Anda di halaman 1dari 16

A.

Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi
ADHF merupakan kependekan dari Akut Decompensated
Heart Failure yang berarti gagal jantung akut. Istilah ini sama
dengan gagal jantung atau ”Dekompensasi Cordis”.
Decompensasi cordis secara sederhana berarti kegagalan jantung
untuk memompa cukup darah untuk mencukupi kebutuhan tubuh.
Dekompensasi kordis merupakan suatu keadaan dimana terjadi
penurunan kemampuan fungsi kontraktilitas yang berakibat pada
penurunan fungsi pompa jantung.
Dari definisi di atas, diketahui bahwa kondisi cardiac
output (CO) yang tidak cukup terjadi karena kehilangan darah atau
beberapa proses yang terkait dengan kembalinya darah ke jantung.
(Tabrani, 1998; Price ,1995). Suatu kondisi bila cadangan jantung
normal (peningkatan frekuensi jantung, dilatasi, hipertrophi,
peningkatan isi sekuncup) untuk berespon terhadap stress tidak
adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh, jantung
gagal untuk melakukan tugasnya sebagai pompa, dan akibatnya
gagal jantung.
Acute Decompensated Heart Failure (ADHF) merupakan
gagal jantung akut yang didefinisikan sebagai serangan yang cepat
(rapid onset) dari gejala – gejala atau tanda – tanda akibat fungsi
jantung yang abnormal. Disfungsi ini dapat berupa disfungsi
sistolik maupun diastolik, abnormalitas irama jantung, atau
ketidakseimbangan preload dan afterload. ADHF dapat merupakan
serangan baru tanpa kelainan jantung sebelumnya, atau dapat
merupakan dekompensasi dari gagal jantung kronik (chronic heart
failure) yang telah dialami sebelumnya. ADHF muncul bila cardiac
output tidak dapat memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh.
(Hanafi, 1996).

2. Epidemiologi
Gagal jantung merupakan penyebab utama dirawatnya
lansia yang berusia diatas 60 tahun. Pada negara berkembang gagal
jantung rata-rata menyerang orang dengan usia 75 tahun. 2-3% dari
populasi menderita gagal jantung, tapi pada usia 70-80 tahun
presentase terjadinya penyakit ini meningkat menjadi 20-30%.
Penyakit gagal jantung saat ini semakin meningkat, dimana jenis
penyakit gagal jantung yang paling tinggi prevalensinya
adalah Congestive Heart Failure (CHF). Di Eropa, tiap tahun
terjadi 1,3 kasus per 1000 penduduk yang berusia 25 tahun. Sedang
pada anak – anak yang menderita kelainan jantung bawaan,
komplikasi gagal jantung terjadi 90% sebelum umur 1 tahun,
sedangkan sisanya terjadi antara umur 5 – 15 tahun.
3. Etiologi
Mekanisme fisiologis yang menyebabkan timbulnya
dekompensasi kordis adalah keadaan-keadaan yang meningkatkan
beban awal, beban akhir atau yang menurunkan kontraktilitas
miokardium. Keadaan yang meningkatkan beban awal seperti
regurgitasi aorta, dan cacat septum ventrikel. Beban akhir
meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta atau
hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada
infark miokard atau kardiomyopati. Faktor lain yang dapat
menyebabkan jantung gagal sebagai pompa adalah gangguan
pengisian ventrikel (stenosis katup atrioventrikuler), gangguan
pada pengisian dan ejeksi ventrikel (perikarditis konstriktif dan
temponade jantung). Dari seluruh penyebab tersebut diduga yang
paling mungkin terjadi adalah pada setiap kondisi tersebut
mengakibatkan gangguan penghantaran kalsium di dalam
sarkomer, atau di dalam sistesis atau fungsi protein kontraktil
( Price. Sylvia A, 1995).
Penyebab utama left-sides cardiac failure adalah hipertensi
sistemik, mitral or aortic valve disease, iskemia artery, primary
heart disease of the myocardium. Penyebab paling utama
dari right-sided cardiac failure adalahleft ventricular failure yang
berkaitan dengan penyumbatan pulmonary dan peningkatan
tekanan arteri pulmonary. Ini juga bisa terjadi pada
ketidakberadaan left-sided failure pada pasien dengan intrinsic
diseasepada parenkim jantung atau pulmonary vasculature (cor
pumonale) dan pada pasien tricuspid valve disease. Terkadang
diikuti dengan congenital heart disease, dimana terjadi left to-
right shunt.
(1) Dekompensasi pada gagal jantung kronik yang sudah
ada (kardiomiopati). (2) Sindroma koroner akut. (3) Infark
miokardial/unstable angina pektoris dengan iskemia yang
bertambah luas dan disfungsi sistemik. (4) Komplikasi kronik
IMA. (5) Infark ventrikel kanan. (6) Krisis Hipertensi.(7) Aritmia
akut (takikardia ventrikuler, fibrilasi ventrikular, fibrilasi atrial,
takikardia supraventrikuler, dll). (8) Regurgitasi
valvular/endokarditis/ruptur korda tendinae, perburukan regurgitasi
katup yang sudah ada. (9) Stenosis katup aorta berat. (10)
Tamponade jantung. (11) Diseksi aorta. (12) Kardiomiopati pasca
melahirkan.
4. Patofisiologi
Pada beberapa kasus, dekompensasi kordis dapat terjadi
karena penggunaan darah yang berlebihan oleh jaringan (high
output failure). Cardiac Output yang tidak cukup (forward failure)
sering diikuti oleh penghambatan pada system vena (backward
failure) karena kegagalan ventrikel tidak mampu untuk
mengeluarkan darah yang dikirim oleh vena dalam jumlah normal
saat diastole. Ini dihasilkan saat peningkatan volume darah dalam
ventrikel saat akhir diastole, peningkatan end-diastolic
pressure pada jantung dan akhirnya peningkatan tekanan vena.
Pada permulaan kemacetan, sejumlah respon adaptif local
diberikan untuk mengatur Cardiac Output yang normal, yaitu
reaksi neurohumoral dimana pada awalnya akan terjadi
peningkatan aktivitas system saraf
simpatik. Catecholamines menyebabkan kontraksi yang lebih
bertenaga pada otot jantung dan meningkatkanheart rate.
Kelebihan kerja yang membebani jantung dapat menyebabkan
peningkatan keperluan dalam bentuk yang bermacam-macam
dari remodeling termasuk hipertrofi dan dilatasi.
Pada kasus ruang jantung mendapat tekanan berlebih
(hipertensi, valvular stenosis), hipertrofi dicirikan dengan
peningkatan diameter pada serat otot dimana dinding ventrikel
bertambah tanpa diikuti peningkatan ukuran ruang. Keperluan
oksigen meningkat pada miokardium yang hipertrofi,
meningkatkan masa sel miokardia dan meningkatkan tekanan
dinding ventrikel. Oleh karena capillary beds pada miokardial tidak
selalu meningkat dengan cukup untuk mendapatkan tambahan
oksigen pada otot yang hipertrofi menyebabkan miokardium
mudah mengalami iskemia.
Peningkatan beban kerja jantung pada berbagai tipe
mempengaruhi perkembangan dilatasi jantung atau
perluasan chambers, ketika aktivitas simpatik meningkat dan
mioist yang hipertrofi membuktikan ketidakmampuan untuk
mengalirkan darah dari vena ke jantung. Saat kegagalan jantung
terjadi, tekanan akhir diastolic meningkat, menyebabkan serat otot
jantung meregang yang akhirnya meningkatkan volume rongga
jantung. Sesuai dengan hubungan Frank-Straling, pemanjangan
serat ini diawali dengan kontraksi yang lebih keras sehingga
Cardiac Output (CO) meningkat. Bila ventrikel yang terdilatasi
mampu untuk mengatur CO pada level yang diperlukan tubuh,
pasien dikatakan pada compensated heart failure. Sebaliknya,
dilatasi jantung seperti hipertrofi memberi efek pengurangan pada
jantung. Peningkatan dilatasi dihasilkan pada peningkatan tekanan
dinding pada ruang yang terpengaruh, yang menyebabkan
peningkatan kebutuhan oksigen pada miokardium. Seiring waktu,
miokard yang gagal tidak mampu lagi untuk mendorong darah ke
tubuh (fase decompensasi heart failure).
Pada pasien dengan gagal jantung kiri ini dihasilkan
kemacetan sirkulasi pulmonary pasif. Saat kegagalan ventrikel
berlangsung, tekanan hidostatik pada pulmonary
vasculature meningkat menyebabkan kebocoran cairan dan eritrosit
masuk ke jaringan interstisial dan rongga paru sehingga
menyebabkan pulmonary edema. Kemacetan sirkulasi pulmonal
juga meningkatkan resistensi pembuluh pulmonary sehingga beban
kerja pada sisi kanan jantung meningkat. Peningkatan beban, bila
berlangsung dan severe, bisa menyebabkan jantung kanan gagal
memompa. Kegagalan sisi kanan jantung mempengaruhi
perkembangan kemacetan sistemik vena, dan edema jaringan.
Saat jantung gagal, perubahan sistemik juga terjadi agar CO
mendekati normal. Penurunan output ventrikel kiri berhubungan
dengan penurunan perfusion ginjal yang selanjutnya menyebabkan
aktivasi local pada system rennin-angiotensin yang menyebabkan
tubulus ginjal menyerap air dan sodium. Kejadian ini kadang
disebutsecondary hyperaldosteronism.
Kelainan intrinsic pada kontraktilitas myokard yang khas
pada gagal jantung akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu
kemampuan pengosongan ventrikel yang efektif. Kontraktilitas
ventrikel kiri yang menurun mengurangi curah sekuncup, dan
meningkatkan volume residu ventrikel.
Sebagai respon terhadap gagal jantung, ada 3 mekanisme
primer yang dapat dilihat:

1. Meningkatkan aktivitas adrenergic simpatik

2. Meningkatkan beban awal akibat aktivasi system


rennin-angiotensin aldosteron

3. Hipertrofi ventrikel
Ketiga respon konpensatorik ini mencerminkan
usaha untuk mempertahankan curah jantung. Kelainan
pada kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung
biasanya tampak pada keadaan beraktivitas. Dengan
berlanjutnya gagal jantung maka kompensasi akan
menjadi semakin kurang efektif.

Menurunnya curah sekuncup pada gagal jantung


akan membangkitkan respon simpatik kompensatorik.
Meningkatnya aktivitas adrenergic simpatik merangsang
pengeluaran katekolamin dari saraf-saraf adrenergic
jantung dan medulla adrenal. Denyut jantung dan dan
kekuatan kontraksi akan meningkat untuk menambah
curah jantung. Juga terjadi vasokontriksi arteria perifer
untuk menstabilkan tekanan arteria, redistribusi volume
darah dengan mengurangi aliran darah ke organ-organ
yang rendah metabolismenya seperti kulit dan ginjal agar
perfusi ke jantung dan otak dapat dipertahankan.

Penurunan curah jantung pada gagal jantung akan


memulai peristiwa :

1. Penutunan aliran darah ginjal serta laju filtrasi


glomerulus

2. Pelepasan rennin dan apparatus juksta glomerulus

3. Interaksi rennin dengan angiotensinogen dalam


darah untuk menghasilkan angiotensin I
4. Konversi angiotensin I menjadi angiotensin II

5. Perangsangan sekresi aldosteron dari kelenjar


adrenal

6. Retansi natrium dan air pada tubulus distal dan


duktus pengumpul

Respon kompensatorik terakhir pada gagal jantung


adalah hipertofi miokardium atau bertambah tebalnya
dinding. Hipertrofi meningkatan jumlah sarkomer dalam
sel miokardium yang tergantung dari jenis beban
hemodinamik yang mengakibatkan gagal jantung.
Sarkomer dapat bertambah secara parallel atau serial.
Respon miokardium terhadap beban volume seperti pada
regurgitasi aorta yang ditandai dengan dilatasi dan
bertambahnya tebal dinding jantung

5. Klasifikasi
Berdasarkan bagian jantung yang mengalami kegagalan
pemompaan, dekompensasi kordis dibagi menjadi gagal jantung
kiri, gagal jantung kanan, dan gagal jantung kongestif. Pada gagal
jantung kiri terjadi dyspnea d`effort, fatigue, orthopnea, dispnea
nocturnal paroksismal, batuk, pembesaran jantung, irama derap,
ventricular heaving, bunyi derap S3 dan S4, pernafasan cheyne
stokes, takikardia, pulsusu internans, ronkhi, dan kongesti vena
pulmonalis. Pada gagal jantung kanan timbul edema, liver
engargement, anoreksia dan kembung. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan hipertrofi jantung kanan, heaving ventrikel kanan,
irama derap atrium kanan, murmur, tanda-tanda penyakit paru
kronik, tekanan vena jungularis meningkat, bunyi P2 mengeras,
asites, hidrothoraks, peningkatan tekanan vena, hepatomegali, dan
pitting edema. Pada gagal jantung kongestif terjadi manifestasi
gabungan gagal jantung kiri dan gagal jantung kanan.
Berdasarkan hubungan antara aktivitas tubuh dengan
keluhan dekompensasi dapat dibagi berdasarkan klisifikasi sebagai
berikut:

1. Pasien dengan penyakit jantung tetapi tidak memiliki keluhan


pada kegiatan sehari-hari

2. Pasien dengan penyakit jantung yang menimbulkan hambatan


aktivitas hanya sedikit, akan tetapi jika ada kegiatan berlebih
akan menimbulkan capek, berdebar, sesak serta angina

3. Pasien dengan penyakit jantung dimana aktivitas jasmani


sangat terbatas dan hanya merasa sehat jika beristirahat.

4. Pasien dengan penyakit jantung yang sedikit saja bergerak


langsung menimbulkan sesak nafas atau istirahat juga
menimbulkan sesak nafas

6. Gejala Klinis
(1) Sesak nafas (dyspnea) Muncul saat istirahat atau saat
beraktivitas (dyspnea on effort).
(2) Orthopnea.
(3) Sesak muncul saat berbaring, sehingga memerlukan posisi
tidur setengah duduk dengan menggunakan bantal lebih dari
satu. (4) Paroxysmal Nocturnal Dyspneu ( PND ) yaitu sesak
tiba-tiba pada malam hari disertai batuk- batuk.
(5) Takikardi dan berdebar- debar yaitu peningkatan denyut
jantung akibat peningkatan tonus simpatik.
(6) Batuk- batuk terjadi akibat oedema pada bronchus dan
penekanan bronchus oleh atrium kiri yang dilatasi. Batuk sering
berupa batuk yang basah dan berbusa, kadang disertai bercak
darah.
(7) Mudah lelah (fatigue) terjadi akibat curah jantung yang
kurang yang menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan
oksigen serta menurunnya pembuangan sisa katabolisme. Juga
terjadi akibat meningkatnya energi yang digunakan untuk
bernafas dan insomnia yang terjadi akibat distres pernafasan dan
batuk.
(8) Adanya suara jantung P2 , S3, S4 menunjukkan insufisiensi
mitral akibat dilatasi bilik kiri atau disfungsi otot papilaris.
Oedema (biasanya pitting edema ) yang dimulai pada kaki dan
tumit dan secara bertahap bertambah keatas disertai penambahan
berat badan.
(9) Pembesaran hepar terjadi akibat pembesaran vena di hepar.
(10) Ascites.
(11) Bila hepatomegali ini berkembang, maka tekanan pada
pembuluh portal meningkat sehingga cairan terdorong keluar
rongga abdomen.
(12) Nokturia (rasa ingin kencing di malam hari) terjadi karena
perfusi ginjal dan curah jantung akan membaik saat istirahat.
(13) Peningkatan tekanan vena jugularis (JVP)
7. Pemeriksaan Penunjang
1. Keluhan penderita berdasarkan tanda dan gejala klinis
2. Pemeriksaan fisik EKG untuk melihat ada tidaknya infark
myocardial akut, dan guna mengkaji kompensasi seperti
hipertropi ventrikel. Irama sinus atau atrium fibrilasi, gel.
mitral yaitu gelombang P yang melebar serta berpuncak dua
serta tanda RVH, LVH jika lanjut usia cenderung tampak
gambaran atrium fibrilasi.
3. Echocardiografi dapat membantu evaluasi miokard yang
iskemik atau nekrotik pada penyakit jantung kotoner
4. Foto X-ray thorak untuk melihat adanya kongesti pada paru
dan pembesaran jantung
5. Esho-cardiogram, gated pool imaging, dan kateterisasi
arteri polmonal.untuk menyajikan data tentang fungsi
jantung
6. Sonogram : Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik,
perubahan dalam fungsi/struktur katub atau are penurunan
kontraktilitas ventricular
7. Kateterisasi jantung >> Tekanan Abnormal merupakan
indikasi dan membantu membedakan gagal jantung sisi
kanan verus sisi kiri, dan stenosi katup atau insufisiensi,
Juga mengkaji potensi arteri kororner. Zat kontras
disuntikkan kedalam ventrikel menunjukkan ukuran
bnormal dan ejeksi fraksi/perubahan kontrktilitas.
8. Foto polos dada >> Proyeksi A-P; konus pulmonalis
menonjol, pinggang jantung hilang, cefalisasi arteria
pulmonal. Proyeksi RAO; tampak adanya tanda-tanda
pembesaran atrium kiri dan pembesaran ventr
8. Therapy
Tujuan dasar penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung
adalah :
(1) Mendukung istirahat untuk mengurangi beban kerja
jantung.
(2) Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraksi jantung
dengan bahan- bahan farmakologis.
(3) Menghilangkan penimbunan cairan tubuh berlebihan
dengan terapi diuretik , diet dan istirahat.
(4) Menghilangkan faktor pencetus (anemia, aritmia, atau
masalah medis lainnya).
(5) Menghilangkan penyakit yang mendasarinya baik secara
medis maupun bedah.
Penatalaksanaan sesuai klasifikasi gagal jantung adalah sebagai
berikut :
(1) FC I : Non farmakologi.
(2) FC II & III : Diuretik, digitalis, ACE inhibitor,
vasodilator, kombinasi diuretik, digitalis.
(3) FC IV : Kombinasi diuretik, digitalis, ACE inhibitor
seumur hidup.
Terapi non farmakologis meliputi :
(1) Diet rendah garam ( pembatasan natrium ).
(2) Pembatasan cairan.
(3) Mengurangi berat badan.
(4) Menghindari alcohol.
(5) Manajemen stress.
(6) Pengaturan aktivitas fisik

Terapi farmakologis meliputi :


(1) Digitalis, untuk meningkatkan kekuatan kontraksi jantung dan
memperlambat frekuensi jantung. Misal : digoxin.
(2) Diuretik, untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal
serta mengurangi edema paru. Misal : furosemide (lasix).
(3) Vasodilator, untuk mengurangi impedansi (tekanan) terhadap
penyemburan darah oleh ventrikel. Misal : natrium nitropusida,
nitrogliserin.
(4) Angiotensin Converting Enzyme inhibitor (ACE inhibitor)
adalah agen yang menghambat pembentukan angiotensin II
sehingga menurunkan tekanan darah. Obat ini juga menurunkan
beban awal (preload) dan beban akhir (afterload). Misal : captopril,
quinapril, ramipril, enalapril, fosinopril,dll.
(5) Inotropik (Dopamin dan Dobutamin).
Dopamin digunakan untuk meningkatkan tekanan darah ,
curah jantung dan produksi urine pada syok kardiogenik.
Dobutamin menstimulasi adrenoreseptor di jantung sehingga
meningkatkan kontraktilitas dan juga menyebabkan vasodilatasi
sehingga mengakibatkan penurunan tekanan darah. Dopamin dan
dobutamin sering digunakan bersamaan.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
I. Pengkajian Keperawatan
1) Biodata
Gagal jantung dapat terjadi pada bayi, anak-anak, dan orang
dewasa dengan defek kongenital dan defek jantung akuisita (di
dapat). Kurang lebih 1% penduduk pada usia 50 tahun dapat
terjadi gagal jantung, sedangkan 10% penduduk berusia lebih
dari 70 tahun berisiko gagal jantung (Kowalak, 2011).
2) Keluhan utama
Keluhan utama yang paling sering menjadi alasan pasien untuk
meminta pertolongan kesehatan meliputi dispnea, kelemahan
fisik, dan edema sistemik (Muttaqin, 2012).
3) Riwayat kesehatan
a) Riwayat penyakit sekarang
Pengkajian yang di dapat dengan adanya gejala-gejala
kongestif vaskular pulmonal adalah dyspnea, ortopnea,
dyspnea nokturnal paroksimal, batuk, dan edema pulmonal
akut. Pada pengkajian dyspnea (dikarakteristikkan oleh
pernafasan cepat, dangakal, dan sensasi sulit dalam
mendapatkan udara yang cukup dan menekan pasien)
menyebabkan insomnia, gelisah, dan kelemahan
(Muttaqin, 2012).
b) Riwayat penyakit dahulu
Pada pasien gagal jantung biasanya pasien pernah
menderita infark miokardium, hipertensi, DM, atau
hiperlipidemia (Muttaqin, 2012).
c) Riwayat penyakit keluarga
Penyakit jantung iskemik pada orang tua yang timbul pada
usia muda merupakan faktor risiko utama penyakit jantung
iskemik pada keturunannya sehingga meningkatkan risiko
terjadinya gagal jantung (Muttaqin, 2012).
d) Riwayat kebiasaan
Pada penyakit gagal jantung pola kebiasaan biasanya
merupakan perokok aktif, meminum alkohol, dan obat-
obatan tertentu (Muttaqin, 2012).
e) Psikososial
Kegelisahan dan kecemasan terjadi akibat gangguan
oksigenasi jaringan, stres akibat kesulitan bernafas, dan
pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik
(Muttaqin, 2012)
4) Pengkajian primer
A (Airway)
Pada pengkajian airway kaji ada tidaknya sumbatan jalan
nafas (Tabrani, 2007).
B (Breathing)
Kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oksimeter,
untuk mempertahnkan saturasi > 92 %. Pada pasien
decompensasi cordis ditemukan adanya sesak nafas
sehingga memerlukan oksigen, bisa dengan nasal kanul,
simple mask, atau non rebrithingmask sesuai dengan
kebutuhan oksigen (Mediana, 2012).
C (Circulation)
Pada pasien decompensasi cordis terdengar suara gallop.
Pada pasien decompensasai cordis berikan cairan melalui
IV dan pemasangan kateter untuk mengatur keseimbangan
cairan dalam tubuh karena pada pasien dengan
decompensasi cordis mengalami kelebihan volume cairan
(Mediana, 2012)
D (Disability)
Kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan AVP atau
GCS. Jika pasien mengalami penurunan kesadaran
menunjukkan pasien masuk kondisi ekstrim dan
membutuhkan pertolongan medis segera dan membutuhkan
perawatan di ICCU (Mediana, 2012).
E (Exposure)
Jika pasien stabil lakukan pemerksaan riwayat kesehatan
dan fisik lainnya (Mediana, 2012).
5) Pengkajina sekunder
Five intervensi atau full of vital sign
Pada pasien dengan decompensasi cordis intervensi yang harus
dilakukan adalah pemeriksaan EKG, dan pemesangan kateter
untuk mengetahui adanya kelebihan volume cairan (Mediana,
2012).
Give comfort
Pada pasien dengan decompensasi cordis harus diberi posisi
senyaman mungkin untuk mengurangi rasa sesak pasien.
6) Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum
Keadaan umum pasien gagal jantung biasanya di dapatkan
kesadaran yang baik atau composmetis dan akan berubah
sesuai dengan tingkat gangguan yang melibatkan perfusi
sistem saraf pusat (Muttaqin, 2012).
b) Pemeriksaan fisik (B1-B6)
B1 (Breathing)
Pengkajian yang didapatkan dengan adanya tanda kongesti
vaskular pulmonal adalah dispnea, ortopnea, dispnea
nokturnal paroksimal, batuk dan edema pulmonal akut.
Crackles atau ronkhi basah halus secara umum terdengar
pada dasar posterior paru. Hal ini dikenalsebagai bukti
kegagalan ventrikel kiri (Muttaqin, 2012).
B2 (Blood)
Inspeksi
Pasien dapat mengeluh lemah, mudah lelah, dan apatis.
Gejala ini merupakan tanda dari penurunan curah jantung.
Selain itu sulit berkonsentrasi, defisit memori, dan
penurunan toleransi latihan juga merupakan tanda dari
penurunan cuah jantung. Pada inspeksi juga ditemukan
distensi vena jugularis akibat kegagalan ventrikel ventrikel
kanan dalam memompa darah. Dan tanda yang terakhir
adalah edema tungkai dan terlihat pitting edema
(Muttaqin, 2012).
Palpasi
Adanya perubahan nadi, dapat terjadi takikardi yang
mencerminkan respon terhadap perangsangan saraf
simpatis. Penurunan yang bermakna dari curah sekuncup
dan adanya vasokonstriksi perifer menyebabkan
bradikardi. Hipertensi sistolik dapat ditemukan pada gagal
jantung yang lebih berat. Selain itu pada gagal jantung kiri
dapat timbul pulsus alternans (perubahan kekuatan denyut
arteri) (Muttaqin, 2012).
Auskultasi
Tekanan darah biasanay menurun akibat penurunan isi
sekuncup. Tanda fisik yang berakitan dengan gagal
jantung kiri adalah adanya bunyi jantung ke 3 dan ke
empat (S3, S4) serta cracles pada paru-paru (Muttaqin,
2012).
Perkusi
Batas jantung ada pergeseran yang menandakan adanya
hipertrofi jantung atau kardiomegali (Muttaqin, 2012).
B3 (Brain)
Kesadaran composmetis, didapatkan sianosis perifer
apabila gangguan perfusi jaringan berat, wajah meringis,
menangis, merintih, dan mereganag (Muttaqin, 2012).
B4 (Bladder)
Adanya oliguria yang merupakan tanda syok kardiogenik
dan adanya edema ekstremitas merupakan tanda adanya
retensi cairan yang parah (Muttawin, 2012).
B5 (Bowel)
Pasien biasanyanmual dan muntah, anoreksia akibat
pembesaran vena dan statis vena di dalam rongga
abdomen, serta penurunan berat badan. Selain itu dapat
terjadi hepatomegali akibat pembesaran vena di hepar dan
pada akhirnya menyebabkan asites (Muttaqin, 2012).
B6 (Bone)
Pada pengkajian B6 di dapatkan kulit dingin dan mudah
lelah (Muttaqin, 2012).

II. Diagnosa Keperawatan


1) Penurunan curah jatung b.d penurunan pemberian status
O2.
2) Gangguan pertukaran gas b.d menghambatnya O2 dari
sistemik ke paru
3) Ketidakseimbangan volume cairan kurang dari kebutuhan
tubuh b.d penurunan nafsu makan
4) Pola nafas tidak efektif b.d mendesak diafragma, sesak
nafas
5) Ketidakefektifan perkusi jaringan perifer b.d penurunan
sirkulasi ke otak.

Daftar Pustaka
http://askepkita.com/askep-adhf-acute-decompensated-heart-failure/

http://yuflihul.blogspot.com/2014/09/lp-asuhan-keperawatan-pada-pasien-
acute.html

https://edoc.site/pathway-adhf-pdf-free.html

Anda mungkin juga menyukai