Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN PADA KLIEN Ny.

N DENGAN

PRE EKLAMSI BERAT

DI RUANG MERPATI RSUD IDAMAN BANJARBARU

TANGGAL 15 JULI S/D 20 JULI 2019

OLEH :

AHMAD WAHID ANWARUDIN

NIM: 16.20.2638

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

STIKES CAHAYA BANGSA BANJARMASIN

TAHUN 2019-2020
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN PADA KLIEN Ny.N DENGAN

PRE EKLAMSI BERAT

DI RUANG MERPATI RSUD IDAMAN BANJARBARU

TANGGAL 15 JULI S/D 20 JULI 2019

OLEH :

AHMAD WAHID ANWARUDIN

NIM: 16.20.2638

Banjarbaru, 21 Juli 2019

Mengetahui,

Preseptor Akademik Preseptor Klinik

(Noormailida, S.Kep, Ns, M.Kep) (Rabiah,Am.Keb)


LAPORAN PENDAHULUAN
PRE EKLAMSI BERAT (PEB)
DI RUANG MERPATI RSUD IDAMAN BANJARBARUTANGGAL 15 JULI S/D 20
JULI 2019

A. Definisi
Pre eklamsia merupakan penyakit khas akibat kehamilan yang memperlihatkan
gejala trias (hipertensi, edema, dan proteinuria), kadang-kadang hanya hipertensi dan
edema atau hipertensi dan proteinuria (dua gejala dari trias dan satu gejala yang harus
ada yaitu hipertensi) akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera
setelah persalinan.
Klasifikasi pre eklamsia dibagi menjadi 2 yaitu sebagai berikut:
Diagnosis Tekanan Darah Tanda Lain
Pre-Eklamsi Kenaikan TD diastolic 15 Protein Urin +1
Ringan mmHg/79 mmHg dengan 2x
pengamatan berjarak 1
jam/tekanan diastolic
mencapai 110 mmHg.
Pre-Eklamsi Kenaikan TD systolic 30 Protein urin positif 2 oedem umum,
Sedang mmHg/lebih atau mencapai kaki, jari tangan dan muka, kenaikan
140 mmHg. BB 1 kg tiap minggu.
Pre-Eklamsi Tekanan diastolic >110 Protein urine positif ¾ oliguria (urine
Berat mmHg 5 gr/L) hiperefleksia, gangguan
penglihatan, nyeri epigastrik, terdapat
oedem paru dan sinosis.

B. Etiologi
Penyebab pre-eklampsia belum diketahui secara jelas. Penyakit ini dianggap
sebagai "maladaptation syndrome" akibat penyempitan pembuluh darah secara umum
yang mengakibatkan iskemia plasenta (ari-ari) sehingga berakibat kurangnya pasokan
darah yang membawa nutrisi ke janin. Namun ada beberapa faktor predisposisi
terjadinya pre eklamsia, diantaranya yaitu:
1. Primigravida atau primipara mudab (85%).
2. Grand multigravida
3. Sosial ekonomi rendah.
4. Gizi buruk.
5. Faktor usia (remaja; < 20 tahun dan usia diatas 35 tahun).
6. Pernah pre eklamsia atau eklamsia sebelumnya.
7. Hipertensi kronik.
8. Diabetes mellitus.
9. Pemuaian uterus yang berlebihan,
10. Riwayat keluarga dengan pre eklamsia dan eklamsia (ibu dan saudara
perempuan).
11. Penyakit ginjal kronik.
12. Hiperplasentosis: mola hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis, bayi besar,
dan diabetes mellitus.
13. Obesitas.
14. Interval antar kehamilan yang jauh.
C. Tanda dan gejala
Biasanya tanda-tanda pre eklampsia timbul dengan urutan pertambahan berat badan
yang berlebihan, diikuti edema, hipertensi, dan akhirnya proteinuria. Pada pre
eklampsia ringan tidak ditemukan gejala-gejala subyektif. Sedangkan pada pre
eklampsia berat ditemukan gejala subjektif berupa sakit kepala di daerah frontal,
diplopia, penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, dan mual atau muntah.
Gejala-gejala ini sering ditemukan pada pre eklampsia yang meningkat dan merupakan
petunjuk bahwa eklampsia akan timbul. Penegakkan diagnosa pre eklampsia
yaitu adanya 2 gejala di antara trias tanda utama, dimana tanda utamanya yaitu
hipertensi dan 2 tanda yang lain yaitu edema atau proteinuria. Tetapi dalam praktik
medis hanya hipertensi dan proteinuria saja yang dijadikan sebagai 2 tanda dalam
penegakkan diagnosa pre eklamsia.
D. Patofisiologi
Pada preeklampsia terdapat penurunan aliran darah. Perubahan ini menyebabkan
prostaglandin plasenta menurun dan mengakibatkan iskemia uterus. Keadaan iskemia
pada uterus, merangsang pelepasan bahan tropoblastik yaitu akibat hiperoksidase
lemak dan pelepasan renin uterus. Bahan tropoblastik berperan dalam proses terjadinya
endotheliosis yang menyebabkan pelepasan tromboplastin. Tromboplastin yang
dilepaskan mengakibatkan pelepasan tomboksan dan aktivasi/ agregasi trombosit
deposisi fibrin. Pelepasan tromboksan akan menyebabkan terjadinya vasospasme
sedangkan aktivasi/agregasi trombosit deposisi fibrin akan menyebabkan koagulasi
intravaskular yang mengakibatkan perfusi darah menurun dan konsumtif koagulapati.
Konsumtif koagulapati mengakibatkan trombosit dan faktor pembekuan darah
menurun dan menyebabkan gangguan faal hemostasis. Renin uterus yang di keluarkan
akan mengalir bersama darah sampai organ hati dan bersama- sama angiotensinogen
menjadi angiotensin I dan selanjutnya menjadi angiotensin II. Angiotensin II bersama
tromboksan akan menyebabkan terjadinya vasospasme. Vasospasme menyebabkan
lumen arteriol menyempit. Lumen arteriol yang menyempit menyebabkan lumen
hanya dapat dilewati oleh satu sel darah merah. Tekanan perifer akan meningkat agar
oksigen mencukupi kebutuhan sehingga menyebabkan terjadinya hipertensi. Selain
menyebabkan vasospasme, angiotensin II akan merangsang glandula suprarenal untuk
mengeluarkan aldosteron. Vasospasme bersama dengan koagulasi intravaskular akan
menyebabkan gangguan perfusi darah dan gangguan multi organ.
Gangguan multiorgan terjadi pada organ- oragan tubuh diantaranya otak, darah,
paru- paru, hati/ liver, renal dan plasenta. Pada otak akan dapat menyebabkan
terjadinya edema serebri dan selanjutnya terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
Tekanan intrakranial yang meningkat menyebabkan terjadinya gangguan perfusi
serebral, nyeri dan terjadinya kejang sehingga menimbulkan diagnosa keperawatan
risiko cedera. Pada darah akan terjadi endotheliosis menyebabkan sel darah merah dan
pembuluh darah pecah. Pecahnya pembuluh darah akan menyebabkan terjadinya
pendarahan, sedangkan sel darah merah yang pecah akan menyebabkan terjadinya
anemia hemolitik. Pada paru-paru, LADEP akan meningkat menyebabkan terjadinya
kongesti vena pulmonal, perpindahan cairan sehingga akan mengakibatkan terjadinya
edema paru. Edema paru akan menyebabkan terjadinya gangguan pertukaran gas. Pada
hati, vasokontriksi pembuluh darah akan menyebabkan gangguan kontraktilitas
miokard sehingga menyebabkan payah jantung dan memunculkan diagnosa
keperawatan penurunan curah jantung. Pada ginjal, akibat pengaruh aldosteron, terjadi
peningkatan reabsorpsi natrium dan menyebabkan retensi cairan dan dapat
menyebabkan terjadinya edema sehingga dapat memunculkan diagnosa keperawatan
kelebihan volume cairan. Selin itu, vasospasme arteriol pada ginjal akan meyebabkan
penurunan GFR dan permeabilitas terhadap protein akan meningkat. Penurunan GFR
tidak diimbangi dengan peningkatan reabsorpsi oleh tubulus sehingga menyebabkan
diuresis menurun sehingga menyebabkan terjadinya oligouri dan anuri. Oligouri atau
anuri akan memunculkan diagnosa keperawatan gangguan eliminasi urin.
Permeabilitas terhadap protein yang meningkat akan menyebabkan banyak protein
akan lolos dari filtrasi glomerulus dan menyenabkan proteinuria. Pada mata, akan
terjadi spasmus arteriola selanjutnya menyebabkan edema diskus optikus dan retina.
Keadaan ini dapat menyebabkan terjadinya diplopia dan memunculkan diagnosa
keperawatan risiko cedera. Pada plasenta penurunan perfusi akan menyebabkan
hipoksia/anoksia sebagai pemicu timbulnya gangguan pertumbuhan plasenta sehinga
dapat berakibat terjadinya Intra Uterin Growth Retardation serta memunculkan
diagnosa keperawatan risiko gawat janin.
Hipertensi akan merangsang medula oblongata dan sistem saraf parasimpatis
akan meningkat. Peningkatan saraf simpatis mempengaruhi traktus gastrointestinal dan
ekstrimitas. Pada traktus gastrointestinal dapat menyebabkan terjadinya hipoksia
duodenal dan penumpukan ion H menyebabkan HCl meningkat sehingga dapat
menyebabkan nyeri epigastrik. Selanjutnya akan terjadi akumulasi gas yang
meningkat, merangsang mual dan timbulnya muntah sehingga muncul diagnosa
keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Pada ektremitas
dapat terjadi metabolisme anaerob yang menyebabkan ATP diproduksi dalam jumlah
yang sedikit yaitu 2 ATP dan pembentukan asam laktat. Terbentuknya asam laktat dan
sedikitnya ATP yang diproduksi akan menimbulkan keadaan cepat lelah, lemah
sehingga muncul diagnosa keperawatan intoleransi aktivitas. Keadaan hipertensi akan
mengakibatkan seseorang kurang terpajan informasi dan memunculkan diagnosa
keperawatan kurang pengetahuan.
Patway
Faktor Resiko :

1. Primigravida atau
primipara mudab (85%).
2. Grand multigravida
3. Sosial ekonomi rendah.
4. Gizi buruk.
5. Faktor usia (remaja; <
20 tahun dan usia diatas 35
tahun).
6. Pernah pre eklamsia
atau eklamsia sebelumnya.
Tekanan Darah ( Hipertensi )
7. Hipertensi kronik.

Perfusi Jaringan

Aliran darah Pusing dan mual/ Aliran darah Edema


berkurang muntah berkurang

CO2 Suplai makanan ke Kemampuan Ganggu Dialisis


tubuh kurang filtrasi menurun an rasa
Nyama
n
MK : gangguan MK : ketidak Proteinuria Cemas Oliguria
perfusi seimbangan nutrisi
jaringan
Protein plasma Oedem
darah menurun

MK : Resiko
MK : kekurangan volume Injury
cairan
MK : Kurang
pengetahuan
E. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum pasien
a. Keadaan umum : lemah.
b. Kepala : sakit kepala, wajah edema.
c. Mata : konjungtifa sedikit anemis, edema pada retina.
d. Abdomen : nyeri daerah epigastrium, anoreksia, mual dan muntah
e. Ektremitas : oedema pada kaki juga pada tangan dan jari-jari
f. Sistem persyarafan : hiperrefleksia, klonus pada kaki.
g. Genituorinaria : oligura, proteinuria.
h. Pemeriksaan janin : bunyi detak janin tidak teratur, gerakan janin melemah.
2. Tanda vital pasien
a. Temperature : 36.2 c
b. Pulse (Nadi) : 89 x Per Menit
c. Respiratory : 21 x Per Menit
d. Tekanan darah : 168/ 100
1. Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam.
2. Palpasi : untuk mengetahui TFU, letak janin, dan lokasi edema.
3. Perkusi : untuk mengetahui refleks patella sebagai syarat pemberian SM jika
refleks positif.
4. Auskultasi : mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya fetal distress. Selain
itu, untuk pre eklamsia ringan tekanan darah pasien > 140/90 mmHg atau
peningkatan sistolik > 30 mmHg dan diastolik > 15 mmHg dari tekanan biasa
(base line level/tekanan darah sebelum usia kehamilan 20 minggu). Sedangkan
untuk pre eklamsia berat tekanan darah sistolik > 160 mmHg, dan atau tekanan
darah diastolik > 110 mmHg.

F. Pemeriksaan Penunjang
a) Tanda vital yang diukur dalam posisi terbaring atau tidur, diukur 2 kali dengan
interval 4-6 jam
b) Laboratorium : proteinuria dengan kateter atau midstream (biasanya meningkat
hingga 0,3 gr/lt atau lebih dan +1 hingga +2 pada skala kualitatif), kadar hematokrit
menurun, BJ urine meningkat, serum kreatinin meningkat, uric acid biasanya > 7
mg/100 ml.
c) Berat badan : peningkatannya lebih dari 1 kg/minggu.
d) Tingkat kesadaran: penurunan GCS sebagai tanda adanya kelainan pada otak.
e) USG: untuk mengetahui keadaan janin.
f) NST: untuk mengetahui kesejahteraan janin.
G. Penatalaksanaan : Medis dan keperawatan
Tujuan utama penatalaksanaan adalah :
a. Untuk mencegah terjadinya pre-eklamsi dan eklamsia.
b. Hendaknya janin lahir hidup.
c. Trauma pada janin seminimal mungkin.
A. Medis
1) Pre-eklamsia berat
Pre-eklamsia berat pada kehamilan kurang dari 37 minggu.
Jika janin belum menunjukan tanda-tanda maturitas paru-paru dengan uji kocok
dan rasio L/S, maka penanganannya adalah sebagai berikut :
a) Berikan suntikan sulfas magnesikus dengan dosis 8 gr intramusuler
kemudian disusul dengan injeksi tambahan 4 gr intramuskuler setiap
(selama tidak ada kontraindikasi).
b) Jika ada perbaikan jalannya penyakit, pemberian sulfas magnesikus dapat
diteruskan lagi selama 24 jam sampai dicapai criteria pre-eklamsi ringan
(kecuali ada kontraindikasi).
c) Selanjutnya ibu dirawat, diperiksa, dan keadaan janin dimonitor, serta berat
badan ditimbang seperti pada pre-eklamsi ringan, sambil mengawasi
timbulnya lagi gejala.
d) Jika dengan terapi di atas tidak ada perbaikan, dilakukan terminasi
kehamilan dengan induksi partus atau tindakan lain tergantung keadaan.
e) Jika pada pemeriksaan telah dijumpai tanda-tanda kematangan paru janin,
maka penatalaksanaan kasus sama seperti pada kehamilan diatas 37
minggu.
B. Keperawatan
1) Preeklamsia Berat (PEB)
a) Perawatan konservatif (usia kehamilan <36 minggu) :
 Tirah baring.
 Diet rendah garam dan tinggi protein (diet preeklamsia)
 Pasang kateter tetap (bila perlu).
b) Perawatan aktif (terminasi kehamilan), yaitu pada keadaan-keadaan di
bawah ini :
 Umur kehamilan >36 minggu.
 Terdapat tanda-tanda impending eklamsia atau eklamsia
 Gawat janin.
 Sindroma HELLP.
 Kegagalan perawatan konservatif, yakni setelah 6 jam perawatan tidak
terlihat tanda-tanda perbaikan penyakit.
H. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
1 DS: klien mengatakan
anaknya mengalami nyeri
hebat pada daerah perut
P: nyeri berkurang setelah
minum obat Nyeri akut Agen post SC
Q: nyeri berat
R: nyeri pada daerah perut
S: skala 8
T: nyeri terasa selama 3
menit sekali
DO: klien tampak menahan
nyeri
2 DS: ibu klien mengatakan Ketidakseimbangan Retensi garam dan air
sering merasa haus nutrisi b/d
DO: klien tampak lemah, kurang dari
bedrest, dehidrasi, turgor kebutuhan tubuh
kulit lambat
3 DS: klien mengatakan Ketidakseimbangan Ketidak mampuan
susah makan karena sering nutrisi kurang dari dalam
mual muntah kebutuhan tubuh memasukkan/mencerna
DO: klien tampak kurus, makanan karena faktor
lemah, anoreksia, biologi
konjungtiva pucat
4 DS : klien mengatakan Kurang pengetahuan Kurangnya informasi
tidak ta tindakan yang akan terhadap klien
dilakukan selajutnya
I. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
1. Nyeri akut b/d peningkatan tekanan vaskuler cerebral akibat hipertensi
2. Ketidak seimbangan nutrisi b/d kurang dari kebutuhan tubuh
3. Risiko ketidak efektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan pre eklamsia
berat.
4. Kurang pengetahuan mengenai penatalaksanaan terapi dan perawatan b/d mis
interpretasi informasi
I. Nursing Care Planning (NCP)
NIC
Diagnosa NOC
No (Nursing Intervention
Keperawatan (Nursing Outcome)
Clasification)
1. Nyeri akut b/d Setelah dilakukan tindakan Pain management
post operasi keperawatan selama 2x24 jam
(Manajemen nyeri)
diharapkan nyeri dapat teratasi.
1. Lakukan pengkajian
Kreteria Hasil :
nyeri secara
Indikator IR ER konprehensif termasuk
1. Melaporkan adanya 2 1 lokasi, karakteristik,
nyeri durasi, frekuensi,
2. Luas bagian tubuh 2 1 kualitas dan faktor
yang dipengaruhi presipitasi
3. Frekuensi nyeri 2 2 2. Observasi reaksi
4. Panjangnya episode 2 2 nonverbal dari
nyeri ketidaknyamanan
5. Pernyataan nyeri 2 1 3. Gunakan teknik
6. Erkspresi nyeri pada 1 1 komunikasi terapeutik
wajah untuk mengetahui
7. Ketegangan otot 2 2 pengalaman nyeri
Keterangan : 4. Ajarkan tentang teknik
non farmakologi
0 : Tidak nyeri

1 : Nyeri ringan
2 : Nyeri sedang

3 : Nyeri berat atau parah

4 : Nyeri sangat hebat

5 : Nyeri hebat

2 Ketidak Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji pola makan,


seimbangan keperawatan selama 2x24 jam kebiasaan makan, dan
nutrisi b/d diharapkan ketidak seimbangan nutrisi makanan yang disukai
kurang dari dapat terpenuhi pasien.
kebutuhan 2. Kaji TTV pasien
Kriteria hasil :
tubuh secara rutin, status mual,
Indikator IR ER muntah, dan bising usus.
Masukan per oral 3. Berikan makanan
5 4
meningkat sesuai diet dan berikan
Porsi makan yang di selagi hangat.
5 4
sediakan habis 4. Jelaskan
Masa dan tonus otot pentingnya makanan
5 4
baik untuk kesembuhan.
Tidak terjadi 5. Anjurkan pasien
5 4
penurunan berat badan makan sedikit tetapi
Mual dan muntah tidak sering.
5 4
ada 6. Anjurkan pasien
Ambulasi 5 4 untuk meningkatkan

1= keluhan ekstrim asupan nutrisi yang

2= keluhan substansial adekuat terutama

3= keluhan sedang makanan yang banyak

4= keluhan ringan mengandung karbohidrat

5= tidak ada keluhan atau glukosa, protein, dan


makanan berserat.
3 Risiko Setelah dilakukan tindakan Neurologic monitoring
ketidakefektifan keperawatan selama 1 jam diharapkan 1.Monitor ukuran pupil,
perfusi jaringan status neurologi membaik dan bentuk, simetris dan
otak ketidakefektifan perfusi jaringan reaktifitas pupil
berhubungan serebral teratasi dengan indikator: 2.Monitor keadaan klien
dengan pre NOC: Management neurology dengan GCS
eklamsia berat. Indikator Awal Target 3.Monitor TTV
Status neurologi: 2 3 4.Monitor status respirasi:
syaraf sensorik ABClevels, pola nafas,
dan motorik dbn kedalaman nafas, RR
Ukuran pupil 4 4 5.Monitor reflek muntah
Pulil reaktif 3 4 6.Monitor pergerakan otot
Pola pergerakan 3 4 7.Monitor tremor
mata 8.Monitor reflek babinski
Pola nafas 3 5 9.Identifikasi kondisi

TTV dalam batas 3 4 gawat darurat pada

normal pasien.

Pola istirahat dan 3 4 10. Monitor tanda

tidur peningkatan tekanan


intrakranial
Kolaborasi dengan dokter
jika terjadi perubahan
kondisi pada klien

Anda mungkin juga menyukai