DISUSUN OLEH :
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keperawatan pre operatif merupakan tahapan awal dari keperawatan
perioperatif. Kesuksesan tindakan pembedahan secara keseluruhan sangat tergantung
pada fase ini. Hal ini disebabkan fase ini merupakan awalan yang menjadi landasan
untuk kesuksesan tahapan-tahapan berikutnya. Kesalahan yang dilakukan pada tahap
ini akan berakibat fatal pada tahap berikutnya. Pengakajian secara integral dari fungsi
pasien meliputi fungsi fisik biologis dan psikologis sangat diperlukan untuk
keberhasilan dan kesuksesan suatu operasi.
Tindakan operasi atau pembedahan bisa jadi pengalaman yang sulit bagi hapir
semua pasien. Berbagai kemungkinan buruk bisa saja terjadi yang akan
membahayakan bagi pasien. Maka tak heran jika seringkali pasien dan keluarganya
menunjukkan sikap yang agak berlebihan dengan kecemasan yang mereka alami.
Kecemasan yang mereka alami biasanya terkait dengan segala macam prosedur asing
yang harus dijalani pasien dan juga ancaman terhadap kesel amatan jiwa akibat segala
macam prosedur pembedahan dan tindakan pembiusan. Perawat dan bidan
mempunyai peranan yang sangat penting dalam setiap tindakan pembedahan baik
pada masa sebelum, selama maupun setelah operasi. Intervensi keperawatan yang
tepat diperlukan untuk mempersiapkan klien baik secara fisik maupun psikis. Tingkat
keberhasilan pembedahan sangat tergantung pada setiap tahapan yang dialami dan
saling ketergantungan antara tim kesehatan yang terkait (dokter bedah, dokter
anestesi, perawat/bidan) di samping peranan pasien yang kooperatif selama proses
perioperatif.
Ada tiga faktor penting yang terkait dalam pembedahan, yaitu penyakit pasien,
jenis pembedahan yang dilakukan dan pasien sendiri. Dari ketiga faktor tersebut
faktor pasien merupakan hal yang paling penting, karena bagi penyakit tersebut
tidakan pembedahan adalah hal yang baik/benar. Tetapi bagi pasien sendiri
pembedahan mungkin merupakan hal yang paling mengerikan yang pernah mereka
alami. Mengingat hal terebut diatas, maka sangatlah pentig untuk melibatkan pasien
dalam setiap langkah – langkah perioperatif. Tindakan perioperatif yang
berkesinambungan dan tepat akan sangat berpengaruh terhadap suksesnya
pembedahan dan kesembuhan pasien.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja persiapan pasien pre operasi?
2. Apa saja prinsip asuhan keperawatan pasien pre operasi?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum makalah ini adalah untuk menambah zpengetahuan tentang
persiapan pasien yang akan menjalani operasi/ pre operasi
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengertian operasi
b. Mengetahui pengertian jenis-jenis anestesi dalam operasi
c. Mengetahui persiapan pasien pre operasi
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Operasi
Operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif
dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani. Pembukaan
tubuh ini umumnya dilakukan dengan membuat sayatan. Setelah bagian yang akan
ditangani ditampilkan, dilakukan tindakan perbaikan yang akan diakhiri dengan
penutupan dan penjahitan luka.
Operasi merupakan tindakan yang banyak menimbulkan kecemasan. Operasi
yang ditunggu pelaksanaannya akan menyebabkan kecemasan pada pasien.
Kecemasan yang terjadi dihubungkan dengan rasa nyeri, kemungkinan cacat, menjadi
bergantung dengan orang lain, dan mungkin kematian.
Persiapan prabedah penting sekali untuk mengurangi faktor resiko karena hasil
akhir dari suatu pembedahan sangat bergantung pada penilaian keadaan penderita.
Secara mental, penderita harus dipersiapkan untuk menghadapi pembedahan karena
selalu ada rasa cemas atau takut terhadap penyuntikan, nyeri luka, bahkan terhadap
kemungkinan cacat atau kematian.
Klasifikasi operasi terbagi menjadi dua, yaitu operasi minor dan operasi
mayor. Operasi minor adalah operasi yang secara umum bersifat selektif, bertujuan
untuk memperbaiki fungsi tubuh, mengangkat lesi pada kulit, dan memperbaiki
deformitas. Contohnya pencabutan gigi, pengangkatan kutil, kuretase, operasi katarak,
dan arthoskopi. Operasi mayor adalah operasi yang bersifat selektif, urgent, dan
emergensi. Tujuan dari operasi ini adalah untuk menyelamatkan nyawa, mengangkat
atau memperbaiki bagian tubuh, memperbaiki fungsi tubuh, dan meningkatkan
kesehatan. Contohnya kolesistektomi, nefrektomi, kolostomi, histerektomi,
mastektomi, amputasi, dan operasi akibat trauma.
B. Jenis-Jenis Operasi
Jenis-jenis operasi bedah cukup beragam, dimana berdasarkan bagian tubuh yang
perlu dibedah. Seberapa mendesak pembedahan tersebut harus segera dilaksanakan,
jumlah sayatan yang pasien butuhkan, penggunaan alat, serta tujuan pembedahan. Di
bawah ini ada beberapa kategori jenis tindakan bedah, yaitu:
1. Berdasarkan Jenis Prosedur
a. Reseksi
Pembedahan dengan mengangkat seluruh atau sebagian dari organ tubuh
pasien.
b. Amputasi
Amputasi merupakan operasi bedah untuk memotong bagian tubuh tertentu.
Operasi bedah seperti ini pada umumnya hanyalah dilakukan agar bisa
mencegah penyebaran infeksi ke area tubuh lainnya.
c. Bedah Rekonstruktif
Jenis operasi bedah ini lebih berfokus pada cara untuk membuat bagian
tubuh yang terluka mengalami perbaikan. Baik itu kerusakan atau kecacatan
serius yang diakibatkan oleh penyakit, operasi yang dilakukan sebelumnya,
atau cedera.
d. Bedah Kecantikan
Ketika mendengar jenis operasi ini, mungkin yang ada di benak anda adalah
operasi plastik. Bedah kecantikan merupakan jenis operasi yang memang
tujuannya untuk membuat penampilan seseorang lebih cantik. Kini jenis
operasi bedah ini sedang populer di kalangan masyarakat.
e. Cangkok
Jenis operasi bedah ini akan dilakukan dokter untuk organ atau bagian
tubuh tertentu untuk menggantikannya dengan organ dari sumber lain.
f. Penanaman Kembali
Operasi bedah satu ini adalah jenis yang akan dilakukan oleh dokter dengan
tujuan melekatkan kembali bagian tubuh yang sempat terlepas. Ini adalah
jenis operasi yang berlawanan dari reseksi.
6. Berdasarkan Tujuan
Ada juga proses operasi pembedahan yang didasarkan pada fokus dan tujuannya,
seperti:
a. Bedah Terapi.
Dokter melakukan jenis pembedahan ini hanya dengan tujuan untuk mengatasi
sebuah penyakit yang memang telah dipastikan sebelumnya memang sudah
diderita oleh pasien.
b. Bedah Penyelidikan
Dokter melakukan jenis pembedahan ini dengan tujuan utama untuk
memastikan sebuah dugaan dari hasil diagnosa di mana hasil diagnosa
belumlah pasti. Dengan bedah ini, maka otomatis dugaan diagnosa lebih
terdukung.
C. Anestesi
1. Pengertian Anestesi
Anestesi berasal dari bahasa Yunani, an-, yang berarti “tanpa” dan aisthēsi,
yang berarti sensasi (Holmes, 1864). Fungsi anestesi yaitu penghilang sensasi, oleh
karena itu anestesi umumnya digunakan untuk pasien yang akan menjalani operasi.
Anestesi merupakan tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan
pembedahan dan berbagai prosedur lain yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh
(Morgan, 2011).
Anestesia adalah suatu keadaan narcosis, analgesia, relaksasi dan hilangnya
reflek (Smeltzer, S C, 2002). Anestesi adalah menghilangnya rasa nyeri, dan
menurut jenis kegunaannya dibagi menjadi anestesi umum yang disertai hilangnya
kesadaran, sedangakan anestesi regional dan anestesi local menghilangya rasa
nyeri disatu bagian tubuh saja tanpa menghilangnya kesadaran (Sjamsuhidajat &
De Jong, 2012).
2. Jenis Anestesi
a. Anestesi umum
Anestesi umum melibatkan hilangnya kesadaran secara penuh. Anestesi
umum dapat diberikan kepada pasien dengan injeksi intravena atau melalui
inhalasi (Royal College of Physicians (UK), 2011). Keuntungan dari
penggunaan anestesi ini adalah dapat mencegah terjadinya kesadaran
intraoperasi; efek relaksasi otot yang tepat dalam jangka waktu yang lama;
memungkinkan untuk pengontrolan jalan, sistem, dan sirkulasi penapasan;
dapat digunakan pada kasus pasien hipersensitif terhadap zat anestesi lokal;
dapat diberikan tanpa mengubah posisi supinasi pasien; dapat disesuaikan
secara mudah apabila waktu operasi perlu diperpanjang; dan dapat diberikan
secara cepat dan reversibel.
Anestesi umum juga memiliki kerugian, yaitu membutuhkan perawatan
yang lebih rumit; membutuhkan persiapan pasien pra operasi; dapat
menyebabkan fluktuasi fisiologi yang membutuhkan intervensi aktif;
berhubungan dengan beberapa komplikasi seperti mual muntah, sakit
tenggorokan, sakit kepala, menggigil, dan terlambatnya pengembalian fungsi
mental normal; serta berhubungan dengan hipertermia maligna, kondisi otot
yang jarang dan bersifat keturunan apabila terpapar oleh anestesi umum dapat
menyebabkan peningkatan suhu tubuh akut dan berpotensi letal, hiperkarbia,
asidosis metabolik dan hiperkalemia (Press, 2015).
b. Anestesi regional
Anestesi regional memberikan efek mati rasa terhadap saraf yang
menginervasi beberapa bagian tubuh, melalui injeksi anestesi lokal pada
spinal/epidural, pleksus, atau secara Bier block (Mohyeddin, 2013). Anestesi
regional memiliki keuntungan, diantaranya adalah menghindari polifarmasi,
alternatif yang efektif terhadap anestesi umum, anesthesia yang dapat
diperpanjang, pasient dapat tetap dalam keadaan sadar, dan dapat dilakukan
pemberian makanan atau minuman yang lebih dini (Mohyeddin, 2013). Tetapi,
dalam pemberian anestesi regional dapat terjadi komplikasi meskipun jarang
sekali terjadi, diantaranya sakit kepala pasca penyuntikan; sakit punggung;
Transient Neurological Symptomps (TNS;, anastesi spinal total, hematoma
spinal atau epidural; abses epidural; meningitis; arachnoiditis; cardiac arrest;
retensi urin; dan keracunan (Agarwal dan Kishore, 2009).
c. Anestesi lokal
Anestesi lokal secara reversibel menghambat konduksi saraf di dekat
pemberian anestesi, sehingga menyebabkan mati rasa di daerah yang terbatas
secara sementara (Press, 2015). Perbedaanya dengan anestesi regional adalah,
anestesi lokal hanya memblok sensasi di area dimana injeksi diberikan, tanpa
mempengaruhi daerah-daerah lain yang diinervasi oleh saraf tersebut (Peters,
2011).
2) Status Nutrisi
Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan berat
badan, lipat kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar protein darah (albumin dan
globulin) dan keseimbangan nitrogen. Segala bentuk defisiensi nutrisi harus
dikoreksi sebelum pembedahan untuk memberikan protein yang cukup untuk
perbaikan jaringan. Kondisi gizi buruk dapat mengakibatkan pasien mengalami
berbagai komplikasi pasca operasi dan mengakibatkan pasien menjadi lebih lama
dirawat di rumah sakit. Komplikasi yang paling sering terjadi adalah infeksi
pasca operasi, dehisiensi (terlepasnya jahitan sehingga luka tidak bisa menyatu),
demam dan penyembuhan luka yang lama. Pada kondisi yang serius pasien dapat
mengalami sepsis yang bisa mengakibatkan kematian.
6) Personal Hygine
Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan operasi
karena tubuh yang kotor dapat merupakan sumber kuman dan dapat
mengakibatkan infeksi pada daerah yang dioperasi. Pada pasien yang kondisi
fisiknya kuat dianjurkan untuk mandi sendiri dan membersihkan daerah operasi
dengan lebih seksama. Sebaliknya jika pasien tidak mampu memenuhi
kebutuhan personal hygiene secara mandiri maka perawat akan memberikan
bantuan pemenuhan kebutuhan personal hygiene.
b. Persiapan Penunjang
Persiapan penunjang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan
dari tindakan pembedahan. Tanpa adanya hasil pemeriksaan penunjang, maka
dokter bedah tidak mungkin bisa menentukan tindakan operasi yang harus
dilakukan pada pasien. Pemeriksaan penunjang yang dimaksud adalah berbagai
pemeriksaan radiologi, laboratorium maupun pemeriksaan lain seperti ECG, dan
lain-lain.
Sebelum dokter mengambil keputusan untuk melakukan operasi pada
pasien, dokter melakukan berbagai pemeriksaan terkait dengan keluhan penyakit
pasien sehingga dokter bisa menyimpulkan penyakit yang diderita pasien. Setelah
dokter bedah memutuskan bahwa pasien harus operasi maka dokter anestesi
berperan untuk menentukan apakah kondisi pasien layak menjalani operasi.
Untuk itu dokter anestesi juga memerlukan berbagai macam pemeriksaan
laboratorium terutama pemeriksaan masa perdarahan (bledding time) dan masa
pembekuan (clotting time) darah pasien, elektrolit serum, Hemoglobin, protein
darah, dan hasil pemeriksaan radiologi berupa foto thoraks dan EKG.
Berbagai jenis pemeriksaan penunjang yang sering dilakukan pada
pasien sebelum operasi (tidak semua jenis pemeriksaan dilakukan terhadap
pasien, namun tergantung pada jenis penyakit dan operasi yang dijalani oleh
pasien). Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien preoperasi antara
lain :
1) Pemeriksaan Radiologi dan diagnostik, seperti : Foto thoraks, abdomen, foto
tulang (daerah fraktur), USG (Ultra Sono Grafi), CT scan (computerized
Tomography Scan) , MRI (Magnetic Resonance Imagine), BNO-IVP,
Renogram, Cystoscopy, Mammografi, CIL (Colon in Loop), EKG/ECG
(Electro Cardio Grafi), ECHO, EEG (Electro Enchephalo Grafi), dll.
2) Pemeriksaan Laboratorium, berupa pemeriksaan darah : hemoglobin, angka
leukosit, limfosit, LED (laju enap darah), jumlah trombosit, protein total
(albumin dan globulin), elektrolit (kalium, natrium, dan chlorida), CT/BT,
ureum, kreatinin, BUN, dll. Bisa juga dilakukan pemeriksaan pada sumsum
tulang jika penyakit terkait dengan kelainan darah.
3) Biopsi, yaitu tindakan sebelum operasi berupa pengambilan bahan jaringan
tubuh untuk memastikan penyakit pasien sebelum operasi. Biopsi biasanya
dilakukan untuk memastikan apakah ada tumor ganas/jinak atau hanya
berupa infeksi kronis saja.
4) Pemeriksaan Kadar Gula Darah (KGD).
5) Pemeriksaan KGD dilakukan untuk mengetahui apakah kadar gula darah
pasien dalan rentang normal atau tidak. Uji KGD biasanya dilakukan dengan
puasa 10 jam (puasa jam 10 malam dan diambil darahnya jam 8 pagi) dan
juga dilakukan pemeriksaan KGD 2 jam PP (post prandial).
d. Informed Consent
Selain dilakukannya berbagai macam pemeriksaan penunjang terhadap
pasien, hal lain yang sangat penting terkait dengan aspek hukum dan tanggung
jawab dan tanggung gugat, yaitu Informed Consent. Baik pasien maupun
keluarganya harus menyadari bahwa tindakan medis, operasi sekecil apapun
mempunyai resiko. Oleh karena itu setiap pasien yang akan menjalani tindakan
medis, wajib menuliskan surat pernyataan persetujuan dilakukan tindakan medis
(pembedahan dan anestesi).
Meskipun mengandung resiko tinggi tetapi seringkali tindakan operasi
tidak dapat dihindari dan merupakan satu-satunya pilihan bagi pasien. Dan dalam
kondisi nyata, tidak semua tindakan operasi mengakibatkan komplikasi yang
berlebihan bagi klien. Bahkan seringkali pasien dapat pulang kembali ke rumah
dalam keadaan sehat tanpa komplikasi atau resiko apapun segera setelah
mengalami operasi. Tentunya hal ini terkait dengan berbagai faktor seperti:
kondisi nutrisi pasien yang baik, cukup istirahat, kepatuhan terhadap pengobatan,
kerjasama yang baik dengan perawat dan tim selama dalam perawatan.
Informed Consent sebagai wujud dari upaya rumah sakit menjunjung
tinggi aspek etik hukum, maka pasien atau orang yang bertanggung jawab
terhadap pasien wajib untuk menandatangani surat pernyataan persetujuan
operasi. Artinya apapun tindakan yang dilakukan pada pasien terkait dengan
pembedahan, keluarga mengetahui manfaat dan tujuan serta segala resiko dan
konsekuensinya. Pasien maupun keluarganya sebelum menandatangani surat
pernyataan tersebut akan mendapatkan informasi yang detail terkait dengan
segala macam prosedur pemeriksaan, pembedahan serta pembiusan yang akan
dijalani. Jika petugas belum menjelaskan secara detail, maka pihak
pasien/keluarganya berhak untuk menanyakan kembali sampai betul-betul paham.
Hal ini sangat penting untuk dilakukan karena jika tidak maka penyesalan akan
dialami oleh pasien/keluarga setelah tindakan operasi yang dilakukan ternyata
tidak sesuai dengan gambaran keluarga.
e. Persiapan Mental/Psikis
Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam
proses persiapan operasi karena mental pasien yang tidak siap atau labil dapat
berpengaruh terhadap kondisi fisiknya.
Masalah mental yang biasa muncul pada pasien preoperasi adalah
kecemasan. Maka perawat harus mengatasi permasalahan yang sedang dihadapi
klien. Perawat perlu mengkaji mekanisme koping yang biasa digunakan oleh
pasien dalam menghadapi stres. Disamping itu perawat perlu mengkaji hal-hal
yang bisa digunakan untuk membantu pasien dalam menghadapi masalah
ketakutan dan kecemasan preoperasi, seperti adanya orang terdekat, tingkat
perkembangan pasien, faktor pendukung/support system.
Untuk mengurangi / mengatasi kecemasan pasien, perawat dapat
menanyakan hal-hal yang terkait dengan persiapan operasi, antara lain :
Pengalaman operasi sebelumnya, Persepsi pasien dan keluarga tentang
tujuan/alasan tindakan operasi, Pengetahuan pasien dan keluarga tentang
persiapan operasi baik fisik maupun penunjang, Pengetahuan pasien dan keluarga
tentang situasi/kondisi kamar operasi dan petugas kamar operasi., Pengetahuan
pasien dan keluarga tentang prosedur (pre, intra, post operasi), Pengetahuan
tentang latihan-latihan yang harus dilakukan sebelum operasi dan harus
dijalankan setalah operasi, seperti : latihan nafas dalam, batuk efektif, ROM, dll.
Persiapan mental yang kurang memadai dapat mempengaruhi
pengambilan keputusan pasien dan keluarganya. Sehingga tidak jarang pasien
menolak operasi yang sebelumnya telah disetujui dan biasanya pasien pulang
tanpa operasi dan beberapa hari kemudian datang lagi ke rumah sakit setalah
merasa sudah siap dan hal ini berarti telah menunda operasi yang mestinya sudah
dilakukan beberapa hari/minggu yang lalu. Oleh karena itu persiapan mental
pasien menjadi hal yang penting untuk diperhatikan dan didukung oleh
keluarga/orang terdekat pasien.
Inform Consent
Persiapan mental/psikis
Anamnesis:
1. Riwayat anestesi dan operasi sebelumnya.
2. Riwayat penyakit sistemik (diabetes melitus, hipertensi, kardiovaskuler, TB,
asma)
3. Pemakaian obat tertentu, seperti antidiabetik, antikoagulan, kortikosteroid,
antihipertensi secara teratur. Dua obat terakhir harus diteruskan selama operasi
dan anestesi, sedangkan obat yang lain harus dimodifikasi.
4. Riwayat diet (kapan makan atau minum terakhir. jelaskan perlunya
puasa sebelum operasi)
5. Pengunaan gigi palsu pada pasien harus ditanyakan
6. Kebiasaan-kebiasaan pasien (perokok berat, pemakai alkohol atau obat-obatan)
7. Riwayat penyakit keluarga
Pemeriksaan Fisik:
1. Breath
Keadaan jalan nafas, bentuk pipi dan dagu, mulut dan gigi, lidah dan tonsil.
Apakah jalan nafas mudah tersumbat? Apakah intubasi akan sulit?
Apakah pasien ompong atau menggunakan gigi palsu atau mempunyai
rahang yang kecil yang akan mempersulit laringoskopi? Apakah ada
gangguan membuka mulut atau kekakuan leher? Apakah ada pembengkakan
abnormal pada leher yang mendorong saluran nafas bagian atas?
Tentukan pula frekuensi nafas, tipe napas apakah cuping hidung, abdominal atau
torakal, apakah terdapat nafas dengan bantuan otot pernapasan (retraksi kosta).
Nilai pula keberadaan ronki, wheezing, dan suara nafas tambahan (stridor).
2. Blood
Tekanan nadi, pengisian nadi, tekanan darah, perfusi perifer. Nilai syok atau
perdarahan. Lakukan pemeriksaan jantung
3. Brain
GCS. adakah kelumpuhan saraf atau kelainan neurologist. Tanda-tanda TIK
4. Bladder
Produksi urin. pemeriksaan faal ginjal
5. Bowel
Pembesaran hepar. Bising usus dan peristaltik usus. cairan bebas dalam perut
atau massa abdominal?
6. Bone
Kaku kuduk atau patah tulang? Periksa bentuk leher dan tubuh. klainan tulang
belakang
a) Penyakit Kardiovaskular
• Resiko serius
Terapi oksigen dan pemantauan EKG harus diteruskan sampai pasca operasi.
• Zat anestesi membuat jantung sensitive terhadap kerja katekolamin yang
dilepaskan. Selanjutnya dapat terjadi kemunduran hemodinamik dan dapat
terjadi aritmia, takikardi ventricular sampai fibrilasi ventricular.
• Pada pasien dengan gagal jantung perfusi organ menjadi buruk. Ambilan gas
dan uap ihalasi terhalangi.
• Pada pasien hipertensi, terapi antihipertensi harus diteruskan sepanjang
operasi. Bahaya hipertensi balik dengan resiko gangguan kardiovaskular
setelah penghentian obat jauh lebih berat diandingkan dengan resiko karena
meneruskan terapi.
b) Penyakit Pernafasan
• Penyakit saluran nafas dan paru-paru mempengaruhi oksigenasi,
eliminasi karbondioksida, ambilan gas-gas inhalasi dan meningkatkan
insidens infeksi pascaoperasi.
• Bronkospasme berat yang mengancam jiwa kadang-kadang timbul pada
pasien asma atau pecandu nikotin.
• Penundaan operasi elektif pada pasien yang menderita infeksi saluran nafas
atas karena efek obat sedative dan atropine, dan penurunan respons
imunologi yang terjadi karena anestesi umum dapat meningkatkan resiko
infeksi dada pascaoperasi
c) Diabetes Mellitus
Hampir semua obat anestesi bersifat meningkatkan glukosa darah.
Penderita diabetes yang tidak stabil seharusnya tidak dianestesi untuk
pembedahan elektif, kecuali jika kondisi bedah itu sendiri merupakan
penyebab ketidakstabilan tersebut.
d) Penyakit Hati
Metabolisme obat-obatan anestesi akan terganggu akibat adanya
gagal hati. Obat-obatan analgesic dan sedative juga menjadi memiliki masa
kerja yang panjang karena metabolisme oleh otak juga berubah karena penyakit
hati.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Mangku, G., & Senapathi, T. (2010). Buku Ajar Ilmu Anestesi dan Reanimasi.
Jakarta: Indeks.
Pramono, A. (2017). Buku Kuliah Anestesi. Jakarta: EGC.
https://docplayer.info/67675311-Referat-persiapan-pre-anestesi.html