Anda di halaman 1dari 39

KONSEP DASAR PENYAKIT

1. DEFINISI
Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi karena pembuluh darah di otak pecah sehingga
timbul iskhemik dan hipoksia di hilir. Penyebab stroke hemoragi antara lain: hipertensi, pecahnya
aneurisma, malformasi arteri venosa. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat
aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun (Ria Artiani,
2009).
Stroke hemoragik adalah pembuluh darah otak yang pecah sehingga menghambat aliran darah
yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan kemudian merusaknya (M.
Adib, 2009).
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat
gangguan fungsi otak fokal (global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau
lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular
(Muttaqin, 2008).
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa stroke hemoragik adalah salah satu jenis stroke yang
disebabkan karena pecahnya pembuluh darah di otak sehingga darah tidak dapat mengalir secara
semestinya yang menyebabkan otak mengalami hipoksia dan berakhir dengan kelumpuhan.
2. ETIOLOGI
Penyebab stroke hemoragik biasanya diakibatkan dari:
Hemoragi serebral ( pecahnya pembuluh darah serebral dengan pendarahan kedalam jaringan otak
atau seluruh ruang sekitar otak ). Akibatnya adalah penghentian suplai darah ke otak . Hemoragi
serebral dapat terjadi di berbagai tempat yaitu :
a. Hemoragi subakhranoid
b. Hemoragi intraserebral

Faktor resiko penyakit stroke menyerupai faktor resiko penyakit jantung iskemik :
a. Usia
b. Jenis kelamin: pada wanita premonophous lebih rendah, tapi pada wanita post monophous sama
resiko dengan pria
c. Hipertensi
d. DM
e. Keadaan hiperviskositas berbagai kelainan jantung
f. Koagulopati karena berbagai komponen darah antara lain hiperfibrinogenia
g. Keturunan
h. Hipovolemia dan syook ( Aru W, Sedoyo dkk, 2006)

3. PATOFISIOLOGI
a. Perdarahan intra cerebral
Pecahnya pembuluh darah otak terutama karena hipertensi mengakibatkan darah masuk ke
dalam jaringan otak, membentuk massa atau hematom yang menekan jaringan otak dan
menimbulkan oedema di sekitar otak. Peningkatan TIK yang terjadi dengan cepat dapat
mengakibatkan kematian yang mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intra cerebral sering
dijumpai di daerah putamen, talamus, sub kortikal, nukleus kaudatus, pon, dan cerebellum.
Hipertensi kronis mengakibatkan perubahan struktur dinding permbuluh darah berupa
lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid.
Perdarahan sub arachnoid
b. Perdarahan Sub Arachnoid
Pecahnya pembuluh darah karena aneurisma atau AVM. Aneurisma paling
sering didapat pada percabangan pembuluh darah besar di sirkulasi willisi.
AVM dapat dijumpai pada jaringan otak dipermukaan pia meter dan ventrikel otak, ataupun
didalam ventrikel otak dan ruang subarakhnoid. Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang
subarakhnoid mengakibatkan tarjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur
peka nyeri, sehinga timbul nyeri kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda
rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatam TIK yang mendadak juga mengakibatkan
perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat
mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebral. Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari
setelah timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan dapat menghilang setelah
minggu ke 2-5. Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal
dari darah dan dilepaskan kedalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri di ruang
subarakhnoid. Vasospasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala,
penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia dan lain-lain).
Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan
didalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak punya cadangan O2 jadi
kerusakan, kekurangan aliran darah otak walau sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi.
Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh
kurang dari 20 mg% karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari
seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan
terjadi gejala disfungsi serebral. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha memenuhi O2 melalui
proses metabolik anaerob,yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak.

4. GEJALA KLINIS
Manifestasi klinis dari stroke perdarahan ditinjau berdasarkan jenisnya sebagai berikut. (1)
a) Perdarahan intraserebral
Perdarahan intraserebral ditemukan pada 10% dari seluruh kasus stroke, terdiri dari 80% di
hemisfer otak dan sisanya di batang otak dan serebelum.

Gejala klinisnya sebagai berikut.

1) Onset perdarahan bersifat mendadak, terutama sewaktu melakukan aktivitas dan dapat didahului
oleh gejala prodromal berupa peningkatan tekanan darah yaitu nyeri kepala, mual, muntah,
gangguan memori, bingung, perdarahan retina, dan epistaksis.
2) Penurunan kesadaran yang berat sampai koma disertai hemiplegia/hemiparese dan dapat disertai
kejang fokal / umum.
3) Tanda-tanda penekanan batang otak, gejala pupil unilateral, refleks pergerakan bola mata
menghilang dan deserebrasi
4) Dapat dijumpai tanda-tanda tekanan tinggi intrakranial (TTIK), misalnya papiledema dan
perdarahan subhialoid.
b) Perdarahan subarakhnoid
Perdarahan subarakhnoid adalah suatu keadaan dimana terjadi perdarahan di ruang subarakhnoid
yang timbul secara primer.

Gejala klinisnya adalah sebagai berikut.

1) Onset penyakit berupa nyeri kepala mendadak seperti meledak, dramatis, berlangsung dalam 1
– 2 detik sampai 1 menit.
2) Vertigo, mual, muntah, banyak keringat, mengigil, mudah terangsang, gelisah dan kejang.
3) Dapat ditemukan penurunan kesadaran dan kemudian sadar dalam beberapa menit sampai
beberapa jam. Dijumpai gejala-gejala rangsang meningen, Perdarahan retina berupa perdarahan
subhialid merupakan gejala karakteristik perdarahan subarakhnoid, Gangguan fungsi otonom
berupa bradikardi atau takikardi, hipotensi atau hipertensi, banyak keringat, suhu badan
meningkat, atau gangguan pernafasan.

5. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan untuk stroke hemoragik, antara lain:
a. Menurunkan kerusakan iskemik cerebral
Infark cerebral terdapat kehilangan secara mantap inti central jaringan otak, sekitar daerah itu
mungkin ada jaringan yang masih bisa diselematkan, tindakan awal difokuskan untuk
menyelematkan sebanyak mungkin area iskemik dengan memberikan O2, glukosa dan aliran darah
yang adekuat dengan mengontrol / memperbaiki disritmia (irama dan frekuensi) serta tekanan
darah.
b. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan,
pemberian dexamethason.
c. Pengobatan
1. Anti koagulan: Heparin untuk menurunkan kecederungan perdarahan pada fase akut.
2. Obat anti trombotik: Pemberian ini diharapkan mencegah peristiwa trombolitik/emobolik.
3. Diuretika : untuk menurunkan edema serebral
4. Terapi farmakologi:
1) Vitamin K
- Mekanisme kerja
Mekanisme kerja dengan meningkatkan biosintesis beberapa factor pembekuan daraj yaitu
protombin, factor VII, IX, X di hepar. Aktivasi X menjadi Xa oleh factor VIIa, TF dan Ca2+ dari
jalur ekstrinsic dan factor IXa, VIIIa dan Ca2+ dari jalur intrinsic. Kemudian factor Xa dibantu
oleh Ca2+ dan factor Va akan mengaktifkan protombin menjadi thrombin. Trombin kemudian
mengaktivasi factor XIII dan XIIIa yang akan mengkatalisis perubahan fibrinogen menjadi fibrin.
2) Faktor-faktor pembekuan darah mekanisme kerja:
§ aktivasi tromboplastin
§ pembentukan thrombin dari protombin
§ pembentukan fibrin dari fibrinogen
· Vitamin K ada 2 jenis : Menadiol Sodium Fosfat yang bersifat larut dalam air dan Fitomenadion
(vitamin K1) yang larut dalam lemak.
1) Menadiol Sodium Fosfat
Indikasi: defisiensi vitamin K (misalnya pada sumbatan empedu atau penyakit hati)
· Kontraindikasi: neonatus, bayi, hamil tua
· Dosis: 1-12 tahun 5-10 mg per hari, 12-18 tahun 10-10 mg per hari, dewasa 10-40 mg per hari.
· Sediaan: tablet 10 mg
· Interaksi: vitamin K melawan efek antikoagulan coumarin dan fenindion
3) Vitamin K1
· Indikasi: defisiensi vitamin K (misalnya pada sumbatan empedu atau penyakit hati)
· Kontraindikasi: neonates, bayi, hamil tua
· Dosis: 1-12 tahun 5-10 mg per hari, 12-18 tahun 10-20 mg per hari, dewasa 10-40 mg per hari.
· Sediaan: tablet 10 mg
· Interaksi : vitamin K melawan efek antikoagulan coumarin dan fenindion.
4) Protamin
· Dosis: Injeksi intravena (kecepatan tidak lebih dari 5 mg/menit), 1 mg menetralkan 80-100 unit
heparin bila diberikan dalam waktu lebih panjang, diperlukan protamin lebih sedikit karena
heparin diekskresi dengan cepat; maksimal 50 mg.
· Indikasi: Digunakan untuk mengatasi over dosis heparin, namun jika digunakan berlebihan
memiliki efek antikoagulan. Jika perdarahan yang terjadi saat pemberian heparin hanya ringan,
protamin sulfat tidak perlu diberikan karena penghentian heparin biasanya akan menghentikan
perdarahan dalam beberapa jam.
· Kontraindikasi: Hipersensitif terhadap protamin
· Efek samping: Mual, muntah, muka merah, hipontensi, bradikardi, dispnea, reaksi hipersensitif
(termasuk angiodema, anafilaksis) pernah dilaporkan.
· Mekanisme kerja: Protamin sulfat merupakan basa kuat, bekerja sebagai antagonis heparin pada
in vitro dan in vivo dengan cara membentuk kompleks bersama heparin yang bersifat asam kuat
menjadi bentuk garam stabil. Kompleks heparin dan protamin tidak mempunyai efek antikoagulan.
· Bentuk sediaan: Injeksi intravena
5) Asam traneksamat
· Indikasi: Asam traneksamat adalah obat antifibrinolitik yang menghambat pemutusan benang
fibrin. Asam traneksamat digunakan untuk profilaksis dan pengobatan pendarahan yang
disebabkan fibrinolisis yang berlebihan dan angiodema hereditas.
· Mekanisme kerja: asam traneksamat kompetitif menghambat aktivasi plasminogen sehingga
mengurangi konversi plasminogen menjadi plasmin (fibrinolisin), enzim yang mendegradasi
gumpalan fibrinogen dan protein plasma lainnya termasuk faktor prokoagulan V dan VIII. Oleh
karena itu, dapat mengatasi perdarahan berat akibat fibrinolisis yang berlebihan.
· Dosis: Oral 1-1.5 gr (15-25 mg/kg) 2-4 kali sehari. Dosis injeksi inravena perlahan: 0.5-1 gr (10
mg/kg) 3 kali sehari. Dosis infuse kontinyu 25-50 mg per kg setiap hari.
· Efek samping: sakit dada, vasospasme, syok hemoragik, demam, sakit kepala, kedinginan,
urtikaria, alopesia, disestesis pedis, purpura, eczema, nekrosis kutan, plak eritematosis,
hiperkelemia, hiperlipidemia, mual, muntah, konstipasi, hemorage, ditemukan darah pada urin,
epiktasis, hemoragik adrenalin, hemoragik retriperitonial, trombositopenia, peningkatan enzim
SGOT,SGPT, ulserasi, nekrosis kutan yang disebabkan karena injeksi subkutan, neropati perifer,
osteoporosis, konjungtivitis, hemoptisis, hemoragik pulmonary, asma arthritis, rhinitis,
bronkospasme, reaksi alergi kemudian reaksi anafilaktik.
· Interaksi dengan obat lain: obat yang berfungsi untuk menjaga hemostasis tidak diberikan
bersamaan dengan obat anti fibrinolitik. Pembentukan thrombus akan meningkat dengan adanya
O estrogen atau mekanisme antifibrinolitik diantagonis oleh senyawa trombolitik.
· Mekanisme kerja: asam traneksamat bekerja dengan sama memblok ikatan plasminogen dan
plasmin terhadap fibrin; inhibisi terhadap plasmin ini sangat terbatas pada tingkat tertentu.
· Bentuk: sediaan kapsul 250 mg, tablet 500 mg, injeksi 50 ml.
6) Calsium Chanel Blocker: Nimodipin
· Indikasi: merupakan Ca chanel bloker dengan aktivitas serebrovaskuler preferensial. Hal ini
ditandai dengan efek dilatasi dan menurunkan tekanan darah pada serebrovaskuler.
· Mekanisme kerja: nimodipin ternasuk dalam kelas agen farmakologis dikenal sebagai kalsium
chanel blocker. Nimodipin diindikasikan untuk peningkatan hasil neurologis dengan mengurangi
insiden dan keparahan deficit iskemik pada pasien dengan perdarhan subarachnoid dari pecahnya
aneurisme. Proses kontraktil sel-sel otot polos tergantung pada ion kalsium sel selama depolarisasi
sebagai penghambat arus transmembran. Nimodipin menghambat transfer ion kalsiun ke dalam
sel dan demikian menghambat kontraksi otot polos vaskuler.
· Dosis: PO / nasogastrik 60 mg/4 jam selam 21 hari berturut-turut. Memulai terapi dalam waktu 96
jam perdarahan subarachnoid.
7) Terapi suportif: infuse manitol
· Indikasi: menurunkan tekanan intrakranial yang tinggi karena edema serebral.
· Mekanisme kerja: kenaikan tekanan intrakranial dan adanya edema serebral pada hemoragik dapat
terjadi karena dari efek gumpalan hematoma. Manitol bekerja untuk meningkatkan osmolaritas
plasma darah, mengakibatkan peningkatan air dari jaringan, termasuk otak dan cairan
serebrospinal, ke dalam cairan interstisial dan plasma. Akibatnya edema otak, peningkatan tekanan
intrakranial serta volume dan cairan serebrospinal dapat dikurangi.
· Dosis, lama dan cara pemberian: tekanan intracranial;edema serebral;1.5-2 gr/kg dosis IV dalam
15,20, atau 25% larutan selam 30-60 menit pertahankan osmolarotas serum 310 sampai >320
mOsm/kg.
5. Penatalaksanaan Pembedahan
Endarterektomi karotis dilakukan untuk memeperbaiki peredaran darahotak. Penderita yang
menjalani tindakan ini seringkali juga menderita beberapa penyulit seperti hipertensi, diabetes dan
penyakit kardiovaskular yang luas. Tindakan ini dilakukan dengan anestesi umum sehingga
saluran pernafasan dan kontrol ventilasi yang baik dapat dipertahankan.
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Angiografi cerebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti perdarahan arteriovena atau
adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurism atau malformasi vaskular.
b. Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal menunjukkan adanya
hemoragi pada subarakhnoid atau perdarahan pada intrakranial.
c. CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan
otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti.
d. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan bsar terjadinya perdarahan otak.
Hasil yang didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
e. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan yang
infrak sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.

A. KONSEP DASAR ASSUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
2. Pengkajian Primer
a. Airway.
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat kelemahan reflek
batuk.

b. Breathing.
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau
tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi.

c. Circulation.
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung
normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap
lanjut.

3. Pengkajian Sekunder

a. Aktivitasdan istirahat.

Data Subyektif:

1) kesulitan dalam beraktivitas ; kelemahan, kehilangan sensasi atau paralysis.

2) Mudah lelah, kesulitan istirahat (nyeri atau kejang otot).


Data obyektif:
1) Perubahan tingkat kesadaran.

2) Perubahan tonus otot ( flaksid atau spastic), paraliysis (hemiplegia), kelemahan umum.

3) Gangguan penglihatan.

b. Sirkulasi
Data Subyektif:

1) Riwayat penyakit jantung (penyakit katup jantung, disritmia, gagal jantung , endokarditis
bacterial), polisitemia.

Data obyektif:
1) Hipertensi arterial

2) Disritmia, perubahan EKG

3) Pulsasi : kemungkinan bervariasi

4) Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal.

c. Integritasego
Data Subyektif:

1) Perasaan tidak berdaya, hilang harapan.

Data obyektif:
1) Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesediahan , kegembiraan.

2) Kesulitan berekspresi diri.

d. Eliminasi
Data Subyektif:

1) Inkontinensia, anuria

2) Distensi abdomen (kandung kemih sangat penuh), tidak adanya suara usus(ileus paralitik)

e. Makan/minum
Data Subyektif:

1) Nafsu makan hilang.

2) Nausea / vomitus menandakan adanya PTIK.


3) Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan, disfagia.

4) Riwayat DM, Peningkatan lemak dalam darah.

Data obyektif:
1) Problem dalam mengunyah (menurunnya reflek palatum dan faring)

2) Obesitas (faktor resiko).

f. SensoriNeural
Data Subyektif:

1) Pusing / syncope (sebelum CVA / sementara selama TIA).

2) Nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub arachnoid.

3) Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti lumpuh/mati.

4) Penglihatan berkurang.

5) Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas dan pada muka ipsilateral (sisi
yang sama).

6) Gangguan rasa pengecapan dan penciuman.


Data obyektif:
1) Status mental : koma biasanya menandai stadium perdarahan, gangguan tingkah laku (seperti:
letergi, apatis, menyerang) dan gangguan fungsi kognitif.

2) Ekstremitas : kelemahan / paraliysis (kontralateral) pada semua jenis stroke, genggaman tangan
tidak imbang, berkurangnya reflek tendon dalam (kontralateral).

3) Wajah: paralisis / parese (ipsilateral).

4) Afasia (kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa), kemungkinan ekspresif/ kesulitan berkata
kata, reseptif / kesulitan berkata kata komprehensif, global / kombinasi dari keduanya.

5) Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran, stimuli taktil.

6) Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik.

7) Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada sisi ipsi lateral.
g. Nyeri/kenyamanan
Data Subyektif:

1) Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya.

Data obyektif:
1) Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot / fasial.

h. Respirasi
Data Subyektif:

1) Perokok (factor resiko).

i. Keamanan
Data obyektif:

1) Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan.

2) Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek, hilang kewasadaan terhadap
bagian tubuh yang sakit.

3) Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah dikenali.

4) Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu tubuh.

5) Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan, berkurang kesadaran diri.

j. Interaksisocial
Data obyektif:

1) Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi.

(Doenges E, Marilynn,2000).

2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan perfusi jaringan serebral yang berhubungan dengan perdarahan intraserebral oklusi
otak, vasospasme, dan edema otak ( Brunner dan Suddarth, 2009)
b. kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan
c. kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler.
d. Defisit perawatan diri berhubungan dengan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan,
kehilangan kontrol/ koordinasi otot
e. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan pengobatan berhubungan dengan Keterbatasan
kognitif, kesalahan interprestasi informasi, kurang mengingat
f. Resiko gangguan intregitas kulit yang berhubungan dengan tirah baring lama
g. Risiko ketidak seimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan kelemahan
otot dalam mengunyah dan menelan.
h. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan akumulasi secret, kemampuan
batuk menurun, penurunan mobilitas fisik sekunder, dan perubahan tingkat kesadaran.
3. Rencana Tindakan Keperawatan
a. Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intraserebral oklusi otak,
vasospasme, dan edema otak. ( Brunner dan Suddarth, 2009)
Tujuan: Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara maksimal
Kriteria hasil:
- Tingkat kesadaran komposmentis
- Tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan Intrakranial
- Tanda vital stabil dalam batas normal (BP: 90/60-140/90 mmHg, HR 60-100x/m)
- Tidak ada tanda deficit neurologis dan perburukan
Intervensi :
1) Tentukan faktor penyebab penurunan perfusi serebral dan tanda peningkatan TIK
Rasional: mempengaruhi penetapan intervensi kerusakan/kemunduran tanda/gejala
neurologi atau kegagalan memperbaiki setelah fase awalmemerlukan tindakan pembedahan atau
pasien dipindahkan ke ruang ICU.
2) Tinggikan posisi kepala tempat tidur 30 derajat
Rasional: menurunkan tekanan arteri dan meningkatkan drainase serta meningkatkan sirkulasi/
perfusi serebral. Untuk mencegah peningkatan tekanan intrakranial.
3) Monitor status neurologis (tingkat kesadaran, reflek patologis dan fisiologis, pupil) secara berkala
dan bandingkan dengan nilai normal.
Rasional: mengetahui kecenderungan penurunan kesadaran dan
potensial peningkatan TIK dan mengetahui luas serta lokasi dan kerusakan SSP. (Carpenito,2005)
4) Monitor tanda-tanda vital
Rasional: Adanya penyumbatan pada arteri subklavikula dapat
dinyatakan dengan adanya perbedaan tekanan darah pada kedua lengan. Frekuensi dan irama
jantung. Kemungkinan adanya bradikardi sebagai akibat adanya kerusakan otak. Ketidakteraturan
pernapasan memberikan gambaran lokasi kerusakan serebral.
5) Pertahankan suhu tubuh tetap normal
Rasional: peningkatan suhu tubuh dapat meningkatkan metabolisme
tubuh sehingga kebutuhan oksigen tubuh meningkat. Hal ini dapat
memperburuk gangguan serebral.
6) Catat perubahan dalam penglihatan, seperti adanya kebutaan, penurunan lapang pandang bila
pasien telah sadar.
Rasional: Gangguan penglihatan yang spesifik mencerminkan daerah
otak yang terkena, mengindikasikan keamanan yang harus mendapat
perhatian Dan mempengaruhi intervensi yang akan dilakukan. Pengkajian persepsi ini penting
dilakukan, karena stroke dapat mengakibatkan disfungsi persepsi visual dan kehilangan sensori.
Homonimus hemianopsia (kehilangan setengah lapang pandang) sisi yang terkena sama dengan
sisi yang mengalami paralysis.

7) Kolaborasi
a) Berikan oksigen
Rasional: Meningkatkan konsentrasi oksigen alveolar, yang dapat
menurunkan hipoksia, dapat menyebabkan vasodilatasi serebral
sehingga kebutuhan serebral akan oksigen terpenuhi
b) Obat Stimulator otak/neuroprotektor
Rasional : meningkatkan nutrisi sel otak sehingga dapat menstimulasi
kerja otak.
c) Obat antihipertensi
Rasional : Captopril merupakan golongan anti hipertensi penghambat
enzim konversi angiotensin (ACE). Penghambat ACE mengurangipembentukan angiotensin II
sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosteron yang menyebabkan terjadinya
ekskresi natrium dan air, serta retensi kalium. Akibatnya terjadi penurunan tekanan darah.
d) Obat laxative (pelunak feses)
Rasional : mencegah proses mengejan selama defekasi yang dapat menimbulkan terjadinya
peningkatan tekanan intrakranial. Obat ini memberikan efek langsung pada mukosa usus dan
menstimulasi peristaltik, hal ini akan meningkatkan sekresi air dan elektrolit menurunkan faktor
penyebab, resiko perluasan kerusakan jaringan dan menurunkan TIK . (Stein, 2008:510)
e) Obat anti piretik
Rasional : Contohnya adalah Paracetamol yang merupakan obat antiinflamasi non
steroid, golongan diflunizal. Saat demam tubuh melepaskan zat pirogenendogen atau sitokin
seperti interleukin 1 yang memacu pengeluaranprostaglandin di daerah preoptik hipotalamus.
Paracetamol ini akan dapatmenekan efek zat pirogen endogen dengan menghambat
sintesis prostaglandin. (Aronson, 2009). Intervensi ini berlandaskan pada teori
keperawatan dimana kesembuhan pasien itu berdasarkan adanya kerjasama yang sinergis antara
keperawatan dan tim kesehatan lain diantaranya adalah perawat, dokter dan tim kesehatan yang
lain.

b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan.


Tujuan; dapat melakukan aktivitas secara minimum
Kriteria hasil:
- mempertahankan posisi yang optimal,
- meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terkena
- mendemonstrasikan perilaku yang memungkinkan aktivitas.
Intervensi;
1) Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktifitas
Rasional: mengidentifikasi kelemahan/ kekuatan dan dapat memberikan informasi bagi pemulihan
2) Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang, miring)
Rasional: menurunkan resiko terjadinya trauma/ iskemia jaringan.
3) Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua ekstremitas
Rasional: meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu mencegah kontraktur.
4) Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan menggunakan ekstremitas
yang tidak sakit.
Rasional: dapat berespons dengan baik jika daerah yang sakit tidak menjadi lebih terganggu.
5) Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan resistif, dan ambulasi pasien.
Rasional: program khusus dapat dikembangkan untuk menemukan kebutuhan yang berarti/
menjaga kekurangan tersebut dalam keseimbangan, koordinasi, dan kekuatan.
c. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler.
Tujuan; dapat berkomunikasi sesuai dengan keadaannya.
Kriteria hasil;
- Klien dapat mengemukakan bahasa isyarat dengan tepat
- Tidak Terjadi kesapahaman bahasa antara klien, perawat dan keluarga
Intervensi;
1) Kaji tingkat kemampuan klien dalam berkomunikasi
Rasional: Perubahan dalam isi kognitif dan bicara merupakan indikator dari derajat gangguan
serebral
2) Minta klien untuk mengikuti perintah sederhana
Rasional: melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan sensorik
3) Tunjukkan objek dan minta pasien menyebutkan nama benda tersebut
Rasional: Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan motorik
4) Ajarkan klien tekhnik berkomunikasi non verbal (bahasa isyarat)
Rasional: bahasa isyarat dapat membantu untuk menyampaikan isi pesan yang dimaksud
5) Konsultasikan dengan/ rujuk kepada ahli terapi wicara.
Rasional: untuk mengidentifikasi kekurangan/ kebutuhan terapi.
d. Defisit Perawatan diri berhubungan dengan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan,
kehilangan kontrol/ koordinasi otot
Tujuan; kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi
Kriteria hasil :
- klien bersih
- klien dapat melakukan kegiatan personal hygiene secara minimal
Intervensi;
1) Kaji kemampuan klien dan keluarga dalam perawatan diri.
Rasional: Jika klien tidak mampu perawatan diri perawat dan keluarga membantu dalam perawatan
diri
2) Bantu klien dalam personal hygiene.
Rasional: Klien terlihat bersih dan rapi dan memberi rasa nyaman pada klien
3) Rapikan klien jika klien terlihat berantakan dan ganti pakaian klien setiap hari
Rasional: Memberi kesan yang indah dan klien tetap terlihat rapi
4) Libatkan keluarga dalam melakukan personal hygiene
Rasional: ukungan keluarga sangat dibutuhkan dalam program peningkatan aktivitas klien
5) Konsultasikan dengan ahli fisioterapi/ ahli terapi okupasi
Rasional: memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan rencana terapi dan
e. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan pengobatan berhubungan dengan Keterbatasan
kognitif, kesalahan interprestasi informasi, kurang mengingat
Tujuan; klien mengerti dan paham tentang penyakitnya
Kriteria hasil:
- Mampu berpartisipasi dalam proses belajar
Intervensi;
1) Kaji tingkat pengetahuan keluarga klien
Rasional: untuk mengetahui tingkat pengetahuan klien
2) Berikan informasi terhadap pencegahan, faktor penyebab, serta perawatan.
Rasional: untuk mendorong kepatuhan terhadap program teraupetik dan meningkatkan
pengetahuan keluarga klien
3) Beri kesempatan kepada klien dan keluarga untuk menanyakan hal- hal yang belum jelas.
Rasional: memberi kesempatan kepada orang tua dalam perawatan anaknya
4) Beri feed back/ umpan balik terhadap pertanyaan yang diajukan oleh keluarga atau klien.
Rasional: mengetahui tingkat pengetahuan dan pemahaman klien atau keluarga
5) Sarankan pasien menurunkan/ membatasi stimulasi lingkungan terutama selama kegiatan
berfikir
Rasional: stimulasi yang beragam dapat memperbesar gangguan proses berfikir.
f. Resiko gangguan intregitas kulit yang berhubungan dengan tirah baring lama
Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 klien mampu mempertahankan keutuhan kulit
Kriteria hasil :
- klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka
- mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka
- tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka.
Intervensi :
1) Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi daerah sekitar terhadap kehangatan dan
pelunak jaringan tiap mengubah posisi
Rasional : Memghindari kerusakan kapiler
2) Anjurkan untuk melakukan ROM dan mobilisasi jika mumgkin.
Rasional : Meningkatkan aliran darah ke semua daerah
3) Ubah posisi tiap 2 jam
Rasional : Menghindari tekanan danmeningkatkan aliran darah
4) Jaga kebersihan kulit dan seminimal mumgkin hindari trauma, panas terhadap kulit
Rasional : Mempertahankan keutuhan kulit
5) Lakukan massage pada daerah yang menonjol yang baru mengalami tekanan pada waktu
berubah posisi
Rasional : Menghindari kerusakan kapiler
g. Risiko ketidak seimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan kelemahan
otot dalam mengunyah dan menelan.
Tujuan: Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi.
Kriteria hasil:
- Nutrisi dapat masuk sesuai kebutuhan
- terdapat kumampuan menelan,
- BB meningkat 1 kg.
- Hb dan albimin dalam batas normal.
Intervensi
1) Observasi tekstur dan turgor kulit.
Rasional : Mengetahui status nutrisi klien.
2) Lakukan oral hygiene
Rasional: Kebersihan mulut merangsang nafsu makan
3) Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan, dan refleks batuk
Rasional: Untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan pada klien.
4) Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manual dengar menekan ringan di
atas bibir/ dibawah dagu jika dibutuhkan.
Rasional: Membantu dalam melatih kembali sensorik dan meningkatkan kontrol muskular
5) Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu
Rasional : Memberikan stimulasi sensorik (termasuk rasa kecap) yang dapat mencetuskan usaha
untuk menelan dan meningkatkan intake nurtrisi.
6) Anjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan
Rasional : Menguatkan otot fasial dan otot menelan dan menurunkan resiko terjadinya tersedak.
h. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan akumulasi secret, kemampuan
batuk menurun, penurunan mobilitas fisik sekunder, dan perubahan tingkat kesadaran
Tujuan :
Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama ...x 24 jam klien mamapu meningkatkan dan
memepertahankan keefektifan jalan nafas agar tetap bersih dan mencegah aspirasi, dengan kriteria
hasil :
- bunyi nafas terdengar bersih
- ronkhi tidak terdengar
- trakeal tube bebas sumbatan
- menunjukan batuk efektif
- tidak ada penumpukan secret di jalan nafas
- frekuensi pernafasan 16 -20x/menit.
Intervensi :
1) Kaji keadaan jalan nafas,
Rasional : obstruksi munkin dapat di sebabkan oleh akumulasi secret.
2) Lakukan pengisapan lendir jika d perlukan.
Rasional : pengisapan lendir dapay memebebaskan jalan nafas dan tidak terus menerus di lakukan
dan durasinya dapat di kurangi untuk mencegah hipoksia.
3) Ajarkan klien batuk efektif.
Rasional : batuk efektif dapat mengeluarkan secret dari jalan nafas.
4) Lakukan postural drainage perkusi/penepukan.
Rasional : mengatur ventilasi segmen paru-paru dan pengeluaran secret.
5) Kolaborasi : pemberian oksigen 100%.
Rasional : denagn pemberiaan oksigen dapat membantu pernafasan dan membuat hiperpentilasi
mencegah terjadinya atelaktasisi dan mengurangi terjadinya hipoksia.
Contoh Kasus pada CVA Hemoragik
Riwayat pasien Tgl 17-05-2010 (IGD) – Tgl 20-05-2010.
Pasien masuk IGD Jam 14.46 diantar keluarga, kondisi sebagai berikut:
Keadaan umum lemah, kaki kanan lemas 16 jam SMRS, pasien pingsan di saat mengendarai motor
dan selama pingsan pasien ditolong oleh warga sekitar, lama pingsan pasien selama 1 jam setelah
pasien sadar pasien mengalami lemas seluruh badan tangan dan kaki dan pasien tidak dapat
berjalan, bicara pelo, sulit menelan saat diberikan air putih, sakit kepala berat (+), kelemahan
lengan kanan dan kaki kanan, pasien masih dapat berkomunikasi dengan keluarga walaupun bicara
pelo/ tidak jelas, dan pasien dibawa ke RS Siaga dan dirawat selama 5 jam dan dirujuk ke 2 RS
Amanah tetapi pasien tidak diterima dan selanjutnya pasien ke RS. Husada dan 7-8 jam SMRS
pasien terlihat lumpuh bagian tungkai bawah kanan dan tangan kanan, dan setelah sampai di IGD
pasien BAB tetapi banyak keluar darah pasien terlihat pucat. RPD: sebelumya pasien belum pernah
mengalami serangan stroke dan pasien mengalami Hipertensi sejak 20 tahun lalu, dan tidak pernah
berobat sering minum obat-obatan dari warung, penyakit lain seperti DM, Jantung disangkal
pasien dan keluarga

I. PENGKAJIAN :
1. Identitas Pasien
Nama : Tn. AM – Register xxxxxxx
Umur : 65 tahun
Alamat : Jl. Adi Sucipto kota kesehatan.
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Buruh Bangunan
Status perkawinan : Kawin
Suku : Jawa tengah
Tanggal MRS : 17 Mei 2010 ( jam 18.00)
Pengkajian : 19 Mei 2010 ( jam 09.00)
Diagnosa masuk : CVD-SH, Anemia, PSCB (Heomokitsia)
Penanggung jawab : Tn NM
Hubungan : Anak
Alamat : Purwokerto – Jawa Tengah

2. Riwayat Kesehatandan Keperawatan


a. Keluhan Utama ( Saat Masuk Rumah Sakit )
klien mengalami penurunan kesadaran sejak 16 jam sebelum masuk rumah sakit.
Menurut hasil anamnesa masuk di IGD bahwa tiba-tiba Tn.AM pingsan tidak sadarkan
diri saat mengendari motor selama 1 jam, setelah sadar tidak bisa berdiri dan badan
terasa lemas termasuk kaki dan tangan dan tidak dapat digerakkan bicara pelo, mulut
terlihat mencong kekiri dan saat diberikan minum tersedak dan batuk, pasien sudah
dibawa ke RS Kedoya hanya 2 jam dan langsung dikirim ke RS Amanah tapi ditolak
karena penuh dan selanjutnya pasien di rujuk ke RS husada.

b. Keluhan Utama ( Saat Pengkajian )


Saat ini pasien kesadaran CM – Apatis, mengeluh sakit kepala berat, badan terasa leah,
muntah tidak ada, mual ada, bab belum lancar terdapat warna kehitaman dan merah
segar hari belum bab, terpasang poli kateter hari IV, mengalir lancar-warna urine keruh
kemerahan, terpasang infuse NaCl 500/12 jam, parese pada ekstermitas kanan. Jumlah
urine 1100/24 jam.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Keluarga mengatakan bahwa klien mengalami hipertensi sejak 20 tahun lalu, dan
berobat tidak teratur, sebelumnya pasien tidak pernah mengalami penyakit seperti saat
ini. Pasien sering tinggal dijakarta sendiri keluarga di jawa tengah.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit keturunan : keluarga mengatakan tidak ada anggota keluarga yang
mengalami sakit seperti pasien, termasuk penyakit-penyakit kencing manis, darah
tinggi dan lainnya
e. Pola Aktivitas Sehari-hari
Aktivitas Sebelum Masuk RS Masuk RS
Nutrisi – Makan 3 x sehari Makan 3 x 250 cc
Cairan Diet cair 1 cc=1,5 kal
Nasi, sayur, ikan piring/ Terpasang NGT hr.III
makan Kesulitan : penurunan
kesulitan tidak ada kesadaran, kesulitan
minum: 2000-2500 cc/hari menelan
Jenis : air putih, the, kopi 2500 cc/hari + Air putih
Eliminasi Volume tidak teridentifikasi x bab kurang lebih 250
Warna kuning jernih cc, warna merah segar
Frekwensi 6 -7/24 jam kehitaman, sedikit
Kesulitan tidak ada kekuningan, konsistensi
BAB :frekwensi 1-2 hari cair sebelum bab perut
Warna : kuning terasa mual dan nyeri
Konsistensi lunak Bak; terpasang dohwer
Kesulitan tidak ada kateter hr.III mengalir
lancar, warna
kemerahan, tak keruh
Tidur- Jumlah 6-7 jam Penurunan kesadaran
istirahat Siang jarang tidur (apatis), agak gelisah
Malam 6-7 jam
Kesulitan : tidak
Aktivitas Buruh/pekerja bangunan Miring kanan/kiri tiap 2
jam
Ketergantun Kebiasaan merokok , - tidak ada
gan penggunaan obat bebas ,
ketergantungan terhadap
bahan kimia , jamu , Olah
raga/gerak badan .
f. Pola sensori dan kognitif
Sensori : belum dinilai karena klien mengalami apasia dan apatis/gelisah.
Kognitif : Proses berfikir, isi pikiran, daya ingat, orientasi (tempat, waktu, orang )
belum dapat dnilai.
g. Pola penanggulangan stress
Pertahanan diri klien, biasanya meminta bantuan pada teman-teman sesame pekerja
bangunan.
h. Status Neurologi
Tingkat kesadaran Compos mentis- mengarah apatis, agak gelisah, GCS :E4 M6 Vapasia
Tanda-tanda rangsang selaput otak : kaku kuduk (-), tanda lasegue >700 />700, tanda
kernig >1350 />1350 , tanda brudzinski I dan II (-)
Syaraf cranial : N. olfaktorius, N. Optikus, N. okulomotorius, N. trokhlearis, N.
trigenimus, B. Abdusen kesan tidak kelainan, N. fasialis; kesan parese (mulut encong
kekiri) N. Vestibulo; tidak ada kelainan, N. glosofaringeus; ada gangguan menelan, N.
vagus, N. aksesorius; tidak ada kelaianan, N. hipoglosus; kesan ada kelainan (NC VII,
IX, XII; kesan ada kelainan)
Motorik : gaya berjalan tidak dapat di evaluasi, atropi (-), hipertropi (-), gerakan tidak
disadari (-)
Kekuatan otot: 3333 / 5555
4444 / 5555
Sensibilitas : belum dievaluasi.
Reflek fisiologi : radius, patella, tendon achiles +/+
Reflek patologi : chaddock, Gordon, oppenheim, gonad, Schaefer (-).
Fungsi serebellum : belum dapat dievalusai
Fungsi luhur : belum dapat dievaluasi
Fungsi saraf autonom : inkontinensia (-), hiper saliva (-), tachicardi (-), tachipnea (-).
Bab spontan, bak terpasang DC
Tanda – tanda tekanan intracranial : kaku kuduk (-), pupil isokor, agak gelisah (+), deficit
neurology (+), penurunan kesadaran (apatis).
Sesuai hasil pengkajian skale stroke (NIHSS) didapatkan skore 15 yang masuk stroke
berat (pengkajian NIHSS terlampir)

3. Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum
Keadaan penyakit berat, keadaan umu tampak lemah, kesadaran compos mentis
mengarah apatis, tekanan darah 180/110 mmHg, suhu tubuh 384◦C, pernapasan 24
X/menit, nadi 84X/menit (regular), GCS :E4 M6 Vapasia. BB ( sakit ): tidak diketahui,
BB ( Sblm Sakit ) ; tidak diketahui, hasil pengukuran LL 25 cm.(BB=2xLL; 50 kg).
b. Sistem integument
Tidak tampak ikterus, permukaan kulit kering, tekstur kasar, rambut hitam dan
berminyak , tidak botak, perubahan warna kulit; muka tampak pucat.

c. Kepala
Normo cephalic, simetris, nyeri kepala/sakit kepala, benjolan tidak ada.
d. Muka
Asimetris, odema , otot muka dan rahang kekuatan lemah , sianosis tidak ada
e. Mata
Alis mata, kelopak mata normal, konjuktiva anemis (+/+), pupil isokor, sclera ikterus
(-/ -), reflek cahaya positif. Tajam penglihatan tidak dapat dievalusai, mata tampak
cowong.
f. Telinga
Secret, serumen, benda asing, membran timpani dalam batas normal
g. Hidung
Deformitas, mukosa, secret, bau, obstruksi tidak ada, pernafasan cuping hidung tidak
ada.
h. Mulut dan faring
Bau mulut , stomatitis (-), gigi banyak yang hilang, lidah merah merah mudah,
kelainan lidah tidak ada. Terpasang NGT
i. Leher
Simetris, kaku kuduk tidak ada, vena jugularis 5 + 2cm H2O. tidak ada benjolan limphe
nodul.
j. Thoraks
Gerakan dada simitris, retraksi supra sternal (-), retraksi intercoste (-), perkusi resonan,
rhonchi -/- pada basal paru, wheezing -/-, vocal fremitus tidak teridentifikasi.
k. Jantung
Batas jantung kiri ics 2 sternal kiri dan ics 4 sternal kiri, batas kanan ics 2 sternal kanan
dan ics 5 mid axilla kanan.perkusi dullness. Bunyi S1 dan S2 tunggal; dalam batas normal,
gallop(-), mumur (-). capillary refill 2 – 3 detik .
l. Abdomen
Bising usus; hiperperistaltik, bunyi bruit sangat jelasa, tidak ada benjolan, nyeri tekan
tidak ada, perabaan massa tidak ada, hepar tidak teraba, asites (-).
m. Inguinal-Genitalia-Anus
Nadi femoralis teraba, tidak ada hernia, pembengkakan pembuluh limfe tidak ada.,
tidak ada hemoroid, terpasang kateter hr.III

n. Ekstrimitas
Akral hangat, edema -/-, kekuatan 2/2, gerak yang tidak disadari -/-, atropi -/-, capillary
refill 3 detik, atropi -/-. Perifer tampak pucat.
o. Tulang belakang
Tidak ada lordosis, kifosis atau scoliosis.

4. Pemeriksaan penunjang

Darah Lengkap(18–11–2007) Albumin : 3.50 (3.40-4.80)


Hb : 9.3 (13-16) Kolesterol total: 140 (120-200)
Hematokrit : 28,2 (40-48) Trigliserida : 139 (50-150)
Eritrosit : 3.15 (4.50-5.50) Kolesterol HDL: 34 (40-55)
MCV :89.5 (82 – 92) Kolesterol LDL : 85.00 (50.00-130.00)
MCH : 29.5 (27 – 31) Natrium darah : 138 (135-147)
MCHC : 33.0 (32 – 36) Kalium darah : 5.04 (3.50-5.50)
Leukosit :10.400 (5–10x 103 ) Klorida darah : 113.0 (100.0-106.0)
Trombosit :208.000 (15-40x104) Ureum darah :119 (10-50)
Darah Lengkap (19-11-2007,jam 09) Kreatinin darah :4.5 (0.5-1.5)
LED : 20.0 (0.0-10.0) Glukosa darah : 132 (70-110)
Hb : 8.0 (13-16) Glukosa 2 jam PP : 149 (70-140)
Hematokrit : 23,3 (40-48) Urinalisa
Eritrosit : 2.58 (4.50-5.50) - Warna : kuning
MCV :90.3 (82 – 92) - Kejernihan : jernih
MCH : 31.0 (27 – 31) Sedimen:
MCHC : 34.3 (32 – 36) - sel epitel : +
Leukosit :9.200 (5–10x 103 ) - Leukosit : 5- 6
Trombosit :206.000 (15-40x104) - eritrosit : 0-1
Hitung Jenis - Silinder : +, koral 0-1
Basofil : 0.0 (0.0-1.0) - Kristal : -
Eosinofil : 0.0 (1.0-3.0) - Bakteri : -
Neutrofil : 88 (52-76) - BJ : 1.015
Limfosit : 9.1 (20.0-40.0) - PH : 5.5
Monosit :3.3 (2.0-8.0) - Protein : 2+
PT : 13.2 (11.0-14.0) - Keton : Trace
PT control : 12.3 - Glukosa : Negative
APTT : 27.0 (27.3-37.6) Analisa Gas Darah
APTT control : 31.7 - PH : 7.369
Kadar fibrinogen : 268.3 (200.0-400.0) - PCO2 : 23,0
D Dimer Kuantitatif:100.00 (0.00-300.00) - PO2 : 133
Kimia Darah - HCO3 : 12,9
Billirubin : Negative - tCO2 ; 17.6
Urobilinogen : 3.2 (3.2) - ABE ; - 10,9
Nitrit : Negative - SBE ; - 11,4
Esterase leukosit : Trace - SBC ; 15,8
SGOT/AST : 16 (10-35) - tHB ; 9,0 g/dl
SGPT/ALT : 15 ( 10-36) - O2 Sat : 98.1%
- Na/K/Cl : 139/4,6/99

- Hasil CT Scan ;Perdarahan pada basal ganglia dan Thalamus kiri kurang lebih p: 5,2x5.0
mm banyaknya perdarahan 23 cc
- Hasil Foto rongen; gambaran infiltrate minimal, CTR >50%
- Hasil ECG; SR;92x/mnt, MI lead I, AVL,V5-V6 poor r, saran konsul kardiologi konsul
gastro dan ginjal, echokardiograf, tranfusi PRC..
- Hasil konsul dengan IPD, gastroenterology prinsipnya sama terapi dilanjutkan dan
rencanakan USG ginjal, dan Koloscopy setelah HB >10 gr/dl

5. Terapi
Obat-obatan (17–11–2007)
Nama obat Dosis Pemakaian Efek Samping ( evaluasi perawat)
Citicolin 2x500 gr Injeksi Metabolisme cerebral yang tidak adequat
IVFD Asering 8 Jam Infus Resti infeksi
Captopril 3 x 12,5 mg Oral Hipotensi
Paracetamal 3 x 500 mg Oral Hipotermia & stress ulcer
Ranitidin 2x 1 ampl Injeksi Mual muntah
O2 2 l/mnt Kanul Keracunan O2
Obat-obatan (20–11–2007)
Nama obat Dosis Pemakaian Efek Samping ( evaluasi perawat)
Citicolin 2x500 gr Injeksi Metabolisme cerebral yang tidak adequat
IVFD Asering 8 Jam Infus Resti infeksi
Captopril 3 x 12,5 mg Oral Hipotensi
Paracetamal 3 x 500 mg Oral Hipotermia & stress ulcer
Ranitidin 2x 1 ampl Injeksi Mual muntah
O2 2 l/mnt Kanul Keracunan O2
Adalat 1x3 mg Oral Hipotensi
B6,12,Asam folat 2 x 1 tb Oral Meningginya fungsi hati
Transmin 3 x 1 ampl injeksi Pembekuan darah secara sistemik
Vit K 3 x 1 ampl injeksi Pembekuan darah secara sistemik
Cefriaxon 2 x 1 gr injeksi Alergi sistemik
HCT 1 x 25 mg Oral Output cairan berlebih/ tidak terkontrol
Laculac 3 x 1 sdk Oral (sirup)
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Adapun prioritas diagnosa keperawatan Tn.AM (sesuai form pengkajian terlampir) adalah:

1. Resiko bersihan jalan napas tidak efektif b.d akumulasi skret sekunder adanya kelemahan
neuromuskuler
2. Gangguan perfusi jaringan cerebral b.d adanyan oklusi/perdarahan daerah serebral.
3. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit: kurang dari yang dibutuhkan b.d intake
yang tidak adequat
III. INTERVENSI YANG DIRENCANAKAN
1. Resiko tidak efektifnya bersihan jalan nafas b.d akumulasi skret sekunder ketidakmampuan
mengeluarkan skret karena kelemahan9,10
Rasionalisasi intervensi yang direncanakan:
a. Kaji dan monitor status pernafasan, kemampuan batuk dan mengeluarkan skret
R: untuk menentukan batas ketidakmampuan pasien dalam mengeluarkan sekret sehingga
akan diambil tindakan yang tepat dan sesuai

b. Auskultasi bunyi nafas3,10


R: adanya ronki pada pasien perlu selalu diobservasi dan karena saat ini pasien dalam
kondisi bedrest total, dan aktifitas kurang
c. Pertahankan kepatenan jalan nafas (posisi kepala dan leher netral anatomis, cegah fleksi
leher
R: Memaksimalkan oksigenasi dan idak terjadi sumbatan
d. Pertahankan elevasi kepala tempat tidur 30 – 45 derajat19,20,21
R: elevasi kepala 30-45 derajat memungkinkan jalan nafas dapat lancar dan tidak ada
hambatan
e. Alih baring tiap 2 jam
R: memberi peluang tubuh beraktifitas pasif, dan memaksimalkan pengembangan paru
f. Bila tidak ada kontraindikasi lakukan chest fisioterapi 3,4
R: membantu dan memberikan support pada pengeluaran sekret sehingga mudah untuk
mengeluarkan skret
g. Bila perlu lakukan suction tergantung kemampuan pasien
R; membantu mengeluarkan secara pasif
h. Tingkatkan hidrasi (2000 ml/hari) bila tidak ada kontra indikasi 22,23
R: dengan hidrasi yang maksimal, membantu proses perfusi jaringan
i. Kolaborasi
Pemberian O2 – non rebreting
R: pemberian oksigenasi yang tepat dajn cepat sesuai kondisi klien dan saat ini klein
mengalami gangguan asan basa, maka perlu sungkup yang tepat
Chek AGD
R: mengetahui perkembangan dari pengobatan dan tingkat perfusi jaringan yang adequat
2. Ganguan perfusi jaringan cerebral b.d oklusi otak, perdarahan4,5,9,10
Rasionalisasi intervensi yang direncanakan:
a. Tentukan factor penyebab gangguan
R: mempengaruhi penetapan intervensi Kerusakan / kemunduran tanda / gejala neurology
atau kegagalan memperbaikinya setelah fase awal memerlukan tindakan pembedahan dan
/ atau klien harus dipindahkan ke ruang ICU untuk pemantauan terhadap peningkatan
TIK.

b. Monitor status neurology


R : mengetahui kecenderungan tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan
mengetahui lokasi, luas dan kemajuan / resolusi kerusakan SSP.
c. Catat perubahan dalam penglihatan, seperti adanya kebutaan, kebutuhan lapang pandang /
kedalaman persepsi
R : Gangguan penglihatan yang spesifik mencerminkan daerah otak yang terkena,
mengindikasikan keamanan yang harus mendapat perhatian dan mempengaruhi intervensi
yang akan dilakukan.
d. Kaji fungsi-fungsi yang lebih tinggi, seperti fungsi bicara jika klien sadar.
R : Perubahan dalam isi kognitif dan bicara merupakan indicator dari lokasi / derajat
ganggun cerebral dan mungkin mengindikasikan penurunan / peningkatan TIK.
e. Posisi kepala ditinggikan sedikit dengan posisi netral ( hanya tempat tidurnya saja yang
ditinggikan ).20,21
R : Menurunkan tekanan arteri dan meningkatkan drainase dan meningkatkan sirkulasi /
perfusi cerebral.

f. Kolaborasi
- Berikan oksigen sesuai indikasi
R : Menurunkan hipoksia yang dapat menyebabkan vasodilatasi cerebral dan tekanan
meningkat / terbentuknya edema.

- Obat anti fibrolisis8,13

R : Mencegah lisis bekuan karena pasien trobocit dan HB tinggi

- Obat antihipertensi:20,21
R: menurunkan factor penyebab dan menurunkan TIK
3. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit: kurang dari yang dibutuhkan b.d intake yang
tidak adequat22,23
Rasionalisasi intervensi yang direncanakan:
a. Monitor/obs tanda-tanda vital, nadi perifer, status membran mukosa, turgor kulit
R: indikator keadequatan dari volume cairan dan sirkulasi, bila ada kelainan tanda vital
menunjukkan adanya kekurangan cairan

b. Kaji dan monitor kelemahan neuromuskuler (ketidakmampuan menelan)


R: mengetahui tingkat ketidakmampuan neuromuskuler sebagai penyebab utama
ketidakaquatan dari intake cairan
c. Identifikasi faktor-faktor yang menyebabkan pengeluran cairan (mis; panas, muntah)
R: mengetahui indikasi penyebab pengeluaran yang tidak terkontrol
d. Monitor/obs jumlah dan tipe cairan yang masuk dan ukur keluaran cairan dengan akurat
R: Bila tidak diketahui jenis masukan cairan/makanan dan masukan tidak adequat dapat
menyebabkan kekurangan cairan (dehidrasi) baik cairan dan elektrolit
e. Monitor dan ukur keseimbangan cairan
R: mengetahui secara ketat kebutuhan dan kekurangan cairan danelektrolit
f. Identifikasi rencana untuk meningkatkan/mempertahanakan keseimbangan cairan secara
optimal (mis;jadwal masukan cairan)
R: upaya untuk mempertahankan keadequatan pemasukan cairan dan kontrol pemberian
cairan yang lebih optimal
g. Kolaborasi:
- Kaji hasil tes fungsi elektrolit dan ginjal
R: Fungsi ginjal dan hasil lab elektrolit mengindikasikan proses mtabolisme pertukaran
cairan dari intra-ektra sel dan juga mengetahui jenis kelebihan dan kekeurangan cairan
elektrolit
- Pemberian cairan melalui IV
R: Pemberian cairan dan elektrolit dapat dikontrol dan pemberian tepat sesuai kebutuhan
- Berikan obat-obatan sesuai intruksi (kalium)
R: beberapa obat-obatan penting diberikan untuk membantu mencegah kekurangan cairan
(mencegah disritmia jantung)
IV. IMPLEMENTASI
Implementasi yang dilakukan sesuai dengan intervensi yang direncanakan dan mengikuti format
yang ada diruangan. (catatan terlampir)
Pada kondisi serangan akut stroke yang terjadi pada Tn.AM – penting dalam melakukan kolaborasi
dengan tim kesehatan lain (dokter) dan juga perlunya kerjasama tim dengan pada semua keilmuan
yang berhubungan dengan masalah pasien, diantaranya oksigenasi yang tepat, pemenuhan cairan
yang adequat dan mengurangi deman O2 yang tinggi karena panas, pemantauan AGD dan
observasi ketat tanda-tanda vital dan kenaikan TIK.20,21
Adapun implementasi yang telah dilakukan, sesuai masalah keperawatan adalah sebagai berikut:

1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d akumulasi skret sekunder adanya kelemahan
neuromuskuler
a. Mengkaji dan memonitor status pernafasan, kemampuan batuk dan mengeluarkan skret
b. Mendengarkan bunyi nafas (ada ronchi/wheZing)
c. mempertahankan kepatenan jalan nafas (posisi kepala dan leher netral anatomis, cegah
fleksi leher
d. mempertahankan elevasi kepala tempat tidur 30 – 45 derajat
e. mengubah posisi baring tiap 2 jam
f. menigkatkan hidrasi (2000 ml/hari) bila tidak ada kontra indikasi
g. Kolaborasi : Pemberian O2 2/ml – kanul, Chek AGD
Dari beberapa intervensi yang telah dilakukan pada tanggal 19/11/07, pada setiap hari dilakukan
SOAP (tg20/11/07-22/11/07) selama 3 hari sesuai tujuan pada askep, dimana Resiko bersihan jalan
nafas belum aktual tetapi untuk mengarah kearah aktual akan lebih besar terjadi. Hal ini
dimungkinkan karena kondisi kesadaran pasien menurun, GCS 14, pasien batuk tidak efektif,
adanya gangguan menelan dan juga gangguan NC VII, dan posisi pasien tidur terlentang sudah
kurang lebih sudah 3 hari ini(Immobilisasi), gerakan atau pengembangan paru tidak optimal karena
kelemahan pasien. Oleh karena itu intervensi keperawatan yang seharusnya dilakukan untuk
mencegah lebih lanjut dari gangguan bersihan jalan napas, adalah:
a. Monitor ketat bersihan jalan nafas (suara nafas, pola nafas)
b. Chest fisioterapi secara perlahan dimulai 2 x 24 jam, 3 x 24 jam dan dapat ditingkatkan
frekwensinya disesuaikan dengan kondisi pasien.
c. Pemeriksaan AGD secara ketat sesuai perubahan kondisi klien, bila dalam kolaborasi hanya
6 jam , dapat dilakukan 2 - 4 jam sekali
d. Dapat dilakukan suction secara berkala
e. Ajarkan keluarga untuk merubah posisi pasien dan membersihkan sekret dalam mulut bila
keluar
Pada hasil evaluasi (SOAP) bahwa masalah tidak efektifnya bersihan jalan nafas tidak terjadi
menjadi aktual, untuk selanjutnya asuhan yang telah dilaksanakan tetap dipertahankan intervensi
keperawtan terhadap masalah untuk mengantisipasi dan mencegah terjadinya penumpukan sekret
karena immobilisasi pasien yang terlalu lama.

2. Gangguan perfusi jaringan cerebral b.d adanya oklusi/perdarahan daerah serebral.


a. memonitor status neurology dan menentukan factor penyebab gangguan
b. mencatat perubahan dalam penglihatan, seperti adanya kebutaan, kebutuhan lapang
pandang / kedalaman persepsi
c. mengkaji fungsi-fungsi yang lebih tinggi, sperti fungsi bicara jika klien sadar.
d. Memberikan posisi kepala ditinggikan sedikit dengan posisi netral ( hanya tempat
tidurnya saja yang ditinggikan ).
e. Kolaborasi : memberikan oksigen O2 2 ltr/mnt
Dari beberapa intervensi keperawatan yang telah dilakukan pada tgl 19/11/07, maka setiap hari
dilakukan evaluasi (SOAP) (tgl 20/11/07 s/d tgl 25/11/07) dan sesuai kondisi pasien masalah
gangguan perfusi jaringan cerebral masih actual terjadi karena pasien mengalami hipertensi berat
(grade II) dan kondisi ini akan memperparah kondisi pasien disamping sifat perdarahan cerebral
pasien yang mencapai 23 cc (hasil CT-Scan), disamping kondisi-kondisi tersebut gangguan perfusi
cerebral terganggu karena adanya perdarahan saluran cerna bagian bawah yang belum terdeteksi
asal perdarahannya, Hb menurun yang mencapai 8,3 gr%, maka intervensi keperawatan
selanjutnya dilakukan, adalah:
1. Monitor ketat status neurology
2. menurunkan panas tubuh, karena panas dapat meningkatkan oksigenasi (kebutuhan O2 akan
meningkat)
3. Monitor ketat intake-out –put, untuk menghindarkan dehidrasi dari panas yang tidak
menurun.22,23
4. kolaborasi disamping pemberian O2 kanul harus diklarifikasi kembali kebutuhannya O2,
sesuai hasil AGD, karena pada pada tanggal 18 malam ada masalah alkalosis respiratorik
metabolic, dan intruksi hasusnya diganti rebreting.
5. Disamping dipertahankan oksigenasi yang adequate, penting dilakukan kolaborai pemberian
tranfusi darah sesuai permintaan tim medis, setelah tranfusi sebanyak 500 cc (PRC) dan
hasil HB tanggal 27 didapatkan Hb; 10 gr%.

3. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit: kurang dari yang dibutuhkan b.d intake yang tidak
adequate
a. Memonitor balance cairan dengan ketat
b. Mengkaji tingkat kebutuhan cairan yang dibutuhkan pasien
c. Mengkaji ketidakmampuan intake per-oral
d. Menurunkan panas tubuh dengan melakukan kolaborasi
e. Memonitor tanda-tanda ketoasidosis (Hasil AGD) dan tanda-tanda vital
f. Kolaborasi : Pemberian infus NaCL 0,9 %/12 jam, Intake cairan 6 x 250 cc/24jam, bila tidak
ada kontraindikasi yaitu perdarahan saluran cerna masih berlangsung dan sebelum
pemeberian cairan (nutrisi parenteral) harus dicek dahulu adanya tanda-tanda perdarahan
saluran cerna, dengan mengeluarkan cairan lewat NGT dan observasi perdarahan yang terjadi
pada saat Bab.
Dari beberapa intervensi keperawatan telah dilakukan tetapi sesuai hasil evaluasi pada tanggal 20
/11/07 jam 10 terjadi panas badan masih tinggi, produksi urine masih kurang (1250 cc) hal ini
dimungkinkan terjadi karena berbagai situasi, yaitu:
- Intake cairan/makanan tidak adequat, bila mendapat 6 x 250cc masih kurang (harusnya)
ditambah 1000cc dengan asumsi intake dari oral(zonde) adalah 1500 cc dan dengan kalori
1cc: 1,5 kal (1500 kal). Dengan intake cairan kurang lebih 2500-3000 cc diasumsikan
bahwa thermoregulasi dan sirkulasi akan menurunkan deman (panas badan) dan juga
membantu proses sirkulasi dan membantu fungsi ginjal dengan baik. Perlunya konsul pada
keilmuan gastroenterology.
- Tidak ada perhatian dari keluarga dan perawat ruangan untuk memenuhi kebutuhan cairan
(hanya saat residen masuk ruangan)
- Tidak ada hasil ukur balance yang tepat karena setelah jam 15.00 wib, balance cairan tidak
dapat dihitung dalam waktu 24 jam karena dokumentasi dan catatan keperawatan blank
(tidak ada catatan), maka solusi yang diberikan pada keluarga dengan memberikan catatan
yang dibuat residen dan juga mengajarkan pada keluarga bagaimana mempertahankan
intake – output yang seimbang.
- Pemberian cairan yang diintruksikan NaCl 0,9%/12 jam, tidak tepat diberikan karena hasil
laboratorium Na dan Cl masih tinggi , maka kolaborasi yang tepat seharusnya dilakukan
adalah mengusulkan kebutuhan cairan yang diberikan yaitu dengan cairan IV lain seperti
Ka-En/plasma ekspander sebagai ganti pemasukan dari cairan dan elektrolit yang tepat.
- Sesuai dengan hasil test fungsi ginjal yang (ur/kret) yang tinggi, maka perlu dipertimbangkan
pemberian cairan yang terkendali baik cairan yang masuk dan keluar dan perlu dilakukan
rawat bersama dengan keilmuan lain yaitu bagian urologi, dan setelah tanggal 20-11-2007
pasien dirawat bersama dengan tim medis urologi
V. EVALUASI
- Catatan perkembangan menggunakan format yang tersedia di ruangan dan pada evaluasi ini
dilakukan setiap hari sesuai dengan masalah yang muncul pada pasien, catatan SOAP (terlampir).
- Disamping melakukan evaluasi pada setiap hari, SOAP juga untuk mengobservasi tingkat
keberhasilan asuhan keperawatan dan intervensi yang diberikan sesuai dengan tujuan yang
direncanakan.
RINGKASAN EVALUASI SELAMA PERAWATAN

1. Resiko bersihan jalan napas tidak efektif b.d akumulasi skret sekunder adanya kelemahan
neuromuskuler
- Tujuan dalam perencanaan intervensi (renpra), adalah masalah tidak terjadi aktual
setelah 3 hari perawatan
- SOAP dibuat setiap hari sebagai bentuk evaluasi formatif, dan pada tanggal 22-11-
2007 (evalausi sumatif) didapatkan hasil evaluasi tidak ditemukan pasien
mengalami gangguan bersihan jalan nafas inefektif yang bersifat aktual, tetapi
inervensi tetap dipertahankan, karena pasien timbul batuk dan keluar skret sedikit
dan terutama pasien saat ini masih mobilisasi. chest fisioterapi dada tetap dilakukan
untuk mencegah terjadinya penumpukan skret dan membantu mengeluarkan skret
secara perlahan karena pasien sedang dalam masa serangan stroke.
- Tujuan selanjutnya adalah mengantisipasi jangan sampai timbul masalah pada airway,
breeting dan jalan nafas tetap efektif.

2. Gangguan perfusi jaringan cerebral b.d adanyan oklusi/perdarahan daerah serebral.


- Tujuan dalam perencanaan intervensi (repra), adalah masalah dapat teratasi setelah 5
hari perawatan
- SOAP dibuat setiap hari sebagai bentuk evaluasi formatif, dan pada tanggal 24-11-
2007 (evaluasi sumatif) karena bertepatan dengan hari sabtu minggu, residen tidak
dinas dan sudah dioperkan ke perawat ruangan tetapi perawat ruangan tidak
melakukan evaluasi sesuai yang diharapkan dan sesuai petunjuk operan
- Pada tanggal 26-11-2007 jam 09.00 wib dilakukan evaluasi dari rencana intervensi
yang dilakukan dan hasil pelaksanaan intervensi yang dilakukan, hasil evaluasi
didapatkan gangguan perfusi jaringan masih terjadi/belum teratasi, walaupun
secara klinis pasien sudah ada perbaikan (data terlampir)
- Pelaksanaan modifikasi intervensi dan pendkes pada pasien dan keluarga untuk dapat
berpartisipasi pada perawatan pasien, yang menjadi perhatian yang memperberat
masalah adalah adanya faktor-faktor penyulit/komplikasi seperti anemia,
perdarahan saluran cerna bagian bawah dan fungsi ginjal yang mengalami
gangguan sesuai hasil konsul pada tim keilmuan lain. Dan berdasarkan hasil
pemeriksaan penunjang: ur/kreat urin/kreat darah/cct/prot kuantitatif urin:
146/68,0/4,7/38,68/1575.0

- Hasil laboratorium tgl 22 dan 27 adalah sebagai berikut:

Darah Lengkap(22–11–2007) Analisa Gas Darah (27-11-


Hb : 10 (13-16) 2007)
Hematokrit : 30,2 (40-48) - PH : 7.399
Eritrosit : 3.37 (4.50-5.50) - PCO2 : 24,6
MCV :89.6 (82 – 92) - PO2 : 68,0
MCH : 29.7 (27 – 31) - HCO3 : 14,9
MCHC : 33.1 (32 – 36) - tCO2 ; 35.1
Leukosit :10.300 (5–10x 103 ) - ABE ; - 8,9
Trombosit :206.000(15-40x104) - SBE ; - 9,4
Kimia Darah - SBC ; 17,8
- Bila
Billirubin : Negative - tHB ; 9,0 g/dl
Urobilinogen : 3.2 (3.2) - O2 Sat : 92.1%
Nitrit : Negative - Na/K/Cl : 131/4,3/98
Esterase leukosit : Trace
SGOT/AST : 16 (10-35)
SGPT/ALT : 15 ( 10-36)
melhat hasil pemeriksaan darah lengkap meningkat pada semua jenis
pemeriksaan setelah dilakukan transfusi 500cc dan pasien dapat dilakukan
pemeriksaan lainnya seperti koloskopi dan USG Ginjal untuk lebi menunjang
penegakan diagnosa penyakit pasien.
- Pada hasil pemeriksaan AGD dapat disimpulkan pasen masih mengalami
gangguan perfusi janringan cerebral, karena pH tinggi, pO2 dalam batas
minimal, pCO2 rendah artinya pasien mengalami alkalosis respiratorik denga
metabolik terkompensasi-karena adanya gangguan fungsi ginjal, tindakan
keperawatan tgl 27-11-2007 kerjasama dengan tim u/pemberian oksigenasi
adequat dengan sumkup rebreting, tetapi kedala ruangan tidak ada dan pasien
masuk jaminan SKTM jadi harus menunggu pemberian oksigenasi sungkup
rebreting hal ini juga akan menghambat oksigenasi ke cerebra dan perfusi gas
secara sistemik 4,7,6
- Masalah gangguan perfusi jaringan cerebral masih terjadi disamping
keterbatasanalat dan juga obat-obatan juga kondisi pasien yang mempunyai
komplikasi yang banyak dan ini memperparah kondisi pasien.

3. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit: kurang dari yang dibutuhkan b.d intake
yang tidak adequat
- Tujuan sesuai dengan renpra 5 hari perawatan masalah dapat teratasi
- Hasil evaluasi masalah keseimbangan caira untuk saat ini dapat teratasi, dengan
pemantauan intake-output yang melibatkan keluarga, dalam hal ini keluarga
diberikan pendkes dan diajarkan bagaimana mengevaluasi pemberian cairan,
setelah selama 5 hari keperawatan keseibangan cairan dapat teratasi walaupun
masih ada kekurangan intake- karena produksi urine meningkat karena
pemberian HCT (catatan intake-output) balance cairan terlampir. Indikator lain
adalah pasien sudah 5 hari berikutnya tidak mengalami deman, temperatur
dalam batas normal.
- Intervensi keperawatan dipertahankan dan selalu memotivasi keluarga untuk
pemberian intake cairan, disamping mengobservasi adanya tanda berdarahan
saluran cerna dengan mengobservasi feses waktu bab dan adanya cairan NGT
yang kehitaman. Keseimbangan cairn cenderung negatif atau intake kurang
karena pasien mengalami PSCB.(dalam observasi).

4. Disamping ketiga masalah utama, dan selama pasien dirawat selama 10 hari juga muncul
masalah-masalah atisipatif, diantarannya:
- Gangguan mobilisasi fisik
- Resti infeksi dan gangguan integritas kulit
- Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut residen menlakukan intervensi sesuai
dengan masalah dan kondisi pasien termasuk kolaborasi dengan tim fisioterapi
untuk meghindarkan terjadinya masalah mobilisaisi yang lebih berat.
Disamping mobilisasi bertahap mika/miki-duduk sesuai kemampuan pasien
termasuk ROM.
- Hasil evaluasi tgl 28-11-2007 masalah-masalah seperti mobilisasi, integritas kulit
dan infeksi karena pemesangan alat tidak terjadi (catatan SOAP terlampir).

5. Ringkasan pasien pulang


Pasien pulang tgl 28-11-2007, jam 16.00, pasien pulang dalam kondisi belum banyak
perbaikan, pasien/keluarga pasien memaksa pulang dengan alasan tidak ada yang menjaga
pasien dan juga masalah biaya untuk pasien, pasien saat ini masuk dalam jaminan SKTM
(gakin).
Kondisi pasien tgl 28-11-2007 jam 09.00:
Subyektif:
Mengeluh batuk tapi tidak keluar lendir/dahak, mengeluh sakit perut/nyeri pada abdomen
bawah kiri, kepala kadang masih terasa pusing
Obyektif:
TTV: TD; 150/90 mmhg, N;88 x/mt, Temp: 36,8 C, RR: 24 x/mnt, Kesadaran: CM, GCS:
E5 M6 V4, pasien terpasang sungkup rebreting (2 jam), Pupil: isokor, diameter;3
mm/3mm, RCL +/+, TCTL +/+, suara paru bronko vesikuler, whezing -/-, Ronchi -/-, batuk
(+), BU (+) hiperperistaltik, bunyi bruit (+), bak terpasang DC, bab spontan kadang masih
keluar feses warna kehitaman, Cairan NGT jernih tidak ada tanda pedarahan lambung, RP
-/-, RF +++/+++, kekuatan otot 4444/5555
4444/5555
Mobilisasi mika/miki, duduk dan ROM aktif-pasif,
Sesuai kondisi diatas dan pasien/keluarga memaksa untuk pulang, maka perawat memberikan
pendkes dan memberikan pertimbangan serta penjelasan tentang kondisi pasien, tetapi setelah
diberikan pendkes keluarga tetap ingin pulang. Tindakan lain adalah menjelaskan akibat-akibat
bila pasien pulang kerumah dan harus diantisipasi oleh keluarga pasien bila terjadi masalah pada
pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Adib,M. 2009. Cara Mudah Memahami dan Menghindari Hipertensi, Jantung dan Stroke. Edisi ke-
2.Yogyakarta : Dianloka Printika.
Artini, Ria.2009. Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Persyarafan, Jakarta: EGC
Doenges, Marilynn E.dkk.2000.Rencana Asuhan Keperawatan & Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi III.Alih Bahasa: I Made Kriasa.EGC.Jakarta
Muttaqin, Arif. (2008). Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta: Salemba Medika
Nanda, Nic-Noc, 2013. Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis Medis, Edisi Revisi Jilid 2.
Yogyakarta
http://belajaricu.blogspot.com/2010/10/asuhan-keperawatan-stroke-hemoragik_11.html

Anda mungkin juga menyukai