Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH KEPERAWATAN PERIOPERATIF

PERSIAPAN PASIEN PRE OPERASI

DISUSUN OLEH :

1. Ifah Wulandari (P07120216003)


2. Siti Nurhaliza Fujiyanti (P07120216004)
3. Banu Ramadhan Eka P (P07120216023)
4. Anggita Nurlitasari (P07120216038)
5. Tuning Setiowati (P07120216039)

PRODI D4 KEPERAWATAN SEMESTER 7A

POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA

2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keperawatan pre operatif merupakan tahapan awal dari keperawatan
perioperatif. Kesuksesan tindakan pembedahan secara keseluruhan sangat tergantung
pada fase ini. Hal ini disebabkan fase ini merupakan awalan yang menjadi landasan
untuk kesuksesan tahapan-tahapan berikutnya. Kesalahan yang dilakukan pada tahap
ini akan berakibat fatal pada tahap berikutnya. Pengakajian secara integral dari fungsi
pasien meliputi fungsi fisik biologis dan psikologis sangat diperlukan untuk
keberhasilan dan kesuksesan suatu operasi.
Tindakan operasi atau pembedahan bisa jadi pengalaman yang sulit bagi hapir
semua pasien. Berbagai kemungkinan buruk bisa saja terjadi yang akan
membahayakan bagi pasien. Maka tak heran jika seringkali pasien dan keluarganya
menunjukkan sikap yang agak berlebihan dengan kecemasan yang mereka alami.
Kecemasan yang mereka alami biasanya terkait dengan segala macam prosedur asing
yang harus dijalani pasien dan juga ancaman terhadap kesel amatan jiwa akibat segala
macam prosedur pembedahan dan tindakan pembiusan. Perawat dan bidan
mempunyai peranan yang sangat penting dalam setiap tindakan pembedahan baik
pada masa sebelum, selama maupun setelah operasi. Intervensi keperawatan yang
tepat diperlukan untuk mempersiapkan klien baik secara fisik maupun psikis. Tingkat
keberhasilan pembedahan sangat tergantung pada setiap tahapan yang dialami dan
saling ketergantungan antara tim kesehatan yang terkait (dokter bedah, dokter
anestesi, perawat/bidan) di samping peranan pasien yang kooperatif selama proses
perioperatif.
Ada tiga faktor penting yang terkait dalam pembedahan, yaitu penyakit pasien,
jenis pembedahan yang dilakukan dan pasien sendiri. Dari ketiga faktor tersebut
faktor pasien merupakan hal yang paling penting, karena bagi penyakit tersebut
tidakan pembedahan adalah hal yang baik/benar. Tetapi bagi pasien sendiri
pembedahan mungkin merupakan hal yang paling mengerikan yang pernah mereka
alami. Mengingat hal terebut diatas, maka sangatlah pentig untuk melibatkan pasien
dalam setiap langkah – langkah perioperatif. Tindakan perioperatif yang
berkesinambungan dan tepat akan sangat berpengaruh terhadap suksesnya
pembedahan dan kesembuhan pasien.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja persiapan pasien pre operasi?
2. Apa saja prinsip asuhan keperawatan pasien pre operasi?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum makalah ini adalah untuk menambah zpengetahuan tentang
persiapan pasien yang akan menjalani operasi/ pre operasi

2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengertian operasi
b. Mengetahui pengertian jenis-jenis anestesi dalam operasi
c. Mengetahui persiapan pasien pre operasi
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Operasi
Operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif
dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani. Pembukaan
tubuh ini umumnya dilakukan dengan membuat sayatan. Setelah bagian yang akan
ditangani ditampilkan, dilakukan tindakan perbaikan yang akan diakhiri dengan
penutupan dan penjahitan luka.
Operasi merupakan tindakan yang banyak menimbulkan kecemasan. Operasi
yang ditunggu pelaksanaannya akan menyebabkan kecemasan pada pasien.
Kecemasan yang terjadi dihubungkan dengan rasa nyeri, kemungkinan cacat, menjadi
bergantung dengan orang lain, dan mungkin kematian.
Persiapan prabedah penting sekali untuk mengurangi faktor resiko karena hasil
akhir dari suatu pembedahan sangat bergantung pada penilaian keadaan penderita.
Secara mental, penderita harus dipersiapkan untuk menghadapi pembedahan karena
selalu ada rasa cemas atau takut terhadap penyuntikan, nyeri luka, bahkan terhadap
kemungkinan cacat atau kematian.
Klasifikasi operasi terbagi menjadi dua, yaitu operasi minor dan operasi
mayor. Operasi minor adalah operasi yang secara umum bersifat selektif, bertujuan
untuk memperbaiki fungsi tubuh, mengangkat lesi pada kulit, dan memperbaiki
deformitas. Contohnya pencabutan gigi, pengangkatan kutil, kuretase, operasi katarak,
dan arthoskopi. Operasi mayor adalah operasi yang bersifat selektif, urgent, dan
emergensi. Tujuan dari operasi ini adalah untuk menyelamatkan nyawa, mengangkat
atau memperbaiki bagian tubuh, memperbaiki fungsi tubuh, dan meningkatkan
kesehatan. Contohnya kolesistektomi, nefrektomi, kolostomi, histerektomi,
mastektomi, amputasi, dan operasi akibat trauma.

B. Jenis-Jenis Operasi
Jenis-jenis operasi bedah cukup beragam, dimana berdasarkan bagian tubuh yang
perlu dibedah. Seberapa mendesak pembedahan tersebut harus segera dilaksanakan,
jumlah sayatan yang pasien butuhkan, penggunaan alat, serta tujuan pembedahan. Di
bawah ini ada beberapa kategori jenis tindakan bedah, yaitu:
1. Berdasarkan Jenis Prosedur
a. Reseksi
Pembedahan dengan mengangkat seluruh atau sebagian dari organ tubuh
pasien.
b. Amputasi
Amputasi merupakan operasi bedah untuk memotong bagian tubuh tertentu.
Operasi bedah seperti ini pada umumnya hanyalah dilakukan agar bisa
mencegah penyebaran infeksi ke area tubuh lainnya.
c. Bedah Rekonstruktif
Jenis operasi bedah ini lebih berfokus pada cara untuk membuat bagian
tubuh yang terluka mengalami perbaikan. Baik itu kerusakan atau kecacatan
serius yang diakibatkan oleh penyakit, operasi yang dilakukan sebelumnya,
atau cedera.
d. Bedah Kecantikan
Ketika mendengar jenis operasi ini, mungkin yang ada di benak anda adalah
operasi plastik. Bedah kecantikan merupakan jenis operasi yang memang
tujuannya untuk membuat penampilan seseorang lebih cantik. Kini jenis
operasi bedah ini sedang populer di kalangan masyarakat.
e. Cangkok
Jenis operasi bedah ini akan dilakukan dokter untuk organ atau bagian
tubuh tertentu untuk menggantikannya dengan organ dari sumber lain.
f. Penanaman Kembali
Operasi bedah satu ini adalah jenis yang akan dilakukan oleh dokter dengan
tujuan melekatkan kembali bagian tubuh yang sempat terlepas. Ini adalah
jenis operasi yang berlawanan dari reseksi.

2. Berdasarkan Alat yang Digunakan


Ada juga jenis operasi yang memang berdasarkan dari alat atau
teknologi yang digunakan dirumah sakit atau oleh dokter, seperti:
a. Bedah Mikroskopi
Jenis operasi bedah ini merupakan bedah saraf mikroskopis yang memang
memanfaatkan teknologi mikroskopis supaya dokter mampu mengobati area
otak yangsakit lewat lubang berukuran kecil, yakni dengan membuat area
perawatan lebih besar.
b. Bedah Endoskopi
Gambaran umum dari jenis operasi bedah endoskopi ini adalah dengan
menggunakan alat endoskop atau tabung fleksibel lentur yang dilengkapi
kamera disalah satu ujungnya. Kamera tersebut nantinya bakal digunakan
untuk pengambilan gambar bagian dalam di saluran pencernaan. Biasanya
memang tindakan medis ini dilakukan untuk mengatasi masalah penyakit
gangguan pencernaan.
c. Bedah Robotik
Pada robotic surgery ini, dokter bedah bakal memakai sistem komputer yang
bakal dimanfaatkan untuk mengendalikan lengan robot beserta ujung-efektor.
Keuntungan dalam praktik bedah ini adalah bahwa dokter bedah dapat cukup
mengandalkan metodekomputerisasi serta tak perlu hadir di kamar operasi
langsung. Bahkan operasi jarak jauh pun memungkinkan.
d. Bedah Laser
Pada tindakan operasi bedah jenis laser, dokter bedah biasanya bakal
menggunakan sinar laser supaya area yang rusak di dalam tubuh bisa
terobati. Contohnya adalah seperti ketika dokter hendak menutup bagian
pembuluh darah yang ada di bagian mata para pasien penderita diabetes.

3. Berdasarkan Jenis Sayatan


Ada juga jenis-jenis operasi bedah yang didasarkan pada jenis sayatan yang
dilakukan olehdokter ahli bedah, seperti:
a. Laparoskopi
Jenis operasi bedah ini cukup memerlukan sayatan berukuran kecil dan perlu
diketahui bahwa rata-rata tindakan operasi bedah yang besar malah justru
mempunyai padanan tindakan bedah dengan memakai teknik laparoskopi.
Dengan demikian, waktu pemulihan dari pasien bakal berkurang dan
biasanya juga tak akan begitu terasa sakit.
b. Laparotomi
Jenis operasi bedah ini akan berfokus pada pembedahan dengan sayatan
berukuran besar. Operasi ini justru berlawanan dengan laparoskopi.
4. Berdasarkan Pemilihan Waktu
Jenis operasi bedah yang ditentukan oleh pemilihan waktu, yaitu:
a. Bedah Darurat/Cito
Operasi atau tindakan pembedahan ini bertujuan untuk membuat hidup
pasien terselamatkan. Ketika pasien baru saja mengalami kecelakaan parah
atau cedera yang memicu trauma, langkah bedah inilah yang dokter pilih.
b. Bedah Semi-Elektif
Jenis operasi bedah ini bertujuan sebagai pencegah efek atau akibat buruk
dari suatu cedera maupun penyakit. Jenis operasi semi-elektif tidaklah harus
cepat-cepat dilaksanakan dan bisa dokter tunda untuk sejenak.
c. Bedah Elektif
Jenis operasi ini dokter akan lakukan dengan tujuan supaya penyakit tertentu
tidak membuat nyawa pasien terancam. Pembedahan pun hanya bakal dokter
lakukan apabila pasien sudah memintanya sendiri.

5. Berdasarkan Bagian Tubuh


Operasi bedah berdasarkan bagian tubuh terbilang begitu banyak dan yang paling
kita sering dengar pada kasus pembedahan secara umum antara lain:
a. Bedah Tulang
Kelainan otot dan tulang pada pasien biasanya akan ditangani dengan
tindakan ini.
b. Bedah Jantung
Operasi bypass jantung dan ring jantung adalah contohnya. Ada berbagai
jenis-jenis penyakit jantung dan yang biasanya mendapatkan penanganan
seperti ini adalah para pasien penderita penyakit jantung koroner.
c. Bedah Saluran Pencernaan
Pembedahan ini akan mengatasi masalah gangguan atau kelainan di saluran
pencernaan.
d. Bedah Mulut
Tindakan ini dilakukan dokter ahli bedah untuk memperbaiki cedera,
penyakit, maupun kecacatan di jaringan keras maupun lunak pada mulut
dengan area rahang atas.

6. Berdasarkan Tujuan
Ada juga proses operasi pembedahan yang didasarkan pada fokus dan tujuannya,
seperti:
a. Bedah Terapi.
Dokter melakukan jenis pembedahan ini hanya dengan tujuan untuk mengatasi
sebuah penyakit yang memang telah dipastikan sebelumnya memang sudah
diderita oleh pasien.
b. Bedah Penyelidikan
Dokter melakukan jenis pembedahan ini dengan tujuan utama untuk
memastikan sebuah dugaan dari hasil diagnosa di mana hasil diagnosa
belumlah pasti. Dengan bedah ini, maka otomatis dugaan diagnosa lebih
terdukung.

C. Anestesi
1. Pengertian Anestesi
Anestesi berasal dari bahasa Yunani, an-, yang berarti “tanpa” dan aisthēsi,
yang berarti sensasi (Holmes, 1864). Fungsi anestesi yaitu penghilang sensasi, oleh
karena itu anestesi umumnya digunakan untuk pasien yang akan menjalani operasi.
Anestesi merupakan tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan
pembedahan dan berbagai prosedur lain yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh
(Morgan, 2011).
Anestesia adalah suatu keadaan narcosis, analgesia, relaksasi dan hilangnya
reflek (Smeltzer, S C, 2002). Anestesi adalah menghilangnya rasa nyeri, dan
menurut jenis kegunaannya dibagi menjadi anestesi umum yang disertai hilangnya
kesadaran, sedangakan anestesi regional dan anestesi local menghilangya rasa
nyeri disatu bagian tubuh saja tanpa menghilangnya kesadaran (Sjamsuhidajat &
De Jong, 2012).

2. Jenis Anestesi
a. Anestesi umum
Anestesi umum melibatkan hilangnya kesadaran secara penuh. Anestesi
umum dapat diberikan kepada pasien dengan injeksi intravena atau melalui
inhalasi (Royal College of Physicians (UK), 2011). Keuntungan dari
penggunaan anestesi ini adalah dapat mencegah terjadinya kesadaran
intraoperasi; efek relaksasi otot yang tepat dalam jangka waktu yang lama;
memungkinkan untuk pengontrolan jalan, sistem, dan sirkulasi penapasan;
dapat digunakan pada kasus pasien hipersensitif terhadap zat anestesi lokal;
dapat diberikan tanpa mengubah posisi supinasi pasien; dapat disesuaikan
secara mudah apabila waktu operasi perlu diperpanjang; dan dapat diberikan
secara cepat dan reversibel.
Anestesi umum juga memiliki kerugian, yaitu membutuhkan perawatan
yang lebih rumit; membutuhkan persiapan pasien pra operasi; dapat
menyebabkan fluktuasi fisiologi yang membutuhkan intervensi aktif;
berhubungan dengan beberapa komplikasi seperti mual muntah, sakit
tenggorokan, sakit kepala, menggigil, dan terlambatnya pengembalian fungsi
mental normal; serta berhubungan dengan hipertermia maligna, kondisi otot
yang jarang dan bersifat keturunan apabila terpapar oleh anestesi umum dapat
menyebabkan peningkatan suhu tubuh akut dan berpotensi letal, hiperkarbia,
asidosis metabolik dan hiperkalemia (Press, 2015).

b. Anestesi regional
Anestesi regional memberikan efek mati rasa terhadap saraf yang
menginervasi beberapa bagian tubuh, melalui injeksi anestesi lokal pada
spinal/epidural, pleksus, atau secara Bier block (Mohyeddin, 2013). Anestesi
regional memiliki keuntungan, diantaranya adalah menghindari polifarmasi,
alternatif yang efektif terhadap anestesi umum, anesthesia yang dapat
diperpanjang, pasient dapat tetap dalam keadaan sadar, dan dapat dilakukan
pemberian makanan atau minuman yang lebih dini (Mohyeddin, 2013). Tetapi,
dalam pemberian anestesi regional dapat terjadi komplikasi meskipun jarang
sekali terjadi, diantaranya sakit kepala pasca penyuntikan; sakit punggung;
Transient Neurological Symptomps (TNS;, anastesi spinal total, hematoma
spinal atau epidural; abses epidural; meningitis; arachnoiditis; cardiac arrest;
retensi urin; dan keracunan (Agarwal dan Kishore, 2009).

c. Anestesi lokal
Anestesi lokal secara reversibel menghambat konduksi saraf di dekat
pemberian anestesi, sehingga menyebabkan mati rasa di daerah yang terbatas
secara sementara (Press, 2015). Perbedaanya dengan anestesi regional adalah,
anestesi lokal hanya memblok sensasi di area dimana injeksi diberikan, tanpa
mempengaruhi daerah-daerah lain yang diinervasi oleh saraf tersebut (Peters,
2011).

D. Persiapan Pasien Pre Operasi


Tindakan keperawatan adalah setiap terapi perawatan langsung yang
dilakukan perawat untuk kepentingan klien, terapi tersebut termasuk terapi yang
dilakukan perawat berdasarkan diagnosis keperawatan, pengobatan yang dilakukan
dokter berdasarkan diagnosis medis, dan melakukan fungsi penting sehari – hari untuk
klien yang tidak dapat melakukannya ( Mc. Closkey dan Bulechek 1992 ) yang
dikutip Barbara J. G ( 2008 ).
Tindakan keperawatan preoperatif merupakan tindakan yang dilakukan oleh
perawat dalam rangka mempersiapkan pasien untuk dilakukan tindakan pembedahan
dengan tujuan untuk menjamin keselamatan pasien intraoperatif.
Persiapan fisik maupun pemeriksaan penunjang serta persiapan mental sangat
diperlukan karena kesuksesan suatu tindakan pembedahan klien berawal dari
kesuksesan persiapan yang dilakukan selama tahap persiapan. Kesalahan yang
dilakukan pada saat tindakan preoperatif apapun bentuknya dapat berdampak pada
tahap-tahap selanjutnya, untuk itu diperlukan kerjasama yang baik antara masing-
masing komponen yang berkompeten untuk menghasilkan outcome yang optimal,
yaitu kesembuhan pasien secara paripurna ( Rothrock, 1999 ).

1. Persiapan Klien di Unit Perawatan


a. Persiapan Fisik
Persiapan fisik pre operasi yang dialami oleh pasien dibagi dalam 2 tahapan,
yaitu persiapan di unit perawatan dan persiapan di ruang operasi. Berbagai persiapan
fisik yang harus dilakukan terhadap pasien sebelum operasi menurut Brunner &
Suddarth ( 2002 ), antara lain :

1) Status kesehatan fisik secara umum.


Sebelum dilakukan pembedahan, penting dilakukan pemeriksaan status
kesehatan secara umum, meliputi identitas klien, riwayat penyakit seperti
kesehatan masa lalu, riwayat kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik lengkap,
antara lain status hemodinamika, status kardiovaskuler, status pernafasan, fungsi
ginjal dan hepatik, fungsi endokrin, fungsi imunologi, dan lain-lain. Selain itu
pasien harus istirahat yang cukup, karena dengan istirahat dan tidur yang cukup
pasien tidak akan mengalami stres fisik, tubuh lebih rileks sehingga bagi pasien
yang memiliki riwayat hipertensi, tekanan darahnya dapat stabil dan bagi pasien
wanita tidak akan memicu terjadinya haid lebih awal.

2) Status Nutrisi
Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan berat
badan, lipat kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar protein darah (albumin dan
globulin) dan keseimbangan nitrogen. Segala bentuk defisiensi nutrisi harus
dikoreksi sebelum pembedahan untuk memberikan protein yang cukup untuk
perbaikan jaringan. Kondisi gizi buruk dapat mengakibatkan pasien mengalami
berbagai komplikasi pasca operasi dan mengakibatkan pasien menjadi lebih lama
dirawat di rumah sakit. Komplikasi yang paling sering terjadi adalah infeksi
pasca operasi, dehisiensi (terlepasnya jahitan sehingga luka tidak bisa menyatu),
demam dan penyembuhan luka yang lama. Pada kondisi yang serius pasien dapat
mengalami sepsis yang bisa mengakibatkan kematian.

3) Keseimbangan cairan dan elektrolit


Balance cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan input dan
output cairan. Demikaian juga kadar elektrolit serum harus berada dalam rentang
normal. Kadar elektrolit yang biasanya dilakukan pemeriksaan di antaranya
adalah kadar natrium serum (normal : 135 -145 mmol/l), kadar kalium serum
(normal : 3,5 – 5 mmol/l) dan kadar kreatinin serum (0,70 – 1,50 mg/dl).
Keseimbangan cairan dan elektrolit terkait erat dengan fungsi ginjal. Dimana
ginjal berfungsi mengatur mekanisme asam basa dan ekskresi metabolit obat-
obatan anastesi. Jika fungsi ginjal baik maka operasi dapat dilakukan dengan
baik. Namun jika ginjal mengalami gangguan seperti oliguri/anuria, insufisiensi
renal akut, dan nefritis akut, maka operasi harus ditunda menunggu perbaikan
fungsi ginjal, kecuali pada kasus- kasus yang mengancam jiwa.

4) Kebersihan lambung dan kolon


Lambung dan kolon harus dibersihkan terlebih dahulu. Intervensi
keperawatan yang bisa diberikan diantaranya adalah pasien dipuasakan dan
dilakukan tindakan pengosongan lambung dan kolon dengan tindakan
enema/lavement. Lamanya puasa berkisar antara 7 sampai 8 jam (biasanya puasa
dilakukan mulai pukul 24.00 WIB). Tujuan dari pengosongan lambung dan kolon
adalah untuk menghindari aspirasi (masuknya cairan lambung ke paru-paru) dan
menghindari kontaminasi feses ke area pembedahan sehingga menghindarkan
terjadinya infeksi pasca pembedahan. Khusus pada pasien yang membutuhkan
operasi CITO (segera), seperti pada pasien kecelakaan lalu lintas, maka
pengosongan lambung dapat dilakukan dengan cara pemasangan NGT (naso
gastric tube).

5) Pencukuran daerah operasi


Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk menghindari
terjadinya infeksi pada daerah yang dilakukan pembedahan karena rambut yang
tidak dicukur dapat menjadi tempat bersembunyi kuman dan juga
mengganggu/menghambat proses penyembuhan dan perawatan luka. Meskipun
demikian ada beberapa kondisi tertentu yang tidak memerlukan pencukuran
sebelum operasi, misalnya pada pasien luka incisi pada lengan. Tindakan
pencukuran (scheren) harus dilakukan dengan hati-hati jangan sampai
menimbulkan luka pada daerah yang dicukur. Sering kali pasien diberikan
kesempatan untuk mencukur sendiri agar pasien merasa lebih nyaman.
Daerah yang dilakukan pencukuran tergantung pada jenis operasi dan
daerah yang akan dioperasi. Biasanya daerah sekitar alat kelamin (pubis)
dilakukan pencukuran jika yang dilakukan operasi pada daerah sekitar perut dan
paha. Misalnya : apendiktomi, herniotomi, uretrolithiasis, operasi pemasangan
plate pada fraktur femur, dan hemmoroidektomi. Selain terkait daerah
pembedahan, pencukuran pada lengan juga dilakukan pada pemasangan infus
sebelum pembedahan.

6) Personal Hygine
Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan operasi
karena tubuh yang kotor dapat merupakan sumber kuman dan dapat
mengakibatkan infeksi pada daerah yang dioperasi. Pada pasien yang kondisi
fisiknya kuat dianjurkan untuk mandi sendiri dan membersihkan daerah operasi
dengan lebih seksama. Sebaliknya jika pasien tidak mampu memenuhi
kebutuhan personal hygiene secara mandiri maka perawat akan memberikan
bantuan pemenuhan kebutuhan personal hygiene.

7) Pengosongan kandung kemih


Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan melakukan
pemasangan kateter. Selain untuk pengongan isi bladder tindakan kateterisasi
juga diperlukan untuk mengobservasi balance cairan.

8) Latihan Pra Operasi


Berbagai latihan sangat diperlukan pada pasien sebelum operasi, hal
ini sangat penting sebagai persiapan pasien dalam menghadapi kondisi pasca
operasi, seperti : nyeri daerah operasi, batuk dan banyak lendir pada tenggorokan.
Latihan yang diberikan pada pasien sebelum operasi antara lain:

a) Latihan Nafas Dalam

Latihan nafas dalam sangat bermanfaat bagi pasien untuk mengurangi


nyeri setelah operasi dan dapat membantu pasien relaksasi sehingga pasien
lebih mampu beradaptasi dengan nyeri dan dapat meningkatkan kualitas
tidur. Selain itu teknik ini juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan
oksigenasi darah setelah anastesi umum. Dengan melakukan latihan tarik
nafas dalam secara efektif dan benar maka pasien dapat segera
mempraktekkan hal ini segera setelah operasi sesuai dengan kondisi dan
kebutuhan pasien. Latihan nafas dalam dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut : Pasien tidur dengan posisi duduk atau setengah duduk (semifowler)
dengan lutut ditekuk dan perut tidak boleh tegang. Letakkan tangan di atas
perut, hirup udara sebanyak-banyaknya dengan menggunakan hidung dalam
kondisi mulut tertutup rapat. Tahan nafas beberapa saat (3-5 detik) kemudian
secara perlahan-lahan, udara dikeluarkan sedikit demi sedikit melalui mulut.
Lakukan hal ini berulang kali (15 kali). Lakukan latihan dua kali sehari
praopeartif.
b) Latihan Batuk Efektif
Latihan batuk efektif juga sangat diperlukan bagi klien terutama klien
yang mengalami operasi dengan anstesi general. Karena pasien akan
mengalami pemasangan alat bantu nafas selama dalam kondisi teranestesi.
Sehingga ketika sadar pasien akan mengalami rasa tidak nyaman pada
tenggorokan. Dengan terasa banyak lendir kental di tenggorokan. Latihan
batuk efektif sangat bermanfaat bagi pasien setalah operasi untuk
mengeluarkan lendir atau sekret tersebut. Pasien dapat dilatih melakukan
teknik batuk efektif dengan cara :
Pasien condong ke depan dari posisi semifowler, jalinkan jari- jari
tangan dan letakkan melintang di atas incisi sebagai bebat ketika batuk.
Kemudian pasien nafas dalam seperti cara nafas dalam (3-5 kali)
Segera lakukan batuk spontan, pastikan rongga pernafasan terbuka
dan tidak hanya batuk dengan mengandalkan kekuatan tenggorokan saja
karena bisa terjadi luka pada tenggorokan. Hal ini bisa menimbulkan
ketidaknyamanan, namun tidak berbahaya terhadap incisi. Ulangi lagi sesuai
kebutuhan. Jika selama batuk daerah operasi terasa nyeri, pasien bisa
menambahkan dengan menggunakan bantal kecil atau gulungan handuk yang
lembut untuk menahan daerah operasi dengan hati-hati sehingga dapat
mengurangi guncangan tubuh saat batuk.

c) Latihan Gerak Sendi


Latihan gerak sendi merupakan hal sangat penting bagi pasien
sehingga setelah operasi, pasien dapat segera melakukan berbagai pergerakan
yang diperlukan untuk mempercepat proses penyembuhan.
Pasien/keluarga pasien seringkali mempunyai pandangan yang keliru
tentang pergerakan pasien setelah operasi. Banyak pasien yang tidak berani
menggerakkan tubuh karena takut jahitan operasi sobek atau takut luka
operasinya lama sembuh. Pandangan seperti ini jelas keliru karena justru
jika pasien selesai operasi dan segera bergerak maka pasien akan lebih
cepat merangsang usus (peristaltik usus) sehingga pasien akan lebih cepat
kentut/flatus. Keuntungan lain adalah menghindarkan penumpukan lendir
pada saluran pernafasan dan terhindar dari kontraktur sendi dan terjadinya
dekubitus. Tujuan lainnya adalah memperlancar sirkulasi untuk mencegah
stasis vena dan menunjang fungsi pernafasan optimal. Intervensi ditujukan
pada perubahan posisi tubuh dan juga Range of Motion (ROM). Latihan
perpindahan posisi dan ROM ini pada awalnya dilakukan secara pasif
namun kemudian seiring dengan bertambahnya kekuatan tonus otot maka
pasien diminta melakukan secara mandiri.
Status kesehatan fisik merupakan faktor yang sangat penting bagi
pasien yang akan mengalami pembedahan, keadaan umum yang baik akan
mendukung dan mempengaruhi proses penyembuhan. Sebaliknya, berbagai
kondisi fisiologis dapat mempengaruhi proses pembedahan. Demikian juga
faktor usia/penuaan dapat mengakibatkan komplikasi dan merupakan faktor
resiko pembedahan. Oleh karena itu sangatlah penting untuk mempersiapkan
fisik pasien sebelum dilakukan pembedahan/operasi.

b. Persiapan Penunjang
Persiapan penunjang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan
dari tindakan pembedahan. Tanpa adanya hasil pemeriksaan penunjang, maka
dokter bedah tidak mungkin bisa menentukan tindakan operasi yang harus
dilakukan pada pasien. Pemeriksaan penunjang yang dimaksud adalah berbagai
pemeriksaan radiologi, laboratorium maupun pemeriksaan lain seperti ECG, dan
lain-lain.
Sebelum dokter mengambil keputusan untuk melakukan operasi pada
pasien, dokter melakukan berbagai pemeriksaan terkait dengan keluhan penyakit
pasien sehingga dokter bisa menyimpulkan penyakit yang diderita pasien. Setelah
dokter bedah memutuskan bahwa pasien harus operasi maka dokter anestesi
berperan untuk menentukan apakah kondisi pasien layak menjalani operasi.
Untuk itu dokter anestesi juga memerlukan berbagai macam pemeriksaan
laboratorium terutama pemeriksaan masa perdarahan (bledding time) dan masa
pembekuan (clotting time) darah pasien, elektrolit serum, Hemoglobin, protein
darah, dan hasil pemeriksaan radiologi berupa foto thoraks dan EKG.
Berbagai jenis pemeriksaan penunjang yang sering dilakukan pada
pasien sebelum operasi (tidak semua jenis pemeriksaan dilakukan terhadap
pasien, namun tergantung pada jenis penyakit dan operasi yang dijalani oleh
pasien). Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien preoperasi antara
lain :
1) Pemeriksaan Radiologi dan diagnostik, seperti : Foto thoraks, abdomen, foto
tulang (daerah fraktur), USG (Ultra Sono Grafi), CT scan (computerized
Tomography Scan) , MRI (Magnetic Resonance Imagine), BNO-IVP,
Renogram, Cystoscopy, Mammografi, CIL (Colon in Loop), EKG/ECG
(Electro Cardio Grafi), ECHO, EEG (Electro Enchephalo Grafi), dll.
2) Pemeriksaan Laboratorium, berupa pemeriksaan darah : hemoglobin, angka
leukosit, limfosit, LED (laju enap darah), jumlah trombosit, protein total
(albumin dan globulin), elektrolit (kalium, natrium, dan chlorida), CT/BT,
ureum, kreatinin, BUN, dll. Bisa juga dilakukan pemeriksaan pada sumsum
tulang jika penyakit terkait dengan kelainan darah.
3) Biopsi, yaitu tindakan sebelum operasi berupa pengambilan bahan jaringan
tubuh untuk memastikan penyakit pasien sebelum operasi. Biopsi biasanya
dilakukan untuk memastikan apakah ada tumor ganas/jinak atau hanya
berupa infeksi kronis saja.
4) Pemeriksaan Kadar Gula Darah (KGD).
5) Pemeriksaan KGD dilakukan untuk mengetahui apakah kadar gula darah
pasien dalan rentang normal atau tidak. Uji KGD biasanya dilakukan dengan
puasa 10 jam (puasa jam 10 malam dan diambil darahnya jam 8 pagi) dan
juga dilakukan pemeriksaan KGD 2 jam PP (post prandial).

c. Pemeriksaan Status Anestesi


Pemeriksaaan status fisik untuk dilakukan pembiusan ditujukan untuk
keselamatan selama pembedahan. Sebelum dilakukan anestesi demi kepentingan
pembedahan, pasien akan mengalami pemeriksaan status fisik yang diperlukan
untuk menilai sejauh mana resiko pembiusan terhadap diri pasien. Pemeriksaan
yang biasa digunakan adalah pemeriksaan dengan menggunakan metode ASA
(American Society of Anasthesiologist). Pemeriksaan ini dilakukan karena obat
dan teknik anastesi pada umumnya akan mengganggu fungsi pernafasan,
peredaran darah dan sistem saraf.

d. Informed Consent
Selain dilakukannya berbagai macam pemeriksaan penunjang terhadap
pasien, hal lain yang sangat penting terkait dengan aspek hukum dan tanggung
jawab dan tanggung gugat, yaitu Informed Consent. Baik pasien maupun
keluarganya harus menyadari bahwa tindakan medis, operasi sekecil apapun
mempunyai resiko. Oleh karena itu setiap pasien yang akan menjalani tindakan
medis, wajib menuliskan surat pernyataan persetujuan dilakukan tindakan medis
(pembedahan dan anestesi).
Meskipun mengandung resiko tinggi tetapi seringkali tindakan operasi
tidak dapat dihindari dan merupakan satu-satunya pilihan bagi pasien. Dan dalam
kondisi nyata, tidak semua tindakan operasi mengakibatkan komplikasi yang
berlebihan bagi klien. Bahkan seringkali pasien dapat pulang kembali ke rumah
dalam keadaan sehat tanpa komplikasi atau resiko apapun segera setelah
mengalami operasi. Tentunya hal ini terkait dengan berbagai faktor seperti:
kondisi nutrisi pasien yang baik, cukup istirahat, kepatuhan terhadap pengobatan,
kerjasama yang baik dengan perawat dan tim selama dalam perawatan.
Informed Consent sebagai wujud dari upaya rumah sakit menjunjung
tinggi aspek etik hukum, maka pasien atau orang yang bertanggung jawab
terhadap pasien wajib untuk menandatangani surat pernyataan persetujuan
operasi. Artinya apapun tindakan yang dilakukan pada pasien terkait dengan
pembedahan, keluarga mengetahui manfaat dan tujuan serta segala resiko dan
konsekuensinya. Pasien maupun keluarganya sebelum menandatangani surat
pernyataan tersebut akan mendapatkan informasi yang detail terkait dengan
segala macam prosedur pemeriksaan, pembedahan serta pembiusan yang akan
dijalani. Jika petugas belum menjelaskan secara detail, maka pihak
pasien/keluarganya berhak untuk menanyakan kembali sampai betul-betul paham.
Hal ini sangat penting untuk dilakukan karena jika tidak maka penyesalan akan
dialami oleh pasien/keluarga setelah tindakan operasi yang dilakukan ternyata
tidak sesuai dengan gambaran keluarga.

e. Persiapan Mental/Psikis
Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam
proses persiapan operasi karena mental pasien yang tidak siap atau labil dapat
berpengaruh terhadap kondisi fisiknya.
Masalah mental yang biasa muncul pada pasien preoperasi adalah
kecemasan. Maka perawat harus mengatasi permasalahan yang sedang dihadapi
klien. Perawat perlu mengkaji mekanisme koping yang biasa digunakan oleh
pasien dalam menghadapi stres. Disamping itu perawat perlu mengkaji hal-hal
yang bisa digunakan untuk membantu pasien dalam menghadapi masalah
ketakutan dan kecemasan preoperasi, seperti adanya orang terdekat, tingkat
perkembangan pasien, faktor pendukung/support system.
Untuk mengurangi / mengatasi kecemasan pasien, perawat dapat
menanyakan hal-hal yang terkait dengan persiapan operasi, antara lain :
Pengalaman operasi sebelumnya, Persepsi pasien dan keluarga tentang
tujuan/alasan tindakan operasi, Pengetahuan pasien dan keluarga tentang
persiapan operasi baik fisik maupun penunjang, Pengetahuan pasien dan keluarga
tentang situasi/kondisi kamar operasi dan petugas kamar operasi., Pengetahuan
pasien dan keluarga tentang prosedur (pre, intra, post operasi), Pengetahuan
tentang latihan-latihan yang harus dilakukan sebelum operasi dan harus
dijalankan setalah operasi, seperti : latihan nafas dalam, batuk efektif, ROM, dll.
Persiapan mental yang kurang memadai dapat mempengaruhi
pengambilan keputusan pasien dan keluarganya. Sehingga tidak jarang pasien
menolak operasi yang sebelumnya telah disetujui dan biasanya pasien pulang
tanpa operasi dan beberapa hari kemudian datang lagi ke rumah sakit setalah
merasa sudah siap dan hal ini berarti telah menunda operasi yang mestinya sudah
dilakukan beberapa hari/minggu yang lalu. Oleh karena itu persiapan mental
pasien menjadi hal yang penting untuk diperhatikan dan didukung oleh
keluarga/orang terdekat pasien.

2. Jenis – jenis Tindakan Keperawatan Preoperatif


Kegiatan keperawatan yang dapat dilakukan sesuai peran perawat perioperatif
antara lain mengidentifikasi factor – factor yang mempengaruhi resiko pelaksanaan
operasi, mengkaji kebutuhan fisik dan psikologis dan memfasilitasi persiapan fisik dan
psikologis selama masa pra pembedahan (Taylor, 1997 ). Pengkajian terhadap kondisi
fisik, psikologis, sosiokultural dan dimensi spiritual pada klien penting karena
pembedahan merupakan stressor utama psikologis, mempengaruhi pola koping, support
system dan kebutuhan sosiokultural. Penurunan rasa cemas dan takut merupakan hal
yang sangat penting selama masa pre operatif karena stress emosional ditambah dengan
stress fisik meningkatkan resiko pembedahan (Taylor, 1997 ).
Adapun tindakan keperawatan preoperatif yang dapat dilakukan sesuai peran
perawat perioperatif antara lain :
a) Membina hubungan terpeutik, memberi kesempatan pada klien untuk menyatakan
rasa takut dan perhatiannya terhadap rencana operasi
b) Melakukan sentuhan untuk menunjukkan adanya empati dan perhatian
c) Menjawab atau menerangkan tentang berbagai prosedur operasi
d) Meningkatkan pemenuhan nutrisi dan hidrasi
e) Mengajarkan batuk dan nafas dalam
f) Mengajarkan manajemen nyeri setelah pembedahan
g) Mengajarkan latihan lengan dan ambulasi
h) Menerangkan alat – alat yang akan digunakan oleh klien selama operasi.
Sehari sebelum operasi :
i) Memberikan dukungan emosional, menjawab pertanyaan dan memberikan
dukungan spiritual bila diperlukan
j) Melakukan pembatasan diet pre operasi
k) Menyiapkan kebutuhan eliminasi selama dan setelah pembedahan
l) Mencukur dan menyiapkan daerah operasi
Hari pembedahan :
m) Mengecek bahwa bahan dan obat – obatan telah lengkap
n) Mengecek tanda – tanda vital
o) Mengecek inform consen
p) Melanjutkan persiapan nutrisi dan hidrasi
q) Melepaskan protese dan kosmetik
r) Melakukan perawatan mulut
s) Mengosongkan blas dan bowel
t) Mempersiapkan catatan yang diperlukan selama pre operasi
u) Memberikan obat –obatan yang perlu diberikan ( sesuai order dokter
Kerangka Teori

Keperawatan Fase Preoperatif:


perioperatif
1. Fase Preoperasi Persiapan fisik
Fase Intraoperasi
Persiapan Penunjang
Fase Pascaopreasi
Persiapan anestesi

Inform Consent

Persiapan mental/psikis

Obat- obatan pre medikasi

Gambaran kuantitas Tindakan keperawatan preoperasi


Tindakan preoperasi yang yang dilakukan perawat sesuai peran
diterima pasien : perawat :

1. Baik Tindakan secara umum


2. Cukup
Tindakan sehari sebelum operasi
3. kurang
Tindakan pada hari pembedahan

3. Persiapan Pre Anestesi


Persiapan praanestesi meliputi:
1. Mengumpulkan data
2. Menentukan masalah yang ada pada pasien sesuai data
3. Mempersiapkan kemungkinan terburuk yang akan terjadi
4. Melakukan persiapan untuk mencegah kemungkinan terburuk yang akan terjadi
5. Menentukan status fisik pasien
6. Menentukan tindakan anestesi

Anamnesis:
1. Riwayat anestesi dan operasi sebelumnya.
2. Riwayat penyakit sistemik (diabetes melitus, hipertensi, kardiovaskuler, TB,
asma)
3. Pemakaian obat tertentu, seperti antidiabetik, antikoagulan, kortikosteroid,
antihipertensi secara teratur. Dua obat terakhir harus diteruskan selama operasi
dan anestesi, sedangkan obat yang lain harus dimodifikasi.
4. Riwayat diet (kapan makan atau minum terakhir. jelaskan perlunya
puasa sebelum operasi)
5. Pengunaan gigi palsu pada pasien harus ditanyakan
6. Kebiasaan-kebiasaan pasien (perokok berat, pemakai alkohol atau obat-obatan)
7. Riwayat penyakit keluarga

Pemeriksaan Fisik:

1. Breath
Keadaan jalan nafas, bentuk pipi dan dagu, mulut dan gigi, lidah dan tonsil.
Apakah jalan nafas mudah tersumbat? Apakah intubasi akan sulit?
Apakah pasien ompong atau menggunakan gigi palsu atau mempunyai
rahang yang kecil yang akan mempersulit laringoskopi? Apakah ada
gangguan membuka mulut atau kekakuan leher? Apakah ada pembengkakan
abnormal pada leher yang mendorong saluran nafas bagian atas?
Tentukan pula frekuensi nafas, tipe napas apakah cuping hidung, abdominal atau
torakal, apakah terdapat nafas dengan bantuan otot pernapasan (retraksi kosta).
Nilai pula keberadaan ronki, wheezing, dan suara nafas tambahan (stridor).
2. Blood
Tekanan nadi, pengisian nadi, tekanan darah, perfusi perifer. Nilai syok atau
perdarahan. Lakukan pemeriksaan jantung
3. Brain
GCS. adakah kelumpuhan saraf atau kelainan neurologist. Tanda-tanda TIK
4. Bladder
Produksi urin. pemeriksaan faal ginjal
5. Bowel
Pembesaran hepar. Bising usus dan peristaltik usus. cairan bebas dalam perut
atau massa abdominal?
6. Bone
Kaku kuduk atau patah tulang? Periksa bentuk leher dan tubuh. klainan tulang
belakang

Persiapan Penyulit yang Akan Terjadi

a) Penyakit Kardiovaskular
• Resiko serius
Terapi oksigen dan pemantauan EKG harus diteruskan sampai pasca operasi.
• Zat anestesi membuat jantung sensitive terhadap kerja katekolamin yang
dilepaskan. Selanjutnya dapat terjadi kemunduran hemodinamik dan dapat
terjadi aritmia, takikardi ventricular sampai fibrilasi ventricular.
• Pada pasien dengan gagal jantung perfusi organ menjadi buruk. Ambilan gas
dan uap ihalasi terhalangi.
• Pada pasien hipertensi, terapi antihipertensi harus diteruskan sepanjang
operasi. Bahaya hipertensi balik dengan resiko gangguan kardiovaskular
setelah penghentian obat jauh lebih berat diandingkan dengan resiko karena
meneruskan terapi.
b) Penyakit Pernafasan
• Penyakit saluran nafas dan paru-paru mempengaruhi oksigenasi,
eliminasi karbondioksida, ambilan gas-gas inhalasi dan meningkatkan
insidens infeksi pascaoperasi.
• Bronkospasme berat yang mengancam jiwa kadang-kadang timbul pada
pasien asma atau pecandu nikotin.
• Penundaan operasi elektif pada pasien yang menderita infeksi saluran nafas
atas karena efek obat sedative dan atropine, dan penurunan respons
imunologi yang terjadi karena anestesi umum dapat meningkatkan resiko
infeksi dada pascaoperasi
c) Diabetes Mellitus
Hampir semua obat anestesi bersifat meningkatkan glukosa darah.
Penderita diabetes yang tidak stabil seharusnya tidak dianestesi untuk
pembedahan elektif, kecuali jika kondisi bedah itu sendiri merupakan
penyebab ketidakstabilan tersebut.
d) Penyakit Hati
Metabolisme obat-obatan anestesi akan terganggu akibat adanya
gagal hati. Obat-obatan analgesic dan sedative juga menjadi memiliki masa
kerja yang panjang karena metabolisme oleh otak juga berubah karena penyakit
hati.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Mangku, G., & Senapathi, T. (2010). Buku Ajar Ilmu Anestesi dan Reanimasi.
Jakarta: Indeks.
Pramono, A. (2017). Buku Kuliah Anestesi. Jakarta: EGC.

https://docplayer.info/67675311-Referat-persiapan-pre-anestesi.html

Anda mungkin juga menyukai