Anda di halaman 1dari 10

Eka Awliant Puspita " STIKES MANDALA WALUYA KENDARI "

Tak peduli seberapa jauh kita akan mencari. Kita pasti akan menemukannya.. keep smile

Memuat...
Rabu, 24 September 2014
Asuhan Keperawatan Rabun Senja

KONSEP MEDIK
1. Pengertian
Rabun senja (nyctalopia) adalah gangguan penglihatan kala senja atau malam hari, atau pada
keadaan cahaya remang-remang. Banyak juga menyebutnya sebagai rabun ayam, mungkin
didasari fenomena dimana ayam tidak dapat melihat jelas di senja atau malam hari. Rabun senja
merupakan penyakit dengan keluhan tidak dapat melihat dengan baik dalam keadaan gelap (waktu
senja).
Rabun senja ini merupakan manifestasi defisiensi vitamin A yang paling awal. Pada rabun senja,
mata terlihat normal hanya saja penglihatan menjadi menurun saat senja tiba atau tidak dapat
melihat di dalam lingkungan yang kurang cahaya. Rabun senja paling banyak dialami oleh anak-
anak, pada anak berusia 1 sampai 3 tahun hal ini bisa terjadi karena tidak lama setelah disapih
anak tersebut diberikan makanan yang tidak mengandung vitamin A. (Sommer 1978).

2. Etiologi
Penyebab rabun senja adalah:
a. Konsumsi makanan yg tidak mengandung cukup vitamin A atau provitamin A untuk jangka
waktu yang lama.
b. Bayi tidak diberikan ASI Eksklusif
c. Menu tidak seimbang (kurang mengandung lemak, protein, seng/Zn atau zat gizi lainnya)
yang diperlukan untuk penyerapan vitamin A dan penggunaan vitamin A dalam tubuh.
d. Adanya gangguan penyerapan vitamin A atau pro-vitamin A seperti pada penyakit-penyakit
antara lain penyakit pankreas, diare kronik, Kurang Energi Protein (KEP) dan lain-lain sehingga
kebutuhan vitamin A meningkat.
e. Adanya kerusakan hati, seperti pada kwashiorkor dan hepatitis kronik, menyebabkan
gangguan pembentukan RBP (Retinol Binding Protein) dan pre-albumin yang penting untuk
penyerapan vitamin A.

3. Patofisiologi
Bentuk penyimpanan dalam hati dalam bentuk retinol sebagai asupan dari vitamin A dan beta
carotene. Ketika asupan vitamin A melebihi 300-1200 µg/hari, kelebihan akan disimpan dan
cadangan di hati meningkat. Ketika asupan vitamin A kurang dari jumlah yang dibutuhkan,
cadangan retinol dalam hati akan dikeluarkan untuk memelihara serum retinol pada tingkat normal
(di atas 200 µg)). Ketika asupan vitamin A terus menerus berkurang untuk jangka waktu yang
lama, cadangan dalam hati akan menipis, tingkat serum retinol akan turun, fungsi epitel terganggu,
dan tanda-tanda xerophthalmia terlihat.
Retinol penting untuk elaborasi rodopsin (penglihatan remang-remang) oleh batang, yaitu reseptor
sensori retina yang bertanggung jawab untuk penglihatan dalam cahaya tingkat rendah. Defisiensi
vitamin A dapat mengganggu produksi rodopsin, mengganggu fungsi batang sehingga
menimbulkan rabun senja. Durasi ketidakcukupan asupan terjadi tergantung dari jumlah vitamin A
yang dicerna, tingkat penyimpanan hati, dan tingkat penggunaan vitamin A yang digunakan oleh
tubuh.
Anak-anak dengan status gizi buruk, asupan vitamin A yang sangat sedikit akan memiliki
cadangan yang terbatas. Ketika asupan vitamin A tidak ada dari diet atau terjadi gangguan
penyerapan dan terjadi peningkatan kebutuhan. metabolisme dapat secara cepat menghabiskan
cadangan retinol dalam hati dan merusak kornea, walaupun mata pada saat itu masih terlihat
normal. Ketersediaan vitamin A juga tergantung pada status gizi anak secara keseluruhan. Jika
asupan protein kurang maka sintesis RBP pun akan menurun. Serum Retinol akan menurun
walaupun cadangan di hati normal. Akhirnya, hati tidak dapat menyimpan lagi vitamin A atau
mensisntesis RBP secara normal (Sommer 1978).

4. Manifestasi klinis
Rabun senja terjadi akibat gangguan pada sel batang retina. Tanda dan gejala pada penderita rabun
senja adalah:
a. Daya pandang menurun, terutama pada senja hari atau saat ruangan keadaan ringan, sel batang
retina sulit beradaptasi di ruang remang-remang atau kurang setelah lama berada di cahaya terang.
b. Penglihatan menurun pada senja hari, yaitu penderita tidak dapat melihat di lingkungan yang
kurang cahaya, sehingga disebut juga buta senja.
c. Terjadi kekeringan mata,
d. Bagian putih menjadi suram
e. sering pusing. (Wijayakusuma 2008).

5. Pemeriksaan Diagnostik
· Tes adaptasi gelap
· Kadar vitamin A dalam darah (kadar < 20 mg / 200 ml menunjukkan kekurangan intake)

6. Penatalaksanaan
Pengobatan rabun senja tergantung pada penyebabnya.
· Jika karena katarak (maka katarak sebaiknya dioperasi).
· Jika karena kekurangan vitamin A (maka harus diberikan vitamin A dalam jumlah yang
cukup, baik berupa suplemen maupun dari makanan sehari-hari).
· Menginjeksikan vitamin A secara intramuscular sebanyak 55 mg retinol palmitat (100.000
IU)..
· Jika secara parenteral tidak tersedia, dapat diberikan sebanyak 110 mg retinol palmitat
(200.000 IU) dalam air atau minyak, melalui mulut.
· Dosis sebaiknya berkurang setengah dari jumlah yang seharusnya pada anak berusia kurang
dari satu tahun.
· Sebaiknya pengobatan dilakukan selama 2-6 bulan.

7. Komplikasi
1. Katarak
2. glaucoma
3. Xerophthalmia
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Data Demografi
a. Biodata
Nama, umur, Jenis kelamin, Agama, Suku/bangsa, Pendidikan, Pekerjaan, Status, Alamat.
Penanggung Jawab
Nama, Jenis kelamin, Pekerjaan , Hubungan dengan klien, Alamat.
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
· Keluhan Utama
Alasan Klien masuk Rumah Sakit
· Riwayat Keluhan Utama
a. Identifikasi penurunan gangguan ketajaman penglihatan atau kehilangan medan penglihatan,
apakah kondisi tersebut unilateral atau bilateral.
b. Tanyakan pada klien apakah pernah menjalani tes adptasi gelap.
c. Asuhan yang pernah diberikan oleh spesialis mata dan frekuensinya.
d. Apakah ada riwayat trauma pada mata
e. Apakah ada riwayat nyeri kepala, pusing, nyeri okuler atau dahi, mata gatal.
f. Klien ditanya tentang keluhan yang menyebabkan klien meminta pertolongan pada tim
kesehatan.
g. Jika ada keluhan nyeri, kaji lokasi, awitan, durasi, penurunan ketajaman penglihatan, keadaan
saat nyeri timbul, upaya mengurangi nyeri dan berat nyeri.

· Riwayat kesehatan masa lalu


Tanyakan pada klien apakah memiliki riwayat alergi terhadap makanan, obat-obatan, serta klien
tidak mengkonsumsi minuman alkohol dan klien tidak merokok.
· Riwayat kesehatan keluarga
(Kemungkinan penyakit keturunan, penyakit yang menular akibat kontak langsung maupun tidak
langsung antar anggota keluarga, riwayat alergi dalam satu keluarga).
· Riwayat Psikososial
Pengkajian psikososial difokuskan pada aktivitas kehidupan klien sehari-hari, kaji bagaimana
klien menghadapi masalah tersebut, serta kaji pengetahuan klien tentang penyakitnya.
· Keadaan lingkungan yang mempengaruhi timbulnya penyakit
Kaji kondisi lingkungan klien yang dapat mempengaruhi terjadinya penyakit.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum klien
Inspeksi Penampilan klien, Ekspresi wajah, bicara, mood, Berpakaian dan kebersihan umum,
Tinggi badan, Berat Badan, gaya jalan.

b. Tanda – tanda Vital


Pemeriksaan tanda-tanda vital meliputi tekanan darah, suhu, nadi, dan respirasi.
c. Sistem pernafasan
· Hidung
bentuk hidung simetris atau tidak, pernafasan cuping hidung, adanya sekret/polip, passase udara.
· Leher
Bentuk leher simetris atau tidak, ada benjolan atau tidak, ada tumor atau tidak.
· Dada
Bentuk dada (normal,barrel,pigeon chest), Keadaan proxsesus xipoideus, Suara nafas (trakhea,
bronchial, bronchovesikular), Perbandingan ukuran anterior, posterior dengan transversi, Gerakan
dada (kiri dan kanan, apakah ada retraksi), Apakah ada suara nafas tambahan, Apakah ada
clubbing finger.
d. Sistem kardiovaskuler
Bunyi jantung reguler, perkusi jantung pekak, palpasi denyut nadi terdengar atau teraba jelas,
tekanan darah 120/80 mmHg CRT<2 detik, tidak ada pembesaran area jantung.
e. Sistem perncernaan
Ada atau tidak stomatitis, jumlah gigi lengkap atau tidak , lidah bebas bergerak atau tidak, refleks
menelan baik atau tidak, terdengar peristaltik usus atau tidak, ada atau tidak nyeri tekan pada
abdomen, teraba atau tidak pembesaran hepar dan lien, terdengar bunyi timpani atau tidak.
f. Sistem indera
1. Mata
· Kesimetrisan Mata
Observasi kesimetrisan mata, Klien mampu membedakan warna atau tidak, bisa menggerakan
bola mata kesegala arah atau tidak, terdapat sekret atau tidak, periksa mata klien lebih besar atau
menonjol.
· Bulu mata
Perhatikan letak bulu mata dan penyebarannya. Bulu mata selain berfungsi sebagai pelindung,
juga dapat menjadi iritan bagi mata bila menjadi panjang dan salah arah, serta dapat
mengakibatkan iritan pada kornea.
· Alis dan kelopak mata
Inspeksi kelopak mata, anjurkan pasien melihat ke depan, anjurkan klien menutup kedua mata,
lihat bentuk kelopak mata, lihat keadaan kulit kelopak mata serta pinggiran kelopak mata, catat
jika ada kelainan (kemerahan). Perhatikan keluasan mata dalam membuka.
· Kelenjar lakrimalis
observasi bagian kelenjar lakrimal dengan cara meretraksi kelopak mata atas dan menyuruh klien
untuk melihat ke bawah. Kaji adanya edema pada kelenjar lakrimal, perawat dapat menekan sakus
lakrimalis dekat pangkal hidung untuk memeriksa adanya obstruksi duktus nasolakrimalis, jika di
dalamnya terdapat peradangan akan keluar cairan pungtum lakrimalis. Punktum lakrimalis dapat
diobservasi dengan cara menarik kelopak mata bawah secara halus melalui pipi. ( Potter, 2006 ).
· Konjungtiva dan sclera
Inspeksi sclera dan konjungtiva bulbaris bersamaan. Jika pada konjungtiva palpebra klien
mengalami kelainan, maka palpebra atas dan bawah harus dibalik. Palpebra bawah dibalik denagn
cara menarik batas atas kea rah pipi sambil klien dianjurkan untuk melihat ke atas. ( Brunner,
2002 ).
Amati keadaan konjungtiva, kantong konjungtiva bagian bawah, catat bila ada pus atau warna
tidak normal seperti anemis. Kaji warna sclera, pada keadaan normal berwarna putih. Warna
kekuning – kuningan dapat mengindikasikan jaundis/ikterik atau masalah sistemik.
· Kornea
observasi dengan cara memberikan sinar secara serong dari beberapa sudut. Kornea seharusnya
transparan, halus, jernih dan bersinar. Observasi adanya kekeruhan yang mungkin adalah infiltrate
atau sikatrik akibat trauma atau cedera. Cikatrik kornea dapat berupa nebula ( bercak seperti awan
yang hanya dapat dilihat di kamar gelap dengan cahaya buatan ). Macula ( bercak putih yang
dapat dilihat di kamar terang ) dan leukoma ( bercak putih seperti porselen yang dapat dilihat dari
jarak jauh ). Jika klien sadar juga dapat dilakukan reflek berkedip.
· Pupil
Amati warna iris ukuran dan bentuk pupil yang bulat dan teratur. Pupil yang tidak bulat dan teratur
akibat perlengketan iris dengan lensa/kornea (sinekkia).
Lakukan pengkajian terhadap reflek cahaya. Pupil yang normal akan berkontriksi secara reguler
dan konsentris,efek tidak langsung,pupil mengecil pada penyinaran mata disebelahnya. Reaksi
yang lambat atau tidak adanya reaksi dapat terjadi pada kasus peningkatan tekanan intrakranial
(bentuk normal: isokor, pupil yang mengecil (<2mm) disebut miosis, amat kecil disebut : pinpoint,
sedangkan yang melebar (>5mm)disebut midriasis). Nyatakan besarnya pupil dalam mm
( normalnya 2-5mm).
Pemeriksaan pupil normal biasanya didokumentasikan dan disingkat PERRLA : Pupil Equal
Round and Reaktif to Light and Accomodation (pupil seimbang, bulat, dan bereaksi terhadap
cahaya dan akomodasi).
2. Hidung
Observasi kesimetrisan hidung, apakah ada sekret yang menghalangi penciuman, perih dihidung,
trauma, dan mimisan.
3. Telinga
Tampak simetris, tidak terdapat edema telinga, tidak ada sekret dan bau pada telinga, mampu
membedakan bunyi, Telinga tampak bersih, tidak ada nyeri tekan pada tel
g. Sistem Saraf
· Nervus I (olvactorius), Fungsi penciuman baik atau tidak
· Nervus II ( Optikus ), Penglihatan kabur atau normal.
· Nervus III, IV, VI (Okulomotorius, troklearis, abdusen ) Fungsi kontraksi terhadap cahaya
baik atau tidak.
· Nervus V (Trigeminus), Dapat merasakan usapan atau tidak.
· Nervus VII (fasialis) , Mampu merasakan rasa asin, manis dan pahit atau tidak
· Nervus VIII (Auditorius), klien bisa mendengar dengan baik atau tidak
· Nervus IX (Glasofaringeus): klien mampu menelan atau tidak.
· Nervus X (Vagus), klien mampu bersuara atau tidak.
· Nervus XI (Assesorius), klien mampu menoleh dan mengangkat bahu.
· Nervus XII (Hipoglosus), klien mampu menggerakan lidah.
h. Sistem muskuloskeletal
Kepala ( bentuk kepala ), Vertebrae (bentuk, gerakan, ROM ), Pelvis (Thomas test, trendelenberg
test, ortolani/barlow test, ROM), Lutut (Mc Murray Test, Ballotement, ROM) , Kaki (keutuhan
ligamen, ROM), Bahu, Tangan.
i. Sistem Integumen
Rambut (warna, penyebaran merata, bersih, tidak mudah rontok, tidak ada udem) suhu , Kulit
(perubahan warna, temperatur, kelembaban,bulu kulit, erupsi, tahi lalat, ruam, texture ), dan Kuku
( warna, permukaan kuku, mudah patah, kebersihan ).
j. Sistem Endokrin
Kelenjar tiroid, Percepatan pertumbuhan, Gejala kreatinisme atau gigantisme Ekskresi urine
berlebihan , polydipsi, poliphagi, Suhu tubuh yang tidak seimbang , keringat berlebihan, leher
kaku ), Riwayat bekas air seni dikelilingi semut.

k. Sistem perkemihan
Ada pembesaran ginjal atau tidak, ada atau tidak distensi kandung kemih, ada atau tidak penyakit
hubungan seksual.
l. Sistem Reproduksi
1. Wanita
Payudara (putting, areola mammae, besar, perbandingan kiri dan kanan), Labia mayora dan
minora, Keadaan hymen, Haid pertama, Siklus haid.
2. Laki-laki
Keadaan gland penis (uretra), Testis (sudah turun/belum), Pertumbuhan rambut (kumis, janggut,
ketiak), Pertumbuhan jakun, Perubahan suara.
m. Sistem Immun
Apakah klien memiliki riwayat alergi atau tidak ( cuaca, debu, bulu binatang, zat kimia ),
Immunisasi, Penyakit yang berhubungan dengan perubahan cuaca, Riwayat transfusi dan
reaksinya .

B. PENYIMPANGAN KDM
Defisiensi vit. A
Penurunan absorbsi
Berlangsung dalam waktu yg lama
Cadangan dalam hepar vitamin & protein menurun
Tingkat serum retinol menurun
Perubahan status kesehatan

Fungsi epitel terganggu


Sel batang retina sulit untuk beradaptasi

Rabun senja (Nyctalopia)


Informasi tidak adekuat

resiko mata kering


C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan presepsi sensori penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori.
2. Deficit pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif
3. Resiko cedera berhubungan dengan disfungsi sensorik.
4. Resiko mata kering berhubungan dengan defisiensi vitamin A

B. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


1. Gangguan presepsi sensori penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Setelah di lakukan tindakan keperawatan ….x24 jam. Maka klien akan:
1. Berpartisipasi dalam program pengobatan
2. Mempertahankan lapang ketajaman penglihatan tanpa kehilangan lebih lanjut.
3. Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan.
4. Mengidentifikasi potensial bahaya dalam lingkungan.
1. Tentukan ketajaman penglihatan
2. catat apakah satu atau kedua mata terlibat.
3. Orientasikan pasien terhadap lingkungan, staf, orang lain diareanya.
4. Kolaborasi : berikan obat sesuai indikasi

2. Deficit pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif


Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Setelah di lakukan tindakan keperawatan ….x24 jam. Maka klien akan:
1. Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan
program pengobatan
2. Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang di jelaskan secara benar.
1. Berikan penilaian tentang pengetahuan pasien tentang proses yang spesifik.
2. Jelaskan patofisiologi penyakit
3. Gambarkan proses penyakit, dengan brnar dan tepat
4. Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada pemberi perawatan
kesehata, dengan cara yang tepat.

3. Resiko cedera berhubungan dengan disfungsi sensorik.


Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Setelah di lakukan tindakan keperawatan ….x24 jam. Maka klien akan:
1. Klien terbebas dari cedera
2. Mampu memodifikasi gaya hidup untuk mencegah injury
3. Mampu mengenali perubahan status kesehatan

1. Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien.


2. Hindari lingkungan yang berbahaya
3. Anjurkan keluarga untuk menemani pasien
4. Pindahkan barang-barang yang dapat membahayakan
5. Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau pengunjung adanya perubahan status
kesehatan dan penyakit kesehatan.

4. Resiko mata kering berhubungan dengan defisiensi vitamin A


Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Setelah di lakukan tindakan keperawatan ….x24 jam. Maka klien akan:
1. Ketajaman pusat penglihatan kanan dan kiri
2. Respon stimulus penglihatan adekuat
3. Tidak ada penglihatan kabur
4. Tidak ada pusing
5. Mata lembab
1. Monitor tanda-tanda kemerahan, cairan atau ulserasi
2. Instruksikan pasien tidak menggosok mata
3. Monitor reflek kornea
4. Gunakan tetes mata untuk melembabkan

DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, Aziz Alimul A. 2008. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba Medika.
Santosa,B. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005-2006. Jakarta : Prima Medika.
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Dengan Intervensi NIC dan
Kriteria Hasil NOC. Jakarta : EGC.
Doenges,Marilynn,E.et.al.(1999), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, EGC, Jakarta.

Diposkan oleh eka dwi Puspita di 08.04


Kirimkan Ini lewat Email
BlogThis!
Berbagi ke Twitter
Berbagi ke Facebook
Bagikan ke Pinterest
Reaksi:
Tidak ada komentar:
Poskan Komentar

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda


Langganan: Poskan Komentar (Atom)
KATA SUKSES
Setiap peluang ada hambatannya, dan dari setiap hambatan pasti ada peluang. Semua tergantung
bagaimana cara kita menyikapinya... " AWLIANT"
All about AwLiant

eka dwi Puspita


Lihat profil lengkapku
Arsip Blog
▼ 2014 (16)
▼ September (4)
▼ Sep 24 (4)
AsuhanKeperawatan Demam Thypoid
Asuhan Keperawatan Kusta
Asuhan Keperawatan Rabun Senja
Asuhan Keperawatan ASTIGMATISMA
► Juni (6)
► Januari (6)
► 2013 (6)
E2 KEP. D'BEST :)

KELUARGA BESAR E2 KEPERAWATAN STIKES MANDALA WALUYA KENDARI


My pictures

Keep smile
Google+ Followers
Pengikut
Digital clock

Anda mungkin juga menyukai