Anda di halaman 1dari 10

NASKAH PUBLIKASI

FAKTOR RISIKO TERJADINYA RELAPSE PADA PENDERITA


TUBERKULOSIS PARU DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU
MASYARAKAT (BBKPM) SURAKARTA

Disusun Oleh:

ROHMAD
J410070041

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2012
FAKTOR RISIKO TERJADINYA RELAPSE PADA
PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU
MASYARAKAT (BBKPM) SURAKARTA

Rohmad*
Badar Kirwono, SKM, M.Kes**
Yuli Kusumawati, SKM, M. Kes(Epid)**

ABSTRAK

Tuberkulosis paru relapse adalah penderita TB Paru yang dinyatakan


sembuh atau pengobatan lengkap kemudian datang kembali berobat dengan hasil
pemeriksaan dahak Basil Tahan Asam positif. Faktor yang dicari tingkat
hubungan dalam penelitian ini adalah faktor risiko paparan ulang tuberkulosis,
riwayat minum obat, status gizi, penyakit penyerta. Tujuan dalam penelitian ini
adalah untuk mengetahui faktor risiko terjadinya kambuh (relapse) pada penderita
tuberkulosis paru di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Surakarta.
Penelitian ini termasuk studi observasional yaitu mengamati dan menganalisis
hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat melalui pengujian hipotesis
yang dirumuskan. Jumlah responden dalam penelitian ini sebanyak 56 yaitu 28
responden kelompok kasus (relapse) sebanyak 28 responden kelompok kontrol
(sembuh). Rancangan penelitian ini adalah case control study, yaitu suatu
penelitian yang dimulai dengan seleksi individu, menjadi kelompok kasus dan
kelompok kontrol yang penyebabnya sedang diselidiki. Uji dalam penelitian ini
mengunakan uji chi-square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan
paparan ulang penyakit tuberkulosis dengan TB paru relapse (p-value: 0,019;
OR: 2,22; CI: 1,638-3,002), ada hubungan riwayat meminum obat dengan TB
paru relapse (p-value: 0,010; OR:2,27; CI:1,662-3,107), ada hubungan status gizi
dengan TB paru relapse (p-value: 0,035; OR: 3,88; CI: 1,056-14,276), dan tidak
ada hubungan antara penyakit penyerta seperti Diabetes Militus (DM) dan gagal
ginjal dengan TB paru relapse (p-value: 0,553; OR: 2,07; CI: 0,177-24,312).

Kata kunci: paparan ulang, riwayat minum obat, status gizi, penyakit lain,
penderita tuberkulosis relapse, penderita tuberkulosis sembuh.

PENDAHULUAN lama TB) adalah 565.614 orang atau


Latar Belakang Masalah 244/100.000 penduduk dan jumlah
Situasi tuberkulosis di Indonesia kematian akibat tuberkulosis adalah
yaitu insidens semua tuberkulosis 61.000 orang atau 27/100.000 penduduk,
(jumlah kasus yang menular dan tidak berarti 167 orang yang meninggal setiap
menular) adalah 528.063 orang atau harinya (Depkes RI, 2010).
228/100.000 penduduk. Insidens (Basil Berdasarkan WHO (2009), tahun
Tahan Asam) BTA positif (jumlah kasus 2008 Indonesia mengalami penurunan
baru yang menular) adalah 236.029 orang penderita kasus TB yang menurun
atau 102/100.000 penduduk. Prevalens menjadi urutan ke-5 dunia setelah India,
semua kasus (jumlah kasus dan kasus China, Afrika Selatan dan Nigeria
dimana sebelumnya urutan ke-3 setelah Status gizi adalah keadaan
India dan China. Dalam hal ini kasus keseimbangan antara konsumsi zat-zat
baru penyakit tuberkulosis mengalami gizi atau keadaan fisiologis akibat
penurunan pada tahun 2007 jumlah kasus terjadinya zat gizi didalam tubuh
528.063 dan tahun 2008 sebanyak (Supriasa, 2002). Kecukupan gizi
429.730 kasus (Depkes RI, 2010). dapat berpengaruh terhadap ketahanan
Dinkes Surakarta (2009), fisik seseorang untuk dapat tumbuh
tuberkulosis paru positif sebanyak 420 kembang secara sehat dan tidak
penderita. Sedangkan data Balai Besar mudah terinfeksi oleh berbagai
Kesehatan Paru Masyarkat (BBKPM) penyakit termasuk tuberkulosis
Surakarta pada tahun 2008 sebanyak 398 (Wibowo dkk, 2004).
penderita, pada tahun 2009 sebanyak 588 2. Penyakit lain yang memudahkan
penderita dan pada tahun 2010 sebanyak infeksi
694 penderita. Tuberkulosis kambuh Pada negara-negara dengan
tahun 2008 sebanyak 26 penderita, tahun prevalensi tuberkulosis yang tinggi
2009 sebanyak 15 penderita dan pada seperti Indonesia maka setidaknya
tahun 2010 sebanyak 28 penderita. 50% atau lebih para penduduk
Tujuan dalam penelitian ini adalah dewasanya telah terinfeksi kuman
untuk mengetahui faktor risiko terjadinya tuberkulosis paru dan di dalam
kambuh (relapse) pada penderita tubuhnya terdapat kuman tuberkulosis
tuberkulosis paru di Balai Besar dalam keadaan dorman. Mereka tidak
Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) menjadi sakit karena daya tahan tubuh
Surakarta. mereka baik bila daya dahan tubuh
menurun karena penyakit lain seperti
TINJAUAN PUSTAKA AIDS, Diabetes Mellitus dan
Tuberkulosis Paru Relapse beberapa penyakit lainya maka
Tuberkulosis ( TB ) adalah penyakit tuberkulosis akan muncul.
penyakit menular granulomatosa kronik Kecepatan tuberculosis paru akan
yang telah dikenal sejak berabad-abad lebih cepat menginfeksi atau akan
yang lalu dan paling sering disebabkan memungkinkan timbulnya kembali
oleh kuman Mycobacterium tuberculosis penyakit tuberkulosis yang sudah
(Soedarto, 2007). Tuberkulosis paru sembuh (Sitepu, 2007).
relapse adalah penderita TB Paru yang 3. Paparan ulang
sebelumnya mendapatkan pengobatan Kepadatan penghuni atau
tuberkulosis dan telah dinyatakan perumahan yang terlalu padat akan
sembuh atau pengobatan lengkap memudahkan penularan penyakit
kemudian datang kembali berobat dengan tuberkulosis terhadap orang lain
hasil pemeriksaan dahak Basil Tahan mengingat penularan tuberkulosis
Asam positif (DepKes RI, 2009). yang dapat melalui percikan dahak.
Semakin padat penghuni rumah atau
Faktor Tuberkulosis Paru Relapse semakin sering terpapar maka akan
Penderita tuberkulosis yang semakin besar kemungkinan terkena
sembuh dapat kambuh lagi karena adanya penyakit tuberkulosis.
kuman endogen. Keradangan 4. Riwayat minum obat
tuberkulosis paru post primer dapat Riwayat minum obat adalah
secara keradangan endogen yaitu basil tindakan yang dilakukan oleh
dalam proses lama yang telah tenang oleh responden dalam pengobatan dilihat
suatu keadaan menjadi aktif atau adanya dari pernah tidaknya penderita minum
infeksi baru dari luar (eksogen). obat, meminum obat sesuai dosis yang
1. Status gizi dianjurkan selama pengobatan.
Pengobatan tuberkulosis dibagi panduan wawancara yang terdiri dari
menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 variabel bebas dan variabel terikat,
bulan) dan fase lanjutan (4-6 bulan). variabel bebas terdiri dari ada paparan
Pengobatan tahap intensif ulang, riwayat minum, status gizi dan ada
(awal) penderita mendapat obat penyakit penyerta. Variabel terikat adalah
(RHZES) setiap hari dan diawasi penderita tuberkolusis yang kambuh.
secara langsung untuk mencegah Pada pengisian status gizi untuk
terjdinya kekebalan terhadap mengetahui indeks masa tubuh peneliti
rifampisin. Bila saat tahap intensif mengunakan timbang dan alat pengukur
tersebut diberikan secara tepat tinggi badan.
penderita menjadi tidak menular
dalam kurun waktu 2 minggu. Analisis Data
Pengobatan tahap lanjut diberikan 1. Analisis univariat
jangka waktu pengobatan lebih lama Analisis univariat bertujuan
dan jenis obat yang sedikit untuk menjelaskan atau
dibandingkan tahap awal (RHZ) mendiskripsikan karakteristik setiap
bertujuan untuk membunuh kuman variabel penelitian. Biasanya pada
yang kurang aktif. analisis ini hanya menghasilkan
distribusi frekuiensi dan persentase
METODE PENELITIAN pada setiap variabel ( Notoatmodjo,
Jenis penelitian dan Rancangan 2010).
Penelitian 2. Analisis bivariat
Penelitian ini termasuk studi Analisis bivariat dilakukan
observasional yaitu mengamati dan dengan menggunakan uji chi-square
menganalisis hubungan antara variabel untuk mengetahui hubungan yang
bebas dan variabel terikat melalui signifikan antara masing-masing
pengujian hipotesis yang dirumuskan. variabel bebas dan variabel terikat
Rancangan penelitian ini adalah case dengan tingkat siqnifikan nilai α
control study, yaitu suatu penelitian yang sebesar 95% .
dimulai dengan seleksi individu, menjadi
kelompok kambuh (kasus) dan kelompok HASIL DAN PEMBAHASAN
sembuh (kontrol) yang penyebabnya PENELITIAN
sedang diselidiki. Kemudian kelompok- Karakteristik Responden Berdasarkan
kelompok tersebut dibandingkan dalam Pendidikan
hal adanya penyebab atau pengalaman Tabel 1. Distribusi Responden
masa lalu yang mungkin relevan dengan Berdasarkan Pendidikan
penyebab penyakit ( Notoatmodjo, 2010). Pendidikan responden n (%)
Tidak sekolah 8 14,3
Subjek Penelitian Tidak tamat SD 4 7,1
Kasus adalah penderita Tamat SD 18 32,1
tuberkulosis paru kambuh yaitu yang SLTP atau sederajat 10 17,9
berobat di Balai Besar Kesehatan Paru SLTA atau sederajat 14 25
Masyarakat (BBKPM) Surakarta. Akademi atau PT 2 3,6
Kontrol adalah penderita tuberkulosis Jumlah 56 100
paru yang telah sembuh yang berobat di Hasil tabel diatas diperoleh
Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat distribusi responden berdasarkan tingkat
(BBKPM) Surakarta. pendidikan penderita tuberculosis paru
yang berobat di Balai Besar Kesehatan
Instrumen penelitian Paru Masyarakat (BBKPM) Surakarta.
Alat ukur/instrumen yang Pada kelompok kasus responden
digunakan pada penelitian ini adalah
terbanyak berpendidikan SLTA atau Paru Masyarakat (BBKPM) Surakarta.
sederajat sebanyak 11 (19,6%) responden Pada kelompok kasus sebanyak 17
dan pada kelompok kontrol responden (30,4%) responden laki-laki dan 11
terbanyak berpendidikan tamat SD (19,6%) responden perempuan
sebanyak 12 (21,4%). Dari jumlah sedangkan pada kelompok kontrol 18
keseluruhan penderita TB paru baik (32,1%) responden laki-laki, 10 (17,9%)
kasus dan kontrol sebanyak 18 (32,1%) responden perempuan. Maka dari jumlah
responden tamat SD. kelompok kasus dan kontrol lebih dari
setengah responden berjenis kelamin
Karakteristik Responden Berdasarkan laki-laki sebanyak 35 (62,5%) responden.
Pekerjaan
Tabel 2. Distibusi Responden PEMBAHASAN
Berdasrakan Jenis Pekerjaan Analisis Hasil Penelitian Hubungan
Jenis Pekerjaan n (%) Antara Paparan Ulang Penyakit
PNS atau ABRI 2 3,6 Dengan Penderita TB Paru Relapse
Pegawai swasta 4 7,1 Berdasarkan hasil penelitian uji
Wiraswasta 21 37,5 analisis mengunakan Chi-Square
Pelajar 1 1,8 didapatkan nilai p-value (0,019) < α
Petani 21 37,5 (0,05) ada hubungan antara paparan
Buruh tani 1 1,8 ulang dengan kejadian tuberkulosis
Tidak bekerja 6 10,7 relapse. Pada tingkat kepercayaan
Jumlah 56 100 95% diketahui odds ratio sebesar 2,22
Hasil tabel diatas diperoleh hal ini berarti penderita tuberkulosis
distribusi responden berdasarkan jenis paru yang tinggal serumah atau
pekerjaan pada penderita tuberkulosis tetangga dengan penderita
paru yang berobat di Balai Besar tuberkulosis lain berisiko kambuh
Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM)
sebesar 2,22 kali dibandingkan
Surakarta. Pada kelompok kasus
responden terbanyak bekerja sebagai
dengan penderita tuberkulosis yang
wiraswasta sebanyak 12 (21,4%) tidak terpapar ulang dengan penderita
responden dan pada kelompok kontrol TB lain.
responden terbanyak bekerja sebagai Hasil penelitian ini sejalan dengan
petani sebanyak 14 (25,0%). Dari jumlah penelitian Rusnoto (2006), proporsi
keseluruhan penderita TB paru baik adanya riwayat kontak dengan anggota
kasus dan kontrol ada dua jenis pekerjaan keluarga yang juga menderita
yang sama sebanyak 21 (37,5%) yaitu tuberculosis paru dari penelitian tersebut
wiraswata dan petani. diperoleh kesimpulan ada hubungan
antara riwayat kontak penularan dengan
Karakteristik Responden Berdasarkan anggota keluarga (OR : 6,3 ; CI 95%:
Jenis Kelamin 1,961-20,238 ; p-value :0,001). Hasil
Tabel 3. Distibusi Responden tersebut juga sejalan dengan penelitian
Berdasrakan Jenis Kelamin yang dilakukan Coker et. al(2006) bahwa
Jenis Kelamin n (%) riwayat kontak dengan penderita TB di
Laki-laki 35 62,5 dalam maupun disekitar rumah berisiko
Perempuan 21 37,5 terjangkit tuberkulosis.
Jumlah 56 100 Hasil wawancara dengan
Hasil tabel diatas diperoleh menggunakan kuesioner pada 56
distribusi responden berdasarkan jenis responden di BBKPM Surakarta yaitu
kelamin pada penderita tuberkulosis paru Diketahui pada kelompok kasus
yang berobat di Balai Besar Kesehatan sebanyak 5 (17,9%) responden terdapat
paparan ulang dan 23 (82,9%) responden Analisis Hasil Penelitian Hubungan
tidak terpapar, sedangkan pada kelompok Antara Status Gizi Dengan Penderita
kontrol semua responden tidak tepapar TB Paru Relapse
ulang penyakkit TB sebanyak 28 (100%) Berdasarkan hasil penelitian uji
responden. analisis mengunakan Chi-Square
didapatkan nilai p-value (0,035) < α
Analisis Hasil Penelitian Hubungan (0,05) ada hubungan antara status gizi
Antara Riwayat Minum Obat Dengan dengan kejadian tuberculosis relapse.
Penderita TB Paru Relapse. Diperoleh responden pada kelompok
Berdasarkan hasil penelitian uji kasus berstatus gizi nomal sebanyak 17
analisis mengunakan Chi-Square (30,4%) dan 11 (19,6%) responden
didapatkan nilai p-value (0,010) < α kurang gizi. Sedangkan pada kelompok
(0,05) ada hubungan antara riwayat kontrol terdapat 24 (42,9%) responden
minum obat dengan kejadian tuberkulosis gizi normal dan 4 (7,1%) responden
relapse. Pada tingkat kepercayaan 95% kurang gizi. Nilai odd ratio yang
diketahui odds ratio sebesar 2,27 hal ini diperoleh sebesar 3,88 dengan demikian
berarti penderita TB paru berisiko dapat diartikan bahwa penderita
kambuh karena riwayat minum obat tidak tuberkulosis yang memiliki gizi rendah
teratur sebesar 2,27 kali dibandingkan berisiko relapse sebesar 3,88 kali lebih
dengan penderita yang teratur meminum beras dibandingkan penderita yang
obat. memiliki gizi normal.
Penelitian ini sejalan dengan Penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan Daryatno penelitian Arini (2010) ada hubungan
(2004), yang menyatakan ada hubungan antara status gizi dengan kejadian
antara riwayat minum obat dengan tuberculosis paru (OR: 6,192; p-value:
kejadian tuberkulosis kambuh (OR : 0,009). Selain itu penelitian yang
0,0001 ; CI 95%: 19,72-160,45 ; p-value: dilakukan Azriful (2006) terdapat
56,25). Menurut Aditama (2006) hubungan yang bermakna antara status
tanatangan terbesar dalam pengen dalian gizi (IMT) dengan kejadian tuberculosis
TB antara lain pengobatan yang masih paru (p-value : 0,000). Hal ini bias
membutuhkan waktu lama (6 bulan ), dijelaskan bahwa status gizi seseorang
belum ada vaksin untuk penyakit TB dan dapat berfungsi sebagai peroteksi dan
ketidakterturan minum obat bagi pasien menungkatkan daya yahan tubuh, dengan
sehingga kemungkinan terjadi MDR. status gizi kurang memungkinkan
Oleh karena itu, perlu penguatan seseorang akan rentan dengan berbagai
manajemen program dan layanan serta macam penyakit termasuk tuberkulosis.
adanya komitmen, respond an Hasil wawancara dengan
keterpaduan perencanaan, pelaksanaan, menggunakan kuesioner diketahui pada
penilaian. Penelitian yang sejalan adalah kelompok kasus sebanyak 11 (19,6%)
penelitian orang mengalami gizi kurang dan
Hasil wawancara dengan sebayak 17 (30,4%) orang gizi normal
menggunakan kuesioner diketahui pada sedangkan pada kelompok kontrol
kelompok kasus (kambuh) yaitu sebanyak 4 (7,1%) orang gizi kurang dan
sebanyak 6 (21,4%) orang. Sedangkan sebanyak 24 (42,9%) orang gizi normal.
pada kelompok kontrol (sembuh) semua Dari keseluran responden baik kelompok
responden teratur dalam meminum obat kasus dan kelompok kontrol yang
yaitu sebanyak 28 (100%) orang. diperoleh melalui wawancara tidak ada 0
(0%) orang yang memiliki gizi lebih.
Analisis Hasil Penelitian Hubungan et. al (2002) menunjukan bahwa penyakit
Antara Penyakit Lain Dengan ginjal kronikdapat meningkatakan risiko
Penderita TB Paru Relapse terinfeksi tuberkulosis. Secara teoritis,
Berdasarkan hasil penelitian uji penyakit ginjal kronik dapat menganggu
analisis mengunakan Chi-Square imunitas tubuh dan meningkatkan
didapatkan nilai p-value (0,553) ≥ α insidensi tuberculosis. Kasus gagal ginjal
(0,05) tidak ada hubungan antara juga merupakan faktor risiko potensisal
penyakit lain dengan kejadian reaktivitas tuberculosis (Chia et al, 1998).
tuberculosis relapse. Diperoleh Namun penelitian dari Daryatno (2004)
responden pada kelompok kasus menyakatan tidak ada hubungan antara
sebanyak 26 (46,4%) tidak terdapat penyakit penyerta pada penderita
penyakit lain dan sebanyak 2 (3,6%) tuberkulosis (OR: 5,43; CI 95%: 1,78-
responden terdapat penyakkit lain. 16,55: p-value : 0,117) dan dari hasil Jin
Sedangkan pada kelompok kontrol et. al (2008) bahwa tidak adanya kaitan
terdapat 27 (48,2%) responden tidak yang bermakna antara kasus penyakit
terdapat penyakit dan senayak 1 (1,8%) ginjal kronik dengan insidensi
responden terdapat prnyakit. Nilai odd tuberculosis. Hasil wawancara yang
ratio sebesar 0,48 dapat diartikan bahwa diperoleh mnegunakan wawancara dapat
penderita tuberkulosis yang memiliki diketahui pada kelompok kasus sebanyak
penyakit lain kemungkinan relapse 0,48 26 (46,4%) orang tidak memiliki
kali lebih beras dibandingkan penderita penyakit lain dan sebanyak 2 (3,6%)
yang tidak memiliki penyakit. orang memiliki penyakit lain. Sedangkan
Penelitian ini tidak sejalan dengan pada kelompok kontrol sebanyak 27
penelitian Leon et. al (2004) yang (48,2%) orang tidak memiliki penyakit
menemukan bahwa diabetes menigkatkan lain dan sebanyak 1 (1,8%) orang
risiko terjangkir tuberkulosis. Status memiliki penyakit lain. Jenis penyakit
diabetes memang tidak meningkatkan adalah Diabetes Militus (DM) dan gagal
risiko terinfeksi M.Tuberkulosis, tetapi ginjal. Selengkapnya seperti tertera pada
menigkatkan risiko reaktifavi tabel 4, berikut:
tuberculosis. Selain itu, penelitian Moore

Tabel 4. Ringkasan Analisis Melalui Uji Chi-Square dan Odds Ratio Dengan Hubungan
Faktor Risiko TB Paru Relapse Pada Penderita TB Paru di BBKPM Surakarta.
Confidance Interval
p-
Variabel OR 95% Kesimpulan
Value
Lower Upper
Paparan ulang 0,019 2,22 1,638 3,002 Ada hubungan
Riwayat obat 0,010 2,27 1,662 3,107 Ada hubungan
Status gizi 0,035 3,88 1,056 14,276 Ada hubungan
Penyakit lain 0,553 2,07 0,177 24,313 Tidak ada hubungan

KESIMPULAN DAN SARAN yang berobat di Balai Besar Kesehatan


KESIMPULAN Paru Masyarakat (BBKPM) Surakarta.
Berdasarkan hasil penelitian analisis data 2. Ada hubungan antara riwayat minum
dan pembahasan maka dapat diambil obat dengan kejadian penderita
kesimpulan bahwa : tuberkulosis paru relapse yang berobat
1. Ada hubungan antara paparan ulang di Balai Besar Kesehatan Paru
penyakit tuberkulosis dengan kejadian Masyarakat (BBKPM) Surakarta.
penderita tuberkulosis paru relapse 3. Ada hubungan antara status gizi dengan
kejadian penderita tuberkulosis paru
relapse yang berobat di Balai Besar dan pengambilan keputusan (rontgen
Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) dan pemeriksaan dahak)
Surakarta. c. Kajian tentang resistensi obat pada
4. Tidak ada hubungan antara penyakit penderita kambuh.
lain pada penderita tuberkulosis dengan
kejadian penderita tuberkulosis paru DAFTAR PUSTAKA
relapse yang berobat di Balai Besar Aditama TY. 2002. Tuberculosis,
Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Diagnosa, Terapi dan
Surakarta. Masalahnya. Yayasan Penerbitan
Ikatan Dokter Indonesia, Edisi
SARAN IV. Jakarta.
1. Bagi Balai Besar Kesehatan Paru
Masyarakat (BBKPM) Surakarta Aditama TY. 2006. Jurnal Tuberculosis
a. Peningkatan angka penemuan kasus Indonesia. Jakarta Utara. Vol. 3
penderita tuberkulosis dengan No. 2 September 2006.
melakukan survei kesehatan di daerah
atau desa-desa agar dapat menemukan Aditama TY.2011. Penanggulangan
penderita secara dini, sehingga dapat Tuberkulosis Kini Lebih Baik.
melakukan pengobatan lebih awal dapat Pengendalian Penyakit dan
mencegah penularan penderita ulang Penyehatan Lingkungan (P2PL).
atau penularan kepada orang lain Jakarta.
b. Peningkatan pengetahuan penderita
terhadap penyakit tuberkulosis baik Arikunto S. 2006. Prosedur Penelitian
secara penyuluhan dan pembagian Suatu Pendekatan Praktik. Edisi
leaflet kepada masyarakat Revisi IV. Rineka Cipta. Jakarta.

2. Bagi Penderita Tuberculosis Paru Arini D. 2010. Faktor Yang Berhubungan


a. Peningkatan pengetahuan tentang cara Dengan Kejadian Tuberkulosis
penularan dari penyakit tuberculosis Paru di Puskesmas Pakis
agar masyarakat/penderita mau Surabaya. Universitas Airlangga
mengunakan maskar dan tidak Surabaya.
membuang dahak sembarang tempat
baik dirumah maupun dilingkungan Azriful. 2006. Beberapa Faktor Yang
sekitar agar tidak menularkan atau Berhubungan Dengan Kejadian
terlutar. TB Paru di Wilayah Kerja
b. Pentingnya gizi baik selama Puskesmas Kassi-Kassi Makasar.
pengobatan maupun pasca pengobatan. Universitas Hasanudin Makasar.
c. Pentingnnya keteraturan meminum obat
selama masa pengobatan. Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat
Surakarta. 2010. Data Kunjungan
Pasien di BBKPM Surakarta
3. Bagi Peneliti Lain Bredasarkan Diagnosa Tahun
a. Masih perlunya kajian yang lebih 2008-2010. Surakarta : BBKPM
mendalam tentang fakto risiko yang Surakarta.
berhubungan dengan kejadian
tuberkulosis relapse, dengan jumlah Chandra B. 2008. Metodelogi Penelitian
lebih besar Kesehatan. Cetakan Pertama.
b. Kajian penyebab relapse apakah karena Kedokteran EGC. Jakarta.
reinfeksi, reaktivasi kuman tuberkulosis
Chia S, Karim M, Elwood RK, Fitzgerald
JM. Risk Tuberculosis in Dialysis Irianto K. 2007. Mikrobiologi Menguak
Patients; A Population-Based Dunia Mikroorganisme. Jilid
Study. Int J Tuberc Lung Dis Kedua. Yrama Widya. Bandung.
1998;2;989-91.
Guwatudde D, et al. Tuberculosis in
Coker et al. Risk Factors for Pulmonary Household Contacts of Infectious
Tuberculosis in Rusia Case- Cases in Kampala Uganda. Am J
Control Study. Brit Met J, 2006; Epid, 2003(158):9
332;7533-85.
Laban YY, 2008. TBC. Kanisius.
Daryatno T. 2003. Faktor-Faktor Yang Yogyakarta
Mempengaruhi Kekambuhan
Penderita Tuberkulosis Paru Leon A, et al. Frequency Tuberculosis and
Strategi DOTS di Puskesmas dan Diabetes in Southern Mexico.
BP4 di Surakarta dan Wilayah Diabetes Care 2004, 27:1584-
Sekitarnya(thesis). Semarang: 1590.
Universitas Diponegoro
Semarang. Moore D, et al. High Rates Tuberculosis in
End-Stage Renal Failure the
Depkes RI. 2009. Keputusan Menteri Impact of International
Kesehatan Republik Indonesia Migration. CDC 2002(8).
Nomor
364/MENKES/SK/V/2009. Murti B. 2010. Desain dan Ukuran Sampel
Pedoman Penanggulangan Untuk Penelitian Keantatif dan
Tuberkulosis (TB) Menteri Kualitatif di Bidang Kesehatan.
Kesehatan Republik Indonesia. Edisi Kedua. Gajah Mada
Jakarta. University Press. Yogyakarta.

Depkes. 2002. Pedoman Praktis Untuk Notoatmodjo S. 2010. Metodelogi


Memantau Status Gizi Penelitian Kesehatan. Edisi
Berdasarkan Indeks Masa Tubuh Pertama. Rineka Cipta. Jakarta.
(IMT) Dengan Gizi Seimbang.
Jakarta. Nursiswati .2006. Gambaran Kepatuhan
Pasien TBC Dalam Menjalani
Depkes RI. 2010. Pengendalian Penyakit Pengobatan Anti Tuberkulosis di
dan Penyehatan Lingkungan Tiga Puskesmas Kabupaten
(P2PL). Jakarta. Sumedang. UNPAD.

Dinkes Surakata. 2009. Profil Kesehatan Riwayati L. 2010. Hubungan Tingkay


Kota Surakarta Tahun 2008. Kepatuhan Pasien dalam
Surakarta. Pengobatan Dengan Tingkat
Kekambuhan TBC di Kabupaten
Dudeng D. 2005. Faktor- Faktor yang Temanggung.Akademi
Berhungan dengan Kejadian Keprawatan Ngesti Waluyo.
Tuberkulosis pada Anak di Parakan.
Kabupaten Gunung Kidul
Propinsi DIY (Thesis). Riwidikdo H. 2009. Statistik Kesehatan.
Yogyakarta : Universitas Gajah Edisi Ketiga. Mitra Cendikia
Mada. Press. Yogyakarta.
Kabupaten Deli Serdang Tahun
Rubenstein dkk. 2005. Lecture Notes on 2004. Tesis FKM USU Medan.
Clinical Medicine. Edisi
Keenam. Erlangga. Jakarta Rohmad*: Mahasiswa S-1 Kesehatan
Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan
Rusnoto dkk. 2006. Faktor-Faktor Yang Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Berhubungan Dengan Kejadian
TB Paru Pada Usia Dewasa. Badar Kirwono, SKM, M.Kes**: Staff
UNDIP : Semarang. Pengajar Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Ruswanto B. 2010. Analisis Spasial
Sebaran Kasus Tuberkulosis Yuli Kusumawati, SKM, M.
Paru Ditinjau Dari Faktor Kes(Epid)**: Staff Pengajar Fakultas Ilmu
Lingkungan Dalam dan Luar Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Rumah Di Kabupaten Surakarta
Pekalongan. UNDIP. Semarang

Sitepu MY. 2009. Karakteristik Penderita


TB Paru Relapse Yang Berobat
di Balai Pengobatan Penyakit
Paru-Paru (BP4) Medan Tahun
2000-2007.FKM Universitas
Sumatra Utara. Medan.

Soedarto. 2007. Kedokteran Tropis.


Cetakan Pertama. Airlangga
University Press. Surabaya.

Sujudi H dkk. Buku Ajar Mikrobiologi


Kedokteran.Binarupa Aksara.
Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta.

Supriasa. Bakri B. Fajar I. 2002. Penilaian


tatus Gizi. Jakarta. EGC.

Undang-Undang Kesehatan RI Nomor 36


Pasal 152 Tahun 2009.

Widoyo. 2008. Penyakit Tropis


Epidemilogi, Penularan,
Pencegahan dan
Pemberantasannya. Erlangga.
Jakarta.

Zulkarnain. 2005. Analisis Drug


Resistence dan Multi Drug
Resistence Tuberculosis
Previously Treated Cases
Dengan Strategi Dost di

Anda mungkin juga menyukai