada wanita-wanita yang mendapat terapi dengan tamoksifen.

Terlalu sering dilakukan pembahasan kerja antiestrogenik antagonistik tamoksifen


sedangkan kerja estrogenik agonistiknya tidak disinggung-singgung. Pada tahun 1980-an,
dilaporkan bahwa kanker endometrium manusia yang ditanamkan pada tikus akan
bertumbuh lebih cepat selama terapi tamoksifen walaupun pertumbuhan sel-sel kanker
payudara akan dihambat. Pertumbuhan sebagai respon terhadap tamoksifen ini dapat
ditimbulkan kembali pada preparat kultur sel-sel kanker endometrium dalam laboratorium.
Sekarang telah terdapat banyak laporan mengenai hiperplasia endometrium, polip
endometrium, dan kanker endometrium yang terjadi pada wanita-wanita yang mendapat
terapi tamoksifen. Disamping itu, tamoksifen telah dikaitkan dengan kejadian akut
endometriosis. Karena itu, tamoksifen memiliki berbagai efek samping yang menunjukkan
adanya aktivitas estrogenik maupun aktivitas antiestrogenik. Bagaimana tamoksifen dapat
menjadi agonis estrogen sekaligus antagonis estrogen?

Mekanisme KerjaTamoksifen

Daerah TAF-1 dan TAF-2 dapat mengaktivasi transkripsi, tetapi TAF-2 hanya mengaktivasi
transkripsi jika diikat oleh estrogen. Kemampuan transaktivasi individual yang dimiliki
TAF-1 dan TAF-2 bergantung pada promoter dan konteks sel. Kemampuan agonistik
tamoksifen disebabkan oleh aktivasi TAF-2; aktivitas antagonistiknya disebabkan oleh
inhibisi kompetitif terhadap aktivasi TAF-2 yang tergantung pada estrogen.

41
Sebuah protein terkait estrogen akan berikatan dengan sisi kanan TAF-2. Pengikatan
estrogen akan menginduksi pengikatan protein ini, yang kemudian mengaktivasi
transkripsi. Protein ini hanya mengenali konformasi reseptor estrogen yang telah
teraktivasi, hasil dari pengikatan estrogen. Pengikatan tamoksifen kepada daerah TAF-2
tidak mengaktivasi domain ini karena, dalam setidaknya sebuah penjelasan, perubahan
konformasi tidak memungkinkan pengikatan protein terkait estrogen, faktor pengaktivasi.

Aktivitas TAF-2 dapat diabaikan pada adanya tamoksifen. Pada sel-sel dimana fungsi TAF-
1 dan TAF-2 bebas dari pengaruh satu sama lain, tamoksifen terutama akan bersifat
antagonis dalam sel-sel dimana TAF-2 mendominasi dan bersifat agonis dimana TAF-1
mendominasi, dan pada sejumlah sel mungkin saja terdapat aktivitas campuran.

Daerah kontak estrogen dan antiestrogen dengan reseptor estrogen tidak identik. Jika
antiestrogen berikatan dengan reseptor estrogen, perubahan konformasi yang terjadi akan
mengubah kemampuan kompleks reseptor estrogen-antiestrogen untuk memodulasi
aktivitas transkripsi. Aktivitas agonis-antagonis relatif ditentukan oleh konformasi spesifik
yang dicapai oleh antiestrogen spesifik.

Bahkan walaupun tamoksifen dapat memblokade transkripsi banyak gen yang terjadi
akibat stimulasi estrogen, derajat aktivitas antagonistiknya bervariasi diantara hewan-
hewan yang berbeda, tipe-tipe sel yang berbeda, dan dengan promoter-promoter yang
berbeda dalam sel-sel tunggal. Perbedaan-perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan dalam
aktivitas relatif TAF. Karenanya, sejauh mana antiestrogen menghambat respon yang
dimediasi estrogen bergantung pada sejauh mana respon tersebut dimediasi oleh aktivitas
TAF-2 bukan oleh aktivitas TAF-1, atau aktivitas campuran. Pada sejumlah lini sel TAF-1
lebih dominan, pada sel-sel yang lain, diperlukan keduanya. Belum diidentifikasikan sel
yang didominasi oleh TAF-2.

Pada kebanyakan tipe sel, TAF-1 terlalu lemah untuk mengaktivasi transkripsi sendirian,
tetapi, tentu saja, saat ini terdapat perkecualian-perkecualian : endometrium, tulang, dan
hepar. Dalam jaringan-jaringan ini, konteks promoternya benar. Tamoksifen merupakan
activator bermakna untuk induksi promoter yang dimediasi reseptor estrogen yang diatur
oleh daerah TAF-1. Antiestrogen tidak memiliki dampak pada transkripsi dependen TAF-1
yang terjadi dalam sel-sel payudara.

42
Penjelasan ini mungkin tidak sama untuk campuran agonis dan antagonis lain. Raloksifen
dapat mengaktivasi gen responsif estrogen melalui elemen respon yang terpisah dari
elemen respon estrogen, sebuah mekanisme kerja yang memerlukan peptida pengaktivasi
spesifik. Metabolit-metabolit estrogen juga dapat berinteraksi dengan elemen respon selain
elemen respon estrogen klasik. Intinya adalah bahwa terdapat banyak jalur untuk aktivasi
gen. Reseptor estrogen, bergantung pada ligan, dapat mengatur lebih dari satu elemen
respon. Karena itu, kerja estrogen dan antiestrogen dalam berbagai jaringan dapat
mencerminkan adanya elemen respon yang berbeda.

Ringkasan – Respon Sel Terhadap Estrogen dan Antiestrogen Bergantung pada:


1. Sifat reseptor estrogen.
2. Elemen respon estrogen dan promoter yang berdekatan.
3. Konteks sel dari koaktivator dan korepresor protein.
4. Karakteristik ligan.
5. Modulasi oleh growth factor dan agen-agen yang mempengaruhi protein kinase dan
fosforilasi.

43
Tamoksifen Sebagai Terapi Kanker Payudara

Terapi tamoksifen mencapai efek terbesarnya (penurunan penyakit rekuren sebesar 50%)
pada tumor-tumor dengan reseptor estrogen, tetapi juga efektif pada tumor-tumor tanpa
reseptor estrogen. Yang paling penting, saat ini diketahui bahwa resistensi akuisita
akhirnya dapat terjadi. Karena itu, terdapat dua pertanyaan penting. Mengapa terapi
tamoksifen efektif pada tumor-tumor tanpa reseptor estrogen? Bagaimana timbulnya
resistensi terhadap tamoksifen?

Efikasi Tamoksifen pada Tumor tanpa Reseptor Estrogen.

Disamping berikatan dengan reseptor estrogen dan memberikan inhibisi kompetitif,


tamoksifen memiliki kerja berikut ini:
1. Tamoksifen dan klomifen menghambat aktivitas protein kinase C (fosforilasi).
2. Tamoksifen menghambat fosfodiesterase siklik AMP dependen kalmodulin, dengan
berikatan dengan kalmodulin.
3. Tamoksifen dan estrogen memiliki efek berlawanan pada growth factor: Tamoksifen
merangsang sekresi TGF-β pada kanker payudara maupun dalam fibroblas dan sel-sel
stroma, dan TGF-β menghambat pertumbuhan sel-sel kanker payudara, sedangkan
estrogen dan insulin menurunkan sekresi TGF-β pada sel-sel kanker. Tamoksifen
menurunkan dan estrogen menaikkan produksi IGF-1 dan IGF-II dalam fibroblas-
fibroblas stroma.

Beberapa diantara mekanisme kerja ini (terutama inhibisi aktivitas protein kinase dan
stimulasi produksi TGF-β) terjadi bebas dari pengikatan tamoksifen pada reseptor

44
estrogen, dan karena itu, tumor-tumor tanpa reseptor estrogen dapat dipengaruhi oleh
mekanisme kerja ini.

Mekanisme Terjadinya Resistensi Terhadap Tamoksifen.

Hasil uji klinis-uji klinis acak telah menunjukkan bahwa hanya ada sedikit alasan untuk
memperpanjang terapi tamoksifen pada pasien-pasien dengan kanker payudara lebih dari 5
tahun. Memang, data-data menunjukkan bahwa survival dan angka rekurensi memburuk
dengan terapi yang lebih panjang, mungkin disebabkan oleh tumbuhnya tumor-tumor yang
resisten terhadap tamoksifen. Terdapat beberapa penjelasan yang mungkin untuk resistensi
ini, dan penjelasan manapun yang operatif, diyakini bahwa terdapat suatu subpopulasi
yang memang sejak awal resisten terhadap tamoksifen, dan seiring dengan waktu resistensi
ini menjadi tampak secara klinis.

1. Hilangnya reseptor estrogen


Umumnya diyakini bahwa ekspresi reseptor estrogen bukan merupakan fenotipe
permanen pada sel-sel kanker payudara; karena itu, tumor dapat berubah dari reseptor-
positif menjadi reseptor-negatif. Tetapi lebih dari 50% tumor yang resisten tetap
memiliki reseptor estrogen. Pendapat konvensional adalah bahwa progresivitas
berkaitan dengan hilangnya kontrol seluler dan hilangnya ekspresi reseptor estrogen.
Namun, korelasi antara penyakit metastatik dan keadaan reseptor estrogen-negatif
tidaklah kuat. Memang, pernah dilaporkan penyakit metastatik dan sel-sel reseptor
estrogen-positif pada lesi primer dengan reseptor estrogen-negatif. Disamping itu, angka
ekspresi reseptor estrogen pada penyakit in situ kurang lebih sama dengan pada
penyakif invasif. Kebanyakan sel-sel payudara normal bersifat reseptor estrogen-
negatif, dan in vitro, lapisan sel mempertahankan keadaannya. Arti penting hal ini
adalah bahwa resistensi bukan merupakan dediferensiasi yang acak dan yang mungkin
tidak dapat dikontrol.

2. Varian dan reseptor estrogen mutan


Mutasi pada tumor-tumor payudara yang resisten jarang terjadi dan kecil
kemungkinannya menyebabkan resistensi. Studi-studi mengenai tumor payudara pada
pasien-pasien yang resisten terhadap tamoksifen menunjukkan bahwa kebanyakan
tumor mengekspresikan reseptor estrogen normal wild type; sangat sedikit reseptor
estrogen yang mengalami mutasi yang pernah dijelaskan.

45
3. Perubahan dalam koaktivator
Jika sebuah sel kanker payudara akan mulai mengekspresikan faktor-faktor ini dengan
cara yang sama dengan endometrium atau tulang, maka akan terjadi kerja agonistik.

4. Komunikasi silang antar jalur-jalur pengiriman sinyal


Karena sinergisme antara reseptor estrogen dan jalur protein kinase, stimulasi jalur
protein kinase dapat mengubah pesan antagonis menjadi agonisme. Mekanisme ini
bekerja melalui fosforilasi reseptor estrogen atau protein yang terlibat dalam transkripsi
yang dimediasi oleh reseptor estrogen. Stimulasi fosforilasi protein kinase ini akan
mengaktivasi aktivitas agonis dari antiestrogen yang menyerupai tamoksifen. Lebih
lanjut, tidak adanya respon antiestrogen murni terhadap fosforilasi ini mungkin
merupakan sebagian alasan untuk respon tumor-tumor yang resisten terhadap
antiestrogen murni.

5. Pengikatan pada protein lain


Sebuah kemungkinan yang sangat kecil adalah dicegahnya mekanisme kerja dengan
pengikatan dengan protein lain, seperti daerah pengikat antiestrogen, protein mikrosom
yang berikatan dengan tamoksifen dengan afinitas tinggi tetapi tidak mengikat estrogen.

6. Transpor seluler diferensial


Ekspresi berlebihan dari pompa efluks transmembran yang mengekskresikan senyawa-
senyawa dari sel-sel dapat menurunkan jumlah tamoksifen yang terdapat intraseluler.

7. Metabolisme diferensial
Perubahan farmakolgi dan metabolisme tamoksifen dapat terjadi sehingga sel akan
memperoleh kemampuan untuk memetabolisasi antagonis menjadi aktivitas agonis yang
lebih besar. Sejumlah pasien kanker payudara memiliki tumor yang mengalami regresi
jika tamoksifen dihentikan. Namun, metabolit-metabolit estrogen dari tamoksifen hanya
pernah dilaporkan dalam satu studi mengenai pasien-pasien dengan tumor resisten.

ANTIESTROGEN MURNI

Antiestrogen murni merupakan derivat dari estradiol dengan rantai samping hidrofobik
panjang pada posisi 7. Pengikatan dengan antiestrogen murni mencegah pengikatan DNA.
Karena daerah yang bertanggung-jawab untuk dimerisasi bertumpang tindih dengan daerah
pengikatan hormon, diyakini bahwa antiestrogen murni dapat mengganggu dimerisasi, dan
karenanya menghambat pengikatan DNA. Disamping itu, senyawa-senyawa ini

46
meningkatkan turnover seluler dari reseptor estrogen, dan mekanisme kerja ini ikut
berperan dalam efektivitas antiestrogennya. Reseptor estrogen dan progesteron keluar dari
inti tetapi segera dikirim kembali kedalam inti. Jika mekanisme shuttling ini terganggu,
reseptor akan mengalami degradasi lebih cepat dalam sitoplasma. Agen-agen yang
menghambat dimerisasi juga menghambat translokasi inti dan karenanya meningkatkan
degradasi sitoplasmik. Waktu paruh reseptor estrogen jika diduduki oleh estradiol adalah
sekitar 5 jam, dan jika diduduki oleh antiestrogen murni, kurang dari 1 jam. Mekanisme ini
mungkin disebabkan oleh gangguan pada lokalisasi inti yang ditimbulkan oleh regio engsel
(hinge). Karena itu, reseptor-reseptor yang baru saja disintesis tidak dapat ditranspor secara
efisien kedalam inti dan reseptor-reseptor yang berada dalam inti akan mengalami
kebocoran kembali kedalam sitoplasma.

Sebuah kemungkinan mekanisme lain untuk antiestrogen murni melibatkan protein


pengikta untuk insulin-like growth factor. Pada sel kanker payudara, ICI 182,780
menghambat pertumbuhan dan meningkatkan transkripsi gen IGFBP-3. Estradiol memiliki
efek sebaliknya. Pada uterus, tamoksifen dan estrogen menekan produksi IGFBP-3,
sedangkan antagonis ICI menyebabkan peningkatan menonjol IGFBP-3 dan menyebabkan
involusi uterus.

Karena agen-agen ini berfungsi dengan cara yang berbeda dengan tamoksifen, tidak
mengherankan jika tumor-tumor yang resisten terhadap tamoksifen memberi respon
kepada agen-agen ini.

47
AGONIS/ANTAGONIS ESTROGEN SELEKTIF (MODULATOR RESEPTOR
ESTROGEN SELEKTIF)

Agen-agen seperti raloksifen dan droloksifen memiliki aktivitas antiestrogenik dalam


uterus maupun pada payudara, dan pada saat yang sama juga mengeluarkan efek agonistik
pada jaringan-jaringan target tertentu. Raloksifen menghambat resorpsi tulang dan
memperbaiki lipid (namun tidak memiliki efek pada kolesterol-HDL). Dengan adanya
berbagai perubahan konformasi dalam komplek reseptor-obat dan konteks seluler dari
jaringan-jaringan spesifik, dapat dikembangkan obat-obatan seperti ini untuk menimbulkan
efek menguntungkan pada sistem-sistem target tertentu (seperti tulang) dan untuk
menghindari mekanisme kerja yang tidak diinginkan (seperti stimulasi endometrium).

ANTIPROGESTIN RU486

Baik progesteron dan antiprogestin, RU486 (mifepriston) dan ZK98299 (onapriston),


membentuk komplek elemen responsif hormon-reseptor yang serupa, tetapi kompleks
antiprogestin memiliki perubahan konformasi yang sedikit berbeda (dalam domain
pengikat hormon) yang mencegah aktivasi gen secara penuh. RU486 memiliki sejumlah
aktivitas agonistik karena kemampuannya untuk mengaktivasi fungsi-fungsi aktivasi
transkripsi tertentu, walaupun tidak semua, pada reseptor progesteron. Saat ini sedang
dikembangkan antiprogestin-antiprogestin baru yang dapat berikatan dengan reseptor
progesteron dan mencegah pengikatan reseptor ini kepada elemen respon gen.

Pencarian inhibitor pengikatan progesteron dimulai bertahun-tahun yang lalu, pada akhir
tahun 1960-an, tetapi baru pada awal tahun 1980-an-lah bahwa RU486, antiprogestin
pertama yang berhasil diproduksi oleh para ilmuwan di Roussel Uclaf, sebuah perusahaan
farmasi di Paris. RU486 merupakan derivat dari 19-noretisteron. Rantai samping dimetil
(dimetilaminofenil) pada karbon 11 merupakan faktor utama dalam kerja
antiprogesteronnya. Terdapat tiga karakteristik utama yang penting dari kerja RU486:
waktu paruh yang panjang, afinitas yang tinggi untuk reseptor progesteron, dan metabolit
aktif.

Afinitas RU486 untuk reseptor progesteron adalah 5 kali lebih besar daripada afinitas
hormon alami. Pada tidak adanya progesteron, RU486 dapat menimbulkan efek agonistik
(progesteron), RU486 tidak berikatan dengan reseptor estrogen, tetapi dapat bekerja
sebagai antiandrogen lemah karena pengikatan berafinitas rendahnya pada reseptor
androgen. RU486 juga berikatan pada reseptor glukokortikoid, tetapi diperlukan dosis

48
lebih tinggi untuk menimbulkan efek. Afinitas pengikatan RU486 dan metabolitnya untuk
reseptor glukokortikoid sangat tinggi. Alasan mengapa diperlukan dosis yang tinggi untuk
menimbulkan efek adalah karena kadar kortisol dalam sirkulasi sangat tinggi, 1000 kali
lebih tinggi daripada progesteron. Hal ini memungkinkan dilakukannya titrasi efek klinis
dengan penyesuaian dosis.

Baik progesteron maupun RU486 menginduksi perubahan-perubahan konformasi dengan


reseptor progesteron, terutama pada domain pengikat hormon. Karena itu, antiprogestin
tidak hanya berkompetisi dengan progesteron untuk reseptor progesteron, tetapi setelah
berikatan pada domain pengikat hormon, struktur reseptor mengalami perubahan dengan
cara sedemikian rupa hingga aktivitas transkripsi dari reseptor progesteron B dihambat.
Pada sel-sel yang mengekspresikan reseptor progesteron A, pengikatan antiprogestin
merangsang inhibisi transkripsi yang diinduksi oleh reseptor A untuk semua reseptor
hormon steroid (hal ini akan menjelaskan aktivitas antiestrogen dari RU486).

RU486 paling terkenal untuk aktivitas abortivumnya dan kontroversi politis yang
melingkupinya. Namun, kombinasi kerja agonistik dan antagonistiknya dapat dieksploitasi
untuk banyak hal, termasuk kontrasepsi, terapi endometriosis, induksi persalinan, terapi
sindrom Cushing, dan mungkin, terapi berbagai kanker. Diharapkan, antiprogestin baru
dapat bebas dari batasan politis dan emosional, dan banyaknya potensi aplikasi RU486
terus dikembangkan.

ANTAGONIS ANDROGEN

Dua antagonis androgen yang paling sering digunakan adalah siproteron asetat dan
spironolakton. Siproteron dan spironolakton berikatan dengan reseptor androgen dan
menunjukkan efek campuran agonisme-antagonisme. Pada adanya kadar androgen yang
bermakna, antagonisme akan mendominasi, dan agen-agen ini efektif untuk terapi
hirsutisme. Flutamid merupakan antiandrogen murni nonsteroid, efektif untuk memblokade
kerja androgenik pada daerah-daerah target melalui mekanisme inhibisi kompetitif.

MEKANISME KERJA HORMON TROPIK

Hormon-hormon tropik meliputi releasing hormon yang berasal dari hipotalamus dan
berbagai peptida dan glikoprotein yang dilepaskan oleh kelenjar pituitari anterior dan
plasenta. Spesifitas hormon tropik bergantung pada adanya reseptor dalam membran sel

49
dari jaringan target. Hormon-hormon tropik tidak memasuki sel untuk merangsang
kejadian-kejadian fisiologis tetapi bersatu dengan sebuah reseptor pada permukaan sel.

Protein reseptor pada membran sel dapat bertindak sebagai agen aktif dan setelah
berikatan, bekerja sebagai channel ion atau berfungsi sebagai enzim. Alternatifnya, protein
reseptor mengalami coupling menjadi agen aktif, suatu messenger intraseluler. Molekul-
molekul messenger intraseluler mayor adalah siklik AMP, inositol 1,4,5-trifosfat (IP3), 1,2-
diasilgliserol (1,2-DG), ion kalsium, dan siklik GMP.

Reseptor-reseptor dari keluarga membran ini juga dijumpai pada membran lisosom,
retikulum endoplasma, kompleks Golgi, dan dalam inti. Pengaturan reseptor-reseptor
organel intraseluler ini berbeda dari pengaturan reseptor-reseptor pada membran
permukaan sel.

MEKANISME SIKLIK AMP

Siklik AMP merupakan messenger intraseluler untuk FSH, LH, human chorionic
gonadotropin (HCG), thyroid-stimulating hormone (TSH), dan ACTH. Penyatuan hormon
tropik dengan reseptor membran selnya akan mengaktivasi ensim adenilat siklase dalam
dinding membran dan menyebabkan perubahan adenosin 5’-trifosfat (ATP) dalam sel
menjadi siklik AMP. Spesifitas kerja dan/atau intensitas stimulasi dapat diubah dengan
perubahan-perubahan dalam struktur atau konsentrasi reseptor pada daerah pengikatan
pada dinding sel. Disamping perubahan-perubahan dalam aktivitas biologis akibat
perubahan sel target, perubahan-perubahan dalam struktur molekuler hormon tropik dapat
menganggu pengikatan seluler dan aktivitas fisiologis.

Mekanisme sel untuk merasakan rendahnya konsentrasi hormon tropik dalam sirkulasi
adalah untuk memiliki sejumlah besar reseptor tetapi hanya memerlukan sejumlah kecil
(sesedikit 1%) reseptor yang diduduk oleh hormon tropik. Siklik AMP yang dilepaskan
secara spesifik berikatan dengan protein reseptor sitoplasma, dan komplek siklik AMP-
protein reseptor ini mengaktivasi protein kinase. Protein kinase terdapat dalam bentuk
inaktif sebagai suatu tetramer yang mengandung 2 subunit regulatorik dan 2 subunik
katalitik. Pengikatan siklik AMP kepada unit regulatorik akan melepaskan unit-unit
katalitik, dan unit-unit regulatorik akan tetap terdapat sebagai dimer. Unit-unit katalitik
akan mengkatalisasi fosforilasi residu serin dan treonin dari protein seluler seperti enzim
dan protein mitokondria, mikrosom, dan kromatin. Kejadian fisiologis akan mengikuti

50
produksi energi yang dimediasi oleh siklik AMP ini. Siklik AMP kemudian akan
didegradasi oleh enzim fosfodiesterase menjadi senyawa inaktifnya, 5’-AMP.

51
Yang perlu diperhatikan, DNA mengandung elemen responsif yang mengikat protein yang
telah mengalami fosforilasi oleh unit-unit katalitik tersebut, sehingga menyebabkan
aktivasi transkripsi gen. Elemen responsif siklik AMP (CRE) berfungsi sebagai elemen
enhancer upstream sejak awal transkripsi. Sebuah keluarga besar faktor transkripsi
berinteraksi dengan CRE, membentuk sebuah unit regulatorik penting untuk transkripsi
gen. Siklik AMP mengaktivasi faktor transkripsi spesifik, protein pengikat elemen
regulatorik siklik AMP (CREB); pengikatan CREB pada CRE akan mengaktivasi banyak
gen. Sistem ini juga dapat melibatkan sekuens DNA upstream dari daerah CRE.

52
Karena LH dapat merangsang steroidogenesis tanpa menyebabkan perubahan jelas dalam
siklik AMP (pada konsentrasi hormon rendah), mungkin saja terdapat jalur yang
independen; yaitu sebuah mekanisme yang tidak bergantung pada siklik AMP. Mekanisme
yang tidak bergantung pada siklik AMP dapat meliputi aliran ion, distribusi kalsium, dan
perubahan-perubahan dalam metabolisme fosfolipid.

Reseptor-reseptor siklik AMP dapat dipandang sebagai contoh konservasi evolusioner.


Daripada mengembangkan sistem regulatorik baru, regulator-regulator penting tertentu
telah diawetkan dari bakteri sampai mamalia. Bagaimana caranya bahwa sebuah mediator
intraseluler tunggal dapat mengatur kejadian-kejadian yang berbeda? Hal ini tercapai
dengan menimbulkan kejadian-kejadian biokimiawi yang diatur oleh ekspresi gen yang
berbeda pada sel-sel individual. Disamping itu, enzim adenilat siklase terdapat dalam
beberapa isoform, yang memberikan respon pada stimulasi atau inhibisi berbagai sistem
dan agen.

Sistem siklik AMP memberikan metode amplifikasi sinyal hormon lemah yang beredar
dalam aliran darah. Tiap molekul siklase memproduksi banyak siklik AMP; protein kinase
mengaktivasi sejumlah besar molekul yang kemudian menyebabkan jumlah produk yang
bahkan lebih besar. Ini merupakan bagian penting dari sensitivitas sistem endokrin. Ini
merupakan alasan utama mengapa hanya sejumlah kecil reseptor membran sel yang perlu
ditempati untuk menimbulkan respon.

Prostaglandin merangsang aktivitas adenilat siklase dan akumulasi siklik AMP. Walaupun
memiliki efek pada adenilat siklase, prostaglandin tampaknya disintesis setelah kerja siklik
AMP. Ini menunjukkan bahwa stimulasi siklik AMP oleh hormon tropik terjadi pertama
kali; siklik AMP kemudian mengaktivasi sintesis prostaglandin dan akhirnya prostaglandin
intraseluler akan bergerak menuju dinding sel untuk memfasilitasi respon terhadap hormon
tropik. Disamping mekanisme kerja yang dimediasi oleh siklik AMP, prostaglandin juga
dapat bekerja melalui perubahan-perubahan dalam konsentrasi kalsium intraseluler.

Prostaglandin dan siklik GMP (siklik guanosin 3’5’-monofosfat) dapat berpartisipasi dalam
mekanisme umpan balik negatif intraseluler yang mengatur derajat, atau arah, aktivitas
seluler (misalnya sejauh mana steroidogenesis atau shutting off steroidogenesis terjadi
setelah puncak aktivitas tercapai). Dengan kata lain, tingkat fungsi seluler dapat ditentukan
oleh interaksi antara prostaglandin, siklik AMP, dan siklik GMP.

53
Ada perbedaan diantara hormon-hormon tropik. Oksitosin, insulin, growth hormone,
prolaktin, dan human placental lactogen (HPL) tidak menggunakan mekanisme adenilat
siklase. Reseptor-reseptor untuk prolaktin, growth hormone, dan sejumlah sitokin
(termasuk eritropoietin dan interleukin) termasuk dalam keluarga reseptor domain
transmembran tunggal. Studi-studi terhadap keluarga reseptor ini menunjukkan bahwa
prolaktin bekerja melalui berbagai mekanisme transduksi sinyal, termasuk channel ion dan
aktivasi kinase inti.

Gonadotropin releasing hormone (GnRH) bergantung pada kalsium dalam mekanisme


kerjanya dan menggunakan IP3 dan 1,2-DG sebagai messenger kedua untuk merangsang
aktivitas protein kinase. Respon-respon ini memerlukan sebuah protein G dan dikaitkan
dengan pelepasan siklik ion kalsium dari penyimpanan intraseluler dan pembukaan
channel membran sel untuk memungkinkan masuknya kalsium ekstraseluler.

Sistem Messenger Kalsium

Konsentrasi kalsium intraseluler merupakan regulator kadar siklik AMP maupun siklik
GMP. Aktivasi reseptor permukaan akan membuka channel dalam membran sel yang akan
membiarkan ion-ion kalsium masuk kedalam sel, atau kalsium akan dilepaskan dari
penyimpanan internal (yang belakangan ini terutama terjadi pada otot). Fluks kalsium ini
merupakan mediator intraseluler penting dari respon terhadap hormon, memfungsikan
dirinya sendiri sebagai messenger kedua pada sistem saraf dan otot.

Sistem messenger kalsium dihubungkan dengan fungsi hormon-reseptor oleh sebuah enzim
yang spesifik, fosfolipase C, yang mengkatalisasi hidrolisis fosfatidilinositol, fosfolipid
spesifik dalam membran sel. Aktivasi enzim ini oleh pengikatan hormon pada reseptornya
menyebabkan pembentukan 2 messenger intraseluler, inositol trifosfat (IP3) dan diasil
gliserol (DAG), yang akan menyebabkan inisiasi fungsi ke-2 bagian sistem kalsium.
Bagian pertama adalah protein kinase yang diaktivasi oleh kalsium bertanggung-jawab
untuk dipertahankannya respon seluler, dan bagian kedua melibatkan sebuah regulator
yang disebut kalmodulin yang bertanggung-jawab untuk respon-respon akut. Respon-
respon ini sekunder terhadap perubahan aktivitas enzim dan faktor-faktor transkripsi.

54
Kalmodulin telah diidentifikasikan pada semua sel hewan dan tumbuhan yang telah diteliti.
Kalmodulin merupakan sebuah rantai polipeptida tunggal yang terdiri dari 148 residu asam
amino dimana sekuens serta karakteristik struktural dan fungsionalnya sama dengan
troponin C, substansi yang mengikat kalsium selama kontraksi otot, sehingga memfasilitasi
interaksi antara aktin dan miosin. Molekul kalmodulin memiliki 4 daerah pengikat
kalsium, dan pengikatan dengan kalsium menimbulkan konformasi heliks yang diperlukan
untuk aktivitas biologis. Sebuah sel hewan tipikal mengandung lebih dari 10 juta molekul
kalmodulin, sehingga merupakan sekitar 1% dari protein sel total. Sebagai protein
regulatorik kalsium, kalmodulin bekerja sebagai reseptor kalsium intraseluler dan
memodifikasi transpor kalsium, aktivitas enzim, regulasi kalsium terhadap siklik
nukleosida dan metabolisme glikogen, dan proses-proses seperti sekresi dan motilitas sel.
karena itu, kalmodulin memiliki peranan analog seperti peranan troponin C, memediasi
kerja kalsium dalam jaringan nonkontraktil, dan siklik AMP bekerja bersama dengan
kalsium dan kalmodulin dalam regulasi aktivitas metabolik intraseluler.

Reseptor Kinase

Reseptor membran sel untuk insulin, insulin-like growth factor, epidermal growth factor,
platelet-derived growth factor, dan fibroblast growth factor adalah tirosin kinase. Semua
reseptor tirosin kinase memiliki struktur serupa: sebuah domain ekstraseluler untuk
pengikatan ligan, sebuah domain transmembran tunggal, dan sebuah domain sitoplasmik.
Sekuens asam amino yang unik menentukan konformasi 3-dimensi yang memberikan
spesifitas pada ligan. Domain transmembran tidaklah sangat konstan (karenanya berbeda
dalam komposisi). Domain sitoplasmik meresponkepada pengikatan ligan dengan
55
mengalami perubahan konformasi dan autofosforilasi. Struktur reseptor untuk insulin dan
insulin-like growth factor lebih rumit, dengan dua subunit alfa dan dua subunit beta,
membentuk dua domain transmembran yang terhubungkan di bagian ekstraseluler oleh
jembatan disulfida. Reseptor untuk faktor-faktor autokrin dan parakrin penting, aktivin dan
inhibin, berfungsi sebagai protein kinase serin-spesifik.

Aktivasi kinase memerlukan sekuens yang jelas; karena itu terdapat homologi yang cukup
besar diantara reseptor-reseptor kinase dalam domain sitoplasmik. Banyak diantara
substrat-substrat untuk kinase ini merupakan enzim dan protein dalam sistem messenger
lain; misalnya sistem messenger kalsium. Karena itu, reseptor kinase dapat melakukan
komunikasi silang dengan sistem-sistem lain yang diregulasi oleh reseptor yang melibatkan
protein G.

REGULASI HORMON TROPIK

Modulasi mekanisme hormon peptida merupakan sistem biologis yang penting untuk
memperbaiki atau mengurangi respon jaringan target. Regulasi kerja hormon tropik dapat
dibagi menjadi 4 komponen mayor :
1. Faktor-faktor regulasi autokrin dan parakrin.
2. Heterogenitas hormon.
3. Up- dan down-regulasi reseptor.
4. Regulasi adenilat siklase.

56
FAKTOR-FAKTOR REGULASI AUTOKRIN DAN PARAKRIN

Growth factor adalah polipeptida yang memodulasi aktivitas dalam sel dimana growth
factor tersebut diproduksi atau dalam sel-sel yang berdekatan; akibatnya, growth factor
merupakan regulator autokrin dan parakrin. Faktor-faktor regulasi dari tipe ini (juga sebuah
keluarga biologis lain) diproduksi oleh ekspresi gen lokal dan translasi protein, dan
regulator-regulator ini bekerja dengan berikatan dengan reseptor-reseptor membran sel R
biasanya mengandung komponen intraseluler dengan aktivitas tirosin kinase yang
mendapat energi dari perubahan konformasi akibat pengikatan yang selanjutnya
menginduksi autofosforilasi. Namun, beberapa faktor bekerja melalui sistem messenger
kedua lain, seperti siklik AMP atau IP3. Growth factor terlibat dalam berbagai fungsi
jaringan, termasuk mitogenesis, diferensiasi jaringan dan seluler, kerja kemotaktik, dan
angiogenesis. Growth factor yang terlibat dalam fisiologi reproduksi meliputi aktivin,
inhibin, insulin-like growth factor-1 (IGF-1), insulin-like growth factor-II (IGF-II),
transforming growth factor-β (TGF-β), fibroblast growth factor (FGF), dan epidermal
growth factor (EGF).

Disamping growth factor, berbagai faktor imun, terutama sitokin, memodulasi


steroidogenesis dalam ovarium. Faktor-faktor ini, termasuk interleukin-1, faktor nekrosis
tumor, dan interferon, ditemukan dalam cairan folikuler manusia dan, pada umumnya,
menghambat stimulasi steroidogenesis oleh gonadotropin.

Agar mitogenesis dapat terjadi, sel-sel mungkin memerlukan paparan terhadap sebuah
sekuens growth factor, dengan durasi dan konsentrasi yang terbatas. Growth factor penting
untuk mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan embrionik dan janin. Dalam
diferensiasi seluler, growth factor dapat bekerja dalam cara kooperatif, kompetitif, atau
sinergistik dengan hormon-hormon lain. Sebagai contoh, IGF-I dan FSH, tetapi tidak IGF-I
saja, meningkatkan jumlah reseptor LH, sintesis progesteron, dan aktivitas aromatase
dalam sel-sel granulosa.

Aktivin dan inhibin merupakan dimer yang dihubungkan oleh disulfida yang terdiri dari
sub unit-sub unit peptida (satu sub unit alfa dan dua sub unit beta) sebagai berikut :

Ke-3 Bentuk Aktivin:


Aktivin A : BetaA-BetaA
Aktivin AB : BetaA-BetaB
Aktivin B : BetaB-BetaB

57
Ke-2 Bentuk Inhibin:
Inhibin A : Alfa-BetaA
Inhibin B : Alfa-BetaB

Tiap sub unit dikode oleh gen berbeda yang memproduksi protein prekursor yang
mengalami pembelahan untuk membentuk subunit tersebut. Disamping itu, subunit bebas
dan produk-produk monomerik terkait dapat disekresikan. Walaupun terdapat kesamaan
struktural antara aktivin dan inhibin, keduanya berfungsi sebagai antagonis dalam beberapa
sistem (misalnya, aktivin merangsang sedangkan inhibin menghambat sekresi FSH).
Aktivin, inhibin, dan TGF-β datang dari keluarga gen yang sama, yang juga mencakup
hormon antimulleri, dan protein-protein yang aktif selama embriogenesis serangga dan
katak. Aktivitas aktivin diatur oleh pengikatan protein, secara spesifik kepada folistatin.
Folistatin adalah peptida terglikosilasi rantai tunggal, yang secara struktural tidak berkaitan
dengan inhibin dan aktivin, yang mengatur sistem aktivin-inhibin. Sinyalisasi oleh
keluarga peptida ini dilakukan oleh beberapa isoform reseptor yang merupakan serin
kinase transmembran.

TGF-β dapat merangsang maupun menghambat pertumbuhan dan diferensiasi, tergantung


pada sel target dan ada atau tidaknya growth factor lain. Dalam ovarium, TGF-β
mendorong diferensiasi sel-sel granulosa dengan memperbaiki kerja FSH (terutama dalam
ekspresi reseptor FSH dan LH) dan mengantagonisasi down-regulasi reseptor FSH. TGF-β
dan insulin-like growth factor diperlukan untuk mempertahankan massa tulang normal.
EGF merupakan analog struktural TGF-β dan terlibat dalam mitogenesis. Dalam ovarium,
EGF, disekresi oleh sel-sel teka, penting untuk proliferasi sel-sel granulosa, suatu
mekanisme yang berlawanan dengan TGF-β yang juga disekresi oleh sel-sel teka. Mitogen
yang paling poten adalah kedua bentuk FGF. Peranan tambahan FGF, yang disekresi oleh
granulosa, mencakup modulasi aktivitas enzim yang terlibat dalam mekanisme fisik
ovulasi dan fungsi angiogenik selama perkembangan korpus luteum.

Insulin-Like Growth Factor

Insulin-like growth factor (juga disebut somatomedin) merupakan polipeptida rantai


tunggal yang menyerupai insulin dalam hal struktur dan fungsinya. Faktor-faktor ini
tersebar luas dan terlibat dalam pertumbuhan dan diferensiasi sebagai respon terhadap
growth hormone, dan sebagai regulator lokal untuk metabolisme sel. IGF-II lebih menonjol
selama embriogenesis, sedangkan IGF-I lebih aktif pasca kelahiran. Hanya hepar yang

58
memproduksi IGF-I lebih banyak daripada ovarium. Sesuai dengan studi-studi pada hewan
coba, baik IGF-I maupun IGF-II disekresi oleh sel-sel granulosa. IGF-I melipatgandakan
kerja gonadotropin dan mengkoordinasi fungsi sel-sel teka dan sel-sel granulosa. Reseptor
IGF-I pada granulosa akan mengalami peningkatan oleh FSH dan LH dan akan
diaugmentasi oleh estrogen. Dalam sel-sel teka, IGF-I meningkatkan steroidogenesis.
Dalam sel-sel granulosa, IGF-I penting untuk pembentukan dan peningkatan jumlah
reseptor FSH dan LH, steroidogenesis, sekresi inhibin, dan maturasi oosit. Harus dicatat
bahwa insulin-like growth factor endogen pada folikel ovarium manusia baik dalam sel-sel
granulose maupun sel-sel teka adalah IGF-II. Studi-studi menggunakan jaringan ovarium
manusia yang menunjukkan aktivitas IGF-I dapat dijelaskan dengan kenyataan bahwa baik
aktivitas IGF-I maupun IGF-II dapat dimediasi oleh reseptor IGF tipe I yang memiliki
struktur sama dengan reseptor insulin.

Sel-sel granulosa juga mengandung reseptor untuk insulin, dan insulin dapat berikatan
dengan reseptor IGF-I. Reseptor IGF-I adalah heterotetramer dengan dua subunit alfa dan
dua subunit beta dalam struktur yang sama dengan struktur reseptor insulin. Insulin dapat
berikatan dengan domain pengikat ligan subunit alfa dan mengaktivasi subunit beta, yang
merupakan protein kinase. Karena itu, insulin dapat memodulasi fungsi seluler ovarium
baik melalui reseptornya sendiri maupun melalui reseptor IGF-I.

Potensi dan ketersediaan biologis dari insulin-like growth factor lebih lanjut dimodulasi
oleh kumpulan protein pengikat IGF yang mengikat insulin-like growth factor dalam
sirkulasi dan juga mengubah responsivitas seluler. Enam protein pengikat insulin-like
growth factor (IGFBP-1 sampai IGFBP-6) telah dideteksi dalam serum dan berbagai
jaringan. IGF-I dan IGF-II bersirkulasi dalam darah dalam konsentrasi 1000 kali lebih
besar daripada insulin; namun, sebagian besar IGF dalam sirkulasi berikatan dengan
IGFBP. IGFBP multipel dan proteasenya memberikan mekanisme bagi aktivitas IGF yang
bersifat spesifik untuk jaringan tertentu. Berbagai IGFBP tersebut berbeda dalam kerja dan
ekspresi individualnya, tergantung pada tipe sel dan jaringan spesifik. IGFBP utama yang
mengatur ketersediaan biologis IGF dapat bervariasi sesuai perubahan metabolik. Terdapat
banyak kemungkinan permutasi karena IGFBP bukan hanya sekedar protein transpor; ada
IGFBP inhibitorik dan stimulatorik yang menghambat atau mempotensiasi kerja IGF.
Regulasi spesifik-jaringan dari aktivitas protease IGFBP dapat mengubah bioavailabilitas
IGF pada daerah-daerah spesifik. Disamping itu, IGFBP telah terbukti memiliki efek
langsung sendiri, terlepas dari IGF. Karena itu, sistem ini merupakan sistem regulatorik
kompleks yang memberikan sinyal endokrin maupun fungsi autokrin dan parakrin.

59
ORPHAN RECEPTOR YANG TERLIBAT DALAM STEROIDOGENESIS

Faktor steroidogenik-1 (SF-1) dan DAX-1 (nama yang melambangkan Dosage-sensitive


sex reversal-Adrenal hypoplasia congenita critical region on the X chromosome) adalah
reseptor inti untuk ligan spesifik yang belum diidentifikasikan (“orphan receptor”). SF-1
mempengaruhi ekspresi gen yang mengkode enzim-enzim steroidogenik, dan pada tikus,
jika ekspresi genetik SF-1 mengalami gangguan, maka gonad dan kelenjar adrenal gagal
berkembang. Disamping itu, SF-1 mengatur transkripsi gen StAR. Mutasi pada gen DAX-1
menyebabkan hipoplasi adrenal, dan DAX-1 dianggap bekerja bersama SF-1 dalam
mengatur perkembangan dan fungsi jaringan-jaringan yang memproduksi steroid. SF-1
juga mengatur gen-gen yang mengkode subunit-subunit gonadotropin, maupun reseptor
GnRH. Karena itu, SF-1 terlibat pada semua tingkat: hipotalamus, pituitari, dan organ-
organ yang memproduksi steroid. Protein-protein ini berfungsi sebagai faktor transkripsi
(demikian juga reseptor hormon inti tradisional seperti reseptor estrogen) dalam
mekanisme kompleks yang diteliti oleh para ahli biologi molekuler.

HETEROGENITAS HORMON TROPIK

Glikoprotein, seperti FSH dan LH, bukan merupakan protein tunggal tetapi harus
dipandang sebagai sebuah keluarga bentuk-bentuk heterogen dari berbagai aktivitas
imunologis dan biologis. Berbagai bentuk (isoform) terjadi melalui berbagai cara, termasuk
kerja promoter DNA yang berbeda, perubahan dalam pembelahan RNA, mutasi titik, dan
perubahan-perubahan karbohidrat pasca translasi. Dampak adanya variasi ini adalah
perubahan struktur dan klirens metabolik, sehingga mempengaruhi pengikatan dan
aktivitas. Isoform-isoform tersebut memiliki berat molekuler, waktu paruh dalam sirkulasi,
dan aktivitas biologis yang berbeda-beda. Selama siklus menstruasi, setidaknya 20-30
isoform dari FSH maupun LH terdapat dalam aliran darah. Karena itu, aktivitas rata-rata
suatu glikoprotein disebabkan oleh efek campuran bentuk yang mencapai dan berikatan
dengan jaringan target.

Prekursor subunit nonglikosilasi dari hormon glikoprotein disintesis dalam retikulum


endoplasma, diikuti oleh glikosilasi. Subunit-subunit glikosilasi akan berkombinasi dan
kemudian dikirim menuju aparatus Golgi untuk pemrosesan komponen karbohidrat lebih
lanjut. Unit-unit tersebut akan berkombinasi untuk membentuk sebuah heterodimer
kompak. Moietas protein berikatan dengan reseptor jaringan target spesifik, sedangkan
moietas karbohidrat memegang peranan penting dalam menyebabkan coupling kompleks

60
hormon-reseptor pada adenilat siklase (mungkin dengan menentukan struktur konformasi
yang diperlukan).

Ketepatan make up kimiawi hormon tropik merupakan elemen esensial dalam menentukan
kemampuan hormon untuk berikatan dengan reseptornya. Glikoprotein (FSH, LH, TSH,
dan HCG) merupakan dimer yang terdiri dari dua subunit polipeptida glikosilasi, yaitu
subunit α dan subunit β. Subunit α dan subunit β saling berikatan erat dalam ikatan
nonkovalen. Struktur tiga-dimensi dan konformasi aktif dari subunit-subunit ini
dipertahankan oleh ikatan disulfida internal. Semua glikopeptida dari spesies manusia
(FSH, LH, TSH, dan HCG) memiliki rantai α yang sama, suatu struktur identik yang
mengantung 92 asam amino. Rantai β (atau subunit β) berbeda dalam hal asam amino dan
kandungan karbohidratnya, sehingga menimbulkan spesifitas yang inheren dalam
hubungan antara hormon dan reseptornya. Karena itu, aktivitas biologis spesifik dari suatu
hormon glikopeptida ditentukan oleh subunit β; pernah dilaporkan hipogonadisme terjadi
akibat substitusi satu asam amino dalam subunit β LH.

β-HCG merupakan subunit β terbesar, mengandung moietas karbohidrat yang lebih besar
dan 145 residu asam amino, termasuk sebuah ekor terminal karboksil yang unik yang
terdiri dari 24 kelompok asam amino. Bagian struktur HCG yang unik inilah yang
memungkinkan produksi antibodi-antibodi yang sangat spesifik dan penggunaan assay-
assay imunologis yang sangat spesifik. Perluasan sekuens dalam regio karboksi-terminal
dari β-HCG mengandung 4 daerah untuk glikosilasi, alasan mengapa HCG mengalami
glikosilasi lebih besar daripada LH, suatu perbedaan yang bertanggung-jawab untuk lebih
lamanya waktu paruh HCG dalam sirkulasi.

Perbedaan-perbedaan struktur ini dikaitkan dengan perbedaan promoter dan daerah


transkripsi yang terletak upstream pada gen subunit β dibandingkan dengan daerah
transkripsi pada gen subunit β LH. Daerah subunit β HCG tidak mengandung elemen
respon hormon, ini memungkinkan sekresi HCG lepas dari regulasi umpan balik oleh
steroid seks, berlawanan dengan FSH dan LH.

Tahap pembatasan jumlah dalam sintesis gonadotropin dan TSH adalah ketersediaan
subunit β, karena kelebihan subunit α dapat dijumpai dalam darah dan jaringan. Lebih
lanjut, struktur tiga dimensi dari subunit β, yang terbentuk akibat pelipatan subunit oleh
pembentukan ikatan disulfida, merupakan langkah konformasi yang penting yang esensial

61
untuk penyatuan dengan subunit α. Perubahan konformasi ini tidak akan selesai sampai
subunit-subunit tersebut menyatu membentuk keseluruhan hormon akhir.
Waktu paruh α-HCG adalah 6-8 menit, waktu paruh keseluruhan HCG dari plasenta adalah
sekitar 24 jam. Semua jaringan manusia tampaknya memproduksi HCG sebagai molekul
menyeluruh, tetapi plasenta berbeda yaitu dalam hal plasenta memiliki kemampuan untuk
menyebabkan glikosilasi protein tersebut, sehingga menurunkan kecepatan
metabolismenya dan mengeluarkan aktivitas biologisnya melalui waktu paruh yang lama.
Komponen karbohidrat dari glikoprotein terdiri dari fruktosa, galaktosa, manosa,
galaktosamin, glukosamin, dan asam sialat. Walaupun gula lain diperlukan untuk fungsi
hormonal, asam sialat merupakan determinan penting untuk waktu paruh biologis.
Pembuangan residu asam sialat dalam HCG, FSH, dan LH menyebabkan eliminasi yang
sangat cepat dari sirkulasi.

FSH terdiri dari subunit α dari 92 asam amino dan subunit β dari 118 asam amino. FSH
memiliki empat rantai samping karbohidrat, dua pada setiap subunit. Subunit β LH terdiri
dari 121 asam amino. LH memiliki 3 rantai samping karbohidrat dengan satu daerah
glikosilasi (dengan kurang dari separuh asam sialat dalam FSH). Waktu paruh awal untuk
LH adalah sekitar 20 menit, dibandingkan dengan waktu paruh awal untuk FHS yaitu 3-4
jam.

62
Gen-gen untuk hormon tropik mengandung daerah-daerah promoter dan enhancer atau
inhibitor yang terletak pada regio 5’-flanking upstream dari daerah transkripsi. Daerah-
daerah ini merespon kepada messenger kedua (siklik AMP) maupun steroid dan regulator-
regulator lain yang belum diketahui. Inti protein dari kedua subunit glikoprotein
merupakan produk dari gen-gen yang berbeda. Dengan menggunakan tehnologi DNA
rekombinan, telah ditunjukkan bahwa ada satu gen manusia tunggal untuk ekspresi subunit
α. Gen untuk subunit α yang dimiliki oleh FSH, LH, HCG, dan TSH terletak pada
kromosom 6p21.1-23. Sebuah daerah promoter tunggal yang dapat menerima banyak
sinyal dan hormon mengatur transkripsi gen α baik dalam plasenta maupun pituitari. Gen
subunit α diekspresikan dalam sejumlah tipe sel yang berbeda, tetapi gen subunit β terbatas
dalam tipe selnya. Gen β TSH hanya diekspresikan dalam tirotrop-tirotrop yang diregulasi
oleh hormon tiroid; gen β FSH diekspresikan dalam gonadotrop-gonadotrop yang
diregulasi oleh GnRH, aktivin, inhibin, dan steroid gonad; gen β LH, yang juga
diekspresikan dalam gonadotrop, diatur oleh GnRH tetapi tidak dipengaruhi oleh aktivin
dan inhibin.

Gen subunit α memerlukan aktivasi elemen-elemen regulatorik khas dalam sel-sel tirotrop
dan gonadotrop, maupun dalam plasenta. Aktivasi elemen-elemen sel spesifik inilah yang
menimbulkan spesifitas jaringan untuk ekspresi gen α. Dalam gonadotrop, jalur sinyalisasi
GnRH untuk transkripsi gen α menggunakan stimulasi diasil gliserol (DAG) dan inositol
trifosfat (IP3) oleh fosforilase yang menyebabkan pelepasan simpanan kalsium intraseluler.
GnRH juga merangsang influks kalsium pada membran sel. DAG, IP 3, dan kalsium bekerja
bersama-sama untuk merangsang aktivitas protein kinase C. Regulasi promoter α oleh
protein kinase merupakan bagian utama dari mekanisme umum. Proses pituitari ini
dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk growth factor dan steroid gonad. Dalam
plasenta, mekanisme ini juga menggunakan elemen-elemen regulatorik spesifik, tetapi
sinyal primer dimediasi oleh jalur siklik AMP-protein kinase A.

Gen untuk subunit β FSH terletak pada kromosom 11p13, dan di dalam pituitari, gen ini
dangat dipengaruhi olek aktivin. Walaupun baik FSH maupun LH memerlukan stimulasi
GnRH, gen β FSH unik dalam hal responnya terhadap GnRH bergantung pada aktivin.
Dengan meningkatnya stimulasi GnRH, peranan aktivin semakin tertekan oleh protein
pengikatnya, folistatin, yang sekresinya juga dirangsang oleh GnRH dan aktivin. Aktivin
kemudian diantagonisasi oleh inhibin, faktor pertama dari faktor-faktor ini diketahui dapat
menekan sekresi FSH.

63
Gen-gen yang mengkode subunit β LH, HCG, dan TSH terletak dalam sebuah kluster pada
kromosom 19q13.3. Terdapat 6 gen untuk subunit β HCG, dan hanya satu untuk β-LH.
Transkripsi untuk ke-6 gen HCG tersebut, masing-masing dengan aktivitas promoter yang
berbeda, bervariasi, dan tidak dapat dipastikan mengapa HCG memerlukan ekspresi
multigen (mungkin hal ini diperlukan untuk mencapai sangat tingginya kadar produksi
HCG pada masa-masa awal kehamilan). Diperkirakan bahwa β-HCG merupakan evolusi
yang relatif baru dari β-LH, dan ekstensi asam amino terminal β-HCG yang unik terjadi
akibat mutasi read through dari kodon stop translasi dalam gen β-LH; sekuens DNA dari
gen β-HCG dan gen β-LH 96% identik. Hanya primata dan kuda yang telah terbukti
memiliki gen untuk subunit β dari chorionic gonadotropin. Berlawanan dengan chorionic
gonadotropin manusia, chorionic gonadotropin kuda memiliki aktivitas LH dan FSH pada
banyak spesies mamalia karena mengandung sekuens peptida dalam subunit β-nya yang
homolog dengan sekuens peptida dalam gonadotropin pituitarispesies-spesies lain. Gen β-
chorionic gonadotropin kuda identik dengan gen β-LH kuda, dan walaupun gen β-HCG
primata merupakan hasil evolusi dari sumber gen β-LH yang sama, chorionic
gonadotropin kuda mengalami evolusi dengan cara yang berbeda. Gen β-LH tidak
diekspresikan dalam plasenta.

Sebuah varian LH imunologis spesifik relatif sering dijumpai. Varian ini disebabkan oleh
dua mutasi titik dalam gen subunit β LH dan lebih sering dijumpai pada orang-orang
keturunan Eropa Utara, mencapai frekuensi karier sebesar 41,9% di Lapps di Finlandia
Utara. Arti klinis mutasi ini tidak diketahui; namun, immunoassay rutin dapat memberikan
pembacaan rendah yang menyesatkan karena varian ini tidak terdeteksi.

Ekspresi plasenta-spesifik dari β-HCG disebabkan oleh sejumlah perbedaan dalam sekuens
DNA antara gen β-HCG dan gen β-LH. Perbaikan promoter β-HCG yang dimediasi oleh
siklik AMP dipengaruhi oleh sejumlah protein regulatorik. Studi mengenai gen subunit β
mendapat gangguan akibat sulitnya mempertahankan lini sel yang memproduksi
glikoprotein. Namun. ketersediaan lini sel-sel koriokarsinoma telah memungkinkan
dilakukannya penelitian lebih besar mengenai gen-gen β-HCG.

Walaupun subunit β menentukan aktivitas biologis glikoprotein individual, diperlukan


kombinasi subunit α dan β untuk ekspresi hormonal penuh. Lebih lanjut, subunit α juga
memegang peranan penting dalam mencapai pengikatan dan aktivasi reseptor normal.
Salah satu subunit saja tidak dapat berikatan dengan efektif pada reseptor dengan afinitas

64
tinggi dan tidak dapat mengeluarkan efek biologis. Dengan kata lain, pengikatan dan
aktivasi hanya terjadi jika hormon berada dalam kombinasi bentuk α-β.

Variasi dalam Karbohidrat

Hormon-hormon glikopeptida dapat dijumpai dalam pituitari dalam berbagai bentuk,


berbeda dalam komposisi karbohidratnya (oligosakarida). Campuran isoform dari
gonadotropin dipengaruhi secara kuantitatif maupun kualitatif oleh GnRH dan umpan balik
hormon steroid, sehingga menyebabkan modifikasi karbohidrat pasca translasi.
Heterogenitas struktur ini (yang juga dikaitkan dengan heterogenitas muatan) merupakan
suatu mekanise dibawah kontrol endokrin yang memodulasi waktu paruh dan
bioavailabilitas.

Keadaan-keadaan klinis tertentu dapat dikaitkan dengan perubahan struktur kimiawi umum
glikopeptida, sehingga menyebabkan gangguan pada kemampuan untuk berikatan dengan
reseptor dan merangsang aktivitas biologis. Disamping deglikosilasi dan pembentukan
antihormon, gonadotropin dapat diproduksi dengan kandungan karbohidrat lebih tinggi.
Sebagai contoh, lingkungan rendah estrogen dalam kelenjar pituitari akan mendorong
produksi gonadotropin besar, gonadotropin dengan peningkatan komponen karbohidrat
dan, akibatnya, penurunan aktivitas biologis. Immunoassay dalam situasi-situasi ini
mungkin tidak menunjukkan keadaan biologis sebenarnya: suatu immunoassay hanya
melihat suatu sel molekul tertentu tetapi tidak semua. Karena itu, hasil imunologis tidak
selalu menunjukkan situasi biologisnya).

Kadar bioaktif FSH dan LH sangat rendah pada wanita-wanita yang mendapat kontrasepsi
oral dan selama fase luteal dan fase folikuler lanjut. Nilai tertinggi dijumpai pada
peningkatan tajam pada pertengahan siklus dan pada wanita-wanita postmenopause
(termasuk wanita-wanita dengan kegagalan ovarium prematur). Kadar bioaktif FSH sejajar
dengan kadar FSH imunoaktif dengan rasio yang konstan selama siklus. Bioaktivitas FSH
yang lebih besar pada pertengahan siklus dikaitkan dengan lebih sedikitnya isoform
sialyted dengan masa hidup lebih pendek. Perubahan-perubahan ini merupakan efek dari
GnRH maupun estrogen.

Karena itu, komponen karbohidrat ini mempengaruhi respon jaringan target dengan dua
cara: 1) klirens metabolik dan waktu paruh dan 2) aktivitas biologis. Aktivitas biologis
terfokus pada dua fungsi untuk kompleks hormon-reseptor: pengikatan dan aktivasi. Satu

65
domain struktural penting untuk pengikatan dan satu domain lain untuk memicu respon
biologis. Residu karbohidrat, khususnya residu asam sialat, tidak terlalu penting dalam
pengikatan. Memang, data-data eksperimental menunjukkan bahwa rantai karbohidrat
tidak memiliki peranan dalam pengikatan gonadotropin pada reseptornya. Namun
demikian, pembuangan moietas karbohidrat dari salah satu subunit akan menurunkan
aktivitas gonadotropik. Karena itu, komponen karbohidrat mempengaruhi aktivitas biologis
kompleks hormon-reseptor setelah pengikatan. Studi-studi spesifik menunjukkan bahwa
komponen karbohidrat memegang peranan penting dalam aktivasi (coupling) sistem
adenilat siklase.

Waktu paruh gonadotropin dalam sirkulasi terutama proporsional terhadap jumlah asam
sialat yang ada. Lebih tingginya kandungan asam sialat dalam FSH dibandingkan dengan
LH dapat menjelaskan lebih cepatnya klirens LH dari sirkulasi (waktu paruh FSH adalah
beberapa jam; waktu paruh LH adalah sekitar 20 menit). HCG sangat mengalami sialisasi
(sialyated), dan karenanya, memiliki waktu paruh berjam-jam lamanya. Namun, klirens
gonadotropin seperti yang diukur menggunakan waktu paruh tidak dapat dijelaskan
semuanya oleh perbedaan karbohidrat. Perbedaan dalam sekuens asam animo juga
berperan, dan yang paling penting, stabilitas hormon komplit (melawan disosiasi menjadi
subunit-subunit yang dapat dibuang dengan cepat) merupakan faktor yang memiliki
pengaruh besar.

Heterogenitas Prolaktin

Pada kebanyakan spesies mamalia, prolaktin merupakan polipeptida rantai tunggal dengan
199 asam amino, memiliki kemiripan struktur sebesar 40% dengan growth hormone dan
66
laktogen plasenta. Ketiga hormon ini diyakini berasal dari protein induk yang sama sekitar
400 juta tahun yang lalu. Banyak hormon, growth factor, dan neurotransmiter
mempengaruhi gen prolaktin.

Pengukuran prolaktin secara simultan menggunakan bioassay dan immunoassay


menunjukkan perbedaan. Pada awalnya, perbedaan dalam prolaktin didasarkan pada
ukuran, sehingga menyebabkan penggunaan istilah seperti kecil, besar, dan istilah yang
lain yang sangat kompleks yaitu prolaktin yang sangat besar (big big prolactin). Studi-studi
kimiawi lebih lanjut telah menunjukkan modifikasi struktural yang meliputi glikosilasi,
fosforilasi, dan variasi dalam pengikatan dan muatan. Heterogenitas ini merupakan akibat
dari banyak pengaruh pada banyak tingkat: transkripsi, translasi, dan metabolisme perifer.

Prolaktin dikode oleh sebuah gen tunggal pada kromosom 6, yang memproduksi sebuah
molekul yang dalam bentuk mayornya dipertahankan dalam bentuk 3 loop oleh ikatan
disulfida. Kebanyakan, jika tidak semua, varian prolaktin terbentuk akibat modifikasi
pasca translasi. Prolaktin kecil mungkin merupakan varian pembelahan akibat delesi
proteolitik asam amino. Prolaktin besar dapat terjadi akibat kegagalan pembuangan intron;
prolaktin ini memiliki aktivitas biologis kecil dan tidak melakukan reaksi silang dengan
antibodi terhadap bentuk mayor prolaktin. Varian big big prolactin terjadi akibat molekul
yang terpisah dari pengikatan prolaktin satu sama lain, baik dalam ikatan nonkovalen atau
dengan ikatan antar-rantai disulfida. Sejumlah prolaktin yang lebih besar merupakan
molekul prolaktin yang membentuk kompleks dengan protein pengikat.

Terdapat variasi-variasi lain. Pemisahan enzimatik dari molekul prolaktin menghasilkan


fragmen-fragmen yang mungkin memiliki aktivitas biologs, prolaktin yang telah
mengalami glikosilasi terus mengeluarkan aktivitasnya; perbedaan-perbedaan dalam
moietas karbohidrat dapat menyebabkan perbedaan aktivitas biologis dan imunoreaktivitas.
Namun, bentuk-bentuk prolaktin yang tidak mengalami glikosilasi adalah bentuk prolaktin
yang paling banyak disekresi kedalam sirkulasi. Modifikasi prolaktin juga meliputi
fosforilasi, deamidasi, dan sulfasi.

Reseptor prolaktin dikode oleh sebuah gen pada kromoson 5 yang terletak didekat gen
untuk reseptor growth hormone. Namun, ada bukti terdapat lebih dari satu reseptor,
bergantung pada daerah kerjanya (misalnya desidua dan plasenta). Reseptor prolaktin
termasuk dalam keluarga reseptor yang meliputi banyak sitokin dan sejumlah growth

67
hormone, hal ini mendukung peranan ganda prolaktin sebagai hormon klasik dan sebagai
sitokin. Sinyal prolaktin dimediasi melalui jalur tirosin kinase sitoplasmik.

Pada suatu saat, bioaktivitas (misalnya galaktore) dan imunoaktivitas (kadar dalam
sirkulasi menurut immunoassay) prolaktin akan merupakan efek kumulatif dari keluarga
varian-varian struktural. Perlu diingat, immunoassay tidak selalu mencerminkan keadaan
biologis (misalnya kadar prolaktin normal pada seorang wanita dengan galaktore).

UP- DAN DOWN-REGULASI

Modulasi positif atau negatif terhadap reseptor oleh hormon-hormon homolog dikenal
sebagai up- dan down-regulasi. Hanya sedikit yang diketahui mengenai mekanisme up-
regulasi; namun, hormon-hormon seperti prolaktin dan GnRH dapat meningkatkan
konsentrasi reseptornya sendiri dalam membran sel.

Secara teoritis, deaktivasi kompleks hormon-reseptor dapat dicapai melalui disosiasi


kompleks tersebut atau melalui hilangnya reseptor dari sel, baik melalui shedding
(eksternal) atau internalisasi reseptor kedalam sel. Proses internalisasi-lah yang merupakan
mekanisme biologis utama bagaimana hormon-hormon polipeptida melakukan down-
regulasi reseptor mereka sendiri dan karenanya membatasi aktivitas hormonal. Sebagai
pegangan umum, konsentrasi hormon tropik, seperti LH atau GnRH, yang berlebihan akan
merangsang proses internalisasi, dan menyebabkan hilangnya reseptor dalam membran sel
disertai dengan penurunan respon biologis. Sekarang kami mengerti bahwa alasan
mendasar untuk sekresi hormon secara episodik (pulsatil) adalah untuk menghindari down-
regulasi dan mempertahankan, jika tidak untuk melakukan up-regulasi, reseptornya.
Karena itu, frekuensi pulsasi merupakan faktor kunci dalam mengatur jumlah reseptor;
namun, efek lebih lanjut pada respon jaringan target juga terjadi pada daerah-daerah di
bagian distal reseptor.

68
Diyakini bahwa reseptor diinsersikan secara acak kedalam membran sel setelah sintesis
intraseluler. Reseptor dapat dianggap memiliki 3 segmen penting, sebuah daerah pengikat
eksternal yang spesifik untuk sebuah hormon polipeptida, regio transmembran, dan daerah
internal yang memegang peranan dalam proses internalisasi. Jika reseptor berikatan dengan
hormon polipeptida dan jika hormon terdapat dalam konsentrasi tinggi dalam sirkulasi,
kompleks hormon-reseptor bergerak melalui membran sel dalam suatu proses yang disebut
migrasi lateral. Migrasi lateral membawa kompleks tersebut menuju suatu regio khusus
dari membran sel, coated pit. Tiap sel dalam jaringan target mengandung 500 sampai 1500
coated pit. Karena itu, migrasi lateral mengkonsentrasikan kompleks hormon-reseptor
dalam coated pit (klusterisasi), memungkinkan peningkatan internalisasi komplek tersebut
melalui mekanisme khusus endositosis yang dimediasi oleh reseptor. Waktu yang
dibutuhkan untuk proses ini (dalam hitungan menit, bukan detik) terlalu lambat untuk
menerangkan respon segera yang diinduksi oleh hormon, namun kejadian-kejadian seluler
lain mungkin saja dimediasi oleh mekanisme yang mengatasi messenger intraseluler, siklik
AMP.

Coated pit adalah vesikel lipid yang bergantung pada sekumpulan protein spesifik, disebut
clathrin (dari bahasa Latin “clathra” yang berarti “lattice (struktur saling menyilang)”).
Unit adalah sebuah jaringan heksagon dan pentagon, sehingga tampak seperti bola sepak.
Pada batas internal pit terdapat brush border, karena itulah disebut coated pit. Jaringan
protein clathrin bertindak untuk melokalisir kompleks hormon-reseptor dengan berikatan
dengan daerah pengikat internal pada reseptor.

69
Jika terduduki, coated pit akan mengalami invaginasi, pinch off, dan masuk kedalam sel
sebagai vesicle berlapis yang juga disebut reseptosom. Vesikel berlapis ini dikirim menuju
lisosom dimana struktur ini kemudian mengalami degradasi, melepaskan substansi
(misalnya hormon polipeptida) dan reseptor. Reseptor dapat didaur-ulang; artinya dapat
diinsersikan kembali kedalam membran sel dan digunakan lagi. Pada sisi lain, reseptor dan
hormon dapat dimetabolisasi, sehingga menurunkan aktivitas biologis hormon tersebut.
Hormon-hormon yang telah diinternalisasi juga dapat memediasi respon biologis dengan
mempengaruhi organel-organel seluler seperti aparatus Golgi, retikulum endoplasma, dan
bahkan inti. Sebagai contoh, membran inti dari ovarium manusia mengikat HCG dan LH
dan kemudian diikuti oleh respon enzim yang terlibat dalam transfer mRNA dari inti
menuju sitoplasma.

Proses serupa, disebut potositosis, menggunakan invaginasi membran kaya kolesterol yang
disebut caveolae (jumlahnya jauh lebih sedikit dan strukturnya jauh lebih kecil daripada
clathrin coated pit) untuk internalisasi molekul-molekul kecil dan ion. Ini merupakan
sebuah metode lain untuk sinyalisasi intraseluler sebagai respon terhadap hormon, dan
banyak protein yang terlibat dalam sinyalisasi sel telah dideteksi dalam caveolae; misalnya
protein G, kinase, dan reseptor growth factor. Caveolin merupakan komponen struktural
protein utama dari caveolae. Nitrit oksida, mediator penting dalam kejadian-kejadian
vaskuler, menetap dalam caveolae dan diregulasi oleh fosforilasi tirosin dan interaksi
dengan caveolin. Caveolae juga memfasilitasi endositosis dan eksositosis substansi,
dengan cara mendaur ulang caveolin antara permukaan sel dan jaringan Golgi.

70
Disamping down-regulaasi reseptor hormon polipeptida, proses internalisasi dapat
digunakan untuk kejadian metabolik seluler lain, termasuk transfer substansi-substansi
vital seperti besi atau vitamin kedalam sel.

Reseptor membran sel dapat didistribusikan acak dalam sel membran dan mengirimkan
informasi untuk memodifikasi perilaku sel. Untuk reseptor-reseptor ini, internalisasi
merupakan metode down-regulasi dengan melakukan degradasi lisosom. Karena degradasi
ini, daur ulang biasanya bukan merupakan gambaran reseptor kelas ini. Hormon-hormon
yang menggunakan kelompok reseptor ini mencakup FSH, LH, HCG, GnRH, TSH, TRH,
dan insulin. Untuk hormon-hormon ini, coated pit dapat dianggap sebagai perangkat untuk
menyebabkan imobilisasi kompleks hormon-reseptor. Namun, nasib hormon dapat
bervariasi dari jaringan ke jaringan. Pada beberapa jaringan target, HCG mengalami
internalisasi dan komplek HCG-reseptor dikirim dalam keadaan intak dari vesikel berlapis
kedalam lisosom untuk disosiasi dan degradasi. Pada jaringan lain, khususnya plasenta,
diperkirakan bahwa kompleks HCG-reseptor mengalami daur ulang kembali ke permukaan
sel sebagai sarana untuk transpor HCG melalui plasenta kedalam sirkulasi ibu maupun
sirkulasi janin.

Reseptor membran sel, terletak dalam coated pit, jika berikatan dengan ligan akan
menyebabkan internalisasi, sehingga menyediakan faktor-faktor yang diperlukan sel,
pembuangan agen-agen toksik dari cairan biologis yang membasahi sel, atau transfer
substansi melalui sel (transendositosis). Reseptor-reseptor ini tidak mengalami degradasi
dan dapat didaur-ulang. Contoh kelompok reseptor ini mencakup lipoprotein densitas
rendah (LDL), yang memberi asupan kolesterol untuk sel-sel yang memproduksi steroid,
kobalamin, yang memberi asupan vitamin b12, dan transferin, yang memberi asupan besi,
dan transfer imunoglobulin melalui plasenta untuk memberikan imunitas kepada janin.

Pengamatan lebih dekat LDL dan reseptornya dapat memberikan informasi. Partikel
lipoprotein densitas rendah ini berbentuk sferis. LDL mengandung sekitar 1500 molekul
kolesterol pada bagian tengahnya yang terdapat dalam bentuk ester sampai asam lemak.
Inti ini terdapat dalam membran lipid dua lapis. Protein-protein pengikat protein
(apoprotein) menunjukkan penonjolan pada permukaan membran ini, dan protein-protein
inilah yang harus dikenali oleh reseptor.

Ingat, ini merupakan hal yang penting, karena semua sel yang memproduksi steroid harus
menggunakan kolesterol sebagai building block. Sel-sel demikian tidak dapat mensintesis
cukup kolesterol dan, karenanya, harus mengambil kolesterol kedalam sel dari aliran darah.

71
LDL merupakan messenger utama yang mengirim kolesterol. Namun, bukti eksperimental
menunjukkan bahwa kolesterol HDL maupun LDL dapat memberikan kolesterol bagi sel-
sel yang memproduksi steroid. Memang, sel-sel granulosa ovarium manusia menggunakan
kolesterol HDL dalam suatu sistem yang berbeda dari jalur kolesterol LDL: lipoprotein
tidak mengalami internalisasi, namun sebaliknya, ester kolesteril diekstraksikan dari
lipoprotein pada permukaan sel dan kemudian dikirim kedalam sel.

Reseptor-reseptor dan protein-protein yang berbeda pada permukaan sel mengandung


bagian-bagian struktural yang serupa. Sebagai contoh, reseptor untuk LDL mengandung
sebuah regio yang homolog terhadap prekursor epidermal growth factor dan sebuah regio
lain yang homolog terhadap sebuah komponen komplemen. Reseptor LDL merupakan
“protein mosaik”. Terdapat regio-regio protein derivat dari ekson dari keluarga-keluarga
gen yang berbeda. Ini adalah contoh dari protein yang mengalami evolusi sebagai sebuah
kombinasi baru unit-unit fungsional yang telah ada sebelumnya dari protein-protein lain.

Reseptor LDL disintesis sebagai prekursor yang terdiri dari 860 asam amino. Prekursor
tersebut meliputi 21 asam amino yang merupakan sekuens sinyal hidrofobik yang
mengalami pembelahan sebelum insersinya kedalam permukaan sel. Sekuens sinyal ini
kemungkinan besar mengarahkan kemana protein harus pergi dalam sel. Ini akan
menyisakan 839 protein asam amino yang memiliki 5 domain yang dapat dikenali:

72
1. NH2-terminal dari 292 asam amino, terdiri dari sebuah sekuens 40 asam amino berulang
dengan sejumlah variasi 7 kali. Domain ini merupakan daerah pengikat untuk LDL dan
terletak pada permukaan eksternal membran sel.
2. Kurang lebih 400 asam amino bersifat 35% homolog terhadap prekursor epidermal
growth factor.
3. Daerah yang dihubungkan dengan gula (sugar-linked).
4. 22 asam amino hidrofobik yang dapat menyeberangi membran sel. delesi sekuens sinyal
transmembran (ditemukan pada mutasi yang terjadi secara alami) menghasilkan reseptor
LDL yang disekresikan dari sel bukan diinsersikan kedalam membran.
5. Ekor sitoplasmik yang terdiri dari 50 asam amino yang terletak internal dan bertindak
untuk mengkelompokkan reseptor-reseptor LDL dalam coated pit.

Coupling dan Uncoupling, Desensitisasi

Sebuah cara lain untuk menerangkan mekanisme stimulasi dan inhibisi pada tingkat
adenilat siklase memfokuskan pada mekanisme coupling. LH merangsang steroidogenesis
dalam korpus luteum dan bekerja melalui coupling unit-unit regulatorik stimulatorik
dengan unit-unit kataltik dari adenilat siklase. Prostaglandin F 2α bersifat luteolitik direk,
menghambat steroidogenesis luteal melalui suatu mekanisme yang mengikuti pengikatan
pada reseptor spesifik. Mekanisme luteolitik ini dapat dilakukan melalui unit regulatorik
inhibitorik yang menyebabkan uncoupling dengan unit katalitik, sehingga mengganggu
kerja gonadotropin.

Peningkatan konsentrasi hormon tropik, seperti gonadotropin, berkaitan langsung dengan


desensitisasi adenilat siklase terlepas dari internalisasi reseptor. Desensitisasi merupakan
perubahan cepat dan akut tanpa hilangnya reseptor berlawanan dengan proses internalisasi
dan kehilangan reseptor yang lebih lambat. Proses desensitisasi setelah paparan agonis
berkepanjangan melibatkan fosforilasi reseptor (yang menyebabkan uncoupling reseptor
dari protein G). Reseptor LH/HCG, anggota dari keluarga protein G, akan mengalami
desensitisasi/uncoupling sebagai respon terhadap LH atau HCG dalam suatu proses yang
melibatkan fosforilasi ekor sitoplasmik C-terminal dari reseptor tersebut. Penurunan
sekresi gonadotropin pada adanya stimulasi GnRH kontinyu berkepanjangan merupakan
respon desensitisasi yang dapat terjadi diikuti oleh perbaikan dalam kerangka waktu
pulsasi sekretorik GnRH endogen normal.
Sejumlah Penyakit Genetik Akibat Mutasi Sistem Protein G Spesifik
Mutasi Kelainan
Aktivasi reseptor LH Pubertas prekoks pada anak laki-laki

73
Inaktivasi reseptor LH Pseudohermaproditisme pria
Inaktivasi reseptor FSH Kegagalan ovarium prematur
Gs (stimulatorik) Sindrom McCune-Albright
Gi ( inhibitorik) Hipotiroidisme
Rhodopsin Retinitis pigmentosa
Vasopresin Diabetes insipidus

Ringkasan Down-Regulasi

Down-regulasi merupakan penurunan respon pada adanya stimulasi kontinyu. Down-


regulasi melibatkan ke-3 mekanisme berikut ini:
1. Desensitisasi oleh autofosforilasi segmen sitoplasmik reseptor.
2. Hilangnya reseptor akibat internalisasi, suatu mekanisme yang relatif lambat.
3. Uncoupling subunit-subunit regulatorik dan katalitik dari enzim adenilat siklase.

74

Anda mungkin juga menyukai