Anda di halaman 1dari 4

Setiap hendak menulis sajak

sketsa wajahmu itu selalu saja merebak


udara menjadi sesak penaku henti mendadak
serangkaian kosakata di benakku pun luluh-lantak
setiap itu pula aku tak tahu harus apa selain menunda dan menyaksikan tiap imaji
yang tersisa
malihrupa jadi jelaga.

Ilham P. S.

***

Menyerah
maaf, aku harus menyerah
telah lama kucoba untuk bertahan namun aku semakin terluka

maaf, aku harus menyerah


kuat inginku untuk bertahan namun hati tak bisa lagi menerima

maaf, aku harus menyerah


luka ini sudah terlalu dalam hingga membuat hatiku pecah bergelimang darah

maaf, aku harus menyerah


menghentikan langkah menutup semua lembar kisah mimpi indah sepasang anak manusia
yang bercerita tentang cinta

maaf, aku menyerah�.

***

Doaku Untukmu
Selalu tersebut namamu,
Diantara 7 titik kerendahan diri,
Diatas lembar permadani,
Berangkat semoga sampai langit untuk kembali turun kebumi sebagai karunia.

***

Sepi
Tersebab,
Tak mungkin bisa bersama,
Maka aku selalu menuliskan syair hati,
Dimana kehidupan dunia bisa diatur sesuai mauku,
Lantas kau dan aku menjadi kita�

Hanya bisa memanggil ingatan untuk mengusir kesunyian,


Tapi ia datang tak pernah sendirian,
Selalu beserta kerinduan.

Terbayang suatu hari tangan kita terkait,


Terlelap bersama dibawah saku langit.

Sepi ini slalu menghantarkanku padamu

***

baca juga:

puisi cinta romantis yang paling manis


Ini Tentangmu
Katamu kau tak pandai berkata-kata,
namun kata-katamu mampu membuatku terbata-bata�

Bagimu kau tak terlalu suka mengungkap rasa,


namun yang kau isyaratkan membuatku tak mungkin lupa�

Menurutmu apa yang kau perbuat bukanlah apa-apa,


namun tanpa kau sadari,
bagiku kau begitu istimewa�

Demikian tentangmu,
dan sungguh! aku bukan sedang memujimu�

***

Jejak Dalam Udara


Dan lihatlah,

Sekumpulan burung-burung melintas dikotaku


Dilangit senja yang perlahan pekat
ditelan malam Beriringan

mereka terbang pergi dan berlalu


Sedang aku, Menyesap rindu dijejak-jejak yang semakin hilang

Kuingin kau mencintai aku seperti udara,


Meski kasat tapi kau hirup selamanya�

***

Rasa
Lantas, biarlah sementara begini
Tepatnya kan kubiarkan seperti ini
Mungkin hati ini perlu waktu tuk menghapusnya
Karena sesungguhnya aku telah terbiasa oleh keberadaanmu

Dan sesungguhnya ada rindu yang mulai tertata Karenamupun,


kini aku benar-benar tak sanggup mengelabui rasa

***

Isyarat Yang Entah


Pada undakan anak tangga kelima
Seorang perindu duduk menatap awan senja
Ia tabah menunggu isyarat yang entah

Tapi kau salah puan�

Jika menganggapku setabah itu


Justru karena tak sanggup menahan rindu
Aku senantiasa mencurahkannya pada aksaraku
Dan sementara di keningnya
Waktu terus melukis kerut perlahan�

***

Aku dan Hujan


Jalan itu menghitam,
basah oleh hujan.

Namun aku, muram, Kering oleh kerinduan.

Gerimis ini menghapus jejak apapun,


Namun kasihmu tak hilang dalam hitungan tahun.

***

Lebih dari hancur


Seperti pisau tajam yang menusuk hati
tak pernah bisa dilepas lagi
menusuk sampai nurani
tempat aku bingkai indah namamu

Aku hanyalah serpihan puing yang rapuh


ingin aku ceritakan kehancuran ini
tapi, kau seolah tak peduli
tak mampu kusatukan lagi kepingan hati

***

Puisi Pendek Tantang Kehidupan


puisi pendek tentang kehidupan

Televisi
Sejak tabung sinar katoda
sihir telah bersentuhan dengan dunia
sinarnya merusakmu, tentu saja
turut mengubah perilakumu

Kini kau menyentuhnya


menggesernya ke kanan dan kiri
seolah kalian berinteraksi,
padahal hanya kau yang terpedaya sinar dan sihirnya

***

Sudut Pandang
Kita lahir dari rahim yang sama
Membuka mata di saat berbeda
Aku menolongnya kau mencacinya
Tapi kau yang jeli dan aku tertipu belaka

Ini hanya masalah sudut pandang


Menganggap kaya berlebihan atau miskin keterlaluan
Mata rahim melihat itu semua seimbang
Kita semua lahir dari rahim yang sama, rahim keadilan

***

Sebutir Debu
Aku hanya sebutir debu
yang memburamkan kilau
tak pantas berada diatas suci
tak bisa menghindar
saat angin hembuskan aku untukmu,
lalu terbang
Aq hanya kecewa bagai hampa mengharap udara,
atau debu ditengah gersang mengharap hujan
hentikan angin membawaku terbang

Oleh: Florizty Anshori, 13 Februari 2014

***

Kesabaran
Gubung bambu istana baginya,
Perut yang selalu bernyanyi dalam hidupnya,
Walau pahit telan untuk manis,
Bersyukur kunci agar tak menangis,

Melangkah kaki ini hingga membentuk garis pecahan,


Duri-duri selalu menghadang raga,
Wajah menahan kesakitan,
Menyebut namaNya dalam jiwa,

Hati berkata : � lahaulawalquwata illabillahil alihiladzim,�

***

Dalam Bis

Anda mungkin juga menyukai