Anda di halaman 1dari 15

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Kimia Lingkungan ini. Shalawat beriringan
salam kita hadiahkan kepada Nabi Muhammad SAW. yang telah membawa umatnya ke alam
yang berilmu pengetahuan seperti saat sekarang ini.

Makalah ini memuat tentang Farmakokinetik Pestisida Dalam Tubuh Manusia.


Dengan adanya makalah ini saya berharap kita semua dapat lebih mengetahui tentang
Farmakokinetik Pestisida dalam tubuh. Semoga dengan makalah ini dapat memberikan
wawasan yang lebih luas lagi kepada kita semua. Dalam penulisan makalah ini mungkin
masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan, oleh karena itu saya berharap pembaca
dapat memberikan kritikan dan saran yang membangun. Semoga makalah ini bermanfaat bagi
pembaca.

I
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................. i


Daftar Isi ............................................................................................................ ii
Bab I. Pendahuluan........................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ........................................................................................................... 1
1.2. Tujuan ........................................................................................................................ 3

Bab II. Pembahasan ......................................................................................... 4


2.1. Pengertian Farmakokinetik ....................................................................................... 4
2.2. Pengertian Pestisida .................................................................................................. 6
2.1.1. Pintu Masuk Pestisida kedalam tubuh .......................................................... 7
2.1.2.Mekanisme Keracunan Pestisida dalam Tubuh.............................................. 8
2.1.3.Faktor yang Mempengaruhi aktivita senzim kolinestrse................................ 9
2.1.4. Faktor Resiko Keracunan Pestisida............................................................... 10
2.1.5. Upaya Pencegahan keracunan pestisida........................................................11

Bab III. Penutup.............................................................................................. 12


3.1 Kesimpulan .............................................................................................................. 12

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 13

II
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam arti luas, obat ialah setiap zat kimia yang dapat mempengaruhi proses hidup,
maka farmakologi merupakan ilmu yang sangat luas cakupannya. Namun untuk tenaga medis,
ilmu ini dibatasi tujuannya yaitu agar dapat menggunakan obat untuk maksud pencegahan,
diagnosis, dan pengobatan penyakit. Selain itu agar mengerti bahwa penggunaan obat dapat
mengakibatkan berbagai gejala penyakit. Farmakologi mencakup pengetahuan tentang sejarah,
sumber, sifat kimia dan fisik, komposisi, efek fisiologi dan biokimia, mekanisme kerja,
absorpsi, distribusi, biotransformasi, ekskresi dan penggunaan obat. Seiring berkembangnya
pengetahuan, beberapa bidang ilmu tersebut telah berkembang menjadi ilmu tersendiri
(Setiawati dkk,1995)
Cabang farmakologi diantaranya farmakognosi ialah cabang ilmu farmakologi yang
memepelajari sifat-sifat tumbuhan dan bahan lain yang merupakan sumber obat, farmasi ialah
ilmu yang mempelajari cara membuat, memformulasikan, menyimpan, dan menyediakan obat.
farmakologi klinik ialah cabang farmakologi yang mempelajari efek obat pada manusia.
farmakoterapi cabang ilmu yang berhubungan dengan penggunaan obat dalam pencegahan dan
pengobatan penyakit, toksikologi ialah ilmu yang mempelajari keracunan zat kimia, termasuk
obat, zat yang digunakan dalam rumah tangga, pestisida dan lain-lain serta farmakokinetik
ialah aspek farmakologi yang mencakup nasib obat dalam tubuh yaitu absorpsi, distribusi,
metabolisme, dan ekskresinya dan farmakodinamik yang mempelajari efek obat terhadap
fisiologi dan biokimia berbagai oran tubuh serta mekanisme kerjanya. Pada penulisan makalah
ini akan di bahas tentang aspek farmakologi yaitu farmakokinetik dan farmakodinamik.
Pestisida merupakan bahan kimia yang bersifat bioaktif. Pada dasarnya pestisida
bersifat racun. Sistem kerja yang sifatnya sebagai racun digunakan untuk membunuh
organisme pengganggu tanaman. Sistem kerja pestisida dengan menghambat enzim
kholinesterase. Keracunan pestisida dapat diketahui melalui dua cara, yaitu pemeriksaan
laboratorium dan dengan melihat gejala-gejala yang ditimbulkannya (keluhan subjektif). Pada
dasarnya setiap bahan aktif yang terkandung dalam pestisida menimbulkan gejala keracunan
yang berbeda-beda. Gejala keracunan (keluhan subjektif) dari golongan organofosfat dan
karbamat antara lain timbul gerakan otot tertentu, penglihatan kabur, mata berair, mulut
berbusa, banyak keringat, air liur banyak keluar, mual, pusing, kejang-kejang, muntah-muntah,
detak jantung cepat, mencret, sesak nafas, otot tidak bisa digerakan dan akhirnya pingsan.
1
Kolinesterase adalah enzim (suatu bentuk dari katalis bilogik) di dalam jaringan tubuh
yang berperan untuk menjaga agar otot-otot, kelenjar-kelenjar dan sel-sel syaraf bekerja secara
terorganisir dan harmonis. Jika aktivitas kolinesterase jaringan tubuh secara cepat sampai pada
tingkat yang rendah, akan berdampak pada bergeraknya serat-serat otot secara sadar dengan
gerakan halus maupun kasar.(Suma’mur,1994).
Pada tahun 1996, data Departemen Kesehatan tentang monitoring keracunan pestisida
organofosfat dan karbamat pada petani penjamah pestisida organofosfat dan karbamat di 27
propinsi Indonesia menunjukkan 61,8% petani mempunyai aktivitas kolinesterase normal,
1,3% keracunan berat dan 26,9% keracunan ringan. Pestisida jenis insektisida organofosfat dan
karbamat paling banyak digunakan petani dalam membasmi serangga. Selain itu, pestisida jenis
ini mudah dimonitor dengan mengukur kadar kolinesterase darah. Karena itu, Departemen
Kesehatan mengukur kadar kolinesterase dalam darah untuk memonitor keracunan pestisida di
tingkat petani.
Permenaker No.Per-03/Men/1986 pasal 2 ayat 2a menyebutkan bahwa untuk menjaga
efek yang tidak diinginkan, maka dianjurkan supaya tidak melebihi 4 (empat) jam/hari dalam
seminggu berturut-turut bila menggunakan pestisida. Tenaga kerja yang mengelola pestisida
tidak boleh mengalami pemaparan lebih dari 5 jam sehari dan 30 jam dalam seminggu.
Sementara WHO (1996) menetapkan lama penyemprotan terpajan pestisida saat bekerja
selama 5-6 jam per hari dan setiap minggu harus dilakukan pengujian kesehatan, termasuk
kadar kolinesterase dalam darah.(Faik,2010)
Sayuran merupakan tanaman yang memiliki nilai ekonomis tinggi, umur yang relatif
singkat, namun peka terhadap hama dan penyakit. Hama yang paling banyak menyerang adalah
serangga yang utamanya dikendalikan dengan insektisida, dimana organofosfat adalah
kelompok sebagai salah satu golongan terbesarnya. .(Faik,2010)
Penelitian ini bertujuan untuk mengkomparmsasikan penurunan aktivitas enzim
kolinestrase pada penyemprot manual dengan penyemprot menggunakan mesin di Kabupaten
Pemalang khususnya di Desa Clekatakan Kecamatan Pulosari.

B. RUMUSAN MASALAH
Pemalang merupkan salah satu daerah dengan pemakaian pestisida yang tinggi, karena
mengandalkan sektor pertanian sebagai sumber pendapatan daerah. Salah satu wilayah di
kabupaten Pemalang dimana pemakaian pestisidanya sanggat tinggi adalah Desa Clekatakan.
Berdasarkan pengamatan yang saya lakukan menggambarkan bahwa petani di daerah tersebut

2
pada umumnya menggunakan campuran dari tiga jenis pestisida setiap kali menyemprot
melewati batas yang disarankan.
Peyemprot adalah orang yang pertama yang terpapar pestisida karena mereka adalah
objek yang langsung berhubungan dengan bahan pestisida, baik pada saat mencampurkan
antara jenis pestisida yang satu dengan pestisida yang lain, labih-lebih pada saat menyemprot,
meraka langsung brhadapan dengan pestisida. Permasalahan utama yang timbul adalah dengan
media apa mereka gunakan untuk menyemprot sayuran apakah menggunakan alat yang
manual atau mereka menggunakan disel sebagai pembatu penyemprotan. Dari permasalahan
ini akan timbul sebuah pertanyaan beresiko mana anatara orang yang menyemprot
menggunakan alat manual ataukan penyemprot dengan bantuan disel.

1.2 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui nasib obat di dalam tubuh melalui absorpsi, distribusi, metabolisme dan
ekskresinya
2. Untuk mengetahui efek obat terhadap fisiologi dan biokimia berbagai organ tubuh serta
mekanis

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Farmakokinetik
Farmakokinetik lebih fokus kepada perjalanan obat-obatan di dalam tubuh maka
farmakodinamik lebih fokus membahas dan mempelajari seputar efek obat-obatan itu sendiri
di dalam tubuh baik dari segi fisiologi maupun biokimia berbagai organ tubuh serta mekanisme
kerja obat-obatan itu sendiri di dalam tubuh manusia.
Farmakokinetik merupakan bagian ilmu farmakologi yang cenderung mempelajari
tentang nasib dan Pengertian lain dari farmakokinetik menurut ilmu farmakologi sebenarnya
dapat diartikan sebagai proses yang dilalui obat di dalam tubuh atau tahapan perjalanan obat
tersebut di dalam tubuh. Proses farmakokinetik ini dalam ilmu farmakologi meliputi beberapa
tahapan mulai dari proses absorpsi atau penyerapan obat, distribusi atau penyaluran obat ke
seluruh tubuh, metabolisme obat hingga sampai kepada tahap ekskresi obat itu sendiri atau
proses pengeluaran zat obat tersebut dari dalam tubuh.
Fase-fase tersebut diantaranya adalah:
1. Absorpsi
Absorpsi adalah pergerakan partikel-partikel obat dari saluran gastrointestinalke dalam
cairan tubuh melalui absorpsi pasif, absorpsi aktif, atau pinositosis.Kebanyakan obat
oral diabsorpsi di usus halus melalui kerja permukaan vili mukosa yang luas. Jika
sebagian dari vili ini berkurang, karena pengangkatan sebagian dari usus halus, maka
absorpsi juga berkurang. Obat-obat yang mempunyai dasar protein,seperti insulin dan
hormon pertumbuhan, dirusak di dalam usus halus oleh enzim-enzim pencernaan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi:

-Derajat ionisasi

1. Dosis dan waktu pemberian obat


2. pH dan pK
3. pelarut obat dan bentuk obat
4. luas permukaan absorpsi
5. aliran darah
6. kondisi usus dan kecepatan pengosongan lambung
7. interaksi dengan obat lain

4
Absorpsi pasif umumnya terjadi melalui difusi (pergerakan darikonsentrasi tinggi ke
konsentrasi rendah). Dengan proses difusi, obat tidak memerlukan energi untuk
menembus membran.
Absorpsi aktif membutuhkan karier (pembawa) untuk bergerak melawan perbedaan
konsentrasi. Sebuah enzim atau protein dapat membawa obat-obat menembus
membran.
Pinositosis berarti membawaobat menembus membran dengan
proses menelan.Absorpsi obat dipengaruhi oleh aliran darah, rasa nyeri, stres,
kelaparan,makanan dan pH. Sirkulasi yang buruk akibat syok, obat-obat
vasokonstriktor, atau penyakit yang merintangi absorpsi. Rasa nyeri, stres, dan
makanan yang padat, pedas,dan berlemak dapat memperlambat masa pengosongan
lambung, sehingga obat lebih lama berada di dalam lambung. Latihan dapat mengurangi
aliran darah dengan mengalihkan darah lebih banyak mengalir ke otot, sehingga
menurunkan sirkulasi kesaluran gastrointestinal. Obat-obat yang diberikan secara
intramuskular dapat diabsorpsi lebih cepat diotot-otot yang memiliki lebih banyak
pembuluh darah, seperti deltoid, daripada otot-otot yang memiliki lebih sedikit
pembuluh darah, sehingga absorpsi lebih lambatpada jaringan yang demikian..
Bioavaibilitas
Konsep bioavailabilitas pertama kali diperkenalkan oleh Osser pada tahun 1945, yaitu
pada waktu Osser mempelajari absorpsi relatif sediaan vitamin. Istilah yang dipakai
pertamakali adalah availabilitas fisiologik, yang kemudian diperluas pengertiannya
dengan istilah bioavailabilitas. Dimulai di negara Amerika Serikat, barulah pada tahun
1960 istilah bioavailabilitas masuk ke dalam arena promosi obat. Hal ini disebabkan
oleh semakin banyaknya produk obat yang sama yang diproduksi oleh berbagai industri
obat, adanya keluhan dari pasien dan dokter di man obat yang sama memberikan efek
terapeutik yang berbeda, kemudian dengan adanya ketentuan tidak diperbolehkannya
Apotek mengganti obat yang tertulis dalam resep dengan obat merek lainnya.

2. Distribusi
Distribusi adalah proses di mana obat menjadi berada dalam cairan tubuh danjaringan
tubuh. Distribusi obat dipengaruhi oleh aliran darah, afinitas (kekuatan penggabungan)
terhadap jaringan,dan efek pengikatan dengan protein. Ketika obat didistribusi di dalam
plasma, kebanyakan berikatan dengan protein (terutama albumin) dalam derajat

5
(persentase) yang berbeda-beda. Obat-Obat yang lebih besar dari 80% berikatan dengan
protein dikenal sebagai obat-obat yang berikatan dengan tinggi protein.
Salah satu contoh obat yang berikatan tinggi dengan protein adalah diazepam (Valium):
yaitu 98% berikatan dengan protein. Aspirin 49% berikatan dengan protein clan
termasuk obat yang berikatan sedang dengan protein.Abses, eksudat, kelenjar dan
tumor juga mengganggu distribusi obat.Antibiotika tidak dapat didistribusi dengan baik
pada tempat abses dan eksudat.Selain itu, beberapa obat dapat menumpuk dalam
jaringan tertentu, seperti lemak,tulang, hati, mata, dan otot.

3. Biotransformasi
Fase ini dikenal juga dengan metabolisme obat, diman terjadi proses perubahan struktur
kimia obat yang dapat terjadi didalam tubuh dan dikatalisis olen enzim.

4. Ekskresi atau eliminasi


Rute utama dari eliminasi obat adalah melalui ginjal, rute-rute lain meliputi empedu,
feses, paru-paru, saliva, keringat, dan air susu ibu. Obat bebas, yang tidak berikatan,
yang larut dalam air, dan obat-obat yang tidak diubah, difiltrasi oleh ginjal.Obat-obat
yang berikatan dengan protein tidak dapat difiltrasi oleh ginjal. Sekali obat dilepaskan
ikatannya dengan protein, maka obat menjadi bebas dan akhirnya akan diekskresikan
melalui urin.pH urin mempengaruhi ekskresi obat. pH urin bervariasi dari 4,5 sampai
8.Urin yang asam meningkatkan eliminasi obat-obat yang bersifat basa lemah.
Aspirin,suatu asam lemah, dieksresi dengan cepat dalam urin yang basa. Jika seseorang
meminum aspirin dalam dosis berlebih, natrium bikarbonat dapat diberikan untuk
mengubah pH urin menjadi basa. Juice cranberry dalam jumlah yang banyak dapat
menurunkan pH urin, sehingga terbentuk urin yang asam.Setiap orang mempunyai
gambaran farmakokinetik obat yang berbeda-beda. Dosis yang sama dari suatu obat bila
diberikan pada suatu kelompok orang, dapat menunjukkan gambaran kada dalam darah
yang berbeda-beda dengan intensitas respon yang berbda-beda pula.

2.2 Pestisida
Pestisida merupakan terjemahan dari pesticide (Inggris) yang berasal dari bahasa latin
pestis dan caedo yang bisa diterjemahakan secara bebas menjadi racun untuk jasad
pengganggu. Menurut”United States Federal Enviroment Pesticide Control Act,” pestisida
merupakn suatu zat atau campuran zat yang khusus untuk memberantas atau mencegah
6
gangguan, binatang pengerat, nemoteda, cendawan, gulma, virus, bakteri, jasad renik yang
dianggap hama kecuali virus, bakteri atau jasad renik yang terdapat pada manusia atau bintang
lainya, atau semua campuran zat yang di gunakan sebagai pengatur pertumbuhan tanaman atau
pengering tanaman.
Peraturan Menteri pertanian Nomor : 07/PPERMENTAN.140/2/2007 mendefinisikan
bahwa pestisida adalah zat kimia atau bahan lain dan jasad renik serta virus yang digunakan
untuk pemberantasan : 1) memberantas atau mencegah hama-hama tanaman, bagian-bagian
tanaman atau hasil-hasil pertanian. 2) membeantas rerumputan. 3) mematikan daun dan
mencegah pertumbuhan tanaman yang tidak diinginkan. 4) mengatur atau merangsang
pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman, tidak termasuk pupuk. 5) memberantas
atau mencegah hama luar pada hewan-hewan piaraan dan ternak.
6) memberabtas dan mencegah hama-hama air. 7) memberantas atau mencegah binatang-
binatang dalam rumah tangga, bangunan dan alat-alat pengamgkutan. 8) memberantas atau
mencegah binatang-binatang yang dapat menhyebabakan penyakit pada manusia atau binatang
yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah atau air.
Pestisida adalah substansi yang digunakan untuk mencegah atau mabunuh hama (pest),
yakni organisme yang bersaing untuk mendapatkan makanan, menggangu kenyamanan, atau
berbahaya bagi kesehatan manusia. Pengunaan pestisida sangat meluas, berkaitan dengan
damapak positifnya, yaitu meningkatkan produksi pertanian dan menurunya penyakit-penyakit
yang penularannya melalui perantara makanan (food-brone diases) atau pun vektor (vector-
bron diases) Idealnya pestisida mempunyai efek toksik hanaya pada organisme targetnya, yaitu
hama. Namun, pada kenyataannya, sebagian besar bahan aktif yang di gunakan sebagai
pestisida tidak cukup sepesifik tosiknya, sehingga berdamapak negatif terhadap kesehatan
(manusia). Samapai saat ini terdapat sekitar 20.000 jenis produk pestisida dengan sekitar 900
jenis bahan aktif yang telah terdaftar, dengan tujuan pemakian sebagai insektisida, mistisida,
herbisida, rodenrisida, nematosida, funisida, fumigan, pengawet kayu dan pengatur
pertumbuhan tanaman (plant growth regulator).

2.2.1 Pintu Masuk Pestisida Kedalam Tubuh


Pestisida dapat masuk kedalam tubuh manusia melauli berbagai rute, antara lain :
a. Kontaminasi lewat kulit
Pestisida yang menempel di permukaan kulit dapat meresap kedalam tubuh dan
menimbulkan keracunan. Kejadian kontaminasi pestisida lewat kulit merupakan

7
kontaminasi pestisida yang paling sering terajdi. Labih dari 90% dari kasus keracunan di
seluruh dunia disebabkan oleh kontaminasi lewat kulit.
b. Terhisap lewat hidung
Keracunan pestisida kerena partikel pestisida terhisap lewat hidung merupakan yang
terbanyak kedua setelah kontaminasi kulit. Gas dan partikel samprotan yang sangat halus
(misalnya, kabut asap dari fogging) dapat masuk ke hidung atau di kerongkongan. Bahaya
penghirupan pestisida lewat saluran pernafasan juga dipengaruhi oleh LD50. Pestisida
yang terhisap dan ukuran partikel dan bentuk fisik pestisida.
Pestisida yang terbentuk gas mudah masuk kedalam paru-paru dan sangat berbahaya.
Partikel atau droplet yang berukuran kurang dari 10 mikron dapat mencapai paru-paru,
namun droplet yang berukuran labih dari 50 mikron mungkin tidak mencapai paru-paru,
tetapi dapat manimbulkan gangguan pada selaput lendir hidung dan kerongkongan. Gas
beracun yang terhisap ditentukan oleh konsentrasi gas didalam ruangan atau di udara,
lamanaya pemaparan, kondisi fisik seseorang (pengguna).
c. Pestisida masuk kedalam sistem pencernaan makanan
Peristiwa keracunan lewat mulut dapat terjadi karena:
1) Kasus bunuh diri
2) Makan, minum, dan merokok ketika bekerja dengan pestisida
3) Menyeka keringat di wajah dengan tangan, lengan baju, atau sarung tangan yang
terkontaminasi pestisida.
4) Draft pestisida terbawa angin masuk kemulut
5) meniup nozzel tersumbat langsung dengan mulut
6) makan dan minuman yang terkontaminasi pestisida, misalnya diangkut disimpan
dalam bekas wadah makanan atau disimpan tanpa label sehingga salah ambil (dikira
bukan pestisida)
7) kecelakaan khusus, misalnya pestisida disimpan dalam bekas wadah makanan atau
disimpan tanpa label sehinngga salah ambil (dikira bukan pestisida).
2.2.2. Mekanisme Keracunan Pestisida Dalam Tubuh
a. farmakokinetik
Inhibitor kolinestrase diabsorpsi secara cepat dan efektif melalui oral, inhalasi, mata, kulit.
Setelah diabsropsi seebagian besar diekskresikan dalam urin, hampir seluruhnya dslsm bentuk
metabolit. Metabolit dan senyawa aslinya didalam darah dan jaringan tubuh terikat pada
protein. Enzim-enzim hidrolik dan oksidatif terlibat dalam metabolisme senyawa organofosfat
dan karbamat. Selanag waktu anatara absorbsi dengan ekkresi bervariasi.
8
b. Farmokodinamik
Astikolin (Ach) adalah penghantar saraf yang berada pada seluruh sistem saraf pusat
(SSP), saraf otonom ( simpatik dan para simpatik), dan sistem saraf somatil. Astikolin
bekerja pada ganglion simpatik dan parasimpatik, reseptor para simpatik, simpangan saraf
otot, penghanatar sel-sel saraf dan madula kelenjar suprarenal. Setelah masuk dalam tubuh,
golongan organofosfat dan karbamat akan mengikat enzim astikolinestrase (ACHE),
sehingga Ache menjadi inaktif dan terjadi akumulasi astikolin. Enzim tersebut secara
normal menghidrolisis astikolin menjadi asetat dan kolin. Pada saat enzim dihambat,
mangakibatkan astikolin meningkat den berikatan dengan reseptormuskarinik dan
nikotinik pada saraf pusat dan parifer. Hal tersebut mengakibatkan keracunan yang
berpengaruh pada semua jaringan tubuh, keadaan ini akan menimbun efek termasuk
pusing,atakisa, dan kebingungan. Ada beberapa cara pada responden kardiofaskuler, yaitu
penurunan tekanan darah dan kelainan jantung serta hambatan pada jantunng secara
komplek dapat mungkin terjadi.
2.2.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim kolinestrse
Menurut Soeswati seperti yang ditulis dalam laporan penelitian Ackmadi mengatakan
bahwa berdasarkan penelitian yang pernah dijalankan, kepekaan manusia terhadap zat beracun
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :
a. Keadaan Gizi
Orang yang setatus jelek akan menigakibatkan malnutrisi dan anemia, keadan ini dapat
mengakibatkan turunya kadar kolinestarse.
b. Keadan kesehatan atau penyakit yang diterita
Menurut davidson dan henry, penyakit dapat menurunkan aktivitas kolinestrae dalam
serum ialah hepatitis, absess, metastatic carcinoma pada hati, dan dermatomyosis.
c. Pengobatan
Di-isopropytefluorophospate yang digunaka sebagai pengobatan myastenia graves,
paralytic ilues, glukoma, dan obatphyostigimin, prostigimin meruapkan penghanbat
antikolinestrase yang dapat menurunkan aktivitas kolinestrase.
d. Umur
Aktivittas kolinestrase pada anak-anak dan orang dewasa atau umur di atas 20 tahun
mempunyai perbedaan, baik dalam keadaan tidak bekerja dengan pestisida organofosfat
maupun selama bekerja dengan organofosfat. Umur yang masih muda di bawah 18 tahun,
merupakan kontra indikasi bagi tenaga kerja dengan organofosfat, kerena akan dapat
memperberat terjadinya keracunan atau menurunnya aktivitas kolinestrase.
9
e. Jenis Klamin
Menuruttisida organofosfat. Lebih diagnosa dari merck, jenis kalmin antara laki-lakai dan
wanita mempunyai angka normal kolinestrase yang berbeda. Pkerja wabita yang
berhubungan dengan pestisda organofosfat, lebih lagi dalam keadaan hamil akan
mempengaruhi derjat penurunan aktivitas kolinestrase. Disisni wanita labih banyak
menyimpan lemak dalam tubuhnya.
f. Suhu
Suhu lingkungan yang tinggi akan memepermudah penyerapan pestisida kedalam tubuh
melalui kulit dan atau ingesti.
g. Kebiasaan merokok
Adanya senyawa-senyawa tertentu diantaranya nikotin yang pengaruhnya mirip dengan
pengaruh antikolinestrase terhadap serabut otot sehingga mampu mengaktifkan
kolinestrase yang menyebabkan dalam keaddan sinaps, tidak akan menghidrolisis
acetycholinnestrase yang di lepaskan akhiran.
h. Kebiasaan memakai alat pelindung diri (APD)
Alat pelindung diri yang dipakai pada waktu bekerja akan mempengaruhi tingkat
pemajanan pestisida, kerena dengan memakai alat pelindung diri akan terhindar atau
terminimasi pestisida yang terabsorbsi.
2.2.4. Faktor resiko keracunan pestisida
Hasil pemeriksaan aktifitas kolinestrase darah dapat digunakan sebagai penegas
(konfirmasi) terjadinya keracunan pestisida pada seseorang. Sehingga dengan demikian
dapat dinyatakan pula bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi terjafinya keracunan juga
merupakan faktor-faktor yang menyebabkan ndahnya aktifitas kolinestrase darah. Faktor
yang berpengaruh terhadap kejadian keracunann pestisida adalah faktor dalam tubuh
(internal) dan faktor darktor tersi luar tubuh (eksternal), faktor-faktor tersebut :
a. Fator dalam tubuh (internal) antara lain :
1) Umur
2) Setatus Gizi
3) Jenis Klamin
4) Tingkat pendidikan
b. Faktor di luar tubuh(eksternal)
1) Dosis
2) Lama kerja
3) Tindakan penyemprotan pada arah angin
10
4) Frekuensi penyemprotan
5) Jumlah jenis pestisida
6) Pemakean alat pelindung diri (APD)
2.2.5. Upaya pencegahan keracunan pestidida
Untuk menghindari makanan resiko dan menghindari damapak negatif penggunaan
pestisida bagi pengguna/petani, beberapa hal perlu diperhatikan yakni :
a. Peraturan perundangan
b. Pendidikan dan latihan
c. Peringatan bahaya
d. Penyimpanan pestisida
e. Tempat kerja
f. Kondisi kesehatn pengguna
g. Penggunaan alat pelindung diri
h. Persyaratan pembungan dan pemusnahan limbah
i. Kerangka teori

11
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Farmakokinetik merupakan bagian ilmu farmakologi yang cenderung mempelajari
tentang nasib dan Pengertian lain dari farmakokinetik menurut ilmu farmakologi
sebenarnya dapat diartikan sebagai proses yang dilalui obat di dalam tubuh atau tahapan
perjalanan obat tersebut di dalam tubuh.
pestisida merupakn suatu zat atau campuran zat yang khusus untuk memberantas atau
mencegah gangguan, binatang pengerat, nemoteda, cendawan, gulma, virus, bakteri,
jasad renik yang dianggap hama kecuali virus, bakteri atau jasad renik yang terdapat
pada manusia atau bintang lainya, atau semua campuran zat yang di gunakan sebagai
pengatur pertumbuhan tanaman atau pengering tanaman.
Kolinesterase adalah enzim (suatu bentuk dari katalis bilogik) di dalam jaringan tubuh
yang berperan untuk menjaga agar otot-otot, kelenjar-kelenjar dan sel-sel syaraf bekerja
secara terorganisir dan harmonis.

12
DAFTAR PUSTAKA
Setiawati dkk. Pengantar Farmakologi dalam farmakologi dan terapi edisi 4. Jakarta. Gaya
Baru:1995
Katzung G Betram. Farmokologi dasar dan klinik edisi 2. Jakarta. Salemba medika:2002
Katzung G Betram. Farmokologi dasar dan klinik edisi 3. Jakarta. Salemba medika:2002
http://farma – farmakologi. Blogspot.com/2011/11/Pengertian.html.diakses pada tanggal 17 oktober
2013 pukul 14.20 wib
Gunawan, Gan Sulistia. 2009. Farmakologi dan Terapi edisi 5. Jakarta: Departemen
Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

13

Anda mungkin juga menyukai