Anda di halaman 1dari 19

KONSEP PENYAKIT STROKE NON HEMORAGIK

2.1.1 Definisi

Stroke non hemoragik adalah gangguan disfungsi otak baik sinistra atau dekstra dengan sifat
antara lain permulaan cepat dan akut atau subakut, terjadi kurang lebih dua minggu, serta CT scan
terdapat bayangan infark setelah tiga hari (Mubarak dkk., 2015, p. 5).

Stroke infark merupakan vaskularisasi otak yang terhenti sebab adanya penumpukan lemak pada
dinding pembuluh darah sehingga aliran darah ke otak tersumbat (Sutanto, 2010, p. 42).

Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan stroke non hemoragik merupakan terhentinya aliran
darah ke otak baik kanan maupun kiri karena penyumbatan oleh bekuan darah ataupun
aterosklerosis yang terjadi kurang lebih dua minggu.

2.1.2 Etiologi

1. Trombus

Trombosis merujuk pada penurunan atau oklusi aliran darah akibat proses oklusi lokal
pada pembuluh darah. Oklusi aliran darah terjadi karena perubahan karakteristik pembuluh darah
dan pembentukan bekuan. Patologi vaskuler tersering penyebab trombosis adalah aterosklerosis,
dimana terjadi deposisi material lipid, pertumbuhan jaringan fibrosa, dan adesi trombosit yang
mempersempit lumen pembuluh darah (Setiati dkk., 2014, p. 1557).

2. Emboli

Berbeda dengan trombosis, blockade emboli tidak disebabkan oleh patologi pembuluh darah
lokal. Material emboli biasanya terbentuk dari jantung, arteri besar (aorta, karotis, vertebralis) atau
vena (Setiati dkk., 2014, p. 1558). Patologi penyebab emboli adalah Endokarditis bakteri dan
endokarditis non bakteri yang menyebabkan bekuan pada endokardium (Widagdo dkk., 2008, p.
88).
2.1.3 Klasifikasi

1. Transient Ischemic Attack (TIA)

Adalah kejadian serangan sesaat dari suatu malfungsi karena gangguan peredaran darah selama 2-
15 menit sampai 24 jam. Stroke jenis ini tidak akan meninggalkan sisa gejala sehingga pasien
seperti tidak pernah mengalami stroke sebelumnya, tepi stroke jenis ini adalah peringatan akan
serangan stroke selanjutnya sehingga tidak boleh diabaikan begitu saja (Masriadi, 2016, p. 121).

2. Reversible Ischemik Neurogical Deficit (RIND)

Gangguan neurologis yang akan hilang secara sempurna dalam waktu 1 minggu dan maksimal 3
minggu (Sutanto, 2010, p. 42).

3. Complete Stroke

Gangguan yang bersifat menetap atau permanen (Sutanto, 2010, p. 42).

4. Stroke Involusi

Jenis stroke ini terjadi mulai dari stroke ringan yang kemudian sedikit demi sedikit bisa memburuk
yang dimana dalam prosesnya berjalan mulai dari beberapa jam sampai hari (Hariyanto &
Sulistyowati, 2015, p. 47).

2.1.4 Manifestasi Klinis

Gejala yang timbul dari stroke non hemoragik tergantung dari serangan pada otak hemisfer kanan
atau kiri. Bila terjadi serangan pada otak hemisfer kanan, maka pasien akan mengalami
kelumpuhan sebelah kiri tubuh dan penurunan terhadap objek menurun. Sebaliknya, bila terjadi
serangan pada otak hemisfer kiri maka terjadi kelumpuhan sebelah kanan tubuh, perilaku lambat
dan sangat hati-hati, gangguan penglihatan pada mata sebelah kanan, kesulitan menelan, sulit
bicara, mudah tersinggung dan mudah frustasi (Hariyanto & Sulistyowati, 2015, p. 51).
2.1.5 Patofisiologi

Obesitas, kolesterol, penyakit jantung dan perokok merupakan faktor resiko yang dapat
menyebabkan stroke non hemoragik (Batticaca, 2012, p. 58) yang dimana dapat menyebabkan
trombosis dan emboli (Setiati dkk., 2014, p. 1557). Trombosis lebih sering terjadi pada
penyumbatan aliran darah karena adanya perubahan bentuk dinding pembuluh darah yaitu
pembekuan dinding pembuluh darah karena lemak (aterosklerosis), sedangkan emboli tidak
disebabkan oleh patologi pembuluh darah lokal melainkan aorta, karotis, vertebralis, dan material
emboli lain seperti udara, lemak, benda asing yang memasuki sirkulasi sistemik (Setiati dkk., 2014,
p. 1557). Kondisi tersebut dapat mengakibatkan berkurangnya aliran darah serebral (Chang, Daly
& Elliott, 2009, p. 287). Kondisi yang menyebabkan perubahan pada vaskularisasi darah pada
serebral dapat menyebabkan keadaan hipoksia (Batticaca, 2012, p. 56). Kekurangan oksigen dalam
satu menit dapat menunjukkan gejala yang dapat pulih seperti kehilangan kesdaran, sedangan
kekurangan oksign dalam waktu yang lebih lama menyebabkan nekrosis neuron yang disebut
infark (Batticaca, 2012, p. 57). Perfusi jaringan serebral tidak efektif dapat menyebabkan fungsi
otak yang mempersyarafi 12 syaraf kranial mengalami penurunan ataupun terganggu, maka
muncul masalah keperawaatan ketidakefektifan perfusi jaringan serebral, defisit nutrisi, gangguan
mobilitas fisik, gangguan persepsi sensori, dan gangguan komunikasi verbal (Nurarif & Kusuma,
2015, p. 157).

Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Serebral


Suplai darah & O2 ke otak menurun
Proses metabolism otak terganggu
Anoreksia
Disfagia
Refluk
Fungsi motorik & muskuluskeletal menurun
Disfungsi N. XI
Defisit Nutrisi
Faktor resiko stroke
Arteri vertebra basilaris
Arteri carotis interna
Penurunan aliran darah ke retina
Disfungsi N. II
Emboli
Arteri cerebri media
Trombus
Perubhn ketajaman sensori penglihatan, penciuman, pengecap
Kerusakan N. I, II, IV, XII
Gangguan Persepsi Sensori
Kebutaan
Kemampuan retina menangkap objek/ bayangan menurun
Kerusakan articular, tdk dpt bicara(distatria)
Kelemahan kontrol otot fasial & oral
Kerusakan N. VII, IX
Penurunan N. X, IX
Ketidakammpuan mencium, melihat, mengecap
Proses menelan tidak efektif
Gangguan Komunikasi Verbal
iskemia
Kelemahan pd 1 atau 4 anggota gerak
Gangguan Mobilitas Fisik
Hemiparase/ hemiplegi kanan & kiri

Gambar 2.1 Pathway Stoke Non Hemoragik Berdasarkan Nurarif & Kusuma (2015), Setiati
dkk., (2014) dan Batticaca (2012)

2.1.6 Komplikasi

1. Defisit sensoripersepsi

Stroke dapat melibatkan perubahan patologis pada jaras neurologis yang mengganggu kemampuan
untuk menghadirkan data sensori. Pasien dapat mengalami defisit dalam penglihatan,
pendengaran, keseimbangan, rasa, dan indra penciuman. Kemampuan menerima getaran, nyeri,
kehangatan, dingin dan tekanan juga dapat terganggu. Hal tersebut dapat meningkatkan resiko
cedera (LeMone dkk., 2016, p. 1802).
2. Defisit neurologis

Kelainan fungsional tubuh karena penurunan fungsi otak ini tandanya tidak selalu disebabkan oleh
kurangnya aliran darah otak. Tetapi tanda tersebut bisa karena hemiparase seluruh tubuh, sensasi
kepala terasa ringan, penurunan tingkat kesadaran, bingung serta tinitus (Setiati dkk., 2014, p.
1559).

3. Gangguan eliminasi

Gangguan eliminasi kandung kemih dan usus lazim terjadi stroke dapat menyebabkan kehilangan
sebagian sensasi yang memicu eliminasi kandung kemih, menyebabkan sering berkemih, urgensi
berkemih, atau inkontinensia. Pengendalian kandung kemih bisa berubah karena adanya dari
gangguan kognitif. Perubahan eliminsai usus lazim terjadi, akibat dari perubahan LOC, imobilitas,
dan dehidrasi. (LeMone dkk., 2016, p. 1804).

2.3 Konsep Asuhan Keperawatan

2.3.1 Pengkajian

1. Identitas

Stroke non hemoragik ditemukan pada semua golongan usia dan terbanyak pada jenis kelamin pria
dibandingkan pada wanita (Bustan, 2015, p. 98).

2. Status Kesehatan Saat Ini


3. Keluhan Utama
o Saat Masuk Rumah Sakit: biasanya pasien stroke non hemoragik datang ke rumah
sakit dengan keluhan sakit kepala hebat (Masriadi, 2016, p. 118).
o Saat Pengkajian: pasein mengalami lumpuh bagian wajah ataupun hemiparesis
(Batticaca, 2012, p. 60).
4. Riwayat Penyakit Sekarang

Stroke non hemoragik terjadi saat pasien tidak beraktivitas atau saat sedang santai dan tidur. Sering
beberapa waktu sebelumnya merasa pegal, agak lemah atau keram linu pada separuh tubuh
(Masriadi, 2016, p. 117).

1. Riwayat Kesehatan Dahulu

 Riwayat Penyakit Sebelumnya

Adanya riwayat hipertensi, diabetes mellitus, riwayat stroke sebelumnya, obesitas (Bustan, 2015,
p. 102).

 Riwayat Penyakit Keluarga

Adanya penyakit keturunan diantaranya hipertensi, riwayat stroke pada keluarga, penyakit jantung,
dan juga diabetes (Kowalak, 2011, p. 334).

 Kebiasaan

Pada pasien stroke non hemoragik biasanya terjadi pada klien yang gaya hidup kurang aktivitas
fisik atau kurang gerak, memiliki kebiasaan merokok, minum-minuman keras, konsumsi alkohol
(Kowalak, 2011, p. 334).

 Obat-obatan

Pada pasien stroke non hemoragik biasanya mengkonsumsi obat-obatan seperti kokain dan
amfetamin yang dapat mempersempit pembuluh darah di otak (Sutanto, 2010, p. 41).

 Riwayat Lingkungan

Stroke non hemoragik diyakini terjadi karena peningkatan prevalensi hipertensi (Kowalak, 2011,
p. 334)
1. Pemeriksaan Fisik

 Keadaan Umum
1. Kesadaran

Terjadi gangguan tingkat kesadaran sampai ke koma (Masriadi, 2016, p. 120).

1. Tanda- Tanda Vital

Nadi mungkin cepat dan halus, pernapasan jarang terjadi gangguan pada kasus proses hemisfer
(Batticaca, 2012, p. 59).

 Pemeriksaan Body System

1. Sistem pernafasan

Pernapasan pasien pada stroke non hemoragik jarang terjadi gangguan (Batticaca, 2012, p. 59).

1. Sistem kardiovaskuler

Tekanan darah bervariasi, lebih sering kardiosklerosis (Batticaca, 2012, p. 59).

1. Sistem persarafan

 Saraf I : biasanya pada klien masih dapat mencium aroma kopi dan vanilla atau aroma lain
yang tidak menyengat. (Haswita & Sulistyowati, 2017, p. 284).
 Saraf II : terjadi gangguan visual di sisi yang di serang, bila arteri crotid yang bermasalah
(Masriadi, 2016, p. 120).
 Saraf III: Adanya reaksi pupil tidak sama, (Batticaca, 2012, p. 61).
 Saraf IV: pasien dapat menggerakkan bola mata ke atas dan ke bawah (Haswita &
Sulistyowati, 2017, p. 284).
 Saraf V : mati rasa di sekitar bibir dan mulut bila arteri yang diserang vertebrobasilar
(Masriadi, 2016, p. 120). Pasien mampu mengatupkan gigi saat mempalpasi otot-otot
rahang (Haswita & Sulistyowati, 2017, p. 284).
 Saraf VI: pasien dapat melihat ke samping kanan dan kiri (Haswita & Sulistyowati, 2017,
p. 284).
 Saraf VII : hemiplegia kontralateral wajah (LeMone dkk., 2016, p. 1802).
 Saraf VIII : klien dapat mengulangi kata atau kalimat yang dibicarakan sebelumnya
(Haswita & Sulistyowati, 2017, p. 285).
 Saraf IX: gangguan menelan atau bila minum sering tersedak (Masriadi, 2016, p. 119).
 Saraf X: pasien mengalami disartria (bicara pelo atau cadel) (Masriadi, 2016, p. 119).
 Saraf XI : hemiplegia kontralateral pada lengan (LeMone dkk., 2016, p. 1802).
 Saraf XII : mulut dan lidah mencong bila diluruskan (Masriadi, 2016, p. 119).

1. Sistem penginderaan

Tidak terjadi gangguan pada penglihatan. Pasien tidak mengalami penurunan ketajaman
penglihatan (LeMone dkk., 2016, p. 1802).

1. Sistem pencernaan

Terjadi inkontinensia alvi (Mubarak dkk., 2015, p. 5).

1. Sistem perkemihan

Terjadi inkontinensia urin (LeMone, Burke & Bauldoff, 2016, p. 1802).

1. Sistem reproduksi

Pada pasien stroke mengalami hemiparesis sehingga tidak dapat mengalami gangguan pada sistem
reproduksi (Kowalak, 2011, p. 336).

1. Sistem muskuluskeletal

Terjadi hemiparese/hemiplegia, hemiparestesia, gangguan gerakan tangkas atau gerakan tidak


terkoordinasi, kelumpuhan pada sisi badan (Masriadi, 2016, p. 119).

1. Sistem integument
Terdapat defisit sensoris yang menyebabkan lesi pada ekstremitas sehingga menyebabkan resiko
kerusakan integritas kulit (Masriadi, 2016, p. 123).

1. Sistem endokrin

Stroke adalah gangguan dalam sirkulasi intraserebral yang berkaitan vaskuler insuffiency,
thrombosis, emboli, atau perdarahan, sehingga pada sistem endokrin tidak ada kelainan kecuali
terdapat penyakit penyerta. (Widagdo dkk., 2008, p. 87).

1. Sistem imunologi

Bila terjadi gangguan imunologi, psien mengalami mual dan muntah (Setiati dkk., 2014, p. 1560)

1. Pemeriksaan Penunjang

 CT scan menggambarkan adanya hipodens, hilangnya visualisasi pita insular, hilangnya


garis tekanan nucleus lentiformis, penyempitan sulkus korteks (Setiati dkk., 2014, p. 1560).

1. Penatalaksanaan Stroke Non Hemoragik

 Hindari pemberian cairan intravena yang berisi glukosa atau cairan hipotonik (Masriadi,
2016, p. 129).
 Terapi obat digunakan untuk mencegah terjadinya penggumpalan trombosit dan
terbentuknya trombus atau pembekuan darah yang dapat menyumbat lumen pembuluh
darah seperti asam asetil salisilat dengan dosis 2x 80-200 mg per hari dalam 48 jam,
tiklopidin dengan dosis 2x 250 mg sehari dalam 1-2 tahun, clopidogrel dengan dosis 75 mg
1x sehari (Masriadi, 2016, p. 128).
 Sebelum pemberian nutrisi, periksa reflek muntah sebelum menawarkan makanan
semipadat dengan porsi kecil tetapi sering. Letakkan baki makanan di tempat yang mudah
terlihat oleh pasien bila pasien mengalami gangguan penglihatan. Bila pasien masih
mampu makan melalui oral, tidak perlu dilakukan pemasangan selang nasogastric (NGT)
(Kowalak, 2011, p. 339).
2.3.2 Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Serebral


2. Definisi : penurunan oksigen yang mengakibatkan kegagalan pengiriman nutrisi ke
jaringan pada tingkat kapiler
3. Batasan Karakteristik

 Perubahan status mental


 Perubahan reaksi pupil
 Kelemahan atau paralisis ekstremitas
 Ketidaknormalan dalam berbicara

1. Faktor yang Berhubungan

 Penurunan konsentrasi hemoglobin dalam darah

(Wilkinson & Ahern, 2011, p. 806)

2. Defisit Nutrisi
3. Definisi : asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme.
4. Penyebab

 Ketidakmampuan menelan makanan


 Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien
 Peningkatan kebutuhan metabolisme
 Faktor psiologis (mis, stress, keengganan untuk makan)

1. Gejala dan Tanda Mayor

 Subjektif (tidak tersedia)


 Objektif : berat badan menururn minimal 10% di bawah rentang ideal

1. Gejala dan Tanda Minor

 Subjektif : Nafsu makan menurun


 Objektif: Bising usus hiperaktif, otot pengunyah lemah, otot menelan lemah, membran
mukosa pucat, serum albumin turun

1. Kondisi klinis terkait

 Stroke

(PPNI, 2017, p. 56)

3. Gangguan Mobilitas Fisik


4. Definisi : keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstermitas secara mandiri.
5. Penyebab

 Penurunan kekuatan otot


 Gangguan muskuluskletal
 Gangguan neuromuskular
 Gangguan sensori persepsi

1. Gejala tanda mayor

 Subjektif: Mengeluh sulit menggerakan ekstermitas


 Objektif: Kekuatan otot menurun

1. Gejala tanda minor

 Subjektif: Nyeri saat bergerak


 Objektif: Sendi kaku, gerakan terbatas

1. Kondisi klinis terkait

 Stroke

(PPNI, 2017, p. 124)


4. Gangguan Persepsi Sensori
5. Definisi: perubahan persepsi terhadap stimulus baik internal maupun eksternal yang
disertai dengan respon yang berkurang, berlebuhan atau terdistorsi.
6. Penyebab

 Gangguan penglihatan
 Gangguan pendengaran
 Gangguan penciuman
 Gangguan perabaan
 Hipoksia serebral

1. Gejala dan tanda mayor

 Subjektif: mendengar suara bisikan atau melihat bayangan, merasakan sesuatu melalui
indera perabaan, penciuman, pengecapan.
 Objektif: distorsi sensori, respon tidak sesuai, bersikap seolah melihat, mendengar,
mengecap, meraba, mencium sesuatu.

1. Gejala tanda minor

 Subjektif: menyatakan kesal


 Objektif: menyendiri, melamun, konsentrasi buruk, disorientasi waktu, tempat, orang atau
situasi, curiga, melihat ke satu arah, mondar-mandir, bicara sendiri.

1. Kondisi klinis terkait

 Trauma pada saraf kranialis II, III, IV, akibat stroke, aneurisma intrakranial, trauma otak.

(PPNI, 2017, p. 190).

5. Gangguan Komunikasi Verbal


6. Definisi: penurunan, perlambatan, atau ketiadaan kemampuan untuk menerima,
memproses, mengirim, dan/ atau menggunakan sistem simbol.
7. Penyebab
 Penurunan sirkulasi serebral
 Gangguan neuromuskuler

1. Gejala tanda mayor

 Subjektif: tidak tersedia


 Objektif: tidak mampu berbicara atau mendengar, menunjukkan respon tidak sesuai

1. Gejala tanda minor

 Subjektif: tidak tersedia


 Objektif: afasia, disartria, pelo, sulit memahami komunikasi

1. Kondisi klinis terkait

 Stroke
 Hipoksia kronis (PPNI, 2017, p. 264).

2.3.3 Intervensi Keperawatan

1. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Serebral


2. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 6×24 jam diharapkan perfusi jaringan
serebral efektif yang dibuktikan oleh berkomunikasi dengan jelas, menunjukkan
konsentrasi dan orientasi kognitif
3. Kriteria Hasil :

 Menunjukkan fungsi sensorimotor kranial yang utuh


 Mempunyai pupil yang sama besar dan reaktif
 Tidak mengalami sakit kepala

1. Aktivitas Keperawatan
o 1) Pengkajian
1. Pantau tanda vital: suhu tubuh, tekanan darah, nadi dan pernapasan
2. Ukuran, bentuk, kesimetrisan, dan reaktivitas pupil
3. Kaji Sakit kepala, tingkat kesadaran orientasi, kekuatan otot
o 2) Aktifitas kolaboratif
1. Berikan obat-obatan untuk meningkatkan volume intra vascular sesuai
program
2. Tinggikan bagian kepala tempat tidur 0-45 derajat, tergantung pada kondisi
pasien dan tergantung perubahan dokter.

 3) Aktifitas lain
1. Minimalkan stimulus lingkungan

(Wilkinson & Ahern, 2011, p. 816)

2. Defisit Nutrisi
3. Tujuan: Setelah dialakuakn tindakan keperawatan selama 3×24 jam diharapkan asupan
nutrisi pasien untuk memenuhi kebutuhan metabolic tercukupi yang dibuktikan dengan BB
normal atau ideal.
4. Kriteria Hasil:

 Mempertahankan berat badan ____kg atau bertambah ____kg pada ____


 Menjelaskan komponen diet bergizi adekuat
 Menoleransi diet yang dianjurkan
 Mempertahankan massa tubuh dan berat badan dalam batas normal
 Memiliki nilai laboratorium (misalnya, transferin, albumin, dan elektrolit dalam batas
normal)
 Melaporkan tingkat energi yang adekuat

1. Aktivitas Keperawatan

 Pengkajian

1. Ketahui makanan kesukaan oasien


2. Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebuuhan nutrisi
3. Pantau kandunaga nutrisi dan kalori pada catatan asupan
4. Timbang pasien pada interval yang tepat

 Penyuluhan untuk pasien/ keluarga

1. Ajarkan metode untuk perencanaan makan


2. Ajarkan pasien/ keluarga tentang makana yang bergizi dan tidak mahal
3. NIC; berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi bagaimana memenuhinya

 Aktivitas kolaboratif

1. Diskusikan dengan ahli gizi dalam menentukan kebutuhan protein pasien yang mengalami
ketidak adekuatan asupan protein atau kehilangan protein (mis, pasien anoreksia nervosa
atau penyakit glomerular/ dialisis paritonal)
2. Dikusikan dengan dokter kebutuhan stimulasi nafsu makan, makanan pelengkap,
pemberian makana melalui selang, atau nutrisi parenteral total agar asupan kalori yang
adekuat dapat dipertahankan
3. Rujuk ke program gizi di komuitas yang tepat, jika pasien tidak membeli atau menyiapkan
makanan yang adekuat. (Wilkinson, 2016, p. 282).

 Aktifitas lain

1. Buat perencanaan makan dengan pasien yang masuk dalam jadwal makan, lingkungan
makan, kesukaan pasien, serta suhu makanan.
2. Dukung anggota keluarga untuk membawa makan kesukaan pasien dari rumah
3. Bantu pasien menulis tujuan minggguan yang realistis utnuk latihan fisik dan asupan
makanan
4. Anjurkan pasien untuk menampilkan tujuan makan dan latihan fisik di lokasi yang terlihat
jelas dan kaji ulang setiap hari
5. Tawarkan makan porsi besar disiang hari ketika nafsu makan tinggi
6. Ciptakan lingkungan yang menyenangkan untuk makan
7. Hindari prosedur infasif sebelum makan
8. Suapi pasien, jika perlu
9. Gangguan Mobilitas Fisik
10. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam diharapkan pasien
mampu melakukan pergerakan fisik mandiri dan terarah yang dibuktikan dengan skala
fungsional tingkat kemandirian 0.
11. Kreteria Hasil:

 Meminta bantuan untuk aktifitas mobiliasi


 Melakukan aktifitas sehari-hari secara mandiri
 Menyangga berat badan

1. Aktifitas keperawatan

 Aktivitas Keperawatan Tingkat 1


1. Ajarkan dan bantu pasien dalam proses berpindah (mis., dari tempat tidur ke kursi)
2. Berikan penguatan positif selama aktifitas
 Aktivitas Keperawatan Tingkat 2
1. Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif atau pasif untuk
mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot
 Aktivitas Keperawatan Tingkat 3 dan 4

1. Ubah posisi pasien yang imobilisasi minimal setiap 2 jam


2. Gunakan ahli terapi fisik dan okupasi sebagai sumber dalam perencanaan aktivitas
perawatan pasien

(Wilkinson, 2016, p. 267)

4. Gangguan Persepsi Sensori


5. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan respon
pasien meningkat terhadap stimulus yang diberikan yang dibuktikan dengan pasien
merasakan stimulasi pada kulit, rasa, bau, dan gambaran visual dengan benar.
6. Kriteria Hasil:

 Mencapai ekmbali atau mempertahankan tingkat kognisi yang umum


 Mengenali dan memperbaiki gangguan/ kerusakan sensorik
 Bebas dari cedera
 Mengungkapkan kesadaran terhadap kebutuhan sensorik dan adanya kelebihan beban dan/
atau deprivasi sensorik

1. Aktivitas Keperawatan

 Pengkajian

1. Kaji kemampuan berbicara, mendengar, berespon terhadap perintah yang sederhana untuk
mendapatkan gambaran status mental dan kognitif serta kemampuan menginterprestasikan
stimulus.
2. Observasi respon perilaku misalnya disorientasi yang mungkin terjadi karena adanya
infeksi otak atau neurologis.
3. Evaluasi kesadaran sensori misalnya panas, dingin, ketajaman bau bau, rasa, penglihatan.

 Penyuluhan pada pasien/ keluarga

1. Beri penjelasan dan rencana perawatan pada klien atau keluarga untuk meningkatkan
komitmen dan mengoptimalkan hasil
2. Tunjukkan cara dan perawatan alat prostetik sensorik misalnya alat bantu melihat atau
mendengar

 Aktivitas kolaboratif

1. Diskusikan kebutuhan evaluasi program obat yang teratur, catat kemungkinan efek
samping toksik atau interaksi program dan obat bebas (Doenges dkk., 2014, p. 791).

 Aktivitas lain

1. Tinjau tindakan keamanan di rumah yang berhubungan dengan defisit


2. Bantu klien atau keluarga untuk mempelajari cara koping yang efektif dan menangani
gangguan sensori
3. Gangguan Komunikasi Verbal
4. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam diharapkan pasien
mengalami peningkatan dalam menerima, memproses, menghantarkan dan menggunakan
sistem symbol yang dibuktikan dengan dapat dan tidak menolak untuk berbicara.
5. Kriteria Hasil:

 Mengomunikasikan kebutuhan kepada staf dan keluarga dengan frustasi minimal


 Mengomunikasikan kepuasan dengan cara komunikasi alternatif

1. Aktivitas Keperawatan

 Pengkajian

1. Kaji kemapuan untuk berbicara, men-dengar, dan memahami


2. Observasi respon terhadap sentuhan

 Penyuluhan pada pasien/ keluarga

1. Jelaskan pada pasien mengapa ia tidak dapat berbicara

 Aktivitas kolaboratif

1. Konsultasikan dengan dokter tentang kebutuhan terapi wicara


2. Beri penguatan terhadap kebutuhan tindak lanjut dengan ahli patologi wicara setelah
pulang dari rumah sakit

 Aktivitas lain

1. Bimbing komunikasi satu arah dengan tepat


2. Bicara perlahan, jelas, dan tenang menghadap ke arah pasien

(Wilkinson, 2016, p. 85).


2.3.4 Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah tahap pelaksanaan terhadap rencana tindakan keperawatan yang telah
ditetapkan untuk perawat bersama pasien. Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana
setelah dilakukan validasi, disamping itu juga dibutuhkan keterampilan interpersonal, intelektual,
teknik yang dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat dengan selalu
memperhatikan keamanan fisik dan psikologis. Setelah selesai implementasi, dilakukan
dokumentasi yang meliputi intervensi yang sudah dilakukan dan bagaimana respon pasien
(Bararah & Jauhar, 2013, p. 51).

2.3.5 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi ini adalah
membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi keperawatan dengan tujuan yang
diharapkan dalam perencanaan. Perawat mempunyai 3 alternatif dalam menentukan sejauh mana
tujuan tercapai:

1. Berhasil: perilaku pasien sesuai pertanyaan tujuan dalam waktu tanggal yang ditetapkan di
tujuan.
2. Tercapai sebagian: pasien menunjukkan perilaku tetapi tidak sebaik yang ditentukan dalam
pernyataan tujuan.
3. Belum tercapai: pasien tidak ammpu sama sekali menunjukkan perilaku yang diharapkan
sesuai dengan pernyataan tujuan (Bararah & Jauhar, 2013, p. 51).

Anda mungkin juga menyukai