Anda di halaman 1dari 2

PEMAKAMAN KEMBANG KUNING

Pemakaman Kembang Kuning, mendengar sebutan tempat itu yang terlintas dipikiran
bukan hal yang seram atau berbau mistis, melainkan pikiran – pikiran kotorlah yang terlintas
diotak ini. Bagaimana tidak, sebab tempat ini terkenal sebagai tempat prostitusi dikalangan
masyarakat, terutama kalangan remaja. Tapi yang disuguhkan di tempat ini bukan “kupu –
kupu malam” karena jika menggunakan istilah “kupu – kupu” identik dengan wanita. Tapi
yang disuguhkan disini ialah para waria – waria. Mungkin lebih tepat kalau menggunakan
istilah “jangkrik – jangkrik malam”. Terkadang tempat ini dijadikan sebagai bahan candaan
oleh remaja – remaja di Surabaya dan sekitarnya. Contoh misal ada teman yang saat lagi asik
kumpul – kumpul eh tiba – tiba ada yang mau pulang padahal malam belum terlalu larut.
“Jam segini mau pulang? Banci kembang kuning aja belum mangkal jam segini.”. Itulah
salah satu contoh candaannya yang menyebabkan tempat ini semakin dikenal. Sebagai
pembuka singkat dari tulisan ini sengaja saya menyimpang jauh dari topik utama tulisan agar
pembaca dapat merefresh pikirannya dari jenuhnya tugas – tugas kuliah yang datang bertubi
– tubi.
Kunjungan ke lokasi site (Pemakaman Kembang Kuning) dilakukan pada tanggal 12
April 2019 untuk memenuhi tugas essay Teori Arsitektur tentang ruang dan bentuk yaitu
menganalisa kaitan Pemakaman Kembang Kuning dengan teori ruang dan bentuk.
Pemakaman ini telah ada sejak zaman kolonial belanda tahun 1971. Pemakaman ini
dahulunya merupakan pemakaman yang diperuntukkan warga negara belanda. Kemudian saat
ini berkembang menjadi makam untuk pemeluk agama kristen/katolik. Terkadang masyarakat
menyebutnya “ Kuburan Cino”.
Ruang, menurut pendapat saya pribadi ruang merupakan suatu tempat yang dapat
dilakukan aktifitas didalamnya dan memiliki batasan. Entah itu batasan yang sengaja dibuat
ataupun tidak. Dikaitkan dengan pemakaman ini, secara makro luas dari komplek
pemakaman ini yaitu sekitar 15 hektar, terluas di asia tenggara. Dengan batas horizontalnya
yaitu jalan kembang kuning di sisi timur, jalan banyu urip di sisi utara jalan pakis di sisi
selatan, dan jalan dukuh kupang di sisi barat. Area pemakaman ini juga digunakan sebagai
jalan umum yang dilalui kendaraan kecil seperti sepeda dan sepeda motor. Pertama kali
memasuki area pemakaman seolah – olah saya seperti disambut oleh para pejabat – pejabat
kaya. Sebab di sisi kiri dan kanan berjejer rapi makam – makam yang memiliki tempat
sendiri yang terkesan megah. Tetapi tidak semua makam memiliki tempat yang berukuran
sama. Setelah bertanya pada salah satu teman yang yang beragama kristen, perbedaan ukuran
makam ini berdasarkan kasta dari pemilik makam. Semakin tinggi derajat seseorang maka
semakin megah tempat makamnya, begitupula sebaliknya. Area pemakaman ini terdapat dua
bagian. Yang pertama yaitu pemakaman kembang kuning sendiri dan yang kedua yaitu
Ereveld Kembang Kuning. Perbedaan yang mencolok diantara kedua area ini yaitu bentuk
tiap makamnya. Di area pertama tiap – tiap makam memiliki tempat sendiri yang materialnya
berupa batu. Sedangkan yang area kedua tiap makamnya tidak memiliki wadah sendiri jadi
tiap makamnya hanya ditandai dengan tanda salib. Perbedaan selanjutnya di area pertama tiap
makamnya memiliki orientasi yang berbeda, juga penataannya kurang rapi. Di area kedua
tiap makamnya memiliki orientasi yang sama dan penataan tiap makamnya lebih rapi. Entah
apa yang menyebabkan munculnya perbedaan yang mencolok diantara kedua area ini. Apa
karena area Ereveld Kembang Kuning dihuni oleh warga belanda yang secara strata sosial
lebih tinggi derajatnya dibandingkan penghuni makam kembang kuning yang dihuni oleh
rakyat kristen pribumi.
Secara mikro tiap makam diarea pertama (Pemakaman Kembang Kuning) memiliki
batasan horizontal yang sangat jelas karena tiap makamnya memiliki tempat sendiri – sendiri
sehingga dapat dilihat secara jelas ruang yang dipakai oleh tiap makamnya. Sedangkan di
area kedua (Ereveld Kembang Kuning) setiap makamnya yang hanya ditancapi salib tidak
jelas mana batas tiap makamnya. Jadi jika dilihat area ini hanya berjejer dengan rapi salib –
salib, tidak ada gundukan tiap makam yang dapat membedakan batas tiap makamnya.
Kompleks Pemakaman Kembang Kuning tentu telah memberi dampak bagi
masyarakat sekitar. Dimana tempat ini merupakan salah satu situs kebudayaan di Surabaya
yang dapat menarik pengunjung untuk mengetahui sejarah keberadaan kolonial belanda di
Indonesia. Menjadi dampak positif bagi perekonomian masyarakat di sekitarnya karena dapat
berdagang di sekitar area komplek ini. Dampak negatifnya tempat ini menjadi penyakit sosial
saat malam hari.
Hanya itu yang dapat saya tulis dari kunjungan singkat di komplek Pemakaman
Kembang Kuning. Tentu masih banyak kekurangan dari tulisan saya ini maka dari itu saya
mohon maaf.

Anda mungkin juga menyukai