Konsep Penyakit Stroke Non Hemoragik
Konsep Penyakit Stroke Non Hemoragik
2.1.1 Definisi
Stroke non hemoragik adalah gangguan disfungsi otak baik sinistra atau dekstra dengan sifat
antara lain permulaan cepat dan akut atau subakut, terjadi kurang lebih dua minggu, serta CT scan
terdapat bayangan infark setelah tiga hari (Mubarak dkk., 2015, p. 5).
Stroke infark merupakan vaskularisasi otak yang terhenti sebab adanya penumpukan lemak pada
dinding pembuluh darah sehingga aliran darah ke otak tersumbat (Sutanto, 2010, p. 42).
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan stroke non hemoragik merupakan terhentinya aliran
darah ke otak baik kanan maupun kiri karena penyumbatan oleh bekuan darah ataupun
aterosklerosis yang terjadi kurang lebih dua minggu.
2.1.2 Etiologi
1. Trombus
Trombosis merujuk pada penurunan atau oklusi aliran darah akibat proses oklusi lokal
pada pembuluh darah. Oklusi aliran darah terjadi karena perubahan karakteristik pembuluh darah
dan pembentukan bekuan. Patologi vaskuler tersering penyebab trombosis adalah aterosklerosis,
dimana terjadi deposisi material lipid, pertumbuhan jaringan fibrosa, dan adesi trombosit yang
mempersempit lumen pembuluh darah (Setiati dkk., 2014, p. 1557).
2. Emboli
Berbeda dengan trombosis, blockade emboli tidak disebabkan oleh patologi pembuluh darah
lokal. Material emboli biasanya terbentuk dari jantung, arteri besar (aorta, karotis, vertebralis) atau
vena (Setiati dkk., 2014, p. 1558). Patologi penyebab emboli adalah Endokarditis bakteri dan
endokarditis non bakteri yang menyebabkan bekuan pada endokardium (Widagdo dkk., 2008, p.
88).
2.1.3 Klasifikasi
Adalah kejadian serangan sesaat dari suatu malfungsi karena gangguan peredaran darah selama 2-
15 menit sampai 24 jam. Stroke jenis ini tidak akan meninggalkan sisa gejala sehingga pasien
seperti tidak pernah mengalami stroke sebelumnya, tepi stroke jenis ini adalah peringatan akan
serangan stroke selanjutnya sehingga tidak boleh diabaikan begitu saja (Masriadi, 2016, p. 121).
Gangguan neurologis yang akan hilang secara sempurna dalam waktu 1 minggu dan maksimal 3
minggu (Sutanto, 2010, p. 42).
3. Complete Stroke
4. Stroke Involusi
Jenis stroke ini terjadi mulai dari stroke ringan yang kemudian sedikit demi sedikit bisa memburuk
yang dimana dalam prosesnya berjalan mulai dari beberapa jam sampai hari (Hariyanto &
Sulistyowati, 2015, p. 47).
Gejala yang timbul dari stroke non hemoragik tergantung dari serangan pada otak hemisfer kanan
atau kiri. Bila terjadi serangan pada otak hemisfer kanan, maka pasien akan mengalami
kelumpuhan sebelah kiri tubuh dan penurunan terhadap objek menurun. Sebaliknya, bila terjadi
serangan pada otak hemisfer kiri maka terjadi kelumpuhan sebelah kanan tubuh, perilaku lambat
dan sangat hati-hati, gangguan penglihatan pada mata sebelah kanan, kesulitan menelan, sulit
bicara, mudah tersinggung dan mudah frustasi (Hariyanto & Sulistyowati, 2015, p. 51).
2.1.5 Patofisiologi
Obesitas, kolesterol, penyakit jantung dan perokok merupakan faktor resiko yang dapat
menyebabkan stroke non hemoragik (Batticaca, 2012, p. 58) yang dimana dapat menyebabkan
trombosis dan emboli (Setiati dkk., 2014, p. 1557). Trombosis lebih sering terjadi pada
penyumbatan aliran darah karena adanya perubahan bentuk dinding pembuluh darah yaitu
pembekuan dinding pembuluh darah karena lemak (aterosklerosis), sedangkan emboli tidak
disebabkan oleh patologi pembuluh darah lokal melainkan aorta, karotis, vertebralis, dan material
emboli lain seperti udara, lemak, benda asing yang memasuki sirkulasi sistemik (Setiati dkk., 2014,
p. 1557). Kondisi tersebut dapat mengakibatkan berkurangnya aliran darah serebral (Chang, Daly
& Elliott, 2009, p. 287). Kondisi yang menyebabkan perubahan pada vaskularisasi darah pada
serebral dapat menyebabkan keadaan hipoksia (Batticaca, 2012, p. 56). Kekurangan oksigen dalam
satu menit dapat menunjukkan gejala yang dapat pulih seperti kehilangan kesdaran, sedangan
kekurangan oksign dalam waktu yang lebih lama menyebabkan nekrosis neuron yang disebut
infark (Batticaca, 2012, p. 57). Perfusi jaringan serebral tidak efektif dapat menyebabkan fungsi
otak yang mempersyarafi 12 syaraf kranial mengalami penurunan ataupun terganggu, maka
muncul masalah keperawaatan ketidakefektifan perfusi jaringan serebral, defisit nutrisi, gangguan
mobilitas fisik, gangguan persepsi sensori, dan gangguan komunikasi verbal (Nurarif & Kusuma,
2015, p. 157).
Gambar 2.1 Pathway Stoke Non Hemoragik Berdasarkan Nurarif & Kusuma (2015), Setiati
dkk., (2014) dan Batticaca (2012)
2.1.6 Komplikasi
1. Defisit sensoripersepsi
Stroke dapat melibatkan perubahan patologis pada jaras neurologis yang mengganggu kemampuan
untuk menghadirkan data sensori. Pasien dapat mengalami defisit dalam penglihatan,
pendengaran, keseimbangan, rasa, dan indra penciuman. Kemampuan menerima getaran, nyeri,
kehangatan, dingin dan tekanan juga dapat terganggu. Hal tersebut dapat meningkatkan resiko
cedera (LeMone dkk., 2016, p. 1802).
2. Defisit neurologis
Kelainan fungsional tubuh karena penurunan fungsi otak ini tandanya tidak selalu disebabkan oleh
kurangnya aliran darah otak. Tetapi tanda tersebut bisa karena hemiparase seluruh tubuh, sensasi
kepala terasa ringan, penurunan tingkat kesadaran, bingung serta tinitus (Setiati dkk., 2014, p.
1559).
3. Gangguan eliminasi
Gangguan eliminasi kandung kemih dan usus lazim terjadi stroke dapat menyebabkan kehilangan
sebagian sensasi yang memicu eliminasi kandung kemih, menyebabkan sering berkemih, urgensi
berkemih, atau inkontinensia. Pengendalian kandung kemih bisa berubah karena adanya dari
gangguan kognitif. Perubahan eliminsai usus lazim terjadi, akibat dari perubahan LOC, imobilitas,
dan dehidrasi. (LeMone dkk., 2016, p. 1804).
2.3.1 Pengkajian
1. Identitas
Stroke non hemoragik ditemukan pada semua golongan usia dan terbanyak pada jenis kelamin pria
dibandingkan pada wanita (Bustan, 2015, p. 98).
Stroke non hemoragik terjadi saat pasien tidak beraktivitas atau saat sedang santai dan tidur. Sering
beberapa waktu sebelumnya merasa pegal, agak lemah atau keram linu pada separuh tubuh
(Masriadi, 2016, p. 117).
Adanya riwayat hipertensi, diabetes mellitus, riwayat stroke sebelumnya, obesitas (Bustan, 2015,
p. 102).
Adanya penyakit keturunan diantaranya hipertensi, riwayat stroke pada keluarga, penyakit jantung,
dan juga diabetes (Kowalak, 2011, p. 334).
Kebiasaan
Pada pasien stroke non hemoragik biasanya terjadi pada klien yang gaya hidup kurang aktivitas
fisik atau kurang gerak, memiliki kebiasaan merokok, minum-minuman keras, konsumsi alkohol
(Kowalak, 2011, p. 334).
Obat-obatan
Pada pasien stroke non hemoragik biasanya mengkonsumsi obat-obatan seperti kokain dan
amfetamin yang dapat mempersempit pembuluh darah di otak (Sutanto, 2010, p. 41).
Riwayat Lingkungan
Stroke non hemoragik diyakini terjadi karena peningkatan prevalensi hipertensi (Kowalak, 2011,
p. 334)
1. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
1. Kesadaran
Nadi mungkin cepat dan halus, pernapasan jarang terjadi gangguan pada kasus proses hemisfer
(Batticaca, 2012, p. 59).
1. Sistem pernafasan
Pernapasan pasien pada stroke non hemoragik jarang terjadi gangguan (Batticaca, 2012, p. 59).
1. Sistem kardiovaskuler
1. Sistem persarafan
Saraf I : biasanya pada klien masih dapat mencium aroma kopi dan vanilla atau aroma lain
yang tidak menyengat. (Haswita & Sulistyowati, 2017, p. 284).
Saraf II : terjadi gangguan visual di sisi yang di serang, bila arteri crotid yang bermasalah
(Masriadi, 2016, p. 120).
Saraf III: Adanya reaksi pupil tidak sama, (Batticaca, 2012, p. 61).
Saraf IV: pasien dapat menggerakkan bola mata ke atas dan ke bawah (Haswita &
Sulistyowati, 2017, p. 284).
Saraf V : mati rasa di sekitar bibir dan mulut bila arteri yang diserang vertebrobasilar
(Masriadi, 2016, p. 120). Pasien mampu mengatupkan gigi saat mempalpasi otot-otot
rahang (Haswita & Sulistyowati, 2017, p. 284).
Saraf VI: pasien dapat melihat ke samping kanan dan kiri (Haswita & Sulistyowati, 2017,
p. 284).
Saraf VII : hemiplegia kontralateral wajah (LeMone dkk., 2016, p. 1802).
Saraf VIII : klien dapat mengulangi kata atau kalimat yang dibicarakan sebelumnya
(Haswita & Sulistyowati, 2017, p. 285).
Saraf IX: gangguan menelan atau bila minum sering tersedak (Masriadi, 2016, p. 119).
Saraf X: pasien mengalami disartria (bicara pelo atau cadel) (Masriadi, 2016, p. 119).
Saraf XI : hemiplegia kontralateral pada lengan (LeMone dkk., 2016, p. 1802).
Saraf XII : mulut dan lidah mencong bila diluruskan (Masriadi, 2016, p. 119).
1. Sistem penginderaan
Tidak terjadi gangguan pada penglihatan. Pasien tidak mengalami penurunan ketajaman
penglihatan (LeMone dkk., 2016, p. 1802).
1. Sistem pencernaan
1. Sistem perkemihan
1. Sistem reproduksi
Pada pasien stroke mengalami hemiparesis sehingga tidak dapat mengalami gangguan pada sistem
reproduksi (Kowalak, 2011, p. 336).
1. Sistem muskuluskeletal
1. Sistem integument
Terdapat defisit sensoris yang menyebabkan lesi pada ekstremitas sehingga menyebabkan resiko
kerusakan integritas kulit (Masriadi, 2016, p. 123).
1. Sistem endokrin
Stroke adalah gangguan dalam sirkulasi intraserebral yang berkaitan vaskuler insuffiency,
thrombosis, emboli, atau perdarahan, sehingga pada sistem endokrin tidak ada kelainan kecuali
terdapat penyakit penyerta. (Widagdo dkk., 2008, p. 87).
1. Sistem imunologi
Bila terjadi gangguan imunologi, psien mengalami mual dan muntah (Setiati dkk., 2014, p. 1560)
1. Pemeriksaan Penunjang
Hindari pemberian cairan intravena yang berisi glukosa atau cairan hipotonik (Masriadi,
2016, p. 129).
Terapi obat digunakan untuk mencegah terjadinya penggumpalan trombosit dan
terbentuknya trombus atau pembekuan darah yang dapat menyumbat lumen pembuluh
darah seperti asam asetil salisilat dengan dosis 2x 80-200 mg per hari dalam 48 jam,
tiklopidin dengan dosis 2x 250 mg sehari dalam 1-2 tahun, clopidogrel dengan dosis 75 mg
1x sehari (Masriadi, 2016, p. 128).
Sebelum pemberian nutrisi, periksa reflek muntah sebelum menawarkan makanan
semipadat dengan porsi kecil tetapi sering. Letakkan baki makanan di tempat yang mudah
terlihat oleh pasien bila pasien mengalami gangguan penglihatan. Bila pasien masih
mampu makan melalui oral, tidak perlu dilakukan pemasangan selang nasogastric (NGT)
(Kowalak, 2011, p. 339).
2.3.2 Diagnosa Keperawatan
2. Defisit Nutrisi
3. Definisi : asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme.
4. Penyebab
Stroke
Stroke
Gangguan penglihatan
Gangguan pendengaran
Gangguan penciuman
Gangguan perabaan
Hipoksia serebral
Subjektif: mendengar suara bisikan atau melihat bayangan, merasakan sesuatu melalui
indera perabaan, penciuman, pengecapan.
Objektif: distorsi sensori, respon tidak sesuai, bersikap seolah melihat, mendengar,
mengecap, meraba, mencium sesuatu.
Trauma pada saraf kranialis II, III, IV, akibat stroke, aneurisma intrakranial, trauma otak.
Stroke
Hipoksia kronis (PPNI, 2017, p. 264).
1. Aktivitas Keperawatan
o 1) Pengkajian
1. Pantau tanda vital: suhu tubuh, tekanan darah, nadi dan pernapasan
2. Ukuran, bentuk, kesimetrisan, dan reaktivitas pupil
3. Kaji Sakit kepala, tingkat kesadaran orientasi, kekuatan otot
o 2) Aktifitas kolaboratif
1. Berikan obat-obatan untuk meningkatkan volume intra vascular sesuai
program
2. Tinggikan bagian kepala tempat tidur 0-45 derajat, tergantung pada kondisi
pasien dan tergantung perubahan dokter.
3) Aktifitas lain
1. Minimalkan stimulus lingkungan
2. Defisit Nutrisi
3. Tujuan: Setelah dialakuakn tindakan keperawatan selama 3×24 jam diharapkan asupan
nutrisi pasien untuk memenuhi kebutuhan metabolic tercukupi yang dibuktikan dengan BB
normal atau ideal.
4. Kriteria Hasil:
1. Aktivitas Keperawatan
Pengkajian
Aktivitas kolaboratif
1. Diskusikan dengan ahli gizi dalam menentukan kebutuhan protein pasien yang mengalami
ketidak adekuatan asupan protein atau kehilangan protein (mis, pasien anoreksia nervosa
atau penyakit glomerular/ dialisis paritonal)
2. Dikusikan dengan dokter kebutuhan stimulasi nafsu makan, makanan pelengkap,
pemberian makana melalui selang, atau nutrisi parenteral total agar asupan kalori yang
adekuat dapat dipertahankan
3. Rujuk ke program gizi di komuitas yang tepat, jika pasien tidak membeli atau menyiapkan
makanan yang adekuat. (Wilkinson, 2016, p. 282).
Aktifitas lain
1. Buat perencanaan makan dengan pasien yang masuk dalam jadwal makan, lingkungan
makan, kesukaan pasien, serta suhu makanan.
2. Dukung anggota keluarga untuk membawa makan kesukaan pasien dari rumah
3. Bantu pasien menulis tujuan minggguan yang realistis utnuk latihan fisik dan asupan
makanan
4. Anjurkan pasien untuk menampilkan tujuan makan dan latihan fisik di lokasi yang terlihat
jelas dan kaji ulang setiap hari
5. Tawarkan makan porsi besar disiang hari ketika nafsu makan tinggi
6. Ciptakan lingkungan yang menyenangkan untuk makan
7. Hindari prosedur infasif sebelum makan
8. Suapi pasien, jika perlu
9. Gangguan Mobilitas Fisik
10. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam diharapkan pasien
mampu melakukan pergerakan fisik mandiri dan terarah yang dibuktikan dengan skala
fungsional tingkat kemandirian 0.
11. Kreteria Hasil:
1. Aktifitas keperawatan
1. Aktivitas Keperawatan
Pengkajian
1. Kaji kemampuan berbicara, mendengar, berespon terhadap perintah yang sederhana untuk
mendapatkan gambaran status mental dan kognitif serta kemampuan menginterprestasikan
stimulus.
2. Observasi respon perilaku misalnya disorientasi yang mungkin terjadi karena adanya
infeksi otak atau neurologis.
3. Evaluasi kesadaran sensori misalnya panas, dingin, ketajaman bau bau, rasa, penglihatan.
1. Beri penjelasan dan rencana perawatan pada klien atau keluarga untuk meningkatkan
komitmen dan mengoptimalkan hasil
2. Tunjukkan cara dan perawatan alat prostetik sensorik misalnya alat bantu melihat atau
mendengar
Aktivitas kolaboratif
1. Diskusikan kebutuhan evaluasi program obat yang teratur, catat kemungkinan efek
samping toksik atau interaksi program dan obat bebas (Doenges dkk., 2014, p. 791).
Aktivitas lain
1. Aktivitas Keperawatan
Pengkajian
Aktivitas kolaboratif
Aktivitas lain
Implementasi adalah tahap pelaksanaan terhadap rencana tindakan keperawatan yang telah
ditetapkan untuk perawat bersama pasien. Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana
setelah dilakukan validasi, disamping itu juga dibutuhkan keterampilan interpersonal, intelektual,
teknik yang dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat dengan selalu
memperhatikan keamanan fisik dan psikologis. Setelah selesai implementasi, dilakukan
dokumentasi yang meliputi intervensi yang sudah dilakukan dan bagaimana respon pasien
(Bararah & Jauhar, 2013, p. 51).
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi ini adalah
membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi keperawatan dengan tujuan yang
diharapkan dalam perencanaan. Perawat mempunyai 3 alternatif dalam menentukan sejauh mana
tujuan tercapai:
1. Berhasil: perilaku pasien sesuai pertanyaan tujuan dalam waktu tanggal yang ditetapkan di
tujuan.
2. Tercapai sebagian: pasien menunjukkan perilaku tetapi tidak sebaik yang ditentukan dalam
pernyataan tujuan.
3. Belum tercapai: pasien tidak ammpu sama sekali menunjukkan perilaku yang diharapkan
sesuai dengan pernyataan tujuan (Bararah & Jauhar, 2013, p. 51).