Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pembangunan Bandara Internasional di Kecamatan Temon, Kabupaten Kulon

Progo merupakan salah satu bentuk upaya pemerintah dalam meningkatkan sarana

transportasi udara di Daerah Istimewa Yogyakarta dikarenakan Bandara Internasional

Adi Sutjipto sudah cukup lama berada dalam kondisi jenuh, baik di sisi darat maupun

di sisi udaranya dengan kapasitas terminal yang sudah tidak dapat dikembangkan lagi.

Untuk itu, pemerintah mengambil langkah strategis dengan mengeluarkan kebijakan

untuk merelokasi bandara Adi Sutjipto ke Kecamatan Temon, Kabupaten Kulon Progo

sebagai hasil dari studi kelayakan (Feasibility Studies). Hal ini diperkuat oleh dasar

hukum Perda Nomor 1 tahun 2012 tentang RTRW (Rencana Tata Ruang dan Wilayah)

Kulon Progo tahun 2012-2032 yang dilengkapi dengan Undang-Undang No 2 Tahun

2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, Surat

Keputusan Gubenur DIY No.68/KEP/2015 dan putusan kasasi Makamah Agung

No.456 K/TUN/2015 (Pemerintah Daerah DIY, 2016).

Adapun berbagai kebijakan yang dikeluarkan tidak serta-merta memudahkan

tahapan-tahapan yang di jalankan dalam pembangunan bandara, bahkan proses

tersebut terhenti sejak Juni 2015 menyusul putusan majelis hakim Pengadilan Tata

Usaha Negara (PTUN) Jogja yang mencabut IPL pembangunan tersebut (Angkasa

Pura1, 2015). Pencabutan itu merupakan respon atas gugatan Wahana Tri Tunggal

(WTT) yang menolak pembangunan bandara. Hal ini dilakukan oleh masyarakat
terdampak karena hampir dari sebagian tanah yang menjadi calon lokasi pembangunan

bandara merupakan milik masyarakat dan sebagian lagi milik Paku Alam Ground

(PAG). Faktor status tanah ini yang menyebabkan masyarakat melakukan perlawanan,

yang menyebabkan proses pembangunan bandara hingga saat dilakukan proses ground

breaking pada Januari 2017 belum dapat terselesaikan dengan maksimal.

Selain faktor status tanah, ketidakpahaman masyarakat tentang rencana untuk

mendirikan bandara ini seringkali mendatangkan salah persepsi yang pada akhirnya

menimbulkan berbagai hambatan sehingga penting dilakukan proses persuasi guna

membangun pemahaman dan sikap publik khususnya masyarakat terdampak supaya

terjalin titik temu kesepakatan dan mencapai hubungan yang saling menguntungkan

antara pihak pembangun bandara dengan masyarakat terdampak, sebab pembangunan

bandara di Kabupaten Kulon Progo merupakan upaya pemerintah dalam penyediaan

dan peningkatan fasilitas publik sehingga partisipasi dari masyarakat setempat sangat

dibutuhkan.

Penyediaan sarana infrastruktur publik sangat berkaitan dengan pelayanan

sosial yang akan diberikan oleh pemerintah daerah kepada masyarakat setempat. Di era

keterbukaan demokrasi pembangunan daerah tidak dapat dilepaskan dari partisipasi

masyarakat. Pembangunan menjadi bagian tak terpisahkan dari masyarakat itu sendiri,

sedangkan peran pemerintah adalah memberikan jalan atau sebagai mediator untuk

mewujudkan keinginan masyarakat atas apa yang dikehendaki untuk kemajuan

masyarakat di daerah (Safi'i, 2009). Seperti halnya pada pembangunan bandar udara

internasional di Kabupaten Kulon Progo, yang bertujuan untuk menyediakan dan

mengembangkan infranstruktur fasilitas publik yang tidak bisa terlepas dari partisipasi
masyarakat setempat, sejak proses perencanaan hingga operasionalnya nanti. Namun

pada implementasinya, proses pembangunan bandara sebagai fasilitas publik di

Kabupaten Kulon Progo tidak berjalan mulus sebab banyaknya terjadi penolakan dari

masyarakat terdampak.

Berbagai upaya penolakan dilakukan oleh pihak penentang tergabung dalam

Wahana Tri Tunggal (WTT) yang melakukan penolakan dengan bentuk orasi, aksi

demonstrasi dan pemasangan spanduk, papan, tampah, dengan bertuliskan berbagai

kritikan, penolakan, dan ancaman kepada Pemerintah maupun terhadap Angkasa Pura

I yang di pasang di sepanjang jalan di Desa glagah, Kecamatan Temon, Kabupaten

Kulon Progo. Penolakan masyarakat terdampak terhadap rencana pembangunan

bandara di Kabupaten Kulon Progo terbagi menjadi dua, yaitu penolakan bersyarat

(pro) dan penolakan tidak bersyarat (kontra) (Purwandari, 2016). Masyarakat yang pro

terhadap pembangunan bandara merupakan masyarakat pemilik lahan sekaligus

penggarap. Mereka yang pro bandara mengajukan beberapa persyaratan di antaranya,

ganti rugi lahan dan kompensasi lahan PAG, masalah ketenagakerjaan, dan relokasi

gratis. Sedangkan. masyarakat yang kontra bersikukuh menentang pembangunan

bandara.

Pendekatan oleh pihak yang memiliki wewenang dalam proses pembangunan

bandara sangat dibutuhkan pada proses komunikasi dengan warga terdampak

pembangunan Bandara di Kulon Progo dalam melakukan persuasi kepada masyarakat

baik dengan masyarakat yang pro maupun kontra supaya bersedia untuk berpartisipasi.

Selain itu, tidak bisa dipungkiri bahwa terlibat secara interaktif dengan para pemangku

kepentingan, baik melalui dialog, membangun jaringan, atau proses lainnya, membawa
sejumlah manfaat potensial (Lawrence & Weber, 2014). Maka itu, diperlukan fungsi

public relations untuk memudahkan berbagai proses komunikasi dengan masyarakat

terdampak. Adapun fungsi dari public relations tersebut adalah memberikan informasi

timbal balik, komunikasi dua arah kepada masyarakat secara pribadi atau kelompok,

memberi persuasi dalam mengubah sikap dan pola pikir publik supaya menghasilkan

hubungan timbal balik yang saling menguntungkan, mengintregasikan sikap dan

perbuatan pihak Pembangunan Bandara terhadap masyarakat terdampak maupun

sebaliknya.

Berbagai fungsi kehumasan atau public relations sangat dibutuhkan dalam

penerapan komunikasi yang terjalin dengan masyarakat terdampak mengingat proses

pembangunan bandara ini melibatkan dari berbagai pihak, baik dari pihak Pemerintah

Kabupaten Kulon Progo maupun PT. Angkasa Pura I (Persero) yang berkompeten

menyampaikan aspek normatif dan subtansinya (Adisutjipto International Airport,

2014). Dua lembaga disinergikan dalam proses komunikasi terhadap masyarakat

terdampak sebab antara PT. Angkasa Pura I (Persero) dan Pemerintah Kabupaten

Kulon Progo selain merupakan leading sector pembangunan bandara, juga memiliki

karakter berbeda yang akan saling melengkapi sesuai dengan peran dan latar belakang

instansi yang menaunginnya. Di samping itu PT. Angkasa Pura I (Persero) dan

Pemerintah Kabupaten Kulon Progo juga memiliki ranah tugas dan wewenang dalam

menyelenggarakan fungsi kehumasannya masing-masing, keduanya juga merupakan

pihak yang berwenang turun ke lapangan untuk memberikan pemaparan terkait

megaproyek pembangunan bandara yang sesuai ketentuan proses komunikasi dan


sosialisasi kepada masyarakat menjadi bagian dari langkah yang penting dari proyek

pembangunan Bandara Kulonprogo sesuai dengan aturan yang ada.

Akan menarik apabila peneliti mengamati tentang fungsi kehumasan atau

public relations yang berjalan terhadap masyarakat pembangunan bandara, sebab

dijalankan oleh dua pihak yaitu PT. Angkasa Pura I (Persero) dan Pemerintah

Kabupaten Kulon Progo yang memiliki latar belakang instansi dan karakteristik yang

berbeda. Keduanya dituntut untuk bersinergi dalam menjalankan fungsinya terhadap

masyarakat terdampak pembangunan New Yogyakarta International Airport,

sedangkan humas PT. Angkasa Pura I (Persero) yang memiliki karakter secara umum

dengan latar belakang profit oriented, yang bekerja dalam tataran teknis hingga

manajemen, sedangkan humas Pemerintah Kabupaten Kulon Progo merupakan

instansi pemerintah dimana karakter humas bertumpu pada public affairs dan birokrasi

yang ada. Penerapan dua konsep fungsi public relations yang dijalankan oleh PT.

Angkasa Pura I (Persero) dengan fungsi government public relations yang dijalankan

oleh Pemerintah Kabupaten Kulon Progo dengan proses yang begitu panjang dan

dalam rentang waktu yang cukup lama meliputi Fungsi Demokrasi, Fungsi Pragmatis,

dan yang ketiga adalah Fungsi Politik (Lee, Neeley, dan Stewart, 2012).

Berdasarkan paparan di atas, melihat fenomena yang terjadi pada proyek

pembangunan fasilitas publik dengan masyarakat terdampak, peneliti tertarik dan

berharap mampu melihat bagaimana implementasi fungsi kehumasan terhadap

masyarakat terdampak pada pembangunan New Yogyakarta International Airport di

Kulon Progo, sehingga dapat mencapai tujuan bersama antara pihak Pemerintah, PT.

Angkasa Pura I (Persero) dengan masyarakat terdampak.


B. Rumusan Masalah
Berdasarkan paparan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah, “Bagaimana Implementasi Fungsi Kehumasan terhadap Masyarakat

Terdampak pada Pembangunan New Yogyakarta International Airport di Kulon

Progo?”

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang di atas, tujuan penelitian dalam penelitian ini adalah

untuk mengetahui Implementasi Fungsi Kehumasan terhadap Masyarakat Terdampak

pada Pembangunan New Yogyakarta International Airport di Kulon Progo.

D. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan akan dapat diperoleh manfaat sebagai berikut:

1. Bagi Peneliti, Peneliti dapat mengetahui dan mendapatkan informasi atau gambaran

tentang Implementasi Fungsi-Fungsi Kehumasan terhadap Masyarakat Terdampak

pada Pembangunan New Yogyakarta International Airport di Kulon Progo.

2. Bagi Akademis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi

konsep konsep Ilmu Komunikasi pada umumnya dan konsep-konsep Fungsi public

relations pada khususnya.

3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi kontribusi praktis dan memberikan

masukan berupa dokumen dan evaluasi program public relations pada Angkasa Pura

I dan Pemerintah Kabupaten Kulon Progo.


D. Tinjauan Pustaka
Penelitian mengenai implementasi Fungsi Kehumasan dalam sebuah organisasi atau

perusahaan menarik untuk diteliti, sebab dengan melakukan penelitian tersebut akan

diketahui bagaimana aktivitas-aktivitas public relations baik pada Institusi Pemerintah

maupun Perusahaan yang saling bergantung dari hubungan dengan masyarakatnya atau

komunitas. Terlebih pada penelitian mengenai Fungsi Kehumasan pada sebuah proyek

pembangunan bandara berskala besar yang melibatkan berbagai pihak dengan

masyarakat terdampak disekitarnya. Penelitian ini merujuk dari berbagai penelitian

sebelumnya, diantaranya adalah Penelitian yang berjudul Humas Dalam Resolusi

Konflik (Studi Kasus: Komunikasi dan Resolusi Konflik yang Dilakukan oleh Humas

Pemerintah Kabupaten Kulonprogo terhadap Warga yang Menolak Proyek

Pembangunan Bandara Baru Kulonprogo) oleh Heru Kurniawan dari S1 Ilmu

Komunikasi UGM. Aspek yang membedakan dengan penelitian yang dilakukan adalah

penelitian ini berfokus pada peran humas dalam proses resolusi konflik dari sisi

Pemerintah Kabupaten Kulon Progo.

Penelitian kedua dengan judul Manajemen Risiko Sosial Pembangunan Bandara Di

Temon, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta Oleh PT.Angkasa Pura I, oleh

Bagus Sukma Pribadi pada tahun 2016 Jurusan Administrasi Negara, Fakultas Ilmu

Sosial, Universitas Negeri Yogyakarta. Penelitian ini bertujuan memahami manajemen

risiko sosial yang bersangkutan dengan risiko pembebasan lahan milik warga dalam

pembangunan bandara baru di Temon, Kulon Progo oleh PT.Angkasa Pura I beserta

hambatannya. Yang membedakan dengan penelitian sebelumnya, penelitian ini


berfokus pada bagaimana implementasi fungsi-fungsi kehumasan untuk meraih simpati

masyarakat terdampak.

Penelitian ketiga yang menjadi tinjauan peneliti adalah penelitian yang berjudul

Strategi PT. Angkasa Pura I (Persero) dalam Menghadapi Penolakan Masyarakat

Terhadap Rencana Pembangunan Bandara Interasional di Kecamatan Temon

Kabupaten Kulon Progo Yogyakarta (Studi pada Tim Persiapan Pembangunan Bandara

Internasional Yogyakarta), oleh Yunita Purwandari dari Universitas Islam Negeri

Sunan Kalijaga pada Tahun 2016. Dengan hasil penelitian bahwa penolakan

masyarakat terhadap rencana pembangunan Bandara Internasional terbagi menjadi dua

yaitu penolakan bersyarat dan penolakan tidak bersyarat. Dan startegi yang dilakukan

oleh PT. Angkasa Pura I (Persero) adalah memitigasi potensi-potensi resiko dan

permasalahan dalam rencana pembangunan Bandara Internasional.

Berdasarkan hasil penelitian diatas, maka belum ada penelitian yang menyentuh

wilayah kajian yang dilakukan oleh peneliti. Penelitian yang dilakukan adalah

mengenai Implementasi Fungsi-Fungsi Kehumasan terhadap Masyarakat Terdampak

pada Pembangunan New Yogyakarta International Airport di Kulon Progo yang

dilihat dari fungsi public relations PT. Angkasa Pura I (Persero) sekaligus dari

Pemerintah Kabupaten Kulon Progo sebagai satu kesatuan dalam Tim Operasional

yang memiliki kewenangan dalam memberikan pemaparan terkait megaproyek

pembangunan bandara.
E. Kerangka Pemikiran
1. Public Relations

Public relations (PR) adalah fungsi manajemen yang membangun dan

mempertahankan hubungan yang baik dan bermanfaat antara organisasi dengan

publik yang mempegaruhi kesuksesan atau kegagalan organisasi tersebut

(Cutlip, Center, & Broom, 2009) public relations adalah sebuah fungsi

manajemen, yang berarti bahwa fungsi public relations dalam manajemen pada

organisasi sangatlah penting. Pembinaan dan pembentukan hubungan baik

antara organisasi dengan publik yang saling menguntungkan dapat menjadi

landasan moral dan etis dari profesi public relations. Kesuksesan dan kegagalan

sebuah organisasi sangat dipengaruhi oleh publik relations pada organisasi

dalam membangun dan mempertahankan hubungan yang baik dan bermafaat

dengan publik.

Selain definisi tersebut, public relations juga merupakan fungsi manajemen

yang mengevaluasi sikap publik, mengidentifikasi kebijakan dan prosedur

individual dan organisasi yang punya kepentingan publik, serta merencanakan

dan melaksanakan program aksi dalam rangka mendapatkan pemahaman dan

penerimaan publik (Cutlip, Center, & Broom, 2009).

Dalam pengertian di atas, dapat diartikan bahwa public relations adalah

fungsi yang menilai sikap-sikap publik, mengidentifikasi kebijakan-kebijakan

dan prosedur-prosedur dari individu atau organisasi atas dasar kepentingan

publik dan melaksanakan rencana kerja untuk memperoleh pengertian dan

pengakuan publik.
2. Public Relations Pemerintah
Public relations pemerintah atau Humas Pemerintah adalah fungsi

komunikasi yang berhubungan dengan interaksi warga dengan pemerintah,

dengan regulator pemerintah, legislatif (dipilih dan diangkat) dan lengan

peraturan pemerintah. Humas pemerintah membantu untuk memfasilitasi

komunikasi dengan konstituen dan dengan publik pemerintah (Lee, Neeley, &

Stewart, 2012). Humas pemerintah juga diharuskan mampu menghadapi isu-

isu strategis mengenai masalah-masalah kebijakan publik, dan bagaimana

berinteraksi dengan organisasi dan konstituen lainnya, maka Humas

Pemerintah dituntut untuk terlibat dalam komunikasi dua arah dengan

publiknya yang merupakan cara paling efektif.

Lembaga Humas adalah unit organisasi dalam instansi pemerintah yang

melakukan fungsi manajemen bidang informasi dan komunikasi kepada

publiknya. Sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur

Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2011

tentang Pedoman Umum Tata Kelola Kehumasan di Lingkungan Instansi

Pemerintah menjelaskan bahwa, Humas Pemerintah adalah lembaga Humas

dan/atau praktisi Humas pemerintah yang melakukan fungsi manajemen dalam

bidang informasi dan komunikasi yang persuasif, efektif, dan efisien, untuk

menciptakan hubungan yang harmonis dengan publiknya melalui berbagai

sarana kehumasan dalam rangka menciptakan citra dan reputasi yang positif

instansi pemerintah (PERMENPAN, 2011).


Menurut Steiner, peran pemerintah tidak seharusnya menjadi

komunikan pasif, hanya merespon pertanyaan yang diarahkan. Namun,

sebaliknya lebih baik melalui pembentukan program informasi yang agresif

namun realistis. Ini berarti bahwa komunikasi harus jujur, informatif, lengkap,

tepat waktu, dan tidak muluk-muluk. Keterbukaan komunikasi antara

pemerintah dan warga negara harus tidak menjadi pertanyaan tapi pernyataan

yang pasti (Castelli, 2007).

Kurang lengkapnya keterbukaan dan sifat responsif dari manajemen

organisasi yang buruk akan mengabaikan kesejahteraan masyarakat.

Sebaliknya, dengan lebih terbuka dan responsif terhadap publiknya, Humas

Pemerintah akan membuka peluang bagi lembaga negara (Lembaga

Pemerintahan) terdorong untuk memberikan pelayanan yang lebih baik bagi

warga negara. Oleh karena itu, Humas dalam pemerintahan bertujuan untuk

memastikan kerja sama aktif dalam program pemerintah, seperti halnya dalam

pembentukan dan pencapaian opini serta tujuan bersama, sebab apa yang

menjadi tujuan pemeritah tidak lepas dari kepentingan dan kebutuhan

warganya. Karena itulah dibutuhkan partisipasi dari warga serta keaktifan

Humas Pemerintah untuk mewujudkan tujuan bersama dan saling

menguntungkan.

3. Fungsi Public Relations


Terdapat empat peran utama public relations yang mendeskrisikan sebagian

besar praktik public relations. Peran yang dilakukan oleh praktisi public relations
berbeda-beda sesuai dengan tingkatannya, termasuk ke dalam peran yang

mendominasi profesi public relations dan juga peran dalam berhadapan dengan

orang lain. Dalam (Cutlip, Center, & Broom, 2009) terdapat empat peranan besar

dalam public relations. Peranan tersebut terdiri dari:


1) Teknisi Komunikasi (Technichian Communication)

Peran teknisi komunikasi memiliki job description dalam tataran teknis

dalam komunikasi, yaitu mengkomunikasikan dan mengimplementasikan

program, sehingga tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan atau kebijakan.

2) Expert Prescriber

Expert Prescriber berperan dalam sebagai pakar atau ahli, dan biasa disebut

otoritas dalam persoalan public relations dan solusinya. Praktisi yang beroperasi

sebagai praktisi pakar bertugas mendefinisikan problem, mengembangkan

program, dan bertanggungjawab penuh atas implementasinya.

3) Fasilitator Komunikasi (Communication Fasilitator)

Peran fasilitator komunikasi bagi seorang praktisi adalah sebagai pendengar

yang peka dan broker atau perantara komunikasi. Fasilitator komunikasi

bertindak sebagai perantara (liaison), interpreter, dan mediator antara organisasi

dan publiknya. Mereka menjaga komunikasi dua arah dan memfasilitasi

percakapan dengan menyingkirkan rintangan dalam hubungan dan menjaga agar

komunikasi tetap terbuka. Tujuannya adalah memberi informasi yang dibutuhkan

manajemen atau publik untuk membuat keputusan demi kepentingan bersama.

4) Fasilitator Pemecah Masalah (Problem Solving Facilitator)

PR berkolaborasi dengan manajer lain untuk mendefinisikan dan

memecahkan masalah. Fasilitator pemecah masalah dimasukkan ke dalam tim

manajemen karena memiliki keahlian dan ketrampilan dalam membantu manajer

lain untuk menghindari masalah atau memecahkan masalah. Akibatnya,


pandangan public relations akan dipertimbangkan dalam pembuatan keputusan

manajemen.

Berdasarkan paparan peran public relations tersebut, tugas public relations

terbagi menjadi dua yaitu fungsi manajerial dan fungsi teknis (Grunig, Grunig, &

Dozier, 2009). Fungsi manajerial public relations cenderung berpartisipasi

dalam proses pengambilan keputusan organisasi, seperti halnya peran expert

prescriber dan problem solving fasilitator. Sedangkan peran teknisi komunikasi

mengacu pada praktisi sebagai penyedia layanan teknis seperti halnya yang

tertera dalam peran teknisi komunikasi dan fasilitator komunikasi, yang

menghasilkan bahan jaminan yang dibutuhkan untuk melaksanakan program

komunikasi atau hubungan masyarakat yang direncanakan melalui peran

komunikasi.

Public relations berperan penting untuk membantu lancarnya kegiatan

manajemen. Jika keempat peran tersebut dapat dilaksanakan oleh public relations

maka kinerja PR akan berjalan dengan maksimal karena dengan demikian PR

dapat menjalankan fungsi-fungsinya secara lebih baik, khususnya dalam

membantu hal-hal yang berkaitan dengan upaya menilai sikap publik terhadap

organisasinya, dengan melakukan komunikasi yang sifatnya 2 arah (two way

communication), yang bertujuan untuk menciptakan kerjasama yang positif

dalam rangka mendukung tujuan-tujuan perusahaan.


a. Fungsi Public Relations
Tugas utama public relations adalah menjalin hubungan baik dengan publik

internal maupun eksternal, dengan cara mengenal publik dengan baik, saling

berkomunikasi dengan publik, dan selalu menjaga nama baik perusahaan atau

organisasi ketika sedang bekerjasama atau ketika sedang berhubungan dengan

publik. Dengan begitu akan tercipta iklim (opini publik) yang saling

menguntungkan antara perusahaan dengan publiknya.

James E. Grunig yang menyatakan bahwa public relations sebagai

pengelolaan komunikasi antara organisasi dan publiknya (Newsom, Turk, &

Kruckeberg, 2013). Secara umum fungsi public relations adalah untuk

membangun hubungan antara perusahaan atau organisasi dengan publiknya,

melalui tindakan dan komunikasi. Fungsi public relations dalam tataran

manajerial mengarah pada kegiatan merencanakan langkah-langkah serta

menyusun strategi yang tepat dalam membangun dan menjaga hubungan yang

saling menguntungkan antara organisasi dan publik. Hal tersebut dilakukan

dalam rangka mendukung pancapaian misi organisasi yang ditetapkan

berdasarkan filosofi organisasi dan disesuaikan dengan kondisi publik.

Public relations adalah fungsi manajemen yang khas yang membantu

membangun dan memelihara hubungan timbal balik komunikasi, pemahaman,

penerimaan dan kerja sama antara organisasi dan publiknya, melibatkan

pengelolaan masalah atau isu, membantu manajemen agar terus memberi

informasi dan responsif terhadap opini publik, mendefinisikan dan menekankan

tanggung jawab manajemen untuk melayani kepentingan umum, membantu


manajemen tetap mengikuti dan memanfaatkan perubahan secara efektif,

berfungsi sebagai sistem peringatan dini untuk membantu mengantisipasi tren,

dan menggunakan penelitian dan teknik komunikasi suara yang etis sebagai alat

utamanya (Onyiengo, 2014). Menurut Newsom, Turk, & Kruckeberg, (2013)

terdapat tiga fungsi yang terdapat pada public relations, diantaranya adalah:

a. Mengontrol publik (to control publics)

Dengan mengarahkan apa yang dipikirkan dan dilakukan oleh publik untuk

memuaskan kebutuhan atau keinginan dalam sebuah institusi (Newsom, Turk,

& Kruckeberg, 2013). Public relations sebagai sumber informasi harus

mampu mengendalikan situasi dan memiliki agenda tersendiri untuk

menggiring kesepamahaman dengan publik sesuai yang diinginkan oleh

perusahaan atau organisasi.

Pada prinsipnya, fungsi mengontrol publik berdasarkan pada model two way

asymmetrical, James E. Grunig menyatakan “praktik public relations two way

asymmetrical model" berarti umpan balik (feed back) hanya digunakan untuk

mengetahui cara terbaik untuk meyakinkan orang dan mendapat persetujuan.

Fungsi mengontrol publik sama halnya seperti yang diungkapkan oleh Stephen

A. Greyser sebagai model manipulasi yang melihat publik sebagai sasaran,

model ini mendeskripsikan public relations selama masa berkomunikasi dan

berinisiatif (Newsom, Turk, & Kruckeberg, 2013). Dengan menggunakan

persuasi dan manipulasi untuk mempengaruhi khalayak agar berperilaku

sesuai keinginan organisasi. Public relations berfokus pada upaya


mempengaruhi dan mempersuasi bukan hanya pada opini namun juga sikap

publik yang merupakan dasar dari semua aktivitas dan fungsi public relations.

b. Merespon Publik (to respond publics)

Bereaksi bagi pembangunan, permasalahan atau insiatif bagi yang lainnya.

Fungsi public relations meliputi tanggung jawab dan daya tanggap

(responsiveness) dalam kebijakan dan informasi demi kepentingan terbaik

organisasi dan publiknya (Newsom, Turk, & Kruckeberg, 2013). Ketika fungsi

public relations menyediakan informasi dan umpan balik (feedback) mengenai

kebutuhan dan harapan publik, maka tugas utama organisasi tersebut adalah

karakteristik dari fungsinya (Bowen, Rawlins , & Martin , 2012). Public

relations dituntut untuk dapat menjadi jembatan penghubung antara instansi

dengan publiknya dalam penyampaian kebijakan bagi perusahaan atau

organisasi ke publik, begitu juga menjadi mediator dalam menyerap aspirasi

dan keinginan publik untuk disampaikan ke perusahaan sehingga terjadi suatu

pengertian yang dapat memperlancar jalannya perusahaan dalam mencapai

tujuannya. Karena pada prinsipnya seorang public relations harus dapat

mengetahui dan menanggapi sikap publiknya dengan cara mengatur dan

menekankan tanggung jawab manajemen guna melayani kepentingan

publiknya yang selanjutnya harus dapat disampaikan kembali kepada

publiknya untuk menjadi perhatian organisasi tersebut guna menjadi

pertimbangan untuk pembuatan kebijakan.


Dalam upaya melayani kepentingan publik menurut Stephen A. Greyser,

public relations memiliki fungsi sebagai service model yang melihat publik

sebagai raja (Newsom, Turk, & Kruckeberg, 2013). Model ini

menggambarkan praktik yang didominasi pada era reaksi dan respons. Pada

fungsi ini, public relations berfokus pada pelayanan kepentingan publik

sebagai pertimbangan utama, sebab peran dan dukungan publik atau

stakeholder pada jalannya suatu perusahaan atau organisasi sangat penting.

c. Mencapai hubungan yang saling menguntungkan di antara semua publik yang

dimiliki oleh institusi (to achieve mutually beneficial relationships among all the

publics that an institution has),

Dengan mendorong keharmonisan diantara berbagai publik institusi (termasuk

kelompok-kelompok seperti karyawan, konsumen, pemasok, dan produsen).

Menurut Stephen A. Greyser, public relations dalam fungsinya untuk

mencapai hubungan yang saling menguntungkan di antara semua publik yang

dimiliki oleh institusi, public relations melihat publik sebagai rekan bisnis

yang disebut sebagai model transaksional (transactional model) yang

mendeskripsikan public relations selama era perencanaan dan penyajian

(presenting). Seperti yang dipaparkan oleh public relations Society of America

(PRSA) bahwa fungsi public relations saat ini menekankan pada konsep

“engagement” dan membangun hubungan, sehingga public relations

membantu sebuah organisasi dan masyarakatnya saling beradaptasi satu sama

lain (PRSA, 2017).


Untuk menjalin hubungan dengan publik, public relations harus dapat

mengidentifikasi apa kepentingan perusahaan atau organisasi dan apa yang

menjadi kepentingan publik terhadap perusahaan, selain itu mengidentifikasi

key publik atau publik kunci guna memudahkan proses mencapai hubungan

yang saling menguntungkan karena setiap publik pasti akan memiliki

kepentingan dan memiliki karakteristik yang berbeda sehingga akan

membutuhkan treatment yang juga berbeda. Disisi lain dalam fungsi public

relations ini, masing-masing pihak baik perusahaan atau organisasi dan publik

dituntut untuk saling memahami sudut pandang satu dengan yang lainnya, dan

apabila persuasi dan engagement berhasil dikarenakan komunikasi atau arus

informasi mengalir dengan baik antara perusahaan atau organisasi dengan

publik.

Dari ketiga fungsi tradisional yang dipaparkan diatas, upaya penyampaian

pesan untuk mencapai kesepakatan bersama merupakan dasar dari segala

aktivitas public relations, mempersuasi dan mengubah opini publik tentang

berbagai hal yang mungkin mempengaruhi organisasi guna mencapai

hubungan saling menguntungkan, mulai dari aspek membentuk dan

mempengaruhi publik, pelayanan informasi dengan komunikasi dua arah guna

mencapai kesepahaman bersama, hingga bagaimana public relations berupaya

dalam membangun hubungan untuk mencapai keuntungan bersama dengan

publiknya.
b. Fungsi Humas Pemerintah
Peranan Humas pemerintah adalah untuk memberikan sanggahan mengenai

pemberitaan yang salah dan merugikan pemerintah, dan mengkomunikasikan

atau menginformasikan berbagai kebijakan pemerintah kepada masyarakat. Hal

ini bertujuan untuk membentuk citra positif pemerintah daerah tersebut dimata

publiknya. Pentingnya peran Humas instansi dan lembaga pemerintah dalam

masyarakat modern yaitu dalam melakukan kegiatan-kegiatan dan operasinya di

berbagai tempat berbagai bidang (Moore, 2004).

Secara umum, fungsi Humas Pemerintah adalah sebagai juru bicara lembaga,

fasilitator, memberikan pelayanan informasi kepada publik, menindaklanjuti

pengaduan publik, program, produk atau jasa lembaga, menciptakan iklim

hubungan internal dan eksternal yang kondusif dan dinamis. Lee membagi tiga

bagian dari fungsi Humas Pemerintah, bagian pertama sebagai Kewajiban:

Fungsi Demokrasi Humas Pemerintah, kedua Optional:Fungsi Pragmatis pada

Humas Pemerintah, dan yang ketiga adalah Fungsi Politik Humas Pemerintah

(Lee, Neeley, & Stewart, 2012).

1) Fungsi Demokrasi Humas Pemerintah

Komunikasi merupakan prasyarat dasar pada demokrasi, sehingga pemerintah

harus menyediakan sarana komunikasi untuk menanggapi atau bersifat responsif

kepada publiknya. Maka, terdapat tiga fungsi Humas Pemerintah dalam

pelaksanaan demokrasi yaitu:

a) Media Relations
Pemerintah sebagai pelayan publik dituntut untuk mempertanggungjawabkan

kinerjanya kepada publik, untuk bekerja secara transparan salah satunya

dengan memenuhi kewajibannya dalam menanggapi pertanyan dan

permintaan media. Menurut Lee, Humas Pemerintah dalam ranah demokrasi

harus bersifat kooperatif dengan press, sehingga menjalin hubungan baik

dengan media merupakan hal yang sangat penting (Lee, Neeley, & Stewart,

2012).

b) Public Reporting

Public Reporting atau laporan kepada publik merupakan suatu aspek

pertanggungjawaban pemerintah kepada publik dalam suatu demokrasi

dengan cara menyampaikan informasi secara langsung kepada publik secara

luas. Kegiatan public reporting diantaranya adalah annual report, open house,

pameran, divisi pembicara, dan lain sebagainya.

c) Responsiveness to The Public (as citizens)

Pemerintah dituntut untuk bersifat responsif kepada publik, salah satunya

dengan mendengarkan aspirasi dari publik. Aspek lain dari bersifat responsif

kepada publik adalah partisipasi warga dalam pembuatan keputusan atau

disebut dengan citizen partisipatory. Partisipasi warga dalam Humas

pemerintah adalah jalan untuk opini publik bisa mempengaruhi proses

pembuatan keputusan dari bawah. Citizen partisipatory terdiri dari kegiatan

public hearing, advisory commitees, drop-in center, FGD (Focus Group

Discussion), survei, fasilitasi, open house, pameran, dan lain sebagainya.

2) Fungsi Pragmatis Humas Pemerintah


Fungsi pragmatis Humas Pemerintah berfokus pada bagaimana Humas

Pemerintah membantu institusinya dalam mencapai tujuan dengan lebih cepat

dan lebih mudah, diataranya dengan:

a) .Responsiveness to the Public as Customers and Client

Fungsi bersifat responsif ini lebih berfokus pada kelompok sebagai sarana

public relations yang dapat meningkatkan dalam mencapai misi institusi.

Sebagai contoh, unit-unit pemerintah memiliki ombudsman, yang bertugas

tugas untuk menyelidiki keluhan dari klien dan pelanggan dan kemudian untuk

memperbaiki kesalahan dengan tujuan memperbaiki kinerja dan meningkatkan

pelayanan.

b) Peningkatan Pemanfaatan Pelayanan dan Produk

Dalam public outreach, pejabat terpilih mengharapkan instansi pemerintah

untuk terlibat dalam penjangkauan dengan para pemangku kepentingan

(stakeholders) dan masyarakat umum supaya mengetahui informasi penting.

Bagian dari Humas Pemerintah adalah untuk terlibat dalam jangkauan yang

menginformasikan pelanggan potensial dan klien dari layanan yang mungkin

dapat mereka digunakan. Orang-orang harus terlibat dalam kegiatan

komunikasi yang memungkinkan untuk mencapai demografis yang di cari

supaya mengetahui berbagai program yang disediakan.

c) Edukasi Publik dan Kampanye Pelayanan Publik

Dengan menggunakan cakupan media berbayar dan gratis, instansi dapat

mencapai misi dan mengurangi pengeluaran dengan mendorong perilaku

yang berpegang pada nilai-nilai yang disepakati secara luas yang disebut
dengan Kampanye Pelayanan Publik. Hal tersebut digunakan Pemerintah

dalam menjangkau publik sebagai cara untuk mencapai tujuan kebijakan

publiknya. Seperti halnya pihak Kepolisian Lalu Lintas memberikan

kampanye tentang penggunaan seat belt,dan lain-lain.

d) Mencari Relawan Kepatuhan Publik dengan Hukum dan Peraturan

Institusi dapat mengurangi biaya regulasi mereka dengan terlibat dalam

public relations untuk mendorong kepatuhan bersifat sukarela dengan hukum

yang baru, peraturan, dan program-program yang telah ditugaskan untuk

menegakkannya.

e) Menggunakan Publik sebagai Mata dan Telinga dari Instansi

Instansi Pemerintah dapat mendorong warga untuk berperan sebagai mata dan

telinga mereka. Sebagai contoh, ketika seseorang memilih untuk menelepon

911 dalam keadaan darurat, ia telah dilibatkan secara efektif oleh polisi dan

pemadam kebakaran untuk melayani sebagai anggota organisasi informal.

Hal ini kadang-kadang disebut sebagai co-produksi jasa pemerintah. Kunci

keberhasilan fungsi ini adalah bahwa warga yang akrab dengan peran

potensial mereka sebagai perpanjangan badan, kesadaran dicapai melalui

Humas Pemerintah.

3) Fungsi Politik pada Humas Pemerintah

Secara umum, instansi pemerintah menginginkan otonomi, lalu mereka dapat

beroperasi lebih seperti yang diinginkan dan dengan lebih sedikit campur tangan

politik dari legislator dan kepala eksekutif yang terpilih.


a) Meningkatkan Dukungan Publik

Di mata pejabat terpilih, Humas Pemerintah harus bersifat pasif dalam

menerapkan apa pun yang ditetapkan lembaga terpilih. Institusi mungkin

memiliki tingkat dukungan publik bukan karena terang-terangan mengejar

tujuan tersebut, melainkan sebagai konsekuensi dari kegiatan bread and

butter, atau saling mendukung yang termasuk pelaksanaan fungsi Humas

nomor 1 sampai 7 yang telah dijelaskan sebelumnya (Lee, Neeley, & Stewart,

2012).

Di dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi

Birokrasi Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum

Tata Kelola Kehumasan di Lingkungan Instansi Pemerintah, Fungsi Humas

adalah (PERMENPAN, 2011):

1. Membentuk, meningkatkan, serta memelihara citra dan reputasi positif

instansi pemerintah dengan menyediakan informasi tentang kebijakan,

program, dan kegiatan instansi.

2. Menciptakan iklim hubungan internal dan eksternal yang kondusif dan

dinamis.

3. Menjadi penghubung instansi dengan publiknya.

4. Melaksanakan fungsi manajemen komunikasi, yang meliputi kegiatan

perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan pemberian masukan dalam

pengelolaan informasi.

Humas Pemerintah sudah selayaknya menjalankan fungsi Public relations

pada umumnya, seperti menyampaikan informasi, mempersuasi publik, membina


hubungan dengan stakeholders, membantu institusi untuk mencapai tujuannya,

dan lain sebagainya. Dengan menerapkan berbagai fungsi tersebut, Humas

Pemerintah akan lebih mudah menjalankan tanggung jawabnya dalam proses

demokrasi bersama sektor publik dan memberikan dukungan dan kontribusi

terhadap institusi yang menaunginnya.

4. Stakeholders
Stakeholder adalah semua pihak baik internal maupun eksternal yang

memiliki hubungan baik bersifat mempengaruhi maupun dipengaruhi, bersifat

langsung ataupun tidak langsung oleh perusahaan. Dengan demikian, stakeholder

mencakup pihak internal maupun pihak eksternal, seperti pemerintah, perusahaan

pesaing, masyarakat sekitar, lingkungan internasional, lembaga diluar perusahaan

(LSM dan sejenisnya) lembaga pemerhati lingkungan, para pekerja perusahan,

kaum minoritas dan lain sebagainya yang keberadaannya sangat mempengaruhi

atau dipengaruhi perusahaan (Hadi, 2014).

Stakeholder memiliki kekuatan dalam mempengaruhi jalannya organisasi.

Kekuatan stakeholder atau stakeholder power berarti kemampuan untuk

menggunakan sumber daya untuk membuat terjadinya peristiwa atau menjamin

hasil yang diinginkan. Stakeholder memiliki lima jenis kekuatan, diantaranya

adalah voting power, economic power, political power, legal power dan

informational power (Lawrence & Weber, 2014).

a. Voting Power
Voting power dapat diartikan bahwa stakeholder memiliki hak

legitimasi untuk mengarahkan pilihan.

b. Economic Power

Pelanggan, pemasok, dan pengecer memiliki kekuatan ekonomi atau

economic power dengan perusahaan, mereka memiliki wewenang

untuk menentukan jalannya produksi dan pemasaran produk seperti

menolak pesanan, memboikot produk dan lain sebagainya. Sedangkan

dari sisi internal, karyawan juga memiliki wewenang dalam

menentukan tingkat produktivitas perusahaan.

c. Political Power

Pemerintah menjalankan kekuatan politik melalui legislasi, regulasi,

atau perkara hukum. Pemerintah dapat bertindak secara langsung

dalam menggunakan kekuatan politiknya, sedangkan stakeholder

lainnya menggunakan kekuatan politiknya secara tidak langsung

dengan mendorong pemerintah menggunakan wewenangnya dalam

pembuatan regulasi. Namun, stakeholders juga dapat menjalankan

kekuatan politiknya secara langsung dengan aksi sosial, lingkungan,

atau komunitas aktivis yang mengorganisir fakta-fakta tindakan

perusahaan.

d. Legal Power

Pemangku kepentingan memiliki kekuatan hukum ketika mereka

membawa tuntutan terhadap perusahaan untuk kerusakan, berdasarkan

kerugian yang disebabkan oleh perusahaan. Misalnya, tuntutan hukum


yang dibawa oleh pelanggan yang disebabkan oleh produk cacat,

dibawa oleh karyawan karena cedera di tempat kerja, dibawa oleh

pemerhati lingkungan karena kerusakan spesies bahaya atau habitat

oleh polusi.

e. Informational Power

Stakeholders memiliki kekuatan informasi ketika mereka memiliki

akses ke data yang berharga, rincian fakta. Pengungkapan informasi

dapat digunakan untuk mempersuasi, memobilisasi, atau mengancam

orang lain.

Berbagai wewenang atau kekuatan tersebut biasa digunakan stakeholders

sebagai alat untuk mengubah kebijakan perusahaan, dengan memberikan tekanan

kepada perusahaan untuk mengubah sikapnya.

Kepentingan antar stakeholder seringkali berbeda bahkan dapat

bertentangan antara satu dengan yang lain. Adanya konflik di suatu wilayah

merupakan akibat dari ketidakselarasan tujuan dari setiap stakeholders, sehingga

konflik antar stakeholders dalam memperebutkan sumberdaya lingkungan muncul

di berbagai daerah (Baiquni & Rijanta, 2003). Konflik antar stakeholders yang

dimaksud dalam hal ini dapat diklasifikasikan dalam bentuk antara masyarakat

dengan pemerintah daerah kabupaten/kota, antara pemerintah pusat dan daerah

provinsi atau kabupaten/kota, antar antara perusahaan dengan pemerintah, konflik

antar perusahaan dengan masyarakat maupun konflik antar kelompok masyarakat.


a. Publik
Istilah publik secara tradisonal berarti setiap kelompok (atau mungkin,

individu) yang memiliki beberapa keterlibatan dengan organisasi (Newsom, Turk

dan Kruckeberg, 2013). Publik mencakup tetangga organisasi, pelanggan,

karyawan, dan pesaing dan pembuat kebijakan pemerintah. Publik dan organisasi

memiliki konsekuensi satu sama lain yaitu apa yang dilakukan oleh publik

organisasi memiliki dampak pada organisasi tersebut dan sebaliknya. Publik

merupakan audience yang aktif yang berarti memiliki konsekuensi satu dengan

yang lain. Dalam public relations, istilah publik (khalayak aktif) mencakup setiap

kelompok masyarakat yang terikat Bersama, namun secara longgar, oleh

beberapa ikatan kepentingan dan kepedulian yang sama dan memiliki

konsekuensi bagi organisasi. Mengidentifikasi publik-publik ini adalah

merupakan tugas dari praktisi PR sebagaimana keterkaitan mereka dengan

praktisi organisasi (Newsom, Turk dan Kruckeberg, 2013).

John Dewey, mendefinisikan publik sebagai sebuah unit sosial yang aktif

terdiri dari semya dari mereka yang terkena dampak masalah yang mereka

pahami Bersama (Cutlip, Center, & Broom, 2009). Menurutnya, publik dibentuk

oleh pengakuan terhadap konsekuensi buruk dalam membawa kepentingan

Bersama, namun tanpa komunikasi akan tetap menjadi bayangan dan tanpa

bentuk. Hal ini menunjukkan bahwa perlu dibangun komunikasi yang strategis

antara publik dengan organisasi. Hal utama yang dapat dilakukan dalam

mengidentifikasikan target publik secara strategis adalah bagaimana individu dan

kelompok terlibat dan dipengaruhi dalam situasi yang akan dijadikan sasaran
intervensi program seperti yang telah dirumuskan oleh Grunig yaitu setiap

organisasi harus memperhatikan semua golongan publiknya, bahkan publik yang

kurang peduli akan organisasi dan tidak berdampak langsung akan kebijakan

yang diusung organisasi. Grunig mengemukakan empat tipe publik, yaitu (Cutlip,

Center, & Broom, 2009):

1.All-issues publics, yaitu mereka yang aktif terhadap semua isu.

2. Aphathetic public, yaitu mereka yang tidak perhatian dan tidak aktif

terhadap semua isu.

3.Single-issue public yaitu mereka yang aktif terhadap satu atau sejumlah kecil

dari isu-isu terkait.

4.Hot-Issue public, yaitu aktif ketika media mengekspose isu menjadi topik

yang menyebar dalam pembicaraan social.

Dari paparan tipe-tipe publik diatas, dapat dikatakan bahwa publik muncul

dari isu atau situasi tertente, bukan dari berbagai situasi yang saling

bersinggungan. Untuk isu spesifikm muncul publik spesifik yang membutuhkan

informasi, nilai dan prioritas yang berbeda dengan publik lainnya. Kepentingan

dan kebutuhan yang berbeda akan mengarahkan pesan ke sasaran publik strategis.

b. Stakeholder dalam Pembangunan Fasilitas Publik


Stakeholder mampu mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk

mempertahankan dirinya. Keterlibatan masyarakat dan stakeholder dalam suatu

perusahaan memanglah penting, seperti halnya dalam setiap aktivitas yang

dijalankan perusahaan selalu berinteraksi dengan berbagai kelompok eksternal,


seperti: pembuat peraturan, pemerintah, pelanggan, dan masyarakat lingkungan

sekitar perusahaan.

Dalam pembangunan fasilitas publik perlu dipastikan partisipasi publik

pada perumusan rancangan kebijakan. Partisipasi publik yang akan dianalisis

adalah aktor yang terlibat, kepentingan, agenda dan pengaruh para aktor yang

terlibat pada proses perumusan rancangan kebijakan. Dengan demikian

stakeholder atau pemangku kepentingan merupakan individu, kelompok dan

organisasi yang dipengaruhi atau dapat memengaruhi lingkungan dan generasi

yang akan datang serta memprioritaskan individu-individu dan kelompok untuk

terlibat dalam proses pengambilan keputusan (Reed, et al., 2009).

Secara langsung maupun tidak langsung perusahaan memiliki dampak

yang tidak sedikit kepada lingkungan sekitar. Oleh karenanya, dukungan publik

sangat penting sebab hal itu merupakan faktor yang akan membuat operasional

bisnis dapat berjalan lancar atau tidak, seperti halnya dalam masa perusahaan

memulai pembangunan usahanya terlebih dalam aspek pembangunan fasilitas

publik. Menurut Ariyani (2007) seseorang untuk dapat berpartisipasi dalam

pembangunan ada tiga prasyarat, yaitu adanya kesadaran pada diri yang

bersangkutan tentang adanya kesempatan, dan adanya kemauan (sikap positif

terhadap sasaran partisipasi) serta didukung oleh kemampuan (inisiatif untuk

bertindak dengan komitmen). Kemauan dan kemampuan merupakan potensi

yang dimiliki oleh pelaku secara individu maupun kelompok.


Oleh karena itu, perusahaan hendaknya memperhatikan stakeholder,

karena stakeholder merupakan pihak yang mempengaruhi dan dipengaruhi baik

secara langsung maupun tidak langsung atas aktivitas dan kebijakan yang

diambil dan dilakukan perusahaan sebab semua aktivitas yang dilakukan oleh

perusahaan dalam kaitan pembangunan fasilitas publik akan kembali kepada

publik itu sendiri. Apabila perusahaan tidak memperhatikan stakeholder bukan

tidak mungkin akan menuai protes dan dapat mengeliminasi legitimasi

stakeholder.

F. Kerangka Konsep

Pembangunan Bandara Baru bertaraf internasional akan meningkatkan aspek

perekonomian dan kemajuan daerah, yang tentunya melibatkan berbagai

kelompok kepentingan atau stakeholders, baik dari Pemerintah Pusat, Pemerintah

Daerah, investor, bahkan hingga ke komunitas atau masyarakat dari daerah itu

sendiri. Pro dan kontra akan selalu ada pada setiap aktivitas pembangunan yang

melibatkan banyak pihak, seperti halnya yang terjadi pada Proses Pembangunan

Bandara di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Kebijakan terkait dengan pembangunan bandara di Kecamatan Temon

Kabupaten Kulon Progo ini memang sudah berlangsung selama 3 tahun lebih.

Pada awal bahkan hingga awal 2017 konflik ini masih berlanjut dan tahapan

pembangunan pun masih diupayakan. Mengingat hal ini dibutuhkan upaya

komunikasi yang baik di antara pemilik kepentingan dan para stakeholder nya,

yaitu antara, pihak PT. Angkasa Pura I (Persero) dengan Pemerintah Kabupaten
maupun Pemerintah Provinsi dan masyarakat terdampak. Upaya persuasi penting

dilakukan guna untuk memudahkan langkah terbaik untuk mencapai penyelesaian

masalah disemua pihak.

Pendekatan dan persuasi kepada masyarakat memerlukan berbagai fungsi-

fungsi kehumasan atau public relations dalam penerapan komunikasi, mengingat

proses pembangunan bandara ini melibatkan dari berbagai aspek, baik dari pihak

Pemerintah Kabupaten Kulon Progo maupun PT. Angkasa Pura I (Persero) dengan

masyarakat untuk memudahkan proses komunikasi dan juga sosialisasi. Fungsi

public relations yang terdiri dari mengontrol publik (to control publics), merespon

publik (to respond publics), dan untuk mencapai hubungan yang saling

menguntungkan antara semua publik dalam (Newsom, Turk, & Kruckeberg, 2013)

sangat dibutuhkan dalam proses komunikasi dengan warga terdampak

pembangunan Bandara di Kulon Progo. Disisi lain Pemerintah diciptakan untuk

mewakili warganya.

Pemerintah Daerah saat ini dituntut untuk melibatkan publik mereka untuk

mencari tahu apa yang mereka inginkan dan apa yang mereka pikirkan. Pemerintah

perlu terlibat dalam dialog dua arah dengan orang-orang yang mereka wakili agar

paling efektif dalam tugas ini sangat penting. Dalam hal ini pemerintah daerah

berperan penting dalam melaksanakan fungsi humas pemerintah, diantaranya

sebagai fungsi demokratis kepada publiknya, seperti halnya media relations,

public reporting, serta responsiveness to the public (as citizens). Pada bagian

kedua adalah Fungsi Pragmatis Humas Pemerintah yang terdiri dari

Responsiveness to the Public as Customers and Client, Peningkatan Pemanfaatan


Pelayanan dan Produk, Edukasi Publik dan Kampanye Pelayanan Publik, Mencari

Relawan Kepatuhan Publik dengan Hukum dan Peraturan dan Menggunakan

Publik sebagai Mata dan Telinga dari Instansi. Dan bagian ketiga adalah Fungsi

Politik Humas Pemerintah dimana Humas Pemerintah berfungsi Meningkatkan

Dukungan Publik (Lee, Neeley, & Stewart, 2012). Diharapkan berbagai fungsi

Public relations tersebut dapat menjadi sarana komunikasi yang selaras dengan

keinginan dari masyarakat sehingga pembangunan dapat berjalan lancar.

Berdasarkan paparan di atas, maka di rumuskan kerangka konsep dalam penelitian

ini sebagai berikut:

Bagan 1. 1: Kerangka Konsep Penelitian

Pembangunan Bandara
Baru di Daerah
Istimewa Yogyakarta Pro

Stakeholders Kontra

Aspek Permasalahan:
Pertentangan dari Masyarakat dan Komunitas Setempat sebagai
Penghambat Proses Pembangunan Bandara Baru

Fungsi Public Relations

PT. Angkasa Pura Fungsi Humas Pemkab Kulon Progo:


I (Persero) A. Fungsi Demokrasi Humas Pemerintah
a) Media Relations
b) Public Reporting
Pemerintah c) Responsiveness to the public (as
Kabupaten Kulon citizens).
Progo B. Fungsi Pragmatis Humas Pemerintah
a) Responsiveness to the Public as
Customers and Client
G. Metodologi Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus yang

menggambarkan tentang bagaimana implementasi fungsi kehumasan terhadap

masyarakat terdampak pembangunan bandara di Kabupaten Kulon Progo, karena

menurut Yin (2008) metodologi studi kasus memiliki kriteria yang sesuai dengan

tujuan yang dilakukan pada penelitian ini, dengan pokok pertanyaan yang berkenaan

dengan “bagaimana” ia diterapkan dan apa hasilnya.

1. Jenis Penelitian

Fokus dalam penelitian ini adalah “Implementasi Fungsi Kehumasan terhadap

Masyarakat Terdampak pada Pembangunan New Yogyakarta International

Airport di Kulon Progo”, maka dari itu penelitian ini akan menggunakan metode

penelitian deskriptif kualitatif dengan pendekatan Studi Kasus (case study). Alasan

mendasar penggunaan studi kasus adalah adanya keunikan pelaksanaan fungsi

kehumasan yang berjalan pada proses pembangunan New Yogyakarta

International Airport di Kabupaten Kulon Progo, dijalankan oleh dua instansi

dengan latar belakang yang berbeda, yaitu pihak Pemerintah Kabupaten Kulon

Progo dan PT. Angkasa Pura I (Persero). Dalam penelitian ini, penulis tidak

memiliki kemampuan untuk memengaruhi objek yang diteliti (Moleong, 2009). Di

level formal, studi kasus seperti pemeriksaan empiris dengan menggunakan

sumber bukti yang banyak untuk menginvestigasi fenomena kehidupan nyata

dimana batasan-batasan antara fenomena dan konteks tidak dapat dibuktikan

dengan jelas (Dominick, 2006). Penelitian ini memusatkan diri secara intensif pada

satu obyek tertentu dan mempelajarinya sebagai suatu kasus. Penelitian deskriptif
merupakan suatu penelitian yang bertujuan melukiskan secara sistematis fakta atau

karakteristik bidang tertentu secara faktual dan cermat.

2. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada Januari hingga Februari 2017, bertempat di:

1. Kantor Proyek Persiapan Pembangunan Bandara Baru Yogyakarta,

New Yogyakarta International Airport, Yogyakarta. Dengan fokus

penelitian pada kinerja departemen public relations atau Human

Capital and General Affair.

2. Biro Humas Pemerintah Kabupaten Kulon Progo.

3. PPID Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Kulon Progo.

4. Di Kantor Desa Glagah, Desa Palihan, dan Desa Sindutan, Kecamatan

Temon, Kulon Progo.

3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam metode penelitian studi kasus, bukti atau data dapat diperoleh melalui

enam sumber. Sumber tersebut yaitu dokumen, studi pustaka, wawancara,

observasi langsung, observasi pemeran serta, dan dokumen (Yin, 2008). Teknik

pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian menggunakan tiga sumber

bukti, sebagai berikut

a. Wawancara

Wawancara yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah

wawancara tak terstruktur, atau sering juga disebut sebagai wawancara

mendalam, yang dapat dilakukan secara spontan tanpa ada batasan variabel.
Wawancara ini dapat digunakan untuk mengumpulkan informasi yang

tidak mungkin diperoleh lewat observasi. Melalui wawancara peneliti bisa

mendapatkan informasi yang mendalam mengenai Implementasi fungsi

kehumasan terhadap Masyarakat Terdampak pada Pembangunan New

Yogyakarta International Airport di Kulon Progo.

Dalam penelitian ini, wawancara akan diajukan kepada pihak-pihak yang

berkompeten serta memiliki informasi tentang Implementasi Fungsi

Kehumasan terhadap Masyarakat Terdampak pada Pembangunan New

Yogyakarta International Airport di Kulon Progo, Adapun kriteria informan

yang dipilih dalam penelitian ini adalah informan yang mengetahui dan

bertanggung jawab atas segala jenis aktivitas dan Implementasi Fungsi

Kehumasan terhadap Masyarakat Terdampak pada Pembangunan New

Yogyakarta International Airport di Kulon Progo, diantaranya adalah:

1. Public relations Proyek Pembangunan Bandara New Yogyakarta

International Airport, oleh Bapak Khafid selaku Human capital and

General Affair Section Head.

2. Dian Anggraeni selaku Humas (Staff Human Capital and General

Affair).

3. Ibu Arning Rahayu, Humas Pemerintah Kabupaten Kulon Progo.

4. Bapak Heri Widada, S.IP, Kepala Seksi Pengelolaan Informasi dan

Komunikasi Publik Diskominfo PPID Kabupaten Kulon Progo)


Data yang diperoleh dari hasil wawancara tersebut dijadikan sebagai data

primer, yaitu data yang diperoleh dari informan melalui wawancara

langsung yang dilakukan oleh peneliti di lokasi penelitian.

b. Observasi

Observasi ialah teknik pengumpulan data dengan mengadakan

peninjauan secara langsung implementasi fungsi-fungsi kehumasan dengan

menjalin dan membina hubungan terhadap Masyarakat Terdampak pada

Pembangunan New Yogyakarta International Airport di Kulon Progo.

Untuk mendapatkan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, peneliti

mengamati segala sesuatu yang berhubungan dengan strategi komunikasi

dan implementasi fungsi kehumasan terhadap Masyarakat Terdampak pada

Pembangunan New Yogyakarta International Airport di Kulon Progo.

Mulai dari program-program yang dilakukan guna mempersuasi

masyarakat terdampak, media apa saja yang digunakan dalam penyampaian

pesan dan program kepada publik. Observasi melalui pengamatan secara

langsung dilakukan sejak bulan Desember 2016 hingga April 2017.

c. Dokumentasi

Yaitu menggali informasi atau pengetahuan yang ada hubungannya

dengan penelitian melalui dokumentasi kegiatan. Dalam hal ini, dokumen

berasal dari perusahaan, yakni dokumen kegiatan yang dilakukan public

relations PT. Angkasa Pura I (Persero) dan Pemerintah Kabupaten Kulon

Progo dalam implementasi fungsi kehumasan yang berupa annual report,


website resmi, renstra pembanguan bandara dari Kanwil BPN DIY, serta

press release.

4. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

kualitatif. Inti dari analisis kualitaif terletak pada tiga proses yang berkaitan yaitu,

mendeskripsikan fenomena, mengklasifikasikan data ke dalam kategori-kategori

tertentu dan pemaknaan terhadap data. Analisis data yang dilakukan mengacu pada

implementasi fungsi-fungsi kehumasan dalam proses pembangunan bandara baru

di Kulon Progo, maka data-data akan diperoleh dengan menelaah seluruh data

yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu dari hasil wawancara yang dilakukan,

dokumentasi, dan observasi. Selanjutnya diambil sesuai dengan relevansi atau

kebutuhan penelitian.

Peneliti menggunakan analisis interaktif dari Miles dan Huberman, dalam

analisis interaktif, terdapat tiga komponen pokok yang dilakukan sebagai acuan

prosedur dalam pelaksanaan penelitian:

1. Pengumpulan Data, dilakukan melalui wawancara dengan Kepala

Humas (Human capital and General Affair Section Head) dan Staff

Humas (Staff Human Capital and General Affair) Tim Proyek Persiapan

Pembangunan Bandar Udara Internasional Yogyakarta, Humas

Pemerintah Kabupaten Kulon Progo, serta Kepala Seksi Pengelolaan

Informasi dan Komunikasi Publik Diskominfo PPID Kabupaten Kulon

Progo. Selai itu, peneliti juga melakukan pengumpulan data dari renstra

milik Tim Proyek Persiapan Pembangunan Bandar Udara Internasional


Yogyakarta, PPID Kabupaten Kulon Progo dan Kanwil BPN DIY,

berbagai berita di media cetak dan online, website resmi milik PT.

Angkasa Pura I (Persero), NYIA airport, dan PPID Kabupaten Kulon

Progo, yang terkait tentang proses pembangunan bandara di Kecamatan

Temon, Kabupaten Kulon Progo.

2. Reduksi Data, setelah sejumlah data diperoleh dari wawancara dan

dokumentasi dikumpulkan, data tersebut kemudian direduksi atau di

olah. Pengolahan data ini mencakup pengumpulan dan pengelompokan

data yang telah di peroleh ke dalam dua bagian yang akan dibahas pada

hasil pembahasan, yaitu fungsi public relations PT. Angkasa Pura I

(Persero) yang dijalankan oleh Tim Proyek Persiapan Pembangunan

Bandar Udara Internasional Yogyakarta dan Pemerintah Kabupaten

Kulon Progo dengan tiga kategori utama, diantaranya Fungsi

Demokrasi, Fungsi Pragmatis, dan yang ketiga adalah Fungsi Politik.

3. Sajian Data, data yang telah diolah dan dikelompokkan berdasarkan

kategori yang telah ditentukan kemudian dipaparkan untuk

menggambarkan fungsi kehumasan yang berjalan terhadap masyarakat

terdampak pembangunan New Yogyakarta International Airport di

Kulon Progo. Kemudian penyajian data ini mengadopsi teori Fungsi

Humas Pemerintahan oleh Lee, Neeley, dan Stewart (2012).

4. Penarikan Kesimpulan, Dalam hal ini, peneliti menarik kesimpulan

tentang Implementasi Fungsi-Fungsi Kehumasan terhadap Masyarakat

Terdampak pada Pembangunan New Yogyakarta International Airport


di Kulon Progo. Jadi pada tahap ini peneliti memberi jawaban atas

pertanyaan penelitian tersebut berdasarkan reduksi data dan penyajian

data yang telah didapat. Setelah itu peneliti bisa mengambil keputusan

untuk memberikan saran terhadap masalah yang dihadapi sehingga

penelitian ini mampu bermanfaat di dunia akademisi mengenai

perkembangan public relations sebagai bentuk komunikasi eksternal

perusahaan khususnya di Indonesia. Setelah data terkumpul, kemudian

peneliti akan mengolah dan menganalisis data tersebut dengan

menggunakan analisis secara deskriptif kualitatif.

6. Sistematika Penulisan

Guna mendapatkan gambaran yang jelas pada penelitian yang dilakukan, maka

disusun sistematika penulisan yang berisi informasi yang mencakup materi dan hal-

hal yang dibahas dalam setiap bab, adapun sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab I berisikan mengenai uraian latar belakang masalah, rumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka pemikiran

terkait konsep fungsi public relations, fungsi humas pemerintah dan

stakeholders, metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab II berisikan mengenai pengembangan tinjauan literatur atau

pembahasan tentang objek penelitian. Disini akan dibahas lebih lanjut


mengenai pengembangan teori yang terkait dengan korporasi,

pemerintah dan masyarakat sebagai publik, dengan konsep fungsi

public relations, fungsi humas pemerintah, community relations, serta

masyarakat. Selain itu, dibahas mengenai peran komunikasi terhadap

dinamika pengadaan tanah di Indonesia.

BAB III GAMBARAN UMUM

Bab III digunakan untuk memaparkan lebih terperinci mengenai profil

New Yogyakarta International Airport, konsep serta tahapan-tahapan

pembangunan bandara, selain itu juga dipaparkan mengenai pihak atau

aktor yang terlibat dalam proses komunikasi pembangunan bandara

terhadap masyarakat terdampak.

BAB IV PEMBAHASAN

Dalam bab IV akan dipaparkan mengenai hasil penelitian serta analisis

berdasarkan teori-teori yang telah disampaikan pada bab I mengenai

implementasi fungsi kehumasan yang dijalankan oleh PT. Angkasa

Pura I (Persero) dan Pemerintah Kabupaten Kulon Progo.

BAB V PENUTUP

Pada bab V ini berisikan mengenai kesimpulan dari penelitian yang

telah dilakukan, serta akan dipaparkan mengenai beberapa saran.

Anda mungkin juga menyukai