TINJAUAN PUSTAKA
untuk berupaya sekeras mungkin melalui serangkaian kombinasi proses perubahan sosial,
ekonomi dan institusional lainnya demi mencapai kehidupan yang lebih baik. Proses
pembangunan di semua masyarakat harus memiliki tiga tujuan inti sebagai berikut: 1)
Peningkatan ketersediaan serta perluasaan distribusi berbagai macam barang kebutuhan hidup
yang pokok, seperti: pangan, sandang, papan, kesehatan dan perlindungan keamanan, 2)
Peningkatan standar hidup yang tidak hanya berupa peningkatan pendapatan, tetapi juga
peningkatan perhatian atas nilai-nilai kultural dan kemanusiaan yang kesemuanya itu tidak
hanya untuk memperbaiki kesejahteraan materil, melainkan juga menumbuhkan jati diri
pribadi dan bangsa yang bersangkutan, 3) Perluasaan pilihan-pilihan ekonomi dan sosial bagi
setiap individu serta bangsa secara keseluruhan, yakni dengan membebaskan mereka dari
belitan sikap bangsa lain, namun juga terhadap setiap kekuatan yang berpotensi merendahkan
Keberkelanjutan suatu pembangunan tidak hanya dipengaruhi oleh faktor ekonomi dan
biofisik semata, melainkan juga dipengaruhi oleh faktor sosial. Pembangunan harus dipandang
sebagai suatu proses yang multidimensional, yang melibatkan segenap pengorganisasian dan
peninjauan kembali atas sistem pendidikan, ekonomi dan sosial secara keseluruhan. Selain
peningkatan pendapatan, dan output, proses pembangunan juga berkenaan dengan serangkaian
perubahan yang bersifat mendasar atas struktur-struktur kelembagaan, sosial, dan administrasi,
sikap-sikap masyarakat dan bahkan seringkali juga merambah pada adat istiadat, kebiasaan
dan sistem kepercayaan yang hidup dalam masyarakat (Torado, 2000 : 92). World Commission
on Environment and Development (WCED) atau yang dikenal dengan sebutan Brundtland
masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya.
esensial kaum miskin sedunia yang harus diberi prioritas utama, 2) gagasan keterbatasan yang
bersumber kepada kondisi teknologi dan organisasi sosial terhadap kemampuan lingkungan
untuk memenuhi kebutuhan masa kini dan hari depan (WCED, 1987:23), seperti diilustrasikan
bersama yang tumbuh dari kepentingan dan perhatian individu warga masyarakat itu sendiri.
Partisipasi dalam hal ini adalah hasil konsensus sosial warga masyarakat akan arah perubahan
Perbaikan Kesehatan
dan Pendidikan,
Meningkatnya
Kecukupan Pangan,
Kondisi Ekonomi dan
Perubahan Pemgentasan
Ekosistem
Kebijakan Kemiskinan, Integrasi
Pembangunan
Sub Budaya
Strategi Adaptasi
- Persepsi
- Interpretasi
- Kategorisasi
Lingkungan Biogiofisik -
Sosbud
Survive
(2) Merubah orientasi pembangunan dari pertumbuhan ekonomi sebagai tolok ukur kemajuan
(3) Memenuhi kebutuhan dasar berupa lapangan kerja, makanan, energi, air dan sanitasi.
(Depnaker, 2008).
Menurut kamus A.S. Hornby: Oxford Student’s Dictionary of American English
(Oxford University Press, 1983) dalam Hartono dan Sunaryati (1993), kata “Quality” ialah: 1)
1993:182).
Kualitas mempunyai arti tingkat kesempurnaan atau nilai atau karakteristik seseorang.
sebagai tingkat (grade), dan tingkat tersebut bergerak antara tinggi-rendah dan baik-buruk.
Perbedaan kualitas menurut Nawawi dan Martini (1994 : 46-47) adalah suatu kondisi yang
dibandingkan dengan suatu ukuran tertentu berdasarkan norma-norma atau nilai-nilai terbaik
mengenai sesuatu. Ukuran yang menyentuh persoalan nilai atau norma-norma pada dasarnya
bersifat abstrak, namun tidak mustahil untuk dikonkritkan dengan menggunakan simbol-
simbol tertentu.
Istilah Life mempunyai arti Mental Life. Kehidupan mental, secara luas lebih
ketidakbahagiaan, kepuasan atau ketidakpuasan di dalam hidup (Suryotomo, dkk, 1992 : 34).
Sebagaimana dikemukakan oleh Gitter and Mostofsky bahwa kualitas hidup (Quality Life)
lebih mengacu kepada kondisi kehidupan seseorang, dimana tingkat kualitas hidup seseorang
menunjukkan kepada beberapa hal yang disajikan dalam skala terpisah untuk mengukur
Kualitas hidup merupakan suatu variabel yang belum terukur, maka Ananta dan
Hatmadji (1985: 7) menyarankan agar terlebih dahulu dapat menemukan faktor-faktor yang
memiliki kaitan dengan kualitas hidup tersebut. kualitas manusia dan kualitas hidup memiliki
kaitan yang sangat erat, manusia yang berkualitas dapat menciptakan kualitas hidupnya sendiri
yang identik dengan kesejahteraan, dan kualitas hidup yang tinggi akan membangun manusia
Permasalahan kualitas manusia sangat komplek dan tidak terbatas pada ciri individual
manusia saja, harus dilihat dalam kaitan yang lebih luas, termasuk keadaan dan kualitas dari
pranata sosial (Dahlan, 1993 : 3-21 ). Termasuk politik, ekonomi, keuangan, pelaksanaan
Secara garis besar kualitas hidup manusia terbagi dalam dua kelompok, pertama:
kualitas fisik yang mencerminkan kualitas lahiriah, seperti keserasian ukuran tinggi badan dan
berat badan, daya fisik yang dimiliki, tingkat kesegaran dan kesehatan jasmani, tingkat
konsumsi pangan, kedua: kualitas non-fisik yang mencerminkan kualitas batiniah seperti:
kualitas pribadi yang melekat pada diri seseorang, kualitas kekaryaan seperti tercermin dalam
produktivitas, disiplin kerja, keswadayaan, keswakaryaan dan wawasan masa depan, kualitas
spiritual, kualitas rasional dan kualitas berbangsa (Salim, 1993 : 80-88 ). Diakui bahwa,
pengelompokan atas kualitas fisik dan non fisik oleh sebagian ilmuan memiliki beberapa
perbedaan pandangan, hal ini dikarenakan kualitas manusia tidak dapat dibagi-bagi atas fisik
dan non-fisik, sebab keduanya saling menunjang membentuk keseluruhan kualitas manusia,
untuk mengukur perlakuan atas keduanya harus dilakukan secara terpisah (Dahlan, 1993:8).
hidup manusia. Pandangan yang pertama beranggapan bahwa tidak mungkin fenomena
kualitas hidup dapat diukur. Hal ini dikarenakan aspek yang berkaitan dengan kualitas
masyarakat sangat komplek. Pengukuran kualitas hanya bersifat reduksionis dan akan
memberikan hasil yang menyesatkan (misleading), Pendapat kedua yang lebih bersifat
optimis, memandang bahwa ini dimensi yang menjadi komponen pendukung kualitas hidup
penduduk cukup banyak namun masih bisa disederhanakan dengan memilih hal-hal yang
utama, namun dimensi yang merupakan komponen kualitas tidak usah digabungkan menjadi
nilai agregat. Pendapat yang paling optimis beranggapan bahwa, kualitas hidup penduduk
yang terdiri dari berbagai dimensi dapat saja diwakili oleh suatu angka agregat yang
pendapat yang terakhir ini, dengan tersedianya teknik analisis statistik dan fasilitas komputer
terhadap lingkungan, atau disebut dengan dampak lingkungan. Dampak lingkungan dapat
bersifat positif dan negative, tergantung dari perubahan yang diakibatkannya terhadap
lingkungan, disadari atau tidak proses pembangunan yang dilaksanakan selama ini masih
bersifat parsial dan cenderung menekankan pada pembangunan fisik di berbagai tempat justru
bahkan dapat menurunkan mutu lingkungan hidup (Setyabudi, 1996 : 5-10). Pada konteks ini
merubah pola hidup konsumtif yang boros dan menghamburkan kekayaan kepada pola hidup
yang sederhana, hemat, higienis dan agamis (Djayadiningrat, 1993 : 18 ). Perubahan sikap dan
perilaku penduduk tersebut, akan diidentifikasikan pada tingkat kualitas hidup penduduk
dalam konteks pembangunan berwawasan lingkungan. Jacobs dan Sadler, menawarkan model
Economic
Quality of Life
Ecological Social
Gambar 2.3 menunjukkan bahwa parameter yang dapat menentukan kualitas hidup
penduduk dalam konteks pembangunan, yaitu dari segi ekologi, sosial dan ekonomi. Lebih
lanjut dijelaskannya, untuk meningkatkan kualitas hidup dapat ditempuh melalui peningkatan
mempertimbangkan daya dukung alam dan lingkungan tidak akan berhasil untuk
meningkatkan kualitas hidup, maka untuk itu diperlukan suatu program pembangunan
Erich Fromm dalam (Ancok, 1993:36) melihat hancurnya suatu tata kualitas
kehidupan manusia diakibatkan oleh penekanan aspek materi, dan kurangnya melihat aspek
kebutuhan psikologis. Pada dekade abad 21 sekarang ini banyak di seluruh negara lebih
menyangkut peningkatan kualitas sosial. Sebagaimana dikutip dari laporan Komisi Mandiri
Kependudukan dan Kualitas Hidup yang dialih bahasakan oleh Soerjani (2000 : 57) sebagai
berikut:
terdapat potensi untuk berkembangnya hidup dengan kualitas yang tinggi (Soemarwoto, 1997 :
35). Pada hakikatnya strategi dan pendekatan pembangunan manusia untuk menumbuhkan
prilaku pribadi dan sosial yang terintegrasi. Integrasi tersebut merupakan kristalisasi dari
faktor faktor situasional dengan kognisi, keinginan, sikap, motivasi dan responnya (Supriatna,
2000 : 38).
Sejarah pembangunan bangsa kita juga telah banyak memberikan pelajaran, bahwa
berkelanjutan yang menyeluruh dan terpadu, program tersebut paling tidak harus menjamin 4
kehidupan ekonomi, (3) keberlanjutan kehidupan sosial budaya dan (4) keberlanjutan
pembangunan dalam arti berkelanjutan, dapat ditinjau dari berbagai dimensi atau faktor (sudut
pandang), yaitu: faktor Ekologis, faktor sosial, faktor politik, faktor hukum dan etika (Dahuri
lingkungan (Soemarwoto, 1997:15). Secara implisit dikatakan bahwa, kualitas hidup manusia
tergantung sejauhmana manusia dapat memahami lingkungan sekitarnya (Grazt, 1978 :68-69).
Inti permasalahan lingkungan hidup adalah hubungan timbal bailk antara mahluk hidup,
khususnya manusia, dengan lingkungan hidupnya yang sering disebut dengan ekologi. Ekologi
adalah salah satu komponen dalam sistem pengelolaan lingkungan hidup yang harus ditinjau
bersama-sama dengan komponen lainnya yakni: teknologi, politik, dan sosial budaya untuk
pembahasan ekologi cakupannya terlalu luas, maka pembicaraan ekologi dibatasi pada kajian
d. Interaksi manusia dan lingkungan terjadi dalam berbagai level yang tergantung pada fungsi.
Salah satu teori yang didasarkan atas pandangan ekologis adalah Behavior Setting yang
dipelopori oleh Barker dan Wicker dalam Heralita (2011). Premis utama teori ini yaitu
lingkungan tersebut.
Pembangunan berkelanjutan adalah terjemahan dari Bahasa Inggris, sustainable
Strategy (Strategi Konservasi Dunia) yang diterbitkan oleh United Nations Environment
Programme (UNEP), International Union for Conservation of Nature and Natural Resources
(IUCN), dan World Wide Fund for Nature (WWF) pada 1980. Pada 1982, UNEP
1982) di Nairobi, Kenya, sebagai reaksi ketidakpuasan atas penanganan lingkungan selama
ini. Dalam sidang istimewa tersebut disepakati pembentukan Komisi Dunia untuk Lingkungan
memilih PM Norwegia Nyonya Harlem Brundtland dan mantan Menlu Sudan Mansyur
Khaled, masing-masing menjadi Ketua dan Wakil Ketua WCED. Menurut Brundtland Report
dari PBB (1987), pembangunan berkelanjutan adalah proses pembangunan (lahan, kota, bisnis,
Salah satu faktor yang harus dihadapi untuk mencapai pembangunan berkelanjutan
sosial-budaya dan lingkungan hidup. Keseimbangan ini penting untuk menjamin adanya
keberlanjutan dalam pemanfaatan sumber daya alam yang tersedia, tanpa mengurangi peluang
pembangunan berkelanjutan tidak akan terlepas dari aspek-aspek tersebut di atas, yaitu aspek
Djajadiningrat (2005) dalam buku Suistanable Future : menggagas warisan peradaban bagi
anak cucu, seputar pemikiran Surna Tjahja Djajadiningrat, menyatakan bahwa dalam
pembangunan yang berkelanjutan terdapat aspek keberlanjutan yang perlu diperhatikan, yaitu:
a. Keberlanjutan Ekologis.
c. Keberlanjutan Politik
berkelanjutan secara sederhana yang dapat digunakan baik untuk pemerintah pusat maupun
didaerah untuk menilai keberhasilan seorang Kepala Pemerintahan dalam pelaksanaan proses.
daya alam dan pelayanan publik, menghargai diversitas budaya dan kesetaraan jender.
Melestarikan lingkungan hidup merupakan kebutuhan yang tidak bisa ditunda lagi dan
bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah atau pemimpin negara saja, melainkan
tanggung jawab setiap insan di bumi, dari balita sampai manula. Setiap orang harus
melakukan usaha untuk menyelamatkan lingkungan hidup di sekitar kita sesuai dengan
kapasitasnya masing-masing.
Di satu sisi pembangunan adalah adanya keinginan manusia yang jumlahnya tidak
terbatas, di pihak lain adanya keterbatasan alat-alat pemuas yang ada (Siagian, 1982 : 11). Jika
fenomena ini terjadi secara berkepanjangan, maka akan mendorong manusia untuk memilih
kebutuhan mana yang lebih dahulu harus dipenuhi supaya terpenuhi kepuasan maksimum.
Akibat lanjut dari cara pandang seperti ini mengakibatkan terjadinya perbuatan sewenang-
wenang dan pengejaran sesuatu tanpa batas terhadap sesuatu yang bersifat material, cara dan
pola pembangunan seperti ini lambat laun dapat menimbulkan degradasi lingkungan dengan
1997:49).
1997:50)
Pada faktor ekologis terdapat tiga kaidah pokok yang dapat menjamin tercapainya
kualitas hidup yang berkelanjutan, yakni a) terlaksananya pengaturan tata ruang yang lebih
Tata ruang yang heterogen yang dilatarbelakangi oleh penghuni yang heterogen dapat
menghasilkan suatu proses integrasi sosial dan ekonomis dalam suatu wilayah kota, hal ini
juga dapat merupakan mekanisme untuk pemerataan secara lokal, setidaknya dapat membantu
untuk mengoreksi kesenjangan yang ada karena tidak meratanya distribusi pendapatan,
kesemuanya ini memberikan andil untuk perkembangan yang lebih baik pada peningkatan
sudut ekologi, maka sikap dan perilaku arif manusia terhadap lingkungan perlu dibina untuk
77-97) mentalitas penduduk berwawasan lingkungan dan berkelanjutan yang intinya adalah:
b. Sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui akan berakibat kepada kehabisan
bencana.
Oleh karena itu sangantlah penting artinya untuk menemukan suatu cara, pola
Hal yang hampir senada disampaikan oleh Mesarovice dan Pestel, bahwa dalam
(Mesarovic, 1974:147).
b. Faktor Sosial
timbal balik yang sangat erat. Hal seperti ini menentukan hakikat manusianya, dapat dikatakan
bahwa pribadi manusia dapat berkembang dinamikanya apabila ia berada dalam kelompok
sosial. Karena manusia hidup bersama di dalam kelompok atau hidup bersama kelompok,
maka satu sama lain saling membutuhkan sehingga manusia disebut pula sebagai mahluk
kualitas hidup secara berkelanjutan yaitu: a) melaksanakan gaya hidup yang sederhana dan
Gaya hidup yang dimaksud dalam hal ini adalah memenuhi kebutuhan esensial,
memenuhi kebutuhan menurut apa yang diperlukan, efisien tanpa pemborosan, sesuai dengan
kenyataan dan ukuran objektif, sesuai dengan apa yang dihayati sebagai adil, halal dan legal,
Berkaitan dengan hal di atas, bagaimana pun juga akan terjadi kesejangan di dalam
masyarakat yang cenderung diakibatkan oleh adanya tingkat persaingan di dalam masyarakat
tersebut. Persaingan adalah suatu bentuk perjuangan sosial yang paling umum. Sifat berlomba-
masyarakat dapat dikurangi dengan jalan mentaati kaidah-kaidah yang berlaku di dalam
kaidah-kaidah sosial dengan lampu lalu lintas. Andaikata tidak ada kaidah-kaidah itu, maka
seluruh kehidupan bergolongan dengan segera akan menjadi kacau balau (Bouman, 1980:44).
manusia dan antar kelompok sangat dibutuhkan Kualitas sosial yang mencakup:
a. Keserasian sosial yaitu ciri-ciri yang menentukan daya tampung sosial, termasuk
Perencanaan sosial dewasa ini menjadi ciri yang umum bagi masyarakat–masyarakat
sosial yang bertujuan untuk melihat jauh ke depan telah juga difikirkan oleh para sosiolog
terdahulu. Menurut Ogburn dan Nimkoff prasyarat suatu perencanaan sosial yang efektif ialah
sebagai berikut :
a. Adanya unsur – unsur modern dalam masyarakat yang mencakup suatu sistem
ekologi dimana telah digunakan uang, urbanisasi yang teratur, intelegensia di bidang
teknik dan ilmu pengetahuan, dan suatu sistem administrasi yang baik.
organisasi yang baik yang berarti adanya disiplin di satu pihak dan hilangnya kemerdekaan di
pihak lain. Bagi pembangunan maka sosiologi dapat dimanfaatkan untuk memberikan data
sosial pada tahap – tahap perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi proses pembangunan.
c. Faktor Hukum
Dilihat dari perspektif hukum kualitas hidup penduduk ditentukan oleh tingkat
Hukum ialah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa yang menentukan tingkah laku
manusia dalam lingkungan masyarakatnya, yang dibuat oleh badan-badan resmi yang
berwajib, pelanggaran terhadap hukum berakibat diambilnya tindakan, yaitu dengan hukuman
yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat dan seharusnya ditaati oleh anggota
petunjuk tingkah laku, ia merupakan cerminan dari kehendak manusia tentang bagaimana
seharusnya masyarakat itu dibina dan kemana harus diarahkan. Oleh karena itu pertama-tama,
hukum itu mengandung rekaman dari ide-ide yang dipilih oleh masyarakat tempat hukum itu
Dari beberapa pendapat di atas dapat diketahui bahwa, hukum tersebut memiliki
manusia (masyarakat)
tentang adil dan tidak adil apa yang dianggap baik dan buruk
ditentukan menurut dua asas yaitu: keadilan dan faedah. Tujuan hukum menurut beliau adalah
menambah kesejahteraan umum atau kepentingan umum dan atau kesejahteraan untuk
Beberapa kaidah hukum yang perlu dipahami dalam rangka menyiapkan penduduk
yang berkualitas dari segi hukum antara lain: a) dalam masyarakat Pancasila, setiap orang
hendaknya bisa mengharapkan, bahwa orang lain akan memperlakukannya sebagai individu
secara penuh, b) dalam masyarakat Pancasila, setiap orang bisa mengharapkan, bahwa dia
akan menerima bagian dari produk Nasional yang memungkinkannya untuk hidup sesuai
dengan martabatnya sebagai manusia, c) dalam masyarakat Pancasila, setiap orang bisa
mengharapkan, bahwa dirinya tidak akan diperlakukan secara diskriminatif, d) dalam suatu
masyarakat Pancasila, setiap orang bisa mengharapkan, bahwa dia tidak akan diganggu dan
dihambat dalam penghayatan agamanya, e) dalam masyarakat Pancasila, setiap orang bisa
mengharapkan, bahwa keputusan yang menyangkut kepentingan orang banyak akan diambil
yang sama dan ada pula yang bertentangan. Dengan adanya kepentingan yang berbeda – beda
di dalam masyarakat tersebut, maka sering terjadi pertentangan – pertentangan antara satu
kekacauan di dalam masyarakat, supaya kedamaian serta ketentraman dapat dipelihara, maka
perlu adanya suatu kekuasaan berupa petunjuk – petunjuk hidup atau peraturan – peraturan
serta tata tertib yang harus ditaati oleh masyarakat tersebut sebagai suatu tatanan dalam
masyarakat.
dan keteraturan di dalam masyarakat. Oleh karena itu ia bekerja dengan memberikan petunjuk
tentang tingkah laku dan oleh karena itu pula ia berupa norma dan merupakan suatu gejala
sosial yang berarti bahwa tiada masyarakat yang tidak mengenal hukum.
Tatanan di dalam masyarakat ada yang bersifat mengatur dan ada yang bersifat
memaksa, hal ini adalah untuk menjamin tata tertib dalam masyarakat, peraturan yang
demikian inilah yang disebut atau dinamakan peraturan hukum atau tatanan hukum.
suatu proses dalam upaya mencapai tingkat kesempurnaan hidup penduduk dalam upaya
mempertimbangkan generasi masa kini dan generasi mendatang yang dapat dilihat melalui
faktor-faktor ekologi, sosial, politik dan hukum. Pada faktor ekologi mencakup pengaturan
fungsi-fungsi ekologis. Pada faktor sosial mencakup: memiliki gaya hidup sederhana,
Dahlan menyebutkan bahwa kualitas yang diperlukan agar manusia Indonesia dapat
yang bersifat lahiriah dan badaniah yang menyangkut ciri-ciri kualitas bobot, tinggi badan, dan
kebugaran yang dikaitkan dengan kesegaran jasmani, kesehatan, serta daya tahan fisik,
ketenagakerjaan, pendidikan, kebebasan dan keamanan, budaya dan tanggapan terhadap dasar
kehidupan yang lebih baik serta etika (UNESCO, 1992:2). OECD (1982) dalam (Hasansyah,
stabilitas sosial, kesehatan, pendidikan dan kesempatan kerja, faktor tersebut dapat dikatakan
sudah cukup memadai dalam arti sudah mencakup banyak hal sebagai cerminan dari kualitas
hidup fisik. Masalahnya adalah indikator tersebut belum operasional dan masih mendapat
United Nation Development Program (UNDP) menyusun indikator kualitas fisik dan
Human Development Report 1993, dalam hal ini UNDP menyusun tingkat pembangunan
manusia (Human Development Index) dengan tiga indikator utama, yaitu usia harapan hidup,
fisik adalah tingkat kualitas kehidupan seseorang atau penduduk dalam mencari kebahagiaan
lahiriah, yang dilihat melalui: 1) faktor ekonomi 2 faktor kesehatan), dan 3) faktor
pendidikan.
a. Faktor Ekonomi
Kemakmuran yang berkaitan dengan aspek ekonomi dapat diukur dengan tingkat
produksi (GDP), pengeluaran (GNP) dan pendapatan (GNY). Pada tingkat produksi dapat
dilihat berdasarkan kemampuan masyarakat dalam menghasilkan sesuatu yang bernilai atau
kualitas tenaga kerja, kesempatan untuk berperan dalam proses produksi. Perbedaan
(Sumodiningrat, 1999:6-12).
Pendapatan adalah kesuluruhan dari penerimaan individu atau keluarga yang diterima
dalam waktu tertentu (perbulan, pertahun) yang meliputi pendapatan usaha, pendapatan lain-
pengeluaran untuk bahan makanan makin kecil dan kecendrungan proporsi pengeluaran
makanan terdiri dari: pengeluaran untuk perumahan (sewa/kontrak, bahan bakar, penerangan
dan air) barang dan jasa (sabun, kosmetik, angkutan, upah pembantu rumah tangga, bacaan
dan rekreasi), pakaian, barang tahan lama (meja, kursi, perkakas, alat dapur, alat hiburan, alat
olahraga, perhiasan, kenderaan dan sebagainya). Pengeluaran lainnya terdiri dari (PBB, pajak
Sisa pendapatan merupakan konsep penting, karena jika ditambahkan pada jumlah
Bagaimanapun juga sisa pendapatan atau surplus yang dapat ditabung masyarakat merupakan
hasil dari perputaran kegiatan ekonomi, yakni produksi, distribusi dan konsumsi
(Sumodiningrat, 1999:8)
Disamping mutu, kegigihan, ketekunan, giat dan rajin juga sangat mempengaruhi
seseorang dalam kemudahan mencari suatu pekerjaan untuk menambah pendapatan, sekaligus
Setiap individu mempunyai kebutuhan yang ingin dipenuhi dan aspirasi-aspirasi yang
ingin dicapai. Apabila kebutuhan dan atau aspirasi tersebut tidak dapat dipenuhi atau dicapai
dengan tetap tinggal di daerahnya yang sekarang, maka kemungkinan individu tersebut akan
melakukan migrasi ke daerah lain untuk dapat memenuhi kebutuhannya (Bagus, 1999:36).
biasanya akan terbatas pada kebutuhan pokok dan sedikit yang digunakan untuk memenuhi
keperluan kesehatan, pendidikan dan kebutuhan lainnya yang dirasakan tidak terlalu
mendesak. Pada hal jika diamati secara seksama, rendahnya tingkat kesehatan dan pendidikan
berkaitan dengan rendahnya produktivitas dan pada gilirannya berakibat pada tingkat
sama sekali tidak dapat memberikan makna kepada kehidupan sosial, fokus ini sekarang telah
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan
masyarakatnya mengelola sumber daya-sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola
kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan
kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam
wilayah tersebut.
a. suatu daerah dianggap sebagai ruang dimana kegiatan ekonomi terjadi di dalam berbagai
pelosok ruang tersebut terdapat sifat-sifat yang sama seperti segi pendapatan
perkapitanya, sosial budaya, geografisnya dsb. Daerah ini disebut daerah homogen.
b. suatu daerah dianggap sebagai suatu ekonomi ruang yang dikuasai oleh satu atau
beberapa pusat kegiatan ekonomi daerah. Daerah ini disebut daerah nodal.
c. suaru daerah adalah suatu ekonomi ruang yang berada dibawah suatu administrasi
tertentu seperti satu propinsi, kabupaten, kecamatan dsb didasarkan pada pembagian
administratif suatu negara. Daerah ini disebut daerah perencanaan atau daerah
administrasi.
Tabel 2.1. Paradigma Baru Teori Pembangunan Daerah
dan untuk memperbaiki kapasitas sektor swasta dalam menciptatakn nilai sumberdaya-
maka perkembangan itu akan membawa pengaruh atau imbas ke daerah lain.
mempunyai manfaat yang sangat tinggi disamping mencegah jurang kemakmuran antara
daerah, melestarikan kebudayaan setempat dapat juga menghindarkan perasaan tidak puas
masyarakat. Kalau masyarakat sudah tenteram dapat membantu terciptanya kestabilan dalam
masyarakat terutama kestabilan politik, pada kestabilan dalam masyakarat merupakan syarat
mutlak jika suatu negara hendak mengadakan pembangunan negara secara mantap.
c. Penyusunan Strategi
a. Identifikasi Proyek
peran yang diambil oleh pemerintah daerah dalam proses pembangunan ekonomi daerah yaitu
1. Entrepreneur
BUMD yan harus dikelola lebih baik sehingga secara ekonomis menguntungkan.
2. Koordinator
didaerahnya. Dalam peranya sebagia koordinator, pemerintah daerah bisa juga melibatkan
didaerahnya, hal ini akan mempercepat proses pembangunan dan prosedur perencanaan serta
4. Stimulator
daerah tersebut dan menjaga agar perusahaan yang telah ada tetap berada di daerah tersebut.
b. Faktor Kesehatan
Penduduk yang berkualitas terdiri dari keluarga yang harmonis, yaitu keluarga yang
sehat dalam arti fisik, psikologis, dan spiritual yang didefinisikan oleh Worlt Health
Organization (WHO) dalam Mariati Sukarni sebagai keadaan yang sempurna baik dari segi
fisik, mental maupun kesejahtraan sosial. Seseorang dikatakan sehat tidak hanya terlepas dari
penyakit dan kelemahan, tetapi juga mampu menjalankan aktivitas kehidupan dan dapat
dukungan masyarakat, sumber alam dan fasilitas yang memadai (Maryati, 1994:38).
Ada empat faktor penentu yang dapat meningkatkan derajat kesehatan dalam keluarga,
yaitu: 1) faktor bawaan, 2) pelayanan kesehatan yang baik, 3) perilaku, 4) faktor lingkungan,
merupakan faktor penting untuk memungkinkan seseorang untuk berperan secara penuh dalam
kehidupan sosial dan ekonomi. Bagi kebanyakan orang kesehatan fisik dan mental merupakan
hal terpenting dari apa yang dimaksud dengan kualitas hidup (Lourdes, 2000:16).
berpengaruh terhadap produktivitas seseorang. Untuk itu, kesehatan keluarga perlu dijaga.
seseorang dalam kesehatan ditentukan oleh tiga kelompok besar. Pertama: faktor predisposisi
adalah yang mencakup pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, norma sosial dan unsur lain
yang terdapat dalam diri individu. Kedua: faktor pendukung, yang meliputi tersedianya
pelayanan kesehatan dan kemudahan dalam mencapainya. Ketiga: faktor pendorong yang
meliputi sikap dan perilaku petugas kesehatan. Sikap petugas yang tidak ramah juga dapat
menyebabkan masyarakat enggan untuk datang ke pusat-pusat pelayanan kesehatan. Selain itu
kemungkinan petugas kurang aktif dalam mendekati dan memberikan penyuluhan kepada
Salah satu hal yang terkait dengan kesehatan bayi dan balita adalah mendapat atau
tidaknya Air Susu Ibu (ASI) dari ibunya. Oleh karena bayi sangat rentan terhadap kekurangan
gizi, maka pemberian ASI mutlak diperlukan bayi, ASI juga merupakan sumber makanan
utama dan terbaik bagi bayi, sedangkan status gizi ibu sebelum dan saat hamil berpengaruh
terhadap kecukupan dan kualitas ASI. ASI dapat menurunkan pneumonia karena selain bahan
nutrisi, ASI juga mengandung anti infeksi atau bahan imonologik serta bahan-bahan lain yang
dapat mencegah infeksi saluran nafas bakteri atau virus (Wibowo, 2005:43)
Selain dari pada itu, gizi juga merupakan bagian penting dari kesehatan dan
pendidikan, karena gizi adalah landasan terpenting bagi kesehatan seumur hidup (Lourdes,
2000:171).
Status gizi dan anak sangat dipengaruhi oleh konsumsi makanan dan kesehatan.
Konsumsi makanan dipengaruhi oleh status gizi dalam makanan, ada tidaknya program
pemberian makanan di luar keluarga, daya beli keluarga dan kebiasaan makan orang tua
Itulah sebabnya, mengapa dikatakan kesehatan dan pendidikan perempuan atau ibu
merupakan satu ukuran atau indikator kesehatan yang paling efektif bagi suatu negara
(Lourdes, 2000:172).
c. Faktor Pendidikan
tersebut adalah aspek pendidikan, aspek kekayaan, aspek kekuasaan, dan aspek martabat. Pada
status pendidikan, maka status seseorang atau keluarga dapat dilihat berdasarkan tingkat
memberikan gambaran bahwa pendidikan sebagai lembaga yang berperan aktif dalam proses
perubahan suatu masyarakat, sementara sekolah merupakan masyarakat kecil sebagai agen
sosialisasi nilai-nilai moral yang ada dalam kehidupan masyarakat (Ballatine, 1993:7-8).
Supriatna (2000 : 97) menyatakan terdapat perubahan sosial dan modernisasi dengan
sumber daya manusia (kualitas hidup). Pernyataan ini dikemukakannya sebagai berikut:
Modernization and social change can be achieved only by improving and extending
education. Why do the leader of developing countries put so much emphasis on the
point? First, you much have education before you can obtain technological and
economic progress. To boost food production, to operate faktories, to apply science
for improvement of life, or to trade in work markets, a country has to have a large
group of well-trained people. Second to unity a collection of people and tribes
intonation, you also need education. Man cannot understand their fellow citizens
and widen their loyalties beyond the village if they cannot communicate ……third,
a political state in modern world can survive only if its official can coordinate
administration over large areas ……A people has to learn how to behave so that
there can be an effective modern state and society…… Finally, since schools have
importance political purpose, we should point out that pupils a indoctrinated.“
(Supriatna, 2000:49).
Dalam arti luas, pendidikan mencakup setiap proses, kecuali yang bersifat genetis,
yang membentuk pemikiran, karakter atau kapasitas fisik seseorang. Pendidikan tersebut
berlangsung seumur hidup, karena harus mempelajari cara berfikir dan bertindak yang baru
dalam setiap perubahan besar dalam hidup. Dalam arti sempit, pendidikan adalah penanaman
(Manan, 1989:9).
Salah satu dari tiga pandangan superorganik terhadap pendidikan memiliki implikasi
bahwa kurikulum mesti dikembangkan atas kajian langsung dari keadaan kebudayaan
sekarang dan masa depan. Lebih lanjut dijelaskannya, pendidikan merupakan alat yang
pendidikan formal dan non formal adalah proses membawa tiap-tiap generasi ke arah
1. Pendidikan Formal.
yang mampu mempersiapkan tenaga yang secara langsung dapat dipekerjakan. Hal ini terbukti
bahwa penduduk yang berpendidikan tinggi lebih mempunyai kecenderungan untuk bekerja
labih baik dalam mengembangkan karir dan menambah penghasilan keluarga (Ananta,
1993:58).
relevansi antara pendidikan dan pembangunan dalam rangka meningkatkan kualitas penduduk
sebagai potensi utama dalam pembagunan melalui strategi Link and Match yang ditandai:
Pertama, semakin tingginya tuntutan dunia tenaga kerja yang sejalan dengan pembangunan
baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Kedua, perubahan dalam struktur dan
persyaratan dunia kerja yang semakin kompetitif dan mengandalkan keahlian dalam suatu
bidang tertentu, tanpa mengabaikan wawasan dan pengetahuan secara interdisipliner. Ketiga,
kecendrungan umum dalam dunia pendidikan adanya perubahan cara berfikir yang
menyangkut pengetahuan, sikap, kemauan, dan keterampilan yang fungsional. Keempat,
semakin populernya konsep pengembangan sumber daya manusia dan pendidikan dipandang
upaya kuat untuk pengembangan sumber daya manusia berkualitas (Ahmadi, 1994:26).
Pendidikan berfungsi menyiapkan salah satu input dalam proses produksi, yaitu
tenaga kerja, agar dapat bekerja dengan produktif karena kualitasnya. Hal ini mendorong
1994:70).
Dari konsep ketenagakerjaan, fungsi pendidikan memiliki dua dimensi penting yaitu
tenaga kerja terdidik atau untuk mengisi lowongan kerja yang tersedia, dan dimensi kualitatif
yaitu penghasil tenaga terdidik yang selanjutnya dapat dibentuk menjadi tenaga penggerak
2. Pendidikan Non-Formal
proses belajar untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan diluar sistem pendidikan
(non-formal) yang berlaku dalam kurun waktu yang relatif singkat dengan metode yang lebih
mengutamakan pada praktik dari pada teori. Keterampilan meliputi pengertian physical skill,
keterampilan, menyediakan informasi dan membentuk sikap agar dapat bekerja secara lebih
mengubah sikap individu (1996:46). Sedangkan Wagner dan Hollenbeck, menjelaskan bahwa
untuk melaksanakan pekerjaan yang spesifik dalam sebuah organisasi (Hollenbeck, 1995:492).
Wexley dan Yukl, menjelaskan bahwa Training and development are terms referring to
planned efforts desigedte facilitate the acquisition of relevant skill, knowledge, and attitudes
menyangkut usaha-usaha yang berencana yang diselenggarakan agar dicapai penguasaan akan
Penjelasan di atas memberi gambaran bahwa pelatihan merupakan proses yang sengaja
yang diperlukan pegawai dalam melaksanakan tugas atau job-nya yang bertujuan memperbaiki
dan memelihara prestasi kerja masa kini dan mendatang dalam rangka mencapai tujuan
(2) meningkatkan mutu; (3) meningkatkan ketepatan dalam human resource planning; (4)
meningkatkan moral kerja; dan (5) menunjang pertumbuhan pribadi (Sikula, 1981:182).
Sedangkan Rivai, menjelaskan bahwa tujuan pelatihan dan pengembangan adalah untuk: (1)
meningkatkan kuantitas output; (2) meningkatkan kualitas output; (3) menurunkan biaya
limbah dan perawatan; (4) menurunkan jumlah dan biaya terjadinya kecelakaan; (5)
menurunkan turnover, ketidakhadiran kerja serta meningkatkan kepuasan kerja; dan (6)
hidup fisik penduduk dalam penelitian ini adalah: sebagai tingkat kualitas kehidupan yang
melekat pada seseorang atau penduduk dalam mencapai suatu kebahagiaan, yang dilihat dari
tingkat kebutuhan individual yang terkait dengan faktor-faktor: 1) faktor ekonomi, melalui, a.
pendidikan, yang ditandai dengan adanya, a. pendidikan formal dan b. pendidikan non-formal
Agar terjalin hubungan yang harmonis antara manusia dengan lingkungannya dalam
pemanfaatan kekayaan alam yang dimiliki perlu bagi setiap penduduk menanamkan pada
sekitar dan mahluk lain. jadi diperlukan pemikiran lebih jauh dalam konteks hubungan yang
harmonis antara manusia dengan lingkungan yang lebih menekankan nilai moral manusia
(Saigo, 1997:26), etika lingkungan sebagai moralitas terhadap lingkungan hidup, yaitu kualitas
dalam tindakan (perilaku) manusia yang dilakukan secara sadar terhadap lingkungan hidup,
dinilai dari segi baik dan buruk, sehingga etika lingkungan dapat merupakan perilaku manusia
1987:107).
mendasarkan dirinya pada nilai-nilai moral lingkungan. Lima nilai moral lingkungan hidup
sebagai dasar etika lingkungan menurut Suseno yaitu: 1) menusia harus menghormati alam, 2)
manusia harus mempunyai tanggung jawab khusus terhadap lingkungan lokal dimana manusia
lingkungan memuat larangan keras untuk merusak, mengotori, dan meracuni. 5) solidaritas
dengan generasi mendatang, yaitu berbagi adil sumber daya alam dengan generasi berikutnya
(Magnis, 1992:153).
adalah tingkat kesempurnaan atau nilai atau karakteristik seseorang dalam melakukan sesuatu
lingkungan dengan daya dukungnya melalui aturan dan norma-norma dalam etika lingkungan.
ancaman yang serius pada persatuan negara dan terjadinya kemunduran dalam melaksanakan
etika kehidupan bernegara, hal itu tampak dari komplik sosial yang berkepanjangan,
berkurangnya sopan santun dan budi luhur dalam pergaulan sosial, melemahnya kejujuran dan
Konsekuensi dari suatu masyarakat yang heterogen adalah kuatnya perasaan prejudice
atau prasangka terhadap seseorang atau sekolompok orang. Berbagai konflik horisontal yang
prejudice baik karena persoalan ras, maupun agama. Berbagai hasil penelitian seperti yang
dilaporkan oleh David Krech, Crutchfield, dan Ballachey menunjukkan bahwa prejudice
terkait dengan personality, sikap agresi yang disebabkan oleh frustrasi, sikap yang negatif
Dalam TAP MPR RI No.VII/MPR/ 2001 tanggal 9 November 2001 Tentang Visi
Dalam mewujudkan Visi Indonesia 2020, bangsa dan negara menghadapi tantangan
keadaan dan perubahan saat ini dan masa depan, baik dari dalam maupun luar negeri.
Pertama pemantapan persatuan bangsa dan kesatuan negera. Kemajuan suku, ras, agama
dan budaya merupakan kekayaan bangsa yang harus diterima dan dihormati. Pengelolaan
kemajemukan bangsa merupakan tantangan dalam mempertahankan integrasi dan
intergritas bangsa. Penyebaran penduduk yang tidak merata dan pengelolaan otonomi
daerah yang menggunakan konsep negara kepulauan sesuai dengan Wawasan Nusantara
merupakan tantangan pembangunan daerah dalam lingkup Negara Kesatuan R.I.
Disamping itu pengaruh globalisasi juga merupakan tantangan bagi pemantapan
persatuan bangsa dan kesatuan negara.
Negara memiiki 3 alat utama yang berperan mengatur atau melindungi lingkungan
seperti dengan menerapkan: (1) pajak, (2) pembiayaan (biaya) dan (3) peraturan (undang-
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik suatu pengertian tentang kualitas non-fisik
dalam penelitian ini adalah: sebagai tingkat atau derajat kehidupan seseorang atau penduduk
yang lebih bersifat batiniah dalam mencari kebahagiaan yang dilhat dari faktor-faktor : 1)
ditunjukkan dengan adanya a. wawasan lingkungan yang dimiliki, dan b. etika lingkungan. 3)
martabat bangsa.
Di bawah ini diberikan suatu model sederhana yang menggambarkan proses-proses yang
Pengamatan Rancangan
Sikap
Nilai
Motivasi
Gambar 2.6. Bagan sikap dan tingkah laku manusia dalam mempengaruhi Individu
dalam pembangunan kualitas manusia
Sumber: Supriatna. Strategi Pembangunan dan Kemiskinan.
(Jakarta: Rineka Cipta. 2000), p 97
Dari kedua bagan di atas dapat dijelaskan bahwa, lingkungan yang terdiri dari Objek
dalam hal ini yang dibuat oleh manusia, lingkungan manusia yang menyangkut lingkungan
sosial dan lingkungan benda-benda yang memang sudah tertata di alam, Keseluruhan
lingkungan ini merangsang individu untuk menimbulkan respon yang menempatkan objek
yang dipikirkan ke dalam suatu dimensi pertimbangan, faktor rangsangan ini kemudian
pengelolaan lingkungan secara rutin, Kedua, perencanaan dini pengelolaan lingkungan suatu
daerah yang menjadi dasar dan tuntutan bagi prencanaan pembangunan, Ketiga, perencana
pengeloaan lingkungan berdasarkan perkiraan dampak lingkungan yang akan terjadi sebagai
Gambar 2.7. Lingkungan hidup sebagaimana dijelaskan dalam UU No. 4 Tahun 1982
dan UU No 24 Tahun 1992 Tentang Tata ruang.
Sumber: Soerjani.
Sumberdaya Alam dan Kependudukan dalam Pembangunan.
Jakarta: UI Press, 1987
Betapa pentingnya menumbuhkan sikap yang arif terhadap ketiga bentuk pengelolaan
lingkungan hidup untuk sebuah kualitas hidup manusia. Sebagaimana menurut Dahlan,
kualitas hidup terbagi ke dalam kualitas fisik dan kualitas non fisik, sedangkan menurut
Soejani mengenai peningkatan kualitas hidup penduduk dalam pembangunan, secara jelas
KUALITAS HIDUP *
Sasaran
PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
Rekadaya BERWAWASAN LINGKUNGAN
LINGKUNGAN LINGKUNGAN
Pendidikan dan
Keterampilan
**
Model Dahlan
Gambar 2.8. Model Pembangunan dengan sasaran dan berbagai komponen pendukung,
kendala, dan keterbatasannya.
Sumber: Soerjani.
Sumberdaya Alam dan Kependudukan dalam Pembangunan.
Jakarta: UI Press, 1987
Pengertian lingkungan hidup itu sendiri sebenarnya mencakup lingkungan alam, yang
lingkungan hidup manusia yang telah diubah untuk kesejahtraan penduduk dengan
mempergunakan ilmu pengetahuan dan teknologi. Lingkungan sosial meliputi hubungan antar
manusia dengan lembaga pranata sosial, budaya, serta agama. Untuk itu, pengkajian
keterkaitan antara lingkungan alam, lingkungan buatan dan lingkungan sosial sangatlah
merubah lingkungannya dalam arti pengelolaan lingkungan, sementara itu perubahan suatu
lingkungan akan mempengaruhi kehidupan manusia, baik itu menguntungkan atau sebaliknya.
Untuk menciptakan mengelola lingkungan hidup yang baik dan sehat apabila
organisme yang ada di dalamnya mampu hidup dan berkembang secara normal oleh kondisi
serta sumber daya pendukungnya yang harus tetap alami, lingkungan hidup ini dapat tetap di
sebut alami selama manusia yang terdapat di dalamnya tidak mendominasi lingkungan
Manusia yang terdiri dari psikis dan fisik di dalam dirinya terjadi proses yang dapat
kehidupan melalui kegiatan pembangunan. Berdasarkan relevansi dari kedua bagan teori di
atas, merupakan alasan yang mendasari mengapa faktor sikap pengelolaan lingkungan
dijadikan sebagai salah satu bahan kajian yang diduga sebagai faktor perantara (intervening
bariable) yang dapat berpegaruh terhadap tinggi rendahnya kualitas penduduk dalam
prilaku pribadi dan sosial yang terintegrasi. Integrasi tersebut merupakan kristalisasi dari
faktor-faktor situasional dengan kognisi, keinginan, sikap, motivasi dan responnya (Supriatna,
2000:38).
Erich Fromm, melihat, hancurnya tata kualitas kehidupan manusia diakibatkan oleh
penekanan aspek materi, baik fisik maupun non fisik dan kurangnya melihat aspek kebutuhan
psikologi (Ancok, 1993:26). Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Gustav seorang
psikologi Jerman, mengatakan bahwa, perhatian kepada kehidupan materi dan melupakan
faktor psikologis adalah pangkal dari kehancuran kualitas kehidupan manusia (Ancok,
1993:36).
perubahan terhadap lingkungan, atau disebut dengan dampak lingkungan. Dampak lingkungan
dapat bersifat positif dan negative, tergantung dari perubahan yang diakibatkannya terhadap
lingkungan, tidak disadari, sikap pembangunan yang masih bersifat parsial dan cenderung
menekankan pada pembangunan fisik di berbagai tempat justru berakibat tidak terkandalinya
perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungan binaan dan bahkan dapat menurunkan mutu
lingkungan hidup (Setyabudi, 1996:7). Demikian pula dengan keluaran pembangunan dapat
menciptakan perubahan kualitas masyarakat yang mencakup aspek kognisi, afeksi dan skil
interaksi dengan situasi dan variabel-variabel lainnya yang membimbing dan mengarahkan
tingkah laku nyata dari individu (Mar’at, 1988:10-11). Lebih lanjut dikemukakannya sikap
memiliki tiga komponen yaitu komponen kognisi yang berhubungan dengan pikiran, gagasan
dan keyakinan. Komponen afeksi yang berhubungan dengan perasaan. Komponen tingkah
laku (konasi), merupakan kecenderungan bertingkah laku yang sesuai dengan sikap.
Para psikologi sosial beranggapan bahwa ketiga komponen di atas adalah selaras dan
konsisten. Apabila seseorang dihadapkan pada suatu objek sikap, maka ketiga komponen
tersebut mempolakan arah sikap yang beragam. Sebaliknya, jika salah satu dari ketiga
komponen sikap tersebut tidak konsisten maka akan terjadi ketidakselarasan yang
kembali. Prinsip inilah yang banyak digunakan individu dalam memanipulasi sikap guna
sebagaimana dikutip Azwar, mengemukakan tiga proses perubahan sikap yakni: 1) kesediaan
(compliance) adalah perubahan sikap seseorang akibat pengaruh dari orang lain dikarenakan
seseorang tersebut berharap memperoleh reaksi atau tanggapan positip dari pihak lain. 2)
identifikasi juga merupakan perubahan sikap yang dilakukan melalui peniruan dari sikap
seseorang atau keolompok lain dikarenakan sikap tersebut sesuai dengan apa yang
dianggapnya sebagai bentuk yang menyenangkan. 3) internalisasi yaitu perubahan sikap akibat
sikap adalah aspek psikologi yang muncul dari dalam diri seseorang dalam bentuk derajat
afektif, derajat kognitif dan derajat konatif yang didasari oleh kesiapan mental dalam
menanggapi objek-objek yang didorong oleh kecenderungan/ keinginan untuk bertindak dalam
melakukan sesuatu yang beragam yang dipercayai memiliki kesesuaian dengan sistem nilai
psikologi terutama yang berkenaan dengan sikap dalam melihat setiap perubahan yang terjadi
pada diri penduduk akibat dari adanya pengaruh aspek-aspek lingkungan, Adapun yang
dimaksud dengan sikap dalam hal ini adalah sikap penduduk tentang pengelolaan lingkungan
baik itu berupa pengelolaan lingkungan alam, pengelolaan lingkungan buatan dan pengelolaan
pendapat yang dikemukakan Erich dan Gustav sebelumnya yaitu terjadinya penurunan kualitas
manusia dan kualitas lingkungan akibat dari lebih dominannya memperhitungkan faktor
materi terutama faktor fisik dan non-fisik dari pada faktor psikologis.
konsistensi sikap dipengaruhi oleh Lingkungan, pengalaman peribadi, kebudayaan, orang lain
yang diangap penting, media masa (informasi), institusi atau lembaga pendidikan maupun
lembaga serta faktor emosi dalam diri individu, sehingga salah satu atau ketiga komponen
afektif, kognitif dan konatif secara bersamaan menimbulkan mekanisme yang konsisten.
Berdasarkan konsep variabel yang telah dibangun sebelumnya maka sikap masyarakat
dalam pengelolaan lingkungan adalah suatu ekspresi dari intensitas perasaan secara positif dan
negatif yang dimunculkan dalam bentuk kreativitas dalam pengelolaan lingkungan yang
dimiliki, intensitsitas perasaan dimaksud didasarkan oleh faktor kognitif, faktor afektif dan
buatan dan pengelolaan lingkungan sosial. Adapun batasan dari faktor-faktor yang dimaksud:
kognitif yang dimunculkan dalam bentuk pikiran, gagasan, dan keyakinan. 2) afektif yang
dimunculkan dalam bentuk pujian, dukungan, dan simpati, 3) konatif yang dimunculkan dalam
tahun 1997 tentang pengelolaan lingkukangan hidup disbutkan beberapa sasaran dari
hidup.
2. Terwujudnya manusia Indonesia sebagai insan lingkungan hidup yang memiliki sikap dan
kegiatan di luar wilayah Negara yang menyebabkan pencemaran dan /atau perusakan
lingkungan hidup.
Dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup tentunya tidak akan terlepas dari peran
masyarakat dimana setiap orang/masyarakat mempunyai hak yang sama atas kondisi
lingkungan hidup yang layak dan baik untuk tinggal dan berkembang biak. Jadi dalam hal ini
Negara harus meyediakan sarana lingkungan yang baik untuk seluruh masyarakat baik
menegetahui informasi apa saja tentang lingkungan hidup terutama disekitar masyarakat itu
tinggal. Pemerintah terkesan bertindak sendiri dalam mengatur tata ruang kota, pembangunan
tempat-tempat tertentu tanpa melibatkan masyarakat, padahal masyarakat mempunyai hak atas
semua itu. Dan masyarakat seringkali menjadi korban atas kebijaksanaan yang tanpa ada unsur
masyarakat.
Dan masyarakat juga berhak berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup yang
diatur dalam undang-undang yang berlaku.dalam setiap kegiatan yang berkaitan dengan
kerusakan yang sering kali disebabkan oleh manusia yang tidak bertanggung jawab yang demi
menguntungkan diri sendiri dan mengorbankan dan mengakibatkan penderitaan pada umat
manusia yang berkepanjangan, dengan ulah manusia yang menggunduli hutan mengakibatkan
persediaan air di alam menjadi terbatas dan setiap musim kemarau selalu mengalami
kekeringan, dan setiap musim hujan selalu kebanjiran. Dan dalam hal ini setiap orang baik itu
pejabat Negara, pengusaha dan masyarakat harus menjaga kelestarian lingkungan demi masa
depan. Dalam peransertanya pengelolaan lingkungan setiap orang harus memberikan
Setiap orang adalah bagian dari masyarakat dan masyarakat memiliki hak,
kewajiban dan peran yang sama dalam pengelolaan lingkungan, tanpa terkecuali masyarakat
desa, pelosok maupun kota, karena ruang lingkup lingkungan bukan hanya ditempat-tempat
tertentu saja namun seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keberadaan
masyarakat akan efektif sekali jika peranya dalam mengontrol pengelolaan lingkungan yang
ada.
sosial
a. Konsep Pemberdayaan
konsep yang lahir sebagai bagian dari perkembangan alam pikiran masyarakat kebudayaan
Barat, utamanya Eropa. Memahami konsep empowerment secara tepat harus memahami latar
dapat dipandang sebagai bagian atau sejiwa sedarah dengan aliran yang muncul pada paruh
abad ke-20 yang lebih dikenal sebagai aliran postmodernisme. Aliran ini menitikberatkan pada
sikap dan pendapat yang berorientasi pada jargon antisistem, antistruktur, dan
pemberdayaan oleh masing-masing individu secara selektif dan kritis dirasa penting, karena
konsep ini mempunyai akar historis dari perkembangan alam pikiran masyarakat dan
kebudayaan barat. Prijono Dan Pranarka (1996) membagi dua fase penting untuk memahami
akar konsep pemberdayaan, yakni: pertama, lahirnya Eropa modern sebagai akibat dari dan
reaksi terhadap alam pemikiran, tata masyarakat dan tata budaya Abad Pertengahan Eropa
yang ditandai dengan gerakan pemikiran baru yang dikenal sebagai Aufklarung atau
pikiran dan kebudayaan Indonesia. Perkembangan alam pikiran masyarakat dan kebudayaan
Barat diawali dengan proses penghilangan harkat dan martabat manusia (dehumanisasi).
Proses penghilangan harkat dan martabat manusia ini salah satunya banyak dipengaruhi oleh
kemajuan ekonomi dan teknologi yang nantinya dipakai sebagai basis dasar dari kekuasaan
(power).
Power adalah kemampuan untuk mendapatkan atau mewujudkan tujuan. Bachrach dan
Baratz (1970) membuktikan bahwa power adalah konsep rasional (rational concept). Dalam
pandangan mereka, power dilakukan yang dilakukan A hanya dilakukan dalam hubungan
individu atau kelompok B untuk memenuhi kebutuhan. Pemenuhan kebutuhan yang diberikan
oleh B yang rela melakukan pilihan atas sanksi yang ada atau akan kehilangan sesuatu yang
lebih tinggi (kekuasaan atau uang). Ironisnya, kekuasaan itu kemudian membuat bangunan-
bangunan yang cenderung manipulatif, termasuk sistem pengetahuan, politik, hukum, ideologi
dan religi. Akibat dari proses ini, manusia yang berkuasa menghadapi manusia yang dikuasai.
Dari sinilah muncul keinginan untuk membangun masyarakat yang lebih manusiawi dan
mempunyai arti kalau proses pemberdayaan menjadi bagian dan fungsi dari kebudayaan, yaitu
aktualisasi dan koaktualisasi eksistensi manusia dan bukan sebaliknya menjadi hal yang
destruktif bagi proses aktualisasi eksistensi manusia (Prijono & Pranarka, 1996).
rumusan yang berbeda-beda dalam berbagai konteks dan bidang kajian, artinya belum ada
definisi yang tegas mengenai konsep tersebut. Namun demikian, bila dilihat secara lebih luas,
pemberdayaan sering disamakan dengan perolehan daya, kemampuan dan akses terhadap
sumber daya untuk memenuhi kebutuhannya. Oleh karena itu, agar dapat memahami secara
mendalam tentang pengertian pemberdayaan maka perlu mengkaji beberapa pendapat para
Robinson (1994) menjelaskan bahwa pemberdayaan adalah suatu proses pribadi dan
sosial; suatu pembebasan kemampuan pribadi, kompetensi, kreatifitas dan kebebasan
“empowerment,” yang berarti memberi daya, memberi ”power” (kuasa), kekuatan, kepada
pihak yang kurang berdaya. Segala potensi yang dimiliki oleh pihak yang kurang berdaya itu
membangun dirinya.
masyarakat itu sebagai suatu sistem yang mampu mengorganisir dirinya. Payne (1997)
mendapatkan daya, kekuatan dan kemampuan untuk mengambil keputusan dan tindakan yang
akan dilakukan dan berhubungan dengan diri klien tersebut, termasuk mengurangi kendala
pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Paul (1987) menyatakan bahwa pemberdayaan
berarti pembagian kekuasaan yang adil sehuingga meningkatkan kesadaran politis kekuasaan
kelompok yang lemah serta memperbesar pengaruh mereka terhadap proses dan hasil-hasil
pemahaman secara psikologis pengaruh kontrol individu terhadap keadaan sosial, kekuatan
bahkan merupakan “keharusan” untuk lebih diberdayakan melalui usaha mereka sendiri dan
akumulasi pengetahuan, ketrampilan serta sumber lainnya dalam rangka mencapai tujuan
(power) yang akan menghasilkan hierarki kekuatan dan ketiadaan kekuatan, seperti yang
menjelaskan bahwa pemberdayaan suatu aktivitas refleksi, suatu proses yang mampu
diinisiasikan dan dipertahankan hanya oleh agen atau subyek yang mencari kekuatan atau
berinteraksi dengan lingkungan sosial dan fisik. Dengan demikian pemberdayaan bukan
merupakan upaya pemaksaan kehendak, proses yang dipaksakan, kegiatan untuk kepentingan
pemrakarsa dari luar, keterlibatan dalam kegiatan tertentu saja, dan makna-makna lain yang
tidak sesuai dengan pendelegasian kekuasaan atau kekuatan sesuai potensi yang dimiliki
masyarakat.
berasal dari kata dasar "daya" yang berarti kekuatan atau kemampuan. Bertolak dari
pengertian tersebut, maka pemberdayaan dimaknai sebagai proses untuk memperoleh daya,
kekuatan atau kemampuan, dan atau proses pemberian daya, kekuatan atau kemampuan dari
pihak yang memiliki daya kepada pihak yang kurang atau belum berdaya. Berdasarkan
bahwa pada hakekatnya pemberdayaan adalah suatu proses dan upaya untuk memperoleh atau
memberikan daya, kekuatan atau kemampuan kepada individu dan masyarakat lemah agar
dapat mengidentifikasi, menganalisis, menetapkan kebutuhan dan potensi serta masalah yang
dihadapi dan sekaligus memilih alternatif pemecahnya dengan mengoptimalkan sumberdaya
secara sistematis dan mencerminkan pentahapan kegiatan atau upaya mengubah masyarakat
yang kurang atau belum berdaya, berkekuatan, dan berkemampuan menuju keberdayaan.
Makna "memperoleh" daya, kekuatan atau kemampuan menunjuk pada sumber inisiatif dalam
rangka mendapatkan atau meningkatkan daya, kekuatan atau kemampuan sehingga memiliki
untuk berdaya berasal dari masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, masyarakat harus
menyadari akan perlunya memperoleh daya atau kemampuan. Makna kata "pemberian"
menunjukkan bahwa sumber inisiatif bukan dari masyarakat. Inisiatif untuk mengalihkan
daya, kemampuan atau kekuatan adalah pihak-pihak lain yang memiliki kekuatan dan
b. Proses Pemberdayaan
proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuatan kekuasaan atau kemampuan kepada
masyarakat agar individu lebih berdaya. Kecenderungan pertama tersebut dapat disebut
memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa
tiga proses yaitu: Pertama: Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi
masyarakat berkembang (enabling). Titik tolaknya adalah bahwa setiap manusia memiliki
potensi yang dapat dikembangkan. Artinya tidak ada sumberdaya manusia atau masyarakat
tanpa daya. Dalam konteks ini, pemberdayaan adalah membangun daya, kekuatan atau
akan potensi yang dimiliki serta berupaya mengembangkannya. Kedua, memperkuat potensi
atau daya yang dimiliki oleh masyarakat (empowering), sehingga diperlukan langkah yang
lebih positif, selain dari iklim atau suasana. Ketiga, memberdayakan juga mengandung arti
melindungi. Dalam proses pemberdayaan, harus dicegah yang lemah menjadi bertambah
masyarakat berdaya, Sumardjo (1999) menyebutkan ciri-ciri warga masyarakat berdaya yaitu:
(1) mampu memahami diri dan potensinya, mampu merencanakan (mengantisipasi kondisi
perubahan ke depan), (2) mampu mengarahkan dirinya sendiri, (3) memiliki kekuatan untuk
berunding, (4) memi liki bargaining power yang memadai dalam melakukan kerjasama yang
Slamet (2003) menjelaskan lebih rinci bahwa yang dimaksud dengan masyarakat
mengambil keputusan, berani mengambil resiko, mampu mencari dan menangkap informasi
dan mampu bertindak sesuai dengan situasi. Proses pemberdayaan yang melahirkan
masyarakat yang memiliki sifat seperti yang diharapkan harus dilakukan secara
merupakan suatu proses yang berkesinambungan, namun dalam implementasinya tidak semua
yang direncanakan dapat berjalan dengan mulus dalam pelaksanaannya. Tak jarang ada
masyarakat, baik yang berasal dari kepribadian individu maupun berasal dari sistem sosial:
Super-ego, yang terlalu kuat, cenderung membuat seseorang tidak mau menerima
b. Berasal dari Sistem Sosial; kesepakatan terhadap norma tertentu (Conformity to Norms),
dan kepaduan sistem dan budaya (Systemic and Cultural Coherence), kelompok
kepentingan (vested Interest), hal yang bersifat sacral (The Sacrosanct), dan penolakan
memiliki daya, kekuatan atau kemampuan. Kekuatan yang dimaksud dapat dilihat dari aspek
fisik dan material, ekonomi, kelembagaan, kerjasama, kekuatan intelektual dan komitmen
arti yang sama dengan kemandirian masyarakat. Salah satu cara untuk meraihnya adalah
dengan membuka kesempatan bagi seluruh komponen masyarakat dalam tahapan program
pembangunan. Setiap komponen masyarakat selalu memiliki kemampuan atau yang disebut
potensi. Keutuhan potensi ini akan dapat dilihat apabila di antara mereka mengintegrasikan
yang ingin dicapai dari pemberdayaan masyarakat adalah untuk membentuk individu dan
dan mengendalikan apa yang mereka lakukan. Kemandirian masyarakat merupakan suatu
kondisi yang dialami oleh masyarakat yang ditandai dengan kemampuan memikirkan,
memutuskan serta melakukan sesuatu yang dipandang tepat demi mencapai pemecahan
dan afektif serta sumber daya lainnya yang bersifat fisik/material. Kondisi kognitif pada
hakikatnya merupakan kemampuan berpikir yang dilandasi oleh pengetahuan dan wawasan
seseorang dalam rangka mencari solusi atas permasalahan yang dihadapi. Kondisi konatif
merupakan suatu sikap perilaku masyarakat yang terbentuk dan diarahkan pada perilaku yang
keterampilan yang dimiliki masyarakat sebagai upaya mendukung masyarakat dalam rangka
Terjadinya keberdayaan pada empat aspek tersebut (kognitif, konatif, afektif dan
yang dicita-citakan. Karena dengan demikian, dalam masyarakat akan terjadi kecukupan
wawasan, yang dilengkapi dengan kecakapan keterampilan yang memadai, diperkuat oleh rasa
Masyarakat yang mengikuti proses belajar yang baik, secara bertahap akan memperoleh daya,
kekuatan atau kemampuan yang bermanfaat dalam proses pengambilan keputusan secara
mandiri. Sebagaimana dikemukakan oleh Montagu & Matson (Suprijatna, 2000) yang
mengusulkan konsep The Good Community and Competency yang meliputi sembilan konsep
komunitas yang baik dan empat komponen kompetensi masyarakat. The Good Community
and Competency itu adalah; (1) setiap anggota masyarakat berinteraksi satu sama lain
berdasarkan hubungan pribadi atau kelompok; (2) komunitas memiliki kebebasan atau
sendiri secara mandiri dan bertanggung jawab; (3) memiliki vialibilitas yaitu kemampuan
memecahkan masalah sendiri; (4) distribusi kekuasaan secara adil dan merata sehingga setiap
orang mempunyai berkesempatan dan bebas memiliki serta menyatakan kehendaknya; (5)
kesempatan setiap anggota masyarakat untuk berpartsipasi aktif untuk kepentingan bersama;
(6) komunitas memberi makna kepada anggota; (7) adanya heterogenitas/beda pendapat; (8)
pelayanan masyarakat ditempatkan sedekat dan secepat mungkin kepada yang berkepentingan;
Melengkapi sebuah komunitas yang baik perlu ditambahkan kompetensi yang harus
dimiliki masyarakat yaitu, sebagai berikut: (1) mampu mengidentifikasi masalah dan
kebutuhan komunitas, (2) mampu mencapai kesempatan tentang sasaran yang hendak dicapai
dalam skala prioritas, (3) mampu menemukan dan menyepakati cara dan alat mencapai
sasaran yang telah disetujui, dan (4) mampu bekerjasama dalam bertindak mencapai tujuan.
masyarakat agar mampu memikirkan, mencari dan menentukan solusi yang terbaik dalam
pembangunan sosial.
memikirkan dan menentukan solusi yang terbaik dalam pembangunan tentunya tidak
selamanya harus dibimbing, diarahkan dan difasilitasi. Berkaitan dengan hal ini,
sampai target masyarakat mampu untuk mandiri, dan kemudian dilepas untuk mandiri,
meskipun dari jauh tetap dipantau agar tidak jatuh lagi. Berdasarkan pendapat Sumodiningrat
berarti pemberdayaan melalui suatu masa proses belajar, hingga mencapai status mandiri.
yaitu: (1) tahap penyadaran dan pembentukan perilaku menuju perilaku sadar dan peduli,
sehingga yang bersangkutan merasa membutuhkan peningkatan kapasitas diri, (2) tahap
Tahap pertama atau tahap penyadaran dan pembentukan perilaku merupakan tahap
persiapan dalam proses pemberdayaan. Pada tahap ini pelaku pemberdayaan berusaha
yang efektif. Apa yang diintervensi dalam masyarakat sesungguhnya lebih pada kemampuan
afektifnya untuk mencapai kesadaran konatif yang diharapkan agar masyarakat semakin
kondisinya.
keterampilan dapat berlangsung baik, demokratis, efektif dan efisien, jika tahap pertama telah
terkondisi. Masyarakat akan menjalani proses belajar tentang pengetahuan dan kecakapan-
keterampilan yang memiliki relevansi dengan apa yang menjadi tuntutan kebutuhan jika telah
menyadari akan pentingnya pening katan kapasitas. Keadaan ini akan menstimulasi terjadinya
keterbukaan wawasan dan penguasaan keterampilan dasar yang mereka butuhkan. Pada tahap
ini masyarakat hanya dapat berpartisipasi pada tingkat yang rendah, yaitu sekedar menjadi
Tahap ketiga adalah merupakan tahap pengayaan atau peningkatan intelektualitas dan
kondisi seperti ini seringkali didudukkan sebagai subyek pembangunan atau pemeran utama.
Pada hakikatnya, ilmu teori perencanaan berkaitan erat dengan perencanan kota.
karena itu, ilmu ini sangat diperlukan dalam merencanakan sebuah kota, karena dalam teori
perencanaan membahas definisi, pemahaman konteks, praktek-praktek, dan proses-proses
dalam perencanaan kota, dan bagaimana pertumbuhannya dari asal-usul sejarah dan
kebudayaan masing-masing.
Teori perencanaan telah berkembang sejak lama dan mengalami banyak perubahan
sejak Patrick Geddes (1925) mencetuskannya untuk pertama kali. Kebutuhan manusia akan
teori tunggal mengenai suatu perencanaan atau biasa disebut dengan teori perencanaan
mengakibatkan pengaruh para ilmuan di bidang ilmu sosial maupun ilmu pengetahuan alam
semakin dilibatkan dalam praktek perencanaan, riset dan pendidikan. Kita membutuhkan
pengetahuan dasar dalam mempelajari teori perencanaan. Pengetahuan dasar itu dapat kita
peroleh dengan mengetahui sejarah perkembangan teori perencanaan mulai pra revolusi
Teori perencanaan mulai berkembang pesat setelah terjadinya revolusi industri yang
mengakibatkan adanya kemunduran kota. Hal ini merupakan sebuah perubahan yang sangat
besar dalam kehidupan kota. Revolusi industri sendiri telah menciptakan kota-kota industri
dimana kota tersebut kepentingan buruh sangat besar. Setelah itu, mulai muncul sebuah
gagasan dari Patrick Geddes tentang analisa terperinci dari pola pemukiman dan lingkungan
ekonomi lokal yang merupakan awal dari lebih berkembangnya sebuah teori perencanaan.
pengendalian pemanfaatan ruang. Oleh karenanya dalam proses penataan ruang, tidak terbatas
pada proses perencanaan saja. Tetapi, meliputi aspek pemanfaatan yang merupakan wujud
operasional rencana tata ruang serta proses pengendalian pemanfaatan ruang. Dalam proses
pengendalian pemanfaatan memiliki mekanisme pengawasan dan penertiban terhadap
pelaksanaan pembangunan agar tetap sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
daya.
guna, berhasil guna, dan tepat guna untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia.
Pada hakekatnya evaluasi rencana tata ruang adalah suatu usaha untuk menilai antara
pelaksanaan rencana tata ruang pada kurun waktu tertentu setelah disahkan dengan
perkembangan menurut kenyataan yang terjadi (antara keinginan dengan kenyataan). Dengan
demikian perubahan yang terjadi dapat dinilai untuk menentukan perlakuan selanjutnya
ayat 1, evaluasi merupakan salah satu kegiatan pengawasan terhadap pemanfaatan ruang selain
dari pelaporan dan pemantauan. Menurut penjelasan Pasal 18 ayat 1, bentuk evaluasi adalah
usaha untuk menilai kemajuan kegiatan pemanfaatan ruang dalam mencapai tujuan rencana
tata ruang. Jadi evaluasi di sini, hanya terbatas untuk lingkup pemanfaatan ruang saja tidak
Kalau kita simak tujuan penataan ruang tersebut di atas, sangat jelas tercantum kata
berwawasan lingkungan, tapi tetap saja ada pelanggaran lingkungan. Apakah perlu penyamaan
selama ini adalah berwawasan lingkungan kotor (rusak, bau, tidak teratur, preman dll.). Buat
area permukiman di wilayah resapan air. Sudah tahu itu wilayah resapan air, tapi tetap saja
keluar ijin. Celakanya ini menjadi kebiasaan bahkan ‘budaya’ di seantero wilayah Indonesia.
bersifat lintas sektor dan wilayah, maka dalam pelaksanaan pembangunan diperlukan
perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup yang sejalan dengan prinsip
yang berimbang sebagai pilar-pilar yang saling tergantung dan saling memperkuat satu sama
lain. Di dalam pelaksanaannya melibatkan berbagai pihak, serta ketegasan dalam penaatan
Diharapkan dengan adanya partisipasi barbagai pihak dan pengawasan serta penaatan
hukum yang betul-betul dapat ditegakkan, dapat dijadikan acuan bersama untuk mengelola
lingkungan hidup dengan cara yang bijaksana sehingga tujuan pembangunan berkelanjutan
betul-betul dapat diimplementasikan di lapangan dan tidak berhenti pada slogan semata.
Namun demikian fakta di lapangan seringkali bertentangan dengan apa yang diharapkan. Hal
ini terbukti dengan menurunnya kualitas lingkungan hidup dari waktu ke waktu, ditunjukkan
beberapa fakta di lapangan yang dapat diamati. Hal-hal yang berkaitan dengan pengelolaan
lingkungan hidup di daerah dalam era otonomi daerah antara lain sebagai berikut :
lingkungan hidup di daerah belum mampu dilaksanakan dengan baik. Ego kedaerahan masih
sering nampak dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup, demikian juga ego sektor.
Pengelolaan lingkungan hidup sering dilaksanakan overlaping antar sektor yang satu dengan
lingkungan hidup) terjadi tumpang tindih antara satu sektor dan sektor lain.
Program dan kegiatan mesti didukung dengan dana yang memadai apabila mengharapkan
keberhasilan dengan baik. Walaupun semua orang mengakui bahwa lingkungan hidup
merupakan bidang yang penting dan sangat diperlukan, namun pada kenyataannya PAD masih
terlalu rendah yang dialokasikan untuk program pengelolaan lingkungan hidup, diperparah
lagi tidak adanya dana dari APBN yang dialokasikan langsung ke daerah untuk pengelolaan
lingkungan hidup.
4). Keterbatasan sumber daya manusia
Harus diakui bahwa di dalam pengelolaan lingkungan hidup selain dana yang memadai juga
harus didukung oleh sumber daya yang mumpuni. Sumber daya manusia seringkali masih
hidup (termasuk aparat pemda) banyak yang belum memahami secara baik tentang arti
5). Eksploitasi sumber daya alam masih terlalu mengedepankan profit dari
sisi ekonomi
Sumber daya alam seharusnya digunakan untuk pembangunan untuk mencapai kesejahteraan
kenyataannya banyak diabaikan. Fakta menunjukkan bahwa tidak terjadi keseimbangan antara
ekonomi dan lingkungan hidup. Masalah lingkungan hidup masih belum mendapatkan porsi
yang semestinya.
Peraturan perundangan yang berkaitan dengan lingkungan hidup cukup banyak, tetapi dalam
implementasinya masih lemah. Ada beberapa pihak yang justru tidak melaksanakan peraturan
perundangan dengan baik, bahkan mencari kelemahan dari peraturan perundangan tersebut
Pemahaman dan kesadaran akan pentingnya lingkungan hidup sebagian masyarakat masih
lemah dan hal ini, sehingga perlu ditingkatkan. Tidak hanya masyarakat golongan bawah,
tetapi juga masyarakat golongan menegah ke atas, bahkan yang berpendidikan tinggi pun
Penerapan teknologi tidak ramah lingkungan dapat terjadi untuk mengharapkan hasil yang
instant, cepat dapat dinikmati. Mungkin dari sisi ekonomi menguntungkan tetapi mengabaikan
dampak lingkungan yang ditimbulkan. Penggunaan pupuk, pestisida, yang tidak tepat dapat
terdapat kearifan lokal yang sering sudah menggunakan teknologi yang ramah lingkungan
Tentu saja masih banyak masalah-masalah lingkungan hidup yang terjadi di daerah –
daerah otonom yang hampir tidak mungkin untuk diidentifakasi satu per satu, yang
kesemuanya ini timbul akibat “pembangunan” di daerah yang pada intinya ingin
mensejahterakan masyarakat, dengan segala dampak yang ditimbulkan. Dengan fakta di atas
diperkuat dengan fakta seringnya terjadi bencana alam baik tsunami, gempa bumi, banjir,
kekeringan, tanah longsor, semburan lumpur dan bencana alam lain yang menyebabkan
lingkungan kita menjadi turun kualitasnya. Tentu saja tidak ada yang mengharapkan itu semua
terjadi. Sebagian bencana alam juga disebabkan oleh ulah manusia itu sendiri (Sudarmadji,
2008).
perangkat kebijaksanaan dan program serta kegiatan yang didukung oleh sistem pendukung
daya manusia dan kemitraan lingkungan, disamping perangkat hukum dan perundangan,
informasi serta pendanaan. Sifat keterkaitan (interdependensi) dan keseluruhan (holistik) dari
sistem pendukungnya tidak dapat berdiri sendiri, akan tetapi terintegrasikan dan menjadi roh
dan bersenyawa dengan seluruh pelaksanaan pembangunan sektor dan daerah (Sudarmadji,
2008).
No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai
Daerah Otonom, dalam bidang lingkungan hidup memberikan pengakuan politis melalui
No. 25 Tahun 2000, Pengelolaan Lingkungan Hidup titik tekannya ada di Daerah, maka
kebijakan nasional dalam bidang lingkungan hidup secara eksplisit PROPENAS merumuskan
program yang disebut sebagai pembangunan sumber daya alam dan lingkungan hidup.
lengkap mengenai potensi dan produktivitas sumber daya alam dan lingkungan hidup melalui
inventarisasi dan evaluasi, serta penguatan sistem informasi. Sasaran yang ingin dicapai
melalui program ini adalah tersedia dan teraksesnya informasi sumber daya alam dan
lingkungan hidup, baik berupa infrastruktur data spasial, nilai dan neraca sumber daya alam
Tujuan dari program ini adalah menjaga keseimbangan pemanfaatan dan pelestarian
sumber daya alam dan lingkungan hidup hutan, laut, air udara dan mineral. Sasaran yang akan
dicapai dalam program ini adalah termanfaatkannya sumber daya alam untuk mendukung
kebutuhan bahan baku industri secara efisien dan berkelanjutan. Sasaran lain di program
Lingkungan Hidup
Tujuan program ini adalah meningkatkan kualitas lingkungan hidup dalam upaya
mencegah kerusakan atau pencemaran lingkungan dan pemulihan kualitas lingkungan yang
rusak akibat pemanfaatan sumber daya alam yang berlebihan, serta kegiatan industri dan
transportasi. Sasaran program ini adalah tercapainya kualitas lingkungan hidup yang bersih
perangkat hukum dan kebijakan, serta menegakkan hukum untuk mewujudkan pengelolaan
sumber daya alam dan pelestarian lingkungan hidup yang efektif dan berkeadilan. Sasaran
program ini adalah tersedianya kelembagaan bidang sumber daya alam dan lingkungan hidup
yang kuat dengan didukung oleh perangkat hukum dan perundangan serta terlaksannya upaya
Tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan peranan dan kepedulian pihak-
pihak yang berkepentingan dalam pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian fungsi
lingkungan hidup. Sasaran program ini adalah tersediaanya sarana bagi masyarakat dalam
pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup sejak proses
Sisi lemah dalam pelaksanaan peraturan perundangan lingkungan hidup yang menonjol
adalah penegakan hukum, oleh sebab itu dalam bagian ini akan dikemukakan hal yang terkait
lemah, yang menonjol antara lain adalah tidak diimbangi ketaatan aturan oleh pelaku
pembangunan atau sering mengabaikan landasan aturan yang mestinya sebagai pegangan
untuk dipedomani dalam melaksanakan dan mengelola usaha dan atau kegiatannya, khususnya
lingkungan. Oleh karena itu, sesuai dengan rencana Tindak Pembangunan Berkelanjutan
lingkungan melalui upaya pengembangan sistem hukum, instrumen hukum, penaatan dan
kebijakan dan penegakan hukum yang merupakan salah satu permasalahan lingkungan hidup
hidup.
Meningkatkan kualitas dan kuantitas koordinasi dengan instansi terkait dan stakeholders.
dimaksud lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan
perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain (Sudarmadji, 2008).
Kondisi lingkungan hidup dari waktu ke waktu ada kecenderungan terjadi penurunan
kerusakan lingkungan. Dengan terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan ternyata juga
terhadap lingkungan hidup, secara umum telah diatur dengan Undang-undang No.4 Tahun
dalam Undang - undang Pengelolaan Lingkungan Hidup diadakan berbagai perubahan untuk
memudahkan penerapan ketentuan yang berkaitan dengan penegakan hukum lingkungan yaitu
Undang-undang No 4 Tahun 1982 diganti dengan Undang-undang No. 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup dan kemudian diatur lebih lanjut dalam peraturan
pelaksanaanya. Undang - undang ini merupakan salah satu alat yang kuat dalam melindungi
sektoral. Hal ini mengingat Pengelolaan Lingkungan hidup memerlukan koordinasi dan
keterpaduan secara sektoral dilakukan oleh departemen dan lembaga pemerintah non –
departemen sesuai dengan bidang tugas dan tanggung jawab masing-masing, seperti Undang-
undang No. 22 Th 2001 tentang Gas dan Bumi, UU No. 41 Th 1999 tentang Kehutanan, UU
No. 24 Th 1992 tentang Penataan Ruang dan diikuti pengaturan lebih lanjut dengan Peraturan
Menurut Saefulhakim (2002) wilayah adalah satu kesatuan unit geografis yang antar
bagiannya mempunyai keterkaitan secara fungsional. Wilayah berasal dari bahasa Arab
berdekatan baik secara geometris maupun similarity”. Contohnya: antara supply dan demand,
hulu-hilir. Oleh karena itu, yang dimaksud dengan pewilayahan (penyusunan wilayah) adalah
dengan bagian yang lainnya. Wilayah Pengembangan adalah pewilayahan untuk tujuan
kata kunci, yaitu: (1) pertumbuhan; (2) penguatan keterkaitan; (3) keberimbangan; (4)
kemandirian; dan (5) keberlanjutan. Sedangkan konsep wilayah perencanaan adalah wilayah
yang dibatasi berdasarkan kenyataan sifat-sifat tertentu pada wilayah tersebut yang bisa
bersifat alamiah maupun non alamiah yang sedemikian rupa sehingga perlu direncanakan
menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai alternatif yang sah bagi pencapaian
aspirasi setiap warga yang paling humanistik. Sedangkan menurut Anwar (2005),
dalam ruang dan berkaitan dengan aspek sosial ekonomi wilayah. Pengertian pembangunan
dalam sejarah dan strateginya telah mengalami evolusi perubahan, mulai dari strategi
kesempatan kerja, pertumbuhan dan pemerataan, penekanan kepada kebutuhan dasar (basic
need approach), pertumbuhan dan lingkungan hidup, dan pembangunan yang berkelanjutan
(suistainable development).
Konsep pengembangan wilayah di Indonesia lahir dari suatu proses iteratif yang
sebagai bentuk penerapannya yang bersifat dinamis. Dengan kata lain, konsep pengembangan
wilayah di Indonesia merupakan penggabungan dari berbagai teori dan model yang senantiasa
di Indonesia, terdapat beberapa landasan teori yang turut mewarnai keberadaannya. Pertama
adalah Walter Isard sebagai pelopor Ilmu Wilayah yang mengkaji terjadinya hubungan sebab-
akibat dari faktor-faktor utama pembentuk ruang wilayah, yakni faktor fisik, sosial-ekonomi,
dan budaya. Kedua adalah Hirschmann (era 1950-an) yang memunculkan teori polarization
effect dan trickling-down effect dengan argumen bahwa perkembangan suatu wilayah tidak
terjadi secara bersamaan (unbalanced development). Ketiga adalah Myrdal (era 1950-an)
dengan teori yang menjelaskan hubungan antara wilayah maju dan wilayah belakangnya
dengan menggunakan istilah backwash and spread effect. Keempat adalah Friedmann (era
pengembangan sistem pembangunan yang kemudian dikenal dengan teori pusat pertumbuhan.
Terakhir adalah Douglass (era 70-an) yang memperkenalkan lahirnya model keterkaitan desa
diperkaya dengan gagasan-gagasan yang lahir di Indonesia. Diantaranya adalah Sutami (era
1970-an) dengan gagasan bahwa pembangunan infrastruktur yang intensif untuk mendukung
Poernomosidhi (era transisi) memberikan kontribusi lahirnya konsep hirarki kota-kota dan
memperkenalkan konsep pola dan struktur ruang yang bahkan menjadi inspirasi utama bagi
lahirnya UU No.24/1992 tentang Penataan Ruang. Pada periode 1980-an ini pula lahir Strategi
Nasional Pembangunan Perkotaan (SNPP) sebagai upaya untuk mewujudkan sitem kota-kota
nasional yang efisien dalam konteks pengembangan wilayah nasional. Dalam perjalanannya
SNPP ini pula menjadi cikal-bakal lahirnya konsep Program Pembangunan Prasarana Kota
Terpadu (P3KT) sebagai upaya sistematis dan menyeluruh untuk mewujudkan fungsi dan
Pada era 90-an, konsep pengembangan wilayah mulai diarahkan untuk mengatasi
kesenjangan wilayah, misal antara kawasan timur Indonesia dan kawasan barat Indonesia,
antar kawasan dalam wilayah pulau, maupun antara kawasan perkotaan dan perdesaan.
pengembangan wilayah sebagai alat untuk mewujudkan integrasi Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
untuk mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan berbagai sumber daya, merekatkan dan
keserasian antar kawasan, keterpaduan antar sektor pembangunan melalui proses penataan
ruang dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan yang berkelanjutan dalam wadah NKRI.
diselenggarakan untuk memenuhi tujuan-tujuan sektoral yang bersifat parsial. Namun lebih
dari itu, pembangunan diselenggarakan untuk memenuhi tujuan-tujuan pengembangan
berbagai sumber daya sebagai unsur utama pembentuk ruang (sumberdaya alam, buatan,
manusia dan sistem aktivitas), yang didukung oleh sistem hukum dan sistem kelembagaan
yang melingkupinya.
beragam. Hal ini dipengaruhi oleh perkembangan teori dan model pengembangan wilayah
1. Sebagai growth center. Pengembangan wilayah tidak hanya bersifat internal wilayah,
namun harus diperhatikan sebaran atau pengaruh (spred effect) pertumbuhan yang
4. Dalam pengembangan wilayah, mekanisme pasar harus juga menjadi prasyarat bagi
sumberdaya manusia dan infrastruktur yang saling berkaitan dan melengkapi sehingga dapat
untuk meningkatkan fungsi dan perannya dalam menata kehidupan sosial, ekonomi,
dan regionalisasi menyebabkan terjadinya perubahan dan dinamika spasial, sosial, dan
(Angga, 2011).
Globalisasi juga ditandai dengan adanya revolusi teknologi informasi, transportasi dan
manajemen. Revolusi tersebut telah menyebabkan batas antara kawasan perkotaan dan
perdesaan menjadi tidak jelas, terjadinya polarisasi pembangunan daerah, terbentuknya kota
dunia (global cities), sistem kota dalam skala internasional, terbentuknya wilayah
wilayah baik skala lokal, nasional, regional dan internasional (Angga, 2011).
Di kawasan Asia globalisaasi telah menciptakan polarisasi pembangunan yang sangat
sepanjang pantai timur Tokyo, Seoul, Shanghai, Taipei, Hongkong, Guangzhou, Bangkok,
Kuala Lumpur, Singapura, Jakarta, bandung Hingga Surabaya. Dalam skala antarnegara
Koridor mega urban ini sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi daerah
hubungan ekonomi dan pasar yang cukup kuat. Namun perubahan tersebut tidak diimbangi
dengan penyediaan sarana dan prasarana wilayah yang memadai akibat keterbatasan
pemerintah. Oleh karena itu, pihak swasta dan lembaga lainnya dapat berpartisipasi dalam
pembangunan yang harus bertumpu pada peningkatan individu, kelompok dan pemberdayaan
Semakin pentingnya peran lembaga non pemerintah seperti, pihak swasta, masyasrakat, dan
lembaga swadaya masyarakat (LSM) dalam pelaksanaan pembangunan dan pembiayaan. 3).
Terjadinya peningkatan urbanisasi di pinggiran kota besar dibandingkan di dalam kota besar
itu sendiri. Hal ini sejalan dengan konsep yang dikembangkan oleh Mc.Gee pada tahun 1980-
an. Batas antara kawasan perkotaan dan pedesaan semakin tidak jelas akibat pertumbuhan
ekonomi, Dimana kegiatan perkotaan telah berbaur dengan perdesaaan dengan intensitas
dari pembangunan suatu daerah terutama di perdesaan yang sangat rentan dan berat
menghadapi perubahan yang berskala global. Perubahan ini, jika tidak didukung suatu
perencanaan wilayah yang baik dengan mempertimbangkan aspek internal, sosial dan
(Angga, 2011).
dikatagorikan miskin dan lemah agar mampu meningkatkan daya saing, manajemen produksi
dan teknologi tepat guna berbasis lokal yang mampu mempengaruhi daerah lainnya secara
timbal balik. Secara sederhana konsep pengembangan wilayah perlu dilakukan dalam
masyarakat di lapisan bawah agar dapat mempengaruhi pasar secara berkelanjutan (Angga,
2011).
(development) bukanlah suatu kondisi atau keadaan yang ditentukan oleh sumber daya alam
yang dimiliki, akan tetapi lebih ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya dalam hal
apa yang dapat mereka perbuat dengan apa yang mereka miliki guna meningkatkan kualitas
hidupnya dan juga kualitas lingkungannya. Kebijakan nasional penataan ruang secara formal
di atas oleh undang – undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang penataan ruang, yang kemudian
diperbaharui dengan undang – undang Nomor 27 Tahun 2007 kebijakan tersebut ditujukan
untuk penataan ruang nasional yang sudah membaik, secara substansial menyatakan kriteria
menciptakan perbaikan di semua bidang, baik pengembangan fisik maupun non fisik.
pemberdayan sumber daya manusia setempat, dalam hal bagaimana mengelola lingkungan
alam yang dengan penguasaan teknogi yang mereka miliki. Pengembangan wilayah itu tidak
lain dari usulan untuk mengawinkan secara harmonis antara sumber daya alam, sumber daya
Pengembangan
Wilayah
Gambar
2.9. Hubungan antara Pengembangan Wilayah, Sumber Daya Alam, Sumber Daya
Manusia dan Teknologi.
hasil penelitian yang relevan. Pada mulanya pengukuran terhadap keberhasilan pembangunan
dilakukan dengan menggunakan metode Gross National Product (GNP), namun sejalan
dengan pesatnya perkembangan penduduk, metode GNP yang biasanya dipergunakan sudah
tidak dapat lagi dipergunakan sebagai pengukuran yang diharapkan. Untuk memenuhi
permintaan ini, maka dkembangkan suatu metode pengukuran dengan menggunakan Psycal
Quality of Life (PQLI). Beberapa hasil penelitian terdahu yang berkaitan dengan pembangunan
ditemukan bahwa untuk melihat kualitas seseorang harus dilihat dari berbagai faktor yang