2. Epidemiologi
Gagal jantung merupakan penyebab utama dirawatnya
lansia yang berusia diatas 60 tahun. Pada negara berkembang gagal
jantung rata-rata menyerang orang dengan usia 75 tahun. 2-3% dari
populasi menderita gagal jantung, tapi pada usia 70-80 tahun
presentase terjadinya penyakit ini meningkat menjadi 20-30%.
Penyakit gagal jantung saat ini semakin meningkat, dimana jenis
penyakit gagal jantung yang paling tinggi prevalensinya
adalah Congestive Heart Failure (CHF). Di Eropa, tiap tahun
terjadi 1,3 kasus per 1000 penduduk yang berusia 25 tahun. Sedang
pada anak – anak yang menderita kelainan jantung bawaan,
komplikasi gagal jantung terjadi 90% sebelum umur 1 tahun,
sedangkan sisanya terjadi antara umur 5 – 15 tahun.
3. Etiologi
Mekanisme fisiologis yang menyebabkan timbulnya
dekompensasi kordis adalah keadaan-keadaan yang meningkatkan
beban awal, beban akhir atau yang menurunkan kontraktilitas
miokardium. Keadaan yang meningkatkan beban awal seperti
regurgitasi aorta, dan cacat septum ventrikel. Beban akhir
meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta atau
hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada
infark miokard atau kardiomyopati. Faktor lain yang dapat
menyebabkan jantung gagal sebagai pompa adalah gangguan
pengisian ventrikel (stenosis katup atrioventrikuler), gangguan
pada pengisian dan ejeksi ventrikel (perikarditis konstriktif dan
temponade jantung). Dari seluruh penyebab tersebut diduga yang
paling mungkin terjadi adalah pada setiap kondisi tersebut
mengakibatkan gangguan penghantaran kalsium di dalam
sarkomer, atau di dalam sistesis atau fungsi protein kontraktil
( Price. Sylvia A, 1995).
Penyebab utama left-sides cardiac failure adalah hipertensi
sistemik, mitral or aortic valve disease, iskemia artery, primary
heart disease of the myocardium. Penyebab paling utama
dari right-sided cardiac failure adalahleft ventricular failure yang
berkaitan dengan penyumbatan pulmonary dan peningkatan
tekanan arteri pulmonary. Ini juga bisa terjadi pada
ketidakberadaan left-sided failure pada pasien dengan intrinsic
diseasepada parenkim jantung atau pulmonary vasculature (cor
pumonale) dan pada pasien tricuspid valve disease. Terkadang
diikuti dengan congenital heart disease, dimana terjadi left to-
right shunt.
(1) Dekompensasi pada gagal jantung kronik yang sudah
ada (kardiomiopati). (2) Sindroma koroner akut. (3) Infark
miokardial/unstable angina pektoris dengan iskemia yang
bertambah luas dan disfungsi sistemik. (4) Komplikasi kronik
IMA. (5) Infark ventrikel kanan. (6) Krisis Hipertensi.(7) Aritmia
akut (takikardia ventrikuler, fibrilasi ventrikular, fibrilasi atrial,
takikardia supraventrikuler, dll). (8) Regurgitasi
valvular/endokarditis/ruptur korda tendinae, perburukan regurgitasi
katup yang sudah ada. (9) Stenosis katup aorta berat. (10)
Tamponade jantung. (11) Diseksi aorta. (12) Kardiomiopati pasca
melahirkan.
4. Patofisiologi
Pada beberapa kasus, dekompensasi kordis dapat terjadi
karena penggunaan darah yang berlebihan oleh jaringan (high
output failure). Cardiac Output yang tidak cukup (forward failure)
sering diikuti oleh penghambatan pada system vena (backward
failure) karena kegagalan ventrikel tidak mampu untuk
mengeluarkan darah yang dikirim oleh vena dalam jumlah normal
saat diastole. Ini dihasilkan saat peningkatan volume darah dalam
ventrikel saat akhir diastole, peningkatan end-diastolic
pressure pada jantung dan akhirnya peningkatan tekanan vena.
Pada permulaan kemacetan, sejumlah respon adaptif local
diberikan untuk mengatur Cardiac Output yang normal, yaitu
reaksi neurohumoral dimana pada awalnya akan terjadi
peningkatan aktivitas system saraf
simpatik. Catecholamines menyebabkan kontraksi yang lebih
bertenaga pada otot jantung dan meningkatkanheart rate.
Kelebihan kerja yang membebani jantung dapat menyebabkan
peningkatan keperluan dalam bentuk yang bermacam-macam
dari remodeling termasuk hipertrofi dan dilatasi.
Pada kasus ruang jantung mendapat tekanan berlebih
(hipertensi, valvular stenosis), hipertrofi dicirikan dengan
peningkatan diameter pada serat otot dimana dinding ventrikel
bertambah tanpa diikuti peningkatan ukuran ruang. Keperluan
oksigen meningkat pada miokardium yang hipertrofi,
meningkatkan masa sel miokardia dan meningkatkan tekanan
dinding ventrikel. Oleh karena capillary beds pada miokardial tidak
selalu meningkat dengan cukup untuk mendapatkan tambahan
oksigen pada otot yang hipertrofi menyebabkan miokardium
mudah mengalami iskemia.
Peningkatan beban kerja jantung pada berbagai tipe
mempengaruhi perkembangan dilatasi jantung atau
perluasan chambers, ketika aktivitas simpatik meningkat dan
mioist yang hipertrofi membuktikan ketidakmampuan untuk
mengalirkan darah dari vena ke jantung. Saat kegagalan jantung
terjadi, tekanan akhir diastolic meningkat, menyebabkan serat otot
jantung meregang yang akhirnya meningkatkan volume rongga
jantung. Sesuai dengan hubungan Frank-Straling, pemanjangan
serat ini diawali dengan kontraksi yang lebih keras sehingga
Cardiac Output (CO) meningkat. Bila ventrikel yang terdilatasi
mampu untuk mengatur CO pada level yang diperlukan tubuh,
pasien dikatakan pada compensated heart failure. Sebaliknya,
dilatasi jantung seperti hipertrofi memberi efek pengurangan pada
jantung. Peningkatan dilatasi dihasilkan pada peningkatan tekanan
dinding pada ruang yang terpengaruh, yang menyebabkan
peningkatan kebutuhan oksigen pada miokardium. Seiring waktu,
miokard yang gagal tidak mampu lagi untuk mendorong darah ke
tubuh (fase decompensasi heart failure).
Pada pasien dengan gagal jantung kiri ini dihasilkan
kemacetan sirkulasi pulmonary pasif. Saat kegagalan ventrikel
berlangsung, tekanan hidostatik pada pulmonary
vasculature meningkat menyebabkan kebocoran cairan dan eritrosit
masuk ke jaringan interstisial dan rongga paru sehingga
menyebabkan pulmonary edema. Kemacetan sirkulasi pulmonal
juga meningkatkan resistensi pembuluh pulmonary sehingga beban
kerja pada sisi kanan jantung meningkat. Peningkatan beban, bila
berlangsung dan severe, bisa menyebabkan jantung kanan gagal
memompa. Kegagalan sisi kanan jantung mempengaruhi
perkembangan kemacetan sistemik vena, dan edema jaringan.
Saat jantung gagal, perubahan sistemik juga terjadi agar CO
mendekati normal. Penurunan output ventrikel kiri berhubungan
dengan penurunan perfusion ginjal yang selanjutnya menyebabkan
aktivasi local pada system rennin-angiotensin yang menyebabkan
tubulus ginjal menyerap air dan sodium. Kejadian ini kadang
disebutsecondary hyperaldosteronism.
Kelainan intrinsic pada kontraktilitas myokard yang khas
pada gagal jantung akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu
kemampuan pengosongan ventrikel yang efektif. Kontraktilitas
ventrikel kiri yang menurun mengurangi curah sekuncup, dan
meningkatkan volume residu ventrikel.
Sebagai respon terhadap gagal jantung, ada 3 mekanisme
primer yang dapat dilihat:
3. Hipertrofi ventrikel
Ketiga respon konpensatorik ini mencerminkan
usaha untuk mempertahankan curah jantung. Kelainan
pada kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung
biasanya tampak pada keadaan beraktivitas. Dengan
berlanjutnya gagal jantung maka kompensasi akan
menjadi semakin kurang efektif.
5. Klasifikasi
Berdasarkan bagian jantung yang mengalami kegagalan
pemompaan, dekompensasi kordis dibagi menjadi gagal jantung
kiri, gagal jantung kanan, dan gagal jantung kongestif. Pada gagal
jantung kiri terjadi dyspnea d`effort, fatigue, orthopnea, dispnea
nocturnal paroksismal, batuk, pembesaran jantung, irama derap,
ventricular heaving, bunyi derap S3 dan S4, pernafasan cheyne
stokes, takikardia, pulsusu internans, ronkhi, dan kongesti vena
pulmonalis. Pada gagal jantung kanan timbul edema, liver
engargement, anoreksia dan kembung. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan hipertrofi jantung kanan, heaving ventrikel kanan,
irama derap atrium kanan, murmur, tanda-tanda penyakit paru
kronik, tekanan vena jungularis meningkat, bunyi P2 mengeras,
asites, hidrothoraks, peningkatan tekanan vena, hepatomegali, dan
pitting edema. Pada gagal jantung kongestif terjadi manifestasi
gabungan gagal jantung kiri dan gagal jantung kanan.
Berdasarkan hubungan antara aktivitas tubuh dengan
keluhan dekompensasi dapat dibagi berdasarkan klisifikasi sebagai
berikut:
6. Gejala Klinis
(1) Sesak nafas (dyspnea) Muncul saat istirahat atau saat
beraktivitas (dyspnea on effort).
(2) Orthopnea.
(3) Sesak muncul saat berbaring, sehingga memerlukan posisi
tidur setengah duduk dengan menggunakan bantal lebih dari
satu. (4) Paroxysmal Nocturnal Dyspneu ( PND ) yaitu sesak
tiba-tiba pada malam hari disertai batuk- batuk.
(5) Takikardi dan berdebar- debar yaitu peningkatan denyut
jantung akibat peningkatan tonus simpatik.
(6) Batuk- batuk terjadi akibat oedema pada bronchus dan
penekanan bronchus oleh atrium kiri yang dilatasi. Batuk sering
berupa batuk yang basah dan berbusa, kadang disertai bercak
darah.
(7) Mudah lelah (fatigue) terjadi akibat curah jantung yang
kurang yang menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan
oksigen serta menurunnya pembuangan sisa katabolisme. Juga
terjadi akibat meningkatnya energi yang digunakan untuk
bernafas dan insomnia yang terjadi akibat distres pernafasan dan
batuk.
(8) Adanya suara jantung P2 , S3, S4 menunjukkan insufisiensi
mitral akibat dilatasi bilik kiri atau disfungsi otot papilaris.
Oedema (biasanya pitting edema ) yang dimulai pada kaki dan
tumit dan secara bertahap bertambah keatas disertai penambahan
berat badan.
(9) Pembesaran hepar terjadi akibat pembesaran vena di hepar.
(10) Ascites.
(11) Bila hepatomegali ini berkembang, maka tekanan pada
pembuluh portal meningkat sehingga cairan terdorong keluar
rongga abdomen.
(12) Nokturia (rasa ingin kencing di malam hari) terjadi karena
perfusi ginjal dan curah jantung akan membaik saat istirahat.
(13) Peningkatan tekanan vena jugularis (JVP)
7. Pemeriksaan Penunjang
1. Keluhan penderita berdasarkan tanda dan gejala klinis
2. Pemeriksaan fisik EKG untuk melihat ada tidaknya infark
myocardial akut, dan guna mengkaji kompensasi seperti
hipertropi ventrikel. Irama sinus atau atrium fibrilasi, gel.
mitral yaitu gelombang P yang melebar serta berpuncak dua
serta tanda RVH, LVH jika lanjut usia cenderung tampak
gambaran atrium fibrilasi.
3. Echocardiografi dapat membantu evaluasi miokard yang
iskemik atau nekrotik pada penyakit jantung kotoner
4. Foto X-ray thorak untuk melihat adanya kongesti pada paru
dan pembesaran jantung
5. Esho-cardiogram, gated pool imaging, dan kateterisasi
arteri polmonal.untuk menyajikan data tentang fungsi
jantung
6. Sonogram : Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik,
perubahan dalam fungsi/struktur katub atau are penurunan
kontraktilitas ventricular
7. Kateterisasi jantung >> Tekanan Abnormal merupakan
indikasi dan membantu membedakan gagal jantung sisi
kanan verus sisi kiri, dan stenosi katup atau insufisiensi,
Juga mengkaji potensi arteri kororner. Zat kontras
disuntikkan kedalam ventrikel menunjukkan ukuran
bnormal dan ejeksi fraksi/perubahan kontrktilitas.
8. Foto polos dada >> Proyeksi A-P; konus pulmonalis
menonjol, pinggang jantung hilang, cefalisasi arteria
pulmonal. Proyeksi RAO; tampak adanya tanda-tanda
pembesaran atrium kiri dan pembesaran ventr
8. Therapy
Tujuan dasar penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung
adalah :
(1) Mendukung istirahat untuk mengurangi beban kerja
jantung.
(2) Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraksi jantung
dengan bahan- bahan farmakologis.
(3) Menghilangkan penimbunan cairan tubuh berlebihan
dengan terapi diuretik , diet dan istirahat.
(4) Menghilangkan faktor pencetus (anemia, aritmia, atau
masalah medis lainnya).
(5) Menghilangkan penyakit yang mendasarinya baik secara
medis maupun bedah.
Penatalaksanaan sesuai klasifikasi gagal jantung adalah sebagai
berikut :
(1) FC I : Non farmakologi.
(2) FC II & III : Diuretik, digitalis, ACE inhibitor,
vasodilator, kombinasi diuretik, digitalis.
(3) FC IV : Kombinasi diuretik, digitalis, ACE inhibitor
seumur hidup.
Terapi non farmakologis meliputi :
(1) Diet rendah garam ( pembatasan natrium ).
(2) Pembatasan cairan.
(3) Mengurangi berat badan.
(4) Menghindari alcohol.
(5) Manajemen stress.
(6) Pengaturan aktivitas fisik
Daftar Pustaka
http://askepkita.com/askep-adhf-acute-decompensated-heart-failure/
http://yuflihul.blogspot.com/2014/09/lp-asuhan-keperawatan-pada-pasien-
acute.html
https://edoc.site/pathway-adhf-pdf-free.html